Upload
herlinda-septiany
View
157
Download
11
Embed Size (px)
Citation preview
Pendahuluan
Padat adalah salah satu bentuk dari suatu benda / zat materi ( contoh lainnya adalah
gas dan cair). Zat padat atau padat ditandai dengan kekakuan struktural dan ketahanan
terhadap perubahan bentuk atau volume. Tidak seperti zat cair, benda padat tidak mengalir
dan berbentuk seperti bentuk wadahnya, juga tidak memperluas untuk mengisi seluruh volume
yang tersedia untuk itu seperti gas. Atom-atom dalam padat terikat erat satu sama lain, baik
dalam kisi geometris biasa (kristal, yang mencakup logam dan air es biasa) atau tidak teratur
(padatan amorf seperti kaca). Dalam benda padat, atom / molekul berdekatan, atau "keras";
tetapi, tidak mencegah benda padat berubah bentuk atau terkompresi. Dalam fase padat, atom
memiliki order ruang; karena semua benda memiliki energi kinetik, atom dalam benda padat
yang paling keras bergerak sedikit, tetapi gerakan ini tak terlihat. Cabang fisika yang
berhubungan dengan zat padat disebut fisika zat padat, dan merupakan cabang utama fisika
benda terkondensasi (yang juga termasuk cairan). Materi ilmu pengetahuan terutama berkaitan
dengan sifat fisik dan kimia padatan. Solid-state kimia ini terutama berkaitan dengan sintesis
material baru, serta ilmu identifikasi dan komposisi kimia. Zat padat adalah sebuah objek
yang cenderung mempertahankan bentuknya ketika gaya luar mempengaruhinya. Karena
kepadatannya itu, bahan padat digunakan dalam bangunan yang semua strukturnya komplek
yang berbentuk. Seorang ahli mempelajari alat-alat mekanik dari bahan material, seperti baja
dan beton, digunakan untuk struktur yang akan dia bangun, demikian pula, ini juga menarik
minat ahli biologi untuk mengetahui sesuatu tentang alat-alat material, seperti kayu dan
tulang yang berasal dari komponen tanaman dan binatang. Dalam bagian ini mendiskusikan
pokok-pokok bagian dari zat padat dan beberapa kelompok-kelompok dari materi biologi
Sifat - sifat zat padat
1. Elastisitas: Zat padat apabila telah mengalami cacat maka tidak dapat kembali seperti
bentuk lainnya. Contohnya adalah batu.
2. Kerapuhan: Sebuah benda padat dapat masuk ke dalam banyak potongan (rapuh).
3. Kekerasan: ada padatan yang tidak dapat tergores. Intan adalah benda padat dengan
kekerasan yang tinggi.
4. Bentuk nyata: Benda padat dapat dilihat secara jelas, relatif kaku dan tidak mengalir
seperti halnya gas dan cairan, kecuali di bawah tekanan yang ekstrim.
5. Volumenya bisa dirasakan : Karena mereka memiliki bentuk yang pasti, volumenya
juga konstan.
6. Tinggi air: Padat memiliki kerapatan yang relatif tinggi karena kedekatan molekul
yang dikatakan "lebih berat"
7. Flotasi: Beberapa padatan memenuhi sifat, hanya jika densitasnya lebih rendah dari
cairan dimana ia ditempatkan.
8. Inersia: resistensi merupakan sistem fisik benda padat untuk berubah, dalam kasus
padatan menempatkan perlawanan.
9. Keteguhan : Dalam Ilmu Bahan ketangguhan adalah ketahanan suatu bahan untuk
menyebarkan retak atau celah-celah.
10. Kelenturan: Sifat benda padat yang memiliki badan yang akan dibentuk oleh
deformasi. Kelenturan ini memungkinkan produksi lembaran tipis bahan tanpa
melanggar itu, memiliki kesamaan bahwa tidak ada metode untuk mengukur mereka.
11. Daktilitas
Kristalisasi
Kristalisasi adalah proses terbentuknya fasa padatan kristalin. Kristal adalah fasa
padatan berbentuk tertentu/spesifik dimana permukaannya berupa kisi-kisi. Bentuk kristal
yang spesifik ini disebut dengan kristal habit : contoh bentuk kubus, prisma, octahedron,
rhombic dan lain lain.
Dipandang dari asalnya, kristalisasi dapat dibagi menjadi 3 proses utama :
Kristalisasi dari larutan ( solution ) : merupakan proses kristalisasi yang umum
dijumpai di bidang Teknik Kimia : pembuatan produk-produk kristal senyawa
anorganik maupun organic seperti urea, gula pasir, sodium glutamat, asam sitrat,
garam dapur, tawas, fero sulfat dll.
Kristalisasi dari lelehan ( melt ) : dikembangkan khususnya untuk pembuatan silicon
single kristal yang selanjutnya dibuat silicon waver yang merupakan bahan dasar
pembutan chip-chip integrated circuit ( IC ). Proses Prilling ataupun granulasi sering
dimasukkan dalam tipe kristalisasi ini.
Kristalisasi dari fasa Uap : adalah proses sublimasi-desublimasi dimana suatu
senyawa dalam fasa uap disublimasikan membentuk kristal. Dalam industri prosesnya
bisa meliputi beberapa tahapan untuk mendapatkan produk kristal yang murni.
Contohnya pemisahan suatu senyawa dari campurannya melalui tahapan proses :
Padat cair uap padat kristalin.
Contohnya: pemurnian anthracene, anthraquinon, camphor, thymol, uranium
hexafluoride, zirconium tetrachloride, sulphur.
Kristalisasi merupakan proses separasi suatu solute dari larutannya membentuk fasa padatan
kristalin, artinya solute dalam larutan akan berpindah dan menempel ke permukaan kristal
induk, sehingga seolah-olah kristal induknya tumbuh membesar sesuai dengan bentuk
habitnya.
Proses separasi dengan Kristalisasi mempunyai kelebihan a.l. :
Dapat diperoleh kemurnian produk kristal dari solute yang cukup tinggi hanya dalam
satu stage/langkah operasi. Dengan design dan operasionalisasi kristaliser yang baik,
dapat diperoleh kemurnian sampai lebih dari 99 % dengan mudah.
Produk akhir berupa padatan kristalin yang mempunyai bentuk habit, ukuran yang
seragam sehingga meningkatkan daya tarik, kemudahan handling, packing dan
penjualan ataupun prosesing lanjutannya.
Tetapi proses kristalisasi juga punya kelemahan antara lain :
Purifikasi multi komponen ( lebih dari satu ) dalam suatu larutan tidak bisa dilakukan
dengan satu tahapan operasi.
Tidak memungkinkan separasi semua solute dari larutannya dalam satu tahapan
operasi kristalisasi, karena terbentur pada sifat kelarutan solute itu sendiri.
Karena kristalisasi menyangkut proses pemisahan dan handling 2 macam fasa : cair dan
padatan, maka proses kristalisasi digunakan apabila proses pemisahan dengan cara lain tidak
memungkinkan lagi baik ditinjau dari segi teknis maupun ekonomis. Contoh proses
kristalisasi lebih feasible dibanding proses distilasi untuk pemisahan campuran naphthalene-
benzene; pemisahan ortho, metha dan para xylene. Kristalisasi merupakan proses
pemisahan/separasi solute dari fasa larutannya membentuk fasa padatan sendiri yang memakai
fenomena dasar : mass transfer dan sebagai driving forcenya adalah beda konsentrasi solute
di dalam larutan dengan di boundary layer permukaan kristal.
Suatu larutan yang terdiri dari solute ( zat terlarut ) dan solvent ( zat pelarut ) dapat
mempunyai konsentrasi solute yang berbeda-beda, sehingga dikenal :
Larutan belum jenuh ( unsaturated solution ): larutan ini masih mampu menerima
tambahan solute. Sehingga bila larutan ini ditambah zat padat, maka zat padat tersebut
masih bisa melarut sebagian/semuanya.
Larutan jenuh = saturasi ( saturated solution ) : larutan ini pada kondisi stabil =
setimbang = equilibrium, yang artinya jumlah solute yang terlarut tepat pada batas
kemampuan melarutkan dari solvent. Sehingga bila larutan ini ditambah lagi zat padat,
tidak lagi bisa melarutkannya.
Larutan lewat jenuh ( supersaturated solution ) : konsentrasi solute di dalam larutan
ini sudah melebihi kelarutannya, artinya konsentrasi solute dalam larutan tersebut
sudah melewati konsentrasi jenuhnya.
Kelarutan suatu zat padat dalam suatu solvent adalah jumlah zat padat yang bisa melarut
dalam suatu solvent ( menjadi solute ). Kelarutan suatu zat padat dalam suatu solvent
berbeda-beda tergantung pada senyawanya serta suhu/temperature solventnya. Sehingga
dikatakan kelarutan suatu zat padat dalam suatu solvent tergantung pada suhu. Ada
kecenderungan, semakin tinggi suhu semakin besar pula zat padat yang bisa dilarutkan,
sehingga dikatakan kelarutan zat padat dalam solvent merupakan fungsi suhu.
Sering kita mendengar ( khususnya di kimia dasar kalau dikatakan Kalsium Karbonat
ataupun Kalsium Sulfat selalu mengendap/tidak larut dalam air, pernyataan itu sebenarnya
kurang tepat, karena sebenarnya kedua senyawa tersebut kelarutannya dalam air sangat kecil
sekali, sehingga dianggap/diasumsikan kedua senyawa tersebut semuanya mengendap.
Kurva saturasi
Area supersaturasi Area
Concentr. Unsaturasi
Suhu
Dengan pengertian diatas, maka proses kristalisasi adalah kebalikannya proses pelarutan.
Kalau proses pelarutan terjadi mass transfer dari fasa padatan ke fasa larutan, maka dalam
proses kristalisasi terjadi mass transfer dari fasa larutan ke fasa padatan yaitu berpindahnya
solute dari fasa larutan ke fasa padatan permukaan kristal. Suatu kristal yang dimasukkan ke
dalam suatu solvent, maka dipermukaan kristal tersebut ada suatu lapisan tipis yang disebut
‘boundary layer’. Dalam boundary layer ini selalu terjadi equilibrium solute concentration
dimana konsentrasi solute konsentrasi larutan jenuh ( saturasi ) nya.
Karena itu agar proses kristalisasi bisa berlangsung, maka konsentrasi solute dalam larutan
harus lebih tinggi dari pada konsentrasi jenuh/saturasi di boundary layer, agar bisa terjadi
mass transfer ( = difusi ) solute dari larutan ke boundary layer. ( ingat dasar dari phenomena
transfer : arah transfer selalu terjadi dari potensi driving force tinggi ke yang rendah ).
Molekul solute yang baru berdifusi masuk ke boundary layer ini akan mengubah equilibrium
sehingga akan mendorong kembali terbentuknya kondisi equilibrium dengan cara mendorong
solute excess tersebut untuk mengikatkan diri dengan molekul pembentuk kisi-kisi kristal.
Dengan demikian terjadi penambahan lapisan/layer kristal baru dipermukaan kisi-kisi kristal
yang lama.
Hal sebaliknya akan terjadi bila suatu kristal dimasukkan ke larutan yang belum jenuh,
dimana akan terjadi transfer molekul dari kisi-kisi permukaan ke dalam larutan, sehingga
dikatakan kristalnya melarut dalam solvent.
Csupersaturasi
Permukaan kisi kristal &
Boundary layer
Csaturasi
Cunsaturasi
Konsentrasi : C
solute
Gb. Grafik profil konsentrasi solute di luar kisi-kisi permukaan kristal.
Pada saat terjadi pengikatan antara molekul solute ke kisi-kisi permukaan kristal yang
berupa ikatan electron, akan terjadi efek panas yang disebut panas kristalisasi. Dan hal yang
sebaliknya akan terjadi saat terjadi pelarutan molekul fasa padatan dari kisi-kisi permukaan \
kristal akan terjadi panas pelarutan Secara kuantitatif, besarnya panas kristalisasi adalah
panas pelarutan.
Driving force mass transfer proses kristalisasi adalah beda konsentrasi solute di dalam
larutan dengan konsentrasi solute di boundary layer : C yaitu derajat supersaturasi larutan
( degree of supersaturation ) :
C = Clarutan - Cboundary layer
= Csuper-sat - Csaturasi
Semakin besar driving force : C , proses diffusi solute dari larutan ke permukaan kristal
semakin cepat, maka semakin tinggi kecepatan kristalisasinya.
Tetapi bila kecepatan kristalisasi terlalu cepat kristal tumbuh terlalu cepat, maka ada
kemungkinan molekul solute yang lain (sebagai impuritas) akan ikut terseret masuk dan
terperangkap didalam lapisan/layer baru yang terbentuk. Akibatnya kemurnian kristal produk
akan berkurang.
Adanya impuritas yang terlalu banyak dalam larutan yang akan dikristalkan dan
pengaturan kecepatan pengadukan akan menentukan ataupun dapat mengubah bentuk kristal
produk ( habit modification ). Karena itu dalam industri sering harus dilakukan pemurnian
larutan yang akan dikristalkan terlebih dahulu.
Kapasitas Panas Zat Padat
Pada bagian ini akan dibahas Kapasitas panas dan Kapasitas panas jenis khusus untuk
gas Sempurna. Satuan kalor atau panas adalah kalori atau BTU (British thermal unit). Satu
kalori didefinisikan sebagai panas yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 gram air denagn 1
oC. Satu BTU didefinisikan sebagai panas yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 lb air
dengan 1 oF Oleh karena 1 lb = 454 gram dan 1 skala F = 5/9 Skala Celsius, maka 1 BTU =
252 kalori . Kapasitas panas suatu zat ialah banyaknnya panas yang diperlukan untuk
menaikkan suhu zat itu dengan 1K. Jika suhu zat itu naik dengn dT dan kapasits panas zat itu
C, maka panas yang diperlukan adalah
dQ = C dT
Jadi Kapasitas panas zat itu adalah
C = dQ /dT
C merupakan fungsi dari T. Artinya kenaikan suhu dari 273 K menjadi 274 diperlukan panas
yang berbeda dengan kenaikan suhu dari 300 K menjadi 301 K.
Kapasitas panas rata-rata C = Q/DT
Satuan C dalam (SI) adalah J K-1. Jika kapasitas panas dibagi dengan massa zat m, hasilnya
disebut kapasitas panas jenis, c.
c = C/m = dQ /(m.dT) = dq/dT
Satuan kapasitas panas jenis adalah Jkg-1K. C merupakan fungsi dari T. Artinya kenaikan
suhu dari 273 K menjadi 274 diperlukan panas yang berbeda dengan kenaikan suhu dari 300
K menjadi 301 K.
Kapasitas panas rata-rata
C = Q/DT
Satuan C dalam (SI) adalah J K-1
Jika kapasitas panas dibagi dengan massa zat m, hasilnya disebut kapasitas panas jenis, c.
c = C/m = dQ /(m.dT) = dq/dT
Satuan kapasitas panas jenis adalah Jkg-1K
q = (u2-u1) + w (H. I Termodinamika)
l = (u2-u1) + (p2v2 – p1v1 )
atau
(u2-u1) = l – (p2v2 – p1v1)
l = (u2 +p2v2 )-( u1 + p1v1)
Suku-suku dalam kurung pada ruas kanan disebut entalpi, diberi lambang h, jadi,
h = u + pv
Dengan demikian panas transformasi ditulis
l = h2 – h1
Karena p, v, dan u adalah variabel keadaan, maka h juga variabel keadaan dan diferensialnya
adalah diferensial eksak. Selanjutnya akan digunakan lambang-lambang berikut
l pc : untuk perubahan fase padat ke cair (proses pencairan)
l cu : untuk perubahan fase cair ke uap (proses penguapan)
l pu : untuk perubahan fase padat ke uap (proses sublimasi).
Entalpi untuk bermacam fase digunakan lambang.hp, hc, dan hu (untuk entalpi padat, cair dan
uap).
l pc = hc - hp
l cu = hu - hc
l pu = hu- hp
Ternyata l cu untuk air berubah dengan suhu, yaitu turun bila suhu naik, dan menjadi
nol pada suhu kritis, yaitu untuk air adalah 374 oC. Bila suatu zat sebagian dalam keadaan
cair dan sebagian lagi dalam keadaan uap pada suhu jenuh, maka kualitas zat itu didefinisikan
sebagai nisbah massa uap dengan massa total dan diberi lambang x,
x = mu/m = mu/(mc+mu)
V = Vc + Vu
atau
mv = mcvc + muvu
v = mc vc/m + mu vu/m
= (m-mu)vc/m + muvu/m
= (1- x)vc + xvu atau
v = vc + x(vu-vc) = vc +xvcu
dengan vcu = vu - vc
Untuk Energi Dalam U = Uc + Uu atau mu = mcuc + muuu
Bila ruas kiri dan akan dibagi dengan m , diperoleh
u = (mcuc)/m + (muuu)/m
= (m – mu)uc/m + (muuu)/m
= (1-X) uc + X uu = uc + X (uu-uc)
= uc + Xucu,
Dimana n untuk Entalpi
Defraksi Sinar X
Difraksi Sinar-X
Difraksi sinar-X merupakan teknik yang digunakan untuk menganalisis padatan
kristalin. Sinar-X merupakan radiasi gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang
sekitar 1 Å, berada di antara panjang gelombang sinar gama (γ) dan sinar ultraviolet. Sinar-X
dihasilkan jika elektron berkecepatan tinggi menumbuk suatu logam target (Gambar 1).
Gambar 1. Pembentukan sinar-X.
Elektron berkecepatan tinggi yang mengenai elektron pada orbital 1s akan
menyebabkan elektron tereksitasi menyebabkan kekosongan (□) pada orbital 1s tersebut,
dengan adanya pengisian elektron pada orbital kosong tersebut dari orbital yang lebih tinggi
energinya akan memberikan pancaran sinar-X.
Sinar-X yang diperoleh memberikan intensitas puncak tertentu yang bergantung pada
kebolehjadian transisi elektron yang terjadi. Transisi Kα lebih mungkin terjadi dan memiliki
intensitas yang lebih tinggi daripada transisi Kβ, sehingga radiasi Kα yang digunakan untuk
keperluan difraksi sinar-X. Sinar-X juga dapat dihasilkan oleh proses perlambatan elektron
pada saat menembus logam sasaran. Proses perlambatan ini menghasilkan sinar-X yang biasa
disebut sebagai radiasi putih. Hasil dari semua proses tadi untuk logam tertentu adalah
spektrum khas sinar-X, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Terdapat bentuk dasar yang
terbentuk oleh radiasi putih dan puncak khas tajam yang bergantung pada kuantisasi transisi e.
Gambar 2.Spektrum panjang gelombang sinar-X pada logam.
Terdapat beberapa jenis pancaran panjang gelombang yang dihasilkan dengan
intensitas yang berbeda, dimana panjang gelombang Kα1 memiliki intensitas yang lebih
tinggi, sehingga digunakan dalam difraksi sinar-X. Sinar-X yang monokromatis sangat
diperlukan dalam suatu eksperimen difraksi sinar-X. Untuk tujuan itu salah satunya dapat
digunakan filter, yang secara selektif meneruskan panjang gelombang yang ingin digunakan.
Untuk sinar-X dari tabung tembaga, biasanya digunakan lembaran nikel sebagai filter. Nikel
sangat efektif dalam meneruskan radiasi Cu Kα, karena radiasi Cu Kβ memiliki cukup energi
untuk mengionisasi elektron 1s Nikel, sedangkan radiasi Cu Kα tidak cukup untuk
mengionisasi. Dengan demikian, lembaran nikel tersebut akan mengabsorpsi semua panjang
gelombang termasuk radiasi putih, kecuali radiasi Cu Kα.
Hukum Bragg
Suatu kristal memiliki susunan atom yang tersusun secara teratur dan berulang,
memiliki jarak antar atom yang ordenya sama dengan panjang gelombang sinar-X. Akibatnya,
bila seberkas sinar-X ditembakkan pada suatu material kristalin maka sinar tersebut akan
menghasilkan pola difraksi khas. Pola difraksi yang dihasilkan sesuai dengan susunan atom
pada kristal tersebut. Menurut pendekatan Bragg, kristal dapat dipandang terdiri atas bidang-
bidang datar (kisi kristal) yang masing-masing berfungsi sebagai cermin semi transparan. Jika
sinar-X ditembakkan pada tumpukan bidang datar tersebut, maka beberapa akan dipantulkan
oleh bidang tersebut dengan sudut pantul yang sama dengan sudut datangnya, seperti yang
diilustrasikan dalam Gambar 3, sedangkan sisanya akan diteruskan menembus bidang.
Perumusan secara matematik dapat dikemukakan dengan menghubungkan panjang gelombang
sinar-X, jarak antar bidang dalam kristal, dan sudut difraksi:
nλ = 2d sin θ (Persamaan Bragg)
λ adalah panjang gelombang sinar-X, d adalah jarak antar kisi kristal, θ adalah sudut datang
sinar, dan n = 1, 2, 3, dan seterusnya adalah orde difraksi. Persamaan Bragg tersebut
digunakan untuk menentukan parameter sel kristal. Sedangkan untuk menentukan struktur
kristal, dengan menggunakan metoda komputasi kristalografik, data intensitas digunakan
untuk menentukan posisi-posisi atomnya.
Gambar 3. Pemantulan berkas sinar-X monokromatis oleh dua bidang kisi dalam kristal,
dengan sudut sebesar θ dan jarak antara bidang kisi sebesar dhkl
Difraksi Sinar-X Serbuk
Salah satu teknik yang digunakan untuk menentukan struktur suatu padatan kristalin,
adalah metoda difraksi sinar-X serbuk (X-ray powder diffraction). Sampel berupa serbuk
padatan kristalin yang memiliki sejumlah besar kristal kecil dengan diameter butiran
kristalnya sekitar 10-7 – 10-4 m ditempatkan pada suatu plat kaca dalam difraktometer seperti
terlihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Skema difraktometer sinar-X serbuk.
Tabung sinar-X akan mengeluarkan sinar-X yang yang difokuskan sehingga mengenai
sampel oleh pemfokus, detektor akan bergerak sepanjang lintasannya, untuk merekam pola
difraksi sinar-X. Pola difraksi yang dihasilkan berupa deretan puncak-puncak difraksi dengan
intensitas relatif yang bervariasi sepanjang nilai 2θ tertentu. Besarnya intensitas relatif puncak
dari deretan puncak tersebut bergantung pada jumlah atom atau ion yang ada, dan
distribusinya di dalam sel satuan material tersebut. Pola difraksi setiap padatan kristalin khas,
yang bergantung pada kisi kristal, unit parameter, dan panjang gelombang sinar-X yang
digunakan. Dengan demikian, sangat kecil kemungkinan dihasilkan pola difraksi yang sama
untuk suatu padatan kristalin yang berbeda.
Gambar 5. Pola Difraksi Sinar-X Serbuk
Metode Le Bail
Pada pola difraksi sinar-X serbuk sering terjadi adanya overlap pada puncak difraksi
terutama pada nilai 2θ yang tinggi. Dengan adanya overlap tersebut menyebabkan sulitnya
pemisahan intensitas dari tiap-tiap pemantulan sinar, sehingga penentuan struktur sukar
dilakukan. Namun, dengan metoda Rietveld, kini dimungkinkan untuk menentukan struktur
kristal, terutama untuk struktur yang relatif sederhana, dari data difraksi serbuk. Sebagai
langkah awal penggunaan metoda Rietveld, sering digunakan metoda Le Bail. Pada metode
Le Bail, intensitas dari berbagai puncak difraksi dihitung dengan hanya menggunakan
parameter sel satuan dan parameter yang mendefinisikan puncak. Dari analisis Le Bail akan
didapatkan parameter sel dan plot Le Bail mirip plot Rietveld.
Gambar 6. Hasil Refinement Pola Difraksi Sinar-X Serbuk Menggunakan Metode Le Bail
Dengan Menggunakan Program Rietica.
TUGAS KIMIA FISIKA
ZAT PADAT
Oleh:
Kelompok 11
Liga Indriyani (2312030027)
HerlindaSeptiany (2312030033)
Hanindito Saktya (2312030087)
Regine Generis (2312030105)
Kelas A
D3 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Nopember Surabaya
2012