60
MAKALAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN “Modifikasi Pati” OLEH: KELOMPOK 7 Anggre Novilestari 061330401032 Natashia Cindy Patricia 061330401043 KELAS : 4KE DOSEN PEMBIMBING : Meilianti, S.T., M.T. JURUSAN TEKNIK KIMIA POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA PALEMBANG 2015

Makalah Teknologi Pengolahan Pangan (1)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kjb

Citation preview

MAKALAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN

“Modifikasi Pati”

OLEH:

KELOMPOK 7

Anggre Novilestari 061330401032Natashia Cindy Patricia 061330401043

KELAS : 4KE

DOSEN PEMBIMBING : Meilianti, S.T., M.T.

JURUSAN TEKNIK KIMIAPOLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA

PALEMBANG2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Modifikasi Pati”. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Pengolahan Pangan.

Semoga makalah ini juga dapat menjadi bacaan yang menarik. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Meilian tiselaku dosen pengajar mata kuliah Teknologi Pengolahan Pangan dan kepada orang tua yang telah memberikan dorongan semangat dan doa.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang dapat melengkapi kekurangan yang ada pada makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan bagi kami pada khususnya.

Palembang, Mei 2015

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................. i

Daftar Isi..................................................................................................... ii

Bab I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang........................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah...................................................................... 2

1.3 Tujuan........................................................................................ 2

Bab II. Isi

2.1 Pengertian Pati dan Modifikasi Pati…………………............... 3

2.2 Metode Modifikasi Pati.............................................................. 8

2.3 Aplikasi Modifikasi Pati Pada Produk Pangan........................... 18

Bab III. Penutup

3.1 Kesimpulan................................................................................. 24

Daftar Pustaka.............................................................................................. 22

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pati banyak digunakan di dalam industry makanan, dan keberadaannya sangat penting dalam suatu struktur zat pangan.  Pati merupakan jenis karbohidrat yang terutama dihasilkan oleh tanaman. Pati tersusun dari dua makromolekul polisakarida, yaitu amilosa dan amilopetin, yang keduanya tersimpan dalam bentuk butiran yang disebut granula pati. Amilosa tersusun dari molekul-molekul glukosa yang diikat dengan ikatan glikosidik a-1,4 yang membentuk struktur linear, sedangkan amilopektin di samping disusun oleh struktur utama linear juga memiliki struktur yang bercabang-cabang, dimana titik-titik percabangannya diikat dengan ikatan glikosidik alfa-1,6. Amilopektin memiliki struktur molekul yang lebih besar dibanding amilosa dan umumnya kandungannya di dalam granula pati lebih banyak dibanding amilosa. Kandungan amilosa dan amilopektin dan struktur granula pati berbeda-beda pada berbagai jenis sumber pati menyebabkan perbedaan sifat fungsional pati, seperti kemampuan membentuk gel dan kekentalannya.

Pati memegang peranan penting dalam industry pengolahan pangan secara luas juga dipergunakan dalam industry seperti kertas, lem, tekstil, lumpur pemboran, permen , glukosa , dekstrosa, sirop fruktosa , dan lain-lain. Dalam perdagangan dikenal dua macam pati yang telah dimodifikasi dan pati yang telah dimodifikasi. Pati yang belum dimodifikasi atau pati biasa adalah semua  jenis  pati yang dihasilkan dari pabrik pengolahan dasar misalnya tepung tapioka. Pati alami seperti  tapioka, pati jagung, sagu dan pati-patian lain mempunyai  beberapa kendala jika dipakai sebagai bahan baku dalam industry pangan maupun non pangan. Jika dimasak pati membutuhkan waktu yang lama (hingga butuh energy tinggi ), juga pasta yang terbentuk keras dan tidak bening. Disamping itu sifatnya terlalu lengket dan tidak tahan perlakuan dengan asam . kendala-kendala tersebut menyebabkan pati alami terbatas penggunaannya dalam industri. Padahal sumber dan produksi pati-patian di Negara kita sangat berlimpah, yang terdiri dari tapioca (pati singkong), pati sagu, pati umbi-umbian selain singkong, pati buah-buahan (misalnya pati pisang) dan banyak lagi sumber pati yang belum diproduksi secara komersial.

Dilain pihak, industri pengguna pati menginginkan patin yang mempunyai kekentalan yang stabil baik pada suhu tinggi maupun rendah, mempunyai ketahanan yang baik terhadap perlakuan mekanisdan daya pengentalannya tahan pada kondisi asam dan suhu tinggi. Sifat-sifat penting yang diinginkan dari pati termodifikasi (yang tidak di miliki oleh pati alam) diantaranya adalah: kecerahannya lebih tinggi (pati lebih putih), retrogradasi yang rendah, kekentalannya lebih rendah, gel yang terbentuk lebih jernih, tekstur gel yang di bentuk lebih lembek, kekuatan regang

yang rendah, granula pati lebih mudah pecah, waktu dan suhu gelatinisasi yang lebih tinggi, serta waktu dan suhu granula pati untuk pecah lebih rendah. Modifikasi sifat dan perkembangan teknologi di bidang pengolahan pati, pati alami dapat di modifikasi disini dimaksudkan sebagai perubahan struktur molekul dari yang dapat dilakukan secara kimia, fisik maupun enzimatis.

Jadi modifikasi pati sering dilakukan oleh beberapa industri untuk memperbaiki kualitas dari produk yang menggunakan pati sebagai bahan dasarnya.  Modifikasi pati dilakukan untuk mengatasi sifat-sifat dasar pati alami yang kurang menguntungkan seperti yang akan dijelaskan di bawah ini, sehingga dapat memperluas penggunaannya dalam proses pengolahan pangan serta menghasilkan karakteristik produk pangan yang diinginkan. 

1.2 Rumusan Masalah- Apa Definisi pati dan Modifikasi Pati ?- Jelaskan Metode Modifikasi Pati?- Jelaskan aplikasi Modifikasi Pati pada produk pangan?

1.3 Tujuan- Untuk mengetahui penjelasan tentang pati dan modifikasi pati- Untuk mengetahui metode-metode dalam modifikasi pati- Untuk mengetahui aplikasimodifikasi pati dalam produk pangan

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Pati dan Modifikasi Pati

- PatiPati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa yang terdiri

dari amilosa dan amilopektin dimana besarnya perbandingan amilosa dan amiloektin ini berbeda-beda tergantung jenis patinya. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai karbonnya, serta lurus atau bercabang. Dalam bentuk aslinya secara alami pati merupakana butiran-butiran kecil yang disebut granula. Bentuk dan ukuran granula merupkan karakteristik setiap jenis pati, karena itu digunakan untuk identifikasi (Hill dan Kelly, 1942). Bentuk dan ukuran ganula pati berbeda-beda tergantung dari sumber tanamannya. Granula pati beras memiliki ukuran yang kecil (3-8 µm), berbentuk poligonal dan cenderung terjadi agregasi atau bergumpal-gumpal. Granula pati jagung agak lebih besar (sekitar 15 µm), berbentuk bulat ke arah poligonal. Granula tapioka berukuran lebih besar (sekitar 20 µm), berbentuk agak bulat dan pada salah satu bagian ujunnya berbentuk kerucut. Granula pati gandum cenderung berkelompok dengan berbagai ukuran. Ukuran normalnya adalah 18 µm, granula yang lebih besar berukuran rata-rata 24 µm dan granula yang lebih kecil berukuran 7-8 µm. Bentuk granula pati gandum adalah bulat sampai lonjong. Pati kentang berbentuk oval dan sangat besar, berukuran rata-rata 30-50 µm.

- Proses Pembuatan Tepung Tapioka

Tepung tapioka berbentuk butiran pati yang banyak terdapat dalam sel umbi singkong. Skema proses pembuatan tepung tapioka disajikan pada Gambar 2. Adapun urutan pengerjaan proses pembuatannya adalah sebagai berikut:

1. Pengupasan dan pencucian

Singkong terlebih dahulu dikupas kulitnya. Setelah singkong dikupas kemudian dicuci untuk menghilangkan lendir di bawah kulit. Pencucian dilakukan dalam bak permanen dan pencucian yang baik adalah air selalu mengalir terus menerus, dengan demikian air selalu diganti.

2. Pemarutan

Selesai pencucian, singkong dimasukkan dalam mesin pemarut untuk diparut menjadi bubur. Mesin parut terus menerus dicuci dengan air. Air ini mengalirkan bubur ke dalam

3

satu bak dan disinilah bubur dikocok. Dari bak bubur singkong dimasukkan ke alat yang

terbuat dari anyaman kawat halus.

3. Pemerasan dan penyaringan

Pemerasan dan penyaringan dilakukan dengan mesin (saringan getar). Alat penyaring

ini terbuat dari anyaman kawat halus atau selapis tembaga tipis yang berlubang kecil-

kecil. Bubur dimasukkan dalam alat dan pengairan terus berlangsung. Air dari

penyaringan ditapis dengan kain tipis yang dibawahnya disediakan wadah untuk

menampung aliran air tersebut. Di atas saringan ampas tertahan, sementara air yang

mengandung pati ditampung dalam wadah pengendapan.

Ubi Kayu Pengupasan Kulit

Air Pencucian Air Buangan

Pemarutan

Air Ampas/ OnggokPemerasan

Fraksi cair isolat patiPemisahan Pati

Pengeringan

Penggilingan

TepungTapioka

Gambar 2.2 Skema proses pembuatan tepung tapioka

4. Pengendapan

Pengendapan dimaksudkan untuk memisahkan pati murni dari bagian lain seperti

ampas dan unsur-unsur lainnya. Pada pengendapan ini akan terdapat butiran pati

termasuk protein, lemak, dan komponen lain yang stabil dan kompleks. Jadi akan sulit

memisahkan butiran pati dengan komponen lainnya. Bahkan ini terdapat berbagai

senyawa sehingga dapat menimbulkan bau yang khas. Senyawa alkohol dan asam

organik merupakan komponen yang mempunyai bau khas. Butiran pati yang akan

4

diperoleh berukuran sekitar 4-24 mikron (1 mikron sama dengan 0,001 mm). Sifat kekentalan

(viskositas) cairan tapioka tidak jauh berbeda dengan air biasa. Butiran pati yang berbentuk bulat

dan mempunyai berat jenis 1,5 dan butiran ini harus cepat diendapkan. Kecepatan endapan sangat

ditentukan oleh besarnya butiran pati, keasaman air rendaman, kandungan protein yang ikut,

ditambah zat koloidal lainnya. Pengendapan butiran (granula) umumnya berlangsung selama 24

jam dan akan menghasilkan tebal endapan sekitar 30 cm.

5. Pengeringan

Pengeringan disini dimaksudkan untuk menguapkan kandungan air sehingga diperoleh tepung

tapioka yang kering. Untuk itu endapan pati harus segera dikeringkan. Pengeringan bisa

menggunakan sinar matahari, atau pengeringan buatan. Pengeringan buatan yang sering

digunakan adalah batch drier, oven drier, cabinet drier, dan drum drier. Endapan pati yang

terbentuk semi cair ini mempunyai kandungan air sekitar 40 % dan dengan pengeringan langsung

akan bisa turun sampai 17%. Dalam pengeringan harus diperhatikan faktor suhu terutama yang

menggunakan panas buatan. Suhu jangan melebihi 70 - 80 0C. Gumpalan-gumpalan pati setelah

keluar dari pengeringan langsung dihancurkan guna mendapatkan tepung yang diinginkan.

Penghancuran dapat melalui rol atau disingrator. Hasil dari penghancuran ini masih berupa

tepung kasar. Untuk memperoleh tepung yang halus maka perlu disaring atau diayak.

- Pati Termodifikasi

Secara umum, pati terbagi menjadi dua kelompok yaitu pati asli dan pati termodifikasi. pati alami memiliki kekurangan yang sering menghambat aplikasinya di dalam proses pengolahan pangan, sehingga diperlukan modifikasi terhadap pati untuk menutupi kekurangannya. Pati termodifikasi adalah pati yang gugus OH-nya telah mengalami perubahan reaksi kimia (Munawaroh, 1998). Menurut Charalambous (1995), menyatakan bahwa amilosa dan amilopektin mempunyai perbedaan pada sifat kelarutannya dalam air. Amilosa sulit terlarut dan tidak stabil pada larutan air, membentuk agregat dan akan mengalami pengerasan (retrogradasi) tidak seperti amilopektin, karena cabang dari struktur lebih stabil dan lebih sedikit mengalami pengerasan.

Pada pengolahan pangan, produk pati dan turunan pati mempunyai nilai nutrisi dan memberikan sifat fungsional. Pati dan turunannya mengatur atau mengontrol keindahan dan sifat organoleptik dari beberapa proses pengolahan pangan. Penambahan pati termodifikasi atau turunan pati ke dalam makanan bertujuan untuk memudahkan proses pengolahan, pemberi tekstur, pengental, mengatur kadar air, konsistensi, dan stabilitas daya simpan serta menghasilkan kenampakan yang diinginkan (Hui, 1992).

Pati alami dapat dibuat menjadi pati termodifikasi atau modified starch, dengan sifat-sifat yang dikehendaki atau sesuai dengan kebutuhan. Di bidang pangan pati termodifikasi banyak digunakan dalam pembuatan salad cream, mayonnaise, saus kental, jeli mermable, produk-produk konfeksioneri (permen, coklat dan lain-lain), breaded food, lemon curd, pengganti gum arab dan lain-lain. Sedangkan di bidang non pangan banyak digunakan pada industri kertas (paper coating,surface sizing), industri tekstil (sizing,finishing printing thickening,laundry finishing), bahan bangunan (wall boards,acoustic additive wood pulp, isolasi) dan penggunaan lain misalnya sebagai bahan pencampuran pada pelarut insektisida dan fungisida, bahan pencampur sabun detergen dan sabun batangan.

Dewasa ini metode yang banyak digunakan untuk memodifikasi pati adalah modifikasi dengan asam, modifikasi dengan enzim, modifikasi dengan oksidasi dan modifikasi ikatan silang. Setiap metode modifikasi tersebut menghasilkan pati termodifikasi dengan sifat berbeda-beda. Modifikasi dengan asam akan menghasilkan pati dengan sefat lebih encer jika dilarutkan, lebih mudah larut, dan berat molekulnya lebih rendah. Modifikasi dengan enzim, biasanya menggunakan enzim alfaamilase, manghasilkan pati yang kekentalannya setabil pada suhu panas maupun pati dengan sifat lebih jernih, kekuatan regangan dan kekentalannya lebih rendah. Sedangkan modifikasi dengan ikatan silang menghasilkan pati yang kekentalannya tinggi jika dibuat larutan dan lebih tahan perlakuan mekanis.

Jadi modifikasi pati sering dilakukan oleh beberapa industri untuk memperbaiki kualitas dari produk yang menggunakan pati sebagai bahan dasarnya.  Modifikasi pati dilakukan untuk mengatasi sifat-sifat dasar pati alami yang kurang menguntungkan seperti yang akan dijelaskan di bawah ini, sehingga dapat memperluas penggunaannya dalam proses pengolahan pangan serta menghasilkan karakteristik produk pangan yang diinginkan. Beberapa kekurangan dari pati alami sendiri adalah:

-     Pati alami mudah mengalami sineresis (pemisahan air dari struktur gelnya) akibat terjadinya retrogradasi pati, terutama selama penyimpanan dingin. Sineresis ini akan menjadi masalah apabila pati alami digunakan pada produk pangan yang harus disimpan pada suhu rendah (pendinginan/pembekuan).

- Pati tidak tahan pada kondisi asam. Pati mudah mengalami hidrolisis pada kondisi asam yang mengurangi kemampuan gelatinisasinya. Pada kenyataannya banyak produk pangan yang bersifat asam dimana penggunaan pati alami sebagai pengental menjadi tidak sesuai, baik selama proses maupun penyimpanan. Misalnya, apabila pati alami digunakan sebagai pengental pada pembuatan saus, maka akan terjadi penurunan kekentalan saus selama penyimpanan yang disebabkan oleh hidrolisis pati.

- Kebanyakan pati alami tidak tahan pada pemanasan suhu tinggi. Dalam proses gelatinisasi pati, biasanya akan terjadi penurunan kekentalan suspensi pati (viscosity breakdown) dengan meningkatnya suhu pemanasan. Apabila dalam proses pengolahan digunakan suhu tinggi (misalnya pati alami digunakan sebagai pengental dalam produk pangan yang diproses dengan sterilisasi), maka akan dihasilkan kekentalan produk yang tidak sesuai (Pomeranz, 1985)

-     Pada umumnya pati akan menghasilkan viskositas suspense pati yang tidak seragam . Gelatinisasi pati alami sangat dipengaruhi oleh iklim dan kondisi fisiologis tanaman, sehingga jenis pati yang sama belum tentu memiliki sifat fungsional yang sama.

-     Pati alami tidak tahan proses mekanis. Dimana viskositas pati akan menurun adanya proses pengadukan yang terlalu lama.

-     Kelarutan pati yang terbatas di dalam air. Kemampuan pati untuk membentuk tekstur yang kental dan gel akan menjadi masalah apabila dalam proses pengolahan diinginkan konsentrasi pati yang tinggi namun tidak diinginkan kekentalan dan struktur gel yang tinggi.

Table. Sifat Granula Jenis PatiPati Tipe Diameter (µm) BentukJagung Biji-bijian 15 Melingkar, poliginalKentang Umbi-umbian 33 Oval, bulatGandum Biji-bijian 15 Melingkar, lentikulerTapioca Umbi-umbian 33 Oval, kerucut potong

Apabila granula pati dipanaskan di dalam air, maka energi panas akan menyebabkan ikatan hidrogen terputus, dan air masuk ke dalam granula pati. Air yang masuk selanjutnya membentuk ikatan hidrogen dengan amilosa dan amilopektin. Meresapnya air ke dalam granula menyebabkan terjadinya pembengkakan granula pati. Ukuran granula akan meningkat sampai batas tertentu sebelum akhirnya granula pati tersebut pecah. Pecahnya granula menyebabkan bagian amilosa dan amilopektin berdifusi keluar. Proses masuknya air ke dalam pati yang menyebabkan granula mengembang dan akhirnya pecah disebut dengan gelatinisasi, sedangkan suhu dimana terjadinya gelatinisasi disebut dengan suhu gelatinisasi. Pati yang telah mengalami gelatinisasi akan kehilangan sifat birefringence atau sifat merefleksiukan cahaya terpolarisasi sehingga di bawah mikroskop terlihat hitam putih. Kisaran suhu yang menyebabkan 90% butir pati dalam air panas membengkak sehingga tidak kembali ke bentuk normalnya disebut “Birefringence End Point Temperature” atau disingkat BEPT.

- Granula patia. Amilosa

Amilosa merupakan bagian polimer dengan ikatan α-(1,4) dari unit glukosa dan pada setiap rantai terdapat 500-2000 unit D-glukosa, membentuk rantai lurus yang umumnya dikatakan sebagai linier dari pati (Hee-Joung An, 2005). Karakteristik dari amilosa dalam suatu larutan adalah kecenderungan membentuk koil yang sangat panjang dan fleksibel yang selalu bergerak melingkar. Struktur ini mendasari terjadinya interaksi iodamilosa membentuk warna biru. Dalam masakan, amilosa memberikan efek keras bagi pati (Hee-Joung An, 2005). Struktur rantai amilosa cenderung membentuk rantai yang linear seperti terlihat pada Gambar 1.

Gb.1. Struktur Amilosa

b. Amilopektin

Sedangkan amilopektin adalah polimer berantai cabang dengan ikatan α-(1,4)-glikosidik dan ikatan α-(1,6)-glikosidik di tempat percabangannya. Setiap cabang terdiri atas 25 - 30 unit D-glukosa . Selain perbedaan struktur, panjang rantai polimer, dan jenis ikatannya, amilosa dan amilopektin mempunyai perbedaan dalam hal penerimaan terhadap iodin. Amilosa akan membentuk kompleks berwarna biru sedangkan amilopektin membentuk kompleks berwarna ungu-coklat bila ditambah dengan iodine (Hee-Joung An, 2005).

Amilopektin seperti amilosa juga mempunyai ikatan α-(1,4) pada rantai lurusnya, serta ikatan β-(1,6) pada titik percabangannya. Struktur rantai amilopektin cenderung membentuk rantai yang bercabang seperti terlihat pada Gambar 2.. Ikatan percabangan tersebut berjumlah sekitar 4–5 % dari seluruh lkatan yang ada pada amilopektin (Ann-Charlotte Eliasson, 2004). Biasanya amilopektin mengandung 1000 atau lebih unit molekul glukosa untuk setiap rantai. Berat molekul amilopektin glukosa untuk setiap rantai bervariasi tergantung pada sumbernya. Amilopektin pada pati umbi-umbian mengandung sejumlah kecil ester fosfat yang terikat pada atom karbon ke 6 dari cincin glukosa (Koswara, 2006).

Dalam produk makanan, amilopektin bersifat merangsang terjadinya proses mekar (puffing) dimana produk makan yang berasal dari pati yang kandungan amilopektinnya tinggi akan bersifat ringan, porus, garing dan renyah. Kebalikannya pati dengan kandungan amilosa tinggi, cenderung menghasilkan produk yang keras, pejal, karena proses mekarnya terjadi secara terbatas (Hee- Joung An, 2005 dalam Pudjihastuti, 2010).

Gb. 2. Struktur Amilopektin

Pada struktur granula pati, amilosa dan amilopektin ini tersusun dalam suatu cincin-cincin. Jumlah cincin dalam suatu granula kurang lebih berjumlah 16, ada yang merupakan cincin lapisan amorf dan cincin yang merupakan lapisan semikristal (Hustiany, 2006). Amilosa merupakan fraksi gerak, yang artinya dalam granula pati letaknya tidak pada satu tempat, tergantung dari jenis pati. Secara umum amilosa terletak diantara molekul-molekul amilopektin dan secara acak berada selang-seling diantara daerah amorf dan kristal (Oates, 1997).

2.2 Macam-Macam Modifikasi Pati

Metode dalam Modifikasi Pati            Ada banyak metode dalam modifikasi pati dalam rangka untuk memperbaiki sifat fungsionalnya. Beberapa metode yang biasa digunakan adalah:

Secara Enzimatis

Biasanya menggunakan enzim amylase. Modifikasi menggunakan enzim bisa melalui proses gelatinisasi terlebih dahulu atau tidak (untuk kondisi tertentu).Biasanya digunakan untuk maltodekstrin, sirup dan lain-lain.

Selain dengan metode langsung menambahkan enzim amylase (enzimnya mahal), ada lagi cara yang digunakan, yaitu dengan menambahkan mikroba yang menghasilkan enzim yang diinginkan, hal ini bisa lebih menghemat biaya karena lebih murah. Misalnya menggunakan mikroorganisme: microbacterium.

            Pati dapat dipecah menjadi unit-unit yang lebih kecil yaitu dengan memotong

ikatan-ikatan glikosidiknya. Salah satu enzim yang dapat memotong ikatan tersebut adalah

enzim α - amilase. Enzim α - amilase (α - 1,4 glukanhidrolase atau EC 3.2.1.1) terdapat pada

tanaman, jaringan mamalia, jaringan mikroba. α - amilase murni dapat diperoleh dari berbagai

sumber, misalnya dari malt (barley), air berbagai sumber, misalnya dari malt (barley), air liur

manusia

12

dan pankreas. Dapat juga diisolasi dari Aspergillus oryzae dan Bacillus subtilis dan c Bacillus licheformis (Reilly, 1985).

α - amilase adalah endo enzim yang kerjanya memutus ikatan α - 1,4 secara acak di

bagian dalam molekul baik pada amilosa maupun pada amilopektin. Sifat dan mekanisme

kerja enzim α - amilase tergantung pada sumbernya. Umumnya α - amilase memotong

ikatan di bagian tengah rantai sehingga menurunkan kemampuan pati mengikat zat warna

iodium. Hidrolisis dengan α - amilase menyebabkan amilosa terurai menjadi saltosa dan

maltotriosa. Pada tahap selanjutnya maltotriosa terurai kembali menjadi maltosa dan

glukosa (Walker dan Whelan dalam Fogarty, 1983).

Gambar 2.5 Rumus bangun maltosa

Cara kerja enzim α - amilase terjadi melalui dua tahap, yaitu : pertama, degradasi

amilosa menjadi maltosa dan amltrotriosa yang terjadi secara acak. Degradasi ini terjadi sangat

cepat dan diikuti dengan menurunnya viskositas yang cepat pula. Kedua, relatif sangat lambat

yaitu pembentukan glukosa dan maltosa sebagai hasil akhir dan caranya tidak acak. Keduanya

merupakan kerja enzim α - amilase pada molekul amilosa saja (Winarno, 1983).

Kerja α - amilase pada amilopektin akan menghasilkan glukosa, maltosa dan berbagai jenis α - limit dekstrin, yaitu oligosakarida yang terdiri dari cepat atau lebih residu gula yang semuanya mengandung ikatan α - 1,6 (Winarno, 1983). Aktivitas optimal dari enzim dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor penting yang berpengaruh di antaranya adalah pH dan suhu. Kisaran pH optimum untuk enzim α - amilase berkisar

antara 4,5 – 6,5 dan dengan kisaran suhu optimum 40 – 60 oC (ebookpangan, 2006). Enzim yang dihasilkan oleh kapang Aspergillus oryzae mempunyai aktivitas optimum pada pH 5,5

dan suhu 37 – 40 oC (Ebookpangan, 2006).

13

Enzim α - amilase merupakan enzim yang digolongkan sebagai enzim hidrolase.

Jenis ikatan polimer pada amilosa lebih mudah dipotong oleh enzim α - amilase daripada

jenis ikatan polimer yang amilopektin. Kerja enzim α - amilose dalam menghidrolisis pati

adalah dengan memotong ikatan α - amilase – 1,4, tapi tidak memotong α - 1,6

(ebookpangan, 2006)). Laju hidrolisis akan meningkat bila tingkat polimerisasi menurun,

dan laju hidrolisis akan lebih cepat pada rantai lurus. Hidrolisis amilosa lebih cepat

dibanding hidrolisis terhadap amilopektin (Ebookpangan, 2006).

Enzim α - amilase tidak mengandung koenzim, tapi merupakan kalsium metalo enzim dengan sekurang-kurangnya mengandung satu atau Ca per molekul enzim

(ebookpangan, 2006). Kulp (1975) dalam ebookpangan menyatakan adanya ion++ sangat

mempengaruhi ektivitas α - amilase. Ion Ca yang terikat dengan menggunakan zat pengkelat. Ion logas kalsium berfungsi mengkatalis aktifitas α - amilase, sehingga tahap terhadap perubahan suhu, pH, perlakuan urea atau adanya protease seperti pepsin, tripsin, substilin dan papain. Menurut Whitaker (1972) dalam ebookpangan, ion Ca tidak bekerja langsung dalam pembentukkan komplex enzim-substrat, tetapi mempertahankan molekul enzim tetap aktifitas dan stabilitas maksimum.

Modifikasi pati dengan menggunakan enzim α-amilase ukuran granula merupakan

faktor penting dalam hidrolisis karenan perbedaan luas permukaan, Valkel dan Hope (1963)

dalam ebookpangan memperlihatkan absorbsi amilase oleh granula pati sebanding dengan

luas permukaan dan α-amilase yang dapat mendegradasi granula sehingga dapat

dihidrolisis. Mc. Laren (1963) memperlihatkan bahwa kecepatan hidrolisis sebanding

dengan luas permukaan granula yang kontak dengan pelarut, jadi pada beberapa konsentrasi

pati dan pada tingkat konsentrasi enzim, kecepatan hidrolisis sebanding dengan luas

permukaan.

Hubungan antara komposisi dan sifat dari pati telah diteliti dengan menggunakan

sampel yang dipisah-pisahkan menurut ukuran butiran pati. Kandungan amilosa dari tiap

fraksi berbanding terbalik dengan diameter granula. Dalam hal ini terlihat bahwa makin luas

permukaan granula makin tinggi prosentase hidrolisis yang dihasilkan. Berarti kecepatan

hidrolisis oleh α-amilase berhubungan dengan ukuran dari butiran, karena adanya interaksi

antara luas permukaan dengan absorbsi enzim. Kecepatan hidrolisis menurun dengan

meningkatnya kadar amilosa. Kandungan amilosa tertinggi ditemukan pada butiran yang

paling kecil permukaannya daripada yang mempunyai permukaan yang luas. Hubungan

antara temperatur, entalphi gel dengan penurunan ukuran granula terhadap gelatinisasi

belum dapat dipastikan (Gluskey, et al., 1980) dalam ebookpangan.

14

Pada pati yang mempu nyai kadar amilosa tinggi, granulanya tahan terhadap α-

amilase (Gallant, et al., 1972 dan Sandstedt, et al., 1962) dalm ebookpangan, suhu

gelatinisasi yang tinggi. Wolf, et al. (1977) m emperlihatkan beberapa struktur pati

beramilosa tinggi tidak berubah setelah dimasak atau setelah dicerna oleh tikus atau

manusia, hal ini menunjukkan bahwa pati dengan amilosa tinggi mempunyai ketahanan

terhadap panas dan enzim yang tinggi.

Faktor – Faktor yang Berpengaruh terhadap Reaksi Enzimatik

Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas katalitik suatu enzim. Diantara faktor-faktor tersebut adalah pH, suhu, tenaga alir/ fluida (tenaga hidrodinamik, tekanan hidrostatik, dan tegangan antarmuka), pereaksi kimia, dan iradiasi (Djumali M. dan Ani S., 1994).

a. Pengaruh pH

Sebagian besar enzim sangat peka terhadap pH sehingga aktivitasnya tergantung pada

perubahan pH. Pengaruh pH ini dapat terjadi dengan cara perubahan strukkur protein, ionisasi protein, dan perubahan kemampuan pengikatnya serta pengaruh laju reaksi. Dalam analisa kinetik, hanya pengaruh terakhir yand dijadikan kajian.

Gambar 2.7 Kebergantungan aktivitas enzimatik terhadap pH17

Kurva aktivitas (gambar 6) menyajikan secara umum suatu nilai pH optimum yang mempunyai bentuk ’lonceng’ (a). Nilai pH optimum tergantung pada enzim dan ketergantungan ini dapat lebih atau kurang tajam (b). Untuk beberapa enzim, aktivitasnya tidak tergantung pada nilai pH tertentu. Daerah pH optimum beberapa enzim dapat dilihat

pada tabel 5 di bawah ini.

Tabel 2.5 Daerah pH Optimum Beberapa EnzimEnzim pH Optimum

α-amilase 5,3 - 5,9

Glukoamilase 4,5 - 5

Gluko-oksidase 5,5

Kolagenase 7,3 - 7,4

Lisosim 6,0 - 7,0

Fosfatase alkalis 9,0 - 10,0

Pepsin sekitar 2

(Djumali M. dan Ani S. , 1994)

b. Pengaruh suhu

Pengaruh suhu terhadap enzim ternyata agak kompleks, misalnya suhu yang terlalu tinggi dapat mempercepat pemecahan atau perusakan enzim. Sebaliknya, semakin tinggi suhu (dalam batas tertentu) semakin aktif enzim tersebut. Bila suhu naik terus, laju kerusakan enzim akan melampaui reaksi katalisis enzim (F.G. Winarno, 1984).

Pada umumnya semakin tinggi suhu, semakin naik laju reaksi kimia, baik yang

tidak dikatalisis maupun yang dikatalisis oleh enzim. Tetapi perlu diingat bahwa enzim

adalah protein, jadi semakin tinggi suhu proses inaktivasi enzim juga meningkat.

Keduanya mempengaruhi laju reaksi enzimatik secara keseluruhan (F.G. Winarno, 1984).

Kecuali enzim termostabil yang dapat aktif pada suhu tinggi, seperti beberapa amilase

(+/- 100ºC untuk α-amilase B. licheniformis). Enzim ini digunakan dalam likuifikasi

industri pati yang sebagian besar enzimnya tidak aktif pada suhu 55 - 60ºC (Djumali M.

dan Ani S. , 1994).

Gambar 2.8 Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzimatik

Secara Fisik

Secara fisik, modified starch dapat dibentuk dengan cara proses hydrothermal treatmen, autoclaving-cooling, ekstruksi dan pre gelatinisasi.

1. Hydrotermal TreatmentPrinsip metode ini menggunakan air dan panas untuk modifikasi pati. Annealing, yaiu dilakukan dengan mengkondisikan pati pada kadar air

tinggi (lebih dari 40%) kemudian dipanaskan pada suhu di bawah titik gelatinisasi.

Heat Moisture Treatment (HMT), yaitu dilakukan dengan cara memanaskan pati diatas titik gelatinisasinya pada kadar air yang terbatas (kurang dari 35%) dan dapat mengubah karakteristik gelatinisasi pati.

2. Autoclaving-CoolingMetode ini dilakukan dengan mensuspensikan pati dengan rasio penambahan air 1:5. Kemudian dipanaskan dengan menggunakan autoklaf pada suhu tinggi, setelah diautoklaf , suspense pati tersebut disimpan pada suhu rendah agar tidak terjadi retrogradasi. Untuk meningkatkan kadar pati resisten, siklus tersebut dilakukan berulang.

3. EkstruksiEkstruksi adalah suatu proses yang mengkombinasikan beberapa proses meliputi pencampuran, pemasakan, pengadonan, penghancuran, pencetakan, dan penbentukan. Adapun tujuan dari proses ekstruksi ini adalah untuk meningkatkan keragaman jenis produk pangan dalam bebagai bentuk, tekstur, warna, dan cita rasa. Proses ekstruksi dapat berupa pengolahan suhu rendah misalnya pada pasta atau pengolahan suhu tinggi misalnya snack.

4. Pre gelatinisasiPrinsip dari pre gelatinisasi sendiri adalah pati digelatinisasi kemudian

dikeringkan.Menghasilkan pati yang dapat terdispersi (larut) dalam air dingin. Biasanya digunakan untuk produk pangan yang instan, misalnya bubur instan, beras instan dll. Pati preglatinisasi adalah pati dimana kondisinya belum pecah atau masih mengembang sehingga suhu pregelatinisasi ini lebih rendah daripada suhu gelatinisasi. Pati pregelatinisasi ini masih dapat mengalami retrogradasi sehingga dapat kembali ke keadaan semula. Kalau pati sudah tergelatinisasi, keadaan fisik pati sudah tidak dapat kembali ke keadaan semula.

Proses Pregelatinisasi merupakan teknik modifikasi pati secara fisik yang paling sederhana yang dilakukan dengan cara memasak pati di dalam air sehingga tergelatinisasi, kemudian mengeringkan pasta pati yang dihasilkan dengan menggunakan spray dryer atau drum dryer yang berfungsi untuk mengeringakan suspensi pati yang berbentuk pasta sehingga dapat menjadi betuk padatan. Pati pregelatinisasi ini pada dasarnya dibuat dengan cara

merusak granula pati dengan bantuan air dan pemanasan. Proses pembuatan pati pregelatinisasi pada prinsipnya adalah pati dibuat larutan (suspensi), kemudian dipanaskan, lalu dikeringkan dan digiling, serta diayak. Adanya bahan-bahan selain pati yang larut dalam air dapat meningkatkan kelarutan bahan. Dari prose pregelatinisasi yang dijelaskan diatas, pati pregelatinisasi berbentuk padat, sifatnya jika diberi air kembali akan lebih mudah tergelatinisasi kembali. Oleh karena itu, pati pregelatinisasi banyak diterapkan pada produk-produk instan yang langsung dengan medah tergelatinisasi.

Menurut Thakkar dan Grady (1984), selain adanya bahan-bahan lain, kelarutan bahan dipengaruhi juga oleh suhu, keseimbangan larutan (ekuilibrasi) dan ukuran partikel bahan. Temperatur merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pregelatinisasi. Jika pati tidak dipanaskan pada temperatur yang sesuai maka derajat pengembangan granula pati tidak tepat dan tidak memberikan yang sifat yang diinginkan.

Sifat Pati Pregelatinisasi dilihat dari proses pembuatan yang dijelaskan diatas, pati pregelatinisasi berbentuk padat, sifatnya jika diberi air kembali akan lebih mudah tergelatinisasi kembali. Produk pregelatinisasi ini biasanya digunakan untuk produk-produk yang menggunakan pati gel yang dibuat dalam basis instan. Nama lain pati pregelatinisasi adalah precooked starch,pregelled starch, instant starch, cold water starch, dan cold water swellable starch. Pati alami memiliki kegunaan yang sangat terbatas dalam industri karena keterbatasan karakteristiknya, hal ini berbeda dengan pati pragelatinisasi. Menurut Inglet (1970), pati pregelatinisasi dapat digunakan pada produk pangan dan non pangan. Aplikasi pada produk non pangan adalah sebagai tambahan unutk mengontrol kehilangan air. Biasanya digunakan untuk tahap akhir pada industri tekstil, industri kertas. Selain itu, digunakan pula sebagai pellet pada pakan ternak. Hal ini dikarenakan pati pregelatinisasi yang didispersikan dalam air dingin akan menunjukkan kemampuan mengental dan kecenderungan membentuk gel yang lebih rendah dibanding dengan pati alami.

-          Secara Kimia

Ada banyak metode yang digunakan dengan menggunakan prinsip reaksi kimiawi, yaitu :

Hidrolisis AsamPati termodifikasi asam dibuat dengan menghidrolisis pati dengan

asam dibawah suhu gelatinisasi, pada suhu sekitar 52oC. Reaksi dasar meliputi pemotongan ikatan a-1,4-glukosidik dari amilosa a-1,6-D-glukosidik dari amilopektin, sehingga ukuran molekul pati menjadi lebih rendah dan meningkatkan kecenderungan pasta untuk membentuk gel . Pati termodifikasi asam memiliki viskositas pasta panas lebih rendah, kecenderungan retrogradasi lebih besar, ratio viskositas pasta pati dingin dari pasta pati panas lebih rendah, granula yang mengembang selama gelatinisasi dalam air panas lebih rendah, peningkatan stabilitas dalam air hangat di bawah suhu gelatinisasi dan bilangan alkali lebih tinggi (Klanarong Sriroth, 2002).

Dalam metode hidrolisis asam ini konsentrasi asam, temperatur, konsentrasi pati dan waktu reaksi dapat bervariasi tergantung dari sifat pati yang diinginkan. Molekul amylosa mudah terpecah dibanding dengan molekul amylopektin sehingga saat hidrolisa asam berlangsung akan menurunkan gugus amylosa. Thin-boiling Starch adalah pati termodifikasi yang diperoleh dengan cara hidrolisis dengan mengasamkan suspensi pati sampai pH tertentu dan memanaskan pada suhu tertentu sampai diperoleh derajat konversi yang diinginkan. Kegunaan utama thin-boiling starch adalah dalam larutan pembuatan gypsum wallboard, gum candies dan sizing tekstil (Atichokudomchaia dkk., 2000).

Dibandingkan dengan pati aslinya, pati termodifikasi asam menunjukkan sifat-sifat yang berbeda, seperti penurunan viskositas sehingga memungkinkan penggunaan pati dalam jumlah yang lebih besar, penurunan kemampuan pengikatan iodine, pengurangan pembengkakan granula selama gelatinisasi, penurunan viskositas intrinsic, peningkatan kelarutan dalam air panas di bawah suhu gelatinisasi, suhu gelatinisasi lebih rendah, penurunan tekanan osmotik (penurunan berat molekul), peningkatan rasio viskositas panas terhadap viskositas dingin dan peningkatan penyerapan NaOH (bilangan alkali lebih tinggi). Akan tetapi sama seperti pati alami, pati termodifikasi bersifat tidak larut dalam air dingin (Koswara, 2006).

Gb.3. Reaksi Hidrolisis Pati dengan Asam

Ikatan Silang (Cross Linking)Pati termodifikasi ini diperoleh dengan cara mereaksikan pati dengan

reagen bi atau polifungsional seperti sodium trimetaphosphate, phosphorus oxychloride, epichlorohydrin sehingga dapat membentuk ikatan silang pada molekul pati. Reagen tersebut juga dapat digabung dengan asetat anhidrat dan

asam dikarboksilat membentuk pati modifikasi ganda. Karakteristik dari pati cross-linking adalah suhu gelatinisasi pati menjadi meningkat, pati tahan pada pH rendah dan pengadukan (Miyazaki, 2006).

Metode cross-linking bertujuan menghasilkan pati yang tahan tekanan mekanis, tahan asam dan mencegah penurunan viskositas pati selama pemasakan sedangkan metode esterifikasi-asetat bertujuan menstabilkan viskositas pati, menjernihkan pasta pati, mengurangi retrogradasi dan menstabilkan pati pada suhu rendah (Atichokudomchaia dkk, 2000). Cross-linking dipakai apabila dibutuhkan pati dengan viskositas tinggi atau pati dengan ketahanan geser yang baik seperti dalam pembuatan pasta dengan pemasakan kontinu dan pemasakan cepat pada injeksi uap. Pati ikatan silang dibuat dengan menambahkan cross-linking agent dalam suspensi pati pada suhu tertentu dan pH yang sesuai. Dengan sejumlah cross-linking agent, viskositas tertinggi dicapai pada temperatur pembentukan yang normal dan viskositas ini relatif stabil selama konversi pati. Peningkatan viskositas mungkin tidak mencapai maksimum tapi secara perlahan-lahan meningkat sampai pemasakan normal, dan ini tidak untuk semua pati karena ada bahan lain terdapat dalam pati yang dapat mempercepat dan memperluas pengembangan misalnya gula (Koswara, 2006).

Seperti pada umumnya pati yang dipakai dalam industri ditentukan oleh sifat rheologi dari pasta pati yang dihasilkan dari pati tersebut seperti viskositas, kekuatan gel, kejernihan, dan kestabilan rheologi. Cross-linking menguatkan ikatan hidrogen dalam granula dengan ikatan kimia yang berperan sebagai jembatan diantara molekul-molekul. Sebagai hasilnya, ketika pati cross-linked dipanaskan dalam air, granula-granulanya akan mengembang sehingga ikatan hidrogennya akan melemah. Tahapan proses reaksinya seperti yang ada pada Gambar 4 ( Miyazaki, 2006).

Gb. 4. Reaksi Cross Linking pada Pati

Pada modifikasi pati metode cross-linking, salah satu pereaksi yang dapat digunakan adalah STPP (Sodium Tri Poli Phosphat). Kegunaan pati jenis ini sebagai pie filling, pengalengan, gravy dan saus, pembuatan makanan bayi, salad dressing, sizing textile dan kertas ( Miyazaki, 2006).

Pati ikatan silang dibuat dengan menambahkan cross-linking agent dalam suspensi pati pada suhu tertentu dan pH yang sesuai. Jenis cross-linking agent telah banyak digunakan seperti hepikhlorohidrin, tri-meta phospat dimana keduanya sering dipakai untuk pembuatan makanan dan juga industri pati. Cross-linking agent lain dipakai dalam industri adalah aldehid, di-aldehid, vynil sulfon, di-epoksida, 1,3,5 tri-khloro, 1,3,5 tri-akril-5-triazin, n-metil etilen bis-akrilamid, bis-hidroksi metil etiln urea.

Oksidasi PatiPati dapat dioksidasi dengan aktivitas dari beberapa zat pengoksidasi dalam

suasana asam, netral atau larutan alkali. Menurut FDA (Food and Drugs Administration) zat pengoksidasi diklasifikasikan sebagai pemutih dan oksidan untuk pemutih yang diizinkan adalah oksigen aktif dari peroksida atau khlorin dari natrium hipokhlorida, kalium permanganat, ammonium persulfat (Koswara, 2006).

Penurunan viskositas pati karena proses oksidasi akan menyebabkan produk lebih mudah dioksidasi lagi menjadi turunannya (derivatnya) dan pengaruh yang sama dapat dihasilkan dari oksidasi derivat pati atau menderivatkan pati teroksidasi, misalnya; pati terposforilasi yang dibuat dengan mempergunakan NaOH dengan produk reaksi dari epikhlorohidrin dan amina tertier. Produk derivat ini dioksidasi dengan NaOCI, menghasilkan produk yang sangat baik untuk pelapis kertas (Tharanathan et al., 2005). Salah satu proses reaksi oksidasi seperti yang terlihat pada Gambar 5 (Miyazaki, 2006).

Gb.5. Reaksi Oksidasi pada Pati

SubstitusiMetode subtitusi ini bertujuan untuk  mencegah retrogradasi, menurunkan suhu

gelatinisasi, stabilisasi pati selama penyimpanan, pasta lebih jernih. Biasanya cocok untukrefrigerated dan frozen food, penstabil. Tetapi metode ini tidak sesuai untuk pangan dengan kadar protein yang tinggi.  Metode yang biasa digunakan adalah dengan cara mensubstitusi gugus OH pati dengan gugus tertentu sepeti asetat, octenylsucci-nate (OSA), fosfat, hidroksipropil

Hasil dari produk ini adalah suhu gelatinisasi lebih rendah, meningkatkan viskositas, menurunkan retrogradasi, pati dengan derajat substitusi tinggi sangat stabil pada pembekuan dan thawing, pasta yang dihasilkan lebih jernih, struktur dalam granula lebih longgar sehingga pemasakan lebih cepat.

Prinsip Dasar Untuk Memperoleh Produk Pati Termodifikasi1. Thin Boiling Starch diperoleh dengan cara mengasamkan suspensi pati pada pH

tertentu dan memanaskannya pada suhu tertentu sampai diperoleh derajat konversi atau modifikasi yang diinginkan. Kemudian dilakukan penetralan, penyaringan, pencucian, dan pengeringan. Pengaruh dari pH dan sushu sehingga menyebabkan sebagaian pati terhidrolisis menjadi dekstrin maka dihasilkan pati dengan viskositas yang rendah.

2. Pati teroksidasi, diperoleh dengan cara mengoksidasi pati dengan senyawa-senyawa pengoksidasi (oksidan) dengan bantuan katalis yang umumnya adalah logam berat atau garam dari logam berat yang dilakukan pada pH tertentu, suhu dan waktu reaksi yang sesuai.

3. Pregelatinized Starch, pati ini diperoleh dengan cara memasak pati pada suhu pemasakan, kemudian mengeringkannya dengan menggunakan rol-rol (drum drying) yang dipanaskan dengan cara melewatkannya. Pregelatinisasi pati mempunyai sifat umum yaitu terdispersi dalam air dingin. Parameter pengeringan seperti rol dan gap

antar rol dapat mempengaruhi sifat dan karakteristik dari pati yang diperoleh seperti, produk yang halus dan lembut memberikan viskositas yang tinggi dari dispersi tetapi cenderung menyerap air terlalu cepat menyebabkan produk menjadi lembek, hal ini dapat dicegah dengan pemberian hidrofobik agent pada partikel. Bentuk dan karakteristik densitas mempengaruhi karena terbentuknya lapisan yang tebal dan padat serta mempunyai tingkat absorbsi air yang rendah, viskositas pasta panas yang tinggi dan viskositas pasta dingin yang rendah.

4. Pati ikatan silang (cross-lingking), dimana pati ini diperoleh dengan cara perlakuan kimia yaitu dengan penambahan cross-lingking agent yang dapat menyebabkan terbentuknya ikatan-ikatan (jembatan) baru antar molekul di dalam pati itu sendiri atau diantara molekul pati yang satu dengan molekul pati yang lain.

5. Dekstrin, dibuat dari pati melalui proses enzimatik atau proses asam yang disertai perlakuan pemanasan. Sifat-sifat yang penting dari dekstrin ialah viskositas menurun, kelarutan dalam air dingin meningkat dan kadar gula menurun.

6. Turunan pati, pati termodifikasi ini dibuat dengan mereaksikan pati dengan pereaksi monofungsional untuk memasukkan gugus-gugus pengganti pada gugus hidroksil. Kegunaan proses ini adalah utnuk menstabilkan amilosa dan amilopektin, untuk memperoleh sifat-sifat fungsional yang spesifik. Dengan memasukkan gugus (asetat, hidroksipropil, dan sebagainya) ke dalam molekul, maka sifat-sifat pati akan berubah.

7. Siklodekstrin (CD), merupakan produk pati modifikasi yang berbentuk siklis (ring) yang mengandung 6 – 12 unit glukosa. CD alpha, betha, dan gamma masing-masing mengandung 6, 7, dan 8 unit glukosa. CD dibuat dari pati dengan bantuan enzim cyclomaltodextrin glucanotransferase (CGTase). CD dapat pula dimodifikasi secara kimia sehingga kelarutannya meningkat dalam air atau depolimerasi menjadi copolimer yang tidak larut. CD mempunyai sifat yang menarik yaitu dapat melindungi molekul-molekul lain dalam ringnya, oleh karena itu CD dapat melindungi emulsi dan bahan-bahan yang sensitive terhadap cahaya, oksigen, dan panas. Aplikasi CD dalam pangan, melindungi bahan flavouring dan flavor. Supaya rempah-rempah tidak menguap, menutup rasa pahit pada jus buah, meningkatkan stabilitas emulsi minyak (melindungi minyak dari oksidasi), meningkatkan kemampuan berbusa dari putih telur, mengontrol, dan menutupi warna produk, mencegah pengendapan dalam minuman ringan dan buah dalam kaleng dan banyak lagi pemakaian lainnya.

2.3 Aplikasi Modifikasi Pati pada Produk Pangan

Banyak produk serealia yang menggunakan teknik pre-gelatinisasi untuk meningkatkan kualitas dari sifat pati alami itu sendiri. Beberapa contohnya adalah:

1. Pembuatan Mie Instan dari Jagung

Pada pembuatan produk mi dari bahan non terigu, misalnya mi dari tepung jagung, diperlukan proses pengukusan adonan yang bertujuan untuk menggelatinisasi pati. Pati yang tergelatinisasi tersebut akan berperan sebagai bahan pengikat dalam proses pembentukan lembaran dan untaian mi. Hal ini dikarenakan protein pada tepung jagung yang sebagian besar terdiri atas zein dan glutelin (zeanin) tidak mampu membentuk massa yang elastis dan kohesif jika hanya ditambahkan air saja. Berbeda halnya dengan protein gluten (gliadin dan glutenin) pada terigu yang dapat bereaksi dengan air membentuk massa yang elastis dan kohesif. Namun demikian, pengukusan adonan ini hanya bertujuan agar pati mengalami gelatinisasi sebagian (pregelatinisasi). Bila pati telah mengalami gelatinisasi sempurna, maka adonan yang dihasilkan akan menjadi lengket saat pembentukan lembaran mi.

Pada proses gelatinisasi, ikatan hidrogen yang mengatur integritas struktur granula pati akan melemah. Terdapatnya gugus hidroksil yang bebas akan menyerap molekul air sehingga terjadi pembengkakan granula pati. Ketika granula mengembang, amilosa akan keluar dari granula. Granula hanya mengandung amilopektin,  rusak, dan terperangkap dalam matriks amilosa membentuk gel (Harper, 1981). 

Faktor penting yang harus diperhatikan selama pengukusan adalah suhu dan waktu proses. Kedua parameter ini akan mempengaruhi jumlah pati yang tergelatinisasi dalam adonan. Selain itu, jenis dan ukuran alat pengukus yang digunakan juga akan mempengaruhi kecukupan dan pemerataan panas dalam adonan. Pada penelitian ini,

proses pengukusan dilakukan dengan menggunakan uap panas bersuhu 90-100o C yang berasal dari pemanasan air menggunakan  kompor. Sedangkan lama waktu pengukusan dapat bervariasi tergantung jumlah adonan yang dimasak,

2. Pembuatan Beras instan

Beras instan adalah beras yang secara cepat dapat diubah menjadi nasi. Pemasakan beras menjadi nasi secara cepat, yaitu dengan cara merehidrasi nasi kering dengan air mendidih selama beberapa waktu sehingga diperoleh nasi yang siap dikonsumsi. Waktu pemasakan  diperlukan beras instan  sekitar 5-8 menit.

Beras instan lebih tahan terhadap serangan serangga dan jasad renik dibandingkan dengan beras giling biasa. Cara pembuatan nasi instan adalah:

1.      Beras mula-mula direndam dalam air sampai kadar airnya menjadi 30 %, kemudian dimasak dengan air panas sampai kadar air 50 - 60 % dengan atau tanpa menggunakan uap. Kemudian, perebusan atau pengukusan diteruskan sampai kadar airnya menjadi 60 - 70 % dan kemudian dikeringkan dengan hati-hati sampai kadar airnya mencapai 8-14 % dengan menjaga agar struktumya berpori-pori. Modifikasi yang dilakukan terhadap cara ini antara lain dengan perlakuan panas kering pendahuluan untuk membuat berpori-pori butir-butir beras sebelum dimasak dan dikeringkan.

2.      Beras direndam, direbus, dikukus atau dikukus dengan tekanan untuk membuat butir-butir beras tergelatinisasi, dikeringkan dengan suhu yang rendah untuk menghasiikan butir-butir beras yang agak berat dan mengkilat, kemudian diberi perlakuan dengan

pengembangan pada tekanan dan suhu tinggi untuk memperoleh struktur berpori-pori yang diinginkan.

3.   Beras dipregelatinisasi, digiling atau ditekan untuk memperoleh butiran yang agak gepeng dan kemudian dikeringkan untuk memperoleh butiran beras yang relatif kering dan mengkilat

4.   Beras diberi perlakuan dengan udara panas yang mengaiir cepat pada suhu 65,6 - 315,6°C untuk membuat proses dekstrinasi pati dalam beras, membuat berpori-pori atau mengembangkan butiran beras. Dalam proses ini tidak ada perlakuan pemasakan atau pengukusan.

5.   Beras diaron, kemudian dibekukan, dtfhawing (dicairkan kembali) dan dikeringkan. Metode ini sering dikombinasikan dengan metode 1, 2 dan 3.

6.      Metode Gun Puffing yang merupakan kombinasi dari periakuan-perlakuan pendahuluan terhadap beras dengan pengunaan suhu dan tekanan tinggi, diikuti dengan pengeluaran secara cepat ke dalam ruangan yang tekanannya lebih rendah (biasanya ke ruangan tekanan atmosfir atau ruang hampa).

7.      Nasi masak dengan pengeringan beku.

3. Beras Jagung Instan

Dalam rangka mengembangkan jagung menjadi pangan pokok, diperlukan teknologi pengolahan untuk menghasilkan produk jagung yang dapat diterima secara organoleptik serta praktis atau sudah cara persiapannya. Salah satu produk yang dapat dikembangkan adalah beras jagung instan.

Beras jagung instan adalah beras jagung yang siap dimasak menjadi nasi jagung instan. Pemasakannya cukup dengan air direbus atau susu dalam waktu singkat. Produk yang memiliki rasa sama dengan nasi jagung yang diolah secara tradisional ini siap dimasak dalam waktu 5 menit. Produk ini dibuat melalui proses penggilingan biji jagung yang diikuti dengan proses pre-gelatinisasi (pre-cooking) dan pengeringan. Produk nasi jagung instan telah diuji dan dapat diterima secara organoleptik oleh konsumen (Anonim, 2008).

Menurut Suarni (2005), cara pembuatannya, jagung pipilan digiling kasar, lalu diayak menggunakan ayak dengan ukuran lubang 1,4 mm. Fraksi yang lolos ayakan adalah dedak, kemudian ditampi untuk menghilangkan kotoran, lalu dicuci, dan direndam selama dua jam, seterusnya ditiriskan, dikeringkan hingga permukaan kering. Rebus hingga terbentuk bubur, ditandai oleh mengentalnya adonan. Kemudian bubur jagung didinginkan, lalu dikemas dalam plastik. Masukkan kemasan tersebut ke dalam freezer (Suhu -200C). Setelah pembekuan selama 24 jam lalu produk dilunakkan (thawing) dengan perendaman air yang diganti setiap lima menit. Kemudian bubur jagung dikeringkan pada suhu 60-700C selama tiga jam. Pengemasan beras jagung instan dengan kemasan plastik. Dengan sentuhan teknologi, pengolahan jagung menjadi jagung instan (bahan baku bassang) akan mempersingkat waktu penyiapan dari 15-18 jam menjadi 1/2 jam. Produk jagung instan cepat mengalami kerusakan, maka diperlukan upaya untuk memperpanjang masa simpan, yaitu dengan cara pemberian kemasan yang sesuai.

Proses instanisasi pada beras padi dapat diterapkan pada beras jagung. Pada proses instanisasi beras jagung (bahan bassang) dilakukan tahapan-tahapan sebagai berikut: perendaman, pengeluaran kulit, pengukusan (steaming), dan pengeringan (drying). Perendaman bertujuan untuk memperoleh absorbsi yang cepat dan seragam dari air (Tawali et al. 2003).

a. Pembuatan Bakso Daging Sapi

Menurut hasil penelitian Widyastuti, dkk (2011), penggunaan pati modifikasi dapat meningkatkan kualitas bakso daging sapi. Disarankan bahwa untuk pengolahan bakso daging sapi dengan kualitas baik dapat menggunakan bahan pengisi tapioka 10 persen atau pati kentang 5 persen dengan suhu perebusan 90oC, dan untuk meningkatkan kualitas bakso dapat digunakan bahan pengisi kombinasi antara tapioka alami dan tapioka modifikasi (5 ;5, p/p) atau pati kentang modifikasi 5 persen.

e. Pasta Cabai

Pasta cabai merupakan salah satu usaha diversifikasi produk olahan cabai merah dengan penambahan bahan-bahan lain seperti asam sitrat, natrium benzoat sebagai pengawet, dan untuk mempertahankan konsistensi pasta cabai digunakan bahan pengental. Bahan pengental yang umum digunakan adalah dari kelompok pati. Pati yang selama ini digunakan sebagai bahan pengental mempunyai beberapa kelemahan. Untuk mengatasi kelemahan pati, maka dilakukan modifikasi pati dengan menambahkan bahan kimia tertentu. Dengan adanya pati modifikasi dapat menghasilkan pasta yang tahan pada perlakuan panas, pengadukan dan asam, dan memperbaiki stabilitas pati dibawah kondisi pengolahan yang keras.

Dari hasil penelitian Arbaningsih (2003), didapatkan kombinasi perlakuan terbaik yaitu; jenis pati modifikasi dari tapioka dengan konsentrasi 2% dan didapatkan kadar air pasta cabai sebesar 73,58%, dengan total padatan sebesar 29,7 % dengan viskositas sebesar 3823,33 poise. Kadar total karoten pasta cabai sebesar 0,673%, dengan kadar vitamin C sebesar 3,55 % dan NKA sebesar 9,73 % dan NPA 61,96%, serta penilaian organoleptik kenampakan 3,4 (menarik), warna 4,45 (merah), dan aroma 2,9 (menyengat).

Pembuatan Permen Jeli

Pati bisa menjadi alternatif nabati pembentuk gel dalam pembuatan permen jeli. Namun, pati alami memiliki beberapa kelemahan seperti membentuk kekentalan produk yang terlalu tinggi serta tidak tahan panas, asam, dan pengadukan saat diolah. Sifat-sifat ini tak diinginkan dalam pembuatan permen jeli.

Menurut penelitian Universitas Sao Paulo State di Amerika, pati yang dimodifikasi dengan asam (acid hydrolyzed modified starch) dapat digunakan sebagai alternatif dengan proporsi tertentu terhadap jumlah gelatin yang digunakan.

Pati jagung modifikasi tersebut memiliki kekentalan yang rendah meski digunakan dalam jumlah lebih besar. Hal ini penting dalam pembuatan permen jeli. Permen yang dihasilkan juga memiliki tekstur, rasa, dan tampilan lebih menarik.

Penggunaan pati termodifikasi asam memiliki prospek cerah di industri pangan, khususnya permen jeli. Permintaan konsumen akan produk yang menarik, inovatif, dan halalpun dapat terpenuhi.

Bagaimanapun juga, perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui jumlah pati modifikasi yang diperlukan untuk menghasilkan permen jeli dengan karakteristik yang diinginkan tanpa memakai gelatin.

Pati bisa menjadi alternatif nabati pembentuk gel dalam pembuatan permen jeli. Namun, pati alami memiliki beberapa kelemahan seperti membentuk kekentalan produk yang terlalu tinggi serta tidak tahan panas, asam, dan pengadukan saat diolah. Sifat-sifat ini tak diinginkan dalam pembuatan permen jeli.

Menurut penelitian Universitas Sao Paulo State di Amerika, pati yang dimodifikasi dengan asam (acid hydrolyzed modified starch) dapat digunakan sebagai alternatif dengan proporsi tertentu terhadap jumlah gelatin yang digunakan.

Pati jagung modifikasi tersebut memiliki kekentalan yang rendah meski digunakan dalam jumlah lebih besar. Hal ini penting dalam pembuatan permen jeli. Permen yang dihasilkan juga memiliki tekstur, rasa, dan tampilan lebih menarik.

Penggunaan pati termodifikasi asam memiliki prospek cerah di industri pangan, khususnya permen jeli. Permintaan konsumen akan produk yang menarik, inovatif, dan halalpun dapat terpenuhi.

Pembuatan Bihun Jagung

Bihun Jagung dimana bahan dasarnya adalah Jagung yang unggul (Hibrida) dan hasilnya lebih mengembang dari pada bihun Beras. Jagung merupakan jenis komoditas yang mempunyai banyak manfaat dan bagus untuk kesehatan bila mengkunsumsinya, dan Jagung banyak tumbuh subur di negara Indonesia. selanjutnya mengenai pengolahan Bihun Jagung ini lebih canggih dimana proses produksi dari awal dan sampai akhir di jalankan oleh mesin sehingga

kehigienisan dan kebersihannya sangat terjamin karena tidak ada terjadi kontak langsung dengan tangan manusia. Bihun Jagung diproses dari pati jagung (Cornstarch) murni 100% tanpa ada campuran yang lain hanya ditambahkan dengan air sehingga dari hasilnya mendapatkan sifat dasar jagung yaitu kenyal. Dan dilihat dari proses pembuatanya Bihun jagung tidak menggunakan zat pengawet dan zat lilin sehingga aman sekali untuk di konsumsi oleh semua orang dari segala usia. untuk mengasilkan satu keping Bihun Jagung dibutuhkan waktu sekitar 30 menit, cukup lama juga ya! ini dikarenakan proses pemasakan yang panjang dan cukup detail makanya membutuhkan waktu yang lama sampai menghasilkan satu bungkus Bihun Jagung.

BAB IIIPENUTUP

3.1 Kesimpulan

Untuk memenuhi kebutuhan pati dalam industri pengolahan pangan maupun industri, dibutuhkan adanya suatu proses modifikasi agar dihasilkan produk pati termodifikasi dengan sifat rheologi dan psikokimia sesuai dengan kebutuhan. Proses modifikasi dapat dilakukan dengan cara hidrolisis asam, hidrolisis enzim, ikatan silang, oksidasi pati dan secara fermentasi (biologi). Dengan adanya teknologi modifikasi pati diharapkan sumber pati alami yang tersedia cukup banyak di Indonesia dapat dimanfaatkan secara optimal.

DAFTAR PUSTAKA