49
LAPORAN STUDI KASUS PASIEN STASE KEBIDANAN DAN KANDUNGAN KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU (KET) Oleh: MYTTA PUTRI UTAMI (209.121.0043) Pembimbing: dr. H. Faisol Taufiqi 1

Makalah Tudi Kasus KET

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN STUDI KASUS PASIEN

STASE KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU (KET)

Oleh:

MYTTA PUTRI UTAMI (209.121.0043)

Pembimbing:

dr. H. Faisol Taufiqi

RUMAH SAKIT ISLAM MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG

2013

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kegiatan

kedokteran keluarga dengan judul “Upaya Pendekatan Keluarga terhadap Ny.UD

dalam Menangani Permasalahan Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)”

Penulis menyadari dalam penyusunan laporan kegiatan ini, banyak

kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu penulis ingin mohon maaf yang

sebesar-besarnya. Penulis menerima kritik dan saran yang membangun guna

memperbaiki dan meningkatkan kesempurnaan laporan-laporan selanjutnya.

Harapan kami, laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan berbagai

pihak terkait.

Malang, 5 Oktober 2013

Penulis

2

DAFTAR ISI

Cover 1

Kata pengantar 2

Daftar isi 3

BAB I PENDAHULUAN 4

1.1 Latar Belakang 4

1.2 Tujuan 4

1.3 Manfaat 5

BAB II LAPORAN KASUS 6

2.1 Anamnesis 6

2.2 Pemeriksaan Fisik 8

2.3 Diagnosis Banding 10

2.4 Pemeriksaan Penunjang 10

2.5 Diagnosis Kerja 11

2.6 Penatalaksanaan 11

2.7 Follow up 11

2.8 Kedokteran Keluarga 13

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 19

3.1 Anatomi dan fisiologi sesuai kasus 19

3.2 Patofisiologi 22

BAB IV PEMBAHASAN

-

4.1 Dasar Penegakan Diagnosis

-

4.2 Dasar Rencana Penatalaksanaan

-

BAB V PENUTUP

-

5.1 Kesimpulan

-

3

5.2 Saran

-

DAFTAR PUSTAKA

-

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehamilan ektopik didefinisikan sebagai setiap kehamilan yang terjadi di luar

tempat yang seharusnya yaitu endometrium kavum uteri. Kehamilan ektopik

merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab kematian maternal selama

kehamilan trimester pertama. Karena janin pada kehamilan ektopik secara nyata

bertanggung jawab terhadap kematian ibu, maka para dokter menyarankan untuk

mengakhiri kehamilan.

Angka kehamilan ektopik per 1000 diagnosis konsepsi, kehamilan atau

kelahiran hidup telah dilaporkan berkisar antara 2,7 hingga 12,9. Insiden ini

mewakili satu kecenderungan peningkatan dalam beberapa dekade ini. Diantara

faktor-faktor yang terlibat adalah meningkatnya pemakaian alat kontrasepsi dalam

rahim, penyakit radang panggul, usia ibu yang lanjut, pembedahan pada tuba, dan

pengobatan infertilitas dengan terapi induksi superovulasi. Pada tahun 1980-an,

kehamilan ektopik menjadi komplikasi yang serius dari kehamilan, terhitung

sebesar 11% kematian maternal terjadi di Amerika Serikat.

Sekurangnya 95 % implantasi ekstrauterin terjadi di tuba Fallopii. Di tuba

sendiri, tempat yang paling sering adalah pada ampulla, kemudian berturut-turut

pada pars ismika, infundibulum dan fimbria, dan pars intersisialis dapat juga

terkena. Implantasi yang terjadi di ovarium, serviks, atau cavum peritonealis

jarang ditemukan.

4

Sebagai suatu keadaan yang mengancam kehidupan, kehamilan ektopik

menuntut para tenaga kesehatan untuk mengetahui metoda-metoda pengobatan

yang mutakhir. Meskipun penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik adalah

dengan pembedahan, tetapi saat ini mulai dikembangkan penatalaksanaan dengan

obat-obatan yaitu dengan methotrexate. Metoda ini tampaknya efektif dan cukup

aman sehingga dapat menjadi metoda alternatif pada pengobatan kehamilan

ektopik. Tetapi tidak semua pasien yang didiagnosis dengan KE harus mendapat

terapi medisinalis dan terapi ini tidak 100% efektif. Para dokter harus

memperhatikan dengan hati-hati indikasi, kontraindikasi dan efek samping dari

terapi medisinalis.

1.2 Tujuan Makalah

1. Mengetahui dan memahami penyebab kehamilan ektopik terganggu

2. Mengetahui dan memahami patofisiologi kehamilan ektopik terganggu

3. Mengetahui dan memahami gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu

4. Mengetahui dan memahami bahaya dan komplikasi kehamilan ektopik

terganggu

5. Mengetahui dan memahami cara penanganan kehamilan ektopik terganggu

1.3 Manfaat Makalah

1. Manfaat Keilmuan

Diharapkan makalah ini dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan

tentang kehamilan ektopik terganggu antara lain penyebab, patofisiologi,

gejala dan tanda, bahaya dan komplikasi, serta penanganannya.

2. Manfaat Praktis

Giharapkan dapat memberikan tambahan literatur dalam menghadapi kasus

kehamilan ektopik terganggu.

5

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Anamnesis

2.1.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. UD

Umur : 30 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : -

Pendidikan : D3

Agama : Islam

Alamat : Jl. MT. Haryono 155, Perum Arumbai Hill 11

Malang.

Suku : -

Nama Suami : Tn. Ahmad

Pekerjaan : Perawat

Tanggal periksa : 8 September 2013

2.1.2 Anamnesis

1. Keluhan utama : Nyeri seluruh bagian perut

Harapan : -

Kekhawatiran : -

2. Riwayat penyakit sekarang

6

Pasien mengeluh nyeri seluruh bagian perut, lebih nyeri dibagian perut

bawah. Mules (+), pusing (+), mengeluarkan darah berwarna kehitaman

dalam jumlah banyak, mulai tanggal 3-8 September 2013.

3. Riwayat kehamilan saat ini : HPHT 20-7-2013

4. Riwayat Fertilisasi (kehamilan)

Ny.UD memiliki dua orang anak. Anak pertama laki-laki berumur 4 tahun,

riwayat kelahiran SC dengan berat 2800 gram dengan indikasi post date

Ketuban Pecah Dini (KPD). Anak kedua berjenis kelamin laki-laki

berumur 2 tahun, riwayat kelahiran SC dengan berat 2600 gram dengan

indikasi bekas SC.

5. Riwayat menstruasi : Tidak ada data

6. Riwayat kontrasepsi : Tidak ada data

7. Riwayat imunisasi : Tidak ada data

8. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat sakit serupa : Tidak ada data

Hipertensi : Tidak ada data

Kencing manis : Tidak ada data

Penyakit jantung : Tidak ada data

Penyakit pernafasan lain : Tidak ada data

9. Riwayat penyakit keluarga

Riwayat abortus : Tidak ada data

Riwayat hipertensi : Tidak ada data

Riwayat asma : Tidak ada data

Riwayat penyakit jantung : Tidak ada data

Riwayat diabetes : Tidak ada data

Riwayat alergi : Tidak ada data

10. Riwayat pengobatan : Tidak ada data

11. Riwayat kebiasaan

Merokok : Tidak ada data

Minum alkohol : Tidak ada data

Olahraga : Tidak ada data

7

Pengisian waktu luang : Tidak ada data

12. Riwayat alergi : Tidak ada riwayat alergi

13. Sosial ekonomi : Tidak ada data

14. Riwayat gizi : Tidak ada data

15. Anamnesis sistem

Kulit : pucat (+), gatal (TDA), kuning (TDA)

Kepala : uban (TAD), pusing (+), keringat (+)

Mata : pandangan mata berkunag-kunang (TAD)

penglihatan kabur (TAD), anemis (+), ikterik

(TAD)

Hidung : tersumbat (TAD), mimisan (TAD), PCH (TAD)

Telinga : pendengaran berkurang (TAD), berdengung (TAD),

keluar cairan (TAD)

Mulut : sariawan (TAD), mulut kering (TAD),

menyeringai (+)

Tenggorokan : nyeri menelan (TAD), serak (TAD)

Pernafasan : sesak nafas (TAD), suara ngik-ngik (TAD), batuk

(TAD)

Kadiovaskuler : nyeri dada (TAD), berdebar-debar (TAD)

Gastrointestinal : mual (TAD), muntah (TAD), diare (TAD),

nyeri perut (+)

Genitourinaria : (TAD)

Neurologi : kejang (TAD), lumpuh (TAD), kesemutan

dan rasa tebal (TAD)

Muskuloskeletal : kaku sendi (TAD), nyeri otot (TAD)

Ekstremitas : Atas kanan : bengkak (-), sakit (-), luka ()

Atas kiri : bengkak (-), sakit (-), luka ()

Bawah kanan: bengkak (-), sakit (-), luka ()

Bawah kiri : bengkak (-), sakit (-), luka ()

2.2 Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum : Pasien tampak kesakitan

8

2. Kesadaran : Compos mentis (GCS 456)

3. Vital sign

BB : Tidak diukur

TB : Tidak diukur

Tensi : 100/70 mmHg

Nadi : 98 x/menit

Pernafasan : 20 x/menit

Suhu : 36 C

4. Kepala

Kulit kepala : Tidak ada data

Mata : Anemis (+ / +)

Hidung : Tidak ada data

Mulut : Tidak ada data

Telinga : Tidak ada data

Leher : Tidak ada data

5. Thoraks : bentuk normal, simetris, pernafasan

thoracoabdominal (TAD), retraksi intercostae (TAD), spidernavy (TAD),

sela iga melebar (TAD), massa (TAD), kelainan kulit (TAD), nyeri (TAD)

Cor

Inspeksi : Tidak ada data

Palpasi : Tidak ada data

Perkusi : Batas kiri atas : Tidak ada data

Batas kanan atas : Tidak ada data

Batas kiri bawah : Tidak ada data

Batas kanan bawah : Tidak ada data

Auskultasi : bunyi jantung I-II (TAD), regular (TAD), bising

(TAD), Suara tambahan jantung (TAD)

Pulmo

Inspeksi : bentuk (TAD), simetris (TAD)

Palpasi : fremitus raba kiri dan kanan (TAD)

Perkusi : (TAD)

Auskultasi : suara dasar (TAD)

9

6. Abdomen

Inspeksi : Perut tampak cembung, venektasi

(TAD), massa (TAD), bekas jahitan (TAD)

Auskultasi : Peristaltik (+) normal

Palpasi : Nyeri tekan right lower quadrant

(RLQ) (+), Defens muscular (TAD)

hepar dan lien tidak terab (TAD),

turgor (TAD), massa (TAD), ascites

(TAD)

Perkusi : Timpani (TAD), Meteorismus

(TAD)

7. Sistem Collumna Vertebralis : Tidak ada data

8. Ekstremitas Superior / Inferior : Eritema (TAD), Edema (TAD),

Akral dingin (TAD)

9. Status Lokalis : Fluksus (+)

10. Pemeriksaan neurologis : Tidak ada data

11. Pemeriksaan psikiatri : Tidak ada data

12. Pemeriksaan Gynekologi Inspikulo : Tidak ada data

13. Pemeriksaan Obstetri

TFU : Tidak ada data

HPHT : 20-7-2013

UK : ± 6-8 minggu

VT : Tidak ada data

2.3 Diagnosis Banding

1. Perdarahan pervaginam ec. abortus

Insipiens

Inkompletus

Servikalis

Habitualis

Infeksiosa

10

2. Perdarahan pervaginam ec. mola hidatidosa

3. Perdarahan pervaginam ec. koriokarsinoma

4. Perdarahan pervaginam ec. kehamilan ektopik terganggu

2.4 Pemeriksaan Penunjang

Paparan kondisi pasien seperti diatas, dapat diusulkan pemeriksaan

tambahan sebagai berikut:

Plano test : (+)

Darah lengkap : (+)

Hb : 7,6 g/dL (<)

Leukosit : 12.9 ribu/mm3 (>)

PCV/HCT : 22,4 % (<)

Eritrosit 2,73 juta/mm3 (<)

MPV : 6,78 Fl (<)

Eosinofil 0,7% (<)

Neutrofil 84,2% (>)

Urin lengkap

Warna kuning

Albumin (1+) (>)

Bilirubin (2+) (>)

Urobilin (1+) (>)

Keton (2+) (>)

Eritrosit 10-15/LPB (>)

Epitel 1-2/LPB (>)

USG : Gestasional Sac diluar uterus, cairan bebas (+)

2.5 Diagnosis Kerja : Perdarahan pervaginam ec. kehamilan ektopik terganggu

2.6 Penatalaksanaan

Ottogenta 2x80 mg

Infus RL 2 line

Injeksi ranitidin 1 ampul

PRC 2 labu

Injeksi ketorolac

11

Vitamin C 200 mg

Laparotomy cyto salpingo oophorectomy

2.7 Follow up

1. Tanggal : 09 September 2013 pukul 09.00 WIB

Subjective : Pasien mengeluh nyeri pada luka bekas operasi

Objective : Keadaan umum: cukup pasien dipindahkan ke ROI

TD : 110/70 mmHg

HR : 100 x/menit

RR : Tidak ada data

Suhu : 38,2C

Produksi urin 300 cc dibuang

Darah Lengkap :

- Hb : 7,6 g/dL (<)

- PCV/HCT : 22,4 % (<)

- Eritrosit 2,73 juta/mm3 (<)

- Leukosit 12,09% (<)

- Eosinofil 0,7% (<)

- Neutrofil 84,2% (>)

- MPV 6,78 Fl (<)

Assessment : Post Laparotomi ec. Kehamilan Ektopik Terganggu hari ke-2

Planning : Ottogenta 2x80 mg

- Injeksi ketorolac 3x30

- Injeksi vitamin C 2x200

- Injeksi ranitidin 1 ampul

- PRC labu ke-3

- Cefadroxyl 2x500 mg

- Asam mefenamat 3x500 mg

- Hb>8 aff infus dan diganti plug

- Produksi urin 300 cc dibuang

- Bising usus (+)

- Flatus (+)

- NSTKTP

12

- Mobilisasi duduk

2. Tanggal : 09 September 2013 pukul 22.30 WIB

Subjective : Pasien mengeluh nyeri pada luka bekas operasi dan pusing

Objective : TD : 110/60 mmHg

HR : 90 x/menit

RR : Tidak ada data

Suhu : 36C

Darah Lengkap :

- Hb : 8,9 g/dL (<)

- PCV/HCT : 26,8 % (<)

- Eritrosit 3,31 juta/mm3 (<)

- Limfosit 18,1% (<)

- Neutrofil 73,2% (>)

Assessment : Post Laparotomi ec. Kehamilan Ektopik Terganggu hari ke-2

Planning : Ottogenta 2x80 mg

Injeksi ketorolac 3x30

Injeksi vitamin C 2x200

Injeksi ranitidin 1 ampul

Cefadroxyl 2x500 mg

Asam mefenamat 3x500 mg

Aff infus tangan kanan, infus tangan kiri diganti plug (+)

NSTKTP

Mobilisasi duduk

3. Tanggal : 10 September 2013

Subjective : Pasien mengeluh nyeri pada luka bekas operasi

Objective : Keadaan umum: cukup pasien dipindahkan ke ROI

TD : 110/60 mmHg

HR : 85 x/menit

RR : Tidak ada data

Suhu : 36C

Plug flebitis

13

Assessment : Post Laparotomi ec. Kehamilan Ektopik Terganggu hari ke-3

Planning : Ottogenta 2x80 mg

Injeksi ketorolac 3x30

Injeksi vitamin C 2x200

Injeksi ranitidin 1 ampul

Cefadroxyl 2x500 mg

Asam mefenamat 3x500 mg

Plug flebitis, aff infus

NSTKTP

Mobilisasi jalan

2.8 Kedokteran Keluarga

2.8.1 Diagnosis holistik berdasarkan UNS:

1. Diagnosis dari segi biologis

Perdarahan pervaginam ec. Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)

2. Diagnosis dari segi psikologis

Tidak ada data

3. Diagnosis dari segi sosial

Tidak ada data

Diagnosis holistik berdasarkan UI:

1. Aspek personal

Keluhan utama : Nyeri seluruh bagian perut

Harapan : Tidak ada data

Kekhawatiran : Tidak ada data

2. Aspek risiko internal

Tidak ada data

3. Aspek risiko eksternal

Tidak ada data

4. Aspek fungsional

Tidak ada data

2.8.2 Penatalaksanaan Holistik

14

1. Aspek personal

Memberi pengertian kepada pasien bahwa suatu kewajaran untuk

khawatir menganai masalah kesuburan setelah mengalami kehamilan

ektopik. Seseorang yang mengalami kehamilan ektopik bukan berarti tidak

dapat mengalami kehamilan normal namun berarti seseorang memiliki

kemungkinan untuk mengalami kehamilan ektopik lagi di masa depan.

2. Aspek klinis

Ottogenta 2x80 mg

Infus RL 2 line

Injeksi ranitidin 1 ampul

PRC 2 labu

Injeksi ketorolac

Vitamin C 200 mg

Drip tramal + nafos RD 5%

Laparotomy cyto salpingo oophorectomy

3. Aspek risiko internal : Tidak ada data

4. Aspek risiko eksternal : Tidak ada data

5. Aspek fungsional : Tidak ada data

2.8.3 Identifikasi Profil Keluarga

1. Karakteristik Demografi Keluarga

Nama Kepala Keluarga : Ny. UD

Alamat lengkap : Jl. Mt. Haryono 155/ Perum Arumba Hill

Residence no. 11 Lowokwaru, Malang.

Bentuk keluarga : Tidak ada data

Daftar anggota keluarga : Tidak ada data

2. Penilaian Perilaku Kesehatan Keluarga

Jenis tempat berobat : Rumah Sakit Islam Universitas Islam

Malang

3. Sarana Pelayanan Kesehatan : Tidak ada data

Faktor Keterangan Kesimpulan

15

Cara mencapai pusat

pelayanan kesehatan

Jalan kaki

Angkot

Kendaraan pribadi

-

Tarif pelayanan

kesehatan

Sangat mahal

Mahal

Terjangkau

Murah

Gratis

-

Kualitas pelayanan kesehatan Sangat Memuaskan

Memuaskan

Cukup Memuaskan

Tidak memuaskan

4. Pola Konsumsi Makanan Keluarga : Tidak ada data

2.8.4 Identifikasi Fungsi-Fungsi Dalam Keluarga

Fungsi Holistik

1. Fungsi Biologis

Ny.UD mengalami Kehamilan Ektopik Terganggu (KET). Keadaan ini

mengganggu Ny.UD untuk melaksanakan kegiatannya sehari-hari.

2. Fungsi Psikologis : Tidak ada data

3. Fungsi Sosial : Tidak ada data

Fungsi Fisiologis

Untuk menilai fungsi fisiologis digunakan APGAR Score. APGAR Score

adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau dari

sudut pandang setiap anggota keluarga terhadap hubungannya dengan

anggota keluarga lain. APGAR Score meliputi:

1. Adaptation

16

Kemampuan anggota keluarga tersebut beradaptasi dengan anggota

keluarga yang lain, serta penerimaan, dukungan dan saran dari anggota

keluarga yang lain.

2. Partnership

Menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling mengisi antara

anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami oleh keluarga

tersebut.

3. Growth

Menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru yang

dilakukan keluarga tersebut.

4. Affection

Menggambarkan hubungan kasih sayang dan interaksi antar anggota

keluarga.

5. Resolve

Menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang kebersamaan dan

waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga yang lain.

Terdapat tiga kategori penilaian yaitu: nilai rata-rata <5 kurang, 6-7 cukup,

dan 8-10 adalah baik. Kategori ini didapatkan dari kalkulasi nilai APGAR

jarang/tidak: 0, kadang-kadang: 1, sering/selalu: 2

APGAR terhadap keluargasering/

selalu

kadang-

kadang

jarang/

tidak

Saya puas bahwa saya dapat kembali ke

keluarga saya bila saya menghadapi masalah

Saya puas dengan cara keluarga saya membahas

dan membagi masalah dengan saya

17

Saya puas dengan cara keluarga saya menerima

dan mendukung keinginan saya untuk

melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang

baru

Saya puas dengan cara keluarga saya

mengekspresikan kasih sayangnya dan

merespon emosi saya seperti kemarahan,

perhatian dll

Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya

membagi waktu bersama-sama

Untuk APGAR Score dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Adaptation

Score : -

2. Partnership

Score : -

3. Growth

Score : -

4. Affection

Score : -

5. Resolve

Score : -

Total APGAR Score : -

Fungsi Patologis

Fungsi patologis dari keluarga dinilai dengan menggunakan alat SCREEM

sebagai berikut:

SUMBER PATHOLOGY KET

SocialMeskipun menderita ISPA, Tn.R tidak mengalami

hambatan untuk bersosialisasi dengan masyarakat

setempat, masih bisa berkumpul dengan anggota

TAD

18

keluarga seperti biasanya.

Cultural

Kepuasan atau kebanggaan terhadap budaya baik,

penderita menggunakan bahasa jawa dalam kehidupan

sehari-hari. TAD

ReligiusPemahaman terhadap ajaran agama cukup, demikian

juga ketaatanya dalam beribadah.TAD

EconomyEkonomi keluarga ini termasuk cukup, pendapatan dari

gaji sudah mencukupi standart hidup layak sehari-hari. TAD

EducationPendidikan terakhir adalah tamatan SMK cukup

mengerti dengan penyakitnyaTAD

Medical Pasien mendapat pelayanan yg baik dalam kesehatan

karena sudah dijamin dalam ASKES TAD

Pola Interaksi Keluarga : (TAD)

Genogram Keluarga : (TAD)

Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga : (TAD)

Identifikasi Lingkungan Rumah

Lingkungan luar rumah : Tidak ada data

Lingkungan dalam rumah : Tidak ada data

19

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi sesuai kasus

3.1.1 Anatomi genetalia interna wanita

- Uterus

Uterus pada seorang dewasa berbentuk seperti buah avolat atau buah peer

yang sedikit gepeng. Ukuran panjang uterus 7-7,5 cm, lebar ditempat yang paling

lebar 5,25 cm, dan tebal 2,5 cm. Uterus terdiri dari corpus uteri (2/3 bagian atas)

dan serviks uteri (1/3 bagian bawah)

Didalam korpus uteri terdapat rongga (kavum uteri), yang membuka keluar

melalui saluran (kanalis servikalis) yang terletak diserviks. Bagian bawah serviks

yang terletak di vagina dinamakan portio uteri (pars vaginalis servisis uteri),

sedangkan yang berada diatas vagina disebut pars supravaginalis servisis uteri.

Antara korpus dan serviks masih ada bagian yang disebut isthmus uteri.

Bagian atas uterus disebut fundus uteri, di situ tuba fallopi kanan dan kiri

masuk ke uterus. Dinding uterus terutama terdiri terutama atas miometrium, yang

merupakan otot polos berlapis tiga, yang sebelah luar longitudinal, yang sebelah

dalam sirkuler, yang antara kedua lapisan ini beranyaman. Miometrium dan

keseluruhannya dapat berkontraksi dan berelaksasi.

20

21

Kavum uteri dilapisi oleh selaput lendir yang kaya dengan kelenjar, disebut

endometrium. Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar, dan stroma

dengan banyak pembuluh-pembuluh darah yang berkelok-kelok, kelenjar-kelenjar

itu bermuara di kanalis servikalis (arbor vitae). Pertumbuhan dan fungsi

endometrium dipengaruhi sekali oleh hormon ovarium.

Uterus pada wanita dewasa umumnya terletak di sumbu tulang panggul

dalam anteversiofleksio (serviks ke depan ke atas) dan membentuk sudut dengan

vagina, sedang korpus uteri berarah ke depan dan membentuk sudut 120-130

dengan serviks uteri. Di Indonesia uterus sering ditemukan dalam retrofleksio

(korpus uteri berarah ke belakang) yang pada umumnya tidak memerlukan

pengobatan.

Perbandingan antara korpus uteri dan serviks berbeda-beda dalam

pertumbuhan. Pada bayi perbandingan itu adalah 1:2, sedangkan pada wanita

dewasa 2:1

Diluar, uterus dilapisi oleh serosa (peritoneum viserale). Jadi dari luar ke

dalam ditemukan pada dinding korpus uteri serosa atau perimetrium, miometrium,

dan endometrium. Uterus mendapatkan darah dari arteri uterina, ranting dari arteri

iliaca interna, dan dari arteria ovarika.

- Tuba

Tuba fallopi adalah saluran telur yang berasal dari duktus mulleri. Rata-rata

panjangnya tuba 11-14 cm. Bagian yang berada di dinding uterus dinamakan pars

interstitialis, lateral dari itu (3-6 cm) terdapat pars isthmika yang masih sempit

(diameter 2-3 mm), dan lebih ke arah lateral lagi pars ampullaris yang lebih besar

(4-10 mm) dan memiliki ujung terbuka seperti anemon yang disebut

infundibulum. Bagian luar tuba diliputi oleh peritoneum viserale, yang merupakan

bagian dari ligamentum latum. Otot di dinding tuba terdiri atas (dari luar ke

dalam) otot longitudinal dan sirkuler. Lebih dalam lagi terdapat mukosa yang

berlipat-lipat ke arah longitudinal dan terutama dapat ditemukan di bagian

ampulla. Mukosa tuba terdiri atas epitel kubik sampai silindrik, yang mempunyai

bagian-bagian getah, sedangkan yang berserabut dengan getarannya menimbulkan

suatu arus ke kavum uteri.

- Ovarium

22

Indung telur pada seorang dewasa sebesar ibu jari tangan, terletak dikiri dan

kanan, dekat pada dinding pelvis di fossa ovarika. Ovarium berhubungan dengan

uterus dengan ligamentum ovarii proprium. Pembuluh darah ke ovarium melalui

ligamentum suspensorium ovarii (ligamentum infundibulopelvikum).

Ovarium terletak pada lapisan belakang ligamentum latum. Sebagian besar

ovarium berada intraperitoneal dan tidak dilapisi oleh peritoneum. Bagian

ovarium kecil berada di dalam ligamentum latum (hilus ovarii). Disitu masuk

pembuluh-pembuluh darah dan saraf ovarii. Lipatan yang menghubungakan

lapisan belakang ligamentum latum dengan ovarium dinamakan mesofarium.

Bagian ovarium yang berada pada cavum peritonei dilapisi oleh epitel

kubik-silindrik, disebut epithelium germinativum. Dibawah epitel ini terdapat

tunika albuginea dan dibawahnya lagi terletak folikel-folikel primordial. Pada

wanita memiliki banyak folikel. Tiap bulan kadang 1 folikel kadang 2 folikel,

berkembang menjadi folikel de graff. Folikel-folikel ini merupakan bagian

ovarium yang terpenting, dan dapat ditemukan dikorteks ovarii dengan berbagai

tingkat perkembangan tertentu. Satu sel telur dikelilingi satu lapisan sel saja

sampai folikel de graff yang matang. Folikel yang matang ini terisi dengan likuor

follikuli yang mengandung esterogen dan siap untuk berovulasi.

- Jaringan penunjang alat genital

Uterus berada pada rongga panggul dalam anteversiofleksio sedemikian

rupa sehingga bagian depannya setinggi simfisis pubis, dan bagian belakang

setinggi artikulasio sakrokoksigea.

Jaringan ikat di parametrium dan ligamentum-ligamentum membentuk suatu

sistem penunjang uterus terfiksasi relatif cukup baik.

3.2 Patofisiologi

- Etiologi

Fertilisasi yaitu penyatuan ovum dengan spermatozoon terjadi di ampulla

tuba. Dari sini ovum yang telah dibuahi digerakkan ke kavum uteri dan di tempat

yang akhir ini mengadakan implantasi di endometrium. Kadang pada tuba yang

menghambat atau menghalangi gerakan ini, dapat menjadi sebab bahwa

implantasi terjadi pada endosalping, selanjutnya ada kemungkinan pula bahwa

23

kelainan pada ovum yang dibuahi memberi predisposisi untuk implantasi diluar

cavum uteri, akan tetapi hal ini tidak banyak terjadi.

Diantaranya sebab-sebab yang menghambat perjalanan ovum ke uterus

sehingga blastokista mengadakan implantasi di tuba adalah:

a. Bekas radang pada tuba. Disini radang menyebabkan perubahan-

perubahan pada endosalping, sehingga walaupun fertilisasi masih dapat

terjadi, gerakan ovum ke uterus terhambat.

b. Kelainan bawaan pada tuba, seperti tuba dengan ukurang yang sangat

panjang

c. Gangguan fisiologik tuba, perlekatan perituba, tekanan pada tuba oleh

tumor dari luar, dan sebagainya

d. Operasi plastik pada tuba

e. Abortus buatan

- Patologi

Mukosa pada tuba bukan merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan

blastokista yang berimplantasi di dalamnya. Vaskularisasi kurang baik dan

desidua tidak tumbuh dengan sempurna. Dengan demikian ada 3 kemungkinan:

1. Ovum mati dan kemudian diresorbsi, dalam hal ini seringkali adanya

kehamilan tidak diketahui, dan perdarahan dari uterus yang timbul

sesudah meninggalnya ovum, dianggap sebagai haid yang datang agak

terlambat

2. Trofoblas dan villus korialisnya menembus lapisan pseudokapsularis,

dan menyebabkan timbulnya perdarahan di lumen tuba. Darah itu

menyebabkan perbesaran tuba (hematosalping), dan dapat pula mengalir

terus ke rongga peritoneum, berkumpul di cavum douglasi, dan

menyebabkan hematokele retrouterina.

Pada peristiwa ini yang terkenal dengan nama abortus tuba, ovum

untuk sebagian atau seluruhnya ikut memasuki lumen tuba dan keluar

dari ostium tuba abdominalis. Abortus tuba biasanya terjadi pada

kehamilan pada ampulla, darah yang keluar dan kemudian masuk di

24

rongga peritoneum biasanya tidak begitu banyak karena dibatasi oleh

tekanan dari dinding tuba.

3. Trofoblast dan villus korialis menembus lapisan muskularis dan

peritoneum pada dinding tuba dan menyebabkan perdarahan langsung

ke rongga peritoneum. Peristiwa ini yang sering terjadi pada kehamilan

di isthmus dapat menyebabkan perdarahan banyak karena darah

mengalir secara bebas dalam rongga peritoneum, dan dapat

menyebabkan keadaan yang gawat pada penderita.

Ruptur bisa terjadi pula pada dinding tuba yang menghadapi

mesosalping. Darah mengalir antara 2 lapisan mesosalping dan

kemudian ke ligamen latum, dan menyebabkan hematom

intralegimenter. Baik pada abortus tuba maupun ruptura tuba, kejadian

tidak jarang timbul sekitar 14 hari sesudah impalntasi ovum dalam tuba,

malahan kadang-kadang sebelum saat semestinya datang haid.

Pada kehamilan di pars interstisialis tuba pembesaran terjadi pada jaringan

uterus di sekeliling pars interstitialis. Jaringan ini yang sebagian besar terdiri atas

miometrium tidak lekas ditembus oleh villus korialis, sehingga kehamilan bisa

berlangsung terus sampai 16-20 minggu. Akan tetapi perdarahan sebagai akibat

dari ruptur, tidak jarang hebat sekali, sehingga memerlukan pertolongan dengan

segera untuk mengatasinya.

Uterus walaupun tidak terisi mudigah di dalamnya, pada kehamilan ektopik

juga membesar dan lembek di bawah pengaruh hormon, begitu pula terjadi

pembentukan desidua di dalam uterus.

Gangguan ringan dan yang tidak menghentikan berlangsungnya kehamilan

dapat menimbulkan perdarahan endometrium. Kadang-kadang khususnya jika

mudigah mati, timbul perdarahan lebih banyak dengan mengikutsertakan

pengeluaran desidua utuh dalam bentuk sebagai cetakan dari cavum uterus.

Perubahan yang dapat pula dikemukakan pada endometrium ialah “reaksi

Arias-Stella”. Disini pada suatu tempat tertentu pada endometrium terlihat bahwa

sel-sel kelenjar membesar dan hiperkromatik, dengan mitosis, sitoplasma

menunjukkan vakuolisasi, dan batas antara sel-sel menjadi kurang jelas.

25

Perubahan ini yang disebabkan oleh stimulasi dengan hormon yang berlebihan

dan ditemukan dalam endometrium yang berubah menjadi desidua, harus

menimbulkan kewaspadaan ke arah adanya kehamilan dan khususnya kehamilan

ektopik.

26

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Dasar Penegakan Diagnosis

Gejala kehamilan ektopik beranekaragam, sehingga pembuatan diagnosis

kadang-kadang menimbulkan kesulitan, khususnya kehamilan ektopik yang belum

terganggu sulit untuk dibuat diagnosis.

Gejala-gejala yang perlu diperhatikan:

a. Amenorea

b. Perdarahan

c. Rasa nyeri

d. Keadaan umum penderita bisa jatuh ke syock dan anemia berat karena Hb

menurun karena perdarahan

e. Pada pemeriksaan bimanual didapatkan tumor yang tidak terlalu padat,

nyeri tekan, batas kurang jelas, ditemukan cairan bebas di rongga

peritoneum.

Pemeriksaan-pemeriksaan untuk membantu diagnosis antara lain:

tes kehamilan

dilatasi kerokan

laparoskopi

ultrasonograsi

kuldosentesis.

Kombinasi penggunaan ultrasonografi dan pemeriksaan kuantitatif gonadotropin

korionik manusia subunit β

Pemeriksaan ultrassonografi pada pelvis digunakan secara luas untuk menilai

secara klinis pasien-pasien yang dalam keadaan stabil diduga menderita

kehamilan ektopik. Sulit sekali untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik yang

positif dengan ultrasonografi, meskipun begitu ultrasonografi sering lebih efektif

dalam mengeluarkan diagnosis ini melalui memperlihatkan suatu kehamilan ynag

intrauteri. Kadar dkk. Bekerja dengan ultrasonografi gray-scale dengan satu

pemeriksaan kuantitatif RIA terhadap β-hCG dan menemukan bahwa kantong

27

kehamilan dari suatu kehamilan normal menjadi dapat dideteksi apabila kadar

hCG diatas 6000 – 6500 mIU/mL (Tabel 25-1). Penemuan mereka menunjukkan

bahwa dengan tidak ditemukannya kantung kehamilan intrauteri, nilainya menjadi

rendah untuk dapat dipertimbangkan dalam penegakan diagnosis. Satu kantung

kehamilan intrauteri, meskipun diperlihatkan dalam hubungan dengan nilai hCG

yang dibawah zona diskrimatory menunjukkan kecenderungan yang tinggi terjadi

kehamilan yang abnormal. , yaitu missed abortion atau kehamilan ektopik (tabel

25-2). Lebih jauh lagi, dengan tidak adanya kantung kehamilan intrauteri, nilai

hCG yang melebihi zona diskriminatory memberi kesan suatu kehamilan ektopik.

Kerja tambahan yang dilakukan kelompok-kelompok peneliti ini adalah

mengantarkan penggunaan determinasi hCG kuantitatif serial dalam penilaian

terhadap pasien-pasien yang stabil. Telah diperlihatkan oleeh peneliti lain bahwa

angka positif palsu paling sedikit 20% dapat diharapkan apabila satu kehamilan

ditetapkan sebagai kehamilan yang abnormal atas dasar satu nilai hCG, bahkan

apabila tanggal ovulasi diketahui. Kadar dkk. Menemukan bahwa 85% atau lebih

dari kehamilan normal, kadar hCG serum meningkat sedikitnya 66% dalam masa

48 jam. Dengan menentukan persentase peningkatan hCG diatas 48 jam,

laparoskopi selektif dapat dikerjakan pada wanita-wanita yang mengalami

penurunan atau peningkatan yang subnormal dari kadar hCG. Kerugian dari

pendekatan ini adalah bahwa pembedahan akan tertunda sampai batas 48 jam pada

13% pasien dengan kehamilan ektopik. Penundaan ini tidak indefinite, meskipun.

Sekali serum hCG melampaui 6500 mIU/mL, pemeriksaan ultrasonografi ulangan

akan memperbaiki diagnosis.

Penanganan pada pasien yang diduga menderita kehamilan ektopik dengan

kondisi yang stabil memerlukan tes kehamilan yang sensitif dan kuantitatif.

Sensitivitas dari pemeriksaan membantu dokter dalam mengeluarkan diagnosis

apabila hasil yang didapat negatif. Ultrasonografi merupakan alat yang bernilai

diagnosis tinggi apalagi dikombinasikan dengan pemeriksaan kasar hCG

kuantitatif. Pemeriksaan serial memberikan para dokter satu alternatif untuk

pembedahan ketika diagnosis tidak dapat ditegakkan secara ultrasonografi dan

ketika parameter lainnya seperti pemeriksaan fisik, kuldosintesis, dan kadar

hematokrit, tidak mengizinkan intervensi segera.

28

4.2 Dasar Rencana Penatalaksanaan

Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik

terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba. Penatalaksanaan

pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan konservatif dan

radikal. Pembedahan konservatif terutama ditujukan pada kehamilan ektopik yang

mengalami ruptur pada tubanya. Ada dua kemungkinan prosedur yang dapat

dilakukan yaitu: 1. salpingotomi linier, atau 2. reseksi segmental. Pendekatan

dengan pembedahan konservatif ini mungkin dilakukan apabila diagnosis

kehamilan ektopik cepat ditegakkan sehingga belum terjadi ruptur pada tuba.

1. Salpingotomi linier

Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal dilakukan

pada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena lebih dari 75%

kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba.

Prosedur ini dimulai dengan menampakkan, mengangkat, dan

menstabilisasi tuba. Satu insisi linier kemudian dibuat diatas segmen tuba yang

meregang. Insisi kemudian diperlebar melalui dinding antimesenterika hingga

memasuki ke dalam lumen dari tuba yang meregang. Tekanan yang hati-hati

diusahakan dilakukan pada sisi yang berlawanan dari tuba, produk kehamilan

dikeluarkan dengan hati-hati dari dalam lumen. Biasanya terjadi pemisahan

trofoblas dalam jumlah yang cukup besar maka secara umum mudah untuk

melakukan pengeluaran produk kehamilan ini dari lumen tuba. Tarikan yang hati-

hati dengan menggunakan sedotan atau dengan menggunakan gigi forsep dapat

digunakan bila perlu, hindari jangan sampai terjadi trauma pada mukosa. Setiap

sisa trofoblas yang ada harus dibersihkan dengan melakukan irigasi pada lumen

dengan menggunakan cairan ringer laktat yang hangat untuk mencegah kerusakan

lebih jauh pada mukosa.

Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena

kegagalan pada tindakan ini akan menyebabkan perdarahan postoperasi yang akan

membawa pada terjadinya adhesi intralumen.

Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus, jahitan harus

diperhatikan hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan serosa dan lapisan otot

29

dan tidak ada tegangan yang berlebihan. Perlu juga diperhatikan bahwa jangan

ada sisa material benang yang tertinggal pada permukaan mukosa, karena sedikit

saja dapat menimbulkan reaksi peradangan sekunder yang diikuti dengan

terjadinya perlengketan.

2. Reseksi segmental

Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai

satu alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat

bagian implantasi, jadi prosedur ini tidak dapat melibatkan kehamilan tuba yang

terjadi berikutnya. Tujuan lainnya adalah dengan merestorasi arsitektur normal

tuba. Prosedur ini baik dilakukan dengan mengunaka loupe magnification atau

mikroskop. Penting sekali jangan sampai terjadi trauma pada pembuluh darah

tuba. Hanya pasien dengan perdarahan yang sedikit dipertimbangkan untuk

menjalani prosedur ini. Mesosalping yang berdekatan harus diinsisi dan

dipisahkan dengan hati-hati untuk menghindari terbentuknya hematom pada

ligamentum latum. Jahitan seromuskuler dilakukan dengan menggunakan

mikroskop/loupe. Dengan benang absorbable 6-0 atau 7-0, dan lapisan serosa

ditunjang dengan jahitan terputus tambahan.

3. Salpingektomi

Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami

ruptur, karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus segera diatasi.

Hemoperitoniumj yang luas akan menempatkan pasien pada keadaan krisis

kardiopulmunonal yang serius. Insisi suprapubik dapat digunakan , dan tuba yang

meregang diangkat.

Mesosalping diklem berjejer dengan klem Kelly sedekat mungkin dengan

tuba. Tuba kemudian dieksisi dengan memotong irisan kecil pada myometrium di

daerah cornu uteri, hindari insisi yang terlalu dalam ke myometrium. Jahitan

matras angka delapan dengan benang absorable 0 digunakan untuk menutup

myometrium pada sisi reseksi baji. Mesosalping ditutup dengan jahitan terputus

dengan menggunakan benang absorbable. Hemostasis yang komplit sangat

penting untuk mencegah terjadinya hematom pada ligamentum latum.

30

4. Medisinalis

Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang sensitif dan ultrasonografi

transvaginal, memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik

secara dini. Keuntungan dari ditegakkannya diagnosis kehamilan ektopik secara

dini adalah bahwa penatalaksanaan secara medisinalis dapat dilakukan.

Penatalaksanaan medisinalis memiliki keuntumngan yaitu kurang invasif,

menghilangkan risiko pembedahan dan anestesi, mempertahankan fungsi fertilitas

dan mengurangi biaya serta memperpendek waktu penyembuhan.

Terapi medisinalis yang utama pada kehamilan ektopik adalah

methotrexate (MTX). Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan

mempengaruhi sintesis DNA dan multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerja

enzim Dihydrofolate reduktase. MTX ini akan menghentikan proliferasi trofoblas.

Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik iv,im) atau injeksi lokal

dengan panduan USG atau laparoskopi. Efek sampingyang timbul tergantung

dosis yang diberikan. Dosis yang tinggi akan menyebabkan enteritis hemoragik

dan perforasi usus, supresi sumsum tulang, nefrotoksik, disfungsi hepar

permanen, alopesia, dermatitis, pneumonitis, dan hipersensitivitas. Pada dosis

rendah akan menimbulkan dermatitis, gastritis, pleuritis, disfungsi hepar

reversibel, supresi sumsum tulang sementara. Pemberian MTX biasanya disertai

pemberian folinic acid (leucovorin calcium atau citroforum factor) yaitu zat yang

mirip asam folat namun tidak tergantung pada enzim dihydrofolat reduktase.

Pemberian folinic acid ini akan menyelamatkan sel-sel normal dan mengurangi

efek MTX pada sel-sel tersebut.

Regimen yang dipakai saat ini adalah dengan pemberian dosis tungal MTX

50 mg/m2 luas permukaan tubuh. Sebelumnya penderita diperikasa dulu kadar

hCG, fungsi hepar, kreatinin, golongan darah. Pada hari ke-4 dan ke-7 setelah

pemberian MTX kadar hCG diperiksa kembali. Bila kadar hCG berkurang 15%

atau lebih, dari kadar yang diperiksa pada hari ke-4 maka mTX tidak diberikan

lagi dan kadar hCG diperiksa setiap minggu sampai hasilnya negatif atau evaluasi

dapat dilakukan dengan menggunakan USG transvaginal setiap minggu. Bila

kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya meningkat dibandingkan kadar hari

ke-4 atau menetap selama interval setiap minggunya, maka diberikan MTX 50

31

mg/m2 kedua. Stoval dan Ling pada tahun 1993 melaporkan keberhasilan metoda

ini sebesar 94,3%. Selain dengan dosis tunggal, dapat juga diberikan multidosis

sampai empat dosis atau kombinasi dengan leucovorin 0,1 mg/kgBB.

Kontraindikasi pemberian MTX absolut adalah ruptur tuba, adanya

penyakit ginjal atau hepar yang aktif. Sedangkan kontraindikasi relatif adalah

nyeri abdomen, FHB (+).

32

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kehamilan ektopik didefinisikan sebagai setiap kehamilan yang terjadi di luar

tempat yang seharusnya yaitu endometrium kavum uteri

5.2 Saran

Dapat diberikan penjelasan mengenai Kehamilan Ektopik Teganggu (KET)

bahwa suatu kewajaran untuk khawatir menganai masalah kesuburan setelah

mengalami kehamilan ektopik. Seseorang yang mengalami kehamilan ektopik

bukan berarti tidak dapat mengalami kehamilan normal namun berarti seseorang

memiliki kemungkinan untuk mengalami kehamilan ektopik lagi di masa depan.

DAFTAR PUSTAKA

33

1. Damario MA, Rock JA. Ectopic pregnancy. In: Rock JA, Thompson JD. Te

Linde’s operative gynecology. 8th ed. Philadelphia: Lippincot-Raven, 1997: 501-527

2. Speroff L, Glass RH, Kase NG. Ectopic pregnancy: Clinical gynecologic

endokrinology and infertility. 6th ed. Baltimore: Williams & Wilkins,1999: 1149-1167

3. Speroff L, Glass RH, Kase NG. Endocrinology of pregnancy: Clinical gynecologic

endokrinology and infertility. 6th ed. Baltimore: Williams & Wilkins,1999:275-335

4. Doyle MB, DeCherney. Diagnosis and management of tubal disease. In: Carr BR,

Blackwell RE. Textbook of reproductive medicine. 1st ed. Connecticut: Appleton & Lange, 1993:507-516

5. Symonds EM. Complication of early pregnancy: abortion, extrauterine pregnancy

and hydatidiform mole. In: Essential obstetric and gynaecology. 2nd ed. Churchill Livingstone,1992: 88-92

6. Hutchinson-Williams KA, DeCherney AH. The endocrinology of ectopic

pregnancy. In: Endocrine disorders in pregnancy. 3rd ed. Connecticut: Appleton & Lange, 1986:437-450

7. Chung pun T. Ectopic pregnancy. JPOG 2001;27:17-20 8. Basuki B, Saifuddin AB. Ectopic pregnancy and estimated subsquent fertility

problems in Indonesia. Majalah Obstetri dan Ginekologi Indonesia 1999;23:212-218

9. Basuki B. Duration of current IUD use and risk of ectopic pregnancy. Majalah Obstetri dan Ginekologi Indonesia 1999;23:82-87

10. Jaffe RB. Protein hormones of the placenta, decidua, and fetal membranes. In:

Yen SSC, Jaffe RB. Reproductive endocrinology. 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders,1986: 758-769

11. Sarwono. Ilmu kandungan. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawiraharjo. 2010: 250-270

12. Stovall TG, McCord ML. Early pregnancy loss and ectopic pregnancy. In Berek

JS, Adhasi EY, Hillard PA. Novak’s gynecology. 12th ed. Baltimore: Williams & Wilkins, 1996: 487-524

13.Taber BZ. Manual of gynecologic and obstetric emergencies. Philadelphia: WB Saunders Company,1979:311-333

14.Barnhart K, Esposito M, Coutifaris C. An update on the medical treatment of ectopic pregnancy. In: Current reproductive endocrinology. Obstet and Gyn Clin of North America 2000;27: 653-667

15.Kadar N, Caldwell BV, Romero R. A method of screening for ectopic pregnancy and its indication. Obstet Gynecol 1981;58: 162

16.Aspillagra MO, Whittaker PG, Grey CE, et al. Endocrinologic events in early pregnancy failure. Am J Obstet Gynecol 1983;147:903

34