56
SEORANG PRIA DENGAN KELUHAN MATA MERAH KELOMPOK 2 030-10-003 ADELITA YULI HAPSARI 030-10-006 ADISTI ZAKYATUNNISA 030-10-008 ADJI INDRA PRAMONO 030-10-009 ADRIAN PRADIPTA SETIAWAN 030-10-011 AGNES YUARNI 030-10-012 AGRIETIA 030-10-014 AHMAD RUDIANSAH 030-10-015 AKBAR FADHELI 030-10-016 AKHMAD KURNIADI 030-10-017 ALBERTUS BERFAN 030-10-018 ALFARIA ELIA RAHMA PUTRI 030-10-019 ALHAN RAO 030-10-020 ALICE MELISSA SIMAELA

Makalah PTERYGIUM

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah PTERYGIUM

SEORANG PRIA DENGAN KELUHAN MATA MERAH

KELOMPOK 2

030-10-003 ADELITA YULI HAPSARI

030-10-006 ADISTI ZAKYATUNNISA

030-10-008 ADJI INDRA PRAMONO

030-10-009 ADRIAN PRADIPTA SETIAWAN

030-10-011 AGNES YUARNI

030-10-012 AGRIETIA

030-10-014 AHMAD RUDIANSAH

030-10-015 AKBAR FADHELI

030-10-016 AKHMAD KURNIADI

030-10-017 ALBERTUS BERFAN

030-10-018 ALFARIA ELIA RAHMA PUTRI

030-10-019 ALHAN RAO

030-10-020 ALICE MELISSA SIMAELA

Jakarta, Jumat, 8 Maret 2013

Page 2: Makalah PTERYGIUM

DAFTAR ISI

Bab I : Pendahuluan………………………………………………………………… .3

Bab II : Laporan Kasus………………………………………………………………. 4

Bab III : Pembahasan

Anamnesis...…………………………………………………………………. 6

Daftar masalah dan faktor resiko……………………………………………..7

Hipotesis…………………………………………………………………….10

Pemeriksaan fisik……………………………………………………………11

Diagnosis dan pathogenesis…………………………………………………12

Penatalaksanaan……………………………………………………………..14

Komplikasi………………………………………………………………….15

Prognosis…………………………………………………………………….16

Bab IV : Tinjauan Pustaka…………………………………………………………… 17

Bab V : Kesimpulan………………………………………………………………… 36

Daftar Pustaka………………………………………………………………………………. 37

Page 3: Makalah PTERYGIUM

BAB I

PENDAHULUAN

Mata merupakan salah satu panca indera kita yang sangat penting. Mata membuat kita

dapat melihat berbagai macam benda dan mempresepsikannya dalam otak kita. Penyakit mata

adalah penyakit yang sangat mengganggu kehidupan sehari-hari apabila dibiarkan.

Salah satu penyakit mata adalah pterigium. Pterygium adalah pertumbuhan jaringan

fibrovaskular berbentuk segitiga yang tumbuh dari arah konjungtiva menuju kornea pada daerah

interpalpebra. Pterygium tumbuh berbentuk sayap pada konjungtiva bulbi. Asal kata pterygium

adalah dari bahasa Yunani, yaitu pteron yang artinya sayap.1,2,3,5,6,7,8,9,10

Pterygium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan

kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Faktor yang sering mempengaruhi

adalah daerah dekat ekuator, yakni daerah yang terletak kurang 370 Lintang Utara dan Selatan dari

ekuator. Prevalensi tinggi sampai 22% di daerah dekat ekuator dan kurang dari 2% pada daerah

yang terletak di atas 400 Lintang. Insiden pterygium cukup tinggi di Indonesia yang terletak di

daerah ekuator, yaitu 13,1%.4

Pasien di bawah umur 15 tahun jarang terjadi pterygium. Prevalensi pterygium

meningkat dengan umur, terutama dekade ke-2 dan ke-3 dari kehidupan. Insiden tinggi pada umur

antara 20 dan 49. Kejadian berulang (rekuren) lebih sering pada umur muda daripada umur tua.

Laki-laki 4 kali lebih resiko dari perempuan dan berhubungan dengan merokok, pendidikan

rendah, riwayat terpapar lingkungan di luar rumah.

3

Page 4: Makalah PTERYGIUM

BAB II

LAPORAN KASUS

Seorang pria bernama Tn. Abi berumur 35 tahun bekerja sebagai tukang ojek datang

ke poli mata dengan keluhan mata merah.

Kedua mata merah sejak 1 hari yang lalu. Merah tampak hanya sebagian. Disertai rasa

mengganjal dan mata berair. Penglihatan buram disangkal, nyeri disangkal, fotofobia

disangkal. Sebelumnya mata pasien sering merah terutama jika terkena debu, hilang timbul

selama 4 tahun.riwayat operasi mata disangkal. Riwayat trauma mata disangkal

Hasil Pemeriksaan di dapatkan :

STATUS GENERAL : Dalam batas normal

STATUS OFTALMOLOGIS :

OD OS

Virus 6/10 C-0.75 aksis 135o 6/6 6/6

Gerak bola mata

TIO n/p n/p

Palpebra Normal Normal

Konjungtiva bulbi Massa/JaringanFibrovaskular (bagian nasal)Berbentuk segitiga denga puncak di kornea, hiperemis

Massa/JaringanFibrovaskular (bagian nasal)Berbentuk segitiga denga puncak di limbus kornea, hiperemis

Kornea Dalam Dalam

COA Bulat, isokor, BC +/+ Bulat, isokor, BC +/+

Lensa Jernih Jernih

Vitreus Jernih Jernih

Fundus Papil bulat, warna vital,batas tegas, CDR 0.3, aa/vv 2/3, retina baik, refleks makula +

Papil bulat, warna vital, batas tegas, CDR 0.3, aa/vv 2/3, retina baik, refleks makula +

4

Page 5: Makalah PTERYGIUM

Status Lokalis :OD OS

5

Page 6: Makalah PTERYGIUM

BAB III

PEMBAHASAN

Untuk menegakkan diagnosis, seorang dokter perlu melakukan anamnesis terlebih

dahulu. Pada anamnesis, kita perlu menanyakan identitas pasien, sebagai rekam medis pasien

tersebut. Dari identitas pasien, kita bisa mengetahui keadaan pasien seperti pekerjaan pasien

yang mungkin dapat berhubungan dengan keluhan yang dialami pasien dan untuk mengetahui

status social ekonomi dari pasien ini. pada kasus ini, setelah dianamnesis diketahui bahwa

pekerjaan pasien adalah tukang ojek. Usia ditanyakan untuk mengetahui faktor resiko

penyakit. Anamnesis tambahan juga berguna untuk menyingkirkan hipotesis dan menegakkan

diagnosis pasien. Pada pasien dapat ditanyakan hal-hal sebagai berikut:

1. Apakah keluhan pasien didahului dengan demam?

Ditanyakan untuk menyingkirkan penyakit-penyakit mata yang didahului oleh penyakit

sistemik, contohnya episkleritis, dsb.

2. Sejak kapan pasien menjadi tukang ojek?

Untuk mengetahui lamanya kemungkinan paparan dan lamanya manifestasi penyakit pada

pasien, dan juga untuk mengetahui penyakit pasien tersebut akut atau kronis.

3. Apakah terdapat rasa gatal?

Untuk menyingkirkan hipotesis-hipotesis penyakit mata lain yang disertai dengan rasa gatal.

Contohnya pada konjungtivitis alergi.

4. Apakah pasien memiliki riwayat alergi?

Untuk menyingkirkan hipotesis-hipotesis penyakit mata lain yang disertai dengan rasa gatal.

Contohnya pada konjungtivitis alergi.

5. Apakah terdapat kotoran mata? Bila iya, berapa banyak jumlahnya? Bagaimana

konsistensinya dan warnanya?

Untuk mengetahui jenis penyakit dan penyebab penyakit yang diderita pasien.

6

Page 7: Makalah PTERYGIUM

6. Selama menjadi tujang ojek, apakah pasien menggunakan kacamata pelindung saat

berkendara?

Untuk mengetahui kemungkinan etiologi dari penyakit yang menjadi hipotesis pada pasien

ini.

7. Riwayat trauma: untuk mengetahui apakah ada kemungkinan trauma yang mengenai mata

atau bagian wajah pada pasien ini.

8. Obat-obatan yang pernah diterima: untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu pasien.

9. Riwayat penyakit lain: untuk mengetahui apakah nyeri yang dirasakan pasien pada kasus

ini merupakan penyakit yang berdiri sendiri atau merupakan komplikasi akibat dari penyakit

lain yang sedang diderita pasien.

Dari anamnesis, masalah pasien dapat diidentifikasi, dan juga didapatkan beberapa

hipotesis:

A. IDENTITAS

Nama : Tn Abi

Usia : 35 tahun

Pekerjaan : Tukang Ojek

Alamat : -

B. KELUHAN UTAMA : Mata merah

C. DAFTAR MASALAH DAN FAKTOR RESIKO

1. Usia

Berkaitan dengan pasien yang berusia 35 tahun ini dapat dipertimbangkan kemungkinan

keluhan yang diderita pasien bukan disebabkan oleh penyebab yang biasanya dialami oleh

7

Page 8: Makalah PTERYGIUM

anak – anak maupun orang tua, sehingga hal ini lebih memudahkan untuk membuat hipotesis

terhadap penyakit pasien.

2. Pekerjaan

Pekerjaan pasien sebagai tukang ojek merupakan faktor risiko terjadinya keluhan yang

dialami sekarang, yaitu besarnya frekuensi paparan sinar uv maupun debu yang sudah pasti

dialami pasien. Hal tersebut tentu saja memudahkan pasien mengalami kelainan pada mata

seperti iritasi (apabila tidak dalam jangka waktu yang panjang), atau pterigium maupun

pinguecula.

3. Kedua mata merah sebagian sejak satu hari yang lalu

Mata merah dapat disebabkan oleh adanya suatu pelebaran pembuluh darah (yang biasanya

disebut dengan injeksi), atau adanya pembuluh darah pada mata yang pecah.

Ada berbagai macam kelainan mata yg menyebabkan mata merah dan dibagi dalam 2

kelompok.

1. Mata merah visus normal

Pada kelompok ini mata merah yang dialami tidak disertai dengan kelainan refraksi dan dapat

dibagi menjadi dua bagian;

a. Mata merah sebagian.

Misalnya pada episkleritis, perdarahan subkonjungtiva, pterigium, pinguekulitis,

konjungtivitis flikten.

b. Mata merah menyeluruh.

Misalnya pada konjungtivitis.

8

Page 9: Makalah PTERYGIUM

2. Mata merah visus tidak normal

Pada kelompok ini mata merah yang dialami disertai dengan kelainan refraksi

Misalnya pada keratitis, ulkus kornea, maupun glaukoma.

Pada laporan kasus diketahui bahwa mata pasien merah sejak 1 hari yang lalu, hal ini

menandakan bahwa keluhan yang dialami pasien adalah bersifat akut ataupun kronik

eksaserbasi akut. Namun, perlu anamnesis lanjutan serta pemeriksaan fisik lebih detail agar

dapat ditentukan jenis mata merah yg dialami pasien.

4. Pasien mengeluh pada matanya ada yang mengganjal dan berair

Sedangkan mata terasa ada yang mengganjal, kemungkinan disebabkan karena adanya corpus

alienum, jaringan fibrosis atau neoplasma disekitar mata.

5. Sebelumnya mata pasien sering merah terutama jika terkena debu, hilang timbul

selama 4 tahun

Hal tersebut kemungkinan terjadi akibat iritasi yg terjadi pada mata pasien mengingat

pekerjaan pasien sebagai tukang ojek yang tidak menggunakan helm full face.

6. Riwayat operasi dan trauma disangkal

Hal ini dapat dijadikan sebagai alasan hipotesis yang dibuat tidak difokuskan pada perdarahan

subkonjungtival. Karena, perdarahan subkonjungtival lebih sering terjadi akibat trauma.

9

Page 10: Makalah PTERYGIUM

Berdasarkan hasil anamnesis yang dilakukan pada pasien ini, pada akhirnya

didapatkan beberapa hipotesis, yaitu:

1. Mata merah visus normal

Merah sebagian

- Perdarahan subkonjungtiva : Pecahnya pembuluh darah oleh karena batuk

lama, konjungtivitis berat, kelainan darah, dan

defisiensi vitamin C. Mata merah ini timbul

berupa bercak merah yang akan berubah menjadi

hitam.

- Pterygium : Pertumbuhan fibrovaskuler invasif dan degeneratif berbentuk

segitiga dengan puncak disentral atau kornea.

- Pseudopterygium : Perlekatan konjungtiva dengan kornea akibat radang

- Konjungtivitis flikten : konjungtivitis akibat alergi terhadap bakteri atau

antigen tertentu.

- Pinguekula : degenerasi hyaline pada jaringan submukosa konjungtiva.

Untuk mengeliminasi hipotesis, selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik sebagai

berikut :

PEMERIKSAAN FISIK:

Pemeriksaan opthalmologi pada pasien ini merupakan sebuah hal yang harus

dilakukan untuk mengetahui kondisi mata pasien secara keseluruhan dan juga sangat berguna

untuk menentukan diagnosis pasien dengan menyingkirkan hipotesis-hipotesis yang tidak

sesuai dengan kondisi fisik yang ditemukan dari hasil pemeriksaan fisik.

Pada pemeriksaan opthalmologi, pemeriksaan mata dilakukan secara berurutan dari

mata kanan lalu ke mata kiri. Berikut adalah hasil dari pemeriksaan pada pasien ini:

10

Page 11: Makalah PTERYGIUM

Pemeriksaan Kanan KiriVisus 6/10 C -0,75 axis 135 Berarti pada

pemeriksaan visus didapatkan hasil ketajaman penglihatan pasien 6/10, dimana pada orang normal gambar dapat dilihat pada jarak 10 meter, melainkan pada pasien ini gambar dapat dilhat pada 6 meter saja. C -0.75 berarti pasien menggunakan lensa silindris berkekuatan -0.75 D dengan astigmatisme axis 135o.

6/6 visus pasien normal

Gerak Bolamata

Baik ke segala arah normal Baik ke segala arah normal

Tekanan Intraokuler

n/p tekanan intraokuler pasien normal dengan perbandingan tekanan intraokuler pemeriksa.

n/p normal

Konjunctiva Bulbi

Didapatkan massa fibrovaskuler yang mencapai puncaknya di kornea. Massa fibrovaskular berbentuk segitiga ini didiagnosis sebagai pterigium.

Hal ini yang menyebabkan pasien mengalami astigmatisme, akibat permukaan kornea yang tidak rata akibat jaringan fibrovaskular.

Didapatkan massa fibrovaskuler yang mencapai puncaknya di limbus kornea.

Visus mata kiri pasien normal, karena jaringan fibrovaskular belum mengenai kornea.

Kornea Tampak puncak massa yang merupakan sebab dari pterigium yang sudah mencapai kornea.

Jernih kornea jernih oleh karena massa fibrovaskuler belum mencapai kornea.

Camera Okuli Anterior

Dalam Sudut camera okuli anterior yang dalam merupakan suatu hal yang normal. Jika dangkal merpukan suatu kelainan akibat TIO tinggi.

Dalam normal.

Iris Bulat, isokor, dan Refleks cahaya positif mengindikasikan iris dengan pupil normal. Pupil isokor menandakan kedua pupil memiliki refleks cahaya yang sama baik dalam tes refleks cahaya direk maupun indirek (konsensuil). Ukuran pupil juga normal dengan ukuran antara 3-4mm.

Bulat, isokor, dan Refleks cahaya normal

Lensa Jernih normal Jernih normalVitreous Jernih normal Jernih normal

11

Page 12: Makalah PTERYGIUM

Fundus Papil bulat, warna vital, batas tegas, CDR 0,3 dengan aa/vv 2/3, retina baik dengan refleks makula positif Merupakan hasil tanda pemeriksaan funduskopi dengan hasil normal, tidak ada kelainan pada bagian posterior bola mata

Papil bulat, warna vital, batas tegas, CDR 0,3 dengan aa/vv 2/3, retina baik dengan refleks makula positif normal

Kemudian, setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik maka didapatkan

diagnosis untuk pasien ini adalah :

- Pterigium okuli dextra grade III

- Pterigium okuli sinistra grade I

PATOGENESIS :

Terjadinya pterygium sangat berhubungan erat dengan paparan sinar matahari, walaupun

dapat pula disebabkan oleh udara yang kering, inflamasi, dan paparan terhadap angin dan debu atau

iritan yang lain. UV-B merupakan faktor mutagenik bagi tumor supressor gene p53 yang terdapat pada

stem sel basal di limbus. Ekspresi berlebihan sitokin seperti TGF-β dan VEGF (vascular endothelial

growth factor) menyebabkan regulasi kolagenase, migrasi sel, dan angiogenesis.

Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat jaringan subepitelial

fibrovaskular. Jaringan subkonjungtiva mengalami degenerasi elastoid (degenerasi basofilik) dan

proliferasi jaringan granulasi fibrovaskular di bawah epitel yaitu substansia propia yang akhirnya

menembus kornea. Kerusakan kornea terdapat pada lapisan membran Bowman yang disebabkan oleh

pertumbuhan jaringan fibrovaskular dan sering disertai dengan inflamasi ringan. Kerusakan membran

Bowman ini akan mengeluarkan substrat yang diperlukan untuk pertumbuhan pterygium. Epitel dapat

normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi displasia.

Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan defisiensi limbal stem

cell, terjadi konjungtivalisasi pada permukaan kornea. Gejala dari defisiensi limbal adalah

pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan membran basement

dan pertumbuhan jaringan fibrotik.

Pterygium dapat dibagi ke dalam beberapa klasifikasi berdasarkan tipe, stadium, progresifitasnya dan

berdasarkan terlihatnya pembuluh darah episklera , yaitu:

1. Berdasarkan Tipenya pterygium dibagi atas 3 :

12

Page 13: Makalah PTERYGIUM

a. Tipe I : Pterygium kecil, dimana lesi hanya terbatas pada limbus atau menginvasi kornea

pada tepinya saja. Lesi meluas 4 mm dan mengganggu aksis visual. Lesi yang luas khususnya pada

kasus rekuren dapat berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva yang meluas ke forniks dan biasanya

menyebabkan gangguan pergerakan bola mata serta kebutaan

b. Tipe II : di sebut juga pterygium tipe primer advanced atau ptrerigium rekuren tanpa

keterlibatan zona optik. Pada tubuh pterygium sering nampak kapiler-kapiler yang membesar. Lesi

menutupi kornea sampai 4 mm, dapat primer atau rekuren setelah operasi, berpengaruh dengan tear

film dan menimbulkan astigmat.

c. Tipe III: Pterygium primer atau rekuren dengan keterlibatan zona optik. Merupakan bentuk

pterygium yang paling berat. Keterlibatan zona optik membedakan tipe ini dengan yang lain. Lesi

mengenai kornea > 4 mm dan mengganggu aksis visual. Lesi yang luas khususnya pada kasus rekuren

dapat berhubungan dengan fibrosis subkonjungtiva yang meluas ke forniks dan biasanya

menyebabkan gangguan pergerakan bola mata serta kebutaan.

2. Berdasarkan stadium pterygium dibagi ke dalam 4 stadium yaitu:

- Stadium I : jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea

- Stadium II : jika pterygium sudah melewati limbus dan belum mencapai pupil, tidak

lebih dari 2 mm melewati kornea.

- Stadium III : jika pterygium sudah melebihi stadium II tetapi tidak melebihi pinggiran

pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm).

- Stadium IV : jika pertumbuhan pterygium sudah melewati pupil sehingga mengganggu

penglihatan.

3. Berdasarkan perjalanan penyakitnya, pterygium dibagi menjadi 2 yaitu:

a. Pterygium progresif : tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di kornea di depan kepala

pterygium (disebut cap dari pterygium).

b. Pterygium regresif : tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi bentuk membran, tetapi

tidak pernah hilang.

4. Berdasarkan terlihatnya pembuluh darah episklera di pterygium dan harus diperiksa dengan

slit lamp pterygium dibagi 3 yaitu:

a. T1 (atrofi) : pembuluh darah episkleral jelas terlihat

b. T2 (intermediet) : pembuluh darah episkleral sebagian terlihat

c. T3 (fleshy, opaque) : pembuluh darah tidak jelas.

13

Page 14: Makalah PTERYGIUM

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pasien berbeda anatara mata kanan dan mata kiri. Mata kanan pasien

dianjurkan untuk dilakukan operasi akibat adanya gangguan penglihatan yaitu astigmatisme,

sedangkan mata kiri pasien dianjurkan dilakukan terapi konservatif.

1.Konservatif

Lindungi mata dengan pterygium dari sinar matahari, debu, dan udara kering dengan

kacamata pelindung.

Bila terdapat tanda radang berikan :

a. Air mata buatan seperti Blink atau refresh drop 3 x sehari

b. Obat tetes steroid Prednisolon asetat (Pred Forte 1%) empat kali sehari pada mata

yang terserang, biasanya hanya 1- 2 minggu dengan terapi yang terus menerus.

2. Pembedahan

Indikasi :

a. Terapi konservatif gagal

b. Mengganggu visus

c. Mengganggu pergerakan bola mata

d. Kosmetik

Teknik pembedahan yang dilakukan adalah kombinasi autograf konjungtiva dan

eksisi. Setelah pterygium di eksisi, maka akan menyisakan sebuah defek konjungtival. Defek

ini dapat dibiarkan sembuh sendiri, dijahit secara langsung melalui pendekatan primer,

diberikan graft dengan sebuah autograf konjugtiva, atau diberikan graft dengan membran

amniotik.

Conjungtival graft :

Mengggunakan free graft yang biasanya diambil dari konjungtiva bulbi bagian superior,

dieksisi sesuai dengan ukuran luka kemudian dipindahkan dan dijahit atau difiksasi dengan

bahan perekat jaringan. (misalnya Tissel VH,Deardfield, Illinois)

Pasien harus di follow up selama setahun karena 97% rekurensi terjadi dalam 12 bulan

pertama setelah pembedahan.

14

Page 15: Makalah PTERYGIUM

3. Pencegahan

1. Pencegahan pterigium salah satunya dengan menggunakan kacamata setiap hari. Pilihlah

kacamata yang memblok 99-100% radiasi ultraviolet A dan B. Kacamata yang menutup

sempurna merupakan proteksi terbaik untuk menghindari mata pasien dari sinar, debu, dan

udara.

2. Untuk menghindari mata yang kering diberi air mata buatan.

3.Pasien dianjurkan untuk tetap menggunakan obat tetes steroid untuk beberapa minggu. Ini

akan mengurangi inflamasi dan mencegah rekurensi

KOMPLIKASI

Komplikasi pterygium meliputi sebagai berikut:

Pra-operatif:

1. Astigmat

Salah satu komplikasi yang disebabkan oleh pterygium adalah astigmat karena

pterygium dapat menyebabkan perubahan bentuk kornea akibat adanya mekanisme penarikan

oleh pterygium serta terdapat pendataran daripada meridian horizontal pada kornea yang

berhubungan dengan adanya astigmat. Mekanisme pendataran itu sendiri belum jelas. Hal ini

diduga akibat “tear meniscus” antara puncak kornea dan peninggian pterygium. Astigmat

yang ditimbulkan oleh pterygium adalah astigmat “with the rule” dan iireguler astigmat.

2. Kemerahan

3. Iritasi

4. Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea

5. Keterlibatan yang luas otot ekstraokular dapat membatasi penglihatan dan

menyebabkan diplopia.

Intra-operatif:

15

Page 16: Makalah PTERYGIUM

Nyeri, iritasi, kemerahan, graft oedema, corneoscleral dellen (thinning), dan

perdarahan subkonjungtival dapat terjadi akibat tindakan eksisi dengan conjunctival

autografting, namun komplikasi ini secara umum bersifat sementara dan tidak mengancam

penglihatan.

Pasca-operatif:

Komplikasi pasca eksisi adalah sebagai berikut:

1. Infeksi, reaksi bahan jahitan, diplopia, jaringan parut, parut kornea, graft

konjungtiva longgar, perforasi mata, perdarahan vitreus dan ablasi retina.

2. Penggunaan mitomycin C post operasi dapat menyebabkan ektasia atau nekrosis

sklera dan kornea

3. Pterygium rekuren.

PROGNOSIS

1) Ad vitam : bonam

Karena penyakit ini tidak mengancam keselamatan jiwa pasien secara langsung.

2) Ad functionam : dubia ad bonam

Apabila pasien mengikuti saran dokter yaitu dioperasi.

3) Ad sanationam : dubia ad bonam

Karena pasien sudah diedukasi untuk memakai pelindung mata saat mengendarai motor.

16

Page 17: Makalah PTERYGIUM

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI MATA

Gambar 1. Anatomi Mata

Yang termasuk media refraksi antara lain kornea, pupil, lensa, dan vitreous. Media

refraksi targetnya di retina sentral (macula). Gangguan media refraksi menyebabkan visus turun

(baik mendadak aupun perlahan) (Marieb EN & Hoehn K, 2007).

Bagian berpigmen pada mata: uvea bagian iris, warna yang tampak tergantung pada pigmen

melanin di lapisan anterior iris (banyak pigmen = coklat, sedikit pigmen = biru, tidak ada pigmen

= merah / pada albino) (Marieb EN & Hoehn K, 2007).

1. Media Refraksi

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas

kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca), dan

panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan

dan panjang bola mata sedemikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui

media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut

sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya

pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.

17

Page 18: Makalah PTERYGIUM

a. Kornea

Kornea (Latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang

tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola mata sebelah depan dan

terdiri atas 5 lapis, yaitu:

1. Epitel

• Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu

lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.

• Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel

sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat berikatan erat

dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula

okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, eliktrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.

• Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan

akan mengakibatkan erosi rekuren.

• Epitel berasal dari ektoderm permukaan

2. Membran Bowman

• Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak

teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.

• Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi

3. Stroma

• Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada

permukaan terlihat anyaman yang teratur sadangkan dibagian perifer serat kolagen ini bercabang;

terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.

Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen

stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio

atau sesudah trauma.

4. Membran Descement

• Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel

endotel dan merupakan membran basalnya

• Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 μm. 5. Endotel

18

Page 19: Makalah PTERYGIUM

• Berasal dari mesotelium, berlapis satu,bentuk heksagonal, besar 20-40 μm. Endotel melekat

pada membran descement melalui hemi desmosom dan zonula okluden

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus, saraf

nasosiliar, saraf V. saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma kornea,

menembus membran Boeman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi

samapai kepada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin

ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi

dalam waktu 3 bulan.

Trauma atau panyakkit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel

terganggu sehingga dekompresi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunya daya

regenerasi.

Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan.

Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar

masuk kornea dilakukan oleh kornea.

b. Aqueous Humor (Cairan Mata)

Aqueous humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa, keduanya tidak memiliki

pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua struktur ini akan mengganggu lewatnya cahaya

ke fotoreseptor. Aqueous humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan kapiler di

dalam korpus siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah anterior. Cairan ini mengalir ke

suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah. Jika aqueous humor tidak dikeluarkan

sama cepatnya dengan pembentukannya (sebagai contoh, karena sumbatan pada saluran keluar),

kelebihan cairan akan tertimbun di rongga anterior dan menyebabkan peningkatan tekanan

intraokuler (“di dalam mata”). Keadaan ini dikenal sebagai glaukoma. Kelebihan aqueous humor

akan mendorong lensa ke belakang ke dalam vitreous humor, yang kemudian terdorong menekan

lapisan saraf dalam retina. Penekanan ini menyebabkan kerusakan retina dan saraf optikus yang

dapat menimbulkan kebutaan jika tidak diatasi (Lauralee Sherwood, 1996).

c. Lensa

Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di dalam bola mata dan

bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris dan terdiri dari zat tembus

19

Page 20: Makalah PTERYGIUM

cahaya (transparan) berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat

terjadinya akomodasi (H. Sidarta Ilyas, 2004).

Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata belakang. Lensa

akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa

akan membentuk serat lensa terus-menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di

bagian sentral lensa sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat

lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam

lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di bagian luar nukleus ini terdapat

serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah

depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedangkan dibelakangnya korteks posterior.

Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras dibanding korteks lensa yang lebih muda. Di

bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh

ekuatornya pada badan siliar (H. Sidarta Ilyas, 2004).

Secara fisiologis lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu:

• Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi

cembung

• Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,

• Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan vitreous body dan berada di

sumbu mata.

(H. Sidarta Ilyas, 2004).

Keadaan patologik lensa ini dapat berupa:

• Tidak kenyal pada orang dewasa yang mengakibatkan presbiopia,

• Keruh atau apa yang disebut katarak,

• Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi

(H. Sidarta Ilyas, 2004).

Lensa orang dewasa dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah besar dan berat.

20

Page 21: Makalah PTERYGIUM

d. Badan Vitreous (Badan Kaca)

Badan vitreous menempati daerah mata di balakang lensa. Struktur ini merupakan gel transparan

yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit kolagen, dan molekul asam hialuronat yang

sangat terhidrasi. Badan vitreous mengandung sangat sedikit sel yang menyintesis kolagen dan

asam hialuronat (Luiz Carlos Junqueira, 2003). Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan

sinar dari lensa ke retina. Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak terdapatnya pembuluh

darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhanbadan vitreous akan memudahkan

melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi (H. Sidarta Ilyas, 2004).

Vitreous humor penting untuk mempertahankan bentuk bola mata yang sferis (Lauralee

Sherwood, 1996).

e. Panjang Bola Mata

Panjang bola mata menentukan keseimbangan dalam pembiasan. Panjang bola mata seseorang

dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh karena kornea (mendatar atau

cembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang atau lebih pendek) bola mata, maka

sinar normal tidak dapat terfokus pada mekula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang dapat

berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma (H. Sidarta Ilyas, 2004).

II. HISTOLOGI

Setiap mata terdiri dari 3 lapisan konsentris, yaitu:

Lapisan luar atau tunika fibrosa

5/6 posterior lapisan luar mata yang opak dan putih adalah sclera

1/6 bagian anterior tidak berwarna dan transparan yaitu kornea

1. Sklera

- Membentuk segmen bola

- Bergaris tengah 22 mm

Terdiri atas jaringan ikat padat, terutama berkas kolagen gepeng yang berjalinan namun

tetap parallel terhadap permukaan organ, cukup banyak substansi dasar, beberapa

fibroblast.

21

Page 22: Makalah PTERYGIUM

Permukaan luar (episklera)

- Dihubungkan oleh sebuah simpai tenon (sebuah system longgar serat kolagen halus

pada lapisan padat jaringan ikat)

- Simpai tenon ini berhubungan dengan stroma konjungtiva longgar pada batas kornea

dengan sclera.

- Diantara simpai tenon dan sclera terdapat ruang tenon ruang longgar inilah yang

memungkinkan bola mata dapat bergerak memutar kesegala arah.

- Diantara sclera dan koroid terdapat lamina suprakoroid (lapisan tipis jaringan ikat

longgar dengan banyak melanosit, fibroblast dan serat elastin)

- Sclera relative avaskular.

2. Kornea

Irisan melintang kornea menunjukan bahwa kornea terdiri atas 5 lapisan :

1) Epitel

- Berlapis gepeng non keratin

- Pada bagian basal epitel ini tampak banyak gambaran mitosis yang mencerminkan

kemampuan regenerasi kornea yang hebat

- Masa pergantian sel 7hari

- Terdapat mikrovili pada sel permukaan kornea

- Mikrovili terjulur ke dalam ruangan yang diisi lapisan tipios air mata pra-kornea

merupakan lapisan pelindung yang terdiri atas lipid dan glikoprotein.

- Lapisan pelindung ini tebalnya 7mikrometer

- Kornea memiliki suplai saraf sensoris yang paling besar diantara jaringan mata.

2) Membran bowman

- Dibawah epitel kornea

- Merupakan lapisan homogeny

- Tebalnya antara 7-12 mikrometer

- Terdiri dari serat-sarat kolagen yang bersilangan secara acak, pemadatan substansi

interselular, tetapi tanpa sel

- Membantu stabilitas dan kekuatan kornea

22

Page 23: Makalah PTERYGIUM

3) Stroma

- Terdiri atas banyak lapisan berkas kolagen parallel yang saling menyilang secara tegak

lurus

- Serabut kolagen didalam setiap lamel saling berjajar parallel dan melintasi seluruh

lebar kornea

- Diantara lapisan-lapisan itu terjepit juluran-julurannsitoplasma fibroblast (gepeng

seperti sayap kupu-kupu

- Sel dan serat dari stroma terendam dalam substansi glikoprotein amorf yang

metakromatik (kondroitin dan sulfat)

- Stroma avaskular

- Biasanya terdapat sel limfoid membrane (migrating) di dalam kornea.

4) Membran descement

- Struktur homogeny

- Tebal 5-10 mikrometer

- Terdiri atas filament kolagen halis tersusun berupa jalinan 3 dimensi

5) Endotel

- Yaitu epitel selapis gepeng

- Endotel dan epitel kornea berfungsi memepertahankan kejernihan kornea

- Ke 2 lapisan ini mentransport ion natrium ke permukaan apikalnya

- Ion klorida dan air ikut secara pasif, sehingga stroma kornea dipertahankan dalam

keadaan yang relative kering.

- Bersama susunana serabut kolagen yang sangat halus dari stroma yang disusun teratur,

yang menyebabkan jernihnya kornea.

3. Limbus

Limbus yaitu batas kornea dan sclera yang merupakan daerah peralihan dari berkas-

berkas kolagen bening dari kornea menjadi serat-serat buram putih dari sclera.

- Limbus ini sangat vascular

- Pembuluh darahnya memegang peranan penting dalam radang kornea

23

Page 24: Makalah PTERYGIUM

- Didaerah limbus yaitu jalinan trabekula membentuk saluran (canal) schlemm yang

mengangkut cairan dari kamera okuli anterior

- Canal schlemm berhubungan keluar dengan system vena.

Lapisan tengah /lapisan vascular/traktus uveal :

1.Koroid

- Lapisan yang sangat vascular

- Diantara pembuluh darahnya terdapat jaringan ikat longgar dengan banyak fibroblast,

makrofag, limfosit, sel mast, sel plasma, serat kolagen dan serat elastin.

- Terdapat banyak melanosit (memberi warna hitam yang khas0

- Lapisan dalam koroid disebut lapisan koriokapiler karena lebih banyak mengandung

pembuluh darah kecil daripada lapisan luar.

- Fungsi penting untuk nutrisi retina

- Membrane hialin amorf tipis (3-4 mikrometer)memisahkan lapisan koriokapiler dari

retina dikenal sebagai membrane brunch meluas dari diskus optikus sampai ke ora

serata

- Discus optikus ( papilla optikus) daerah tempat nervus optikus memasuki bola mata

- Koroid terikat pada sclera oleh lamina suprakoroidal (lapisan jaringan ikat longgar

dengan banyak melanosit)

2.Korpus siliaris

- Sebuah perluasan koroid ke anterior setinggi lensa

- Merupakan cin-cin tebal yang utuh pada permukaan dalam bagian anterior sclera

- Membentuk segitiga pada potongan melintang

- Salah satu permukaannya berkontak dengan korpus vitreus,

- Struktur jar ikat longgar : - Banyak serat elastin

- Pembuluh darah

- Melanosit

24

Page 25: Makalah PTERYGIUM

- Muskulus siliaris -> 2 berkas otot polos yang berinsesi pada sclera di anterior dan pada

berbagai daerah dari korpus siliaris di posterior. Salah satu berkas ini mempunyai

fungsi meregangkan koroid dan berkas lain bila berkontraksi mengendurkan

ketegangan pada lensa. Gerakan otot ini penting untuk akomodasi visual.

- Permukaan korpus siliaris yang menghadap ke korpus vitreus, bilik posterior dan

lensa ditutupi oleh perluasan retina ke anterior.

Di daerah ini retina hanya terdiri dari 2 lapis sel, yaitu :

- Lapisan yang langsung berbatasan dengan korpus siliaris, terdiri atas epitel selaois

silindris yang mengandung melanin.

- Lapisan yang menutupi lapisan pertama berasal dari lapisan sensoris retina (terdiri atas

epitel silindris tanpa pigmen.

3.Prosesus siliaris

- Juluran mirip tabung dari korpus siliaris

- Pusatnya ialah jaringan ikat longgar dengan banyak kapiler bertingkap (fenestrated) di

tutupi oleh 2 lapis epitel yang sama dengan korpus siliaris.

- Dari prosesus siliaris muncul serat-serat zonula

- Sel-sel tanpa pigmen dari lapisan memiliki lipatan-lipatan basal. Sel-sel ini

membentuk humor akueus.

4. Iris

- Yaitu perluasan koroid yang sebagian menutupi lensa, menyisakan lubang bulat di

pusat yang disebut pupil.

Permukaan anterior

- Tidak teratur dan kasar

- Dibawahnya terdapat jaringan ikat dengan banyak pembuluh darah, beberapa serat,

fibroblast dan melanosit.

25

Page 26: Makalah PTERYGIUM

- Lapisan berikutnya yaitu jaringan ikat longgar dengan sangat vaskular

Permukaan posterior

- Rata

- Dilapisi oleh 2 lapis epitel yang sama dengan korpus siliaris dan prosesusnya.

Banyaknya pigmen mencegah masuknya cahaya ke dalam mata kecuali ke dalam pupil

5. Lensa

Lensa kristalina berbentuk bikonveks

Secara structural terdapat 3 komponen, yaitu :

1. Kapsul Lensa

- Tebalnya sekitar 10µm di sebelah anterior dan posteriornya 5-6 µm

- Kapsul ini homogeny, merupakan membrane tidak berbentuk, bersifat

elastis, kaya akan KH

- Mengandung glikoprotein dan kolagen tipe IV

- Pada kapsul lensa melekat serat zonula yang berjalan ke badan siliar

sebagai ligamen suspensorium atau penyokong

2.Epitel Subkapsular

- Terletak di bawah kapsular

- Hanya ada pada permukaan anterior

- Terdiri atas selapis sel epitel kuboid

- Bagian dasar sel ini terletak di luar berhubungan dengan kapsula

- Apeksnya terletak di dalam dan membentuk kompleks junctional dengan

serat lensa

- Ke arah equator sel ini bertambah tinggi dan beralih menjadi serat lensa

- Lensa tumbuh sepanjang kehidupan dengan penambahan serat lensa

26

Page 27: Makalah PTERYGIUM

3.Substansi lensa

- Terdiri dari serat lensa yang berbentuk prisma heksagonal

- Panjangnya 8-10mm, Lebar 8-10 µm, tebal 2 µm

- Sebagian besar serat tersusun secara konsentris dan sejajar permukaan lensa

- Pada korteks serat yang lebih muda menganndung beberapa inti dan organel

- Di bagian tengah serat yang lebih tua telah kehilangan inti dan tampak homogen

Lensa mata sama sekali tanpa pembuluh darah, karena tanpa pembuluh darah maka

lensa mendapat nutrisi dari humor akueus dan badan vitreus

Lensa bersifat tembus cahaya

Membrane plasma serat lensa sangat tidak permeabel

6. Korpus Vitreus

Menempati ruangan mata di belakang lensa

Merupakan gel transparan, terdiri atas kolagen, glikosaminoglikan dimana unsure

utamanya adalah asam hialuronat

7. Lapisan Dalam (Retina)

Terdiri dari 2 bagian :

- Posterior : bagian fotosensitif

- Anterior : tidak fotosensitif

o Bagian Anterior (Epitel Pigmen)

- Terdiri atas sel silindris dengan inti di basal

- Daerah basal sel melekat pada membrane Bruch

27

Page 28: Makalah PTERYGIUM

- Sitoplasmanya memiliki banyak mitokondria, RE licin, granul melanin di

sebelah sitoplasma apical

- Apeks sel memiliki mikrovili

o Bagian Posterior (Retina Pars Optika)

- Terdiri atas sekurang-kurangnya 15 jenis neuron dan sel-sel ini membentuk

sekurang-kurangnya 38 jenis sinaps

- Terdiri atas 3 lapisan :

Lapisan luar : Terdiri atas sel batang dan kerucut

Sel Batang terdiri atas segmen luar dan segmen dalam

- Segmen luar : - fotosensitif ( berbentuk batang luar terdiri atas banyak cakram

gepeng bermembran yang bertumpuk-tumpik mirip uang logam)

- Dipisahkan dari segmen dalam oleh sebuah penyempitan

- Cakram gepeng mengandung pigmen yang disebut ungu visual atau rhodopsin

yang memutih oleh cahaya dan mengawali rangsangan visual.

- Segmen dalam : - mengandung alat metabolic untuk biosintesis dan proses

penghasil energy

- Banyak mengandung glikogen dan memiliki banyak kumpulan mitokondria,.

- Poliribosom banyak terdapat dibawah daerah mitokondria, terlibat dalam

sintesis pritein.

- Membantu penglihatan di tempat gelap

Sel Kerucut

- Merupakan neuron panjang

- Tiap retina memiliki ± 6 juta sel kerucut

- Strukturnya serupa dengan sel batang, hanya terdapat perbedaan dalam hal

bentuk dan struktur segmen luarnya. Dimana pada sel kerucut membrane

28

Page 29: Makalah PTERYGIUM

luarnya tidak bergantung dari membrane plasma luar, tapi timbul sebagai

invaginasi darinya. Protein yang baru dibentuk tidak ditimbun tapi tersebar

merata pada segmen luar.

- Terdapat 3 jenis sel kerucut fungsional yang tidak bisa dibedakan cirri

morfologinya. Tiap jenis mengandung fotopigmen kerucut yang disebut

iodopsin.

- Membantu penglihatan di tempat terang

- Lapisan Tengah

Terdiri atas sel-sel bipolar

Menghubungkan sel batang dan kerucut dengan sel ganglion

Sel bipolar difus memiliki sinaps dengan 2 atau lebih fotoreseptor

Sel bipolar monosinap mempunyai satu sinaps

- Lapisan Dalam

Terdiri atas sel-sel ganglia

Selain berhubungan dengan sel bipolar, menjulurkan aksonnya ke daerah

khusus pada retina, tempat mereka berkumpul membentuk nervus optikus

Daerah tersebut bebas dari reseptor dan karenanya di sebut bintik tua /

papilla nervus optikus / kepala nervus optikus / diskus optikus.

Pada kutub posterior sumbu optic terletak fovea, sebuah lekukan dangkal

dengan retina yang bagian pusatnya sangat tipis. Hal ini disebabkan oleh

sel ganglion dan sel bipolar berkumpul di tepi lekukan ini, sedang bagian

pusatnya ditempati oleh sel kerucut. Cahaya langsung jatuh pada kerucut

di bagian pusat fovea yang membantu ketajaman penglihatan

Selain ketiga jenis sel utama terdapat jenis sel lain, yaitu :

1. Sel Horizontal, menghubungkan fotoreseptor-fotoreseptor berbeda

29

Page 30: Makalah PTERYGIUM

2. Sel Amakrin, menghubungkan sel-sel ganglia

3.Sel Penyokong

Struktur Tambahan

1. Konjungtiva

- Membrane mukosa tipis dan transparan yang menutupi bagian anterior matasampai

kornea dan permukaan dalam kelopak mata.

- Berupa epitel berlapis selindris dengan banyak sel goblet dan lamina proprianya

terdiri atas jaringan ikat longgar

2. Kelopak Mata

- Lipatan jaringan yamg dapat digerakan yang berfungsi melindungi mata

- Kulit kelopak ini longgar dan elastis

- Terdapat 3 jenis kelenjar

a. Meibom : Kelenjar sebasea panjang dalam lempeng tarsal. Tidak berhubungan

dengan folikel rambut. Menghasilkan substansi sebaseus membentuk lapisan

berminyak pada permukaan film air mata, membantu mencegah penguapan cepat

dari lapisan air mata.

b. Zeis : Kelenjar sebaceous yang lebih kecil yang memodifikasi dan berhubungan

dengan folikel bulu mata.

c. Moll : Kelenjar keringat, berupa tubulus mirip sinus yang tidak bercabang.

3. Alat Lakrimal

- Kelenjar Lakrimal : merupakan kelenjar air mata. Terdiri atas lobus-lobus. Berupa

kelenjar tubuloalveolar yang lumennya besar, terdiri atas sel-sel berbentuk kolom

jenis serosa.

- Kanalikuli : dilapisi epitel berlapis gepeng tebal

30

Page 31: Makalah PTERYGIUM

- Sakus Lakrimalis, dilapisi epitel bertingkat silindris bersilia

- Duktus hasalakrimalis

III. Pemeriksaan Mata

a. Pemeriksaan Visus

Pemeriksaan visus yang menguji ketajaman penglihatan seseorang dilakukan dengan

memakai kartu Snellen, yang merupakan kartu dengan huruf yang mempunyai ukuran

berbeda pada setiap barisnya. Baris huruf mempunyai angka di sebelahnya yang menunjukkan

jarak dimana seseorang normal dapat melihat huruf pada baris tersebut dengan jelas.

Kartu ditempatkan pada jarak 6 meter di depan pasien yang akan diperiksa. Pasien dengan

penglihatan normal dapat melihat huruf pada baris dengan angka 6 di sebelahnya. Normalnya

seseorang memiliki tajam penglihatan 6/6.

Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan untuk mengetahui fungsi penglihatan setiap mata

secara terpisah.

Dasar pemeriksaan:

Pada pemeriksaan tajam penglihatan ditentukan huruf terkecil yang masih dapat

dilihat pada kartu baca baku dengan jarak 6 meter atau 20 kaki.

Tajam penglihatan diberikan penilaian menurut baku yang ada

Pemeriksaan tajam penglihatan sebaiknya dilakukan pada jarak 5 atau 6 meter, karena

pada jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan beristirahat atau tanpa

akomodasi

Cara pemeriksaan:

Pasien duduk menghadapi kartu Snellen dengan jarak 6 meter

Dipasang gagang lensa coba

Mata yang tidak akan diperiksa ditutup, biasanya diperiksa mata kanan terlebih dahulu

baru kemudian mata kiri.

Pasien diminta membaca huruf yang tertulis pada kartu Snellen yang dimulai dengan

membaca baris atas dan bila telah terbaca pasien diminta membaca baris di bawahnya

Ditentukan letak baris terakhir yang masih dapat dibaca

Hasil pemeriksaan:

Bila huruf yang terdapat pada baris dengan tanda 30 dikatakan tajam penglihatan 6/30

31

Page 32: Makalah PTERYGIUM

Bila terdapat pada baris dengan tanda 6 dikatakan tajam penglihatan 6/6

Normalnya seseorang memiliki tajam penglihatan 6/6.

b. Uji Hitung Jari

Uji ini dilakukan jika pasien tidak dapat melihat huruf terbesar pada uji kartu Snellen. Tujuan

dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui turunnya tajam penglihatan seseorang.

Normalnya, jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter.

Cara pemeriksaan:

Bila jari yang diperlihatkan dikenal pada jarak 1 meter, maka dikatakan tajam

penglihatan seseorang adalah 1/60

Jika masih dapat dilihat dalam jarak 3 meter maka dinyatakan tajam penglihatan 3/60

c. Uji Lambaian Tangan

Pada uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan pasien yang lebih buruk

daripada 1/60. Orang normal dapat melihat lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila pasien

dapat melihatnya pada jarak 1 meter, berarti tajam penglihatannya adalah 1/300.

Uji pengukuran tekanan bola mata

Pengukuran tekanan bola mata dapat dilakukan secara manual, yaitu dengan jari pemeriksa.

Tekniknya diterangkan sebagai berikut:

Mata ditutup

Pandangan kedua mata menghadap ke bawah

Jari-jari lainnya bersandar pada dahi dan pipi pasien

Kedua jari telunjuk menekan bolat mata pada bagian belakang kornea bergantian

Satu telunjuk mengimbangi tekanan saat telunjuk lainnya menekan bola mata

Penilaiannya diperlukan pengalaman pemeriksa karena terdapat faktor subyektif. Nilai

diberikan menurut dengan kesan pemeriksa mengenai berapa ringannya bola mata dapat

ditekan. Penilaian dapat dicatat sebagai berikut: N+1, N+2, N+3 atau N-1, N-2, N-3 yang

menyatakan tekanan lebih tinggi atau lebih rendah daripada normal.

32

Page 33: Makalah PTERYGIUM

IV. Pemeriksaan Fisik

Konjunctiva

Cara untuk melihata apakah ada kelainan di konjunctiva adalah dengan membuka

palpebra superior untuk melihat konjunctiva superior dan membuka palpebra inferior untuk

melihat konjunctiva inferior. Normalnya konjunctiva bening dan tidak terlalu banyak terlihat

pembuluh darah. Jika ada pelebaran pembuluh darah, warna konjunctiva akan berubah

menjadi kemerahan, dan disebut sebagai injeksi konjunctiva.

Kornea

Dari kornea, yang dinilai adalah kernihan dan permukaannya. Normalnya jernih dan

permukaannya rata. Kornea bisa dilihat di ruangan yang gelap dan dengan cahaya buatan.

Kornea dilihat kejernihannya dan permukaannya. Normalnya jernih dan permukannya rata.

Kornea bisa dilihat di ruangan yang gelap dan dengan cahaya buatan

Tes yang dilakukan untuk menentukan rata tau tidaknya permukaan kornea adalah

menggunakan keratoskopi plasido. Alat yang digunakan adalah papan dengan gambaran

lingkaran konsentrik putih hitam.

Cara:

Pasien membelakangi sinar

Plasidoskop diletakkan setinggi mata pasien

Melalui lubang plasidoskop dilihat gambaran plasidoskop pada kornea pasien.

Penilaiannya, dilihat bayangan konsentrik pada mata pasien. Bila ada garis tak beraturan

berarti terdapat astigmat pada kornea. Bila garis tidak beraturan atau lingkaran tidak simetris

berarti adanya astigmat ireguler.

33

Page 34: Makalah PTERYGIUM

Tes Refleks Kornea dilakukan untuk memeriksa fungsi saraf trigeminus yang memberikan

sensibilitas kornea. Mata akan berkedip bila terkena sinar kuat, benda yang mendekati mata

terlalu cepat, mendengar suara keras, adanya perabaan pada kornea, konjungtiva, sehingga

ada berbagai jenis refleks kornea yaitu taktil, optik, dan pendengaran. Refleks taktil kornea

didapatkan melalui serabut aferen saraf trigeminus dan serabut eferen saraf fasial.

Cara:

Pasien diminta untuk melihat ke sisi yang berlawanan dari kornea yang akan dites

Pemeriksa menahan kelopat mata pasien yang terbuka dengan jari telunjuk dengan ibu

jari

Dari sisi lain kapas digeser sejajar dengan [ermukaan iris menuju kornea yang akan

diperiksa

Diusahakan datang/mendekatnya kapas tidak disadari pasien

Kapas ditempel pada permukaan kornea.

Normalnya akan terjadi refleks mengedip, dan timbul lakrimasi. Jika mengedip maka

fungsi nervus trigeminus normal.

Camera Oculi Anterior (COA) : yang dilihat adalah kejernihannya dan sudutnya

(dalam/dangkal).

Sudut normalnya dalam, sehingga iris tidak terlalu ke atas. Jika dangkal berarti irisnya terlalu

menghadap ke atas.

Cara

Pasien diminta melihat ke depan, pemeriksa menyenteri mata dari lateral.

Normalnya, sinar bisa menembus sampai ujung mata yaitu nasal → sudutnya dalam.

Sudut dangkal → bayangannya tidak ada/ gelap.

Sudut dangkal adalah suspek pada penyakit glaukoma karena penyempitan

trabekulum.

Pupil

Pada pupil yang diperhatikan adalah besar dan apakah besarnya sama antara satu dan yang

lain. Pupil normalnya memiliki besar antara 3-4mm. Pupil dapat mengecil maupun membesar

sesuai dengan jumlah cahaya yang diarahkan ke mata. Jika intensitas cahaya yang diberikan

34

Page 35: Makalah PTERYGIUM

tinggi maka pupil akan mengecil (miosis), dan apabila dalam kondisi gelap, maka pupil akan

membesar (midriasis).

Pemeriksaan refleks cahaya dari pupil dapat dilakukan secara direk maupun indirek.

Dasar

Ada suatu lingkaran refleks sinar dengan motorik pupil. Jika cahaya mengenai mata secara

langsung disebut refleks pupil direk. Refleks tidak langsung adalah jika mata yang tidak

dicahayai memberikan refleks. Mata normal akan memberikan ambang dan intensitas lampu

kedua refleks sama.

Cara:

Direk

o Mata disinari

o Dilihat keadaan pupil pada mata yang disinari apakah terjadi miosis pada saat

penyinaran

Indirek (konsensuil)

o Mata disinari dengan diusahakan sinar tidak masuk pada mata yang lain.

Dilihat keadaan pupil mata yang tidak disinari apakah terjadi miosis pada saat

penyinaran mata sebelahnya.

Kedua pupil pada keadaan normal mempunyai ukuran yang sama, bulat, dan bereaksi

terhadap sinar dan saat berakomodasi atau melihat dekat.

35

Page 36: Makalah PTERYGIUM

BAB V

KESIMPULAN

Pada saat pasien datang pertama kali, didapatkan keluhan utamanya berupa

mata merah dan penting diketahui bahwa pekerjaannya yaitu sebagai tukang ojek.

Hipotesis dari mata merah sangat banyak dan dikelompokkan dalam berbagai

klasifikasi, seperti mata merah visus normal, mata merah visus turun, dan mata

tenang. Namun, setelah anamnesis lebih lanjut diketahui bahwa “kedua mata

merah sejak 1 hari yang lalu. Merah tampak hanya sebagian. Disertai rasa

mengganjal dan mata berair. Penglihatan buram disangkal, nyeri disangkal,

fotofobia disangkal. Sebelumnya mata pasien sering merah terutama jika terkena

debu, hilang timbul selama 4 tahun.riwayat operasi mata disangkal. Riwayat

trauma mata disangkal”, dari anmnesis tersebut didapatkan hipotesis, yakni

Perdarahan subkonjungtiva, Pterygium, Konjungtivitis flikten , Pseudopterygium,

Pinguekula yang termasuk kedalam klasifikasi mata merah sebagian. Untuk

mengeliminasi hipotesis dan mengarah ke suatu diagnosis, perlu dilakukan

beberapa pemeriksaan fisik, seperti ststus generalis dan status oftalmologis. Dari

status generalis tidak didapatkan suatu kelainan, hal ini menunjukkan bahwa

gangguan pada mata pasien tidak disebabkan oleh kelainan sistemik, sedangkan

pada pemeriksaan fisik di kedua mata pasien didapatkan jaringan fibrovaskular

namun pada mata kanan, jaringan fibrovaskular sudah mengenai kornea sehingga

pasien mengalami astigmatisme. Dari pemeriksaan oftalmologis dan anamnesis,

maka didapatkan diagnosis pasti pasien ini

Pterigium okuli dextra grade III dan Pterigium okuli sinistra grade I.

Penatalaksanaan pasien berbeda anatara mata kanan dan mata kiri. Mata kanan

pasien dianjurkan untuk dilakukan operasi akibat adanya gangguan

penglihatan yaitu astigmatisme, sedangkan mata kiri pasien dianjurkan dilakukan

terapi konservatif. Komplikasi dapat terjadi jika pasien tidak melakukan anjuran

yang diberikan, namun jika pasien bersedia untuk dilakukan pembedahan dan

terapi lainnya maka komplikasi bisa diminimalisasikan dan prognosis mengarah

kea rah yang baik.

36

Page 37: Makalah PTERYGIUM

DAFTAR PUSTAKA

1. Ardalan Aminlari, MD, Ravi Singh, MD, and David Liang, MD. Management of

Pterygium. Opthalmic Pearls.2010

2. Caldwell, M. Pterygium. [online]. 2011 [cited 2011 October 23]. Available from :

www.eyewiki.aao.org/Pterygium

3. Riordan, Paul. Dan Witcher, John. Vaughan & Asbury’s Oftalmologi Umum: edisi 17.

Jakarta : EGC. 2010. Hal 119.

4. Ilyas, Sidharta. Ilmu Penyakit Mata edisi 6. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. 2006.p.2-7,117.

5. Laszuarni. Prevalensi Pterygium di Kabupaten Langkat. Tesis Dokter Spesialis Mata.

Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2009.

6. Jerome P Fisher, Pterygium. [online]. 2011 [cited 2013 March07]

http://emedicine.medscape.com/article/1192527-overview

7. Anonymus. Anatomi Konjungtiva. [online] 2009. [ cited 2013 March07]. Available

from : http://PPM.pdf.com/info-pterigium-anatomi

8. Anonymus. Pterigium. [online] 2009. [cited 2013 Maret 07] Available from :

http://www.dokter-online.org/index.php.htm .

9. Cason, John B., .Amniotic Membrane Transplantation. [online] 2007. [cited 2013

March05]. Available from : http://eyewiki.aao.org/Amniotic_Membrane_Transplant

10. Lang, Gerhad K. Conjungtiva. In : Ophtalmology A Pocket Textbook Atlas. New York :

Thieme Stutgart. 2000

11. Skuta, Gregory L. Cantor, Louis B. Weiss, Jayne S. Clinical Approach to Depositions and

Degenerations of the Conjungtiva, Cornea, and Sclera. In: External Disease and Cornea. San

Fransisco : American Academy of Ophtalmology. 2008. P.8-13, 366

37