27
TUGAS ANEMIA HEMOLITIK PADA ANAK “THALASSEMIA” BLOK XIII “HEMATOLOGI DAN LIMFATIK” KELOMPOK 4 Nama NIM 1. M. Merlinnandoe (702010015) 2. Maya Dwinta Sentani (702010016) 3. Ayu Ika Gustati N (702010018) 4. Fredy Rizki (702010020) 5. Intan Pusdikasari (702010021) 6. N. Novi Kemala Sari (702010022) FAKULTAS KEDOKTERAN

Makalah thalasemia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat pediatric

Citation preview

Page 1: Makalah thalasemia

TUGAS ANEMIA HEMOLITIK PADA ANAK

“THALASSEMIA”

BLOK XIII “HEMATOLOGI DAN LIMFATIK”

KELOMPOK 4

Nama NIM

1. M. Merlinnandoe (702010015)

2. Maya Dwinta Sentani (702010016)

3. Ayu Ika Gustati N (702010018)

4. Fredy Rizki (702010020)

5. Intan Pusdikasari (702010021)

6. N. Novi Kemala Sari (702010022)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

2012

Page 2: Makalah thalasemia

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas yang berjudul “Anemia Hemolitik pada Anak

- Thalassemia” sebagai tugas kelompok. Salawat beriring salam selalu tercurah kepada

junjungan kita, nabi Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-

pengikutnya sampai akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa Tugas kelompok ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu

penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa

mendatang.

Pada proses penyelesaian tugas kelompok ini, Penulis banyak mendapatkan bantuan,

dengan demikian kami mengucapkan rasa hormat dan terima kasih atas kerja samanya.

Semoga Allah SWT memberikan pahala yang sebesar-besarnya kepada orang-orang yang

berperan aktif dalam proses penyelesaian laporan ini.

Palembang, Juli 2012

Penulis

Page 3: Makalah thalasemia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Thalasemia merupaka penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari

kedua orang tua kepada anaknya secara resesif.menurut hukum Mendel. Thalasemia untuk

pertama kali dijelaskan oleh Cooley (1925),yang ditemukannya pada orang amerika

keturunan Italia. Penyakit ini ternyata banyak ditemukan di daerah Mediterania dan daerah

sekitar khatulistiwa. Di Indonesia talasemia merupakan penyakit terbanyak antara golongan

anemia hemolitik dengan penyebab intrakorpuskuler.(Hassan,Rusepno:2007)

Secara molekuler talasemia dibedakan atas:

1.Talasemia alfa (gangguan pembentukan rantai alfa)

2.Talasemia beta (gangguan pembentukan rantai beta)

3.Talasemia beta-gamma(gangguan pembentukan rantai beta dan gamma yang letak gennya

diduga berdekatan)

4.Talasemia gamma (gannguan pembentukan rantai gamma)

Secara klinis talasemia dibagi 2 golongan yaitu:

1.Talasemia mayor (bentuk homozigot), memberikan gejala klinis yang jelas

2.Talasemia minor, biasanya tidak memberikan gejala klinis.

Pada kesempatan ini, di Blok XIII Sistem Hematologi dan Limfatik kelompok kami

mendapati tugas untuk membuat makalah yang berjudul Anemia Hemolitik pada Anak-

Thalasemia. Mengingat bahwa penyakit yang berhubungan dengan darah masih merupakan

salah satu permasalahan yang ada di masyrakat, untuk itu penulis membuat makalah.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja klasifikasi thalasemia pada anak?

2. Apa saja gejala yang dialami penderita thalasemia pada anak?

3. Bagaimana penatalaksanaan yang dilakukan pada penderita thalasemia pada

anak?

Page 4: Makalah thalasemia

4. Bagaimana terapi yang diberikan pada anak penderita thalasemia ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui klasifikasi thalasemia pada anak

2. Untuk mengetahui gejala yang dialami penderita thalasemia pada anak

3. Untuk mengetahui penatalaksanaan yang dilakukan penderita thalasemia pada

anak

4. Untuk mengetahui terapi yang diberikan penderita thalasemia pada anak

1.4 Manfaat

Adapun manfaat dari makalah yang dibuat agar:

1. Mahasiswa mengetahui klasifikasi thalasemia pada anak

2. Mahasiswa mengetahui gejala yang dialami penderita thalasemia pada anak

3. Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan yang dilakukan pada penderita

thalasemia pada anak

4. Mahasiswa mengetahui terapi yang dilakukan pada penderita thalasemia pada

anak

Page 5: Makalah thalasemia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Thalasemia merupaka penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan dari

kedua orang tua kepada anaknya secara resesif.menurut hukum Mendel. Thalasemia untuk

pertama kali dijelaskan oleh Cooley (1925),yang ditemukannya pada orang amerika

keturunan Italia. Penyakit ini ternyata banyak ditemukan di daerah Mediterania dan daerah

sekitar khatulistiwa. Di Indonesia talasemia merupakan penyakit terbanyak antara golongan

anemia hemolitik dengan penyebab intrakorpuskuler.(Hassan, Rusepno: 2007)

Thalasemia adalah sekelompok heterogen anemia hipopkromik herediter dengan

berbagai derajat keparahan. Defek genetic yang mendasari meliputi delesi total atau parsial

gen rantai globin dan substitusi, delesi atau inersi nukleotida. Akibat dari berbagai perubahan

ini adalah penurunan atau tidak adanya mRNA bagi satu atau lebih rantai globin atau

pembentukan mRNA yang cacat secara fungsional. Akibatnya adalah penurunan atau supresi

total sintesis rantai polipeptida Hb. Kira-kira 100 mutasi yang telah ditemukan

mengakibatkan fenotipe thalassemia; banyak diantara mutasi ini adalah unik untuk daerah

geografi setempat. Pada umumnya, rantai globin yang disintesis dalam eritrosit thalassemia

secara structural adalah normal. Pada bentuk thalassemia α yang berat, terbentuk hemoglobin

homotetramer abnormal (β4 atau γ4, tetapi komponen polipeptida globin mempunyai struktur

normal. Sebaliknya, sejumlah Hb abnormal juga menyebabkan perubahan hematologi mirip

thalassemia. Untuk menandai ekspresi berbagai gen thalassemia, penunjukan tanda huruf

diatas (superscript) digenakan untuk membedakan thalassemia yang menghasilkan rantai

globin yang dapat diperlihatkan, meskipun pada tingkat yang menurun (misalnya,

thalassemia-β+), dari bentuk dimana sintesis rantai globin yang terkena tertekan secara total

(misalnya, thalassemia-β0). (IKA Nelson)

Gen thalassemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini diyakini merupakan penyakit

genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama meliputi daerah-daerah perbatasan

Laut Mediterania, sebagian besar Afrika, Timur Tengah, sub-benua India, dan Asia Tenggara.

Dari 3% sampai 8% orang Amerika keturunan Italia atau Yunani dan 0,5% dari kulit hitam

Amerika membawa gen untuk thalassemia β. Dibeberapa daerah Asia Tenggara sebanyak

40% dari populasi mempunyai satu atau lebih gen thalassemia. Daerah geografi dimana

Page 6: Makalah thalasemia

thalassemia merupakan prevalen yang sangat parallel dengan daerah dimana Plasmodium

falciparum dulunya merupakan endemic. Resistensi terhadap infeksi malaria yang mematikan

pada pembawa gen thalassemia agaknya menggambarkan kekuatan daerah endemic penyakit

ini. (IKA Nelson)

Thalassemia adalah suatu penyakit congenital herediter yang diturunkan secara

autosom berdasarkan kelainan hemoglobin, di mana satu atau lebih rantai polipeptida

hemoglobin kurang atau tidak terbentuk sehingga mengakibatkan terjadinya anemia

hemolitik (Broyles, 1997). Dengan kata lain, thalassemia merupakan penyakit anemia

hemolitik, dimana terjadi kerusakan sel darah di dalam pembuluh darah sehingga umur

eritosit menjadi pendek (kurang dari 120 hari). Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang

tidak normal sebagai akibat dari gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau

struktur Hb.

Secara normal, Hb A dibentuk oleh rantai polipeptida yang terdiri dari 2 rantai beta.

Pada beta thalassemia, pembuatan rantai beta sangat terhambat. Kurangnya rantai beta

berakibat pada meningkatnya rantai alfa. Rantai alfa ini mengalami denaturasi dan presitipasi

dalam sel sehingga menimbulkan kerusakan pada membran sel, yaitu membrane sel menjadi

lebih permeable. Sebagai akibatnya, sel darah mudah pecah sehingga terjadi anemia

hemolitik. Kelebihan rantai alfa akan mengurangi stabilitas gugusan heme yang akan

mengoksidasi hemoglobin dan membrane sel, sehingga menimbulkan hemolisa.

Jenis thalasemia secara klinis dibagi menjadi dua golongan, yaitu thalassemia mayor

yang memberikan gejala yang jelas bila dilakukan pengkajian dan thalasemia minor yang

sering tidak memberikan gejala yang jelas.

2.2 Klasifikasi thalasemia

Secara molekuler talasemia dibedakan atas:

1. Talasemia alfa

Seperti telah disebutkan di atas terdapat 2 gen alfa tiap haploid kromosom, sehingga

dapatlah diduga terjadi 4 macam kelainan pada talasemia alfa. Kelainan dapat terjadi pada 1

atau 2 gen pada satu kromosom atau satu,dua,tiga,atau empat gen pada seorang individu

(tabel 1). (Hassan, Rusepno:2007)

Page 7: Makalah thalasemia

Penelitian akhir-akhir ini pada genetika molekuler dari talasemia menunjukkan bahwa

pada kelainan alfa talasemia 1 tidak terbentuk rantai alfa sama sekali,sedangkan alfa

talasemia 2 masih ada sedikit pembentukan rantai alfa tersebut. Atas dasar tersebut,alfa

talasemia 1 dan alfa talasemia 2 sekarang disebut αº dan α ⁺-talasemia. (Hassan,Ruspeno :

2007)

Table 1:Kelainan pada talasemia

Jumlah gen yang

rusak

Nomenklatur/nama

penyakit

Berat/ringannya

penyakit

%Hb Bart’s pada

saat lahir

1 gen alfa Alfa talasemia 2/trait

talasemia alfa tipe 2

Tak ada gejala(silent) 3%

2 gen alfa Alfa talasemia 1/trait

talasemia alfa tipe 1

Ringan 6%

3 gen alfa Penyakit HbH nyata 15 %

4 gen alfa Hidrops fetalis letal 90%

Di samping pengurangan pembentukan rantai alfa ini terdapat pula kelainan

structural pada rantai alfa. Yang paling banyak dikenal dan banyak ditemukan di Asia

Tengggara ialah Hb Constant Spring.

Pada Hb Constan spring terdapat rantai alfa dengan 172 asam amino; berarti 31 asam

amino lebih panjang daripada rantai alfa biasa. Kombinasi heterozigot antara αº talasemia

alfa ⁺-talasemia atau αº - talasemia dengan Hb Constan Spring akan menimbulkan penyakit

HbH. Pada talasemia alfa akan terjadi gejala klinis bila terdapat kombinasi gen αº - talasemia

dengan gen talasemia lain (alfa⁺-talasemia, αº -talasemia atau Hb Constant Spring).

Homozigot alfa⁺-talasemia hanya menimbulkan anemia yg sangat ringan dengan

hipokromia eritrosit. Bentuk homozigot Hb Constan Spring juga tidak menimbulkan gejala

yg nyata,hanya anemia ringan dengan kadang2 disertai splenomegali ringan.

Pada fetus kekurangan rantai alfa menyebabkan rantai gamma yg berlebihan hingga

terbentuk tetramer gamma 4(Hb bart’s)sedangkan pd anak besar atau dewasa, kekurangan

rantai alfa ini akan meyebabkan rantai beta yg berlebihan hingga akan terbentuk pula

tetramer beta4(HbH). Jadi adanya Hb bart’s dan Hb H pd elektroforesis merupakan petunjuk

terhadap adanya talasemia alfa. Yang sulit ialah mengenal bentuk heterozigot αº- talasemia.

Page 8: Makalah thalasemia

Bentuk heterozigot αº - talasemia memberikan gambaran darah tepi serupa dengan bentuk

heterozigot talasemia seperti mikrositosis dan peninggian resistensi osmotic.

Pada hidrops fetalis, biasanya bayi telah mati pada kehamilan 28-40 minggu atau lahir

hidup untuk beberapa jam kemudian meninggal. Bayi akan tampak anemis dengan kadar Hb

6-8 g%,sediaan hapus darah tepi memperlihatkan hipokromia dengan tanda2

anisositosis,poikilositosis,banyak normoblast dan retikulositosis. Pada pemeriksaan

elektroforesis darah, akan ditemukan Hb bart’s sebanyak kira2 80% dengan Hb Portland

sebanyak kira2 20%.tidak ditemukan HbF maupun HbA.

Pada penyakit HbH, biasanya ditemukan anemia dengan pembesaran limpa.

Anemianya biasanya tidak sampai memerlukan transfusi darah. Mudah terjadi hemolisis akut

pada serangan infeksi berat. Kadar hemoglobin biasanya sekitar 7-10 g%;sediaan hapus darah

tepi memperlihatkan tanda- tanda hipokromia yg nyata dengan anisositosis dan poikilositosis.

Terdapat pula retikulositosis (5-10%) dan ditemukan inclusion bodies pada sediaan hapus

darah tepi yang diinkubasi dengan biru berilian kresil. Pada elektroforesis ditemukan adanya

Hb A,H,A2 dan sedikit Hb bart’s. HbH jumlahnya sekitar 5-40%; kadang-kadang kurang atau

lebih dari varias itu. Pada pemeriksaan sintesis rantai globin (invitro) dari retikulosis terdapat

ketidakseimbangan antara pembentukan rantai alfa/beta yaitu antara 0,5 dan 0,25. Dalam

keadaan normal rasio alfa/beta ialah 1.

2. Thalasemia beta

Bentuk ini lebih heterogen lagi dibanding thalasemia- α, tetapi untuk kepentingan

klinis umumnya dibedakan antara β°-talasemia dan β⁺ talasemia. Pada β°-talasemia tidak

dibentuk rantai globin sama sekali, sedangkan pada β⁺ talasemia terdapat pengurangan (10-

50%) daripada produksi rantai globin β tersebut. Pembagian selanjutnya ialah adanya kadar

Hb A2 yang normal baik pada β° maupun β⁺ talasemia dalam bentuk heterozigotnya. Bentuk

homozigot dari β° -talasemia atau campuran antara β° dengan β⁺ -talasemia yang berat akan

menimbulkan gejala klinis yang berat yang memerlukan transfuse darah sejak permulaan

kehidupannya. Tapi kadang – kadang bentuk campuran ini member gejala klinis ringan dan

disebut talasemia intermedia.

Tabel 2 : Berbagai jenis talasemia – β yang sering dijumpai (bull. Wid. Hith Org . 60 : 643-660, 1982)

Jenis Talasemia Homozigot Heterozigot

Page 9: Makalah thalasemia

β° Talasemia mayor

Hb F, 98% ; Hb A2, 2%

Talasemia minor

Hb A2, 3,5 – 7,0%

α/β = 2/1

β⁺ Talasemia mayor

Hb F70 – 95 %

Talasemia minor

Hb A2, 3,5 – 7,0%

α/β = 2/1

β⁺⁺ Talasemia intermedia

Hb F, 20 – 40%

Hb A2, 5%

Normal

α/β = 1,2 – 1,5/1

Β-⁺ (Hb A2 normal tipe 1 ;

“silent”

Talasemia intermedia

Hb F, 10 – 30%

Hb A2, 5%

Normal

α/β = 1,2 – 1,5/1

β⁺ atau ° (Hb A2 normal,

tipe 2)

Mungkin talasemia mayor Talasemia minor Hb A2,

Normal α/β = 2/1

Pada table 2 dapat dilihat berbagai bentuk talasemia- β. Bentuk homozigot β° -/β⁺ -

talasemia memberikan bentuk klinis talasemia mayor dengan gejala klinis yang khas seperti

Page 10: Makalah thalasemia

anemia berat, gangguan pertumbuhan, anoreksia, muka talasemia, hepar dan limpa

membesar. Pada keadaan lebih lanjut dapat terlihat kelainan tulang, fraktura dan warna kulit

yang kelabu akibat penimbunan besi. Anak dengan kelainan ini biasanya meninggal pada

umur muda sebelum dewasa akibat gagal jantung dan infeksi. Dari penelitian Iskandar

Wahidayat diketahui bahwa umumnya mereka meninggal pada umur antara 6-7 tahun. Dalam

hapusan darah tepi tampak hipokromia, anisositosis, poikilositosis dan banyak sel normolast.

Retikulosis juga tampak tinggi. Sumsum tulang menunjukkan hiperaktif system eritropoetik.

Pada homozigot β° -talasemia, hemoglobin yang ditemukan pada elektroforesis hanya Hb F

saja dengan sedikit Hb A2, sedangkan Hb A sama sekali tidak ditemukan. Pada homozigot β⁺

-talasemia, Hb A akan ditemukan sebesar 10 – 25%, sedangkan pada β° -/β⁺ -talasemia,

jumlah Hb A ini lebih sedikit lagi.

Homozigot dari β⁺⁺ -talasemia menimbulkan anemia yang ringan dengan kadar Hb

sekitar 7 – 11gr% dan dengan gambaran hapus darah tepi seperti halnya homozigot

talasemia- β yang lain. Hb F jumlahnya sekitar 30 – 60%, Hb A2 biasanya normal atau

sedikit meninggi, sisanya ialah Hb A. Kelainan tulang biasanya tidak begitu berat,

prognosisnya baik dan anak bisa hidup seperti anak sehat lain. Keadaan klinis yang ringan

demikian biasanya digolongkan kedalam golongan talasemia intermedia. Termasuk dalam

golongan ini adalah kobinasi antara talasemia- α dengan talasemia- β, homozigot β⁺ dengan

Hb A2 normal dan kombinasi antara Hb E atau Hb S dengan talasemia- β. Kombinasi antara

2 gen yang berlainan ini kadang – kadang disebut pula sebagai heterozigot ganda (double

heterozygote).

Sindrom Thalasemia -β lainnya

Ekspresi gen homozigot thalassemia (β+) menghasilkan sindrom mirip-anemia Cooley

yang kurang berat (“thalassemia intermedia”; lihat table 419-2). Deformitas skelet

hepatosplenomegali timbul pada penderita ini, tetapi kadar Hb mereka biasanya bertahan

pada 6-8 g/dL tanpa transfuse. Bagaimanapun, mereka dapat berkembang menderita

hemosiderosis hebat, disebabkan karena absorpsi besi gastrointestinal yang sangat meningkat.

Bagi penderita demikian, yang tidak menerima khelasi deferoksamin, diet rendah besi

terindikasi.

Beberapa Hb yang abnormal secara structural menghasilkan perubahan hematologis

mirip thalassemia-β, juga menyebabkan sindrom thalassemia intermedia. Yang paling sering

adalah varian Hb Lepore, yang tersusun dari lantai α dan hybrid rantai globin fusi δβ. Hb

Page 11: Makalah thalasemia

Lepore dapat diidentifikasi dengan elektroforesis, di mana mereka menunjukkan mobilitas

mirip Hb S.

Kebanyakan bentuk thalassemia-β heterozigot terkait dengan anemia ringan. Kadar Hb khas

2-3 g/dL lebih rendah daripada nilai normal menurut umur. Eritrosit adalah mikrositik

hipokromik dengan poikilositosis, ovalositosis, dan sering bintik-bintik basofil. Sel target

mungkin juga ada tetapi biasanya tidak mencolok dan tidak spesifik untuk thalassemia. MCV

rendah, kira-kira 65 fL, dan MCH juga rendah (<2 pg). Penurunan ringan pada ketahanan

hidup eritrosit juga dapat diperlihatkan, tetapi tanda hemolisis biasanya tidak ada. Kadar besi

serum normal atau meningkat.

Individu dengan cirri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai anemia

defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan preparat besi selama waktu

yang panjang. Lebih dari 90% individu dengan trait thalassemia-β mempunyai peningkatan

diagnosis Hb A2 yang berarti (3,4-7%). Kira-kira 50% dari individu ini juga mempunyai

sedikit kenaikan Hb F, sekitar 2-6%. Pada satu kelompok kecil khusus yang benar-benar

khas, dijumpai Hb A2 normal dengan kadar Hb F berkisar dari 55 sampai 15%, yang

mewakili thalassemia tipe δβ (lihat table 419-2). Bentuk “silent killer” thalassemia-β tidak

menimbulkan kelainan yang dapat diperlihatkan pada individu heterozigot (lihat table 419-2),

tetapi gen untuk keadaan ini, jika diwariskan sindrom thalassemia intermedia.

Tipe defek delesi yang langka, yang menyangkut gen globin-γ, globin-δ,

menghasilkan gambaran klinis mirip dengan pada trait thalassemia δβ pada individu

heterozigot. Namun, pada masa neonates, defek ini nyata ditandai oleh penyakit anemia

hemolitik dengan mikrosotosis, normoblastemia, dan splenomegali (lihat table 419-2). Pada

proses hemolitik sembuh sendiri (self limited), tetapi transfuse suportif mungkin diperlukan.

(IKA Nelson)

2.3 Gambaran klinis

Anemia berat tipe mikrositik dengan limpa dan hepar yang membesar, pada anak

yang besar biasanya disertai keadaan gizi yang jelek dan mukanya memperlihatkan facies

mongoloid. Jumlah retikulosit dalam darah meningkat. Pada hapusan darah tepi akan

didapatkan gambaran anisositosis, hipokromi, poikilositosis, sel target (fragmentosit dan

banyak sel normoblast). Kadar besi dalam serum (SI) meninggi dan daya ikat serum terhadap

besi (IBC) menjadi rendah dapat mencapai nol. (Hassan, Rusepno:2007)

Page 12: Makalah thalasemia

Hemoglobin penderita mengandung kadar Hbf yang tinggi biasanya lebih dari 30%.

Kadang- kadang ditemukan pula hemoglobin patologik. Di Indonesia kira2 45%penderita

talasemia juga mempunyai HbE. Penderita penyakit talasemia HbE maupun talasemia HbS

umumnya secara klinis lebih ringan daripada talasemia mayor. Umumnya mereka baru

datang ke dokter pada umur 4-6 tahun,sedangkan talasemia mayor gejalanya sudah tampak

pada umur 3 bulan. Penderita talasemia HbE biasanya dapat hidup hingga dewasa. (Hassan,

Rusepno:2007)

Pada Thalassemia-β0 homozigot biasanya menjadi bergejala sebagai anemia

hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kedua kehidupan. Transfuse darah regular

diperlukan pada penderita ini untuk mencegah kelemahan yang amat sangat dan gagal

jantung yang disebabkan oleh anemia. Tanpa transfuse harapan hidup tidak lebih dari

beberapa tahun. Pada kasus yang tidak diterapi atau penderita yang jarang menerima

transfuse pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan eritropoetik di sumsum tulang

maupun di luar sumsum tulang. Tulang-tulang menjadi tipis dan fraktur patologis mungkin

terjadi. Ekspansi massif sumsum tulang di muka dan tengkorak menghasilkan wajah yang

khas. Pucat, hemosiderosis, dan ikterus bersama-sama member kesan coklat-kuning. Limpa

dan hati membesar karena hematopoiesis ekstramedular dan hemosiderosis. Pada penderita

yang lebih tua limpa mungkin demikian besarnya sehingga menyebabkan ketidaknyamanan

mekanis dan hiperspleenisme sekunder. Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua;

pubertas terlambat atau tidak terjadi karena kelaina endokrin sekunder. Diabetes mellitus

yang disebabkan oleh siderosis pancreas mungkin juga terjadi. Komplikasi jantung, termasuk

aritmia yang membandel dan gagal jantung kongestif kronis yang disebabkan oleh siderosis

miokardium, sering merupakan kejadian terminal. Dengan regimen modern dalam

penanganan komprehensif untuk penderita ini, banyak dari komplikasi ini dicegah dan yang

lainnya diperbaiki dan ditunda awitannya. (IKA Nelson)

Hemoglobin Abnormal

Kelainan hemoglobin ini ditentukan dengan adanya kelainan genetic yang dapat

mengenai Hb A, Hb A2, dan Hb F. Perbedaannya dengan hemoglobin yang normal ialah

adanya penggantian asam amino dalam rantai polipeptida pada tempat – tempat tertentu atau

tidak adanya asam amini atau beberapa asam amino pada tempat – tempat tersebut.

Perubahan susunan asam amino tersebut bisa terjadi pada keempat rantai polipeptida (α, β, ᴽ

dan δ). Kelainan yang terpenting ialah yang terjadi pada ranta β dan δ. Kelainan pada rantai β

Page 13: Makalah thalasemia

dapat menyebabkan kelainan pada Hb A, sedangkan kelainan pada rantai α dapat

menyebakan kelainan pada ketiga hemoglobin yaitu Hb A, Hb A2 dan Hb F. (Hassan,

Rusepno:2007)

Hemoglobin abnormal itu dinamai menurut abjad misalnya dikenal Hb C, Hb D, Hb

E, Hb G, Hb H, Hb I, dan sebagainya. Hb S ialah hemoglobin yang ditemukan pada anemia

sel sabit ( sickle-cell-anemia). Kelainan pada penyakit ini disebabkan adanya penggantian

asam amino glutamine menjadi valin pada kedudukan ke-6 rantai β. Oleh karena itu Hb S

diberi tanda α 2β2-26 → val. Hemoglobin abnormal yang terbanyak di Indonesia ialah Hb E

yang mempunyai tanda α2β2-26 glu → lis. Pada kelainan ini lisin menggantikan glutamine

pada kedudukan ke-26 rantai β. Hemoglobin abnormal ini umumnya mempunyai fungsi yang

normal seperti hemoglobin biasa. (Hassan, Rusepno:2007)

Temuan Laboratorium

Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-β0 homozigot yang tidak

ditransfusi adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan mikrositosis berat, banyak ditemukan

poikilosit yang terfregmentasi, aneh (bizarre) dan sel target. Sejumlah besar eritrosit yang

berinti ada di darah tepi, terutama setelah spleenectomy. Inklusi intraeritrositik, yang

merupakan presipitasi dari kelebihan rantai α, juga terlihat pasca spleenectomy. Kadar Hb

turun seara cepat menjadi kurang dari 5 g/dL kecuali jika transfuse diberikan. Kadar bilirubin

serum tidak terkonjugasi meningkat. Kadar serum besi tinggi, dengan saturasi kapasitas

pengikat-besi. Gambaran biokimiawi yang nyata adalah adanya kadar HbF yang sangat tinggi

dalam eritrosit (table 419-2). Senyawa dipirol menyebabkan urin berwarna coklat gelap,

terutama pasca spleneectomy. (IKA Nelson)

TABEL 419-2 Gambaran Klinis dan Hematologi Bentuk Utama Thalassemia

Tipe

Thalassemia

Ekspresi

Gen-

Globin

Gambaran Hematologi Ekspresi

Klinis

Temuan

Hemoglobin

Thalassemia

Homozigot

β0

β0/β0 Anemia berat;norrmoblastemia Anemia

cooley

HbF>90

Tidak ada

HbA

Page 14: Makalah thalasemia

HbA2

meningkat

Homozigot

β+

β+/β+ Anisositosis,poikilositosis,anem

ia sedang berat

Thalassemia

intermedia

HbA:20-40%

HbF:60-80%

Heterozigot

β0

β/β0 Mikrositosis,hipokromia,anemia

ringan sampai sedang

Mungkin

menderita

spleenomegali

, ikterus

Peningkatan

HbA2 dan

HbF

Heterozigot

β+

β/β+ Mikrositosis,hipokromia,anemia

ringan

Normal Peningkatan

HbA2 dan

HbF

Penyandang

tenang β,

heterozigot

β/β+ Normal Normal Normal

Heterozigot

δβ

δβ/((δβ)0 Mikrositosis,hipokrimia,anemia

ringan

Biasanya

normal

HbF:5-20%

HbA2:normal

atau randah

Heterozigot

γδβ

γδβ/

(γδβ)0

Bayi baru lahir:anemia

hemolitik mikrositosis

normoblastemia

Dewasa :serupa dengan

heterozigot δβ

Bayi baru

lahir:anemia

hemolitik

dengan

splenomegali

Dewasa:

serupa dengan

heterozigot δβ

Normal

Thalassemia

α

Penyandang

tenang α

α/α,α Mikrositosis ringan atau normal Normal Normal

Page 15: Makalah thalasemia

Ciri α α/-.α atau

-,-/,α,α

Mikrositosis,hipokromia,anemia

ringan

Biasanya

normal

Bayi baru

lahir:Hb Barts

(γ4), 5-10%

Anak atau

dewasa:norma

l

Penyakit

HbH

-,α/-,- Mikrositosis, benda inklusi

dengan pengecatan

supravital;anemia sedang berat

Thalassemia

intermedia

Bayi baru

lahir: Hb

Barts (γ4),

20-30%

Anak atau

dewasa:HbH

(β4), 4-20%

Hidrops

fetalis-α

-,-/-,- Anisositosis,poikilositosis;anem

ia berat

Hidrops

fetalis:biasany

a lahir mati

atau kematian

neonatus

Hb Barts

(γ4),80-90%

Tidak ada

HbA atau

HbF

Diambil dari Honing GR, Adams JG III: Human Hemoglobin Genetics. Vienna, Springer-

Verleg, 1986

Adanya kadar Hb F yang sangat tinggi dalam eritrosit (table 419-2). Senyawa dipirol

menyebabkan urin berwarna coklat gelap, terutama pasca splenektomi. (IKA Nelson)

2.5 Tatalaksana

Hingga sekarang tidak ada obat yang dapat menyembuhkannya. Transfusi darah

diberikan bila kadar Hb telah brendah (kurang dari 6gr%) atau bila anak mengeluh tidak mau

makan dan lemah. Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan iron chelating

agent, yaitu desferal secara intramuscular atau intravena. Splenektomi diberikan pada anak

diatas usia 2 tahun, sebelum didapatka tanda hipersplenisme dan hemosiderosis. Bila kedua

tanda itu tela tampak, maka splenektomi tidak anyak gunanya lagi. Sesudah splenektomi,

frekuensi transfuse darah biasanya lebih jarang. Diberikan pula bermacam – macam vitamin,

tetapi preparat yang mengandung besi merupakan indikasi kontra. (Hassan, Ruspeno: 2007)

Page 16: Makalah thalasemia

Terapi

Terapi diberikan secara teratur untuk mempertahankankadar Hb di atas 10 g/dl.

Regimen “hipertransfusi” ini mempunyai keuntungan klinis yang nyata; ia memungkinkan

aktivitas normal dengan nyaman, mencegah ekspansi sum-sum tulang dan masalah kosmetik

progresif yang terkait dengan perubahan tulang-tulang muka dan meminimalkan dilatasi

jantung dan osteoporosis. Transfuse dengan dosis 15-20 ml/kg sel darah merah terpampat

(PRC) biasanya diperlukan setiap 4-5 minggu. Uji silang harus dikerjakan untuk mencegah

alloimunisasi dan mencegah reaksi tranfusi. Lebih baik digunakan PRC yang relative segar

(kurang dari 1 minggu dalam antikoagulan CPD). Walaupun dengan kehati-hatian yang

tingggi, reaksi demam akibat transfuse lazim tidak ada. Hal ini dapat diminimalkan dengan

penggunaan filter leukosit dan dengan pemberian antipiretik sebelum transfuse.(IKA Nelson)

Terapi hipertransfusi mencegah splenomegali massif yang disebabkan oleh

eritropoesis ekstramedular. Namun, splenektomi akhirnya diperlukan karena ukuran organ

tersebut atau karena hipersplenisme sekunder. Splenektomi meningkatkan risiko sepsis yang

parah sekali, dan oleh karena itu operasi harus dilakukan hanya untuk indikasi yang jelas dan

harus ditundaselama mungkin. Indikasi terpenting untuk splenektomi adalah meningkatnya

kebutuhan transfuse, yang menunjukkan unsur hipersplenisme. Kebutuhan transfuse melebihi

240 ml/kg PRC/ tahun biasanya merupakan bukti hipersplenisme dan merupakan indikasi

untuk mempertimbangkan splenektomi. Imunisasi pada penderita ini dengan vaksin hepatitis

B, vaksin H. influenzae tipe B, dan vaksin polisakarida pneumokokus diharapakan, dan terapi

profilaksi penisilin juga dianjurkan.(IKA Nelson)

2.6 Komplikasi

Hemosiderosis adalah akibat terapi transfuse jangka panjang yang tidak dapat

dihindari karena setiap 500 ml darah membawa kira-kira 200 mg besi ke jaringan yang tidak

dapat dieksresikan secara fisiologis. Siderosis miokardium merupakan faktor penting yang

ikut berperan dalam kematian awal penderita. Hemosiderosis dapat diturunkan atau bahkan

dicegah dengan pemberian parenteral obat penggkhelasi besi (iron chelating drugs),

deferoksamin, yang membentuk komleks besi yang dapat dieksresikan dalam urin. Kadar

deferooksamin darah yang dipertahankan tinggi adalah perlu untuk eksresi besi yang

memadai. Obat ini diberikan subkutan jangka 8-12 jam dengan menggunakan pompa

portable kecil (selama tidur), 5 atau 6 malam/minggu. Penderita yang menerima regimen ini

dapat memeprtahankan kadar ferritin serum kurang dari 1.000 ng/mL., yang benar-benar di

Page 17: Makalah thalasemia

bawah nilai toksik. Komplikasi mematikan siderosis jantung dan hati dengan demikian dapat

dicegah atau secara nyata tertunda. Obat pengkhelasi besi per oral yang efektif, deferipron,

telah dibuktikan efektif serupa dengan deferoksamin. Karena kekhawatiran terhadap

kemungkinan toksisitas (agranulositosis, arthritis, artralgia), obat tersebut kini tidka tersedia

di Amerika Serikat. (IKA Nelson)

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Secara molekuler talasemia dibedakan atas talasemia alfa dan talasemia beta.

2. Gejala klinis yang dialami pada penderita talasemia merupakan anemia berat tipe

mikrositik dengan limpa dan hepar membesar, keadaan gizi yang jelek, dan facies

mongoloid. Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua, pubertas terlambat.

Page 18: Makalah thalasemia

3. Transfusi darah diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pemberian iron

chelating agent, intramuscular atau intravena untuk mengeluarkan besi dari jaringan

tubuh. Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih dari 2 tahun.

4. Terapi diberikan secara teratur untuk mempertahankankadar Hb di atas 10 g/dl.

Transfuse dengan dosis 15-20 ml/kg sel darah merah terpampat (PRC) biasanya

diperlukan setiap 4-5 minggu. Uji silang harus dikerjakan untuk mencegah

alloimunisasi dan mencegah reaksi tranfusi. Lebih baik digunakan PRC yang relative

segar (kurang dari 1 minggu dalam antikoagulan CPD).

3.2 Saran

1. Sosialisasi penyakit thalasemia kepada masyarakat, seminar untuk tenaga medis,

dan masyrakat awam

2. Melakukan konseling pranikah

3. Melakukan skrining

DAFTAR PUSTAKA

Hassan, Rusepno, dkk. 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI

IKA NELSON