30
Pengawasan Bibliografi Standard Terbitan Berkala Standarisasi adalah usaha bersama membentuk standar. Standar adalah sebuah aturan, biasanya digunakan untuk bimbingan tetapi dapat pula bersifat wajib (paling sedikit dalam praktek), memberi batasan spesifikasi dan penggunaan sebuah objek atau karakteristik sebuah proses dan/atau karakteristik sebuah metode. 1 Pengawasan bibliografi ialah usaha pengembangan dan pemeliharaan suatu sistem pencatatan bagi semua bentuk bahan, baik yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan, yang berbentuk bahan tercetak, bahan audiovisual maupun bentuk lain, yang menambah khazanah pengetahuan dan informasi. Pengawasan ini perlu agar informasi rekam dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin. A. Standar ISO dan SNI Dengan adanya globalisasi informasi, diperlukan adanya standardisasi penerbitan ilmiah. Sehubungan dengan hal itu, Indonesia telah menerbitkan standar penampilan terbitan berkala yaitu SNI 19-1950-1990, yang mengacu pada standar internasional ISO 8-1977. Standar tersebut antara lain memuat ketentuan- ketentuan mengenai informasi yang harus tercantum pada halaman sampul, halaman judul, daftar isi, halaman teks, cara menentukan judul terbitan berkala, menulis nomor terbitan berkala, volume 1 Sulistyo Basuki, Pengantar Dokumentasi: mulai dari perkembangan istilah, pemahaman jenis dokumen, diikuti dengan pengolahan dokumen, disusul teknologi informasi dan komunikasi sampai dengan jasa pemencaran informasi serta diakhiri dengan etika profesi (Bandung: Rekayasa Sains, 2004), h.345. 1

MAKALAH STANDARISASI

Embed Size (px)

Citation preview

Pengawasan Bibliografi Standard Terbitan Berkala

Standarisasi adalah usaha bersama membentuk standar. Standar adalah sebuah aturan,

biasanya digunakan untuk bimbingan tetapi dapat pula bersifat wajib (paling sedikit dalam

praktek), memberi batasan spesifikasi dan penggunaan sebuah objek atau karakteristik sebuah

proses dan/atau karakteristik sebuah metode.1

Pengawasan bibliografi ialah usaha pengembangan dan pemeliharaan suatu sistem

pencatatan bagi semua bentuk bahan, baik yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan, yang

berbentuk bahan tercetak, bahan audiovisual maupun bentuk lain, yang menambah khazanah

pengetahuan dan informasi. Pengawasan ini perlu agar informasi rekam dapat dimanfaatkan

seoptimal mungkin.

A. Standar ISO dan SNI

Dengan adanya globalisasi informasi, diperlukan adanya standardisasi penerbitan ilmiah.

Sehubungan dengan hal itu, Indonesia telah menerbitkan standar penampilan terbitan berkala

yaitu SNI 19-1950-1990, yang mengacu pada standar internasional ISO 8-1977. Standar tersebut

antara lain memuat ketentuan-ketentuan mengenai informasi yang harus tercantum pada halaman

sampul, halaman judul, daftar isi, halaman teks, cara menentukan judul terbitan berkala, menulis

nomor terbitan berkala, volume terbitan berkala, dan lain-lain. Hasil kajian terhadap 288 judul

majalah ilmiah dan semi ilmiah Indonesia menunjukkan bahwa tak satupun terbitan yang

sepenuhnya memenuhi standar, dan hanya 10,42% terbitan yang mendekati standar.2

Berikut ini adalah beberapa organisasi standarisasi:

1. Standar ISO

Organisasi standardisasi internasional adalah International Organization for

Standarization, disingkat ISO, bermarkas di Jenewa, Swiss. Semula namanya

Internasional Federation of the National Standardizing Association, dikenal dengan

istilah Perancisnya ISA, berdiri pada tahun 1926. Kemudian pada tahun 1947 namanya

1 Sulistyo Basuki, Pengantar Dokumentasi: mulai dari perkembangan istilah, pemahaman jenis dokumen, diikuti dengan pengolahan dokumen, disusul teknologi informasi dan komunikasi sampai dengan jasa pemencaran informasi serta diakhiri dengan etika profesi (Bandung: Rekayasa Sains, 2004), h.345. 2 Sri Purnomowati. “Penampilan Majalah Ilmiah: Standard an Penerapannya.” Vol. 27, No. l (April 2003) h 20

1

berubah menjadi International Standars Organization (ISO) sampai sekarang. ISO

bertujuan untuk memperoleh persetujuan dunia untuk standar internasional dengan

maksud memperluas perdagangan, perbaikan mutu, peningkatan produktifitas dan

penurunan harga.3

Penyebaran standar merupakan tanggung jawab badan standarisasi internasional

yang bersangkutan serta menerbitkannya dalam bulletin berkala (biasanya bulanan) serta

mengumumkannya ke pers. Dengan melalui media inilah umum memperoleh informasi

mengenai standar baru. Informasi mengenai standar yang ada dalam bidang tertentu

dimuat dalam Catalogue of Standards diterbitkan dan diremajakan secara berkala oleh

ISO.

Standarisasi berfungsi sebagai pemandu atau patokan, seringkali hanya diterapkan

pada aspek penting dari sebuah produk atau proses, sehingga pemakai dapat

menyesuaikan dirinya. Kriteria untuk memilih efektivitas standar adalah:

a. Tingkat yang sesuai dengan kebutuhan yang dirancang sebelumnya

b. Kemudahan penerapannya

c. Instruksi standar yang tepat serta tidal bersifat taksa

d. Pemakai mudah menerimanya

e. Apabila diterapkan pada masyarakat yang berbeda-beda atau situasi tertentu akan

mempunyai hasil yang sama.4

Urut-urutan standar ISO dimulai dari yang paling atas adalah sebagai berikut:

i. Standar

ii. Rekomendasi

iii. Peraturan, pedoman, kodeks

iv. Panduan, glosari, buku pegangan

Standar merupakan produk standarisasi ISO yang paling tinggi karena sudah

memperoleh persetujuan nasional atau Negara anggota, Dibawahnya adalah rekomendasi

3 Sulistyo Basuki, Pengantar Dokumentasi: mulai dari perkembangan istilah, pemahaman jenis dokumen, diikuti dengan pengolahan dokumen, disusul teknologi informasi dan komunikasi sampai dengan jasa pemencaran informasi serta diakhiri dengan etika profesi (Bandung: Rekayasa Sains, 2004), h.3474 Sulistyo Basuki, Teknik dan Jasa Dokumentasi (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992), h.198

2

yang merupakan saran ISO bagi Negara anggota. Karena sifatnya rekomendasi maka

sebagai produk pembakuan, rekomendasi tidak harus diterima oleh Negara anggota.

Standar untuk dokumentasi terbagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu:

i. Pedoman atau model sebagai alat ukur sebuah jasa. Salah satu contoh ialah

standar jasa perpustakaan dan dokumentasi.

ii. Peraturan yang harus dilaksanakan secara taat asas. Contohnya ialah peraturan

pengatalogan untuk berbagai jenis dokumen.

iii. Spesifikasi untuk standar teknis. Salah satu contoh ialah struktur format,

himpunan huruf

Standar yang dihasilkan harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a) Berwibawa artinya dipercaya dalam bentuk, isi dan sumbernya.

b) Dapat dijadikan alat untuk mengukur jasa informasi

c) Realistis artinya standar tersebut dapat diterima masyarakat dan dapat

dilaksanakan

d) Mudah diperoleh artinya pemakai dapat memperoleh standari dari berbagai

tempat.

Dalam hal standar ISO pembaca perlu mengetahui beberapa singkatan yang lazim

digunakan seperti berikut:

ISO nomor ….. tahun ….. -Standar internasional dari ISO

ISO/R nomor ….. tahun….. -Rekomendasi ISO

DP -Draft Proposal dari ISO

DIS -Draft International Standar dari ISO

Sebuah draft proposal adalah sebuah dokumen yang masih dikaji oleh komisi

teknik ISO. Bila telah mencapai kesepakatan di antara anggota komisi teknik, maka draft

proposal berubah menjadi draft Internasional Standard disingkat DIS. Pada tahap ini,

naskah DIS disebarkan ke anggota ISO untuk memperoleh persetujuan dan kemudian bila

3

diterima oleh ISO council berubah menjadi International Standard. Bila sudah mencapai

tingkat standard Internasional, standar tersebut bisa digunakan oleh Negara anggota atau

diimplementasikan melalui standar nasional masing-masing Negara.

Untuk BIS catatan yang perlu diketahui ialah :

BIS nomor ….. tahun ….. -Standar Inggris dari BSI

DD -Draft for Development dari BSI5

Beberapa standar yang di keluarkan oleh ISO tentang terbitan berkala adalah

a. ISO 4-1984 : Documentation – Rules for the abbreviation of title words and title of

publications,

b. ISO 8-1977 : Documentation – presentation of periodicals,

c. ISO 18-1981 : Documentation – Content list of periodicals

d. ISO 215-1976 : Documentation – Presentation of contributions to periodicals and

other serials.

2. Standar SNI

Standar untuk dokumentasi di Indonesia telah ada sejak zaman Hindia Belanda.

Waktu itu pemerintah Belanda mendirikan pusat standardisasi di Bandung dengan nama

Normalisatie Instituut. Pada tahun 1950 nama badan tersebut diubah menjadi Jajasan

Dana Normalisai Indonesia. Dalam kegiatan dokumentasi, yayaasan menjual buku

Universal Decimal Classification. Dalam dasawarsa 60an kegiatan yayasan menurun

sehingga akhirnya standardisasi bidang dokumentasi diambil alih oleh Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia (LIPI). LIPI pada tahun anggaran, mulai melaksanakan Proyek

Pengembangan Sistem Nasional Standardisasi. Sebagai tindak lanjut dibentuklah Proyek

Standardisasi, Kalibrasi, instrumentasi dan Metrologi; untuk bidang dokumentasi di

bentuklah Komisi di Bidang Perpustakaan, Dokumentasi dan Informasi. Sekretariat

komisi dipegang oleh Pusat Dokumentasi Informasi Ilmiah LIPI (PDII LIPI). Pada saat

5 Sulistyo Basuki, Pengantar Dokumentasi: mulai dari perkembangan istilah, pemahaman jenis dokumen, diikuti dengan pengolahan dokumen, disusul teknologi informasi dan komunikasi sampai dengan jasa pemencaran informasi serta diakhiri dengan etika profesi (Bandung: Rekayasa Sains, 2004), h.352.

4

yang bersamaan Pusat Pembinaan Perpustakaan juga melakukan standardisasi

perpustakaan. Di lingkungan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi membentuk Satuan

Tugas Perpustakaan Perguruan Tinggi yang dikenal sebagai Satgas Perpustakaan

Perguruan Tinggi yang mengeluarkan standar untuk perpustakaan perguruan tinggi.

Sesudah dilakukan reorganisasi LIPI pada tahun 1986, Proyek Pengembangan

Sistem Nasional Standarisasi dikembangkan menjadi Pusat Standarisasi yang merupakan

lembaga di bawah LIPI sekaligus menjadi sekretariat Dewan Standarisasi Nasional. Kini

diambil alih oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN).

Standar yang di keluarkan oleh Badan Standar Nasional bernama Standar

Nasional Indonesia (SNI). Standarisasi SNI untuk bidang terbitan berseri yaitu SNI 1936-

1990-D tentang Peenyingkatan terbitan berseri ,misalnya seperti: penyingkatan judul

majalah, SNI 1950-1990-D tentang terbitan berkala6

A. Pengawasan internal bibliografi standard terbitan berkala

Pengawasan internal bibliiografi standar terbitan berkala ini maksudnya, pengawasan

yang di lakukan oleh badan atau lembaga yang berada di dalam lingkungan perpustakaan

misalnya :

1. Pengatalogan

Keberhasilan pengawasan bibliografi universal tergantung dari unsur dasarnya,

yaitu cantuman bibliografi komprehensif untuk tiap dokumen atau rekaman informasi. Untuk

tiap dokumen idealnya hanya satu kali saja dibuatkan cantuman komprehensif, yaitu oleh

badan yang berwenang di negara tempat dokumen tersebut diterbitkan atau diciptakan

(pengawasan bibliografi mencakup dokumen yang diterbitkan, maupun yang tidak

diterbitkan). Cantuman itu harus dibuat secepatnya (segera setelah dokumen terbit), sesuai

dengan standar-standar internasional yang berlaku untuk sistem manual maupun sistem

berbantuan komputer (computerized), dan disiapkan untuk disebarluaskan dalam bentuk fisik

yang dapat diterima secara Internasional. Dalam cantuman komprehensif ini harus terdapat

semua unsur data yang diperlukan di perpustakaan dan pusat informasi dan dokumentasi

6 Sulistyo Basuki, Pengantar Dokumentasi: mulai dari perkembangan istilah, pemahaman jenis dokumen, diikuti dengan pengolahan dokumen, disusul teknologi informasi dan komunikasi sampai dengan jasa pemencaran informasi serta diakhiri dengan etika profesi (Bandung: Rekayasa Sains, 2004), h.352-354.

5

untuk temu balik, seleksi, dan pengadaan. Unsur-unsur data ini dapat dikelompokkan sebagai

berikut:

1. Data yang berkaitan dengan kepengarangan (tanggung jawab inte1ektual atas karya,

bentuk nama pengarang yang standar, dsb.) : tajuk;

2. Data yang mendeskripsikan dokumen, termasuk bentuk fisiknya (jumlah halaman,

ukuran, dsb.): deskripsi;

3. Nomor atau kode identifikasi dokumen yang unik: sistem penomoran internasional

4. Data yang berkenaan dengan isi (subjek): pendekatan subjek

Oleh sebab cantuman tersebut, harus berbentuk fisik yang memungkinkan

pertukaran data secara internasional, maka khususnya format cantuman bibliografi

terbacakan mesin (machine-readable bibliographic records) perlu juga diseragamkan.

Standarisasi pengatalogan

Standardisasi pengatalogan yang sangat terkenal adalah Anglo-American

Cataloguing Rules (AACR), yang baik edisi pertamanya (1967), maupun edisi keduanya

(1978), dan revisi-revisi edisi ke-2 (1988, 1998 dan 2002), mengikuti Paris Principles

dalam peraturan untuk pilihan titik temu, tajuk perorangan dan badan, serta judul

seragam. Peraturan ini sesungguhnya bukan peraturan nasional karena disusun oleh

panitia yang beranggotakan pustakawan dari Inggris, Amerika Serikat, Kanada, dan

kemudian juga Australia. AACR2 digunakan oleh kebanyakan negara berbahasa Inggris

dan kemudian diterjemahkan dalam berbagai bahasa, antara lain; Arab, Malaysia, Cina,

Denmark, Finlandia, Perancis, Italia, Jepang, Portugis, Spanyol, Turki dan Urdu, maka

cukup beralasan untuk mengatakan bahwa AACR2 telah menjadi kode pengatalogan

internasional. Perpustakaan di Indonesia juga menggunakan AACR2. Perpustakaan

Nasional RI telah menyusun teIjemahan resmi dalam bahasa Indonesia (tahun 2006) dari

AACR2 Revisi tahun 1998.

Keputusan yang sangat penting yang dibuat oleh ICCP ialah keputusan yang

berkenaan dengan bentuk tajuk nama perorangan. Jika nama pengarang terdiri atas lebih

dari satu kata, pilihan atau penentuan kata utama (entry word) tergantung dari kebiasaan

yang berlaku di negara tempat pengarang bermukim (tergantung kewarganegaraannya).

Jadi masalah penentuan bentuk nama diserahkan pada masing-masing negara. Badan

6

bibliografi nasional (perpustakaan nasional atau badan lain yang telah diberi wewenang)

yang bertanggung jawab atas penyusunan daftar tajuk nama pengarang (name authority

list) untuk pengarang negara tersebut. Sebagai hasil dari keputusan ini telah terbit Names

of persons (sudah ada beberapa episi), yang disusun berdasarkan informasi yang

diberikan oleh wakil-wakil negara. Terbitan ini dimaksudkan sebagai pedoman untuk

pengatalog yang kebanyakannya bukan ahli bahasa atau ahli mengenai pola-pola nama.

Dalam rangka menunjang kegiatan pengawasan bibliografi nasional (NBC) dan

UBC juga ditetapkan bahwa badan bibliografi nasional tidak saja wajib membuat dan

meng-update daftar tajuk nama pengarang perorangan, me1ainkan juga harus membuat

daftar tajuk badan .korporasi, departemen-departemen (kementerian), lembagalembaga

dan badan-badan pemerintahan lain negara yang bersangkutan. Semua daftar tajuk ini

tentu saja harus mengikuti standar internasional.

2. Deskripsi

Sebagai tindak lanjut IMCE (1969) dibentuk suatu kelompok kerja yang akan

mengembangkan standar deskripsi bibliografi yang bersifat internasional. Hasil kerja

pertama kelompok ini adalah International Standard Bibliographic Description

(ISBD), yang edisi pertamanya terbit tahun 1971. Kemudian dibentuk beberapa

kelompok keIja lain yang masing-masing bertugas mengembangkan standar untuk bentuk

atau format dokumen tertentu. Hingga kini telah selesai disusun dan diterbitkan:

ISBD(M) (Monographs) 1974, 1978 dan 1987 (revised edition), 2002 Revision

ISBD(S) (Serials) 1977, 1988 (revised edition)

ISBD(CR) (Serials and Other Continuing Resources) 2002 (Revisi dari ISBD(S)

ISBD(G) (General) 1977 (Kerangka umum untuk semua ISBD), 1992 Revision,

2004 Version ISBD(CM) (Cartographic Materials) 1977, 1987 (revised edition)

ISBD(NBM) (Non-book Materials) 1977, 1987 (revised edition)

ISBD(A) (Antiquarian) 1980, 1991 (revised edition)

ISBD(PM) (Printed Music) ·1990 (revised edition)

ISBD(CP) (Component Parts) 1988 ISBD(CF) (Computer Files) 1990

ISBD(ER) (Electronic Resources) 1997 = pengganti ISBD(CF)

7

Standar ini menyeragamkan deskripsi bibliografi dengan membagi deskripsi

menjadi 8 daerah (area), menentukan urutan unsur deskripsi dalam tiap daerah dan tanda

baca pemisahnya. ISBD menghasilkan suatu deskripsi yang dapat mengidentifikasi

dokumen tersebut, dan dapat berdiri sendiri. Standardisasi deskripsi tentu saja akan

mempermudah tukar-menukar data bibliografi, dan hal ini akan meningkatkan

pengawasan bibliografi.

ISBD tidak mengatur penentuan tanggung jawab intelektual atas isi (=

menentukan entri utama dan tambahan, atau menentukan access points), serta bentuk

tajuk. Hal-hal ini diatur oleh Paris Principles dan peraturan yang dikembangkan

berdasarkan prinsip-prinsip tersebut. ISBD telah diterima dan di-integrasikan ke dalam

beberapa kode pengatalogan (antara lain AACR2 Part I) dan diterjemahkan ke dalatn

berbagai bahasa, sehingga sudah menjadi standar untuk pengatalogan deskripif yang

berlaku di berbagai penjuru dunia.

Pada tahun 2007 terbit edisi baru dari ISBD, yaitu suatu edisi yang

menggabungkan teks dari tujuh ISBD khusus (ISBD untuk buku, peta, terbitan berseri,

rekaman suara, file komputer dan sumber elektronik lain, dsb.) menjadi satu: ISBD:

International Standard Bibliographic Description -preliminary consolidated edition.

Edisi ini diperkirakan akan lebih meningkatkan konsistensi dalam pembuatan deskripsi

bibliografi untuk berbagai format bahan.

3. Sistem penomoran internasional untuk terbitan berkala

ISSN (International Standard Serial Number) adalah suatu nomor yang terdiri atas

8 digit yang mengidentiftkasi terbitan berseri atau berkala, termasuk terbitan berseri

elektronik. Semua ISSN didaftar dalam suatu pangkalan data internasional, yaitu ISSN

Register. Saat ini lebih dari satu juta ISSN telah ditetapkan untuk terbitan berseri di

seluruh dunia dan terdaftar di ISSN Register. ISSN dikelola oleh suatu jaringan pusat-

pusat nasional (National Centres) yang dikoordinasi oleh suatu pusat internasional

(International Centre) di Paris. Jaringan ini didukung oleh Unesco dan pemerintah

8

Perancis. ISSN digunakan oleh berbagai pihak yang berperan serta dalam mata rantai

informasi: perpustakaan, agen, peneliti, pustakawan dan pekerja informasi lain.

Untuk meningkatkan pengawasan terhadap terbitan berseri tiap terbitan berseri

perlu diberikan suatu nomor unik (ISSN) dan suatu judul standar (key title) yang dapat

mempercepat identifikasi terbitan yang bersangkutan. ISSN terdiri atas singkatan ISSN

diikuti delapan angka (0 -9) yang dibagi atas dua bagian yang dipisahkan dengan garis

(hyphen). Angka kedelapan adalah angka pengontrol (check digit), hasil kalkulasi dengan

rumus khusus. Angka-angka dalam ISSN tidak mempunyai makna (maksudnya tidak

mewakili sesuatu, misalnya negara atau penerbit). ISSN ditetapkan oleh badan atau pusat

nasional sesuai dengan pedoman (ISDS Guidelines) dari pusat internasional di Paris, dan

kemudian dilaporkan oleh badan nasional ke pusat. Dengan demikian ISSN International

Centre di Paris memiliki pangkalan data berisi ribuan cantuman yang mengidentifikasi

terbitan berseri dari seluruh dunia, yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan

pengawasan bibliografi, seperti misalnya pembuatan katalog induk, dsb.

Prosedur pengajuan ISSN :

Terhitung sejak tanggal 1 April 2008, seluruh proses pengajuan dan penerbitan ISSN

dilakukan secara online melalui sarana ini.

1. Melengkapi formulir permohonan online di halaman Formulir permohonan ISSN

baru.

Segera setelah melakukan permohonan, catat nomor ID serta kata-sandi yang

diberikan melalui email yang tercatat di formulir pendaftaran dan simpan dengan

baik. Ini diperlukan untuk kembali masuk guna mengunggah seluruh dokumen

sampai konfirmasi penerbitan kodebar dijital.

2. Mengunggah seluruh data elektronik yang dipersyaratkan untuk pengajuan ISSN

melalui sarana yang tersedia.

Pemohon tidak perlu mengirimkan dokumen-dokumen fisik, tetapi diwajibkan

mengunggah seluruh dokumen tersebut di tempat yang tersedia di halaman

formulir (setelah masuk).

9

3. Melunasi pembayaran biaya administrasi sebesar Rp. 200.000,- langsung ke

rekening :

a/n PDII LIPI

No. 070-0000089198

Bank Mandiri Cabang Graha Citra Caraka

Kantor Telkom Pusat, Jl. Gatot Subroto, Jakarta

4. Nomor dan kodebar ISSN bisa diketahui dan diunduh langsung dari halaman

status pemohon setelah seluruh proses selesai dan disetujui.

Perubahan kodebar akibat variasi terbitan (nomor terbitan, perubahan harga, dsb)

bisa dilakukan sendiri oleh pemohon dengan mengganti 2 angka terakhir sesuai

dengan aturan ISSN.

Persyaratan pengajuan ISSN :

1. Pengajuan untuk terbitan regular (terbitan dalam format cetak) maupun elektronik

(terbitan elektronik). Kategori terbitan berkala adalah majalah, surat kabar,

buletin, buku tahunan, laporan tahunan, jurnal maupun prosiding aneka pertemuan

ilmiah.

2. Terbitan memenuhi syarat kelengkapan minimum :

A. Halaman sampul depan terbitan berkala lengkap dengan penulisan volume,

nomor, dan tahun terbit.

B. Halaman daftar isi.

C. Halaman daftar Dewan Redaksi.

3. Biaya administrasi pengurusan nomor ISSN.

4. Seluruh dokumen disiapkan dalam bentuk data elektronik dengan format PDF dan

dikompres dengan format ZIP. Untuk media elektronik bisa digantikan dengan

tampilan situs yang memuat informasi terkait.

10

5. Setiap nomor ISSN hanya diperuntukkan bagi 1 (satu) judul terbitan pada satu

media. Nomor ISSN yang sama terus berlaku selama judul terbitan dan medianya

tidak berubah.

Terbitan yang diterbitkan pada beberapa media berbeda (misal : cetak dan

elektronik) wajib mengajukan ISSN untuk setiap media.

Kodebar untuk ISSN yang diajukan melalui ISSN Online

ISSN Online tidak hanya berfungsi sebagai media untuk pengajuan dan

penerbitan nomor ISSN, tetapi juga sekaligus membantu pemohon ISSN untuk membuat

kodebar sesuai nomor ISSN yang dimiliki. Sistem ini memberikan keleluasaan dan

mengakomodasi perubahan kodebar akibat variasi terbitan. Sehingga pemohon ISSN

setiap saat bisa membuat kodebar untuk terbitan yang sama namun memiliki ciri yang

berbeda, misalnya : harga, edisi khusus, dsb. Yang lebih penting, pemohon tidak perlu

memiliki atau membeli perangkat lunak apapun untuk membuat kodebar ini.

Kodebar untuk ISSN mengacu pada standar EAN-13 yang merupakan kombinasi

13 karakter (0-9, X). ISSN sendiri hanya terdiri dari 8 karakter (0-9, X). Kodebar untuk

ISSN ditentukan dengan cara :

1. 3 angka pertama : 977 yang khusus diperuntukkan sebagai identifikasi nomor

ISSN.

2. 7 angka pertama dari nomor ISSN.

3. 2 angka tambahan yang bebas ditentukan oleh pemilik ISSN untuk membedakan

terbitan berkalanya. Umumnya dimulai dari kombinasi 00 s/d 99.

4. 1 karakter (0-9, X) sebagai karakter-cek EAN-13 yang dihitung secara otomatis

berbasis modulo 11.

Di ISSN Online, pada awal persetujuan 2 angka tambahan diberikan angka

standar 00 yang merepresentasikan edisi awal.

Cara menghitung karakter-cek dengan modulo 11 :

11

1. Buat deret yang terdiri dari 7 angka pertama ISSN ditambah 2 angka tambahan.

2. Kalikan setiap angka dengan 2, 3, ..., 10 dimulai dari angka terakhir.

3. Jumlahkan seluruh hasil perkalian tersebut.

4. Bagi hasil perkalian tersebut dengan 11.

5. Sisa yang tidak terbagi menjadi karakter-cek EAN-13. Bila sisa tersebut sama

dengan 10, diganti dengan huruf X.

Selain itu, masih ada sistem-sistem penomoran lain yang membantu terwujudnya

pengawasan bibliografi, misalnya sistem CODEN yang juga menghasilkan kode unik

untuk identifikasi terbitan berseri (terdiri atas 6 karakter) yang digunakan sebagai

pengganti judul lengkap dalam sistem simpan dan temu balik informasi yang berbantuan

komputer (computerized system). Penggunaan CODEN sekarang tidak terbatas lagi. pada

terbitan berseri, tetapi juga dapat diberikan pada terbitan nonserial. Badan yang

menangani International CODEN service adalah CAS (Chemical Abstracts Service),

suatu divisi dari American Chemical Society yang berlokasi di Columbus, Ohio di

Amerika Serikat. Meskipun badan yang mengatur penetapan CODEN merupakan badan

bidang kimia, ini tidak berarti bahwa pemberian kode ini terbatas pada publikasi bidang

kimia. Publikasi dalam semua bidang ilmu dapat memperoleh CODEN.7

4. ISDS (International Serial Data System)8

Istilah ISDS mulai popular pada akhir dasawarsa 60an, baik di antara para

pemakai informasi maupun para pengelola informasi. ISDS merupakan kerjasama

katalogisasi internasional dalam bidang terbitan berseri yang melibatkan perpustakaan

pusat dokumentasi, pusat informasi, pelayanan indeks serta abstrak dan sebagainya.

7 Darmanto, “Standarisasi dan Pengawasan Bibliografi” artikel diakses pada 16 Oktober 2012 dari http://images.darmanto99.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SOb3DQoKCs8AAEXIn0Y1/Standardisasi%20dan%20Pengawasan%20Bibliografi.pdf?nmid=1184772418 Sulistyo Basuki, Kerjasama Katalogisasi : Katalog Induk dan International Serials Data System (ISDS) (Bandung: Jurusan Ilmu Perpustakaan, Jurusan Sastra Universitas Indonesia, 1978), h.11-13.

12

ISDS dimulai dengan kerjasama anatara UNESCO dengan “ International Council

of Scientific Union” (ICSU) pada tahun 1967. Kerjasama tersebut berupa studi

penjajakan kemungkinan pembentukan system informasi sedunia. Hasil studi penjajakan

ini ialah penyusunan suatu program internasional dalam bidang informasi yang dikenal

dengan nama UNISIST. Sebagai hasil studi penjajakan 1967 tersebut, maka pada tahun

1968 dibentuklah komisi gabungan anatara UNESCO dengan “Abstracting Board” (AB)

ICSU yang bernama UNISIST / ICSU AB Working Group on Bibliographic

Description. Komisi gabungan ini bertugas mengenali, memberikan deskripsi dan

rekomendasi mengenai dan isi unsur data biblografis”. Hasilnya adalah rekomendasi

berbagai deskripsi bibliiografis, diantaranya adalah pencatatan majalah ilmiah bidang

ilmu pengetahuan dan teknologi yang harus dilakukan menurut suatu system yang

seragam. Keseragaman ini merupakan langkah penting kearah pengawasan internasional

kearah pengawasan internasional atas majalah dan terbitan berseri.

A. Struktur Organisasi ISDS :

Untuk melakukan pencatatan majalah ilmiah secara internasional, maka diperlukan

suatu jarinngan kerjasama internasional dalam bidang pencatatan majalah ilmiah. Studi

mengenai hal ini dilakukan oleh suatu badan yang bernama “Information Service in

Physics, Electrotechnology and Computer Control” (INSPEC). Saran INSPEC mengenai

hal tersebut diatas ialah pembentukan sistem data terbitan berseri secara internasional,

yakni “International Serials Data System” (ISDS). Atas saran tersebut, maka UNESCO

dan pemerintah Perancis membuka pusat internasional ISDS. Pusat ini terletak di paris,

diresmikan pada tahun 1972.

Adapun unsur utama ISDS ialah:

1. Pusat internasional yang bertanggung jawab atas pencatatan majalah ilmiahpenerbitan

sedunia dan pembuatan deskripsi terbitan berseri menurut standar paling mutakhir.

Pusat internasional berada di Paris, dibiayai oleh UNESCO dan pemerintah Perancis.

Tugas utamanya ialah mengembangkan dan memelihara registrasi terbitan berseri

secara nasional dan internasional. Terbitan berseri disini diartikan sebagai terbitan

dalam bentuk cetak ataupun bukan cetak, diedarkan dalam bagian yang berurutan,

13

biasanya memakai tanda berupa nomor atau sebutan kronologis dan dimaksudkan

untuk terbit dalam jangka waktu yang tidak ditentukan. Terbitan berseri meliputi

majalah, surat kabar, terbitan tahunan seperti laporan tahunan, buku tahunan, direktori

tahunan, jurnal, memorial, proceeding, transaksi suatu perhimpunan dan seri

monograf.

2. Pusat Regional yang dibentuk karena alas an linguistik, ekonomis maupun geografis.

Tugasnya ialah mencatat terbitan berseri yang ada di kawasannya, meneruskannya

kepada pusat internasional, dan bertindak selaku perantara antara pusat internasional

dengan pemakai informasi.

Setiap terbitan berseri yang masuk dalam registrasi diberi kode khas, yang berlaku di

internasional, dan disebut International Standard Serial Number (ISSN).

3. Pusat nasional yang bertugas memberikan ISSN ungtuk terbitan berseri di wilayah

jurisdiksinya, meneruskan data terbitan berseri kepada Pusat Internasional sesuai

dengan ketentuannya yang berlaku, menyebar luaskan gagasan ISSN di negaranya,

membentuk mata rantai antara penerbit terbitan berseri dengan pusat internasional,

menyebarkan pemasukan data informasi mengenai terbitan berseri yang dimilikinya,

dan bertanggung jawab atas kelancaran tugas diatas.

Seperti sudah dikatakan, Pusat Internasional berada di Paris. Pusat Internasional berada di

Amerika Serikat, Inggris, Australia, Canada, Uni Soviet, Jerman Barat, Perancis, Finlandia,

Jepang, Yugoslavia, Spanyol. Sedangkat pusat regional Asia Tenggara berada di Bangkok

dengan PDIN sebagai penunjang untuk wilayah Indonesia.

B. Pengawasan eksternal bibliografi standard terbitan berkala

Pengawasan eksternal bibliografi standar terbitan berkala maksudnya, pengawasan terbitan

berseri diluar lingkungan perpustakaan. Pengawasan eksternal bibliografi standar terbitan

berkala ini terdiri dari jasa-jasa berupa sumber informasi sekunder seperti :

14

1. CAS:9

Current Awareness Service (CAS) atau dikenal sebagai jasa kesiagaan informasi ialah

layanan perpustakaan kepada individu-individu yang memberi informasi mengenai

majalah terbaru.

2. CCS

Didirikan pada tahun 1975. Tujuan aslinya adalah ungtuk menyediakan system sirkulasi

bersama. Ini telah berkembang menjadi sebuah system yang mendukung pemilihan

material perpustakaan: katalogisasi, catalog public, sirkulasi (termasuk pembayaran

tagihan dan denda), pinjaman antar dan pinjaman lainnya berbagi kegiatan dan akses ke

database dalam dan di luar perpustakaan.

Akses dan pelanggan luar perpustakaan disediakan melalui web. Perpustakaan ccs check

out lebih dari dua belas juta item per tahundengan menggunakan system, dan mengirim

ratusan ribu buku bolak balik. Pelanggan mencari catalog-katalog perpustakaan lain dan

database referensi yang mencakup berbagaimacam bidang studi.

CCS adalah instrumentality anatrpemerintah dibentuk di bawah illionis Negara konstitusi

untuk mengelola system atas nama perpustakaan anggotanya, yang membiayai hamper

semua kegiatannya.

Computer Service Koperasi (CCS) adalah sebuah organisasi keanggotaan yang

menyediakan dan mendukung otomasi perpustakaan bersama yang terjangkau, biaya-

efektif, handal dan progresif.

3. SDI

Layanan ini meliputi kegiatan permintaan paket informasi terseleksi (PIT) . PIT adalah

kumpulan data mengenai sebuah informasi, baik berupa definisi, artikel ilmiah, artikel

popular, table maupun flowchart

4. Jasa Abstrak:

Abstrak adalah satu penerbitan yang merupakan sesuatu perwakilan yang lepas dan

ringkasan tentang isi kandungan sesuatu dokumen serta mengikut gaya penulisan yang

sama dengan dokumen yang asal. Abstrak digunakan adalah untuk membantu pembaca :

a. Menilai isi kandungan sesuatu dokumen dan potensi kesesuaiannya.

9 Calon Pustakawan, “pustaka UT 2011.2” artikel diakses pada Rabu, 12 oktober 2011 dari

http://pustakaut20112.blogspot.com/2011/10/layanan-literatur.html

15

b. Membuat nota dan catatan yang berkesan

c. Tentang bahan semasa.

d. Dalam penyampaian laporan.

e. Dalam pemilihan dokumen yang sesuai dan mengumpulan maklumat yang

dikehendaki

5. Indeks:

Satu senarai petunjuk yang disusun secara berabjad mengenai sesuatu maklumat seperti

perkataan atau topik.

Tujuan Indeks:

a. Memudahkan pembaca mengesan maklumat tertentu di dalam sesebuah buku yang

dibaca.

b. Memudahkan pembaca merujuk di mana maklumat tertentu didapati.

Jenis-jenis Indeks:

a. Indeks di bahagian akhir buku.

b. Indeks Jilid Khas.

6. KIM : Katalog Induk Majalah10

Katalog Induk Majalah disebut pula Union list atau union list of serials mencatat majalah

yang dimiliki dua perpustakaan atau lebih, lazimnya disusun menurut judul majalah

dengan penunjukan lokasi perpustakaan yang memilikinya. Pada katalog induk majalah,

data yang dicantumkan dapat berupa data singkat (mencakup judul majalah, penerbit, dan

tahun pemilikan oleh perpustakaan yang bersangkutan), ada pula yang lengkap dengan

keterangan volume serta nomer yang dimiliki. Hal yang disebutkan terakhir ini dilakukan

oleh Katalog Induk Majalah terbitan PDII-LIPI. Katalog Induk Majalah juga selalu

ditambahkan kode perpustakaan yang memiliki majalah tersebut.

7. KIN : Katalog Induk Nasional11

10 Sulistyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), h.60-61.11 http://perpustakaan.mahkamahagung.go.id/perpusma//index.php?p=show_detail&id=10782&SenayanAdmin=bfweqmtp

16

Katalog induk nasional merupakan hasil kerja sama dalam pengerjaan keseragaman

katalog oleh beberapa perpustakaan/himpunan beberapa katalog perpustakaan di

indonesia. Katalog induk nasinal mencangkup semua koleksi nasional yang tersebar

disetiap jenis perpustakaan yang ada disuatu negara.

Tujuan katalog induk nasional adalah:

a. Menjalin dan meningkatkan jaringan kerja sama antar perpustakaan, baik dalam

pengumpulan data, membentuk katalog, file komputer maupun dalam bentuk

penerbitan katalog induk nasional.

b. Memberikan informasi tentang keberadaan koleksi yang ada di perpustakaan

sehingga bahan perpus tersebut mudah didapatkan.

c. Sebagai sara pelayanaan silang layang dalam peminjaman bahan perpus antar perpus

dan pemanfaatan informasi serta sumber bahasn antar perpus dan pemanfaatan

informasi serta sumber daya bersama.

8. NUC (NATIONAL UNION CATALOGUE) :

gabungan kartu katalog koleksi Library of Congress serta koleksi milik perpustakaan lain

yang tidak terdapat di Library of Congress, merupakan salah satu sarana yang banyak

membantu kerjasama peminjaman pada tingkat nasional.

9. ULRICH:

Bibliografi terkini/current : Yaitu jenis bibliografi yang mencatat terbitan yang sedang

atau masih terbit saat ini. Contohnya Ulrich’s International Periodicals Directory.

10. IMII : Indeks Majalah Ilmiah Indonesia12

Kegunaan IMII yaitu untuk mengetahui artikel majalah tentang suatu subjek

tertentu yang pernah dimuat dalam majalah ilmiah suatu subjek tertentu pula, misal

pembaca ingin mencari artikel yang berkaitan dengan kepustakawanan yang pernah

dimuat dalam majalah kepustakawanan Indonesia. Maka pengguna hanya mencari dari

IMII untuk mencari artikel tersebut.

IMII diterbitkan oleh PDII-LIPI. Pertama kali terbit tahun 1960 dengan judul

Indeks Majalah Ilmiah Indonesia (IMII), kemudian terbit setiap tahun. Kemudian berubah

12 Sulistyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), h.164-165.

17

warna menjadi Index of Indonesian Learned Periodicals tetap dengan frekuensi tahunan.

Mulai tahun 1981 terbit setaun dua kali, sedangkan mulai tahun 1984berubah menjadi

Indeks Majalah Ilmiah Indonesia. Tidak pernah diterbitkan edisi kumulasi terkecuali edisi

kumulasi untuk terbitan tahun 1950 hingga tahun 1959.

11. LISA13

Library and Information Science Abstracts disingkat LISA. Penerbitan LISA

diusahakan oleh The Library Association (Inggris) sejak tahun 1950 dengan judul Library

Science Abstract. Awalnya usaha penyuntingan majalah ini dilakukan oleh sukarelawan,

lambat laun berkembanglah penyuntungan majalah tersebut menjadi tenaga pengelola

professional. Kini penerbitan dilakukan oleh Library Association Publishing. Mjulai

tahun 1968 menggunakan kertas A4, dan judul berubah dari Library Science Abstracts

menjadi library and Information Science Abstracts. Perubahan judul ini mencerminkan

perluasan liputan majalah abstrak tersebut. Pada tahun 1976, The Library association

sebagai penerbit LISA bekerja sama dengan Aslib (Association of Special Libraries and

Information Bureaux) untuk memperluas cakupan majalah. Aslib menyediakan tenaga

spesialis denagn tugas membuat abstrak artikel majalah kerjasama ini berlangsung hingga

tahun 1981.

LISA kini mencakup ilmu informasi ditambah dengan subjek berkaitan dengan

kepustakawananseperti penerbitan, perbukuan, reprografi, penerbitan elektronik, olah

kata, dan video text. Cakupan lisa cukup internasional dalam arti mengabstrak majalah

terbitan 100 negara dalam 20 bahasa. Hasilnya secara ekonomis menguntungkan LISA,

karena 80 % berasal dari luar negeri. LISA berusaha meliputi majalah terbitan Negara

berkembang.

LISA meliputi artikel majalah, monograf, laporan dan thesis dalam bahasa Inggris

namun tidak mencakup artikel berupa “feature” dengan panjang karangan kurang dari

satu halaman, berita, maupun informasi minor lainnya.

Hingga tahun 1981, LISA terbit 6 kali setahun, dan sejak tahun 1982 terbit bulanan.

Tenggang waktu sejak sebuah artikel diterbitkan hingga pemuatan abstraknya dalam

LISA berkisar antara 2 samapi 3 bulan walaupun untuk artikel bukan dalam bahasa

Inggris berkisar antara 6-9 bulan.

13 Sulistyo Basuki, Pengantar Ilmu Perpustakaan (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), h.165.

18

Ciri utama LISA adalah menyajikan abstrak informatif disertai data bibliografis

lengkap mencakup judul dalam bahasa asli, transliterasi bagi karya dalam huruf cyrilic,

judul terjemahan bagi artikel non-Inggris, pengarang, judul majalah, keterangan tentang

ilustrasi, dan acuan. Panjang abstrak sampai 120-150 kata.

12. CC14

Current Content (informasi terkini) : biasanya berupa daftar isi majalah yang diterima

perpustakaan dan disebarkan kepada pembaca yang berminat.

Daftar Pustaka

1. Basuki, Sulistyo. Pengantar Dokumentasi: mulai dari perkembangan istilah, pemahaman

jenis dokumen, diikuti dengan pengolahan dokumen, disusul teknologi informasi dan

komunikasi sampai dengan jasa pemencaran informasi serta diakhiri dengan etika

profesi. Bandung: Rekayasa Sains, 2004.

2. Purnomowati, Sri. “Penampilan Majalah Ilmiah: Standard dan Penerapannya.” Vol. 27,

No. l (April 2003)

3. Basuki, Sulistyo, Teknik dan Jasa Dokumentasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992

4. Irma U. Aditirto. Standarisasi dan Pengawasan Bibliografi

Library of Congress Online Catalogs. Diakses tanggal Mei 16

2010. http://catalog.loc.gov/.

5. Basuki, Sulistyo. Kerjasama Katalogisasi : Katalog Induk dan International Serials

Data System (ISDS). Bandung: Jurusan Ilmu Perpustakaan, Jurusan Sastra Universitas

Indonesia, 1978

6. Basuki, Sulistyo. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993

7. pustaka UT 2011.2, artikel diakses pada Rabu, 12 oktober 2011 dari

http://pustakaut20112.blogspot.com/2011/10/layanan-literatur.html

8. http://kin.pnri.go.id/beranda.aspx

14 Calon Pustakawan, “pustaka UT 2011.2” artikel diakses pada Rabu, 12 oktober 2011 dari http://pustakaut20112.blogspot.com/2011/10/layanan-literatur.html

19

9. http://issn.pdii.lipi.go.id/

10. Davinson, Donald. The Periodicals Collection. (London), Andre Deutsch/ A Grafton

Book, (1978)

11. Szilvassy, Judith (Ed). Basic Serials Management Handbook; under the auspices of the

IFLA Section on Serial Publications. (77). Munchen/ Munich: K.G. Saur, 1996,

http://www.ifla.org/VII/s16/p1996/rep1.htm (viewed June 21, 2007).

20