23
BAB I ORDE LAMA Orde lama merupakan era di mana Presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Republik Indonesia Serikat 1949, dan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950. Periode ini berlangsung mulai dari 17 Agustus 1950 sampai 6 Juli 1959. Sistem demokrasi yang berlangsung saat itu adalah sistem demokrasi parlementer. Sistem demokrasi parlementer adalah sistem demokrasi yang mengutamakan peranan parlemen serta partai politik. 1.1 Latar Belakang Dimulainya Masa Orde Lama Sebelum Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi demo besar-besaran menuntut pembuatan suatu negara kesatuan. Maka melalui perjanjian antara tiga negara bagian, yaitu negara Republik Indonesia, negara Indonesia Timur, dan negara Sumatera Timur dihasilkan perjanjian pembentukan negara kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950. Sejak 17 Agustus 1950, negara Indonesia diperintah dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 yang menganut sistem kabinet parlementer. 1

Makalah Sistem Pemerintahan Indonesia 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tugas

Citation preview

SISTEM PEMERINTAHAN

BAB IORDE LAMA

Orde lama merupakan era di mana Presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Republik Indonesia Serikat 1949, dan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950. Periode ini berlangsung mulai dari 17 Agustus 1950 sampai 6 Juli 1959. Sistem demokrasi yang berlangsung saat itu adalah sistem demokrasi parlementer. Sistem demokrasi parlementer adalah sistem demokrasi yang mengutamakan peranan parlemen serta partai politik.

1.1 Latar Belakang Dimulainya Masa Orde LamaSebelum Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi demo besar-besaran menuntut pembuatan suatu negara kesatuan. Maka melalui perjanjian antara tiga negara bagian, yaitu negara Republik Indonesia, negara Indonesia Timur, dan negara Sumatera Timur dihasilkan perjanjian pembentukan negara kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950.

Sejak 17 Agustus 1950, negara Indonesia diperintah dengan menggunakanUndang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 yang menganut sistem kabinet parlementer.

Sementara itu, konstituante diserahi tugas untuk membuat Undang-Undang Dasar yang baru sesuai dengan amanat Undang-Undang Sementara 1950. Namun, sampai tahun 1959 badan ini belum juga bisa membuat konstitusi baru yang sesuai. Maka Presiden Soekarno menyampaikan konsepsi tentang demokrasi terpimpin pada DPR hasil pemilu yang berisi ide untuk kembali pada Undang-Undang Dasar 1945. Akhirnya, Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959, yang membubarkan konstituante.

1.2 Badan Konstituante dan Dekrit Presiden 5 Juli 1959Pemilu pertama RI tahap kedua yang dilaksanakan pada 15 Desember 1955 berhasil menetapkan anggota-anggota yang duduk dalam Konstituante. Konstituante dibentuk dengan mengemban tugas merancang UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Anggota Konstituante mulai bersidang pada tanggal 10 November 1956. Ternyata, sampai tahun 1958 Konstituante belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan. Hal ini disebabkan sering timbulnya perdebatan sengit yang berlarut-larut. Masing-masing anggota Konstituante terlalu mementingkan partainya. Sementara itu, pendapat-pendapat masyarakat untuk kembali ke UUD 1945 semakin kuat. Pawai, rapat umum, demonstrasi, dan petisi dilancarkan di mana-mana yang menuntut agar diberlakukannya kembali UUD 1945. Dalam menanggapi hal itu, Presiden Soekarno lantas menyampaikan amanat di depan sidang Konstituante pada tanggal 25 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali ke UUD 1945. Amanat ini diperdebatkan dan akhirnya diputuskan untuk melakukan pemungutan suara.

Pada 30 Mei 1959 Konstituante melaksanakan pemungutan suara. Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak menyetujuinya. Karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum (2/3 jumlah minimum anggota yang hadir), maka pemungutan suara akhirnya diulang. Pemungutan suara selanjutnya pada 1 dan 2 Juni 1959 juga tidak memenuhi kuorum. Konstituante memutuskan reses yang ternyata untuk selama-lamanya.

Kegagalan Konstituante menetapkan UUD baru tentu saja sangat membahayakan kelangsungan negara. Pemberontakan-pemberontakan di daerah terus terjadi. Timbulnya ketidakstabilan negara itu disebabkan negara tidak memiliki pedoman konstitusi yang jelas. Untuk mengatasinya, Penguasa Perang Pusat, Letjen. A. H. Nasution atas nama pemerintah mengeluarkan peraturan yang melarang adanya kegiatan-kegiatan politik.

Setelah konstituante gagal menetapkan UUD 1945 menjadi konstitusi RI, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit pada tanggal 5 Juli 1959. Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yakni sebagai berikut.

-Menetapkan pembubaran Konstituante.

-Memberlakukan kembali UUD 1945 dan tidak berlaku lagi UUDS 1950.

-Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu sesingkat-singkatnya.

BAB II

ORDE BARU

Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde Lama.

Orde baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat. Tetapi selain itu, praktik korupsi juga ikut merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.

2.1 Latar Belakang Dimulainya Masa Orde Baru

Munculnya Orde Baru diawali dengan tuntutan aksi-aksi dari seluruh masyarakat, seperti KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia dan KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia). Bersama dengan organisasi-organisasi lainnya seperti KAWI, KASI, KAGI, dan KAPBI, mereka mengajukan tuntutan yang terkenal dengan nama Tritura (Tiga Tuntutan Rakyat). Isi Tritura adalah sebagai berikut:

-Bubarkan PKI dan ormas-ormasnya.-Bersihan kabinet dari unsur-unsur G-30-S/PKI.

-Turunkan harga barang.

Pemerintahan Orde Baru terbentuk pada tanggal 1 Oktober 1965. Orde Baru berupaya menanamkan keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik hanya bisa dicapai dengan membatasi partisipasi politik. Setiap rakyat pada masa itu harus mendahulukan kewajiban daripada hak. Sehingga masyarakat hidup dalam suasana kekeluargaan. Selain itu, rakyat juga diminta untuk mengikuti pemimpinnya.

Pada masa Orde Baru, sistem demokrasi yang dianut adalah demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang menjadikan Pancasila sebagai landasan ideal, serta UUD 1945 dan Tap MPR sebagai landasan formal.

Pada masa ini juga terdapat indoktrinasi Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) oleh pemerintahan Orde Baru. Hal ini bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang bebas dari nilai-nilai sektorinisme.Perubahan yang dilakukan pemerintahan Orde Baru sangat pesat sehingga menghasilkan periode yang jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Namun, dalam praktiknya, pemerintahan Orde Baru melakukan banyak penyimpangan seperti tidak mengakui 1 Juni sebagai hari lahirnya Pancasila.

2.2 Kehidupan Politik Masa Orde Baru

Presiden Soeharto memulai Orde Baru dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya.

Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas antara Orde Lama dan Orde Baru. Pengucilan politik dilakukan terhadap orang-orang yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan menggelar Mahkamah Militer Luar Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan Soeharto sebagai pemberontak. Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat dibuang ke Pulau Buru. Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan politik melalui pembuatan aturan administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan untuk menyeleksi kekuatan lama ikut dalam gerbong Orde Baru.

Orde baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasihat dari ahli ekonomi didikan barat. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif. Anggotanya bahkan seringkali dipilih dari kalangan militer, khususnya mereka yang dekat dengan Cendana. Hal ini mengakibatkan aspirasi rakyat sering kurang didengar oleh pusat.

Pembagian PAD juga kurang adil karena 70% dari PAD tiap provinsi tiap tahunnya harus disetor kepada Jakarta. Hal itu menyebabkan semakin lebarnya jurang pembangunan antara pusat dan daerah.

Soeharto siap dengan konsep pembangunan yang diadopsi dari Seminar Seskoad II 1966 dan Konsep Akselerasi Pembangunan II yang diusung Ali Moertopo. Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi dengan dwitujuan, yaitu bisa tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan pertumbuhan ekonomi di pihak lain. Dengan ditopang kekuatan Golkar, TNI, dan lembaga pemikir serta dukungan capital internasional, Soeharto mampu menciptakan sistem politik dengan tingkat kestabilan politik yang tinggi.

Selain itu, selama masa pemerintahannya pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran. Hal itu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar dan berguna bagi Indonesia. Akan tetapi, hasilnya tidak dirasakan secara merata di Indonesia.

2.3 Perkembangan Ekonomi pada Masa Orde Baru

Di bawah Presiden Soeharto, Indonesia mulai menunjukkan pertumbuhan perekonomian. Bangsa Indonesia melakukan pembangunan melalui bantuan pinjaman luar negeri yang harus dibayar secara bertahap. Kucuran dana pinjaman itu muncul dari organisasi-organisasi internasional seperti IMF, World Bank, dan IGGI (berubah menjadi CGI pada tahun 1992). Kebikakan ekonomi menyangkut devisa dan perdagangan luar negeri pun segera digulirkan. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai menampakkan kemajuan. Hal itu didukung pula dengan keberhasilan menciptakan stabilitas nasional dan regional melalui wadah ASEAN. Selain itu, Indonesia juga berusaha aktif dalam PBB untuk memperoleh citra positif dari dunia internasional.

Upaya pembangunan nasional yang dijalankan pemerintah Orde Baru terprogram dengan baik. Program pembangunan nasional berencana Indonesia dibagi ke dalam 3 langkah strategis. Langkah pertama, Pembangunan Jangka Panjang (PJP) yang meliputi tenggang waktu 25 sampai 30 tahun. Langkah kedua, Pembangunan Lima Tahun (Pelita) yang diprogram setiap lima tahun sekali dan merupakan bagian dari pembangunan jangka panjang. Sedangkan langkah ketiga merupakan pembangunan tahunan yang dilaksanakan tiap-tiap tahun sebagai rincian dari Pelita.

Pelaksanaan pembangunan nasional berencana Indonesia sejak tahun 1969-1997 (Pelita I sampai pertengahan Pelita VI) dapat dikatakan berhasil. Indikator yang menjadi penilaian keberhasilan pembangunan Indonesia adalah sebagai berikut.

-Naiknya produksi dan jasa di segala bidang.

-Naiknya pendapatan dan kemakmuran sebagian besar rakyat Indonesia.

-Meningkatnya kemampuan negara dalam menghimpun dana, baik dari dalam maupun luar negeri, seperti pajak, cukai, ekspor migas, dan non migas.-Semakin bertambahnya sarana-sarana pendidikan, kesehatan, olahraga, ibadah, ekonomi, perumahan, dan lain-lain.

Keberhasikan pembangunan ekonomi yang telah dicapai pemerintah Orde Baru mengalami kemerosotan yang memprihatinkan sejak pertengahan tahun 1997. Indonesia mulai terkena imbas krisis moneter yang menimpa kawasan Asia Tenggara. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sebelumnya diperkirakan naik sebesar 4% per tahun, dalam RAPBN 1997/1998 ditetapkan menjadi 0%.

Memasuki tahun anggaran 1998/1999, pengaruh krisis moneter meluas ke aktivitas ekonomi lainnya. Banyak perusahaan negara dan swasta yang tidak mampu membayar utang luar negerinya. Demi efisiensi, terpaksa banyak perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja yang berdampak pada meningkatnya angka pengangguran. Daya beli dan kualitas hidup rakyat pun menurun drastis. Demikian pula, persediaan barang nasional khususnya sembilan bahan pokok (sembako) di pasaran yang mulai menipis. Inilah gambaran kesulitan ekonomi yang dihadapi pemerintah Orde Baru menjelang akhir kekuasaannya.

2.4 Proses Jatuhnya Pemerintahan Orde Baru

Sejak berkuasa, pemerintah Orde Baru selalu menyampaikan gambaran keberhasilan pembangunan kepada rakyat Indonesia. Melalui program pembangunan yang terencana, pemerintah Orde Baru menyatakan telah berhasil menaikkan produksi dan jasa di segala bidang, menaikkan pendapatan dan kemakmuran rakyat, serta banyak membangun sarana fisik dan nonfisik, seperti pendidikan, kesehatan, olahraga, ibadah, ekonomi, perumahan, dan lain-lain. Bahkan atas keberhasilan menjalankan pembangunan di Indonesia, MPR memberikan predikat kepada Presiden Soeharto sebagai "Bapak Pembangunan Nasional".

Memasuki bulan Juli 1997, kemajuan yang telah dicapai pemerintah Orde Baru di berbagai bidang seperti tidak bermakna apa-apa. Bangsa Indonesia dilanda krisis keuangan. Di pasaran mata uang dunia, nilai rupiah terus merosot terhadap dollar Amerika. Krisis Moneter ini kemudian berkembang menjadi krisis ekonomi sehingga memengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat, seperti politik, ekonomi, dan sosial.

Dampak krisis moneter bagi masyarakat dan pemerintah Indonesia yakni sebagai berikut.

-Tatanan ekonomi rusak berat. Hal itu ditandai dengan bangkrutnya sektor perbankan, perusahaan, dan badan usaha lainnya.

-Banyak perusahaan dan sektor ekonomi lain yang terpaksa melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada pegawainya sehingga pengangguran meluas.-Melonjaknya harga-harga barang, terutama harga sembilan bahan pokok (sembako) yang menyebabkan kemiskinan merajalela.

-Timbulnya krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah Orde Baru.

Tatkala negara mulai dilanda krisis moneter, IMF mengulurkan paket bantuan keuangan senilai 23 milyar dollar kepada pemerintah Indonesia yang diberikan secara bertahap. Pemerintah RI pun terpaksa melikuidasi 16 bank, kemudian memanggil menteri-menteri ekonomi dan gubernur BI untuk membicarakan solusi gejolak moneter. Selanjutnya, pada 6 Januari 1998 Presiden Soeharto menyampaikan RAPBN 1998/1999 dan menyatakan "badai pasti berlalu" sebagai ungkapan keyakinan dapat mengakhiri krisis moneter secepatnya.

Namun, ternyata badai semakin melonjakkan harga-harga dan kelangkaan sembako mulai terasa di mana-mana. Pada 10 Maret 1998, Jenderal Soeharto terpilih kembali sebagai Presiden RI periode 1998-2003 untuk ketujuh kalinya. Empat hari kemudian diumumkan susunan menteri Kabinet Pembangunan VII. Banyak rakyat Indonesia yang kecewa menanggapi keputusan yang dinilai penuh rekayasa dan berbau nepotisme. Akibatnya, muncul protes di mana-mana, terutama dilakukan kalangan mahasiswa dan kaum cendekiawan. Aksi-aksi tersebut mendapatkan peringatan keras dari Panglima ABRI, Jenderal Wirant. Ia menyatakan agar aksi tidak anarkis (menimbulkan kekacauan) dan destruktif (merusak).

Dalam kondisi seperti itu, muncul tuntutan agar segera dilakukan upaya pemulihan kondisi ekonomi dan politik Indonesia. Massa mahasiswa dan beberapa tokoh nasional mengajukan tuntutan yang dikenal dengan tuntutan gerakan reformasi. Isi tuntutan gerakan reformasi yaitu sebagai berikut.

-Bubarkan Orde Baru dan Golkar.

-Hapuskan Dwifungsi ABRI.

-Hapuskan KKN.

-Tegakkan supremasi hukum, HAM, dan demokrasi.

Gerakan reformasi yang dipelopori oleh kalangan mahasiswa dan kaum cendekiawan tersebut ternyata mendapat dukungan dari berbagai lapisan masyarakat. Tokoh masyarakat yang bersimpati terhadap reformasi datang dari kalangan ulama, ABRI dan purnawirawan ABRI, tokoh-tokoh partai, kelompok oposisi, serta tokoh-tokoh lainnya. Figur yang dianggap banyakmemengaruhi bergulirnya roda reformasi ialah Amien Rais. Ia dengan berani memaparkan berbagai kelemahan dan penyelewengan elit birokrasi Orde Baru dan segelintir orang yang dianggap telah memonopoli sumber daya alam dan sektor ekonomi Indonesia. Ia juga berhasil menyadarkan masyarakat akan pentingnya suksesi (pergantian kekuasaan) terhadap pemerintahan Soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun.

Dalam menanggapi aksi reformasi, Presiden Soeharto mengeluarkan pernyataan bahwa reformasi politik baru bisa dimulai 2003 ke atas. Pertanyaan presiden tersebut jelas amat mengecewakan rakyat, sehingga aksi keprihatinan dan unjuk rasa dari semua lapisan masyarakat semakin berani. Mereka menjadi tidak gentar menggelar unjuk rasa meskipun aparat keamanan semakin bertindak keras. Oleh karena itu, insiden berdarah terjadi.

Dalam kondisi seperti itu, pemerintah bersikeras menaikkan harga BBM dan tarif listrik. DPR menolak, tetapi pemerintah tetap melaksanakan keputusannya. Presiden Soeharto yang tengah mengikuti KTT G-15 di Kairo, Mesir meyakini keputusannya akan berhasil menciptakan stabilitas politik dan ekonomi. Nyatanya, keadaan negara semakin tidak menentu dan krisis ekonomi tak ditemukan titik terang penyelesaiannya. Akibatnya, aksi mahasiswa pun berubah menuntut pengunduran diri Presiden Soeharto.

Bentrokan dengan aparat keamanan tidak terhindarkan lagi. Sebagai puncaknya terjadilah Tragedi Trisakti yang menewaskan 4 mahasiswa Universitas Trisakti pada 12 Mei 1998. Mahasiswa Universitas Trisakti yang tewas tersebut ialah Elang Mulya Lesmana, Hery Hartanto, Hendriawan Sie, dan Hafidhin Royan.Tragedi Trisakti telah membangkitkan luapan kemarahan masyarakat. Puncaknya, terjadilah kerusuhan di beberapa tempat di Jakarta. Aksi penjarahan, pembakaran, perusakan oleh massa terjadi secara tak terkendali. Sementara itu, ribuan mahasiswa mulai berduyun-duyun mendatangi gedung DPR/MPR. Menyikapi hal itu, para pimpinan DPR/MPR meminta agar presiden secara arif dan bijaksana mengundurkan diri dari jabatannya. Namun, pimpinan ABRI menganggap bahwa permintaan pengunduran presiden merupakan pendapat individu pimpinan DPR/MPR yang disampaikan secara kolektif.

Pada 19 Mei 1998, Presiden Soeharto melakukan pertemuan dengan sembilan tokoh masyarakat. Ia menyatakan akan membentuk Komite Reformasi yang diketuai dirinya. Di samping itu, ia pun akan melakukan perubahan kabinet, menyelenggarakan pemilihan umum yang dipercepat, dan menyatakan tidak bersedia dicalonkan kembali sebagai presiden. Akan tetapi, rencana itu tidak memperoleh dukungan dari tokoh-tokoh yang diundang presiden. Bahkan sebanyak 14 orang menteri Kabinet Pembangunan VII menolak tawaran duduk dalam Kabinet Reformasi yang direncanakan Presiden Soeharto.

Dalam situasi yang tidak menentu, kerusuhan massa terus terjadi di mana-mana dan aksi gerakan mahasiswa semakin membesar. Kelompok-kelompok mahasiswa berbagai universitas dari Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan kota-kota besar lainnya terus berdatangan dan menduduki gedung DPR/MPR. Mereka berdatangan ke Gedung DPR/MPR dengan tuntutan utama, yaitu segera dilakukan Sidang Istimewa MPR (SI MPR) dan pencabutan mandat MPR kepada Presiden. Akibat kuatnya tuntutan mahasiswa tersebut, pada 20 Mei 1998 segera digelar SI MPR. Kemudian, pada 21 Mei 1998 di Gedung Istana Merdeka, Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri dari jabatan presiden. Dengan demikian, berakhirlah masa kekuatan pemerintahan Orde Baru selama 32 tahun.

2.5 Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru

Pada masa Orde Baru, ada beberapa program yang sukses pelaksanaannya. Adapun kelebihan sistem pemerintahan Orde Baru antara lain:

-Meningkatnya pendapatan per kapita Indonesia. Pada tahun 1968 pendapatan per kapita Indonesia hanya US$70 sedangkan pada 1996 telah mencapai lebih dari US$1.000.

-Program transmigrasi berhasil dijalankan.

-Berhasil memerangi buta huruf.

-Program swasembada pangan, yaitu menyediakan pangan sendiri untuk Indonesia tanpa mengimpor dari negara lain berhasil dijalankan.

-Program KB (Keluarga Berencana).

-Tingkat pengangguran berhasil diminimalisir.

-Program Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) berjalan dengan baik.

-Gerakan wajib belajar 9 tahun berhasil dilaksanakan.

-Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh berhasil dijalankan.

-Keberhasilannya diciptakan keamanan dalam negeri.

-Banyak investor-investor asing yang mau menanamkan modalnya di Indonesia.

-Berhasil menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta terhadap produk-produk hasil buatan dalam negeri.Selain memiliki kelebihan, sistem pemerintahan Orde Baru juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu:

-Semakin maraknya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

-Pembangunan Indonesia dilaksanakan secara tidak merata. Pembangunan di pusat berjalan dengan baik sedangkan di daerah, pembangunan tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Hal itu menyebabkan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah. Sebagian disebabkan karena kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat.-Timbulnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjanganpembangunan, terutama di Aceh dan Papua.-Adanya kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang pindah ke daerah yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya.

-Kesenjangan sosial semakin meningkat. Pendapatan si kaya bila dibandingkan dengan yang miskin sangat jauh berbeda.

-Terjadi pelanggaran HAM terhadap masyarakat non pribumi (terutama masyarakat Tionghoa).

-Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan. Masyarakat tidak lagi mendapat tempat untuk menyampaikan aspirasinya.

-Kebebasan pers sangat terbatas. Bahkan, terdapat banyak koran dan majalah yang dibredel.-Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, contohnya penembakan misterius.

-Tidak adanya rencana suksesi, yaitu penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden selanjutnya.

-Menurunnya kualitas birokrasi Indonesia. Birokrasi Indonesia mulai terjangkit penyakit "asal bapak senang". Hal ini merupakan kesalahan fatal karena tanpa birokrasi yang efektif, negara pasti hancur.

-Menurunnya kualitas tentara karena level elit terlalu sibuk berpolitik sehingga kurang memperhatikan anak buahnya.BAB III

ERA REFORMASI

Reformasi adalah perubahan atau penataan kembali bidang-bidang kehidupan dalam suatu negara atau masyarakat agar lebih baik dibandingkan sebelumnya. Reformasi juga berarti usaha perubahan terhadap nilai-nilai yang menjadi dasar dari cara kerja atau tata aturan dalam suatu pemerintahan. Melalui reformasi diharapkan terjadinya suatu perubahan cara kerja pemerintah yang akan berdampak pada seluruh aspek kehidupan masyarakat.3.1 Proses Lahirnya Reformasi

Munculnya gerakan reformasi di Indonesia berawal dari rasa keprihatinan moral yang sangat mendalam atas berbagai krisis yang terjadi, baik krisis ekonomi, hukum, politik, dan lain-lain. Berbagai krisis yang terjadi itu telah menimbulkan rusaknya tatanan ekonomi dan keuangan, angka pengangguran yang meningkat, dan kemiskinan yang menjurus pada ketidakberdayaan masyarakat. Hal itu kemudian menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

Sejak Presiden Soeharto menyatakan pengunduran dirinya pada tanggal 21 Mei 1998, maka lahirlah Era Reformasi. Kegembiraan reformasi yang melanda seluruh lapisan masyarakat dipenuhi banyak harapan dan cita-cita menggapai masa depan Indonesia yang lebih baik. Dengan adanya reformasi diharapkan dapat mewujudkan pembaruan di segala bidang kehidupan, terutama bidang ekonomi, politik, hukum, serta agama dan sosial budaya. Presiden baru RI, Baharuddin Jusuf Habibie menjadi figur yang diharapkan mampu menyelamatkan bangsa dari jurang kemiskinan, keterpurukan harga diri bangsa, dan krisis kehancuran.

Pada tanggal 21 Mei 1998, B.J. Habibie menerima mandat pergantian presiden RI. B.J. Habibie pun dilantik menjadi Presiden RI ke-3 oleh Ketua Mahkamah Agung di Ruang Credential, Istana Merdeka. Setelah dilantik menjadi presiden, B.J. Habibie segera menyusun kabimet untuk membantu pekerjaan mewujudkan dan menyelesaikan tugas-tugas reformasi. Berkenaan dengan hal itu, dibentuklah Kabinet Reformasi Pembangunan.

3.2 Tujuan dan Skala Prioritas Reformasi Pembangunan

Demi memperjelas tujuan dan agenda pelaksanaan reformasi, serta untuk memenuhi kehendak masyarakat Indonesia, maka pada 10-13 November 1998 MPR melakukan Sidang Istimewa MPR (SI MPR). Dalam sidang istimewa itu dihasilkan 12 ketetapan MPR. Ketetapan MPR yang bersangkutan dengan tujuan dan pelaksanaan reformasi tertuang dalam Tap MPR RI No. X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara. Di dalamnya terdapat tujuan dan skala prioritas pelaksanaan reformasi pembangunan.3.2.1 Tujuan Reformasi Pembangunan

Reformasi pembangunan dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut.-Mengatasi krisis ekonomi dalam waktu sesingkat-singkatnya, terutama untuk menghasilkan stabilitas moneter yang tanggap terhadap pengaruh global dan pemulihan aktivitas usaha nasional.

-Mewujudkan kedaulatan rakyat dalam seluruh sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara melalui perluasan dan peningkatan partisipasi politik rakyat secara tertib untuk menciptakan stabilitas nasional.

-Menegakkan hukum berdasarkan nilai-nilai kebenaran, keadilan, dan hak asasi manusia menuju terciptanya ketertiban umum dan perbaikan sikap mental.

-Melaksanakan dasar-dasar kerangka dan agenda reformasi pembangunan agama

dan sosial budaya dalam usaha mewujudkan masyarakat madani.

3.2.2 Skala Prioritas Pelaksanaan Reformasi Pembangunan

Skala prioritas reformasi menyangkut beberapa bidang sebagai berikut.

1) Bidang Ekonomi

Prioritas pembangunan di bidang ekonomi menyangkut hal-hal sebagai berikut.

-Membenahi lembaga-lembaga keuangan terutama sektor perbankan.-Meningkatkan keterbukaan pemerintah dalam pengelolaan usaha untuk menghilangkan korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta praktik-praktik ekonomi lainnya yang merugikan negara dan rakyat.

2) Bidang Politik

Dalam bidang politik skala prioritas reformasi menyangkut beberapa hal berikut.

-Menegakkan kedaulatan rakyat dengan memberdayakan peranan pengawasan oleh lembaga negara, lembaga politik, dan kemasyarakatan.

-Pembagian secara tegas wewenang kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

3) Bidang Hukum

Dalam bidang hukum prioritas reformasi dilakukan antara lain sebagai berikut.

-Menegakkan supremasi hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

-Terbentuknya sikap dan perilaku anggota masyarakat termasuk para penyelenggara negara yang menghormati dan menjunjung tinggi hukum yang berlaku.

4) Bidang Sosial Budaya

Prioritas reformasi dalam bidang sosial budaya melalui beberapa hal berikut.

-Pembinaan kerukunan antarumat beragama serta pembentukan dan pemberdayaan jaringan kerja antarumat beragama.

-Meningkatkan pembangunan akhlak mulia dan moral luhur masyarakat melalui pendidikan agama bagi masyarakat. Selain itu, dilakukan pula usaha untuk mencegah dan menangkal setiap kegiatan yang dapat mendorong dan menumbuhkan akhlak yang tidak terpuji di kalangan masyarakat atau media massa.DAFTAR PUSTAKA

Ilmu Pengetahuan Sosial Terpadu Kelas IX

Internet. www.wikipedia.comPAGE 20