31
KATA PENGANTAR Puji sukur kami haturkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat di selesaikan dengan rencana dan tanpa hambatan yang berarti. Makalah ini berjudul “ RIBA”. Salawat serta salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga para sahabat serta pengikut- pengikutnya sampai akhir zaman. . Makalah ini di susun dalam rangka memenuhi tugas Ekonomi Syariah studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Mataram. Penulis menyadari bahwa dalam menysun makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapakan kritik dan saran guna sempurnanya makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Mataram,10 November 2011 Penulis

Makalah Riba

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Makalah Ekonomi Syariah

Citation preview

Page 1: Makalah Riba

KATA PENGANTAR

Puji sukur kami haturkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena berkat

rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat di selesaikan dengan rencana

dan tanpa hambatan yang berarti. Makalah ini berjudul “ RIBA”. Salawat serta salam

kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga para sahabat serta

pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman. . Makalah ini di susun dalam rangka

memenuhi tugas Ekonomi Syariah studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas

Mataram.

Penulis menyadari bahwa dalam menysun makalah ini masih jauh dari

sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapakan kritik dan saran guna

sempurnanya makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat

bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Mataram,10 November 2011

Penulis

Page 2: Makalah Riba

DAFTAR ISI

Halaman Judul

Kata Pengantar..................................................................................................... 2

Daftar Isi.............................................................................................................. 3

BAB I. PENDAHULUAN................................................................................... 4

a. Latar Belakang............................................................................................... 4

BAB II. ISI........................................................................................................... 6

a. Pengertian Riba.............................................................................................. 6

b. Dasar Hukum Riba......................................................................................... 6

c. Macam-macam Riba...................................................................................... 14

d. Hal Yang Menimbulkan Riba........................................................................ 15

e. Contoh Praktek Riba...................................................................................... 15

f. Pendapat Ulama Fiqih Tentang Illat Riba...................................................... 16

g. Ringkasan Dari Perbedaan Pendapat Ulama.................................................. 19

h. Dampak Riba................................................................................................. 20

Daftar Pustaka...................................................................................................... 21

2

Page 3: Makalah Riba

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah dan persepsi mengenai riba begitu hidupnya di dunia Islam. Oleh karenanya,

terkesan seolah-olah doktrin riba adalah khas Islam. Orang sering lupa bahwa hukum

larangan riba, sebagaimana dikatakan oleh seorang Muslim Amerika, Cyril Glasse,

dalam buku ensiklopedinya, tidak diberlakukan di negeri Islam modern manapun.

Sementara itu, kebanyakan orang tidak mengetahui bahwa di dunia Kristenpun,

selama satu milenium, riba adalab barang terlarang dalam pandangan theolog,

cendekiawan maupun menurut undang-undang yang ada.

          Di sisi lain, kita dihadapkan pada suatu kenyataan bahwa praktek riba yang

merambah ke berbagai negara ini sulit diberantas, sehingga berbagai penguasa

terpaksa dilakukan pengaturan dan pembatasan terhadap bisnis pembungaan uang.

Perdebatan panjang di kalangan ahli fikih tentang riba belum menemukan titik temu.

Sebab mereka masing-masing memiliki alasan yang kuat. Akhirnya timbul berbagai

pendapat yang bermacam-macam tentang bunga dan riba.

            Riba bukan cuma persoalan masyarakat Islam, tapi berbagai kalangan di luar

Islam pun memandang serius persoalan riba. Kajian terhadap masalah riba dapat

dirunut mundur hingga lebih dari 2.000 tahun silam. Masalah riba telah menjadi

bahasan kalangan Yahudi, Yunani, demikian juga Romawi. Kalangan Kristen dari

masa ke masa juga mempunyai pandangan tersendiri mengenai riba.

            Dalam Islam, memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman

adalah haram. Ini dipertegas dalam Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 275 : ...padahal

Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.... Pandangan ini juga

yang mendorong maraknya perbankan syariah dimana konsep keuntungan bagi

penabung didapat dari sistem bagi hasil bukan dengan bunga seperti pada bank

konvensional, karena menurut sebagian pendapat (termasuk Majelis Ulama

Indonesia), bunga bank termasuk ke dalam riba. bagaimana suatu akad itu dapat

dikatakan riba? hal yang mencolok dapat diketahui bahwa bunga bank itu termasuk

riba adalah ditetapkannya akad di awal. jadi ketika kita sudah menabung dengan

3

Page 4: Makalah Riba

tingkat suku bunga tertentu, maka kita akan mengetahui hasilnya dengan pasti.

berbeda dengan prinsip bagi hasil yang hanya memberikan nisbah bagi hasil bagi

deposannya. dampaknya akan sangat panjang pada transaksi selanjutnya. yaitu bila

akad ditetapkan di awal/persentase yang didapatkan penabung sudah diketahui, maka

yang menjadi sasaran untuk menutupi jumlah bunga tersebut adalah para pengusaha

yang meminjam modal dan apapun yang terjadi, kerugian pasti akan ditanggung oleh

peminjam. berbeda dengan bagi hasil yang hanya memberikan nisbah tertentu pada

deposannya. maka yang di bagi adalah keuntungan dari yang didapat kemudian dibagi

sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh kedua belah pihak. contoh nisbahnya

adalah 60%:40%, maka bagian deposan 60% dari total keuntungan yang didapat oleh

pihak bank.

Sejarah Riba

Orang Yahudi mengharamkan riba sesama mereka tetapi menghalalkannya kalau

dilakukan pada pihak lain. Hal inilah yang mendorong umat Yahudi memakan riba

dari fihak lain dan menurut al-Qur'an, perbuatan semacam ini dikatakan sebagai hal

memakan riba.

Menurut Muhammad Assad, dalam The Message of the Qur'an dinyatakan, bahwa setelah

dibebaskan oleh Nabi Musa dari belenggu perbudakan Fir'aun, bangsa Yahudi

mendapatkan berbagai kenikmatan hidup. Tetapi sesudah itu, terutama setelah masa

Nabi Isa, bangsa Yahudi mengalami malapetaka dan kesengsaraan dalam sejarah

mereka.

Salah satu sebabnya adalah karena mereka suka menjalankan praktek riba dan memakan

harta manusia secara batil. Dalam kitab orang Yahudi sendiri (Taurat dan Zabur) telah

dilarang praktek-praktek riba.

Allah Swt berfirman, “Maka disebabkan kedzaliman orang-orang Yahudi, Kami

haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya)

dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari

jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka

telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang

batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu

siksa yang pedih”. (An-Nisa`: 160-161)

4

Page 5: Makalah Riba

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN RIBA

1. Pengertian secara bahasa :

a) yaitu meminta tambahan dari sesuatu yang dihutangkan (bertambah) الزيادة

b) yaitu membungakan harta uang atau yang lainnya (berkembang/berbunga) النام

yang dipinjamkan kepada orang lain

c) Berlebihan atau menggelembung

2. Pengertian secara istilah :

a. Menurut Ulama Hanabilah : “Pertambahan sesuatu yang dikhususkan”.

b. Menurut Ulama Hanafiyah : “Tambahan pada harta pengganti dalam pertukaran

harta dengan harta”.

c. Menurut al-Mali : “Akad yang terjadi atas penukaran barang tertentu yang tidak

diketahui perimbangannya menurut ukuran syara’, ketika berakad atau dengan

mengakhirkan tukaran kedua belah pihak atau salah satu keduanya”.

d. Menurut Abdurrahman al-Jaiziri : “Akad yang terjadi dengan penukaran tertentu,

tidak diketahui sama atau tidak menurut aturan syara’ atau terlambat salah satunya”.

e. Menurut Syaikh Muhammad Abduh : “Penambahan-penambahan yang diisyaratkan

oleh orang yang memiliki harta kepada orang yang meminjam hartanya (uangnya),

karena pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah

ditentukan”.

Dari pendapat di atas dapat diketahui bahwa riba adalah akad yang terjadi dengan penukaran

tertentu, tidak diketahui sama atau tidak menurut aturan syara’ atau terlambat salah

satunya.

B. DASAR HUKUM

1. Al-Qur’an

- Allah Swt berfirman, “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat

berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran

5

Page 6: Makalah Riba

(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan

mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,

padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang

yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari

mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang

larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali

(mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal

di dalamnya”. (Q.S. Al-Baqarah 2 : 275)

Ibnu Katsir rh berkata, “Allah Swt menyebutkan perihal orang-orang yang

memakan riba dan memakan harta orang lain dengan cara yang batil serta

melakukan usaha syubhat. Melalui ayat ini Allah Swt memberitakan keadaan

mereka kelak saat mereka dibangkitkan dari kuburnya, lalu berdiri menuju tempat

dihimpunnya semua makhluk.

Untuk itu Allah Swt berfirman, “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak

dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran

(tekanan) penyakit gila”.

Dengan kata lain, tidak sekali-kali mereka bangkit dari kuburnya pada hari

kiamat nanti melainkan seperti orang gila yang terbangun pada saat mendapat

tekanan penyakit dan setan merasukinya. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi

mereka sangat buruk”. (Tafsir Ibnu Katsir)

Ibnu Abbas ra mengatakan bahwa orang yang memakan riba (melakukan riba)

dibangkitkan pada hari kiamat nanti dalam keadaan gila dan tercekik.

Ibnu Katsir rh mengatakan bahwa sesungguhnya mereka menghalalkan hal

tersebut tiada lain karena mereka menentang hukum-hukum Allah dalam syariatnya,

dan hal ini bukanlah analogi mereka yang menyamakan riba dengan jual beli,

karena orang-orang musyrik tidak mengakui kaidah jual beli yang disyariatkan oleh

Allah di dalam Al-Qur’an.

Mereka berkata, “sesungguhnya jual beli sama dengan riba”. Hal ini jelas

merupakan pembangkangan terhadap hukum syara’ yakni menyamakan yang halal

dan yang haram.

Kemudian firman Allah Swt, “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan

mengharamkan riba”. Ibnu Katsir rh berkata tentang ayat ini bahwa ayat ini untuk

6

Page 7: Makalah Riba

menyanggah protes yang mereka katakan, padahal mereka mengetahui bahwa Allah

membedakan antara jual beli dan riba secara hukum.

Firman Allah Swt, “Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari

Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah

diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada

Allah”.

Ibnu Katsir rh berkata bahwa barangsiapa yang telah sampai kepadanya larangan

Allah terhadap riba, lalu ia berhenti dari melakukan riba setelah sampai berita itu

kepadanya, maka masih diperbolehkan mengambil apa yang dahulu ia lakukan

sebelum ada larangan.

Riba itu bisa menghapus pahala jihad. Ummu Bahnah (ibu dari Zaid ibnu Arqam)

pernah berkata kepada Siti Aisyah ra, istri Nabi Saw, “Hai Ummul Mu’minin,

kenalkah engkau dengan Zaid ibnu Arqam?”. Siti Aisyah ra menjawab, “Ya”. Ia

berkata, “Sesungguhnya aku menjual seorang budak kepadanya seharga 800 secara

‘ata. Lalu ia memerlukan dana, maka aku kembali membeli budak itu dengan harga

600 sebelum tiba masa pelunasannya”.

Siti Aisyah ra menjawab, “Seburuk-buruk jual beli adalah apa yang kamu

lakukan, alangkah buruknya jual beli kamu. Sampaikanlah kepada Zaid bahwa

semua jihadnya bersama Rasulullah Saw akan dihapuskan dan benar-benar akan

dihapuskan (pahalanya) jika tidak mau bertaubat”. (HR Ibnu Abi Hatim) (Tafsir

Ibnu Katsir)

Firman Allah Swt, “Orang yang kembali mengambil riba)” yakni kembali

melakukan riba sesudah sampai kepadanya larangan Allah, berarti ia pasti terkena

hukuman dan hujjah mengenainya. Karena itulah firman Allah Swt selanjutnya,

“maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”.

Bab “riba” merupakan bab paling sulit menurut kebanyakan ahli ilmu agama.

Amirul Mu’minin Umar bin Khatthab ra pernah berkata, “Seandainya saja

Rasulullah Saw memberikan suatu keterangan yang memuaskan kepada kami

tentang masalah jad (kakek) dan kalalah serta beberapa bab yang menyangkut

masalah riba.

Maksudnya adalah beberapa masalah yang di dalamnya terdapat campuran

masalah riba. Hukum syariat dengan tegas menyatakan bahwa semua sarana yang

7

Page 8: Makalah Riba

menjurus ke arah hal yang diharamkan hukumnya sama haramnya karena semua

sarana yang membantu ke arah hal yang diharamkan hukumnya haram.

Sebagaimana hal yang menjadi kesempurnaan bagi perkara yang wajib, hukumnya

wajib pula.

Ibnu Abbas ra berkata, “Wahyu yang paling akhir diturunkan kepada Rasulullah

Saw adalah ayat mengenai riba”. (Riwayat Bukhari)

- Allah Swt berfirman, “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah[177]. Dan

Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat

dosa[178]”. (Q.S. Al-Baqarah 2 : 276)

[177]. Yang dimaksud dengan memusnahkan riba ialah memusnahkan harta itu atau

meniadakan berkahnya. Dan yang dimaksud dengan menyuburkan sedekah ialah

memperkembangkan harta yang telah dikeluarkan sedekahnya atau

melipatgandakan berkahnya.

[178]. Maksudnya ialah orang-orang yang menghalalkan riba dan tetap melakukannya.

Ibnu Katsir rh berkata bahwa Allah menghapuskan riba dan melenyapkannya.

Hal ini terjadi dengan cara melenyapkan riba secara keseluruhan dari tangan

pelakunya atau dicabut berkah hartanya sehingga ia tidak dapat memanfaatkannya

melainkan menghilangkannya di dunia dan di akhirat kelak Dia akan menyiksanya.

Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya riba itu sekalipun (hasilnya) banyak

tetapi akibatnya akan menyusut”. (HR Ahmad)

Umar bin Khatthab ra ketika menjabat sebagai Amirul Mu’minin keluar menuju

masjid, lalu beliau melihat makanan yang digelar. Maka ia bertanya, “Makanan

apakah ini?”. Mereka menjawab, “Makanan yang didatangkan buat kami”. Umar

berkata, “Semoga Allah memberkati makanan ini, juga orang yang

mendatangkannya”.

Ketika dikatakan kepadanya bahwa sesungguhnya si pengirim makanan ini telah

menimbun makanan kaum muslimin, Umar bertanya, “Siapa pelakunya?”. Mereka

menjawab bahwa yang melakukannya adalah Farukh maula Usman dan si Fulan

maula Umar.

Maka Khalifah Umar memanggil keduanya, lalu Umar bertanya kepada

keduanya, “Apakah yang mendorong kamu berdua menimbun makanan kaum

8

Page 9: Makalah Riba

muslim?”. Keduanya menjawab, “Wahai Amirul Mu’minin, kami membelinya

dengan harta kami dan menjualnya”.

Umar berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda,

“Barangsiapa yang melakukan penimbunan terhadap makanan kaum muslim,

niscaya Allah akan menghukumnya dengan kepailitan atau penyakit kusta”.

Maka Farukh berkata saat itu juga, Aku berjanji kepada Allah, juga kepadamu

bahwa aku tidak akan mengulangi lagi menimbun makanan untuk selama-lamanya”.

Adapun maula (bekas budak) Umar, ia berkata, “Sesungguhnya kami membeli dan

menjual dengan harta kami sendiri”. Abu Yahya berkata, “Sesungguhnya aku

melihat maula Umar terkena penyakit kusta”. (Riwayat Imam Ahmad) (Tafsir Ibnu

Katsir)

“Dan menyuburkan sedekah”, Ibnu Katsir rh berkata bahwa ayat ini dapat

dibaca yurbi berasal dari rabasy syai-a, yarbu arbahu yurbihi artinya memperbanyak

dan mengembangkan serta menumbuhkan.

“Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu

berbuat dosa” yakni Allah tidak menyukai orang yang hatinya banyak ingkar lagi

ucapan dan perbuatannya banyak berdosa.

Orang yang melakukan riba itu pada hakikatnya tidak rela dengan rezeki halal

yang dibagikan oleh Allah untuknya. Ia kurang puas dengan dengan apa yang

disyariatkan oleh Allah untuknya yaitu usaha yang halal.

Untuk itu ia berusaha dengan cara memakan harta orang lain secara batil melalui

berbagai usaha yang jahat. Ia adalah orang yang ingkar kepada nikmat yang

diperolehnya, lagi suka aniaya dengan memakan harta orang lain secara batil.

- Allah Swt berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah

dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang

beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka

ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu

bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak

menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”. (Q.S. Al-Baqarah 2 : 278-279)

Ibnu Katsir rh berkata bahwa Allah Swt berfirman seraya memerintahkan

kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin agar bertakwa kepada-Nya dan melarang

9

Page 10: Makalah Riba

mereka melakukan hal-hal yang mendekatkan mereka kepada kemurkaan-Nya dan

hal-hal yang menjauhkan diri mereka dari rida-Nya.

Untuk itu Allah Swt berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah

kepada Allah” yakni takutlah kalian kepada-Nya dan ingatlah selalu bahwa kalian

selalu berada di dalam pengawasan-Nya dalam semua perbuatan kalian.

“Dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut)” yakni tinggalkanlah harta

kalian yang ada di tangan orang lain berupa lebihan dari pokoknya sesudah adanya

peringatan ini. “Jika kalian orang-orang beriman” yaitu jika kalian beriman kepada

apa yang disyariatkan oleh Allah buat kalian yaitu penghalalan jual beli dan

pengharaman riba. (Tafsir Ibnu Katsir)

“Maka jika kalian tidak mengerjakan (meninggalkan riba) maka ketahuilah

bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kalian” yakni barangsiapa yang masih

tetap menjalankan riba dan tidak mau menanggalkannya maka sudah merupakan

kewajiban bagi Imam kaum muslimin untuk memerintahkan bertaubat kepadanya.

Jika ia mau bertaubat maka bebaslah ia tetapi jika masih tetap maka lehernya

dipancung. (Tafsir Ibnu Katsir)

Al-Hasan dan Ibnu Sirin, keduanya berkata, “Demi Allah, sesungguhnya

rentenir-rentenir (bankir-bankir) itu benar-benar orang-orang yang memakan riba.

Sesungguhnya mereka telah memaklumatkan perang kepada Allah dan Rasul-Nya.

Seandainya orang-orang dipimpin oleh seorang imam yang adil niscaya imam

diwajibkan memerintahkan mereka untuk bertaubat. Jka mereka mau bertaubat

maka bebaslah mereka tetapi jika mereka tetap melakukan riba maka

dimaklumatkan perang terhadap mereka”. (Riwayat Ibnu Abu Hatim) (Tafsir Ibnu

Katsir)

Qatadah rh berkata bahwa Allah mengancam mereka untuk berperang seperti

yang telah mereka dengar, dan Allah menjadikan mereka boleh diperangi di

manapun mereka berada. Maka jangan sekali-kali melakukan transaksi riba karena

sesungguhnya Allah telah meluaskan usaha yang halal dan menilainya baik. Karena

itu janganlah sekali-kali kalian menyimpang dan berbuat durhaka kepada Allah Swt

karena takut jatuh miskin (Riwayat Ibnu Abi Hatim) (Tafsir Ibnu Katsir)

“Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok

hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya” maksudnya kalian

10

Page 11: Makalah Riba

tidak menganiaya orang lain karena mengambil riba darinya dan tidak pula dianiaya

karena harta pokok kalian dikembalikan tanpa ada tambahan atau pengurangan

melainkan sesuai apa adanya. (Tafsir Ibnu Katsir)

- Allah Swt berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan

riba dengan berlipat ganda[228]] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu

mendapat keberuntungan”. (Q.S. Ali Imran 3 : 130)

[228]. Yang dimaksud riba di sini ialah riba nasi'ah. Menurut sebagian besar ulama

bahwa riba nasi'ah itu selamanya haram, walaupun tidak berlipat ganda.

Ibnu Katsir rh berkata bahwa Allah Swt melarang hamba-hamba-Nya yang

mukmin memberlakukan riba dan memakan riba yang berlipat ganda. Allah Swt

juga memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk bertakwa supaya mereka

menjadi orang-orang yang beruntung dalam kehidupan dunia dan akhirat kelak.

(Tafsir Ibnu Katsir)

- Allah Swt berfirman, “dan disebabkan mereka memakan riba, padahal

sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan

harta benda orang dengan jalan yang batil”. (Q.S. An-Nisa 4 : 161)

Ibnu Katsir rh berkata bahwa Allah Swt telah melarang mereka (yahudi)

melarang melakukan riba tetapi mereka menjalankannya dan menjadikanya sebagai

pekerjaan mereka, lalu mereka melakukan berbagai macam pengelabuan untuk

menutupinya dan mereka memakan harta orang lain dengan cara yang bathil. (Tafsir

Ibnu Katsir)

Allah Swt berfirman, “Di antara Ahli kitab ada orang yang jika kamu

mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di

antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar,

tidak dikembalikannya kepadamu kecuali jika kamu selalu menagihnya. Yang

demikian itu lantaran mereka mengatakan: "tidak ada dosa bagi kami terhadap

orang-orang ummi[206]. Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka

mengetahui”. (Q.S. Ali 'Imran 3 : 75)

[206]. Yang mereka maksud dengan orang-orang ummi dalam ayat ini adalah orang

Arab.

Ibnu Katsir rh berkata tentang Q.S. Ali Imran 75 bahwa Allah Swt

memberitakan perihal orang-orang Yahudi bahwa di antara mereka ada orang-orang

11

Page 12: Makalah Riba

yang khianat, dan Allah Swt memperingatkan kaum mukmin agar bersikap waspada

terhadap mereka, jangan sampai terperdaya.

- Allah Swt berfirman, “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia

bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah”.

(Q.S. Ar-Rum 30 : 39)

2. As-Sunnah

Rasulullah Saw bersabda, “Tinggalkanlah tujuh dosa yang dapat membinasakan”.

Sahabat bertanya, “Apakah itu ya Rasulullah?”. Jawab Nabi, “ (1) Syirik

(mempersekutukan Allah), (2) Berbuat sihir, (3) Membunuh jiwa yang diharamkan

Allah kecuali yang haq, (4) Makan harta riba, (5) Makan harta anak yatim, (6)

Melarikan diri dari medan perang saat berjihad dan (7) Menuduh wanita mukminah

yang sopan (berkeluarga) dengan tuduhan zina”. (HR Bukhari)

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud ra bahwa Rasulullah Saw telah melaknat pemakan

riba, yang mewakili, saksinya dan penulisnya”. (HR Abu Dawud)

Rasulullah Saw bersabda, “Satu dirham uang riba yang dimakan seseorang,

sedangkan orang tersebut mengetahuinya, dosa perbuatan tersebut lebih berat daripada

dosa enam puluh kali zina”. (HR Ahmad)

Rasulullah Saw bersabda, “Riba memiliki enam puluh pintu dosa, dosa yang paling

ringan dari riba ialah seperti dosa yang berzina dengan ibunya”. (HR Ibnu Jarir)

Rasulullah Saw melaknat pemakan riba, dua saksinya, dua penulisnya, jika mereka

tahu yang demikian, mereka dilaknat lidah Muhammad Saw pada hari kiamat”. (HR

Nasa’i)

“Emas dengan emas sama berat sebanding dan perak dengan perak sama berat &

sebanding”. (HR Ahmad)

3. Ijma’

Ijma’ artinya kesepakatan semua ulama’ mujtahidin dari ummat Muhammad SAW pada suatu

masa, atas suatu hukum syari’at. Jadi, apabila para ulama’ itu telah sepakat – baik di masa

sahabat maupun sesudahnya – atas salah satu hukjm syari’at, maka kesepakatan mereka

adalah merupakan ijma’, sedang melaksanakan apa yang mereka sepakati adalah wajib. 

12

Page 13: Makalah Riba

Dalilnya, bahwa nabi SAW telah memberitakan, bahwa para ulama’ kaum muslimin takkan

sepakat atas satu kesesatan. Jadi kesepakatan mereka adalah merupakan kebenaran. Dalam

Musnadnya (6 396), 

Ahmad telah meriwayatkan dari Abu Bashrah al-Ghifari RA, bahwa Rasulullah SAW

bersabda:

“Aku telah meminta kepada Allah ‘Azza Wa Jalla’ agar ummatku tidak menyepakati suatu

kesesatan, maka permintaanku itu Dia perkenankan.” 

Contohnya ialah ijma’ para sahabat RA, bahwa kakek mengambil seperenam harta

peninggalan si mayi, bila ada anak lelaki, sedang ayah mayit itu tidak ada. 

Kedudukan Ijma' dalam Fiqih Islam

Sebagai rujukan hukum, ijma’ menempati urutan ketiga. Artinya, apabila kita tidak

mendapatkan hukum dalam al-Qur’an maupun dalam as-Sunnah, maka kita tinjau apakah

para ulama’ kaum muslimin telah ijma’. Apabila ternyata demikian, maka ijma’ mereka

kita ambil dan kita laksanakan.

Seluruh ulama sepakat bahwa riba diharamkan dalam Islam.

C . MACAM-MACAM RIBA

Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua.Yaitu riba hutang-piutang dan riba jual-beli.

Riba hutang-piutang terbagi menjadi 2 yaitu

1. riba qardh dan 2. riba jahiliyyah.

Sedangkan riba jual-beli terbagi 2 juga yaitu 

1. riba fadhl dan 2. riba nasi’ah.

Berikut penjelasannya :

13

Page 14: Makalah Riba

a. riba hutang piutang ( yad )

Riba QardhSuatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang

berhutang (muqtaridh). Riba Jahiliyyah Hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar

hutangnya pada waktu yang ditetapkan.

b. riba jual beli ( bai’)

Riba jual beli dibagi menjadi 2 bagian yaitu riba fadhl dan riba nasi’ah (Ibn Rusyd, Bidayah

al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, juz 2 hal. 129)

1. Riba al-fadhl (riba pertukaran)

Menurut ulama Hanafiyah, riba fadhl adalah “Tambahan zat harta pada akad jual beli

yang diukur dan sejenis”.

Dengan kata lain, riba fadhl adalah berlebih salah satu dari dua pertukaran yang

diperjualbelikan. Bila yang diperjualbelikan sejenis, berlebih timbangannya pada barang-

barang yang ditimbang, berlebih takarannya pada barang-barang yang ditakar dan

berlebih ukurannya pada barang-barang yang diukur.

Oleh karena itu, jika melaksanakan akad sharf (penukaran) antar barang yang sejenis,

tidak boleh dilebihkan salah satunya agar terhindar dari unsur riba. Larangannya adalah

menukar atau menjual komoditi yang sama (terkait dengan 6 komoditi yaitu emas, perak,

gandum, biji-bijian, garam dan kurma) dengan jumlah yang berbeda.

2. Riba nasi’ah

Menurut ulama Hanafiyah, riba nasi’ah adalah “Memberikan kelebihan terhadap

pembayaran dari yang ditangguhkan, memberikan kelebihan pada benda dibanding

utang pada benda yang ditakar atau ditimbang yang berbeda jenis atau selain dengan

yang ditakar dan ditimbang yang sama jenisnya”. (Alauddin al-Kasani, Bada’i ash-

Shana’i fi Tartib Asy-Syara’i, juz 5 hal. 183)

Riba nasi’ah adalah melebihkan pembayaran atau barang yang dipertukarkan,

diperjualbelikan atau diutangkan karena adanya tambahan waktu pembayaran atau

penyerahan barang baik yang sejenis ataupun tidak.

14

Page 15: Makalah Riba

D. HAL YANG MENIMBULKAN RIBA

1. Tidak sama nilainya

2. Tidak sama ukurannya menurut syara’, baik timbangan, takaran maupun ukurannya

3. Tidak tunai di majelis akad

E. CONTOH PRAKTEK RIBA

- Mukhabarah, juga dikenal dengan istilah muzara’ah : ialah menyewa lahan dengan

bayaran sebagian dari apa yang dihasilkan dari lahan itu

- Muzabanah : ialah membeli buah kurma gemading yang ada di pohonnya dengan

pembayaran berupa buah kurma yang telah dipetik (masak).

- Muhaqalah yaitu membeli biji-bijian yang masih hijau dengan biji-bijian yang telah

masak (ijon).

Sesungguhnya ketiga hal di atas dan yang semisal dengannya diharamkan karena adanya

persamaan yang tidak diketahui atau disebut juga mufadalah (ada kelebihan pada salah

satu pihaknya).

- Segala sesuatu yang menjurus ke riba adalah haram dan semua sarana yang

membantunya.

- Pertukaran uang yang tidak sama nilai intrinsiknya (misal 100 dinar emas indonesia

dengan 100 dinar emas dubai tapi ketika ditimbang ada selisih 2 gram)—maka 2 gram

tsb adalah riba karena tidak ada imbangannya (tidak tamasul/sama nilainya)

- Pinjaman uang dengan lebih (pinjam 10 dinar, dikembalikan ditambah 10% dari pokok

pinjaman, jadi 11 dinar)—maka yang 10% dari pokok pinjaman tsb (1 dinar) adalah riba

karena tidak ada imbangannya (tidak tamasul/sama nilainya)

- Pertukaran 1 liter beras ketan dengan 2 liter beras organik maka pertukaran tersebut

adalah riba karena beras harus diktukar dengan yang sejenis dan tidak dilebihkan.Maka

solusinya adalah beras ketannya dijual dulu kemudian uangnya dibelikan beras organik

atau dikonversikan ke nilai uang hingga sama nilainya.

- Seseorang yang menukar 5 gram emas 22 karat dengan 5 gram emas 12 karat termasuk

riba walaupun sama ukurannya tetapi berbeda nilai (harganya) atau menukarkan 5 gram

emas 22 karat dengan 10 gram emas 12 karat yang harganya sama, juga termasuk riba

sebab walaupun harganya sama, ukurannya berbeda.

15

Page 16: Makalah Riba

F. PENDAPAT ULAMA FIQIH TENTANG ILLAT RIBA

Ulama sepakat menetapkan riba fadhl pada 7 barang yaitu emas, perak, gandum, sya’ir

(biji-bijian), kurma, garam dan anggur kering. Pada benda-benda ini, adanya tambahan

pada pertukaran sejenis adalah diharamkan.

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa

sallam bersabda :

“Emas dengan emas, perak dengan perak, burr dengan burr, sya’ir dengan sya’ir, kurma

dengan kurma dan garam dengan garam harus sama (timbangannya), serah terima di

tempat (tangan dengan tangan). Barangsiapa menambah atau minta tambah maka dia

terjatuh dalam riba, yang mengambil dan yang memberi dalam hal ini adalah sama.” (HR.

Muslim)

Adapun pada barang selain itu, para ulama berbeda pendapat :

- Imam Malik mengkhususkannya pada makanan pokok

- Menurut pendapat masyhur dari Imam Ahmad dan Abu Hanifah, riba fadhl terjadi pada

setiap jual beli barang sejenis dan yang ditimbang

- Imam Syafi’i berpendapat bahwa riba fadhl dikhususkan pada emas dan perak serta

makanan meskipun tidak ditimbang

Perbedaan antar madzhab lebih detail sbb :

1. Madzhab Maliki

Illat diharamkannya riba menurut ulama Malikiyah pada emas dan perak adalah

harga, sedangkan mengenai illat riba dalam makanan, mereka berbeda pendapat dalam

hubungannya dengan riba nasi’ah dan riba fadhl.

Illat diharamkannya riba nasi’ah dalam makanan adalah sekadar makanan saja

(makanan selain untuk mengobati), baik karena pada makanan tersebut terdapat unsur

penguat (makanan pokok) dan kuat disimpan lama atau tidak kedua unsur tersebut.

Illat diharamkannya riba fadhl pada makanan adalah makanan tersebut dipandang

sebagai makanan pokok dan kuat disimpan lama.

Alasan utama Malikiyah menetapkan illat di atas antara lain apabila riba dipahami

agar tidak terjadi penipuan di antara manusia dan dapat saling menjaga, makanan

16

Page 17: Makalah Riba

tersebut haruslah dari makanan yang menjadi pokok kehidupan manusia yakni makanan

pokok seperti gandum, padi, jagung dan lain-lain.

2. Madzhab Hanafi

Illat riba fadhl menurut ulama Hanafiyah adalah jual beli barang yang ditakar atau

ditimbang serta barang yang sejenis seperti emas, perak, gandum, syair, kurma, garam

dan anggur kering. Dengan kata lain jika barang-barang yang sejenis dari barang-barang

yang telah disebut di atas seperti gandum dengan gandum ditimbang untuk

diperjualbelikan dan terdapat tambahan dari salah satunya, terjadilah riba fadhl.

Adapun jual beli pada selain barang-barang yang ditimbang seperti hewan, kayu dan

lain-lain tidak dikatakan riba meskipun ada tambahan dari salah satunya seperti menjual

1 ekor kambing dengan 2 ekor kambing sebab tidak termasuk barang yang bisa

ditimbang. (Alauddin al-Khuskhafi, Ad-Durul Mukhtar, juz 4, hal. 185)

Ulama Hanafiyah mendasarkan pendapat mereka pada hadits shahih Said al-Khudri

dan Ubadah ibn Shanit ra bahwa Nabi Saw bersabda, “emas dengan emas, keduanya

sama (mitslan bi mitslin), tumpang terima (yadan bi yadin), (apabila ada) tambahan

adalah riba, perak dengan perak, keduanya sama, tumpang terima, (apabila ada)

tambahan adalah riba, gandum dengan gandum, keduanya sama, tumpang terima,

(apabila ada) tambahan adalah riba, sya’ir dengan sya’ir, keduanya sama, tumpang

terima, (apabila ada) tambahan adalah riba, kurma dengan kurma, keduanya sama,

tumpang terima, (apabila ada) tambahan adalah riba, garam dengan garam, keduanya

sama, tumpang terima, (apabila ada) tambahan adalah riba”.

Di antara hikmah diharamkannya riba adalah untuk menghilangkan tipu menipu di

antara manusia dan juga menghindari kemudharatan. Asal keharamannya adalah Sadd

Adz-Dzara’i (menurut pintu kemudharatan).

Namun demikian tidak semuanya berdasarkan sadd adz-dzara’i tetapi ada pula yang

betul-betul dilarang seperti menukar barang yang baik dengan yang buruk sebab hal

yang keluar dari ketetapan harus adanya kesamaan (mitslan bi mitslin).

Ukuran riab fadhl pada makanan adalah ½ sha’ sebab menurut golongan ini, itulah

yang telah ditetapkan syara’ (Alauddin al-Khuskhafi, Ad-Durul Mukhtar, juz 4, hal.

188). Oleh karena itu dibolehkan tambahan jika kurang dari ½ sha’.

Illat riba nasi’ah adalah adanya salah satu dari 2 sifat yang ada pada riba fadhl dan

pembayarannya diakhirkan. Riba jenis ini telah biasa dikerjakan oleh orang jahiliyah

17

Page 18: Makalah Riba

seperti seseorang membeli 2 kg gandum pada bulan Muharram dan akan dibayar

menjadi 2,5 kg gandum pada bulan Safar.

3. Madzhab Syafi’i

Illat riba pada emas dan perak adalah harga yakni kedua barang tersebut dihargakan

atau menilai harga suatu barang. Illat pada makanan adalah sesuatu yang bisa dimakan

dan memenuhi 3 kriteria sbb :

a. Sesuatu yang biasa ditujukan sebagai makanan atau makanan pokok

b. Makanan yang lezat atau dimaksudkan untuk melezatkan makanan, seperti ditetapkan

dalam nash adalah kurma, diqiyaskan padanya, seperti tin dan anggur kering

c. Makanan yang dimaksudkan untuk menyehatkan badan dan memperbaiki makanan

yakni obat. Ulama Syafi’iyah antara lain beralasan bahwa makanan yang

dimaksudkan adalah untuk menyehatkan badan termasuk pula obat untuk

menyehatkan badan.

Dengan demikian riba dapat terjadi pada jual beli makanan yang memenuhi kriteria

di atas. Agar terhindar dari unsur riba, menurut ulama Syafi’iyah, jual beli harus

memenuhi kriteria :

a. Dilakukan waktu akad, tidak mengaitkan pembayarannya pada masa yang akan

datang

b. Sama ukurannya

c. Tumpang terima

Menurut ulama Syafi’iyah, jika makanan tersebut berbeda jenisnya seperti menjual

gandum dengan jagung, dobolehkan adanya tambahan, berdasarkan pada hadits

Rasulullah Saw bersabda, “Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan

gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam, keduanya

sama, tumpang terima. Jika tidak sejenis, juallah sekehendakmu asalkan tumpang

terima”.

Selain itu, dipandang tidak riba walaupun ada tambahan jika asalnya tidak sama

meskipun bentuknya sama, seperti menjual tepung gandum dengan tepung jagung.

4. Madzhab Hambali

Pada madzhab ini terdapat 3 riwayat tentang illat riba, yang paling masyhur adalah

seperti pendapat ulama Hanafiyah hanya saja ulama Hanabilah mengharamkan pada

setiap jual beli sejenis yang ditimbang dengan satu kurma.

18

Page 19: Makalah Riba

Riwayat kedua adalah sama dengan illat yang dikemukakan oleh ulama Syafi’iyah.

Riwayat ketiga, selain pada emas dan perak adalah pada setiap makanan yang

ditimbang, sedangkan pada makanan yang tidak ditimbang tidak dikategorikan riba

walaupun ada tambahan. Demikian juga pada sesuatu yang tidak dimakan manusia.

Hal ini sesuai dengan pedapat Saib bin Musayyib (Ibnu Qudamah, Al-Muhtaj, juz 4,

hal. 3-5) yang mendasarkan pendapatnya pada hadits Rasulullah Saw bersabda, “Tidak

ada riba kecuali pada yang ditimbang atau dari yang dimakan dan diminum”. (HR

Daruquthni)

G. RINGKASAN DARI PERBEDAAN PENDAPAT ULAMA

Perbedaan pendapat di kalangan ulama di atas menyebabkan adanya beberapa perbedaan

lainnya sbb :

1. Berkaitan dengan Riba Fadhl

Ulama Hanafiyah membolehkan adanya tambahan pada makanan yang tidak

ditimbang sebab tidak ada illat riba yaitu timbangan.

Menurut Ulama Syafi’iyah, hal itu tidak boleh sebab meskipun tidak ditimbang, tetap

termasuk jenis makanan.

Sesuatu yang tidak termasuk makanan tetapi ditimbang dan diukur,menurut ulama

Hanafiyah tidak boleh ada tambahan sedangkan menurut ulama Syafi’iyah dibolehkan

karana bukan termasuk makanan.

2. Berkaitan dengan Jenis

Para ulama berbeda pendapat tentang jual beli yang berkaitan dengan jenis :

a. Jual beli tepung dengan sejenisnya

Seperti tepung gandum dengan tepung gandum, ulama Hanafiyah dan Hanabilah

membolehkannya sedangkan ulama Malikiyah dan Syafi’iyah melarangnya.

b. Jual beli dengan hewan

Imam Abu Hanifah dan Abu Yusuf membolehkan jual beli daging yang dapat

dimakan dengan hewan sejenisnya sebab sama dengan menjual sesuatu yang

ditimbang dengan sesuatu yang tidak ditimbang.

Ulama Malikiyah, Hanabilah dan Syafi’iyah melarangnya seperti menjual daging

kambing dengan kambing sebab Rasulullah Saw sebagaimana hadits yang

19

Page 20: Makalah Riba

diriwayatkan Baihaqi, melarang jual beli sesuatu yang masih hidup dengan sesuatu

yang sudah mati.

Perbedaan-perbedaan lainnya tentu saja masih banyak, baik yang berkaitan dengan

riba fadhl maupun dengan riba nasi’ah.

H. DAMPAK RIBA

1. Kekayaan hanya berputar di segelintir orang saja

2. Yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin

3. Mustahik (penerima zakat) semakin meningkat dan muzakki (pembayarzakat) semakin

menurun

4. Terjadinya over produksi

5. Monopoli

6. Penimbunan barang

7. Matinya sedekah

8. Pengurangan timbangan

9. Makanan semakin tidak berkualitas dan syubhat

10. Cara penawaran barang (iklan) dusta

11. Sumpah palsu

12. Kerusakan harga

DAFTAR PUSTAKA

http://katolisitas.org/2010/03/23/bolehkan-menarik-bunga-dari-peminzaman-uang/

http://de-kill.blogspot.com/2008/11/riba-dalam-islam.html

http://asysyariah.com/riba.html

http://www.bloggerlombok.com/2011/03/makalah-riba.html

http://muhammad-taswin.blogspot.com/2011/11/makalah-riba.html

http://www.titokpriastomo.com/fiqih/pengertian-riba-jenis-jenis-riba-contoh-

contoh-riba.html

20

Page 21: Makalah Riba

21