Upload
tya-si-baiq
View
133
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN STUDI KASUS PASIEN
STASE KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU (KET)
Oleh:
MYTTA PUTRI UTAMI (209.121.0043)
Pembimbing:
dr. H. Faisol Taufiqi
RUMAH SAKIT ISLAM MALANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2013
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kegiatan
kedokteran keluarga dengan judul “Upaya Pendekatan Keluarga terhadap Ny.UD
dalam Menangani Permasalahan Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)”
Penulis menyadari dalam penyusunan laporan kegiatan ini, banyak
kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu penulis ingin mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Penulis menerima kritik dan saran yang membangun guna
memperbaiki dan meningkatkan kesempurnaan laporan-laporan selanjutnya.
Harapan kami, laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan berbagai
pihak terkait.
Malang, 5 Oktober 2013
Penulis
2
DAFTAR ISI
Cover 1
Kata pengantar 2
Daftar isi 3
BAB I PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Tujuan 4
1.3 Manfaat 5
BAB II LAPORAN KASUS 6
2.1 Anamnesis 6
2.2 Pemeriksaan Fisik 8
2.3 Diagnosis Banding 10
2.4 Pemeriksaan Penunjang 10
2.5 Diagnosis Kerja 11
2.6 Penatalaksanaan 11
2.7 Follow up 11
2.8 Kedokteran Keluarga 13
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 19
3.1 Anatomi dan fisiologi sesuai kasus 19
3.2 Patofisiologi 22
BAB IV PEMBAHASAN
-
4.1 Dasar Penegakan Diagnosis
-
4.2 Dasar Rencana Penatalaksanaan
-
BAB V PENUTUP
-
5.1 Kesimpulan
-
3
5.2 Saran
-
DAFTAR PUSTAKA
-
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehamilan ektopik didefinisikan sebagai setiap kehamilan yang terjadi di luar
tempat yang seharusnya yaitu endometrium kavum uteri. Kehamilan ektopik
merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab kematian maternal selama
kehamilan trimester pertama. Karena janin pada kehamilan ektopik secara nyata
bertanggung jawab terhadap kematian ibu, maka para dokter menyarankan untuk
mengakhiri kehamilan.
Angka kehamilan ektopik per 1000 diagnosis konsepsi, kehamilan atau
kelahiran hidup telah dilaporkan berkisar antara 2,7 hingga 12,9. Insiden ini
mewakili satu kecenderungan peningkatan dalam beberapa dekade ini. Diantara
faktor-faktor yang terlibat adalah meningkatnya pemakaian alat kontrasepsi dalam
rahim, penyakit radang panggul, usia ibu yang lanjut, pembedahan pada tuba, dan
pengobatan infertilitas dengan terapi induksi superovulasi. Pada tahun 1980-an,
kehamilan ektopik menjadi komplikasi yang serius dari kehamilan, terhitung
sebesar 11% kematian maternal terjadi di Amerika Serikat.
Sekurangnya 95 % implantasi ekstrauterin terjadi di tuba Fallopii. Di tuba
sendiri, tempat yang paling sering adalah pada ampulla, kemudian berturut-turut
pada pars ismika, infundibulum dan fimbria, dan pars intersisialis dapat juga
terkena. Implantasi yang terjadi di ovarium, serviks, atau cavum peritonealis
jarang ditemukan.
4
Sebagai suatu keadaan yang mengancam kehidupan, kehamilan ektopik
menuntut para tenaga kesehatan untuk mengetahui metoda-metoda pengobatan
yang mutakhir. Meskipun penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik adalah
dengan pembedahan, tetapi saat ini mulai dikembangkan penatalaksanaan dengan
obat-obatan yaitu dengan methotrexate. Metoda ini tampaknya efektif dan cukup
aman sehingga dapat menjadi metoda alternatif pada pengobatan kehamilan
ektopik. Tetapi tidak semua pasien yang didiagnosis dengan KE harus mendapat
terapi medisinalis dan terapi ini tidak 100% efektif. Para dokter harus
memperhatikan dengan hati-hati indikasi, kontraindikasi dan efek samping dari
terapi medisinalis.
1.2 Tujuan Makalah
1. Mengetahui dan memahami penyebab kehamilan ektopik terganggu
2. Mengetahui dan memahami patofisiologi kehamilan ektopik terganggu
3. Mengetahui dan memahami gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu
4. Mengetahui dan memahami bahaya dan komplikasi kehamilan ektopik
terganggu
5. Mengetahui dan memahami cara penanganan kehamilan ektopik terganggu
1.3 Manfaat Makalah
1. Manfaat Keilmuan
Diharapkan makalah ini dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan
tentang kehamilan ektopik terganggu antara lain penyebab, patofisiologi,
gejala dan tanda, bahaya dan komplikasi, serta penanganannya.
2. Manfaat Praktis
Giharapkan dapat memberikan tambahan literatur dalam menghadapi kasus
kehamilan ektopik terganggu.
5
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Anamnesis
2.1.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. UD
Umur : 30 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : -
Pendidikan : D3
Agama : Islam
Alamat : Jl. MT. Haryono 155, Perum Arumbai Hill 11
Malang.
Suku : -
Nama Suami : Tn. Ahmad
Pekerjaan : Perawat
Tanggal periksa : 8 September 2013
2.1.2 Anamnesis
1. Keluhan utama : Nyeri seluruh bagian perut
Harapan : -
Kekhawatiran : -
2. Riwayat penyakit sekarang
6
Pasien mengeluh nyeri seluruh bagian perut, lebih nyeri dibagian perut
bawah. Mules (+), pusing (+), mengeluarkan darah berwarna kehitaman
dalam jumlah banyak, mulai tanggal 3-8 September 2013.
3. Riwayat kehamilan saat ini : HPHT 20-7-2013
4. Riwayat Fertilisasi (kehamilan)
Ny.UD memiliki dua orang anak. Anak pertama laki-laki berumur 4 tahun,
riwayat kelahiran SC dengan berat 2800 gram dengan indikasi post date
Ketuban Pecah Dini (KPD). Anak kedua berjenis kelamin laki-laki
berumur 2 tahun, riwayat kelahiran SC dengan berat 2600 gram dengan
indikasi bekas SC.
5. Riwayat menstruasi : Tidak ada data
6. Riwayat kontrasepsi : Tidak ada data
7. Riwayat imunisasi : Tidak ada data
8. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat sakit serupa : Tidak ada data
Hipertensi : Tidak ada data
Kencing manis : Tidak ada data
Penyakit jantung : Tidak ada data
Penyakit pernafasan lain : Tidak ada data
9. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat abortus : Tidak ada data
Riwayat hipertensi : Tidak ada data
Riwayat asma : Tidak ada data
Riwayat penyakit jantung : Tidak ada data
Riwayat diabetes : Tidak ada data
Riwayat alergi : Tidak ada data
10. Riwayat pengobatan : Tidak ada data
11. Riwayat kebiasaan
Merokok : Tidak ada data
Minum alkohol : Tidak ada data
Olahraga : Tidak ada data
7
Pengisian waktu luang : Tidak ada data
12. Riwayat alergi : Tidak ada riwayat alergi
13. Sosial ekonomi : Tidak ada data
14. Riwayat gizi : Tidak ada data
15. Anamnesis sistem
Kulit : pucat (+), gatal (TDA), kuning (TDA)
Kepala : uban (TAD), pusing (+), keringat (+)
Mata : pandangan mata berkunag-kunang (TAD)
penglihatan kabur (TAD), anemis (+), ikterik
(TAD)
Hidung : tersumbat (TAD), mimisan (TAD), PCH (TAD)
Telinga : pendengaran berkurang (TAD), berdengung (TAD),
keluar cairan (TAD)
Mulut : sariawan (TAD), mulut kering (TAD),
menyeringai (+)
Tenggorokan : nyeri menelan (TAD), serak (TAD)
Pernafasan : sesak nafas (TAD), suara ngik-ngik (TAD), batuk
(TAD)
Kadiovaskuler : nyeri dada (TAD), berdebar-debar (TAD)
Gastrointestinal : mual (TAD), muntah (TAD), diare (TAD),
nyeri perut (+)
Genitourinaria : (TAD)
Neurologi : kejang (TAD), lumpuh (TAD), kesemutan
dan rasa tebal (TAD)
Muskuloskeletal : kaku sendi (TAD), nyeri otot (TAD)
Ekstremitas : Atas kanan : bengkak (-), sakit (-), luka ()
Atas kiri : bengkak (-), sakit (-), luka ()
Bawah kanan: bengkak (-), sakit (-), luka ()
Bawah kiri : bengkak (-), sakit (-), luka ()
2.2 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Pasien tampak kesakitan
8
2. Kesadaran : Compos mentis (GCS 456)
3. Vital sign
BB : Tidak diukur
TB : Tidak diukur
Tensi : 100/70 mmHg
Nadi : 98 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36 C
4. Kepala
Kulit kepala : Tidak ada data
Mata : Anemis (+ / +)
Hidung : Tidak ada data
Mulut : Tidak ada data
Telinga : Tidak ada data
Leher : Tidak ada data
5. Thoraks : bentuk normal, simetris, pernafasan
thoracoabdominal (TAD), retraksi intercostae (TAD), spidernavy (TAD),
sela iga melebar (TAD), massa (TAD), kelainan kulit (TAD), nyeri (TAD)
Cor
Inspeksi : Tidak ada data
Palpasi : Tidak ada data
Perkusi : Batas kiri atas : Tidak ada data
Batas kanan atas : Tidak ada data
Batas kiri bawah : Tidak ada data
Batas kanan bawah : Tidak ada data
Auskultasi : bunyi jantung I-II (TAD), regular (TAD), bising
(TAD), Suara tambahan jantung (TAD)
Pulmo
Inspeksi : bentuk (TAD), simetris (TAD)
Palpasi : fremitus raba kiri dan kanan (TAD)
Perkusi : (TAD)
Auskultasi : suara dasar (TAD)
9
6. Abdomen
Inspeksi : Perut tampak cembung, venektasi
(TAD), massa (TAD), bekas jahitan (TAD)
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan right lower quadrant
(RLQ) (+), Defens muscular (TAD)
hepar dan lien tidak terab (TAD),
turgor (TAD), massa (TAD), ascites
(TAD)
Perkusi : Timpani (TAD), Meteorismus
(TAD)
7. Sistem Collumna Vertebralis : Tidak ada data
8. Ekstremitas Superior / Inferior : Eritema (TAD), Edema (TAD),
Akral dingin (TAD)
9. Status Lokalis : Fluksus (+)
10. Pemeriksaan neurologis : Tidak ada data
11. Pemeriksaan psikiatri : Tidak ada data
12. Pemeriksaan Gynekologi Inspikulo : Tidak ada data
13. Pemeriksaan Obstetri
TFU : Tidak ada data
HPHT : 20-7-2013
UK : ± 6-8 minggu
VT : Tidak ada data
2.3 Diagnosis Banding
1. Perdarahan pervaginam ec. abortus
Insipiens
Inkompletus
Servikalis
Habitualis
Infeksiosa
10
2. Perdarahan pervaginam ec. mola hidatidosa
3. Perdarahan pervaginam ec. koriokarsinoma
4. Perdarahan pervaginam ec. kehamilan ektopik terganggu
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Paparan kondisi pasien seperti diatas, dapat diusulkan pemeriksaan
tambahan sebagai berikut:
Plano test : (+)
Darah lengkap : (+)
Hb : 7,6 g/dL (<)
Leukosit : 12.9 ribu/mm3 (>)
PCV/HCT : 22,4 % (<)
Eritrosit 2,73 juta/mm3 (<)
MPV : 6,78 Fl (<)
Eosinofil 0,7% (<)
Neutrofil 84,2% (>)
Urin lengkap
Warna kuning
Albumin (1+) (>)
Bilirubin (2+) (>)
Urobilin (1+) (>)
Keton (2+) (>)
Eritrosit 10-15/LPB (>)
Epitel 1-2/LPB (>)
USG : Gestasional Sac diluar uterus, cairan bebas (+)
2.5 Diagnosis Kerja : Perdarahan pervaginam ec. kehamilan ektopik terganggu
2.6 Penatalaksanaan
Ottogenta 2x80 mg
Infus RL 2 line
Injeksi ranitidin 1 ampul
PRC 2 labu
Injeksi ketorolac
11
Vitamin C 200 mg
Laparotomy cyto salpingo oophorectomy
2.7 Follow up
1. Tanggal : 09 September 2013 pukul 09.00 WIB
Subjective : Pasien mengeluh nyeri pada luka bekas operasi
Objective : Keadaan umum: cukup pasien dipindahkan ke ROI
TD : 110/70 mmHg
HR : 100 x/menit
RR : Tidak ada data
Suhu : 38,2C
Produksi urin 300 cc dibuang
Darah Lengkap :
- Hb : 7,6 g/dL (<)
- PCV/HCT : 22,4 % (<)
- Eritrosit 2,73 juta/mm3 (<)
- Leukosit 12,09% (<)
- Eosinofil 0,7% (<)
- Neutrofil 84,2% (>)
- MPV 6,78 Fl (<)
Assessment : Post Laparotomi ec. Kehamilan Ektopik Terganggu hari ke-2
Planning : Ottogenta 2x80 mg
- Injeksi ketorolac 3x30
- Injeksi vitamin C 2x200
- Injeksi ranitidin 1 ampul
- PRC labu ke-3
- Cefadroxyl 2x500 mg
- Asam mefenamat 3x500 mg
- Hb>8 aff infus dan diganti plug
- Produksi urin 300 cc dibuang
- Bising usus (+)
- Flatus (+)
- NSTKTP
12
- Mobilisasi duduk
2. Tanggal : 09 September 2013 pukul 22.30 WIB
Subjective : Pasien mengeluh nyeri pada luka bekas operasi dan pusing
Objective : TD : 110/60 mmHg
HR : 90 x/menit
RR : Tidak ada data
Suhu : 36C
Darah Lengkap :
- Hb : 8,9 g/dL (<)
- PCV/HCT : 26,8 % (<)
- Eritrosit 3,31 juta/mm3 (<)
- Limfosit 18,1% (<)
- Neutrofil 73,2% (>)
Assessment : Post Laparotomi ec. Kehamilan Ektopik Terganggu hari ke-2
Planning : Ottogenta 2x80 mg
Injeksi ketorolac 3x30
Injeksi vitamin C 2x200
Injeksi ranitidin 1 ampul
Cefadroxyl 2x500 mg
Asam mefenamat 3x500 mg
Aff infus tangan kanan, infus tangan kiri diganti plug (+)
NSTKTP
Mobilisasi duduk
3. Tanggal : 10 September 2013
Subjective : Pasien mengeluh nyeri pada luka bekas operasi
Objective : Keadaan umum: cukup pasien dipindahkan ke ROI
TD : 110/60 mmHg
HR : 85 x/menit
RR : Tidak ada data
Suhu : 36C
Plug flebitis
13
Assessment : Post Laparotomi ec. Kehamilan Ektopik Terganggu hari ke-3
Planning : Ottogenta 2x80 mg
Injeksi ketorolac 3x30
Injeksi vitamin C 2x200
Injeksi ranitidin 1 ampul
Cefadroxyl 2x500 mg
Asam mefenamat 3x500 mg
Plug flebitis, aff infus
NSTKTP
Mobilisasi jalan
2.8 Kedokteran Keluarga
2.8.1 Diagnosis holistik berdasarkan UNS:
1. Diagnosis dari segi biologis
Perdarahan pervaginam ec. Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
2. Diagnosis dari segi psikologis
Tidak ada data
3. Diagnosis dari segi sosial
Tidak ada data
Diagnosis holistik berdasarkan UI:
1. Aspek personal
Keluhan utama : Nyeri seluruh bagian perut
Harapan : Tidak ada data
Kekhawatiran : Tidak ada data
2. Aspek risiko internal
Tidak ada data
3. Aspek risiko eksternal
Tidak ada data
4. Aspek fungsional
Tidak ada data
2.8.2 Penatalaksanaan Holistik
14
1. Aspek personal
Memberi pengertian kepada pasien bahwa suatu kewajaran untuk
khawatir menganai masalah kesuburan setelah mengalami kehamilan
ektopik. Seseorang yang mengalami kehamilan ektopik bukan berarti tidak
dapat mengalami kehamilan normal namun berarti seseorang memiliki
kemungkinan untuk mengalami kehamilan ektopik lagi di masa depan.
2. Aspek klinis
Ottogenta 2x80 mg
Infus RL 2 line
Injeksi ranitidin 1 ampul
PRC 2 labu
Injeksi ketorolac
Vitamin C 200 mg
Drip tramal + nafos RD 5%
Laparotomy cyto salpingo oophorectomy
3. Aspek risiko internal : Tidak ada data
4. Aspek risiko eksternal : Tidak ada data
5. Aspek fungsional : Tidak ada data
2.8.3 Identifikasi Profil Keluarga
1. Karakteristik Demografi Keluarga
Nama Kepala Keluarga : Ny. UD
Alamat lengkap : Jl. Mt. Haryono 155/ Perum Arumba Hill
Residence no. 11 Lowokwaru, Malang.
Bentuk keluarga : Tidak ada data
Daftar anggota keluarga : Tidak ada data
2. Penilaian Perilaku Kesehatan Keluarga
Jenis tempat berobat : Rumah Sakit Islam Universitas Islam
Malang
3. Sarana Pelayanan Kesehatan : Tidak ada data
Faktor Keterangan Kesimpulan
15
Cara mencapai pusat
pelayanan kesehatan
Jalan kaki
Angkot
Kendaraan pribadi
-
Tarif pelayanan
kesehatan
Sangat mahal
Mahal
Terjangkau
Murah
Gratis
-
Kualitas pelayanan kesehatan Sangat Memuaskan
Memuaskan
Cukup Memuaskan
Tidak memuaskan
4. Pola Konsumsi Makanan Keluarga : Tidak ada data
2.8.4 Identifikasi Fungsi-Fungsi Dalam Keluarga
Fungsi Holistik
1. Fungsi Biologis
Ny.UD mengalami Kehamilan Ektopik Terganggu (KET). Keadaan ini
mengganggu Ny.UD untuk melaksanakan kegiatannya sehari-hari.
2. Fungsi Psikologis : Tidak ada data
3. Fungsi Sosial : Tidak ada data
Fungsi Fisiologis
Untuk menilai fungsi fisiologis digunakan APGAR Score. APGAR Score
adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau dari
sudut pandang setiap anggota keluarga terhadap hubungannya dengan
anggota keluarga lain. APGAR Score meliputi:
1. Adaptation
16
Kemampuan anggota keluarga tersebut beradaptasi dengan anggota
keluarga yang lain, serta penerimaan, dukungan dan saran dari anggota
keluarga yang lain.
2. Partnership
Menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling mengisi antara
anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami oleh keluarga
tersebut.
3. Growth
Menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru yang
dilakukan keluarga tersebut.
4. Affection
Menggambarkan hubungan kasih sayang dan interaksi antar anggota
keluarga.
5. Resolve
Menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang kebersamaan dan
waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga yang lain.
Terdapat tiga kategori penilaian yaitu: nilai rata-rata <5 kurang, 6-7 cukup,
dan 8-10 adalah baik. Kategori ini didapatkan dari kalkulasi nilai APGAR
jarang/tidak: 0, kadang-kadang: 1, sering/selalu: 2
APGAR terhadap keluargasering/
selalu
kadang-
kadang
jarang/
tidak
Saya puas bahwa saya dapat kembali ke
keluarga saya bila saya menghadapi masalah
Saya puas dengan cara keluarga saya membahas
dan membagi masalah dengan saya
17
Saya puas dengan cara keluarga saya menerima
dan mendukung keinginan saya untuk
melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang
baru
Saya puas dengan cara keluarga saya
mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan,
perhatian dll
Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya
membagi waktu bersama-sama
Untuk APGAR Score dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Adaptation
Score : -
2. Partnership
Score : -
3. Growth
Score : -
4. Affection
Score : -
5. Resolve
Score : -
Total APGAR Score : -
Fungsi Patologis
Fungsi patologis dari keluarga dinilai dengan menggunakan alat SCREEM
sebagai berikut:
SUMBER PATHOLOGY KET
SocialMeskipun menderita ISPA, Tn.R tidak mengalami
hambatan untuk bersosialisasi dengan masyarakat
setempat, masih bisa berkumpul dengan anggota
TAD
18
keluarga seperti biasanya.
Cultural
Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya baik,
penderita menggunakan bahasa jawa dalam kehidupan
sehari-hari. TAD
ReligiusPemahaman terhadap ajaran agama cukup, demikian
juga ketaatanya dalam beribadah.TAD
EconomyEkonomi keluarga ini termasuk cukup, pendapatan dari
gaji sudah mencukupi standart hidup layak sehari-hari. TAD
EducationPendidikan terakhir adalah tamatan SMK cukup
mengerti dengan penyakitnyaTAD
Medical Pasien mendapat pelayanan yg baik dalam kesehatan
karena sudah dijamin dalam ASKES TAD
Pola Interaksi Keluarga : (TAD)
Genogram Keluarga : (TAD)
Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga : (TAD)
Identifikasi Lingkungan Rumah
Lingkungan luar rumah : Tidak ada data
Lingkungan dalam rumah : Tidak ada data
19
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi dan Fisiologi sesuai kasus
3.1.1 Anatomi genetalia interna wanita
- Uterus
Uterus pada seorang dewasa berbentuk seperti buah avolat atau buah peer
yang sedikit gepeng. Ukuran panjang uterus 7-7,5 cm, lebar ditempat yang paling
lebar 5,25 cm, dan tebal 2,5 cm. Uterus terdiri dari corpus uteri (2/3 bagian atas)
dan serviks uteri (1/3 bagian bawah)
Didalam korpus uteri terdapat rongga (kavum uteri), yang membuka keluar
melalui saluran (kanalis servikalis) yang terletak diserviks. Bagian bawah serviks
yang terletak di vagina dinamakan portio uteri (pars vaginalis servisis uteri),
sedangkan yang berada diatas vagina disebut pars supravaginalis servisis uteri.
Antara korpus dan serviks masih ada bagian yang disebut isthmus uteri.
Bagian atas uterus disebut fundus uteri, di situ tuba fallopi kanan dan kiri
masuk ke uterus. Dinding uterus terutama terdiri terutama atas miometrium, yang
merupakan otot polos berlapis tiga, yang sebelah luar longitudinal, yang sebelah
dalam sirkuler, yang antara kedua lapisan ini beranyaman. Miometrium dan
keseluruhannya dapat berkontraksi dan berelaksasi.
20
Kavum uteri dilapisi oleh selaput lendir yang kaya dengan kelenjar, disebut
endometrium. Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar, dan stroma
dengan banyak pembuluh-pembuluh darah yang berkelok-kelok, kelenjar-kelenjar
itu bermuara di kanalis servikalis (arbor vitae). Pertumbuhan dan fungsi
endometrium dipengaruhi sekali oleh hormon ovarium.
Uterus pada wanita dewasa umumnya terletak di sumbu tulang panggul
dalam anteversiofleksio (serviks ke depan ke atas) dan membentuk sudut dengan
vagina, sedang korpus uteri berarah ke depan dan membentuk sudut 120-130
dengan serviks uteri. Di Indonesia uterus sering ditemukan dalam retrofleksio
(korpus uteri berarah ke belakang) yang pada umumnya tidak memerlukan
pengobatan.
Perbandingan antara korpus uteri dan serviks berbeda-beda dalam
pertumbuhan. Pada bayi perbandingan itu adalah 1:2, sedangkan pada wanita
dewasa 2:1
Diluar, uterus dilapisi oleh serosa (peritoneum viserale). Jadi dari luar ke
dalam ditemukan pada dinding korpus uteri serosa atau perimetrium, miometrium,
dan endometrium. Uterus mendapatkan darah dari arteri uterina, ranting dari arteri
iliaca interna, dan dari arteria ovarika.
- Tuba
Tuba fallopi adalah saluran telur yang berasal dari duktus mulleri. Rata-rata
panjangnya tuba 11-14 cm. Bagian yang berada di dinding uterus dinamakan pars
interstitialis, lateral dari itu (3-6 cm) terdapat pars isthmika yang masih sempit
(diameter 2-3 mm), dan lebih ke arah lateral lagi pars ampullaris yang lebih besar
(4-10 mm) dan memiliki ujung terbuka seperti anemon yang disebut
infundibulum. Bagian luar tuba diliputi oleh peritoneum viserale, yang merupakan
bagian dari ligamentum latum. Otot di dinding tuba terdiri atas (dari luar ke
dalam) otot longitudinal dan sirkuler. Lebih dalam lagi terdapat mukosa yang
berlipat-lipat ke arah longitudinal dan terutama dapat ditemukan di bagian
ampulla. Mukosa tuba terdiri atas epitel kubik sampai silindrik, yang mempunyai
bagian-bagian getah, sedangkan yang berserabut dengan getarannya menimbulkan
suatu arus ke kavum uteri.
- Ovarium
22
Indung telur pada seorang dewasa sebesar ibu jari tangan, terletak dikiri dan
kanan, dekat pada dinding pelvis di fossa ovarika. Ovarium berhubungan dengan
uterus dengan ligamentum ovarii proprium. Pembuluh darah ke ovarium melalui
ligamentum suspensorium ovarii (ligamentum infundibulopelvikum).
Ovarium terletak pada lapisan belakang ligamentum latum. Sebagian besar
ovarium berada intraperitoneal dan tidak dilapisi oleh peritoneum. Bagian
ovarium kecil berada di dalam ligamentum latum (hilus ovarii). Disitu masuk
pembuluh-pembuluh darah dan saraf ovarii. Lipatan yang menghubungakan
lapisan belakang ligamentum latum dengan ovarium dinamakan mesofarium.
Bagian ovarium yang berada pada cavum peritonei dilapisi oleh epitel
kubik-silindrik, disebut epithelium germinativum. Dibawah epitel ini terdapat
tunika albuginea dan dibawahnya lagi terletak folikel-folikel primordial. Pada
wanita memiliki banyak folikel. Tiap bulan kadang 1 folikel kadang 2 folikel,
berkembang menjadi folikel de graff. Folikel-folikel ini merupakan bagian
ovarium yang terpenting, dan dapat ditemukan dikorteks ovarii dengan berbagai
tingkat perkembangan tertentu. Satu sel telur dikelilingi satu lapisan sel saja
sampai folikel de graff yang matang. Folikel yang matang ini terisi dengan likuor
follikuli yang mengandung esterogen dan siap untuk berovulasi.
- Jaringan penunjang alat genital
Uterus berada pada rongga panggul dalam anteversiofleksio sedemikian
rupa sehingga bagian depannya setinggi simfisis pubis, dan bagian belakang
setinggi artikulasio sakrokoksigea.
Jaringan ikat di parametrium dan ligamentum-ligamentum membentuk suatu
sistem penunjang uterus terfiksasi relatif cukup baik.
3.2 Patofisiologi
- Etiologi
Fertilisasi yaitu penyatuan ovum dengan spermatozoon terjadi di ampulla
tuba. Dari sini ovum yang telah dibuahi digerakkan ke kavum uteri dan di tempat
yang akhir ini mengadakan implantasi di endometrium. Kadang pada tuba yang
menghambat atau menghalangi gerakan ini, dapat menjadi sebab bahwa
implantasi terjadi pada endosalping, selanjutnya ada kemungkinan pula bahwa
23
kelainan pada ovum yang dibuahi memberi predisposisi untuk implantasi diluar
cavum uteri, akan tetapi hal ini tidak banyak terjadi.
Diantaranya sebab-sebab yang menghambat perjalanan ovum ke uterus
sehingga blastokista mengadakan implantasi di tuba adalah:
a. Bekas radang pada tuba. Disini radang menyebabkan perubahan-
perubahan pada endosalping, sehingga walaupun fertilisasi masih dapat
terjadi, gerakan ovum ke uterus terhambat.
b. Kelainan bawaan pada tuba, seperti tuba dengan ukurang yang sangat
panjang
c. Gangguan fisiologik tuba, perlekatan perituba, tekanan pada tuba oleh
tumor dari luar, dan sebagainya
d. Operasi plastik pada tuba
e. Abortus buatan
- Patologi
Mukosa pada tuba bukan merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan
blastokista yang berimplantasi di dalamnya. Vaskularisasi kurang baik dan
desidua tidak tumbuh dengan sempurna. Dengan demikian ada 3 kemungkinan:
1. Ovum mati dan kemudian diresorbsi, dalam hal ini seringkali adanya
kehamilan tidak diketahui, dan perdarahan dari uterus yang timbul
sesudah meninggalnya ovum, dianggap sebagai haid yang datang agak
terlambat
2. Trofoblas dan villus korialisnya menembus lapisan pseudokapsularis,
dan menyebabkan timbulnya perdarahan di lumen tuba. Darah itu
menyebabkan perbesaran tuba (hematosalping), dan dapat pula mengalir
terus ke rongga peritoneum, berkumpul di cavum douglasi, dan
menyebabkan hematokele retrouterina.
Pada peristiwa ini yang terkenal dengan nama abortus tuba, ovum
untuk sebagian atau seluruhnya ikut memasuki lumen tuba dan keluar
dari ostium tuba abdominalis. Abortus tuba biasanya terjadi pada
kehamilan pada ampulla, darah yang keluar dan kemudian masuk di
24
rongga peritoneum biasanya tidak begitu banyak karena dibatasi oleh
tekanan dari dinding tuba.
3. Trofoblast dan villus korialis menembus lapisan muskularis dan
peritoneum pada dinding tuba dan menyebabkan perdarahan langsung
ke rongga peritoneum. Peristiwa ini yang sering terjadi pada kehamilan
di isthmus dapat menyebabkan perdarahan banyak karena darah
mengalir secara bebas dalam rongga peritoneum, dan dapat
menyebabkan keadaan yang gawat pada penderita.
Ruptur bisa terjadi pula pada dinding tuba yang menghadapi
mesosalping. Darah mengalir antara 2 lapisan mesosalping dan
kemudian ke ligamen latum, dan menyebabkan hematom
intralegimenter. Baik pada abortus tuba maupun ruptura tuba, kejadian
tidak jarang timbul sekitar 14 hari sesudah impalntasi ovum dalam tuba,
malahan kadang-kadang sebelum saat semestinya datang haid.
Pada kehamilan di pars interstisialis tuba pembesaran terjadi pada jaringan
uterus di sekeliling pars interstitialis. Jaringan ini yang sebagian besar terdiri atas
miometrium tidak lekas ditembus oleh villus korialis, sehingga kehamilan bisa
berlangsung terus sampai 16-20 minggu. Akan tetapi perdarahan sebagai akibat
dari ruptur, tidak jarang hebat sekali, sehingga memerlukan pertolongan dengan
segera untuk mengatasinya.
Uterus walaupun tidak terisi mudigah di dalamnya, pada kehamilan ektopik
juga membesar dan lembek di bawah pengaruh hormon, begitu pula terjadi
pembentukan desidua di dalam uterus.
Gangguan ringan dan yang tidak menghentikan berlangsungnya kehamilan
dapat menimbulkan perdarahan endometrium. Kadang-kadang khususnya jika
mudigah mati, timbul perdarahan lebih banyak dengan mengikutsertakan
pengeluaran desidua utuh dalam bentuk sebagai cetakan dari cavum uterus.
Perubahan yang dapat pula dikemukakan pada endometrium ialah “reaksi
Arias-Stella”. Disini pada suatu tempat tertentu pada endometrium terlihat bahwa
sel-sel kelenjar membesar dan hiperkromatik, dengan mitosis, sitoplasma
menunjukkan vakuolisasi, dan batas antara sel-sel menjadi kurang jelas.
25
Perubahan ini yang disebabkan oleh stimulasi dengan hormon yang berlebihan
dan ditemukan dalam endometrium yang berubah menjadi desidua, harus
menimbulkan kewaspadaan ke arah adanya kehamilan dan khususnya kehamilan
ektopik.
26
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Dasar Penegakan Diagnosis
Gejala kehamilan ektopik beranekaragam, sehingga pembuatan diagnosis
kadang-kadang menimbulkan kesulitan, khususnya kehamilan ektopik yang belum
terganggu sulit untuk dibuat diagnosis.
Gejala-gejala yang perlu diperhatikan:
a. Amenorea
b. Perdarahan
c. Rasa nyeri
d. Keadaan umum penderita bisa jatuh ke syock dan anemia berat karena Hb
menurun karena perdarahan
e. Pada pemeriksaan bimanual didapatkan tumor yang tidak terlalu padat,
nyeri tekan, batas kurang jelas, ditemukan cairan bebas di rongga
peritoneum.
Pemeriksaan-pemeriksaan untuk membantu diagnosis antara lain:
tes kehamilan
dilatasi kerokan
laparoskopi
ultrasonograsi
kuldosentesis.
Kombinasi penggunaan ultrasonografi dan pemeriksaan kuantitatif gonadotropin
korionik manusia subunit β
Pemeriksaan ultrassonografi pada pelvis digunakan secara luas untuk menilai
secara klinis pasien-pasien yang dalam keadaan stabil diduga menderita
kehamilan ektopik. Sulit sekali untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik yang
positif dengan ultrasonografi, meskipun begitu ultrasonografi sering lebih efektif
dalam mengeluarkan diagnosis ini melalui memperlihatkan suatu kehamilan ynag
intrauteri. Kadar dkk. Bekerja dengan ultrasonografi gray-scale dengan satu
pemeriksaan kuantitatif RIA terhadap β-hCG dan menemukan bahwa kantong
27
kehamilan dari suatu kehamilan normal menjadi dapat dideteksi apabila kadar
hCG diatas 6000 – 6500 mIU/mL (Tabel 25-1). Penemuan mereka menunjukkan
bahwa dengan tidak ditemukannya kantung kehamilan intrauteri, nilainya menjadi
rendah untuk dapat dipertimbangkan dalam penegakan diagnosis. Satu kantung
kehamilan intrauteri, meskipun diperlihatkan dalam hubungan dengan nilai hCG
yang dibawah zona diskrimatory menunjukkan kecenderungan yang tinggi terjadi
kehamilan yang abnormal. , yaitu missed abortion atau kehamilan ektopik (tabel
25-2). Lebih jauh lagi, dengan tidak adanya kantung kehamilan intrauteri, nilai
hCG yang melebihi zona diskriminatory memberi kesan suatu kehamilan ektopik.
Kerja tambahan yang dilakukan kelompok-kelompok peneliti ini adalah
mengantarkan penggunaan determinasi hCG kuantitatif serial dalam penilaian
terhadap pasien-pasien yang stabil. Telah diperlihatkan oleeh peneliti lain bahwa
angka positif palsu paling sedikit 20% dapat diharapkan apabila satu kehamilan
ditetapkan sebagai kehamilan yang abnormal atas dasar satu nilai hCG, bahkan
apabila tanggal ovulasi diketahui. Kadar dkk. Menemukan bahwa 85% atau lebih
dari kehamilan normal, kadar hCG serum meningkat sedikitnya 66% dalam masa
48 jam. Dengan menentukan persentase peningkatan hCG diatas 48 jam,
laparoskopi selektif dapat dikerjakan pada wanita-wanita yang mengalami
penurunan atau peningkatan yang subnormal dari kadar hCG. Kerugian dari
pendekatan ini adalah bahwa pembedahan akan tertunda sampai batas 48 jam pada
13% pasien dengan kehamilan ektopik. Penundaan ini tidak indefinite, meskipun.
Sekali serum hCG melampaui 6500 mIU/mL, pemeriksaan ultrasonografi ulangan
akan memperbaiki diagnosis.
Penanganan pada pasien yang diduga menderita kehamilan ektopik dengan
kondisi yang stabil memerlukan tes kehamilan yang sensitif dan kuantitatif.
Sensitivitas dari pemeriksaan membantu dokter dalam mengeluarkan diagnosis
apabila hasil yang didapat negatif. Ultrasonografi merupakan alat yang bernilai
diagnosis tinggi apalagi dikombinasikan dengan pemeriksaan kasar hCG
kuantitatif. Pemeriksaan serial memberikan para dokter satu alternatif untuk
pembedahan ketika diagnosis tidak dapat ditegakkan secara ultrasonografi dan
ketika parameter lainnya seperti pemeriksaan fisik, kuldosintesis, dan kadar
hematokrit, tidak mengizinkan intervensi segera.
28
4.2 Dasar Rencana Penatalaksanaan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik
terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba. Penatalaksanaan
pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan konservatif dan
radikal. Pembedahan konservatif terutama ditujukan pada kehamilan ektopik yang
mengalami ruptur pada tubanya. Ada dua kemungkinan prosedur yang dapat
dilakukan yaitu: 1. salpingotomi linier, atau 2. reseksi segmental. Pendekatan
dengan pembedahan konservatif ini mungkin dilakukan apabila diagnosis
kehamilan ektopik cepat ditegakkan sehingga belum terjadi ruptur pada tuba.
1. Salpingotomi linier
Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal dilakukan
pada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena lebih dari 75%
kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba.
Prosedur ini dimulai dengan menampakkan, mengangkat, dan
menstabilisasi tuba. Satu insisi linier kemudian dibuat diatas segmen tuba yang
meregang. Insisi kemudian diperlebar melalui dinding antimesenterika hingga
memasuki ke dalam lumen dari tuba yang meregang. Tekanan yang hati-hati
diusahakan dilakukan pada sisi yang berlawanan dari tuba, produk kehamilan
dikeluarkan dengan hati-hati dari dalam lumen. Biasanya terjadi pemisahan
trofoblas dalam jumlah yang cukup besar maka secara umum mudah untuk
melakukan pengeluaran produk kehamilan ini dari lumen tuba. Tarikan yang hati-
hati dengan menggunakan sedotan atau dengan menggunakan gigi forsep dapat
digunakan bila perlu, hindari jangan sampai terjadi trauma pada mukosa. Setiap
sisa trofoblas yang ada harus dibersihkan dengan melakukan irigasi pada lumen
dengan menggunakan cairan ringer laktat yang hangat untuk mencegah kerusakan
lebih jauh pada mukosa.
Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena
kegagalan pada tindakan ini akan menyebabkan perdarahan postoperasi yang akan
membawa pada terjadinya adhesi intralumen.
Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus, jahitan harus
diperhatikan hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan serosa dan lapisan otot
29
dan tidak ada tegangan yang berlebihan. Perlu juga diperhatikan bahwa jangan
ada sisa material benang yang tertinggal pada permukaan mukosa, karena sedikit
saja dapat menimbulkan reaksi peradangan sekunder yang diikuti dengan
terjadinya perlengketan.
2. Reseksi segmental
Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai
satu alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat
bagian implantasi, jadi prosedur ini tidak dapat melibatkan kehamilan tuba yang
terjadi berikutnya. Tujuan lainnya adalah dengan merestorasi arsitektur normal
tuba. Prosedur ini baik dilakukan dengan mengunaka loupe magnification atau
mikroskop. Penting sekali jangan sampai terjadi trauma pada pembuluh darah
tuba. Hanya pasien dengan perdarahan yang sedikit dipertimbangkan untuk
menjalani prosedur ini. Mesosalping yang berdekatan harus diinsisi dan
dipisahkan dengan hati-hati untuk menghindari terbentuknya hematom pada
ligamentum latum. Jahitan seromuskuler dilakukan dengan menggunakan
mikroskop/loupe. Dengan benang absorbable 6-0 atau 7-0, dan lapisan serosa
ditunjang dengan jahitan terputus tambahan.
3. Salpingektomi
Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami
ruptur, karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus segera diatasi.
Hemoperitoniumj yang luas akan menempatkan pasien pada keadaan krisis
kardiopulmunonal yang serius. Insisi suprapubik dapat digunakan , dan tuba yang
meregang diangkat.
Mesosalping diklem berjejer dengan klem Kelly sedekat mungkin dengan
tuba. Tuba kemudian dieksisi dengan memotong irisan kecil pada myometrium di
daerah cornu uteri, hindari insisi yang terlalu dalam ke myometrium. Jahitan
matras angka delapan dengan benang absorable 0 digunakan untuk menutup
myometrium pada sisi reseksi baji. Mesosalping ditutup dengan jahitan terputus
dengan menggunakan benang absorbable. Hemostasis yang komplit sangat
penting untuk mencegah terjadinya hematom pada ligamentum latum.
30
4. Medisinalis
Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang sensitif dan ultrasonografi
transvaginal, memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik
secara dini. Keuntungan dari ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik secara
dini adalah bahwa penatalaksanaan secara medisinalis dapat dilakukan.
Penatalaksanaan medisinalis memiliki keuntumngan yaitu kurang invasif,
menghilangkan risiko pembedahan dan anestesi, mempertahankan fungsi fertilitas
dan mengurangi biaya serta memperpendek waktu penyembuhan.
Terapi medisinalis yang utama pada kehamilan ektopik adalah
methotrexate (MTX). Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan
mempengaruhi sintesis DNA dan multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerja
enzim Dihydrofolate reduktase. MTX ini akan menghentikan proliferasi trofoblas.
Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik iv,im) atau injeksi lokal
dengan panduan USG atau laparoskopi. Efek sampingyang timbul tergantung
dosis yang diberikan. Dosis yang tinggi akan menyebabkan enteritis hemoragik
dan perforasi usus, supresi sumsum tulang, nefrotoksik, disfungsi hepar
permanen, alopesia, dermatitis, pneumonitis, dan hipersensitivitas. Pada dosis
rendah akan menimbulkan dermatitis, gastritis, pleuritis, disfungsi hepar
reversibel, supresi sumsum tulang sementara. Pemberian MTX biasanya disertai
pemberian folinic acid (leucovorin calcium atau citroforum factor) yaitu zat yang
mirip asam folat namun tidak tergantung pada enzim dihydrofolat reduktase.
Pemberian folinic acid ini akan menyelamatkan sel-sel normal dan mengurangi
efek MTX pada sel-sel tersebut.
Regimen yang dipakai saat ini adalah dengan pemberian dosis tungal MTX
50 mg/m2 luas permukaan tubuh. Sebelumnya penderita diperikasa dulu kadar
hCG, fungsi hepar, kreatinin, golongan darah. Pada hari ke-4 dan ke-7 setelah
pemberian MTX kadar hCG diperiksa kembali. Bila kadar hCG berkurang 15%
atau lebih, dari kadar yang diperiksa pada hari ke-4 maka mTX tidak diberikan
lagi dan kadar hCG diperiksa setiap minggu sampai hasilnya negatif atau evaluasi
dapat dilakukan dengan menggunakan USG transvaginal setiap minggu. Bila
kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya meningkat dibandingkan kadar hari
ke-4 atau menetap selama interval setiap minggunya, maka diberikan MTX 50
31
mg/m2 kedua. Stoval dan Ling pada tahun 1993 melaporkan keberhasilan metoda
ini sebesar 94,3%. Selain dengan dosis tunggal, dapat juga diberikan multidosis
sampai empat dosis atau kombinasi dengan leucovorin 0,1 mg/kgBB.
Kontraindikasi pemberian MTX absolut adalah ruptur tuba, adanya
penyakit ginjal atau hepar yang aktif. Sedangkan kontraindikasi relatif adalah
nyeri abdomen, FHB (+).
32
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kehamilan ektopik didefinisikan sebagai setiap kehamilan yang terjadi di luar
tempat yang seharusnya yaitu endometrium kavum uteri
5.2 Saran
Dapat diberikan penjelasan mengenai Kehamilan Ektopik Teganggu (KET)
bahwa suatu kewajaran untuk khawatir menganai masalah kesuburan setelah
mengalami kehamilan ektopik. Seseorang yang mengalami kehamilan ektopik
bukan berarti tidak dapat mengalami kehamilan normal namun berarti seseorang
memiliki kemungkinan untuk mengalami kehamilan ektopik lagi di masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
33
1. Damario MA, Rock JA. Ectopic pregnancy. In: Rock JA, Thompson JD. Te
Linde’s operative gynecology. 8th ed. Philadelphia: Lippincot-Raven, 1997: 501-527
2. Speroff L, Glass RH, Kase NG. Ectopic pregnancy: Clinical gynecologic
endokrinology and infertility. 6th ed. Baltimore: Williams & Wilkins,1999: 1149-1167
3. Speroff L, Glass RH, Kase NG. Endocrinology of pregnancy: Clinical gynecologic
endokrinology and infertility. 6th ed. Baltimore: Williams & Wilkins,1999:275-335
4. Doyle MB, DeCherney. Diagnosis and management of tubal disease. In: Carr BR,
Blackwell RE. Textbook of reproductive medicine. 1st ed. Connecticut: Appleton & Lange, 1993:507-516
5. Symonds EM. Complication of early pregnancy: abortion, extrauterine pregnancy
and hydatidiform mole. In: Essential obstetric and gynaecology. 2nd ed. Churchill Livingstone,1992: 88-92
6. Hutchinson-Williams KA, DeCherney AH. The endocrinology of ectopic
pregnancy. In: Endocrine disorders in pregnancy. 3rd ed. Connecticut: Appleton & Lange, 1986:437-450
7. Chung pun T. Ectopic pregnancy. JPOG 2001;27:17-20 8. Basuki B, Saifuddin AB. Ectopic pregnancy and estimated subsquent fertility
problems in Indonesia. Majalah Obstetri dan Ginekologi Indonesia 1999;23:212-218
9. Basuki B. Duration of current IUD use and risk of ectopic pregnancy. Majalah Obstetri dan Ginekologi Indonesia 1999;23:82-87
10. Jaffe RB. Protein hormones of the placenta, decidua, and fetal membranes. In:
Yen SSC, Jaffe RB. Reproductive endocrinology. 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders,1986: 758-769
11. Sarwono. Ilmu kandungan. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawiraharjo. 2010: 250-270
12. Stovall TG, McCord ML. Early pregnancy loss and ectopic pregnancy. In Berek
JS, Adhasi EY, Hillard PA. Novak’s gynecology. 12th ed. Baltimore: Williams & Wilkins, 1996: 487-524
13.Taber BZ. Manual of gynecologic and obstetric emergencies. Philadelphia: WB Saunders Company,1979:311-333
14.Barnhart K, Esposito M, Coutifaris C. An update on the medical treatment of ectopic pregnancy. In: Current reproductive endocrinology. Obstet and Gyn Clin of North America 2000;27: 653-667
15.Kadar N, Caldwell BV, Romero R. A method of screening for ectopic pregnancy and its indication. Obstet Gynecol 1981;58: 162
16.Aspillagra MO, Whittaker PG, Grey CE, et al. Endocrinologic events in early pregnancy failure. Am J Obstet Gynecol 1983;147:903
34