Upload
joice-limpo
View
439
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Metode Penelitian dalam Psikologi Sosial
Citation preview
METODE PENELITIAN
PSIKOLOGI SOSIAL
MAKALAH
Ditulis oleh:
Novia (12120080037)
Joice Limpo (12120080039)
Fakultas Psikologi
Universitas Pelita Harapan Surabaya
2009
Metode Penelitian Psikologi Sosial
1. Pendahuluan
Makalah ini adalah tulisan yang disusun sebagai tugas bagi mata kuliah
Psikologi Sosial II. Di dalam tulisan ini, tim penulis akan mencoba memaparkan
metode-metode penelitian yang digunakan dalam meneliti topik-topik yang
berkaitan dengan psikologi sosial.
Suatu ilmu pengetahuan hanya akan berkembang bila terus-menerus diadakan
penelitian yang menggali lebih dalam tentang apa yang belum diketahui.
Terutama bagi ilmu sosial, seperti psikologi, yang bukan merupakan ilmu pasti.
Hasil temuan dalam suatu riset masih bersifat teori dan tidak dapat
digeneralisasikan secara pasti. Di sinilah letak keunikan ilmu-ilmu sosial tersebut.
Penemuan yang satu bisa bertentangan dengan penemuan yang lain. Lebih
menariknya lagi, perbedaan kultur dan perkembangan zaman pun bisa mengubah
hasil penemuan mengenai topik yang sama. Karena itu, ilmu ini masih perlu
banyak berkembang, dan karena itu diperlukan banyak ilmuwan dan peneliti yang
dapat berkontribusi bagi kemajuan ilmu pengetahuan.
Namun demikian, suatu ilmu yang bukan eksakta tidak berarti tidak objektif.
Meskipun hasil penelitian dapat berbeda karena berbagai faktor, namun hasil itu
dapat dipertanggung jawabkan secara akademis. Hal ini bisa dijamin, karena
dalam tiap risetnya ada metode yang ilmiah dan dipergunakan secara luas, yang
variasinya dapat dipilih berdasarkan kebutuhan penelitian. Metode inilah yang
akan penulis coba paparkan lebih lanjut, terutama dalam hal desain penelitian.
2. Pengantar Metode Riset
Melakukan penelitian psikologi sosial merupakan hal yang sangat menarik.
Penelitian ini ialah jalan untuk memahami individu dan dunia sosial di sekeliling
kamu dalam cara yang sistematis. Penelitian ini juga mendorong kamu untuk
bertanya dan memulai menjawab pertanyaan sulit namun penting tersebut. Daftar
1
pertanyaan menarik ini mungkin saja tidak ada habis-habisnya dan satu
pertanyaan yang dipilih sebagai prioritas untuk penelitian tersebut bervariasi
berdasarkan nilai yang dikandung oleh sang psikolog sosial, biaya dan waktu yang
tersedia. Akan tetapi, adalah benar jika dikatakan bahwa dalam penelitian
psikologi sosial yang utama berfokus pada isu-isu yang penting.
Dalam melakukan penelitian, ada beberapa proses yang harus dilakukan.
Secara umum, baik dalam penelitian psikologi sosial maupun penelitian dalam
bidang psikologi lainnya, terdapat tujuh langkah dari proses penelitian. Langkah
pertama, si peneliti mengembangkan pertanyaan penelitiannya. Dalam
pengembangan pertanyaan, peneliti harus menyadari adanya etnosentrisme, yaitu
suatu kecenderungan untuk melihat budaya hanya melalui sudut pandang budaya
sendiri; biasanya etnosentrisme menyebabkan individu meremehkan masyarakat
dan kebudayaan lain. Kemudian, peneliti juga harus menambah pengalaman-
pengalaman pribadi dalam melakukan penelitian dan membaca sastra psikologis.
Hal ini dilakukan agar peneliti mendapatkan informasi-informasi yang mungkin
saja bisa menjadi fokus dari penelitiannya itu.
Langkah kedua, si peneliti membentuk hipotesis penelitiannya. Hipotesis
merupakan dugaan sementara yang diajukan oleh peneliti yang akan diuji dalam
penelitiannya. Dalam pembentukan hipotesis ini, peneliti harus membaca teori-
teori psikologi yang berhubungan dengan topik untuk memperdalam
pengetahuannya. Selain itu, peneliti juga harus mengingat pengalaman pribadi,
memikirkan pengecualian-pengecualian, dan memperhatikan ketidakkonsistenan
pada penelitian sebelumnya.
Langkah ketiga, si peneliti membentuk definisi-definisi operasional.
Definisi operasional ialah suatu definisi yang didasarkan pada karakteristik yang
dapat diobservasi dari apa yang sedang didefinisikan atau ”mengubah konsep-
konsep yang berupa konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku
atau gejala yang dapat diamati dan yang dapat diuji dan ditentukan kebenarannya
oleh orang lain”. Dalam pembentukan definisi operasional, peneliti dapat melihat
penelitian sebelumnya mengenai cara pendefinisian konstruk yang sama atau
serupa. Kemudian, peneliti juga harus memperkenalkan variabel-variabel yang
akan diuji dalam penelitiannya tersebut.
2
Langkah keempat, si peneliti memilih desain penelitian. Dalam desain
penelitian ini, peneliti mengidentifikasi sampel partisipan yang akan
diikutsertakan dalam penelitian, baik jumlah, jenis kelamin, etnis, ras, atau yang
lainnya. Kemudian, pertanyaan penelitiannya diputuskan apakah untuk
menggambarkan, memberikan prediksi, atau mengidentifikasi hubungan sebab-
akibat. Masing-masing tujuan penelitian akan mempengaruhi pemilihan desain
penelitian. Untuk menggambarkan dan memprediksi, digunakan metode
observasional dan korelasional. Untuk pertanyaan penelitian hubungan sebab-
akibat, digunakan metode eksperimental. Untuk memahami dan mengobati
sekelompok kecil atau satu individu, digunakan metode single-case. Sedangkan,
untuk menjawab pertanyaan penelitian mengenai hubungan sebab-akibat dimana
kontrol eksperimental lebih sedikit, digunakan metode kuasi-eksperimental.
Langkah kelima, si peneliti mengevaluasi etika penelitian. Dalam
pelaksanaan penelitian, peneliti harus mengidentifikasi adanya kemungkinan
resiko dan keuntungan dari penelitian dan cara melindungi keselamatan
partisipan. Peneliti harus memikirkan baik-baik mengenai hal tersebut. Apabila
tidak, penelitian yang dilakukan dipastikan melanggar kode etik penelitian. Selain
itu, peneliti harus mengajukan proposal kepada komite peninjauan etika.
Kemudian, peneliti harus memperoleh izin dari orang-orang yang berotoritas.
Langkah keenam, si peneliti mengumpulkan dan menganalisis data serta
membentuk kesimpulan. Ada dua metode pengumpulan data, yaitu data
elicitation dan data recording. Data elicitation merupakan cara untuk
mendapatkan informasi; mengakses informasi dan membukanya untuk
pemeriksaan. Dalam data elicitation, terdapat tiga teknik yang biasa digunakan,
antara lain (1) observasi yaitu mengamati apa yang orang-orang lakukan, (2) self-
report yaitu menanyakan orang-orang mengenai apa yang dilakukan, dipikirkan
atau dirasakan; terdiri dari metode interview (bertanya secara verbal) dan metode
kuesioner (bertanya dalam bentuk tertulis), dan (3) archival data (menggunakan
dokumen, rekaman, atau artefak). Masing-masing teknik dapat dilakukan melalui
berbagai media dan memiliki perbedaan mengenai derajat interaksi antara peneliti
dan subjek penelitian. Perkembangan teknologi, secara dramatis, mengubah sifat
interaksi antara peneliti dan yang diteliti. Di samping itu, data recording
3
merupakan penyusunan informasi yang ditemukan dengan cara yang
memungkinkan pertanyaan penelitian dapat dipecahkan. Data recording dapat
disusun terlebih dahulu untuk mengajukan data elicitation. Beberapa penyusunan
sebelumnya untuk analisis tidak dapat dihindarkan jika penelitian meliputi lebih
dari deskripsi sebenarnya. Dalam penganalisaan data, terdapat dua metode yang
dapat digunakan, yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif. Dari data yang
sama sering kali dapat dianalisis dengan menggunakan kedua teknik tersebut.
Setelah dilakukan analisis, data-data diringkas dan apa yang dinyatakan oleh data
tersebut dikonfirmasikan.
Langkah terakhir yaitu si peneliti melaporkan hasil penelitian. Laporan
penelitian dapat diberikan pada konferensi psikologi. Pada konferensi ini, peneliti
mempresentasikan mengenai penelitiannya, mulai dari latar belakang sampai pada
kesimpulannya. Selain itu, peneliti juga dapat memasukkan laporan penelitian
tertulis pada jurnal psikologi.
Setelah mengetahui ada enam langkah dalam melaksanakan penelitian, fokus
dari makalah ini ialah mengenai langkah keempat, yaitu desain penelitian yang
digunakan dalam penelitian. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
penggunaan desain ini akan ditentukan oleh tujuan penelitian. Penentuan
rancangan penelitian yang tepat akan mempermudah peneliti, mulai dari
pengumpulan data sampai pada penarikan kesimpulan penelitian. Dalam
merancang sebuah penelitian, terdapat tiga metode yang terkenal, yaitu metode
eksperimental, metode kuasi-eksperimental, dan metode non-eksperimental.
Setiap metode ini memiliki karakteristiknya masing-masing, dan juga kelebihan
dan kekurangannya. Masing-masing dari metode ini akan dijelaskan pada
pembahasan selanjutnya dan dimulai oleh metode eksperimen
3. Metode Eksperimental
3.1 Definisi dan Tujuan dari Eksperimental
Eksperimental merupakan pemberian sebuah ide atau pemikiran mengenai
kenyataan. Dalam eksperimental, lingkungan dimanipulasi untuk mencari apakah
4
hasilnya konsisten atau tidak dengan ide tersebut. Pada awalnya, rancangan
eksperimental dan prosedur pelaksanaannya rumit. Namun, prinsip
pengorganisasian yang penting untuk memahami desain eksperimental yaitu
dengan mengingat tujuan perancangan prosedur eksperimental ialah untuk
memungkinkan demonstrasi dari hubungan sebab-akibat antara konstruk-konstruk
(gagasan-gagasan).
Ada dua alasan yang menyebabkan psikolog melakukan eksperimen. Pertama,
para peneliti melaksanakan eksperimen untuk membuat pengetesan hipotesis yang
empiris yang diperoleh dari teori-teori psikologi. Dengan kata lain, eksperimen
dilakukan untuk menguji hipotesis, apakah konsisten dengan teori atau tidak. Jika
hasil eksperimen konsisten dengan apa yang telah diprediksikan oleh hipotesis
tersebut, maka teori yang mendasari memperoleh dukungan. Di sisi lain, jika
hasilnya berbeda dari apa yang diharapkan, maka diusulkan penjelasan yang
didasarkan pada teori tersebut perlu diubah dan hipotesis yang baru
dikembangkan dan diuji pada eksperimen lainnya. Pengaruh dari perbaikan diri
antara eksperimen dan penjelasan yang diusulkan juga merupakan alat
fundamental yang digunakan oleh psikolog untuk memahami penyebab dari cara
berpikir, merasakan, dan berperilaku. Kedua, eksperimen memungkinkan para
peneliti untuk memutuskan apakah sebuah treatment atau program secara efektif
mengubah perilaku. Eksperimen yang dilaksanakan dengan baik dapat
memberikan informasi mengenai keefektifan treatment-treatment dan program-
program dalam berbagai bidang. Maka, eksperimen memberikan suatu kegunaan
bukan hanya ketika menguji teori-teori, namun juga ketika mencari penyelesaian-
penyelesaian untuk masalah-masalah masyarakat.
2.2 Hubungan Sebab-Akibat dan Eksperimen
Ciri khas dari eksperimen ialah mencari hubungan sebab-akibat yang paling
berpotensi dengan menghilangkan penyebab-penyebab alternatif dari apa yang
menjadi tujuan peneliti. Namun, mengapa hubungan sebab-akibat menjadi ciri
khas eksperimen? Hal ini bermula dari sifat manusia sendiri. Dalam kehidupannya
sehari-hari, manusia senantiasa ingin mengetahui sesuatu dan penyebab dari
5
terjadinya suatu hal. Berdasarkan teori atribusi, para psikolog sosial menjelaskan
bagaimana pendapat individu mengenai hubungan sebab-akibat antara kepribadian
seseorang dengan perilakunya. Sebagai contoh, ketika seseorang dengan sungguh-
sungguh menyatakan tidak suka dengan tempat tertentu, individu yang
mendengarkan hal ini pasti akan mulai memikirkan penyebabnya. Individu
tersebut mungkin akan menyimpulkan bahwa pernyataan yang diungkapkan orang
tersebut dikarenakan pengalaman tidak menyenangkan yang orang tersebut alami
atau dikarenakan orang tersebut melakukan suatu hal yang menimbulkan
konsekuensi negatif ketika berada di tempat itu.
Untuk menjelaskan hubungan ini, individu memiliki aturan karakteristik yang
berasal dari dalam dirinya untuk menentukan suatu konstruk termasuk dalam
hubungan sebab-akibat atau tidak. Akan tetapi, aturan ini sering kali menyimpang
dari kriteria objektif untuk menjelaskan bahwa satu konstruk menyebabkan
konstruk yang lain. Untuk menghindari bias dari intuisi manusia ini, seorang
pemikir yang jujur harus menyimpulkan bahwa penggunaan intuisi dalam
pencarian kebenaran mengenai kenyataan harus dibantu dengan mekanisme
alternatif yang bersifat ilmiah. Metode penelitian merupakan mekanisme alternatif
yang digunakan oleh psikolog dalam menguji hubungan sebab-akibat yang
mungkin. Karena munculnya aturan abstrak mengenai penyebab, bukan lagi dari
intuisi, maka dapat dilakukan analisis secara logis tentang metode penelitian
manakah yang paling berpotensi untuk menunjukkan sebuah hubungan sebab-
akibat. Dari beberapa metode penelitian yang dianalisis, metode eksperimen-lah
mungkin paling memuaskan dalam melaksanakan hal ini.
Eksperimen, sebagai alat untuk membantu penarikan kesimpulan sebab-akibat,
dikembangkan pertama kali untuk mencocokkan tiga kriteria untuk menunjukkan
sebab-akibat yang dikemukakan oleh seorang filsuf abad ke-18, David Hume.
Tiga kriteria ini terdiri dari pendahuluan sementara dari penyebab atas akibat,
kovarians antara penyebab dan akibat, pengeluaran semua penyebab yang
mungkin. Jika ketiga kriteria ini bertemu dalam sebuah demonstrasi, maka
penyebabnya bisa diasumsikan. Pertama, adanya pendahuluan sementara dari
penyebab atas akibat. Adanya pendahuluan sementara berarti harus ada penyebab
yang diperkirakan benar yang harus terjadi sebelum adanya akibat dalam suatu
6
waktu. Kedua, kovarians antara penyebab dan akibat. Ketika penyebab muncul,
maka akibatnya juga muncul. Sebaliknya, ketika penyebab tidak muncul, maka
akibatnya juga tidak muncul. Oleh karena itu, penyebab dan akibat merupakan
kovari, atau berubah bersamaan. Dalam menentukan hal ini, diperlukan lebih
banyak informasi atau lebih banyak kondisi dimana akibat mungkin muncul.
Selain itu, harus dibuat kondisi perbandingan agar bisa menyimpulkan adanya
kovarians antara sebab dan akibat. Ketiga, pengeluaran semua penyebab lain yang
mungkin. Dalam eksperimen, peneliti harus mengetahui penyebab lain yang
mungkin menimbulkan akibat dan harus menemukan penyebab utama dari
munculnya akibat tersebut. Penyebab-penyebab alternatif tersebut harus dikontrol.
Prosedur yang membantu untuk menyisihkan penyebab-penyebab alternative
dalam eksperimen disebut dengan kontrol eksperimental (experimental control).
2.3 Variabel-Variabel dalam Eksperimen
Dalam eksperimen, terdapat dua jenis variabel yang dipakai untuk
menjelaskan hubungan sebab-akibat, yaitu variabel bebas (independent variable)
dan variabel terikat (dependent variable). Variabel bebas (independent variable
atau ”IV”) terdiri dari penyebab yang diduga benar dalam eksperimen. Suatu
kondisi akan berbeda dari yang lain ketika kondisi-kondisi tersebut berbeda dalam
jumlah variabel bebasnya. Variabel bebas sangat bervariasi. Sebagai contohnya,
dalam suatu eksperimen, variabel bebasnya ialah identitas kelompok. Dalam satu
kondisi, identitas kelompok dibuat lebih banyak (misalnya dengan terlebih dahulu
dikondisikan ada diskusi kelompok), sedangkan kondisi lainnya tidak ada usaha
untuk menimbulkan identitas kelompok. Jumlah dari variabel bebas yang ada
dalam kondisi yang berbeda-beda disebut dengan level dari variabel bebas.
Jumlah variabel ini dikontrol oleh peneliti. Sedangkan, variabel terikat (dependent
variable atau ”DV”) terdiri dari akibat yang diduga benar dalam eksperimen. Pada
variabel terikat ini, partisipan-lah yang mengontrol level dari variabel terikat
melalui respon terhadap stimulus berbeda yang diberikan pada mereka.
Untuk melaksanakan eksperimen, harus ada kovarians antara variabel bebas
dengan variabel terikat. Cara pertama yang digunakan untuk mengetahui
7
kovarians antara variabel-variabel ini ialah dengan membandingkan antara level-
level dari variabel terikat yang diteliti paling tidak dalam dua kondisi yang
berbeda di level-level dari variabel bebas. Dalam cara ini, variabel bebas yang
dipakai oleh peneliti hanya satu. Sedangkan, untuk dua atau lebih variabel bebas,
cara yang paling tepat yang digunakan ialah interaksi. Sebuah interaksi muncul
ketika akibat (variabel terikat) dari dua variabel bebas yang bersamaan berbeda
dari akibat dari hanya salah satu variabel bebas tersebut. Sebagai contoh, variabel
bebas yang pertama ialah antibiotik sebagai pembunuh bakteri yang mengganggu
dan variabel bebas yang kedua ialah alkohol yang menyebabkan euphoria,
relaksasi, dan kurangnya koordinasi. Kedua variabel ini dikombinasikan dan ada
dua efek yang mungkin terjadi. Kemungkinan pertama, konsumsi antibiotik dan
alkohol bersamaan dapat menyebabkan euphoria, relaksasi, kurangnya koordinasi
dan sekaligus kurangnya bakteri yang mengganggu. Hasil dari kombinasi ini
disebut dengan efek tambahan (additive effects). Kemungkinan kedua,
pengkonsumsian dua jenis obat-obatan ini dapat menyebabkan penyakit yang
parah bahkan kematian. Pada kemungkinan yang kedua ini, alkohol dan antibiotik
berinteraksi sehingga menimbulkan efek yang berbeda dari efek saat alkohol
sendirian atau antiobiotik sendirian.
2.4 Kontrol Eksperimen
Untuk mempermudah pencarian hubungan sebab-akibat, peneliti harus
mengeliminasi semua penyebab alternatif yang mungkin dalam hubungan
tersebut. Oleh karena itu, harus ada penyusunan desain eksperimen dan prosedur
eksperimen yang baik. Desain eksperimen merupakan perincian dari kondisi-
kondisi atau perincian dari variabel bebas dan variabel terikat, beserta urutan
pelaksanaannya. Sedangkan, prosedur eksperimen merupakan pelaksanaan dari
desain eksperimen yang meliputi apa yang terjadi pada setiap kondisi, siapa yang
berada dalam setiap kondisi dan bagaimana variabel-variabel terikat diukur.
Dalam mengetahui dan mengeliminasi penyebab-penyebab alternatif, usaha
pengontrolan dilaksanakan terhadap desain dan prosedur eksperimen tersebut.
Usaha pengontrolan ini dinamakan kontrol eksperimen yang berarti derajat
8
ketaatan untuk sebuah kumpulan pedoman dan protokol yang, jika diikuti
sepenuhnya, akan menjadikan eksperimen tersebut ideal. Pedoman dan protokol
ini bisa dilakukan dengan manipulasi dan isolasi.
Manipulasi berarti menyebabkan terbentuknya level dari variabel bebas.
Manipulasi bisa juga disebut sebagai ”penyebab”, ”meningkatkan”,
”menurunkan”, ”memunculkan”, ”menyebabkan kepergian”, ”mengubah” atau
”mengakibatkan”. Di sisi lain, isolasi merupakan unsur paling penting untuk
menyimpulkan sebab-akibat. Dengan isolasi, peneliti menetapkan kondisi-kondisi
yang berbeda hanya terdapat pada level variabel bebas. Jika tidak menggunakan
isolasi, faktor-faktor sebab-akibat dalam suatu eksperimen tidak dapat ditetapkan.
Hal ini dikarenakan mungkin saja masih ada variabel lain yang merupakan
penyebab ataupun akibat.
2.5 Penugasan Acak dalam Eksperimen
Penugasan acak merupakan hal penting yang harus dilakukan dalam
eksperimen. Penugasan acak ini ditujukan pada partisipan, menentukan secara
acak partisipan mana yang berada dalam kondisi yang mana. Melalui penugasan
acak ini, setiap partisipan memiliki kesempatan yang sama untuk masuk dalam
kondisi-kondisi dalam eksperimen. Hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan
daftar nomor acak atau melemparkan koin.
Dengan penugasan acak ini, ada kemungkinan tidak perlu dilakukan strategi
pengontrolan dan melenyapkan gangguan-gangguan pada eksperimen. Selain itu,
kondisi penugasan acak bisa membantu dalam pengisolasian variabel bebas dalam
eksperimen dan memberikan kevalidan pada pengujian hubungan sebab-akibat
yang dilaksanakan.
2.6 Kontrol Vs. Generalisasi
Dalam metode eksperimen, usaha pengontrolan sangat diperlukan dan harus
dilaksanakan. Akan tetapi, di balik usaha tersebut, kemampuan untuk
menggeneralisasikan hasil yang didapat dari eksperimen tersebut menurun.
Generalisasi hasil eksperimen harusnya bisa diberlakukan oleh seluruh manusia
9
jika hasilnya benar karena tujuan dari psikologi ialah untuk memahami perilaku
setiap orang, sedangkan strategi kontrol ini menghambat terjadinya tujuan
tersebut. Bukan hanya pengontrolan kondisi atau unsur-unsur yang mengganggu,
namun prosedur khusus yang digunakan oleh peneliti dan laboratorium
dilaksanakannya eksperimen juga dapat membatasi generalisasi dalam penelitian
psikologi, terutama psikologi sosial. Penelitian psikologi sosial harus benar-benar
didasarkan pada apa yang sebenarnya terjadi dan karenanya hasil penelitian harus
mampu digeneralisasikan. Sebaliknya, metode eksperimen kurang bisa dibuat
generalisasinya dalam kehidupan nyata bila dibandingkan dengan metode-metode
lainnya. Oleh karena itulah, kurangnya kemampuan menggeneralisasikan hasil
merupakan kelemahan dari metode eksperimen dan akhirnya menyebabkan
metode ini kurang dipakai dalam penelitian psikologi sosial.
4. Metode Kuasi – Eksperimental
Istilah kuasi, dalam kuasi-eksperimental, berasal dari bahasa Latin quasi yang
berarti menyerupai. Karena itu, desain kuasi eksperimental dapat diartikan sebagai
desain yang menyerupai eksperimen, atau lebih dikenal dengan eksperimen semu.
Secara umum, desain kuasi-eksperimen sama seperti desain eksperimen dalam hal
mencakup perlakuan atau intervensi dan dapat digunakan untuk membandingkan.
Bedanya adalah desain kuasi-eksperimen kurang dalam hal kontrol terhadap
situasi penelitian, terutama karena tidak adanya penugasan acak (random
assignment) subjek penelitian. Namun demikian, desain kuasi-eksperimental
adalah alternatif terbaik bagi peneliti yang ingin melakukan eksperimen lapangan,
namun tidak memiliki kontrol yang cukup untuk melakukannya. Salah satu
kondisi yang seringkali tidak mungkin dilakukan adalah penugasan acak.
Contohnya, bila seorang peneliti ingin meneliti tingkat kepatuhan siswa kepada
gurunya dalam berbagai kondisi dan perlakuan. Akan ada kelas yang berperan
sebagai kelompok kontrol, juga yang lain sebagai kelompok eksperimen. Namun,
peserta tidak dapat ditugaskan acak lagi, karena satu kelas adalah kelompok yang
sudah paten. Karena keadaan yang tidak memungkinkan ini, maka metode kuasi-
eksperimen dapat digunakan.
10
Kelemahan desain kuasi-eksperimen terutama terlihat pada berbagai ancaman
terhadap validitas internal yang sesungguhnya dapat diatasi dengan melakukan
eksperimen. Ancaman-ancaman tersebut antara lain (Shaughnessy, 2006):
Pengurangan Subjek
Dalam suatu penelitian, jumlah partisipan bisa saja berkurang karena berbagai
alasan. Misalnya, seorang subjek mengikuti pre-test tetapi sedang berlibur
ketika akan menjalani post-test, atau bila subjek memilih untuk berhenti dari
penelitian, ataupun bila subjek meninggal.
Sejarah
Dalam suatu penelitian, sebuah peristiwa yang tidak diantasipasi oleh peneliti
bisa terjadi, dan mengubah perilaku partisipan. Hal ini dapat menjadi ancaman
bagi validitas internal, karena bisa saja yang mengubah perilaku partisipan
dalam studi sang peneliti bukanlah perlakuan (treatment) yang diberikan,
tetapi peristiwa history tersebut. Karena itu, kesimpulan peneliti pun akan
dipertanyakan.
Instrumen
Ancaman ini paling terlihat ketika instrumen yang digunakan untuk menilai
partisipan adalah human observer. Apabila yang digunakan untuk menilai
partisipan dalam pre-test dan post-test adalah tes yang sama, maka sudah pasti
instrumen yang digunakan tidak berubah. Tapi dalam kasus human observer,
pengalamannya dalam menilai pre-test bisa saja mengubah caranya dalam
menilai post-test.
Maturation
Pertambahan umur subjek dapat menjadi ancaman bagi validitas internal. Hal
ini disebabkan oleh perubahan subjek ketika mereka menjadi bertambah
dewasa dalam berbagai aspek, seperti kognitif, biologis, dan sosioemosional.
Namun maturation bukan hanya mengacu pada pertambahan umur saja.
Perubahan-perubahan dalam diri subjek karena suatu penyakit pun akan sangat
mungkin mempengaruhi hasil penelitian.
Regresi
Ancaman ini terjadi ketika partisipan dipilih berdasarkan skor/performa yang
ekstrim rendah ataupun ekstrim tinggi. Suatu performa yang ekstrim rendah
11
ataupun tinggi biasanya bukan disebabkan oleh kemampuan ataupun kualitas
subjek, namun oleh keberuntungan/kesialan.
Contohnya, seorang peneliti yang ingin meneliti tentang dampak suatu
program konseling terhadap tingkat agresivitas anak. Hipotesis yang diajukan
adalah program tersebut dapat menurunkan tingkat agresivitas. Partisipan yang
dipilih adalah anak-anak yang ”bermasalah” dalam catatan sekolahnya, sebuah
geng yang suatu kali pernah terlibat dalam tawuran. Bisa saja, subjek yang
dipilih tidak sungguh-sungguh memiliki tingkat agresivitas yang tinggi.
Terlibat tawuran sekali tidak berarti agresif, hal ini bisa saja terjadi karena
ikut-ikutan dengan teman dari sekolah lain. Karena itu, hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa setelah mengikuti konseling sang anak tidak
menunjukkan tanda-tanda agresivitas yang melebihi batas normal, patut
diragukan.
Tes
Tes yang sama digunakan dalam pre-test dan post-test dapat menimbulkan
ancaman terhadap validitas internal. Hal ini terutama disebabkan oleh
kemungkinan bahwa partisipan sudah familiar terhadap tes tersebut, sehingga
hasil tes pun menjadi bias.
Seleksi
Ancaman ini terjadi ketika individu dalam grup kontrol memiliki kualitas-
kualitas yang jauh berbeda daripada indivu dalam grup eksperimen. Perbedaan
perilaku antara subjek kontrol dan eksperimen bisa saja bukan terjadi karena
perlakuan dari peneliti, tetapi karena perbedaan kualitas yang mereka miliki
tersebut.
Karena kelemahan ini tidak dapat diatasi oleh peneliti dalam penelitiannya,
maka satu-satunya cara untuk mengeliminasi ancaman-ancaman di atas adalah
dengan menganilisis situasi penelitian secara logis dan memaparkannya dalam
bentuk argumen. Karena itu, peneliti yang menggunakan desain kuasi-eksperimen
harus lebih pandai dalam berargumen untuk meyakinkan pembacanya akan
validitas internal eksperimennya.
12
Metode kuasi-eksperimental biasa dilaksanakan dengan beberapa desain
eksperimen, seperti:
1. Desain Kontrol Grup Non-Ekuivalen
Desain kontrol grup non-ekuivalen diperkenalkan oleh Campbell dan
Stanley (1966) untuk mengidentifikasi desain kuasi eksperimental yang: (1)
memiliki sebuah grup yang ”seperti” grup yang akan diberi perlakuan yang
bisa berperan sebagai pembanding, dan (2) ada kesempatan untuk melakukan
pre-test dan post-test terhadap tiap individu dalam kedua grup. Grup kontrol
disebut sebagai non-ekuivalen karena pemilihan grup kontrol dan eksperimen
tidak berdasarkan penugasan acak. Karena tidak adanya penugasan acak, maka
suatu untuk memastikan bahwa kedua grup memiliki starting point yang
sama, maka perlu diadakan pre-test. Pre-test yang menunjukkan tidak adanya
perbedaan signifikan mengindikasikan bahwa grup kontrol dapat berperan
sebagai pembanding.
Dengan adanya suatu grup pembanding, maka ancaman validitas internal
yang berasal dari sejarah, maturation, tes, instrumen, dan regresi dapat
dikontrol. Terlebih lagi apabila ketika hasil pre-test kedua grup sama dan hasil
post-test kedua grup berbeda, maka peneliti dapat dengan lebih yakin menarik
kesimpulan kausal bahwa perlakuan yang diberikan yang berkontribusi
terhadap perubahan perilaku grup eksperimen.
2. Desain Interrupted Time-Series
Desain interrupted time-series dapat digunakan ketika seorang peneliti
dapat mengobservasi perilaku subjek beberapa saat sebelum dan beberapa saat
sesudah perlakuan diberikan. Misalnya, peneliti ingin mengetahui apakah
suatu kebijakan hukum yang baru dapat berdampak pada tingkat kriminal
pengedaran narkoba yang terjadi dalam masyarakat. Untuk meneliti hal ini,
peneliti harus mengobservasi tingkat kejahatan masyarakat secara berkala
beberapa waktu sebelum dan sesudah kebijakan hukum diberlakukan.
Efektivitas kebijakan itu kemudian dapat terlihat ketika terjadi perubahan
besar tingkat kejahatan masyarakat sebelum dan sesudah kebijakan
diberlakukan. Perubahan yang signifikan antara perilaku sebelum dan sesudah
13
perlakuan diberikan merupakan bukti bahwa perubahan perilaku terjadi karena
perlakuan tersebut.
Namun demikian, ancaman terhadap validitas internal masih dapat
muncul. Ancaman terbesar adalah sejarah, atau pengalaman. Contohnya,
ketika ternyata kebijakan hukum diberlakukan bersamaan waktu dengan
tertangkapnya bandar besar narkoba di luar neger yang menjadi pemasok
utama bagi pengedar di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan
tingkat kriminalitas bukan terjadi karena perlakuan yang diberikan (kebijakan
hukum), tetapi karena faktor lain yang tidak terduga.
Ada variasi lain dari desain ini, yaitu Time Series with Nonequivalent
Group. Pada dasarnya, desain ini memiliki prinsip yang sama. Namun, dalam
desain ini hadir suatu grup pembanding yang tidak ekuivalen (tidak melalui
penugasan acak). Kedua grup ini kemudian diobservasi beberapa waktu
sebelum dan sesudah perlakuan diberikan. Apabila grup eksperimen
menunjukkan perubahan signifikan sesudah perlakuan diberikan, namun grup
kontrol tidak menunjukkan perubahan apa-apa, maka peneliti bisa lebih yakin
dalam menyimpulkan bahwa perubahan tersebut terjadi karena perlakuan yang
diberikan.
5. Metode Non Eksperimental
Metode non eksperimental adalah metode yang digunakan peneliti ketika tidak
perlu ada manupulasi di dalam penelitiannya. Dari metode ini, jelaslah bahwa
kesimpulan yang dapat ditarik tidak mungkin berupa hubungan kausalitas, namun
dapat bersifat deskriptif ataupun korelasional. Metode inilah yang paling sering
digunakan untuk psikologi sosial, terutama karena sifat penelitiannya yang
natural, langsung turun ke lapangan. Dalam menggunakan metode ini, terdapat
beberapa desain penelitian, seperti observasi dan survei.
5.1 Observasi
Observasi adalah kegiatan memperhatikan suatu kejadian. Namun, dalam
desain observasi, yang dilakukan peneliti bukan hanya memperhatikan, tetapi
dilakukan dengan cara yang sistematis dan objektif dengan penyimpanan data
14
secara hati-hati. Jadi, peneliti akan menyimpan data yang diperolehnya dari hasil
observasi untuk kemudian dianalisis.
5.1.1 Sampel Perilaku
Sebelum melaksanakan studi observasi, seorang peneliti harus memutuskan
kapan, di mana, siapa, dan apa yang harus diobservasi. Dalam kebanyakan studi
observasi, seorang peneliti tidak bisa mengobservasi semua perilaku. Mereka
hanya mengobservasi perilaku tertentu yang terjadi pada setting, waktu, dan
situasi tertentu. Dengan kata lain, peneliti hanya mengambil sampel perilaku.
Generalisasi hasil penemuan studi observasi hanya bisa dilakukan pada situasi,
waktu, dan populasi yang mirip dengan kondisi dalam studi. Kemampuan hasil
studi ini untuk digeneralisasi, atau yang biasa disebut validitas eksternal, dapat
ditingkatkan dengan melakukan:
Time Sampling
Time sampling berarti peneliti memilih interval waktu, baik secara acak
ataupun rutin/ berkala, atau keduanya, untuk mengobservasi perilaku. Seorang
peneliti bisa memilih interval waktu yang acak, maupun berkala, contohnya
observasi tiap sekian hari sekali. Namun, banyak peneliti yang
menggabungkan kedua hal ini, jadi observasi dilakukan secara acak dan
berkala. Contohnya, perilaku diobservasi pada interval hari yang acak dalam
waktu satu bulan, tetapi tiap kali hari observasi, peneliti mengobservasi
perilaku tiap-tiap setengah jam. Time sampling cocok digunakan untuk
mengobservasi peristiwa yang sudah ada jadwalnya (contoh: kegiatan belajar-
mengajar di sekolah).
Namun demikian, apabila peristiwa yang ingin diobservasi tidak memiliki
jadwal, bahkan jarang terjadi, maka peneliti bisa menggunakan event
sampling. Dengan teknik ini, peneliti mengobservasi perilaku yang diinginkan
di berbagai event. Contohnya, peneliti yang ingin meneliti tentang kegiatan
launching produk dapat datang ke tempat promosi dan melakukan observasi
tiap ada kegiatan peluncuran produk baru.
Situation Sampling
15
Seseorang tidak selalu berperilaku sama bila berada dalam konteks yang
berbeda. Karena itu peneliti dapat mengadakan situation sampling, yaitu
mengobservasi perilaku seseorang dalam beberapa situasi/konteks yang
berbeda. Bila perilaku yang diobservasi muncul dalam berbagai situasi yang
berbeda, maka validitas eksternal dari hasil penelitian pun akan tinggi.
5.1.2 Metode-metode Observasi
Secara umum, metode observasi dapat dibagi 2, yaitu observasi tanpa
intervensi dan observasi dengan intervensi.
Observasi tanpa intervensi
Observasi dalam setting natural tanpa intervensi dari peneliti biasa disebut
naturalistic observation. Tanpa intervensi berarti bahwa peneliti tidak campur
tangan dalam situasi yang diobservasi, situasi itu terjadi secara natural dan
tidak dikontrol ataupun dimanipulasi oleh peneliti. Validitas eksternal dari
observasi naturalistik tinggi, karena tidak ada variabel manipulasi di
dalamnya. Selain itu, observasi naturalistik merupakan strategi riset penting,
mengingat bahwa beberapa prinsip etis dan moral seringkali bertentangan
dengan eksperimen terhadap manusia.
Obesarvasi dengan intervensi
Berlawanan dengan observasi naturalistik, metode observasi dengan intervensi
akan melibatkan peran peneliti dalam situasi yang ingin diobservasi. Ada 2
metode yang digunakan, yaitu:
Participant Observation
Di dalam participant observation, peneliti memainkan 2 peran, yaitu
sebagai observer dan partisipan dalam situasi yang diobservasinya. Dalam
menggunakan metode ini, peneliti dapat memilih untuk menyembunyikan
identitasnya atau tidak. Biasanya peneliti akan ”menyamar” ketika
diperkirakan bahwa perilaku subjek yang diteliti akan berubah apabila
subjek tahu bahwa dia sedang diobservasi. Namun demikian, observasi
dengan penyamaran seperti ini pun sering terbentur dengan masalah etis,
terutama menyangkut privasi dan informed consent. Secara keseluruhan,
participant observation memiliki keunggulan, yaitu efektif digunakan
16
untuk mengobservasi perilaku yang biasanya tidak terbuka untuk
penelitian ilmiah. Akan tetapi juga terdapat kelemahan, yaitu
kemungkinan observer kehilangan objektivitasnya karena berinteraksi
dengan subjek yang diobservasi.
Observasi Terstruktur
Bila situasi yang ingin diobservasi adalah situasi yang jarang terjadi, maka
peneliti dapat menggunakan metode observasi tersruktur, di mana peneliti
akan ”menciptakan” situasi tersebut dan mengobservasi respon subjek.
Contohnya, seorang peneliti yang ingin mengobservasi tindakan prososial
pejalan kaki di daerah X dengan sengaja membawa sekeranjang penuh
jeruk yang kemudian dijatuhkan. Dalam kasus ini, peneliti berusaha
menciptakan situasi yang berfungsi sebagai stimulus untuk memunculkan
pilihan ”menolong atau tidak” bagi subjek yang diobervasi.
5.2. Survei
Metode survei adalah metode yang paling banyak dipakai dalam penelitian
korelasi. Berbeda dengan metode observasi, dari metode survei peneliti dapat
memperoleh banyak informasi mengenai pemikiran, pendapat, dan perasaan
subjek yang diteliti. Metode yang bersifat self-report ini menyediakan informasi
yang kaya untuk digali, namun banyak dipengaruhi bias. Cakupan dan tujuan
survei dapat bersifat spesifik maupun global, sehingga metode ini memiliki nilai
guna yang sangat tinggi. Survei yang dilakukan dalam cakupan spesifik, atau
berdasarkan bidang ilmu, maupun dalam cakupan global, atau yang bersifat
multidisiplin. Survei dapat pula dilakukan dengan tujuan spesifik, mengacu pada
satu topik khusus, maupun global.
Ciri utama metode ini adalah penggunaan pertanyaan-pertanyaan yang telah
ditentukan oleh peneliti sebelumnya. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang
valid, seorang peneliti harus memperhatikan kalimat dan urutannya dalam
melaksanakan survei. Ketika melakukan survei terhadap banyak subjek, kalimat
dan urutan pertanyaan sebaiknya jangan diubah, agar jangan mempengaruhi hasil
penilitian yang diperoleh. Selain itu, jawaban sampel terhadap pertanyaan-
petanyaan yang sama yang diberikan oleh peneliti dapat menggambarkan sikap
17
(attitude) yang dimiliki oleh populasi tersebut, yang kemudian dapat
dibandingkan dengan populasi lainnya ataupun untuk dilihat perubahannya di
kemudian hari.
Metode survei terbagi 4, yaitu:
Mail Survey
Media survei yang digunakan dalam metode ini adalah melalui surat,
baik konvensional maupun elektronik. Metode ini memiliki beberapa
kelebihan, antara lain metode ini mudah dilakukan, jawaban subjek mudah
dikuantifikasi, dan absennya interviewer bias, karena subjek tidak bertatap
muka dengan pewawancara. Namun demikian, terdapat pula beberapa
kelemahan dari metode ini, seperti kemungkinan terjadinya response bias,
yaitu subjek gagal melengkapi survei. Selain itu, dengan menggunakan mail
survey, subjek tidak dapat bertanya mengenai pertanyaan-pertanyaan yang
kurang jelas baginya.
Personal Interview
Personal interview adalah metode wawancara face to face. Pewawancara
bertemu dengan subjek secara langsung dan memberikan pertanyaan.
Kelebihan metode ini adalah pelaksanaan survei lebih bisa dikontrol, di mana
si subjek memiliki kesempatan untuk bertanya apabila ada yang dia kurang
mengerti, dan di sisi lain pewawancara juga memiliki kesempatan untuk
menggali informasi lebih dalam dari subjek. Response bias tidak berlaku
dalam metode ini. Akan tetapi, terdapat interviewer bias, di mana
pewawancara bisa saja hanya merekam bagian-bagian tertentu dari wawancara
dan bisa mempengaruhi subjek untuk memberikan jawaban yang
diinginkannya. Selain itu, metode ini tergolong mahal, karena untuk
menghapus interviewer bias, peneliti harus menyewa seorang pewawancara
yang telah terlatih dan kredibel.
Telephone Interview
Metode ini menggunakan media telepon sebagai alat komunikasi antara
subjek dan pewawancara. Menggunakan media telepon mendatangkan banyak
keuntungan bagi peneliti, contohnya wawancara dapat dilakukan dengan cepat
dan tidak terbatas lokasi. Akan tetapi, akan sulit bagi pewawancara untuk
18
menjangkau subjek yang tidak memiliki telepon ataupun subjek yang terlalu
sibuk untuk menerima telepon. Selain itu, metode ini pun memungkinkan
jawaban yang tidak akurat dari subjek, karena kurangnya konsentrasi subjek
terhadap arahan pewawancara di telepon. Interviewer bias dalam metode ini
pun kemungkinan besar hadir.
Internet Survey
Metode ini menggunakan internet sebagai media survei. Menggunakan
internet yang tanpa batas dan dapat diakses oleh siapa saja, metode ini dapat
mengumpulkan respon dari banyak subjek dari berbagai belahan dunia
sehingga merupakan metode yang paling cocok untuk penelitian cross-culture.
Selain itu, metode ini unggul dalam efisiensi waktu, karena menggunakan
komputer, juga murah karena hanya bermodalkan komputer dan internet.
Akan tetapi, terdapat batasan-batasan dalam metode ini, seperti resoponse
bias, selection bias, yaitu terbatasnya sampel berdasarkan akses teknologi,
juga kurangnya kontrol terhadap lingkungan penelitian.
6. Penutup
Di atas adalah pemaparan penulis mengenai metode-metode penelitian yang
dilakukan dalam riset ilmiah, khususnya dalam bidang psikologi. Sesungguhnya,
metode ini dapat diterapkan dalam penelitian bidang ilmu yang lain, namun
penulis memberi contoh lebih spesifik, terutama dalam bidang Psikologi Sosial.
Metode ilmiah adalah pembahasan yang bersifat prinsipil, sehingga tidak sulit
untuk menerapkannya dalam bidang lainnya.
Isi makalah yang diajukan sudah tentu tidak memadai untuk menjelaskan
metode penelitian secara lebih terperinci. Namun demikian, besar harapan penulis
bahwa pembaca dapat memperoleh gambaran besar mengenai topik makalah ini,
yaitu metode riset.
References:
Breakwell, G.M. 2004. Doing Social Psychology Research. UK: British Psychological Society.
Shaughnessy, J.J. 2006. Research Method in Psychology. New York: McGraw Hill.
19