30
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies atau penyakit anjing gila adalah penyakit hewan yang bersifat zoonosis (menular ke manusia).. Rabies disebabkan oleh virus rabies, dari genus Lyssavirus, famili Rhabdoviridae (OIE, 2008). Virus rabies termasuk virus yang memiliki genom RNA untai tunggal berpolaritas negatif (ss-RNA virus), memiliki ukuran diameter 75 nm dan panjang 180 nm. Virus rabies memiliki lima jenis partikel protein yang berbeda yakni glikoprotein (G), matrik protein (M), RNA polymerase (L), nukleoprotein (N), dan phosphoprotein (P) (Coll, 1995). Virus rabies dikeluarkan bersama air liur hewan yang terinfeksi dan ditularkan melalui gigitan, cakaran atau melalui kulit yang terluka (Bingham, 2005; Kang et al., 2007). Menurut laporan WHO (2005), penyakit rabies dapat timbul akibat kelalaian manusia “neglected disease” karena penyakit ini sebenarnya dapat dicegah sebelum muncul. Penyakit rabies tersebar di seluruh dunia dengan perkiraan 55.000 kematian pertahun, hampir semuanya terjadi di negara berkembang. Jumlah yang terbanyak dijumpai di Asia sebesar 31.000 jiwa (56%) dan Afrika 24.000 jiwa (44%). Diperkirakan 30% 50% proporsi dari kematian yang dilaporkan terjadi pada anak- anak di bawah usia 15 tahun (WHO, 2006). Kasus klinis rabies pada hewan maupun manusia selalu berakhir dengan kematian. Penyakit Rabies menimbulkan dampak psikologis seperti kepanikan, kegelisahan, kekhawatiran, kesakitan dan ketidaknyamanan pada orang-orang yang

Makalah Rabies Dan Dampaknya

Embed Size (px)

DESCRIPTION

veteriner

Citation preview

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Rabies atau penyakit anjing gila adalah penyakit hewan yang bersifat zoonosis

    (menular ke manusia).. Rabies disebabkan oleh virus rabies, dari genus Lyssavirus,

    famili Rhabdoviridae (OIE, 2008). Virus rabies termasuk virus yang memiliki genom

    RNA untai tunggal berpolaritas negatif (ss-RNA virus), memiliki ukuran diameter 75

    nm dan panjang 180 nm. Virus rabies memiliki lima jenis partikel protein yang

    berbeda yakni glikoprotein (G), matrik protein (M), RNA polymerase (L),

    nukleoprotein (N), dan phosphoprotein (P) (Coll, 1995). Virus rabies dikeluarkan

    bersama air liur hewan yang terinfeksi dan ditularkan melalui gigitan, cakaran atau

    melalui kulit yang terluka (Bingham, 2005; Kang et al., 2007).

    Menurut laporan WHO (2005), penyakit rabies dapat timbul akibat kelalaian

    manusia neglected disease karena penyakit ini sebenarnya dapat dicegah sebelum

    muncul. Penyakit rabies tersebar di seluruh dunia dengan perkiraan 55.000 kematian

    pertahun, hampir semuanya terjadi di negara berkembang. Jumlah yang terbanyak

    dijumpai di Asia sebesar 31.000 jiwa (56%) dan Afrika 24.000 jiwa (44%).

    Diperkirakan 30% 50% proporsi dari kematian yang dilaporkan terjadi pada anak-

    anak di bawah usia 15 tahun (WHO, 2006).

    Kasus klinis rabies pada hewan maupun manusia selalu berakhir dengan

    kematian. Penyakit Rabies menimbulkan dampak psikologis seperti kepanikan,

    kegelisahan, kekhawatiran, kesakitan dan ketidaknyamanan pada orang-orang yang

  • 2

    terpapar. Kerugian ekonomi yang ditimbulkan pada daerah tertular terjadi karena

    biaya penyidikan, pengendalian yang tinggi, serta tingginya biaya postexposure

    treatment. Disamping itu, kerugian akibat pembatalan kunjungan wisatawan,

    terutama di daerah yang menjadi tujuan wisata penting di dunia, seperti Bali, dapat

    saja terjadi jika tingkat kejadian rabies sangat tinggi.

    Rabies telah ada di Indonesia sejak abad ke-19 dan telah tersebar di sebagian

    besar wilayah. Rabies dilaporkan pertama kali oleh Stchorl pada tahun 1884, yaitu

    pada seekor kuda di Bekasi, Jawa Barat. Selanjutnya kasus rabies pada kerbau

    dilaporkan pada tahun 1889, kemudian rabies pada anjing dilaporkan oleh Penning

    tahun 1890 di Tangerang. Kasus rabies pada manusia dilaporkan oleh Eilerts de Haan

    pada seorang anak di Desa Palimanan, Cirebon tahun 1894. Selanjutnya rabies

    dilaporkan semakin menyebar kebeberapa wilayah di Indonesia, yaitu Sumatra Barat,

    Jawa Tengah dan Jawa Timur tahun 1953, Sulawesi Selatan tahun 1959, Lampung

    1969, Aceh tahun 1970, Jambi dan DI Yogyakarta tahun 1971. Rabies di Bengkulu,

    DKI Jakarta, dan Sulawesi Tengah di laporkan tahun 1972, Kalimantan Timur tahun

    1974 dan Riau tahun 1975. Pada dekade 1990-an dan 2000-an rabies masih terus

    menjalar ke wilayah yang sebelumnya bebas historis menjadi tertular, yaitu Pulau

    Flores tahun 1998, Pulau Ambon dan Pulau Seram tahun 2003, Halmahera dan

    Morotai tahun 2005, Ketapang tahun 2005, serta Pulau Buru tahun 2006. Kemudian

    Pulau Bali dilaporkan tertular rabies tahun 2008, Pulau Bengkalis dan Pulau Rupat di

    Propinsi Riau tahun 2009 (Direktorat Kesehatan Hewan, 2006; Kepmentan, 2008).

    Penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) rabies merupakan salah satu upaya

    preventif yang berperan dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat

  • 3

    gigitan anjing yang sampai saat ini masih belum dapat dituntaskan. Pelaksanaan

    program ini merupakan program yang melibatkan multi sektoral baik oleh seluruh

    unit pelayanan kesehatan (UPK) seperti Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah dan

    Swasta, Instansi dan Organisasi lain yang turut mendukung program ini, di samping

    juga peran serta masyarakat secara paripurna dan terpadu (Depkes RI, 2001).

    Pengendalian penyakit rabies umumnya dilakukan dengan vaksinasi dan

    eliminasi anjing liar/diliarkan, disamping program sosialisasi, dan pengawasan lalu

    lintas hewan penular rabies (HPR). Vaksinasi massal merupakan cara yang efektif

    untuk pencegahan dan pengendalian rabies.Oleh karena itu perlu adanya penyuluhan

    serta tindakan-tindakan preventif terkait bahaya yang ditimbulkan akibat penyakit

    anjing gila ini sehingga dimungkinkan penyakit anjing gila ini dapat diatasi dan

    sebagai informasi untuk mengambil kebijakan pengendalian wabah penyakit rabies

    dalam program pencegahan penyakit rabies. Selanjutnya dapat meningkatkan

    surveilance terpadu dengan Dinas Peternakan dan Pertanian dalam penanganan kasus

    tersangka maupun penderita rabies.

    1.2 Rumusan Masalah

    1. Apakah pengertian penyakit rabies ?

    2. Apakah etiologi (virus penyebab) penyakit rabies ?

    3. Bagaimanakah tanda-tanda dan gejala penyakit rabies ?

    4. Bagaimana cara penularan penyakit rabies ?

    5. Apakah akibat dan bahaya dari penyakit rabies ?

    6. Bagaimanakah cara penanggulangan penyakit rabies ?

  • 4

    7. Bagaimanakah segi aspek sosial dan ekonomi terhadap penyakit rabies ?

    8. Bagaimanakah peraturan perundang-undangan tentang penyakit rabies ?

    1.3 Tujuan Penulisan

    1. Mengetahui apa pengertian penyakit rabies.

    2. Mengetahui apa etiologi (virus penyebab) penyakit rabies.

    3. Mengetahui tanda-tanda dan gejala penyakit rabies.

    4. Mengetahui cara penularan penyakit rabies.

    5. Mengetahui akibat dan bahaya dari penyakit rabies

    6. Mengetahui cara penanggulangan penyakit rabies.

    7. Mengetahui segi aspek sosial dan ekonomi terhadap penyakit rabies.

    8. Mengetahui peraturan perundang-undangan tentang penyakit rabies.

  • 5

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1 Penyakit Rabies

    Gambar 1. Virus Rabies

    Rabies adalah penyakit menular khas pada hewan tertentu khusunya anjing

    dan srigala yang disebabkan oleh virus dapat ditularkan kepada manusia melalui

    gigitan hewan yang tertular (Kamus Kedokteran : 295)

    Rabies adalah penyakit infeksi tingkat akut pada susunan saraf pusat yang

    disebabkan oleh virus rabies. Penyakit ini bersifat zoonotik, yaitu dapat ditularkan

    dari hewan ke manusia. Virus rabies ditularkan ke manusia melalu gigitan hewan

    misalnya oleh anjing, kucing, kera, rakun, dan kelelawar. Rabies disebut juga

    penyakit anjing gila.

  • 6

    2.2 Etiologi Penyakit Rabies

    Rabies disebabkan oleh virus rabies yang masuk ke keluarga Rhabdoviridae

    dan genus Lysavirus. Karakteristik utama virus keluarga Rhabdoviridae adalah hanya

    memiliki satu utas negatif RNA yang tidak bersegmen.Virus ini hidup pada beberapa

    jenis hewan yang berperan sebagai perantara penularan. Spesies hewan perantara

    bervariasi pada berbagai letak geografis. Hewan-hewan yang diketahui dapat menjadi

    perantara rabies antara lain rakun (Procyon lotor) dan sigung (Memphitis memphitis)

    di Amerika Utara, rubah merah (Vulpes vulpes) di Eropa, dan anjing di Afrika, Asia,

    dan Amerika Latin. Afrika, Asia, dan Amerika Latin memiliki tingkat rabies yang

    masih tinggi.

    Hewan perantara menginfeksi inang yang bisa berupa hewan lain atau

    manusia melalui gigitan. Infeksi juga dapat terjadi melalui jilatan hewan perantara

    pada kulit yang terluka. Setelah infeksi, virus akan masuk melalui saraf-saraf menuju

    ke sumsum tulang belakang dan otak dan bereplikasi di sana. Selanjutnya virus akan

    berpindah lagi melalui saraf ke jaringan non saraf, misalnya kelenjar liur dan masuk

    ke dalam air liur. Hewan yang terinfeksi bisa mengalami rabies buas/ ganas ataupun

    rabies jinak/ tenang. Pada rabies buas/ ganas, hewan yang terinfeksi tampak galak,

    agresif, menggigit dan menelan segala macam barang, air liur terus menetes,

    meraung-raung gelisah kemudian menjadi lumpuh dan mati. Pada rabies jinak/tenang,

    hewan yang terinfeksi mengalami kelumpuhan lokal atau kelumpuhan total, suka

    bersembunyi di tempat gelap, mengalami kejang dan sulit bernapas, serta

    menunjukkan kegalakan.

  • 7

    Gambar 2. Transmisi penyakit Rabies

    Virus Rabies selain terdapat di susunan syaraf pusat, juga terdapat di air liur

    hewan penderita rabies. Oleh sebab itu penularan penyakit rabies pada manusia atau

    hewan lain melalui gigitan. Gejala-gejala rabies pada hewan timbul kurang lebih 2

    minggu (10 hari - 8 minggu). Sedangkan pada manusia 2-3 minggu sampai 1 tahun.

    Masa tunas ini dapat lebih cepat atau lebih lama tergantung pada :

    - Dalam dan parahnya luka bekas gigitan.

    - Lokasi luka gigitan.

    - Banyaknya syaraf disekitar luka gigitan.

    - Pathogenitas dan jumlah virus yang masuk melalui gigitan.

    - Jumlah luka gigitan.

    -

    Di Indonesia hewan-hewan yang biasa menyebarkan penyakit rabies adalah :

  • 8

    - Anjing

    - Kucing

    - Kera

    Meskipun sangat jarang terjadi, rabies bisa ditularkan melalui penghirupan

    udara yang tercemar virus rabies. Dua pekerja laboratorium telah mengkonfirmasi hal

    ini setelah mereka terekspos udara yang mengandung virus rabies. Pada tahun 1950,

    dilaporkan dua kasus rabies terjadi pada penjelajah gua di Frio Cave, Texas yang

    menghirup udara di mana ada jutaan kelelawar hidup di tempat tersebut. Mereka

    diduga tertular lewat udara karena tidak ditemukan sama sekali adanya tanda-tanda

    bekas gigitan kelelawar.

    2.3 Tanda-tanda dan Gejala Penyakit Rabies

    Gejala yang terlihat pada umumnya adalah berupa manifestasi peradangan

    otak (encephalitis) yang akut baik pada hewan maupun manusia. Pada manusia

    keinginan untuk menyerang orang lain pada umumnya tidak ada.

    Gambar 3. Gejala klinis rabies pada manusia

  • 9

    Masa inkubasi rabies pada anjing dan kucing berkisar antara 10 sampai 8

    minggu. Pada sapi, kambing, kuda dan babi berkisar antara 1 sampai 3 bulan.

    Tanda klinis pada hewan pemamah biak dapat dilibat seperti gelisah, gugup,

    liar dan adanya rasa gatal pada seluruh tubuh, kelumpuhan pada kaki belakang dan

    akhirnya hewan mati. Pada hari pertama atau kedua gejala klinis terlihat biasanya

    temperatur normal, anorexia, eskpresi wajah berubah dari biasa, sering menguak dan

    ini merupakan tanda yang spesiftk bagi hewan yang menderita rabies.

    Gambar 4. Anjing yang terkena rabies

    Gejala-gejala rabies pada hewan ada dua :

    1. Rabies Ganas

    o Pada anjing, dari ramah menjadi penakut dan tidak menurut lagi pada

    tuannya.

    o Selalu bersembunya di tempat gelap dan dingin.

  • 10

    o Nafsu makan berkurang.

    o Suara menjadi parau.

    o Memakan benda-benda asing, batu, kayu, dsb.

    o Ekornya ada diantara kedua pahanya.

    o Menyerang dan mengigit siapa saja (menjadi lebih agresif).

    o Kejang yang disusul dengan kelumpuhan.

    o Biasanya akan mati 4-5 hari setelah timbul gejala pertama.

    2. Rabies Tenang

    o Pada jenis ini, kejang-kejang berlangsung singkat dan sangat jarang

    terlihat.

    o Kelumpuhan sangat menonjol pada rabies jenis ini.

    o Tidak dapat menelan.

    o Mulut terbuka dan air liur keluar terus-menerus, disusul kematian

    dalam waktu singkat.

    Gejala-gejala rabies pada manusia dibagi menjadi empat stadium :

    1. Stadium Prodromal

    o Tidak khas seperti gejala sakit biasa seperti, demam, sakit kepala,

    malaise, anoreksia, nausea, mual dan rasa nyeri ditenggorokan selama

    beberapa hari, dsb.

  • 11

    2. Stadium Sensoris

    o Biasanya terasa nyeri di daerah bekas gigitan, paraesthesia, panas,

    gugup, anxietas. Kemudian disusul dengan gejala cemas, dan reaksi

    yang berlebihan terhadap rangsang sensorik.

    3. Stadium Eksitasi

    o Tonus otot-otot dan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan

    gejala hiperhidrosis, hipersalivasi, hiperlakrimasi dan pupil dilatasi.

    o Bersamaan dengan stadium eksitasi ini penyakit mencapai puncaknya,

    yang sangat khas pada stadium ini ialah adanya macam-macam phobi,

    yang sangat terkenal diantaranya ialah hidrofobi (takut dengan air).

    o Kontraksi otot-otot Faring dan otot-otot pernapasan dapat pula

    ditimbulkan oleh rangsang sensorik seperti meniupkan udara kemuka

    penderita atau dengan menjatuhkan sinar kemata atau dengan

    menepuk tangan didekat telinga penderita.

    o Pada stadium ini dapat terjadi apnoe, sianosis, konvulsa da tahikardi.

    Tindak-tanduk penderita tidak rasional kadang-kadang maniakal

    disertai dengan saat-saat responsif.

    o Gejala-gejala eksitasi ini dapat terus berlangsung sampai penderita

    meninggal, tetapi pada saat dekat kematian justru lebih sering terjadi

    otot-otot melemah, hingga terjadi paresis flaksid otot-otot.

    4. Stadium Paralitic

    o Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi.

    Kadang-kadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi,

  • 12

    melainkan paresis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena

    gangguan sumsum tulang belakang, yang memperlihatkan gejala

    paresis otot-otot pernafasan.

    2.4 Cara Penularan Penyakit Rabies

    Masa inkubasi pada anjing dan kucing kurang lebih dua minggu (10 hari

    sampai 8 minggu). Pada manusia 2 sampai 3 minggu, yang paling lama satu tahun

    tergantung pada jumlah virus yang masuk melalui luka gigitan, dalam atau tidaknya

    luka, luka tunggal atau banyak dan dekat atau tidaknya luka dengan susunan syaraf

    pusat.

    Virus ditularkan terutama melalui luka gigitan, oleh karena itu bangsa

    carnivora adalah hewan yang paling utama (efektif) sebagai penyebar rabies antara

    hewan dan manusia.

    Pada hewan percobaan virus masih dapat ditemukan ditempat suntikan selama

    14 hari. Virus menuju ke susunan syaraf pusat melalui syaraf perifer dengan

    kecepatan 3mm per jam (dean dkk, 1963) kemudian virus berkembang biak di sel-sel

    syaraf terutama di hypocampus, sel purkinye dan kelenjar ludah akan terus infektif

    selama hewan sakit.

    2.5 Akibat dan Bahaya Penyakit Rabies

    Rabies hampir selalu berakibat fatal jika post-exposure prophylaxis tidak

    diberikan sebelum onset gejala berat. Virus rabies bergerak ke otak melalui saraf

  • 13

    perifer. Masa inkubasi dari penyakit ini tergantung pada seberapa jauh jarak

    perjalanan virus untuk mencapai sistem saraf pusat, biasanya mengambil masa

    beberapa bulan. Setelah mencapai sistem saraf pusat, orang yang terinfeksi rabies

    akan mulai menunjukkan gejala yang kita kenali sebagai fase prodromal. Tahap awal

    gejala rabies adalah malaise, sakit kepala dan demam, kemudian berkembang menjadi

    lebih serius, termasuk nyeri akut, gerakan dan sikap yang tidak terkendali, depresi

    dan ketidakmampuan untuk minum air (hydrophobia). Akhirnya, pasien dapat

    mengalami periode mania dan lesu, diikuti oleh koma. Penyebab utama kematian

    biasanya adalah gangguan pernapasan.

    2.6 Penanggulangan dan Pencegahan Penyakit Rabies

    Untuk melakukan pencegahan penyebaran virus rabies ini, ada baiknya kita

    mengenali ciri-ciri anjing piaraan maupun anjing liar yang terjangkit virus rabies atau

    anjing gila. Agar kita tidak menjadi korban gigitan anjing rabies, ada baiknya kita

    perlu lebih waspada dengan melakukan berbagai upaya pencegahan. Upaya pertama

    adalah merawat anjing kesayangan kita dengan baik dan rutin melakukan vaksinasi ke

    dokter hewan minimal 1- 2 kali dalam setahun, mengikat atau memberi kandang

    anjing piaraan kita. Jangan biarkan anjing kesayangan kita berkeliaran di jalanan dan

    bergaul dengan anjing-anjing liar agar terhindar dari penularan virus rabies.

    Agar terhindar dari gigitan binatang yang terjangkit virus rabies, alangkah

    baiknya kita tidak berada terlalu dekat dengan binatang seperti anjing, kucing, dan

    kera liar, karena ketiga hewan ini merupakan hewan yang dapat menularkan panyakit

    rabies (HPR). Selain itu, kita sebaiknya bisa mengetahui sedini mungkin ciri-ciri

  • 14

    anjing yang terjangkit virus rabies atau anjing gila. Ciri-ciri tersebut antara lain terjadi

    perubahan perilaku pada anjing yang sebelumnya jinak berubah menjadi galak, dan

    sebaliknya dari galak menjadi jinak.

    Anjing yang terjangkit penyakit rabies biasanya menggigit benda apa saja

    baik kayu, karet, besi, dan benda lainnya, mengeluartkan air liur yang menetes

    berlebihan, melompat-lompat seperti menangkap lalat, takut air dan cahaya, serta

    senang bersembunyi di tempat gelap dan dingin. Anjing yang sudah gila juga tidak

    mau menuruti perintah majikannya serta hilang nafsu makan. Anjing yang mengidap

    rabies, setelah menggigit akan mati maskimal dua minggu setelah menggigit orang.

    Apabila ada informasi hewan tersangka rabies atau menderita rabies, maka

    Dinas Peternakan harus melakukan penangkapan atau membunuh hewan tersebut

    sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila seteh melakukan observasi selama

    lebih kurang dua minggu ternyata hewan itu masih hidup, maka diserahkan kembali

    kepada pemiliknya setelah divaksinasi, atau dapat dimusnahkan apabila tidak ada

    pemiliknya.

    Sementara ciri-ciri orang terkena penyakit rabies antara lain nafsu makannya

    hilang yang disertai sakit kepala, tidak bisa tidur, demam tinggi, mual, dan muntah-

    muntah. Selain itu, penderita rabies juga takut dengan air maupun cahaya, air liur dan

    mata keluar berlebihan, kejang-kejang yang disusul dengan kelumpuhan sebelum

    akhirnya meninggal jika tidak segera diobati ke dokter.

    Langkah yang perlu ditempuh jika kita maupun orang di sekitar kita digigit

    anjing adalah mengambil langkah cepat yaitu mencuci luka gigitan hewan tersebut

    dengan sabun selama kurang lebih 5-10 menit di bawah air mengalir atau di guyur.

  • 15

    Kemudian memberi luka gigitan dengan alkohol 70 persen atau yodium tincture, serta

    segera pergi ke puskemas, rumah sakit, atau dokter terdekat untuk mendapatkan

    pengobatan yang lebih optimal.

    A. PENANGANAN LUKA GIGITAN

    Setiap luka gigitan oleh hewan yang tertular penyakit rabies harus segera diambil

    tindakan yang efektif karena penyebaran virus yang cepat. usaha yang paling efektif

    untuk mengurangi/mematikan virus rabies ialah mencuci luka gigitan dengan air

    (sebaiknya air mengalir) dan sabun atau diteregent selama 10-15 menit, kemudian

    diberi antiseptik (alkohol 70 %, betadine, obat merah dan lain-lain).

    Luka gigitan tidak dibenarkan untuk dijahit, kecuali jahitan situasi. Bila

    memang perlu sekali untuk dijahit (jahitannya jahitan situasi), maka diberi Serum

    Anti Rabies (SAR) sesuai dengan dosis, yang disuntikan secara infiltrasi di sekitar

    luka sebanyak mungkin dan sisanya disuntikan secara intra muskuler. Disamping itu

    harus dipertimbangkan perlu tidaknya pemberian serum/vaksin anti tetanus, anti

    biotik untuk mencegah infeksi dan pemberian analgetik.

    B. PENCEGAHAN PENULARAN RABIES

    Pencegahan rabies pada hewan adalah tanggung jawab Dinas Peternakan dan

    dalam pelaksanaannya akan bekerja sama dengan semua instansi. Pencegahan

    dilakukan dengan menghindari gigitan anjing atau binatang-binatang liar. Bila sudah

    terjadi maka binatang tersebut harus diobservasi oleh dokter hewan untuk

    kemungkinan rabies. Bila binatang tersebut menunjukkan tanda-tanda rabies atau

  • 16

    bahkan mati dalam waktu 10 hari maka harus dilakukan pemeriksaan laboratorik

    terhadap otak binatang tersebut untuk memastikan diagnosa.

    Agar pencegahan dan pemberantasan lebih efektif, maka disusun pedoman

    khusus berlandaskan pada surat keputusan bersama antara Menteri Kesehatan,

    Menteri Pertanian dan Menteri Dalam Negeri tentang pencegahan dan

    penanggulangan rabies.

    Adapun langkah-langkah pencegahan rabies dapat diihat dibawah ini:

    - Tidak memberikan izin untuk memasukkan atau menurunkan anjing, kucing,

    kera dan hewan sebangsanya di daerah bebas rabies.

    - Memusnahkan anjing, kucing, kera atau hewan sebangsanya yang masuk

    tanpa izin ke daerah bebas rabies.

    - Dilarang melakukan vaksinasi atau memasukkan vaksin rabies kedaerah-

    daerah bebas rabies.

    - Melaksanakan vaksinasi terhadap setiap anjing, kucing, dan kera. 70%

    populasi yang ada dalam jarak minimum 10 km disekitar lokasi kasus.

    Sedangkan langkah sederhana yang dapat anda lakukan adalah sebagai berikut:

    Pastikan bahwa Anda vaksinasi rabies terhadap hewan peliharaan. Dalam

    beberapa tahun terakhir, rabies pada kucing telah melampaui jumlah kasus

    rabies pada anjing. Oleh karena itu, mencari tahu dari departemen kesehatan

    setempat apakah mereka mempunyai klinik vaksinasi untuk kucing dan

  • 17

    anjing. Atau yang lain, Anda dapat meminta dokter hewan Anda memberi

    vaksin kepada hewan peliharaan Anda.

    Pastikan Anda tidak membiarkan hewan peliharaan anda untuk menjalankan

    longgar. Ini akan membantu untuk menjauhkan mereka dari binatang liar,

    yang bisa menjadi potensi pembawa rabies.

    Jika hewan peliharaan Anda telah digigit oleh binatang liar, pastikan Anda

    memberitahukan departemen kesehatan setempat dan pengendalian hewan

    segera.

    Jika Anda melihat binatang liar di daerah Anda, pastikan Anda

    memberitahukan departemen kesehatan sehingga petugas pengendali binatang

    dapat memeriksa hal.

    Pernah makan binatang liar, terutama yang tampak agresif atau sakit.

    Jika hewan liar seperti kelelawar, rakun, rubah, sigung atau Groundhog

    menggigit orang atau binatang peliharaan, maka harus segera meletakkan.

    Kemudian kepala binatang itu harus diserahkan kepada negara untuk

    pemeriksaan laboratorium pengujian. Vaksinasi rabies akan tergantung pada

    hasil pemeriksaan.

    Jika hewan peliharaan Anda jatuh sakit setelah digigit anjing liar atau hewan

    liar, pastikan Anda segera bawa ke dokter hewan Anda.

    Pengobatan. Pengobatan dilakukan dengan memberikan imunisasi pasif

    dengan serum anti rabies, dan pengobatan yang bersifat suportif dan

    simtomatik. Luka gigitan dirawat dengan tehnik tertentu dengan tujuan

    menghilangkan dan menonaktifkan virus. Immunisasi aktif dengan vaksin anti

  • 18

    rabies sebelum tanda-tanda dan gejala muncul sekaligus merupakan usaha

    pencegahan bila ada kecurigaan binatang yang menggigit mengidap rabies.

    Pencegahan rabies pada manusia harus dilakukan sesegera mungkin setelah terjadi

    gigitan oleh hewan yang berpotensi rabies, karena bila tidak dapat mematikan (letal).

    Langkah-langkah untuk mencegah rabies bisa diambil sebelum terjangkit

    virus atau segera setelah terkena gigitan. Sebagai contoh, vaksinasi bisa diberikan

    kapada orang-orang yang berisiko tinggi terhadap terjangkitnya virus, yaitu:

    Dokter hewan.

    Petugas laboratorium yang menangani hewan-hewan yang terinfeksi.

    Orang-orang yang menetap atau tinggal lebih dari 30 hari di daerah yang

    rabies pada anjing banyak ditemukan.

    Para penjelajah gua kelelawar.

    C. VAKSINASI RABIES DAN MANFAATNYA TERHADAP ANJING, KUCING,

    DAN KERA

    Vaksin rabies dikenal sejak tahun 1879 dibuat pertama kali oleh Victor

    Galtier. Selanjutnya pada tahun 1884 vaksin tersebut dikembangkan oleh Louis

    Pasteur membuat vaksin rabies menggunakan virus yang berasal dari sumsum tulang

    belakang anjing yang terkena rabies kemudian dilintaskan pada otak kelinci dan

    diatenuasikan dengan pemberian KOH.

    Pada tahun 1993 Kliger dan Bernkopf berhasil membiakkan virus rabies pada

    telur ayam bertunas. Cara pembiakan virus tersebut dipakai oleh Koprowski dan Cox

    untuk membuat vaksin rabies aktif strain flury HEP pada tahun 1955.

  • 19

    Dengan berkembangnya cara pengembangbiakan virus dengan biakan sel,

    Naguchi pada tahun 1913 dan Levaditi pada tahun 1914 berhasil membiakan virus

    rabies secara in vitro pada biakan gel.

    Pada tahun 1958 Kissling membiakan virus rabies CVS pada biakan sel ginjl

    anak hamster. Selanjutnya pada tahun 1963 Kissling dan Reese berhasil membuat

    vaksin rabies inaktif menggunakan virus rabies yang dibiakan pada sel ginjal anak

    hamster (BHK).

    Dengan metoda pembuatan vaksin dengan biakan sel ini dapat dihasilkan titer virus

    yang jauh lebih tinggi dibandungkan dengan biakan virus memakai otak hewan yang

    ditulari virus rabies.

    Disamping itu metode biakan sel dapat menghasilkan virus dengan jumlah

    yang lebih banyak untuk produksi vaksin rabies dengan skala besar.

    Pengendalian penyakit rabies dapat dilakukan antara lain dengan jalan

    mengusahakan agar hewan yang peka terhadap serangan rabies kebal terhadap

    serangan virus rabies. Oleh karena itu sebagian besar populasi hewan harus

    dikebalkan melalui vaksin yang berkualitas baik. Vaksinasi idealnya dapat

    memberikan perlindungan seumur hidup. Tetapi seiring berjalannya waktu kadar

    antibodi akan menurun, sehingga orang yang berisiko tinggi terhadap rabies harus

    mendapatkan dosis booster vaksinasi setiap 3 tahun. Pentingnya vaksinasi rabies

    terhadap hewan peliharaan seperti anjing juga merupakan salah satu cara pencegahan

    yang harus diperhatikan.

    2.7 Aspek Sosial

  • 20

    Penyakit rabies hampir setiap tahun jumlah rata-rata gigitan yang dilaporkan

    mencapai 29.028 kasus gigitan yang dilaporkan atau 80 gigitan perhari dengan

    jumlah korban pertahun mencapai 143 orang. Hal ini merupakan suatu kerugian

    yang sangat siginifikan dalam hal kerugian tak ternilai akibat korban nyawa

    manusia, biaya pengobatan dan tentunya hilangnya produktifitas kerja.

    Masyarakat pedesaan biasanya tidak menganggap luka gigitan anjing sebagai

    hal yang berbahaya bagi kesehatan mereka. Mereka lebih suka mencari

    pengobatan sendiri secara tradisional ke paranormal atau dukun dimana gejala

    Rabies yang muncul pada korban dianggap sebagai akibat perbuatan sihir.

    Korban gigitan umumnya juga tidak memberi tahu keluarganya bahwa ia pernah

    digigit anjing sehingga terlambat memperoleh VAR. Selain itu, lokasi desa yang

    sulit dijangkau (hambatan geografis) menjadi kendala tersendiri sehingga hal

    yang paling banyak diminta dilakukan kepada masyarakat adalah segera mencuci

    luka gigitan dengan sabun atau deterjen untuk selanjutnya dirujuk ke puskesmas

    atau rumah sakit terdekat untuk memperoleh suntikan VAR.

    2.8 Aspek Ekonomi

    Kerugian ekonomi Rabies secara nyata di Indonesia sejauh ini tidak ada yang

    mendokumentasikan secara ilmiah dan tidak ada laporan lengkap tentang dampak

    ekonomi penyakit Rabies ini. Bahkan secara global dokumentasi (jurnal

    penelitian)tentang damnpak ekonomi terhadap penyakit Rabies juga sedikit.

    Pada umumnya beberapa dokumentasi ilmiah menyebutkan kerugian ekonomi

    untuk penyakit Rabies disebabkan oleh beban dari penyakit tersebut yaitu

    pembiayaan yang disebabkan karena adanya suatu penyakit tersebut seperti biaya

  • 21

    rumah sakit, biaya obat-obatan termasuk biaya tidak melakukan aktivitas normal.

    Selain itu kerugian ekonomi lainya yang juga diperhitungkan adalah kerugian

    akibat biaya upaya pengendalian dan pemberantasan, seperti vaksinasi dan

    eliminasi selektif (Sterner and Smith, 2006).

    Perhitungan ekonomi penyakit Rabies secara umunya dihitung sebagai

    kerugian ekonomi per kapita. Pada umumnya yang menjadi beban dari penyakit

    ini adalah penggunaan postexposure prophylaxis (PEP) untuk korban hasil

    gigitan, penggunaan vaksinasi secara lengkap dan biaya langsung terkait medis

    sekitar US$ 1.707 per kapita (menurut biaya tahun 1995) tanpa melihat beban

    atau biaya akibat kehilangtan produktivitas akibat penyakit, ketidakmampuan

    melakukan aktivitas normal dsb. Selain itu dampak ekonomi lainnya adalah

    pembiayaan akibat upaya pengendalian dan pemberantasan serta penurunan

    angka kunjungan wisatawan (Sterner and Smith, 2006).

    2.9 Peraturan Perundang-Undangan tentang Penyakit Rabies

    Peraturan perundangan yang menjadi landasan program pemberantasan

    Rabies antara lain:

    Undang-undang Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan

    Hewan. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84,

    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5015);

  • 22

    Undang-undang Nomor 4 tahun 1982 tentang Wabah Penyakit Menular.

    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan

    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273);

    Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. (Lembaran Negara

    Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara

    Republik Indonesia Nomor 3482);

    Undang-undang Nomor 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan

    Tumbuhan. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100,

    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495);

    Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan

    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3482);

    Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan

    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);

    Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 1973 tentang Pembuatan Persediaan,

    Peredaran dan pemakaian Vaksin, Sera dan Bahan-bahan Diagnostika

    Biologis Untuk Hewan. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1973

    Nomor 23);

    Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 1977 tentang Pembuatan Penolakan,

    Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit Hewan. (Lembaran

    Negara Republik Indonesia Tahun 1977 Nomor 20, Tambahan Lembaran

    Negara Republik Indonesia Nomor 3101);

  • 23

    Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat

    Veteriner. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 28,

    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3253);

    Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah

    Penyakit Menular. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor

    49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3447);

    Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 1992 tentang Obat Hewan. (Lembaran

    Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 129, Tambahan Lembaran

    Negara Republik Indonesia Nomor 3509);

    Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagaian urusan

    Pemerintahan Anatar pemritahana Daerah provinsi dan Pemerintahan

    Kabupaten/Kota. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor

    82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

    Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2000 tentang Karantina Hewan.

    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 161, Tambahan

    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4002);

    Keputusan Bersama Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Menteri

    Pertanian Republik Indonesia dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia

    Nomor 279A/Men.Kes/SK/VIII/1978, Nomor 522/Kpts/UM/8/78 Nomor 143

    Tahun 1978 tentang Peningkatan, Pemberantasan dan Penanggulangan

    Rabies.

  • 24

    Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia, Nomor

    487/Kpts/UM/6/1981 tentang Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan

    Penyakit Hewan Menular.

    Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia, Nomor

    363/Kpts/UM/5/1982 tentang Pedoman Khusus Pencegahan dan

    Pemberantasan Rabies.

    Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia, Nomor

    1096/Kpts/TN.120/10/1999 tentang Pemasukan Anjing, Kucing, Kera dan

    hewan Sebangsanya ke wilayah/Daerah Bebas Rabies di Indonesia.

    Intruksi Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Nomor 32 Tahun 1982

    tentang Koordinasi Bagi Pencegahan, Pemberantasan dan [enanggulangan

    Rabies di Daerah.

    Intruksi Panglima ABRI Nomor ST/292/1993 tanggal 6 Oktober Tahun 1993

    tentang peran serta ABRI Dalam Program pemberantasan Rabies.

    Intruksi Panglima ABRI Nomor ST/26/1994 tanggal 12 Februari Tahun 1994

    tentang Tindak Lanjut ABRI dalam Mendukung keberhasilan Program

    Pemberantasan Rabies Di Seluruh Indonesia.

    Surat Keputusan Bersama 3 Direktur Jenderal tahun 1989 (SK.Dirjen PUOD

    no.443.4-531, Dirjennak No 24. Dirjen PPM dan PLP No.

    Agno.366.I/PD.03.04) tentang Pelaksanaan Kegiatan Pembebesan Rabies di

    Pulau Jawa dan Kalimantan, diperbahurui pada tahu 1993 untuk perpanjangan

    kegiatan pembeebasan Rabies Se-Pulau Jawa dan Kalimanatan sekaligus

    Pembebasan Pulau Sumatera dan Sulawesi kemudian diperbahurui lagi

  • 25

    dengan Surat Keputusan Bersama 3 Direktur Jenderal tahun 1999 (Dirjen

    PPM dan PLP No.KS.00-01-1.1554, Direjennak No 999, Dirjen POUD No

    443.2-270) tentang Pelaksanaan Kegiatan Pembebesan dan Mempertahankan

    Daerah Bebas Rabies DI Wilayah Republik Indonesia.

    Surat Keputusan Direktur Jenderal Peternakan Nomor

    59/Kpts/PD.610/05/2007 tahun 2007 tentang Jenis-Jenis Penyakit Hewan

    Menular yang mendapat Prioritas Pengendalian dan atau Pemberantasannya.

    Surat Keputusan Direktur Jenderal Produksi Peternakan Nomor

    95/TN.120/Kpts/DJP/DEPTAN tahun 2000 tentang Pedoman Teknis

    Pemasukan Anjing, Kucing Kera dan Hewan sebangsanya dari Negara,

    Wilayah/Daerah tidak bebas Rabies ke Wilayah Wilayah/Daerah bebas

    Rabies.

    Internasional

    Secara global tidak ada landasan hukum atau regulasi yang mengatur tentang

    Pencegahan, pengendalian pemberantasan Rabies, tetapi terdapat Pedoman atau

    referensi yang bersifat internasional. Referensi ini dikeluarkan oleh The World

    Organisation for Animal Health atau lebih dikenal dengan sebutan Office

    International des Epizooties (OIE). OIE merupakan organisasi antar pemerintah di

    dunia (mempunyai anggota 176 negara dan territorial) dengan maksud untuk

    melawan penyakit hewan pada level global.

    OIE mengeluarkan referensi dan pedoman (manual) yang dijadikan referensi

    bagi negara-negara angoota WTO (termasuk Indonesia) dalam melakukan

  • 26

    perdagangan internasional berkaitan dengan hewan dan produk hewan (termasuk

    ikan).

    Adapun referensi atau manual yang bersifat Internasional mengenai Rabies

    terdapat pada Terestrial Animal Health Code dari OIE (TAHC OIE). TAHC OIE

    adalah referensi untuk negara-negara anggota WTO untuk memastikan keamanan

    dalam perdagangan internasional untuk hewan yang berada didarat (terestrial animal)

    dan produk-produknya (termasuk produk peternakan dan produk-produk lainnya).

    Code atau pedoman ini dibuat dengan memberikan arahan tentang tindakan-tindakan

    berkaitan dengan kesehatan untuk digunakan oleh lembaga otoritas veternier suatu

    negara dalam melaksanakan eksport dan import dengan negara-negara anggota WTO

    lainnya dengan maksud untuk menghindari transfer agen pathogen kepada hewan

    atau manusia.

    Adapun mengenai Rabies secara detail pada TAHC OIE tahun 2009 di

    sebutkan pada Volume 2 tentang Recommendations applicable to OIE Listed diseases

    and other diseases of importance to international trade pada Section 8 untuk

    Multispecies Diseases Chapter 8.10.

    Sejak tahun 1926 pemerintah telah mengeluarkan peraturan tentang rabies

    pada anjing, kucing, dan kera. Yaitu Hondsdol heid Ordonantie Staatblad No. 452

    tahun 1926 dan pelaksanaannya termuat dalam Staatblad No. 452 tahun 1926.

    Selanjutnya Ordonantie tersebut tersebut mengalami perubahan/penambahan-

    penambahan yang disesuaikan dengan perkembangan yang ada. Di DKI Jakarta

    terdapat SK Gubernur No. 3213 tahun 1984 tentang Tatacara Penertiban Hewan

    Piaraan Anjing, Kucing dan Kera di wilayah DKI Jakarta yang antara lain berisi :

  • 27

    1. Kewajiban pemilik hewan piaraan untuk memvaksin hewannya dan

    menggantungkan peneng tanda lunas pajak.

    2. Menangkap dan menyerahkan hewannya apabila mengigit orang untuk

    diobservasi.

    3. Hewan yang dibiarkan lepas dan dianggap liar atau tersangka menderita

    rabies akan ditangkap oleh petugas penertiban.

  • 28

    BAB III

    PENUTUP

    3.1 Kesimpulan

    Rabies adalah penyakit infeksi tingkat akut pada susunan saraf pusat yang

    disebabkan oleh virus rabies. Rabies disebabkan oleh virus rabies yang masuk ke

    keluarga Rhabdoviridae dan genus Lysavirus. Penyakit ini bersifat zoonotik, yaitu

    dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Virus rabies ditularkan ke manusia melalu

    gigitan hewan misalnya oleh anjing, kucing, kera, rakun, dan kelelawar. Rabies

    disebut juga penyakit anjing gila.

    Gejala yang terlihat pada umumnya adalah berupa manifestasi peradangan

    otak (encephalitis) yang akut baik pada hewan maupun manusia. Pada manusia

    keinginan untuk menyerang orang lain pada umumnya tidak ada.

    Pencegahan rabies dapat dilakukan dengan memvaksinasi hewan peliharaan

    secara rutin, menghindari memelihar hewan liar di rumah, dan jika berpergian ke

    daerah yang terjangkit rabies segera ke pusat pelayanan kesehatan terdekat untuk

    mendapatkan vaksinasi rabies. Pencegahan rabies pada manusia harus dilakukan

    sesegera mungkin setelah terjadi gigitan oleh hewan yang berpotensi rebies, kerena

    apabila tidak dapat berakibat fatal bahkan mematikan.

  • 29

    DAFTAR PUSTAKA

    Husamah,2011.Kamus Penyakit Pada Manusia.Jakarta:CV ANDI Offset

    Lidya Maryani, &Rizkimulyani.2010.Epidemiologi Kesehatan. Yokyakarta:

    Graha Ilmu

    Lippincott Williams.&Wilkins. 2011.Nursing Anderstending Disease:Nursing

    Memahami berbagai macam penyakit(Alih Bahasa, Bambang Narwiji).

    Jakarta: PT Indeks

    Soedarto., Prof., Dr., DTM&H, Sp.Park.2009.Penyakit Menular Di Indonesia.

    Jakarta: CV Sagung Seto

    Subowo., Prof., dr.Msc,PhD.2010.Imunologi Klinik. Jakarta: CV Sagung Seto

    Widoyono., dr., MPH.2011. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan,

    Pencegahan & Pemberantasannya . Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit

    Erlangga

    Abdul Azis Nasution., dkk.2013. Alur penyebaran rabies di Kabupaten Tabanan

    secara kewilayahan (special). Fakultas Kedokteran Hewan Universitas

    Udayana,http://ojs.unud.ac.id/index.php/imv/article/view/4523/3491,

    Anak Agung Gde Putra.2011. Epidemiologi rabies di Bali: Hasil vaksinasi massal

    Rabies pertama di seluruh Bali dan dampaknya terhadap status desa

    tertular dan kejadian rabies pada hewan dan manusia. Balai Besar

    Veteriner Denpasar, http://www.bppv-

    dps.info/assets/pdf/buletin/jun2011/6.%20EPIDEMIOLOGI%20RABIES

    %20DI%20BALI%20HASIL%20VAKSINASI%20MASSAL.pdf,

    Bogia, Steven Yohanes.2012. Perbandingan Sensitivitas dan Spesifisitas Uji

    Pewarnaan Sellers dan Fluorescent Antibody Technique (FAT) dalam Mendiagnosa Penyakit Rabies di Bali. Fakultas Kedokteran Hewan

    Universitas Udayana,

    http://ojs.unud.ac.id/index.php/imv/article/view/638/464,

    Calvin Iffandi. 2013. Sebaran umur korban gigitan anjing diduga berpenyakit

    rabies pada manusia di Bali. Fakultas Kedoktran Hewan Universitas

    Udayana, http://ojs.unud.ac.id/index.php/imv/article/view/4526/3494 ,

  • 30

    Ewaldus Wera., dkk.2012. Kerugian ekonomi akibat penyakit rabies di provinsi

    Nusa Tenggara Timur, Universitas Nusa Cendana Kupang,

    http://ojs.unud.ac.id/index.php/jvet/article/view/6030/4508,

    Faisah, Nurul., dkk.2012. Gambaran klinik sapi bali tertular Rabies di Ungasan,

    Katub dan Peninge. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas

    Udayana, http://ojs.unud.ac.id/index.php/imv/article/view/1883/1192,

    Fridolina Mau., dkk. 2010. Pemetaan daerah penyebaran kasus rabies dengan

    metoge GIS (Geographical Informasion System) di Kabupaten Sikka

    Provinsi Nusa Tenggara Timur. Staf B2P2VRP Salatika,

    http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/vk/article/view/3320/3330,

    Herlinae., dkk.2013. Hubungan pengetahuan masyarakat pemelihara anjing

    tentang bahaya rabies terhadap partisipasi pencegahan. Universitas

    Kristen Palangkaraya,

    http://unkripjournal.com/Edisi2b/4%20Herlinae.pdf,

    Jeanych Wattimena. & Suharya.2010. Beberapa factor risiko kejadian rabies pada

    anjing di Ambon. FKM Universitas Dian Nuswantoro,

    http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas/article/view/1748,

    Sri Utami. & Bambang Suwiarto.2010. Identivikasi Virus rabies pada anjing liar

    di Kota Makassar. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gajah

    Mada, http://journal.ugm.ac.id/index.php/jsv/article/view/296/184,