Upload
diajeng-marta-triaji
View
43
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kelompok
Citation preview
LAPORAN STUDI KASUS
PASIEN DENGAN PENYALAHGUNAAN NAPZA
RUANG MPE/DETOKSIFIKASI RS. KETERGANTUNGAN OBAT JAKARTA
Disusun oleh:
Aminatus Sadiah
Adelia Inggar Dewati
Desi Suci Anggraeni
Dewi Rahmatika
PROGRAM PROFESI NERS
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2014
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. NAPZA
1. Pengertian NAPZA
NAPZA adalah singkatan dari Narkotika, Alkohol, Psikotropika, Dan Zat
Adiktif lainnya. Kata lain yang sering dipakai adalah Narkoba (Narkotika,
Psikotropika dan Bahan-bahan berbahaya lainnya).
NAPZA adalah zat-zat kimiawi yang dimasukkan ke dalam tubuh
manusia, baik secara oral (melalui mulut), dihirup (melalui hidung) maupun
intravena (melalui jarum suntik) sehingga dapat mengubah pikiran, suasana
hati atau perasaan, dan perilaku seseorang.
Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti
perasaan, pikiran, suasana hati serta perilaku jika masuk ke dalam tubuh
manusia baik dengan cara dimakan, diminum, dihirup, suntik, intravena, dan
lain sebagainya.
NAPZA singkatan dari Narkotika, Psikotropika, dan Zat adiktif lain adalah
bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi
tubuh terutama otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan
kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan,
ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi) terhadap NAPZA.
2. Jenis – jenis NAPZA
a. Narkotika
Menurut Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1997 tentang
narkotika, narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan. Narkotika, di bedakan menjadi 3 golongan yaitu:
1) Golongan I
Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan
untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk terapi serta
mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan,
(Contoh : heroin/putauw,opium, kokain, ganja).
2) Golongan II
Narkotika golongan II adalah narkotika adalah narkotika yang memiliki
daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian.
Meskipun demikian penggunaan narkotika golongan II untuk terapi atau
pengobatan sebagai pilihan terakhir jika tidak ada pilihan lain. Contoh
dari narkotika golongan II ini adalah benzetidin, betametadol, petidin
dan turunannya, dan lain-lain.
3) Golongan III
Narkotika golongan III adalah jenis narkotika yang memiliki daya
adiktif atau potensi ketergantungan ringan dan dapat dipergunakan
secara luas untuk terapi atau pengobatan dan penelitian. Contoh yang
termasuk dalam narkotika golongan III adalah kodein dan turunannya,
metadon, naltrexon dan sebagainya.
b. Psikotropika
Menurut Undang-undang RI No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika,
yang dimaksud dengan psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah
maupun sintetis bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Seperti halnya
narkotika, psikotropika juga di bedakan menjadi 3 golongan, yaitu:
1) Golongan I
Psikotropika golongan I adalah psikotropika dengan daya adiktif
yang sangat kuat, dilarang digunakan untuk terapi dan hanya untuk
kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan, seperti MDMA/ekstasi,
LSD dan STP.MDMA
2) Golongan II
Psikotropika golongan II adalah psikotropika dengan daya adiktif
kuat, akan tetapi berguna untuk pengobatan dan penelitian. Yang
termaduk dalam golongan ini contohnya amfetamin, metilfenidat atau
ritalin.
3) Golongan III
Psikotropika golongan III adalah psikotropika dengan daya adiksi
sedang dan berguna untuk pengobatan dan penelitian (lumibal,
buprenorsina, pentobarbital, Flunitrazepam dan sebagainya).
4) Golongan IV
Psikotropika Golongan IV adalah jenis psikotropika yang memiliki
daya adiktif ringan serta berguna untuk pengobatan, seperti nitrazepam
(BK,mogadon, dumolid), diazepam, bromazepam, fenobarbital,
klonazepam, klordiazepokside, dan lain sebagainya.
Psikotropika yang sering disalahgunakan antara lain :
Psikostimulansia : amfetamin, ekstasi, shabu
Sedatif & Hipnotika (obat penenang, obat tidur):
MG, BK, DUM, Pil koplo dan lain-lain
Halusinogenika : Iysergic acid dyethylamide (LSD),
mushroom.
c. Zat adikitif lain
Zat adiktif lain yang di maksud adalah zat-zat yang tidak termasuk
dalam narkotika dan psikotropika, tetapi memiliki daya adiktif atau
dapat menimbulkan ketergantungan. Biasanya ketergantungan
seseorang terhadap zat atau bahan adiktif ini merupakan pintu gerbang
kemungkinan adiksi mereka terhadap narkotika dan psikotropika.
Adapun zat suatu benda yang termasuk dalam kategori bahan adiktif
adalah:
1) Rokok
Pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di
masyarakat. Pada upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat,
pemakaian rokok dan alcohol terutama pada remaja, harusmenjadi
bagian dari upaya pencegahan, karena rokok dan alkohol sering menjadi
pintu masuk penyalahgunaan NAPZA lain yang lebih berbahaya.
2) Kelompok alkohol dan minuman lain yang dapat menimbulkan
hilangnya kesadaran (memabukkan), dan menimbulkan ketagihan –
karena mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan
susunan syaraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan
manusia sehari-hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan sebagai
campuran dengan narkotika atau psikotropika, memperkuat pengaruh
obat/zat itu dalam tubuh manusia.
Ada 3 golongan minuman berakohol, yaitu :
Golongan A : kadar etanol 1-5%, (Bir)
Golongan B : kadar etanol 5-20%, (Berbagai jenis minuman
anggu)
Golongan C : kadar etanol 20-45 %, (Whiskey, Vodca, TKW,
Manson House, Johny Walker, Kamput.)
3) Thinner dan zat-zat lain yang jika dihirup dapat memabukkan, seperti
lem kayu, penghapus cair, aseton, cat, bensin dan lain sebagainya.
Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan NAPZA dapat
digolongkan menjadi tiga golongan, yaitu:
1. Golongan Depresan (Downer)
Adalah jenis NAPZA yang berfungsi mengurangi aktifitas fungsional
tubuh. Jenis ini menbuat pemakaiannya merasa tenang, pendiam dan
bahkan membuatnya tertidur dan tidak sadarkan diri. Golongan ini
termasuk Opioida (morfin, heroin/putauw, kodein), Sedatif (penenang),
hipnotik (otot tidur), dan tranquilizer (anti cemas) dan lain-lain.
2. Golongan Stimulan (Upper)
Adalah jenis NAPZA yang dapat merangsang fungsi tubuh dan
meningkatkan kegairahan kerja. Jenis ini membuat pemakainya menjadi
aktif, segar dan bersemangat. Zat yang termasuk golongan ini adalah :
Amfetamin (shabu,esktasi), kafein, kokain.
3. Golongan Halusinogen
Adalah jenis NAPZA yang dapat menimbulkan efek halusinasi yang
bersifat merubah perasaan dan pikiran dan seringkali menciptakan daya
pandang yang berbeda sehingga seluruh perasaan dapat terganggu.
Golongan ini tidak digunakan dalam terapi medis. Golongan ini termasuk :
Kanabis (ganja), LSD, Mescalin
3. Rentang Respon pemakai NAPZA
Respon adaptif Respon Maladaptif
Eksperimental Rekreasional Situasional Peyalahgunaan Ketergantungan
(Sumber: Yosep, 2007)
Eksperimental: Kondisi pengguna taraf awal, yang disebabkan rasa ingin
tahu dari remaja. Sesuai kebutuan pada masa tumbuh kembangnya, klien
biasanya ingin mencari pengalaman yang baru atau sering dikatakan taraf
coba-coba.
Rekreasional: Penggunaan zat adiktif pada waktu berkumpul dengan
teman sebaya, misalnya pada waktu pertemuan malam mingguan, acara
ulang tahun. Penggunaan ini mempunyai tujuan rekreasi bersama
temantemannya.
Situasional: Mempunyai tujuan secara individual, sudah
merupakankebutuhan bagi dirinya sendiri. Seringkali penggunaan ini
merupakancara untuk melarikan diri atau mengatasi masalah yang
dihadapi.Misalnya individu menggunakan zat pada saat sedang
mempunyaimasalah, stres, dan frustasi.
Penyalahgunaan: Penggunaan zat yang sudah cukup patologis,
sudahmulai digunakan secara rutin, minimal selama 1 bulan, sudah
terjadipenyimpangan perilaku mengganggu fungsi dalam peran di
lingkungansosial, pendidikan, dan pekerjaan.
Ketergantungan: Penggunaan zat yang sudah cukup berat, telah
terjadiketergantungan fisik dan psikologis. Ketergantungan fisik
ditandaidengan adanya toleransi dan sindroma putus zat (suatu kondisi
dimanaindividu yang biasa menggunakan zat adiktif secara rutin pada
dosistertentu menurunkan jumlah zat yang digunakan atau berhenti
memakai,sehingga menimbulkan kumpulan gejala sesuai dengan macam
zat yangdigunakan.Sedangkan toleransi adalah suatu kondisi dari individu
yang mengalami peningkatan dosis (jumlah zat), untuk mencapai tujuan
yangbiasa diinginkannya.
4. Faktor penyebab yang mempengaruhi penyalahgunaan NAPZA
Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang menjadi pecandu
narkoba yaitu faktor eksternal dan faktor internal.
1) Faktor Internal
a. Faktor Kepribadian
Kepribadian seseorang turut berperan dalam perilaku ini. Hal ini
lebihcenderung terjadi pada usia remaja. Remaja yang menjadi
pecandu biasanya memiliki konsep diri yang negatif dan harga diri
yang rendah.Perkembangan emosi yang terhambat, dengan ditandai
oleh ketidakmampuan mengekspresikan emosinya secara wajar,
mudah cemas,pasif, agresif, dan cenderung depresi, juga turut
mempengaruhi. Selain itu, kemampuan untuk memecahkan
masalah secara adekuat berpengaruh terhadap bagaimana ia mudah
mencari pemecahan masalah dengan caramelarikan diri.
b. Inteligensia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa inteligensia pecandu yang
datang untuk melakukan konseling di klinik rehabilitasi pada
umumnya beradapada taraf di bawah rata-rata dari kelompok
usianya.
c. Usia
Mayoritas pecandu narkoba adalah remaja. Alasan remaja
menggunakannarkoba karena kondisi sosial, psikologis yang
membutuhkan pengakuan,dan identitas dan kelabilan emosi;
sementara pada usia yang lebih tua,narkoba digunakan sebagai obat
penenang.
d. Dorongan Kenikmatan dan Perasaan Ingin Tahu
Narkoba dapat memberikan kenikmatan yang unik dan
tersendiri.Mulanya merasa enak yang diperoleh dari coba-coba dan
ingin tahu atauingin merasakan seperti yang diceritakan oleh
teman-teman sebayanya.Lama kelamaan akan menjadi satu
kebutuhan yang utama.
e. Pemecahan Masalah
Pada umumnya para pecandu narkoba menggunakan narkoba
untukmenyelesaikan persoalan.Hal ini disebabkan karena pengaruh
narkobadapat menurunkan tingkat kesadaran dan membuatnya lupa
padapermasalahan yang ada.
2) Faktor Eksternal
a. Keluarga
Keluarga merupakan faktor yang paling sering menjadi
penyebabseseorang menjadi pengguna narkoba. Berdasarkan hasil
penelitian timUKM Atma Jaya dan Perguruan Tinggi Kepolisian
Jakarta pada tahun1995, terdapat beberapa tipe keluarga yang
berisiko tinggi anggotakeluarganya terlibat penyalahgunaan
narkoba, yaitu:
Keluarga yang memiliki riwayat (termasuk orang tua)
mengalamiketergantungan narkoba.
Keluarga dengan manajemen yang kacau, yang terlihat
daripelaksanaan aturan yang tidak konsisten dijalankan oleh
ayah danibu (misalnya ayah bilang ya, ibu bilang tidak).
Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada
upayapenyelesaian yang memuaskan semua pihak yang
berkonflik.Konflik dapat terjadi antara ayah dan ibu, ayah dan
anak, ibu dananak, maupun antar saudara.
Keluarga dengan orang tua yang otoriter. Dalam hal ini,
peranorang tua sangat dominan, dengan anak yang hanya
sekedar harusmenuruti apa kata orang tua dengan alasan sopan
santun, adatistiadat, atau demi kemajuan dan masa depan anak
itu sendiri tanpa diberi kesempatan untuk berdialog dan
menyatakanketidaksetujuannya.
Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang
menuntutanggotanya mencapai kesempurnaan dengan standar
tinggi yangharus dicapai dalam banyak hal.
Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi
kecemasandengan alasan yang kurang kuat, mudah cemas dan
curiga, seringberlebihan dalam menanggapi sesuatu.
b. Faktor Kelompok Teman Sebaya (Peer Group)
Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok,
yaitucara teman-teman atau orang-orang seumur untuk
mempengaruhiseseorang agar berperilaku seperti kelompok itu.
Peer group terlibat lebihbanyak dalam delinquent dan penggunaan
obat-obatan. Dapat dikatakanbahwa faktor-faktor sosial tersebut
memiliki dampak yang berarti kepadakeasyikan seseorang dalam
menggunakan obat-obatan, yang kemudianmengakibatkan
timbulnya ketergantungan fisik dan psikologis.
c. Faktor Kesempatan
Ketersediaan narkoba dan kemudahan memperolehnya juga dapat
disebutsebagai pemicu seseorang menjadi pecandu.Indonesia yang
sudahmenjadi tujuan pasar narkoba internasional, menyebabkan
obat-obatan inimudah diperoleh. Bahkan beberapa media massa
melaporkan bahwa parapenjual narkotika menjual barang
dagangannya di sekolah-sekolah,termasuk di Sekolah Dasar.
Pengalaman feel good saat mencoba drugsakan semakin
memperkuat keinginan untuk memanfaatkan kesempatandan
akhirnya menjadi pecandu. Seseorang dapat menjadi pecandu
karenadisebabkan oleh beberapa faktor sekaligus atau secara
bersamaan.Karenaada juga faktor yang muncul secara beruntun
akibat dari satu factor tertentu.
A. AMFETAMIN
1. Pengertian Amfetamin
Amfetamin adalah kelompok obat psikoaktif sintetis yang disebut sistem
saraf pusat (SSP) stimulants.stimulan. Amfetamin merupakan satu jenis narkoba
yang dibuat secara sintetis dan kini terkenal di wilayah Asia Tenggara.
Amfetamin dapat berupa bubuk putih, kuning, maupun coklat, atau bubuk putih
kristal kecil.
Senyawa ini memiliki nama kimia α–methylphenethylamine merupakan
suatu senyawa yang telah digunakan secara terapetik untuk mengatasi
obesitas, attention-deficit hyperactivity disorder (ADHD), dan narkolepsi.
Amfetamin meningkatkan pelepasan katekolamin yang mengakibatkan jumlah
neurotransmiter golongan monoamine (dopamin, norepinefrin, dan serotonin) dari
saraf pra-sinapsis meningkat. Amfetamin memiliki banyak efek stimulan
diantaranya meningkatkan aktivitas dan gairah hidup, menurunkan rasa lelah,
meningkatkan mood, meningkatkan konsentrasi, menekan nafsu makan, dan
menurunkan keinginan untuk tidur.
Secara klinis, efek amfetamin sangat mirip dengan kokain, tetapi
amfetamin memiliki waktu paruh lebih panjang dibandingkan dengan kokain
(waktu paruh amfetamin 10 – 15 jam) dan durasi yang memberikan efek
euforianya 4 – 8 kali lebih lama dibandingkan kokain. Hal ini disebabkan oleh
stimulator-stimulator tersebut mengaktivasi “reserve powers” yang ada di dalam
tubuh manusia dan ketika efek yang ditimbulkan oleh amfetamin melemah, tubuh
memberikan “signal” bahwa tubuh membutuhkan senyawa-senyawa itu lagi.
Berdasarkan ICD-10 (The International Statistical Classification of Diseases and
Related Health Problems), kelainan mental dan tingkah laku yang disebabkan
oleh amfetamin diklasifikasikan ke dalam golongan F15 (Amfetamin yang
menyebabkan ketergantungan psikologis).
Cara yang paling umum dalam menggunakan amfetamin adalah dihirup
melalui tabung.Zat tersebut mempunyai mempunyai beberapa nama lain: ATS,
SS, ubas, ice, Shabu, Speed, Glass, Quartz, Hirropon dan lain sebagainya.
Amfetamin terdiri dari dua senyawa yang berbeda: dextroamphetamine murni and
pure levoamphetamine.dan levoamphetamine murni.Since dextroamphetamine is
more potent than levoamphetamine, pure Karena dextroamphetamine lebih kuat
daripada levoamphetamine, dextroamphetamine juga lebih kuat daripada
campuran amfetamin.
Amfetamin dapat membuat seseorang merasa energik. Efek amfetamin
termasuk rasa kesejahteraan, dan membuat seseorang merasa lebih percaya
diri. Perasaan ini bisa bertahan sampai 12 jam, dan beberapa orang terus
menggunakan untuk menghindari turun dari obat
Obat-obat yang termasuk ke dalam golongan amfetamin adalah:
1. Amfetamin
2. Metamfetamin
3. Metilendioksimetamfetamin (MDMA, ecstasy atau Adam).
2. Gejala
Amfetamin meningkatkan kesiagaan (mengurangi kelelahan), menambah
daya konsentrasi, menurunkan nafsu makan dan memperkuat penampilan
fisik.Obat ini menimbulkan perasaan nyaman atau euforia (perasaan senang yang
berlebihan).
Beberapa pecandu amfetamin adalah penderita depresi dan mereka
menggunakan efek peningkat-suasana hati dari amfetamin untuk mengurangi
depresinya sementara waktu.Pada atlet pelari, amfetamin bisa memperbaiki
penampilan fisik, perbedaan sepersekian detik bisa menentukan siapa yang
menjadi juara.Para pengemudi truk jarak jauh menggunakan amfetamin supaya
mereka tetap terjaga.
3. Efek negatif
Selain merangsang otak, amfetamin juga meningkatkan tekanan darah dan
denyut jantung.Pernah terjadi serangan jantung yang berakibat fatal, bahkan pada
atlet muda yang sehat.
Tekanan darah bisa sedemikian tinggi sehingga pembuluh darah di otak
bisa pecah, menyebabkan stroke dan kemungkinan menyebabkan kelumpuhan dan
kematian.Kematian lebih mungkin terjadi jika:
MDMA digunakan dalam ruangan hangat dengan ventilasi yang kurang
Pemakai sangat aktif secara fisik (misalnya menari dengan cepat)
Pemakai berkeringat banyak dan tidak minum sejumlah cairan yang cukup
untuk menggantikan hilangnya cairan.
Orang yang memiliki kebiasaan menggunakan amfetamin beberapa kali
sehari, dengan segera akan mengalami toleransi. Jumlah yang digunakan pada
akhirnya akan meningkat sampai beberapa ratus kali dosis awal.
Pada dosis tertentu, hampir semua pecandu menjadi psikostik, karena
amfetamin dapat menyebabkan kecemasan hebat, paranoia dan gangguan
pengertian terhadap kenyataan hidup.Reaksi psikotik meliputi halusinasi dengar
dan lihat (melihat dan mendengar benda yang sebenarnya tidak ada) dan merasa
sangat berkuasa.Efek tersebut bisa terjadi pada siapa saja, tetapi yang lebih rentan
adalah pengguna dengan kelainan psikiatrik (misalnya skizofrenia).
4. Deteksi
Penggunaan amfetamin akan menghasilkan akumulasi dopamine pada otak
yang menghasilkan stimulasi dan euphoria pada pengguna. Amfetamin memiliki
durasi aksi yang lebih lama dibandingkan golongan stimulant lainnya yang
mengakibatkan ampfetamin tetap berada di otak yang menghasilkan efek
stimulant yang memanjang.
5. Pengobatan
Gejala yang berlawanan dengan efek amfetamin terjadi jika amfetamin
secara tiba-tiba dihentikan penggunannya. Pengguna akan menjadi lelah atau
mengantuk, yang bisa berlangsung selama 2-3 hari setelah penggunaan obat
dihentikan.Beberapa pengguna sangat cemas dan gelisah.Pengguna yang juga
menderita depresi bisa menjadi lebih depresi jika obat ini berhenti digunakan.
Mereka menjadi cenderung ingin bunuh diri, tetapi selama beberapa hari
mereka mengalami kekurangan tenaga untuk melakukan usaha bunuh diri.Karena
itu pengguna menahun perlu dirawat di rumah sakit selama timbulnya.
6. Gejala putus obat
Pada pengguna yang mengalami delusi dan halusinasi bisa diberikan obat anti-
psikosa (misalnya klorpromazin), yang akan memberikan efek menenangkan dan
mengurangi ketegangan. Tetapi obat anti-psikosa bisa sangat menurunkan tekanan
darah.Biasanya lingkungan yang tenang dan mendukung bisa membantu
pemulihan pengguna amfetamin.
B. CANNABIS
1. Definisi
Ganja (Cannabis sativa syn. Cannabis indica) adalah tumbuhan
budidaya penghasil serat, namun lebih dikenal karena kandungan zat
narkotika pada bijinya, tetrahidrokanabinol (THC, tetra-hydro-
cannabinol) yang dapat membuat pemakainya mengalami euforia
(rasa senang yang berkepanjangan tanpa sebab).
THC (tetra hydro cannabinol) adalah komponen psikoaktif
ganja.Kadar THC tertinggi dalam ganja biasanya terdapat pada pucuk
tumbuhan betina yang sedang berbunga.Ganja kering biasanya terdiri
dari campuran daun (50%), ranting (40%), dan bijinya (10%).
Kadar THC dari berbagai jenis ganja bervariasi, dan juga
tergantung kesuburan tanah di tempat tubuhnya.Jenis ganja yang
dikonsumsi mengandung THC sekitar 5%. Bila tanah tempat tubuhnya
subur, iklimnya baik, apalagi jika cara penanaman dan
pemeliharaannya baik, maka kadar THC dapat mencapai 10%.
2. Tanda dan Gejala pengguna Ganja
Pada tahap awal, pengguna ganja menunjukkan perasaan tenang
dan relaks, peningkatan perasaan curiga, penambahan selera makan
dan mata menjadi merah.Bila digunakan berkepanjangan dapat
menyebabkan hilangnya keseimbangan, daya fikir menurun, gangguan
daya ingat, kesukaran bernafas, denyut jantung meningkat,
kebimbangan, perasaan curiga dan sangsi.
3. Cara Penggunaan Ganja
Cara menggunakan ganja biasanya dipotong, dikeringkan, dipotong
kecil-kecil, lalu digulung menjadi rokok.Asap ganja mengandung tiga
kali lebih banyak karbonmonoksida daripada rokok biasa.
4. Efek Pemakaian dari Ganja
Dari semua jenis narkoba, ganja dianggap sebagai narkotika yang
aman dibandingkan dengan putaw atau sabu.Namun pada kenyataanya
sebagian besar pecandu narkoba bermula dengan mencoba ganja.
Ganja mempengaruhi konsentrasi dan ingatan, bahkan seringkali para
pengguna ganja akan mencari obat-obatan yang lebih keras dan lebih
mematikan.
Pemakai ganja mudah kehilangan konsentrasi,denyut nadi
cenderung meningkat, keseimbangan dan koordinasi tubuh menjadi
buruk, ketakutan, mudah panik, depresi, kebingungan dan
berhalusinasi.
Secara psikis, penyalahgunaan ganja juga menyebabkan dampak
yang cukup berbahaya seperti timbulnya rasa kuatir (ansietas) selama
10 - 30 menit, timbulnya perasaan tertekan dan takut mati, gelisah,
bersikap hiperaktif (aktifitas motorik mengalami peningkatan secara
berlebihan), mengalami halusinasi penglihatan (dalam bentuk kilatan
sinar, warna - warni cemerlang, amorfiaq, bentuk - bentuk geometris,
dan wajah - wajah para tokoh. Juga bisa dalam bentuk tanggapan
pancaindera visual dan pendengaran tanpa adanya rangsangan, seperti
melihat orang lewat padahal tidak ada orang lewat, mendengar suara
padahal tidak ada suara), mengalami perubahan persepsi tentang
waktu dan ruang (misalnya, satu meter dipersepsi sepuluh meter,
sepuluh menit dipersepsi satu jam), mengalami euphoric (rasa gembira
berlebihan), tertawa terbahak - bahak tanpa sebab (tanpa rangsangan
yang patut membuat orang tertawa), banyak bicara (merasa
pembicaraannya hebat), merasa ringan pada seluruh tungkai badan,
mudah terpengaruh, merasa curiga (tapi tidak menimbulkan rasa takut,
bahkan cenderung menyepelekan dan menertawakannya), merasa
lebih menikmati musik, mengalami percaya diri berlebihan (merasa
penampilan dirinya paling hebat walau kenyataannya sebaliknya),
mengalami sinestesia (misalnya, melihat warna kuning setiap kali
mendengar nada tertentu), dan mengantuk lalu tertidur nyenyak tanpa
mimpi setelah mengalami halusinasi penglihatan selama sekitar 2
(dua) jam.
5. Ciri-ciri Pemakai atau Pengguna Ganja
Orang yang baru memakai ganja memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Mabuk / mabok dengan mata merah.
b. Tubuh lemas dan lelah.
c. Bola mata menjadi besar.
6. Akibat Penyalahgunaan Dosis Ganja
Penyalahgunaan ganja dalam dosis rendah dan sedang mempunyai
dampak yang sama berbahayanya, seperti mengalami hilaritas
(berbuat gaduh), mengalami oquacous euphoria (euphoria terbahak -
bahak tanpa henti), mengalami perubahan persepsi ruang dan waktu,
berkurangnya kemampuan koordinasi, pertimbangan dan daya ingat,
mengalami peningkatan kepekaan visual dan pendengaran (tapi lebih
ke arah halusinasi), mengalami conjunctivitis (radang pada saluran
pernafasan), dan mengalami bronchitis (radang pada paru – paru).
Pada penyalahgunaan ganja dengan dosis tinggi, dampak yang
diakibatkan adalah seorang penyalahgunaan ganja akan mengalami
ilusi (khayalan), mengalami delusi (terlalu menekankan pada
keyakinan yang tidak nyata), mengalami depresi (mental mengalami
tekanan), kebingungan, mengalami alienasi (keterasingan), dan
halusinasi (terkadang, juga disertai gejala psikotik seperti rasa
ketakutan dan agresifitas).
Bahaya penyalahgunaan ganja secara teratur dan berkepanjangan
juga berakibat fatal berupa gangguan fisik dan gangguan psikis.
Gangguan fisiknya antara lain : mengalami radang paru - paru,
mengalami iritasi dan pembengkakan saluran nafas, mengalami
kerusakan pada aliran darah koroner dan beresiko menimbulkan
serangan nyeri dada, beresiko terkena kanker lebih tinggi (karena daya
karsinogenik yang terdapat pada ganja jauh lebih tinggi dari pada
tembakau), menurunnya daya tahan tubuh sehingga mudah terserang
penyakit (karena penyalahgunaan ganja menekan produksi leukosit),
serta menurunnya kadar hormon pertumbuhan baik hormon tiroksin
(hormon kelenjar gondok) dan maupun hormon kelamin pada laki -
laki dan perempuan. Selain itu, gangguan fisik yang ditimbulkan juga
menyebabkan pengurangan produksi sperma pada laki - laki dan
gangguan menstruasi dan aborsi pada perempuan.
Gangguan psikis akibat penyalahgunaan ganja secara teratur dan
berkepanjangan yaitu: menurunnya kemampuan berpikir, membaca,
berbicara, berhitung, dan bergaul, terganggunya fungsi psikomotor
(gerakan tubuh menjadi lamban), kecenderungan menghindari
kesulitan dan menganggap ringan masalah, tidak memikirkan masa
depan, dan terjadinya syndrom amotivasional (tidak memiliki
semangat juang).
C. EKSTASI
1. Pengertian
MDM (Methylene Dioxy Methamphetamine) atau yang umumnya
dikenal sebagai ekstasi memiliki struktur kimia dan pengaruh yang
mirip dengan amfetamin dan halusinogen. Ekstasi biasanya berbentuk
tablet berwarna dengan desain yang berbeda-beda. Ekstasi bisa juga
berbentuk bubuk atau kapsul.Seperti kebanyakan obat terlarang, tidak
ada kontrol yang mengatur kekuatan dan kemurnian salah satu jenis
narkoba ini.Bahkan tidak ada jaminan bahwa sebutir ekstasi
sepenuhnya berisi ekstasi.Seringkali ekstasi dicampur dengan bahan-
bahan berbahaya lainnya. Nama-nama lain: Dolphin, Black Heart,
Gober, Circle K, dll.
7. Efek jangka pendek
Perasaan gembira yang meluap-luap.
Perasaan nyaman.
Rasa mual.
Berkeringat & dehidrasi (kehilangan cairan tubuh).
Meningkatnya kedekatan dengan orang lain.
Percaya diri meningkat dan rasa malu berkurang.
Rahang mengencang dan gigi bergemeletuk.
Paranoia, kebingungan.
Meningkatnya kecepatan denyut jantung, suhu tubuh dan tekanan
darah.
Pingsan, jatuh atau kejang-kejang (serangan tiba-tiba).
8. Efek jangka panjang
Sedikit yang diketahui tentang pengaruh jangka panjang dari pemakaian
ekstasi, tetapi kemungkinan kerusakan mental dan psikologis sangat tinggi.
Berikut adalah apa saja yang kita sudah tahu:
Ekstasi merusak otak dan memperlemah daya ingat.
Ekstasi merusak mekanisme di dalam otak yang mengatur daya belajar
dan berpikir dengan cepat.
Ada bukti bahwa obat ini dapat menyebabkan kerusakan jantung dan
hati.
Pemakai teratur telah mengakui adanya depresi berat dan telah ada
kasus-kasus gangguan kejiwaan.
B. KOPING
1. Definisi Koping
Koping termasuk konsep sentral dalam memahami kesehatan mental.
Koping berasal dari kata coping yang bermakna harfiah pengatasan atau
penanggulangan (to cope with = mengatasi, menggulangi). Namun karena
istilah coping merupakan istilah yang sudah jamak dalam psikologi serta
memiliki makna yang kaya, maka pengggunaan istilah tersebut dipertahankan
dan lansung diserap kedalam bahasa Indonesia untuk membantu memahami
bahwa koping tidak sesederhaa makna harfiahnya saja. Koping sering
disamakan dengan adjustment (penyesuaian diri) Koping juga sering dimaknai
sebagai cara untuk memecahkan masalah (problem solving) Koping adalah
mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban yang
diterima. Apabila mekanisme coping ini berhasil, seseorang akan dapat
beradaptasi terhadap perubahan atau beban tersebut (Keliat, 2010).
Sedangkan menurut Lazarus (1985), koping adalah perubahan kognitif dan
perilaku secara konstan dalam upaya untuk mengatasi tuntutan internal dan atau
eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi sumber individu.
Berdasarkan kedua definisi maka yang dimaksud koping adalah cara yang
digunakan individu dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang
terjadi dan situasi yang mengancam baik secara kognitif maupun perilaku.
4. Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan suatu proses di mana individu berusaha
untuk menanggani dan menguasai situasi stres yang menekan akibat dari
masalah yang sedang dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kognitif
maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya. Mekanisme
koping menunjuk pada baik mental maupun perilaku, untuk menguasai,
mentoleransi, mengurangi, atau minimalisasikan suatu situasi atau kejadian
yang penuh tekanan.
Mekanisme koping terbentuk melalui proses belajar dan mengingat, yang
dimulai sejak awal timbulnya stresor dan saat mulai disadari dampak stressor
tersebut. Kemampuan belajar ini tergantung pada kondisi eksternal dan
internal, sehingga yang berperan bukan hanya bagaimana lingkungan
membentuk stresor tetapi juga kondisi temperamen individu, persepsi,
sertakognisi terhadap stresor tersebut.Efektivitas koping memiliki kedudukan
sangat penting dalam ketahanan tubuh dan daya penolakan tubuh terhadap
gangguan maupun serangan penyakit (fisik maupun psikis).Jadi, ketika terdapat
stresor yang lebih berat (dan bukan yang biasa diadaptasi), individusecara
otomatis melakukan mekanisme koping, yang sekaligus memicu perubahan
neurohormonal.Kondisi neurohormonal yang terbentuk akhirnyamenyebabkan
individu mengembangkan dua hal baru yaitu; perubahan perilaku dan
perubahan jaringan organ.
3. Macam-macam Koping
a. Koping Psikologis
Pada umumnya gejala yang ditimbulkan akibat stress psikologis
tergantung pada dua factor yaitu:
Bagaimana persepsi atau penerimaan individu terhadap stressor,
artinya seberapa berat ancaman yang dirasakan oleh individu
tersebut terhadap stressor yang diterimanya.
Keefektifan strategi koping yang digunakan oleh individu; artinya
dalam menghadapi stressor, jika strategi yang digunakan efektif
maka menghasilkan adaptasi yang baik dan menjadi suatu pola baru
dalam kehidupan, tetapi jika sebaliknya dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan fisik maupun psikologis.
b. Koping psiko-sosial
Yang biasa dilakukan individu dalam koping psiko-sosial adalah,
menyerang, menarik diri dan kompromi.
1) Prilaku menyerang
Individu menggunakan energinya untuk melakukan perlawanan
dalam rangka mempertahan integritas pribadinya. Prilaku yang
ditampilkan dapat merupakan tindakan konstruktif maupun
destruktif. Destruktif yaitu tindakan agresif (menyerang) terhadap
sasaran atau objek dapat berupa benda, barang atau orang atau
bahkan terhadap dirinya sendiri.Sedangkan sikap bermusuhan yang
ditampilkan adalah berupa rasa benci, dendam dan marah yang
memanjang.Sedangkan tindakan konstruktif adalah upaya individu
dalam menyelesaikan masalah secara asertif. Yaitu mengungkapkan
dengan kata-kata terhadap rasa ketidak senangannya.
2) Prilaku menarik diri
Menarik diri adalah prilaku yang menunjukkan pengasingan diri
dari lingkungan dan orang lain, jadi secara fisik dan psikologis
individu secara sadar meninggalkan lingkungan yang menjadi
sumber stressor misalnya; individu melarikan diri dari sumber stress,
menjauhi sumber beracun, polusi, dan sumber infeksi. Sedangkan
reaksi psikologis individu menampilkan diri seperti apatis, pendam
dan munculnya perasaan tidak berminat yang menetap pada individu.
3) Kompromi
Kompromi adalah merupakan tindakan konstruktif yang dilakukan
oleh individu untuk menyelesaikan masalah, kompromi dilakukan
dengan cara bermusyawarah atau negosiasi untuk menyelesaikan
masalah yang sedang sihadapi, secara umum kompromi dapat
mengurangi ketegangan dan masalah dapat diselesaikan.
4. Faktor yang Mempengaruhi Strategi Koping
Cara individu menangani situasi yang mengandung tekanan
ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi.
a. Kesehatan Fisik
Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha
mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup
besar
b. Keyakinan atau pandangan positif
Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti
keyakinan akan nasib (external locus of control) yang mengerahkan
individu pada penilaian ketidakberdayaan (helplessness) yang akan
menurunkan kemampuan strategi coping tipe : problem-solving focused
coping.
c. Keterampilan memecahkan masalah
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi,
menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk
menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan
alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada
akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang
tepat.
d. Keterampilan sosial
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan
bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial
yang berlaku dimasyarakat.
e. Dukungan sosial
Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan
emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota
keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya
f. Materi
Dukungan ini meliputi sumber daya daya berupa uang, barang barang
atau layanan yang biasanya dapat dibeli.
5. Rentang Respon Koping
a. Mekanisme Koping Adaptif, mekanisme koping yang mendukung
fungsiintegrasi, pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan.
b. Mekanisme Koping Maladaptif, mekanisme koping yang
menghambatfungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan
otonomi dan cenderung menguasai lingkungan
Gambar 2.1. Rentang Respon Koping
C. HALUSINASI
1. Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) panca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan
dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik (Stuart &
Sundenn, 2006).Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun
pada panca indera seorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar/terbangun.
(Maramis, hal 119).Halusinasi yaitu gangguan persepsi (proses penyerapan)
pada panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar pada pasien dalam
keadaan sadar.
Bicara dengan orang lain Mampu menyelesaikan
masalah Teknik relaksasi Aktivitas Konstruktif Olah raga
Minum alkohol Reaksi
lambat/berlebihan Bekerja berlebihan Menghindar Mencederai diri
Respon Maladaptif
Respon Adaptif
2. Tanda dan gejala
Bicara, senyum dan tertawa sendiri, menarik diri dan menghindar dari
orang lain. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata
Tidak dapat memusatkan perhatian Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri,
orang lain dan lingkungannya), takut Ekspresi muka tegang, mudah
tersinggung. (Budi Anna Keliat, 2010).
3. Jenis- Jenis Halusinasi
a. Halusinasi pendengaran
Klien mendengar suara atau bunyi yang tidak ada hubungannya dengan
stimulus yang nyata atau lingkungan dan orang lain tidak mendengarnya.
b. Halusinasi penglihatan
Klien melihat gambaran yang jelas atau samar-samar tanpa stimulus
nyata dan orang lain tidak melihatnya.
c. Halusinasi penciuman
Klien mencium bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus
yang nyata dan orang lain tidak menciumnya.
d. Halusinasi Pengecapan
Klien merasa makan sesuatu yang tidak nyata, biasanya makanan tidak
enak.
e. Halusinasi perabaan
Klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang nyata.
4. Proses Terjadinya Halusinasi
Stuart (2006) membagi halusinasi menjadi empat fase yang terdiri dari:
a. Fase Pertama
Klien mengalami kecemasan, stress, perasaan terpisah dan kesepian,
klien mungkin melamun, memfokuskan pikirannnya kedalam hal-hal
menyenangkan untuk menghilangkan stress dan kecemasannya.Tapi hal
ini bersifat sementara, jika kecemasan datang klien dapat mengontrol
kesadaran dan mengenal pikirannya namun intesitas persepsi meningkat.
b. Fase Kedua
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan
eksternal, individu berada pada tingkat listening pada
halusinasinya.Pikiran internal menjadi menonjol, gambarn suara dan
sensori dan halusinasinya dapat berupa bisikan yang jelas. Klien
membuat jarak antara dirinya dan halusinasinya dengan memproyeksikan
seolah-olah halusinasi datang dari orang lain atau tempat lain.
c. Fase Ketiga
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol.Klien menjadi
lebih terbiasa dan tidak berdaya dengan halusinasinya.Kadang
halusinasinya tersebut memberi kesenangan dan rasa aman sementara.
d. Fase Keempat
Klien merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya.Halusinasi sebelumnya menyenangkan berubah menjadi
mengancam, memerintah, memarahi. Klien tidak dapat berhubungan
dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya. Klien hidup
dalam dunia yang menakutkan yang berlangsung secara singkat atau
bahkan selamanya.
5. Penyebab dari Halusinasi
Salah satu penyebab dari Perubahan sensori perseptual : halusinasi yaitu
isolasi social: menarik diri. Menarik diri merupakan percobaan untuk
menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang
lain.
6. Akibat dari Halusinasi
Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori: halusinasi dapat
beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Resiko
mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/
membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
7. Faktor predisposisi.
Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang
dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari
pasien maupun keluarganya, mengenai factor perkembangan sosial kultural,
biokimia, psikologis dan genetik yaitu factor resiko yang mempengaruhi jenis
dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi
stress.
a. Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu maka individu akan mengalami stress dan
kecemasan.
b. Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang merasa
disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien di besarkan.
c. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan
adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh
akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia
seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP).
d. Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda
yang bertentangan dan sering diterima oleh anak akan mengakibatkan
stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir dengan gangguan
orientasi realitas.
e. Faktor genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui, tetapi
hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan
yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
8. Faktor Presipitasi
Stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan,
ancaman / tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping.Adanya
rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi klien dalam
kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang ada dilingkungan
juga suasana sepi / isolasi adalah sering sebagai pencetus terjadinya
halusinasi karena hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan
yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.
9. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, prilaku merusak diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. mencoba memecahkan
masalah halusinasi berlandaskan atas hakekat keberadaan seorang individu
sebagai mahkluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-
spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari dimensi yaitu :
a. Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsang
eksternal yang diberikan oleh lingkungannya.Halusinasi dapat
ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar
biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi
alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
b. Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi.Isi dari
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.Klien tidak
sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi
tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
c. Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego.
Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk
melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian
klien dan tak jarang akan mengontrol semua prilaku klien.
d. Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan
adanya kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan
halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi
kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak
didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem control
oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa
ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh
karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan
klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan
pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusakan klien
tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan
lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
e. Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga
interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang
mendasar. Pada individu tersebut cenderung menyendiri hingga proses
diatas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan keberadaannya dan
halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut. Saat
halusinasi menguasai dirinya individu kehilangan kontrol kehidupan
dirinya.
BAB III
KASUS DAN PENGKAJIAN
1. KASUS
Tn.I dibawa ke RSKO
2. PENGKAJIAN
B. IDENTITAS PRIBADI
a. Nama lengkap : Imanda Octorio
b. Nama panggilan : Iman
c. Nama penanggung jawab : silva yasrianti
d. Pekerjaan penanggung jawab : Ibu rumah tangga
e. Hubungan penanggung jawab dengan klien : kakak
f. Tempat, tanggal lahir :Palembang, 17 Oktober 1979
g. Jenis kelamin : laki-laki
h. Kewarganegaraan : WNI
i. Alamat lengkap : Palembang, SumSel
j. Pendidikan terakhir : SLTA
k. Agama : Islam
l. Status pernikahan : Menikah
m. Sumber keuangan : Keluarga
n. Status tempat tinggal saat ini : bersama orang tua
o. Pekerjaan sebelum masuk RS : Karyawan
p. Anggota keluarga yang juga memakai NAPZA : -
q. Daftar anggota keluarga
No Nama Hubungan Usia Status
kesehatan
1. Hj.Anas Ayah sehat
2. Ibu Sehat
3. - Kakak Sehat
4. - Adik Sehat
C. ALASAN MASUK RSKO
a. Cara datang ke RS : diantar keluarga
b. Motivasi mengikuti perawatan : Berhenti total
c. Pengobatan sebelumnya : -
d. Tahun pertama kali menggunakan : 1996
e. Zat yang pertama digunakan : Ganja
f. Alasan menggunakan NAPZA : ingin tahu atau coba-coba
g. Jumlah uang yang dihabiskan untuk membeli NAPZA dalam 1 bulan
terakhir : 200.000 – 600.000
h. Perkembangan penggunaan NAPZA :
No Jenis Zat Tahun
pemakaian
pertama
Waktu
pemakaian
terakhir
Cara
pemakaian
Frekuensi
pemakaian
dan jumlah
zat
1. Ganja 1996 - hisap 1xsehari
2. Ekstasi 2000 2012 Oral 1xperhari
3. Alkohol 2001 minum 6 botol
4. Sabu 2002 2012 hisap
i. Lokasi penggunaan NAPZA (yang paling sering) : rumah
D. POLA HIDUP
a. Mandi : 2 x sehari
b. Tidur siang : Tidak pernah
c. Jam tidur malam : tidak teratur ± 5 jam
d. Jam terbangun dipagi hari : 07.00
e. Aktivitas harian sebelum masuk RSKO : Kadang bekerja
membantu menjadi kasir di warung makan ibu
f. Aktivitas harian saat di RSKO : Makan, tidur,
mengobrol, bernyaynyi dan berkumpul dengan teman di RS
g. Makan : 3-4 x sehari
h. Makan selingan : 2 x sehari
i. BAB : 1 x sehari
j. BAK : 4 x sehari
E. KONDISI KESEHATAN
a. Penyakit yang pernah diderita sebelumnya : -
b. Riwayat dirawat di rumah sakit : Tidak pernah
c. Anda sedang menggunakan obat : tidak
a. yang diresepkan secara teratur
d. Status HIV : tidak tahu
e. Status HCV : tes negatif
f. Status TBC : Rontgen negatif
g. Jika sakit, sering berkonsultasi pada : dokter
h. Pernah menjadi pendonor darah selama menggunakan NAPZA: tidak
F. KONDISI PSIKIS
a. Apakah anda pernah mengalami masalah serius dalam berhubungan
dengan : tidak ada
b. Perasaan saat ini : Senang
c. Pernah terpikir untuk bunuh diri : tidak pernah karena merasa itu tidak
ada gunanya
G. PENGGUNAAN CARA SUNTIK YANG BERESIKO
a. Pernah menggunakan NAPZA dengan cara suntik : tidak
b. Pernah bertukar jarum suntik : tidak
c. Jenis zat yang pernah disuntik : -
d. Frekuensi menyuntik dalam 1 hari : -
e. Alasan menyuntik : -
H. RIWAYAT PERILAKU TERKAIT HUKUM
a. Riwayat perilaku atas kasus :
b. Menjual NAPZA satu kali
c. pernah mencuri uang orangtua
d. Pernah menghadiri atau mendengarkan persidangan : tidak
e. Pernah dipenjara? : tidak
I. PERILAKU SEKSUAL
a. Apakah anda pernah melakukan hubungan seksual? : Ya
b. Jika pernah, dengan siapa? :Istri
c. Pernah menderita penyakit infeksi menular seksual? :Tidak tahu
d. Pernah menggunakan kondom sat berhubungan seks?:Kadang- kadang
J. PENGETAHUAN TENTANG VIRUS YANG DITULARKAN
MELALUI DARAH
a. Menurut anda, apakah bertukar jarum suntik dapat : tidak tahu
menularkan penyakit?
b. Apakah yang anda ketahui tentang HIV/AIDS : tidak tahu
c. Sumber informasi tentang HIV/AIDS : -
d. Apakah yang anda ketahui tentang Hepatitis C? :
e. Hepatitis itu penyakit kuning
f. Sumber informasi tentang hepatitis C : dengar-dengar
K. PEMERIKSAAN PSIKIATRIK
a. Pemeriksaan status mental : terorientasi
b. Penampilan keseluruhan : rapi
c. Gangguan pola pikir : tidak ada
d. Mood / alam perasaan : sesuai
e. Riwayat keluarga
Komunikasi : terbuka
Mekanisme koping keluarga : adaptif
L. FUNGSI KOGNITIF
a. Konsentrasi : Baik
b. Daya ingat : Baik
c. Pikiran obsesif : tidak
d. Halusinasi : Pendengaran
e. Waham : -
M. KONSEP DIRI
a. Gambaran diri : klien menyukai wajah nya, dan beranggapan masih
muda dan tampan
b. Identitas : anak tunggal dari ibu nya
c. Peran : sebagai anak dan suami
d. Ideal diri : memiliki keinginan untuk hidup sesuai dengan
keinginan orang tua nya
e. Harga diri : Merasa puas, senang terhadap diri dan kehidupan
nya
N. PEMERIKSAAN FISIK
a. Tanda- tanda vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80x / menit
Pernapasan : 20 x / menit
Suhu : 36,5 c
b. Pemeriksaan sistemik
a. Sistem pencernaan : tidak ada masalah
b. Sistem kardiovaskuler: tidak ada masalah
c. Sistem respiratori : tidak ada masalah
d. Sistem saraf pusat : sulit berkonsentrasi
e. THT dan kulit : tidak ada masalah
c. Diagnosa medis sementara : Drug Induce Psikosa
d. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan :
e. Rencana terapi
a. Farmakoterapi
THP 2 mg 2 x 1
Risperidone 2 mg 2 x 2
Amadex 3 x 1
B comp 3 x 1
b. Terapi non farmakologi
Klien tidak mendapat terapi non farmakologi
f. Rencana kegiatan
a. Terapi aktivitas kelompok tentang : halusinasi
b. Konseling tentang : -
c. Pendidikan kesehatan tentang : -
g. Diagnosa keperawatan :
1. Koping individu tidak efektif
2. Perubahan sensori persepsi : halusinasi pendengaran
O. ANALISA DATA
DATA MASALAHDS : klien mengatakan
Menggunakan ganja sejak 1996
Mengkonsumsi alkohol sejak 2001
Klien sulit untuk menolak ajakan dari teman
Baru pertama kali dirawat di RS
Klien sulit untk menghindar dari teman- teman nya
DO : Klien tampak percaya diri Banyak berbicara Mulut kering
Koping individu tidak efektif
DS: klien mengatakan Klien mengatakan bahwa
dirinya mendengar bisikan-bisikan yang menyuruhnya untuk meninggalkan istri
Bisikan terjadi ketika sedang melakukan kegiatan
Klien mengatakn bisikan tersebut tidak mengganggu
Klien mengatakan bisikan tersebut mengajarkan pada hal yang baik
Klien mengatakan bisikan yg
Gangguan sensori persepsi : halusinasi
pendengaran
buruk sudah tidak terdengar lagi
DO: klien tampak Fokus mudah beralih saat
interaksi Klien sering berdiam diri
lama di kamar mandi Residen lain mengatakan
klien sering mengajak bicara tempat sampah
P. POHON MASALAH
Resiko Perilaku Kekerasan
Gangguan sensori persepsi : halusinasi pedengaran
koping individu tidak efektif
Q. DAFTAR PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATANA. Koping individu tidak efektif
B. Perubahan sensori persepsi : halusinasi pendengaran
R. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
(terlampir)
S. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Tanggal/jam
Implementasi Evaluasi
7/04/2014 DS : klien mengatakan Menggunakan ganja sejak
1996 Mengkonsumsi alkohol
sejak 2001 Klien sulit untuk menolak
ajakan dari teman Baru pertama kali dirawat
di RS Klien sulit untk
menghindar dari teman- teman nya
DO : Klien tampak percaya diri Banyak berbicara Mulut kering
Dx. Kep : koping individu tidak efektif, gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran
Tindakan keperawatan1. membina hubungan saling
percaya2. menanyakan perasaan dan
pikirannya3. mendiskusikan tentang
tanda dan gejala intoksikasi atau putus zat
4. mendiskusikan dampak penggunaan zat
5. mendiskusikan hal positif yang dapat meningkatkan motvasi untuk berhenti memakai zat
6. menanyakan apakah klien mengalami halusinasi
7. mendiskusikan mengenai isi, waktu dan frekuensi halusinasi
8. mendiskusikan apa yang dirasakan ketika halusinasinya datang
RTL1. SP koping individu tidak
S: klien mengatakan menggunakan sabu-sabu karena coba-coba, klien mengatakan merasa nyaman saat menggunakan sabu
O:klien tampak sulit mengungkapkan perasaannya,
A: klien menolak untuk melakukan cara mengontrol keinginan menggunakan sabu
P: PR untuk klien Tingkat kan motivasi
untuk berhenti menggunakan zat
efektif : diskusikan cara mengontrol keinginan menggunakan zat
2. SP halusinasi :Identifikasi dengan klien cara mengontrol / memutus halusinasi
8 April 2014
DS : klien mengatakan Pernah mengkonsumsi
sabu menggunakan sabu
karena ingin coba-coba Klien ingin berhenti tapi
sulit untuk menolak ajakan teman
DO : Klien tampak percaya diri Banyak berbicara
Dx. Kep : koping individu tidak efektif, gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran
Tindakan keperawatan1. membina hubungan saling
percaya2. menanyakan perasaan dan
pikirannya3. mendiskusikan tentang
tanda dan gejala intoksikasi atau putus zat
4. mendiskusikan dampak penggunaan zat
5. mendiskusikan hal positif yang dapat meningkatkan motvasi untuk berhenti memakai zat
6. menanyakan apakah klien mengalami halusinasi
7. mendiskusikan mengenai isi, waktu dan frekuensi halusinasi
8. mendiskusikan apa yang dirasakan ketika halusinasinya datang
S: klien mengatakan menggunakan sabu-sabu karena coba-coba, klien mengatakan merasa nyaman saat menggunakan sabu
O:klien tampak berbicara terus menerus
A: Koping individu tidak efektif : belum tercapai
P: PR untuk klienTingkat kan motivasi untuk berhenti menggunakan zat
9 April 2014
DS : klien mengatakan sulit menolak ajakan, sulit menghindar dari
teman
S: klien mengatakan mampu untuk mempraktekkan cara mengontrol, klien mengatakan setuju dengan
klien sulit berhenti saat berkumpul dengan teman
DO : -
Dx. Kep : koping individu tidak efektif, gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran
Tindakan keperawatan1. membina hubungan saling
percaya2. menanyakan perasaan dan
pikirannya3. mendiskusikan tentang
tanda dan gejala intoksikasi atau putus zat
4. mendiskusikan dampak penggunaan zat
5. mendiskusikan hal positif yang dapat meningkatkan motvasi untuk berhenti memakai zat
6. menanyakan apakah klien mengalami halusinasi
7. mendiskusikan mengenai isi, waktu dan frekuensi halusinasi
8. mendiskusikan apa yang dirasakan ketika halusinasinya datang
cara mengontrol, klien mengatakan ingin berhenti.
O:klien mampu menyebutkan cara mengontrol
A: mampu menyebutkan cara mengontrol, klien meyakini akan menggunakan cara mengontrol
P: PR untuk klienMelakukan aktivitas harian mencuci baju, shalat
BAB IV
KESIMPULAN
Pada kasus ini, tidak ditemukan adanya perbedaan antara teori dan
praktek.Penggunaan sabu selama kurang lebih 14 tahun oleh klien menyebabkan munculnya
halusinasi.Kejadian ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa penggunaan sabu-sabu
dalam waktu lama dapat meimbulkan halusinasi, perubahan kognitif, perubahan motorik,
serta dapat meimbulkan delusi dan gangguan psikis lainnya.
Diagnose keperawatan yang diangkat pada kasus ini terdiri dari koping individu tidak
efektif: belum mampu menahan keinginan menggunakan zat dan GSP Halusinasi.
DAFTAR PUSTAKA
Joewano. Satyo. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan Zat Psikoaktif. Jakarta :
EGC. 2010
Keliat, Budi Anna. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC. 2010
Moeliono, Laurike. Sedia Payung Sebelum Hujan : Apa Saja yang Perlu Kita Tahu Mengenai
Narkotika, Alkohol, Psiktropika dan Zat Adiktif Lainya. Jakart: BKKBN. 2008.
Partodiharjo, S. Kenali Narkoba dan Musuhi Penyalahgunaannya. Jakarta: Esensi
Rasmun.2004. Stres, Koping dan Adaptasi. Jakarta: Sagung Seto
Siswanto. 2007. KesehatanMental, Konsep, Cakupan dan Perkembangannya. Yogyakarta:
CV. Andi Offeset
Stuart, G.W & Sunden, S.J. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC. 2007
Seimun, Yuslinus. Kesehatan Mental 2. Yogyakarta : Penerbet Kadrus. 2010
Stringer J.L.. Konsep Dasar Farmakologi Edisi 3; Panduan untuk mahasiswa Jakarta: EGC
Penerbit Buku Kedokteran. 2008
Yosep. S. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Reflika Adittama. 2009