66
MAKALAH EKSIPIEN DALAM SEDIAAN FARMASI POLIMER MUKOADHESIF Disusun oleh: Kelompok 2 Agus Al Imam Bahaudin 1006683324 Elda Yulia Mamora 1006756572 Indah Purnama Setiawan 0906531462 Yunita Indah Permatasari 1006659602 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2012

Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Eksipien berupa polimer untuk sediaan modified release (mukoadhesif)

Citation preview

Page 1: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

MAKALAH EKSIPIEN DALAM SEDIAAN FARMASI

POLIMER MUKOADHESIF

Disusun oleh:

Kelompok 2

Agus Al Imam Bahaudin 1006683324

Elda Yulia Mamora 1006756572

Indah Purnama Setiawan 0906531462

Yunita Indah Permatasari 1006659602

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2012

Page 2: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat

dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Eksipien

Farmasetika yang berjudul “Polimer Mukoadhesif” ini. Makalah ini disusun

untuk memenuhi salah satu syarat tugas mata kuliah Eksipien dalam Sediaan

Farmasi. Makalah ini berisi uraian tentang pengertian polimer mukoadhesif,

mekanisme pembentukan mukoadhesif, eksipien yang digunakan dan contoh

formulasi mukoadhesif yang penulis buat.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak sekali mendapat bantuan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin

menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu

dalam menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam

makalah ini. Oleh sebab itu, bila ada saran dan kritik yang membangun akan

selalu diterima dengan hati terbuka. Akhir kata semoga Tuhan Yang Maha Esa

membalas semua kebaikan dan bantuan yang telah diberikan selama penyusunan

makalah ini dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Depok, Desember 2012

Penulis

Page 3: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................1

1.1.Lata Belakang Masalah..........................................................................1

1.2.Rumusan Masalah..................................................................................1

1.3.Tujuan.....................................................................................................1

1.4.Metode Penulisan...................................................................................2

1.5.Sistematika Penulisan.............................................................................2

BAB II MUKOADHESIF...............................................................................3

BAB III POLIMER MUKOADHESIF.........................................................12

3.1.Polimer Alam.........................................................................................12

3.1.1. Kitosan...........................................................................12

3.1.2. Pektin.............................................................................14

3.1.3. Gelatin...........................................................................15

3.2.Polimer Semisintetik..............................................................................17

3.2.1. HPMC............................................................................17

3.2.2. PVP................................................................................19

3.3.Polimer Hidrogel....................................................................................21

3.3.1. Karagenan......................................................................22

3.3.2. Na Alginat......................................................................24

3.3.3. Alginat-Thiol..................................................................27

3.3.4. Guar Gum.......................................................................29

3.4.Polimer Hidrofilik..................................................................................30

3.3.1. CMC Na..........................................................................31

3.3.2. Carbomer........................................................................32

Page 4: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

iv

BAB IV CONTOH FORMULASI.................................................................35

BAB V PENUTUP...........................................................................................59

5.1.Kesimpulan.............................................................................................59

5.2.Saran.......................................................................................................59

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................60

Page 5: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan sistem penghantaran obat pada dekade belakangan ini telah

sampai pada penggunaan teknologi mukoadhesif. Beberapa keunggulan

mukoadhesif ketika diaplikasikan kepada sistem penghantaran obat antara lain,

dapat meningkatkan kepatuhan pasien mengkonsumsi obat karena bentuk

sediannya dapat diterima dengan baik oleh pasien, meningkatkan efikasi obat,

mengurangi efek samping, jarak pemberian dosis lebih panjang, maka kebutuhan

tidur penderita tidak terganggu dan tentu saja berimbas pada pencapian kualitas

hidup pasien yang lebih baik.

Berbagai macam polimer mukoadhesif dapat ditemukan di alam, dibuat

semi sintetik, maupun sintetik. Uji daya lekat mukoadhesif dari beberapa polimer

eksipien sangat penting dalam pengembangan sediaan lepas lambat oral dengan

sistem mukoadhesif untuk meningkatkan ketersediaan hayati obat.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu :

a) Apa yang dimaksud dengan mukoadhesif?

b) Bagaimana mekanisme pembentukan mukoadhesifl?

c) Apa saja eksipien yang digunakan yang bersifat mukoadhesif?

d) Bagaimana contoh formulasi mukoadhesif?

1.3 Tujuan

Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memberikan informasi

kepada pembaca mengenai polimer mukoadhesif yang dapat digunakan sebagai

eksipien dalam sediaan farmasi serta sebagai salah satu syarat yang harus

dipenuhi pada mata kuliah Eksipien Farmasetika.

Page 6: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

2

1.4 Metode Penulisan

Metode yang penulis gunakan dalam penyusunan makalah ini yaitu

metode studi pustaka. Informasi-informasi yang ada dalam makalah ini penulis

dapatkan dari beberapa buku teks, jurnal, dan literatur-literatur lain mengenai

polimer mukoadhesif Selain itu, penulis juga mencari dan memperoleh beberapa

informasi dari media internet.

1.5 Sistematika Penulisan

Makalah ini penulis susun dalam lima bab yang terdiri dari pendahuluan,

mukoadhesif, polimer mukoadhesif, formulasi, dan penutup. Pada bab pertama,

penulis menjelaskan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, metode

penulisan, dan sistematika penulisan makalah. Pada bab kedua, penulis

menguraikan tentang pengertian mukoadhesif, mekanisme mukoadhesif, mucus,

serta polimer pada Mucosal Drug Delivery. Pada bab ketiga, penulis menguraikan

tentang sepuluh jenis polimer mukoadhesif. Pada bab keempat, penulis

menguraikan tentang contoh formulasi mukoadhesif. Pada bab kelima, penulis

simpulkan isi makalah dan membuat saran. Akhirnya, penulis menyajikan daftar

pustaka sebagai bahan referensi penulis dalam penyusunan makalah.

Page 7: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

3

BAB II

MUKOADHESIF

2.1. Definisi Mukoadhesif

Mukoadhesif berasal dari kata mukosa dan adhesi. Mukosa merupakan

membran pada tubuh yang bersifat semipermeabel dan mengandung musin.

Sedangkan adhesi berarti gaya molekuler pada area kontak antar elemen yang

berbeda agar dapat berikatan satu sama lain. Jadi, mukoadhesif adalah sistem

pelepasan obat dimana terjadi ikatan antara polimer alam atau sintetik dengan

substrat biologi yaitu permukaan mukus. Sistem mukoadhesif dapat

menghantarkan obat menuju site-spesific melalui ikatan antara polimer hidrofilik

dengan bahan dalam formulasi suatu obat, dimana polimer tersebut dapat melekat

pada permukaan biologis dalam waktu yang lama.

Sistem penghantaran ini digunakan untuk memformulasikan sediaan lepas

terkendali dengan tujuan memperpanjang waktu tinggal obat tersebut di saluran

cerna dan mengatur kecepatan serta jumlah obat yang dilepas.

2.2. Struktur dan Kandungan Mukosa

Mukus merupakan sekret jernih dan kental serta melekat, membentuk

lapisan tipis, berbentuk gel kontinyu yang menutupi dan beradhesi pada

permukaan epitel mukosa. Mukus disintesis oleh sel goblet. Tebal mukus

bervariasi antara 50-450 um. Didalam mukus terdapat musin yang mengandung

glikoprotein dengan berat molekul yang memungkinkan untuk polimer dapat

menempel dan mengalami penetrasi.

Biasanya mukus terdiri dari air 95 %, glikoprotein dan lemak 0,5-5,0%,

garam-garam mineral 1% dan protein bebas 0,5-1%. Namun, komposisi ini dapat

berbeda pada setiap individu walau hanya dengan perbedaan konsentrasi yang

kecil. Komponen utama mukus yang bertanggung jawab pada viskositas serta sifat

adhesi dan kohesinya adalah glikoprotein, suatu protein berbobot molekul tinggi

yang memiliki unit oligosakarida (rata-rata 8-10 residu monosakarida dari 5 jenis

monosakarida, seperti L-fukosa, D-galaktosa, N-asetil-D-glukosamin, N-asetil-D-

Page 8: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

4

galaktosamin dan asam sialat. Unit-unit monosakarida tersebut terikat dalam

rantai oligosakarida. Dengan adanya gugus-gugus tersebut membuat musin dapat

berikatan dengan gugus fungsi yang ada pada polimer.

Gambar 2.1. Struktur Gula dalam Glikoprotein

2.3. Mekanisme Kerja Polimer Mukoadhesif

Prinsip penghantaran obat dengan sistem mukoadhesif adalah

memperpanjang waktu tinggal obat pada organ tubuh yang mempunyai lapisan

mukosa. Sistem mukoadhesif akan dapat meningkatkan kontak yang lebih baik

antara sediaan dengan jaringan tempat terjadinya absorpsi sehingga konsentrasi

obat terabsorpsi lebih banyak dan diharapkan akan terjadi aliran obat yang tinggi

melalui jaringan tersebut. Adapun secara keseluruhan mekanisme kerja dari

polimer mukoadhesif adalah sebagai berikut :

1. Terjadi kontak antara polimer dengan permukaan mukosa yang disebabkan

karena adanya pembasahan yang baik ataupun karena swelling pada

polimer.

2. Setelah berkontak, terjadi penetrasi dari rantai polimer kedalam permukaan

jaringan atau interpenetrasi rantai polimer dan mukosa.

3. Terbentuklah ikatan kimia antara rantai polimer dengan molekul musin,

yang mempertahankan pelekatan polimer ke mukosa.

Page 9: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

5

Gambar 2.2. Dua Tahapan Mekanisme Bioadhesif

a) Interaksi mukosa yang terjadi diantaranya adalah:

– Ikatan ionik

Terjadi apabila dua muatan ion yang berlawanan saling tarik menarik

melalui interaksi elektrostatik membentuk ikatan yang kuat.

– Ikatan kovalen

Terjadi peristiwa saling memberi dan menerima elektron pada

pasangan elektron untuk memenuhi orbital keduanya. Jenis ikatan ini

sangat kuat.

– Ikatan hidrogen

Terjadi apabila atom hidrogen yang membawa muatan agak positif,

terikat secara kovalen dengan atom elektronegatif, seperti oksigen,

fluorine atau nitrogen.

– Ikatan Van der Walls

Jenis ikatan yang paling lemah yang timbul karena adanya interaksi

dipol-dipol dan dipol-menginduksi daya tarik dipol pada molekul polar

dan gaya dispersi dari substansi nonpolar.

Page 10: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

6

b) Teori yang dapat menjelaskan mekanisme bioadhesi yaitu:

1. Mekanisme Kimia

a. Teori elektronik

Adhesi terjadi sebagai akibat pembentukan electric double layer.

Akibat adanya adanya gaya tarik-menarik elektrostatik antara polimer

mukoadhesif (terutama yang bermuatan positif) dengan glikoprotein pada

musin yang bermuatan negatif.

b. Teori Adsorpsi

Adhesi terjadi akibat pembentukan ikatan hidrogen dan gaya van

der Waals antara polimer mukoadhesif dengan membran mukosa.

2. Mekanisme Fisika

a. Teori Pembasahan

Terjadi karena adanya kemampuan polimer mukoadhesif untuk

menyebar secara spontan pada permukaan mukosa. Kontak antara

polimer mukoadhesif dengan cairan tubuh menyebabkan polimer

terbasahi sehingga dapat melekat pada membran mukosa yang lembab.

b. Teori Interpenetrasi (Difusi)

Terjadi interdifusi rantai polimer dengan musin yang dikendalikan

oleh gradien konsentrasi dan dipengaruhi oleh panjang serta mobilitas

rantai molekul. Seberapa jauh rantai polimer berpenetrasi tergantung

pada koefisien difusi dan waktu kontak.

Page 11: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

7

Gambar 2.3. Ilustrasi Mekanisme Mukoadhesif Menggunakan Teori Difusi

c. Teori Fraktur

Teori fraktur menjelaskan mengenai kegagalan suatu sediaan untuk

melekat pada lapisan mukus karena terjadi hidrasi yang berlebihan.

Hidrasi berlebihan tersebut membentuk massa gel yang licin sehingga sulit

melekat pada permukaan mukus.

c) Faktor yang mempengaruhi sistem penghantaran mukoadhesif:

1. Polimer Mukoadhesif :

a. Bobot molekul

Dengan meningkatnya bobot molekul polimer, terjadi peningkatan

kekuatan mukoadhesif polimer. Polimer dengan berat molekul besar yang

non hidrat membentuk ikatan yang akan berinteraksi dengan substrat,

sementara polimer dengan berat molekul rendah akan membentuk gel

lemah yang mudah larut.

b. Konsentrasi polimer mukoadhesif

Secara umum, konsentrasi polimer dalam kisaran 1-2,5%. Untuk

sediaan padat, semakin besar konsentrasi polimer maka semakin kuat sifat

adhesinya.

Page 12: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

8

c. Fleksibilitas rantai polimer

Rantai polimer yang fleksibel membantu penetrasi dan proses belitan

rantai polimer dengan lapisan mukosa menjadi lebih baik sehingga

meningkatkan kekuatan bioadhesif. Fleksibilitas dari rantai polimer

umumnya dipengaruhi oleh reaksi tautan silang dan hidrasi polimer

jaringan. Semakin banyak reaksi tautan silang, fleksibilitas dari rantai

polimer berkurang.

2. Faktor Lingkungan :

a. pH

pH medium berpengaruh dalam kemampuan mukoadhesif suatu

polimer, contohnya pada kitosan. Pada pH yang netral atau basa, kitosan

akan memiliki kemampuan mukoadhesif yang baik.

b. Waktu kontak

Dengan peningkatan waktu kontak, terjadi proses peningkatan

hidrasi dari matriks polimer kemudian proses interpenetrasi dari rantai

polimer. Lapisan fisiologis mukosa dapat bervariasi tergantung pada

patogenesis-sifat fisiologis tubuh manusia.

3. Faktor Fisiologis

a. Waktu penggantian musin (mucin turn over)

Penggantian molekul musin secara alamiah dari lapisan mukus,

penting untuk 2 hal. Pertama, penggantian musin diperkirakan akan

membatasi waktu tinggal mukoadhesif pada lapisan mukus. Seberapa pun

kekuatan mukoadhesif, mukoadhesif akan lepas dari permukaan karena

penggantian musin. Kecepatan penggantian akan berbeda dengan

keberadaan mukoadhesif. Kedua, penggantian musin akan melarutkan

sejumlah molekul musin. Molekul ini berinteraksi dengan mukoadhesif

sebelum terjadi interaksi dengan lapisan mukus.

Page 13: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

9

Penggantian musin tergantung pula pada faktor lain seperti

keberadaan makanan. Kecepatan penggantian musin baik pada keadaan

lambung kosong maupun penuh dapat membatasi waktu tinggal sediaan

mukoadhesif karena jika mukus lepas dari membran, polimer bioadhesif

tidak dapat menempel lebih lama.

b. Penyakit tertentu

Adanya penyakit yang dapat merubah sifat-sifat fisikokimia dari

mukus. Perubahan struktural mukus pada kondisi penyakit ini belum

diketahui secara pasti. Jika mukoadhesif akan digunakan dalam keadaan

sakit, maka sifat mukoadhesi harus terlebih dahulu dievaluasi pada kondisi

yang sama.

2.4 Karakteristik Polimer Mukoadhesif

Beberapa karakteristik yang dipertimbangkan:

– Polimer memiliki produk degradasi yang non-toksik dan tidak bersifat

mengabsorbsi pada saluran mukosa.

– Tidak bersifat iritan pada membran mucus.

– Tidak memiliki ikatan kovalen yang kuat dengan permukaan sel epitel mucus.

– Dapat menghantarkan obat secara cepat menuju suatu jaringan dan

harus bisa mengantarkan agen aktif obat pada site spesifiknya.

– Dapat bekerja bersama dengan obat dan tidak mengalami hidrasi yang

berlebihan pada pelepasan obat.

– Polimer tidak mengalami dekomposisi pada penyimpanannya.

– Harga dari polimer terjangkau.

– Dapat bercampur dengan zat aktif namun tidak menghalangi pelepasan obat,

dan memiliki kestabilan yang baik.

Karakteristik-karakteristik tersebut dipengaruhi oleh sifat fisikokimia

polimer, seperti muatan, adanya ikatan hidrogen, hidrofobisitas, fleksibilitas, dan

bobot molekul. Faktor lingkungan yang perlu diperhatikan meliputi kelarutan,

Page 14: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

10

pH, kekuatan ionik, dan kehadiran garam lain (misalnya garam empedu) atau

makromolekul lain (misalnya antibodi, enzim, atau polisakarida).

Polimer mukoadhesif dapat bersifat biodegradabel maupun non-

biodegradabel. Beberapa sifat fisikokimia polimer yang berpotensi

memberikan sifat adhesif antara lain:

1. Memiliki berat molekul yang besar (>100000 Da), dibutuhkan untuk

menghasilkan interpenetrasi dan pembelitan dengan rantai musin.

2. Berupa molekul hidrofilik yang mengandung sejumlah besar gugus

fungsional sehingga dapat membentuk ikatan hidrogen dengan musin.

3. Polielektrolit anionik dengan densitas muatan hidroksil dan karboksil

yang tinggi.

2.5 Keuntungan Polimer Mukoadhesif

Adapun keuntungan penggunaan polimer mukoadhesif adalah sebagai

berikut :

– Dapat membuat obat dengan target spesifik, yaitu pada membran mukosa

pada tubuh seperti pada lambung atau pada usus, sehingga dapat

meningkatkan efektivitas obat.

– Memungkinkan untuk mempertahankan waktu tinggal obat seperti di dalam

saluran cerna, yang akan memberikan respon klinik yang diperpanjang dan

konsisten pada penderita.

– Waktu paruh obat menjadi lebih panjang sehingga dapat meningkatkan

kepatuhan pasien karena dapat menurunkan frekuensi pemberian obat kepada

pasien.

– Kenyamanan penggunaan obat menjadi pada pasien menjadi lebih baik.

Page 15: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

11

2.6 Klasifikasi Polimer Mukoadhesif

Polimer mukoadhesif berdasarkan sumbernya, digoolongkan menjadi 2:

1. Polimer sintetik

Contohnya antara lain derivat selulosa (metilselulosa, etilselulosa), poli(asam

akrilat), polietilenoksida, dan polivinil alkohol.

2. Polimer alami

Contohnya antara lain tragakan, natrium alginat, guar gum, karaya gum, lektin,

gelatin, dan pektin.

Sedangkan, berdasarkan mekanisme kerjanya, dapat digolongkan menjadi:

1. Polimer Hidrofilik

Polimer larut air yang akan mengembang setelah mengalami kontak dengan air

dan akan terdisolusi. Contohnya antara lain metil selulosa, hidroksietil selulosa,

karbomer, kitosan, CMC Na, hidroksi propil metil selulosa, termasuk juga

polivinil pirolidon.

2. Hidrogel

Rantai polimer yang memiliki crosslink dan memiliki kemampuan

mengembang yang terbatas di dalam air. Kemampuan ini tergantung pada

gugus fungsional yang bersifat hidrofilik (hidroksil, amino, dan karboksil).

Selain mengabsorbsi air, polimer ini juga memiliki kemampuan adhesi pada

mucus yang melindungi epitel. Contohnya antara lain poli (asam akrilat),

karagenan, natrium alginat, dan guar gum.

3. Polimer termoplastik

Polimer ini meliputi non-erodible neutral polystyrene dan semi-crystalline bio-

erodible. Contohnya antara lain polianhidrida, asam polilaktid, hidroksi propil

metil selulosa, CMC Na.

Page 16: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

12

BAB III

POLIMER MUKOADHESIF

3.1. Polimer Alam

3.1.1. Kitosan

Gambar 3.1. Struktur Kimia Kitosan

Nama Kimia

Poly-b-(1,4)-2-Amino-2-deoxy-D-glucose

Sinonim

2-Amino-2-deoksi-(1,4)-b-D-gluKopiranan; Kitosani hidroklorida chitin

deasetilasi; deasetilasi chitin; b-1,4-poly-D-glukosamin; poli-D-

glukosamin; poli-(1,4-b-D-gluKopiranosamin).

Pemerian

Serbuk putih atau putih kekuningan, tidak berbau.

Berat Molekul

10 000–1 000 000

Kelarutan

Sedikit larut dalam air, praktis tidak larut dalam etanol (95%) dan pelarut

organik lainnya.

pH

4,0 – 6,0

Page 17: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

13

Fungsi

Agen penyalut, disintegrant, film-forming agent, mukoadhesif, tablet

binder; viscosity increasing agent.

Konsentrasi

5-10 %

Stabilitas

Kitosan stabil pada suhu ruang, meskipun higroskopis setelah

pengeringan. Penyimpanan kitosan dalam wadah yang tertutup rapat

dalam tempat yang dingin dan kering

Inkompabilitas

Kitosan inkompatibel dengan agen pengoksidasi kuat.

Mekanisme sebagai mukoadhesif

Kitosan memiliki gugus NH2, pada suasana asam terionisasi

membentuk NH3+ dan berikatan dengan komponen mukosa yang

bermuatan negatif. Ikatan hidrofobik terjadi antara gugus residu pada

kitosan dengan gugus asetil pada asam sialat. Ikatan hidrogen terjadi

antara gugus hidrogen pada chitosan dengan senyawa penyusun mukosa

lainnya.

Mekanisme mukoadhesi terjadi dalam dua tahap, dimana pada

tahap pertama dikarakterisasi dengan adanya kontak antara kitosan dengan

membran mukus, dengan penyebaran dan pengembangan (swelling) pada

formulasi, menginisisasi dalamnya kontak dengan lapisan mukus. Pada

tahap kosolidasi, kitosan diaktivasi oleh adanya kelembaban, dengan

keadaan tersebut, menyebabkan terjadinya penempelan melalui ikatan

hidrogen atau ikatan elestrostatik pada gugus yang dimiliki kitosan.

Page 18: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

14

3.1.2. Pektin

Gambar 3.2. Rumus struktur Pektin

Nama Kimia

Pektin

Sinonim

Metopektin, Metil Pektin, Metil Pektinat, Mexpektin, Pektina, Asam

Pektinat.

Pemerian

Berupa bubuk atau serbuk, berwarna putih kekuningan, tidak berbau dan

memiliki rasa mucilago.

Berat Molekul

30 000–100 000.

Kelarutan

Larut dalam air, tidak larut dalam etanol 95 % dan pelarut organik

lainnya.

pH

6,0–7,2

Fungsi

Adsorben, emulsifying agent, gelling agent, hickening agent, mukoadhesif

Agen penstabil.

Pengunaan

0,5 – 5 %

Page 19: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

15

Stabilitas

Pektin bersifat tidak reaktif dan stabil, simpan ditempat yang kering dan

dingin.

Mekanisme sebagai mukoadhesif

Pektin memiliki banyak gugus karboksilat yang dapat berikatan

dengan gugus fungsi yang ada pada musin. Pektin mengalami

pembasahan yang menyebabkan swelling sehingga pektin berkontak

dengan rantai musin pada lapisan mukus. Kemudian gugus karboksil pada

pektin akan berikatan dengan gugus fungsi yang ada pada musin dengan

ikatan hidrogen sehingga pektin menempel pada mukosa, adanya

electrostatic repulsion yang terjadi antara pektin dan mukosa yang

mempertahankan ikatan antara polimer pektin dan mukosa.

3.1.3. Gelatin

Gambar 3.3. Rumus Kimia Gelatin

Nama Kimia

Gelatin

Sinonim

Glatina, Gelatin, Instagel, Kolatin, Solugel, Vitagel.

Page 20: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

16

Pemerian

Berwarna kuning, praktis tidak berbau dan berasa, tersedia dalam

translucent sheets, granul ataupun serbuk.

Berat Molekul

20 000–200 000 bergantung pada banyaknya amin yang terikat.

Kelarutan

Praktis tak larut dalam aseton, kloroform, etanol (95%), eter dan

metanol. Larut dalam gliserin, asam dan basa, namun asam atau basa kuat

dapat mengakibatkan presipitasi. Dalam air, gelatin mengembang dengan

kemampuan sebanyak 5-10 kali air. Gelatin larut dalam air diatas suhu

40°C membentuk larutan koloid, dan membentuk gel pada suhu 35-40°C.

Sistem gel-padat ini bersiat thiksotropik dan heat reversible (dapat

kembali ke bentuk semula dengan pemanasan).

pH

3,8–5,5 (type A)

5,0–7,5 (type B)

Penggunaan

Polimer mukoadhesif dengan konsentrasi 1-2% pada sistem

penghantaran obat GIT, bukal, ocular dan vaginal.

Fungsi

Agen penyalut, film-forming agent, gelly agen, suspending agen, tablet

binder, mukoadhesif, viscosity-increasing agent.

Stabilitas

Gelatin kering stabil dalam udara. Gelatin cair juga stabil untuk

waktu yang lama pada kondisi tempat penyimpanan yang dingin tapi akan

terdegradasi oleh bakteri. Pada temperature dibawah 50C, larutan gelatin

akan depolimerisasi serta akan menurunkan kekuatan gel.

Inkompabilitas

Gelatin merupakan material amfoterik yang akan bereaksi dengan

asam dan basa. Gelatin juga merupakan protein dan memiliki karakteristik

Page 21: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

17

kimia seperti dapat terhidrolisis oleh enzim proteolitik akibat kandungan

asam aminonya. Gelatin juga dapat bereaksi dengan aldehid dan gula

aldehid, polimer anionic dan kationik, elektrolit, ion logam, plasticizer,

pengawet, pengoksidasi kuat dan surfaktan. Gelatin dapat mengendap

akibat alkohol, kloroform, eter, garam merkuri dan asam tannat

Mekanisme sebagai mukoadhesif

Sifat anionik yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan

mucin-tipe glikoprotein melalui interaksi karboksil–hidroksil dan gugus

amino.

3.2. Polimer Semisintetis

3.2.1. Hidroksi Propil Metil Selulosa (HPMC)

Gambar 3.4. Struktur kimia hidroksipropil metil selulosa

Nama Kimia

Cellulose Hydroxypropil methyl ether

Sinonim

Methocel, Metilselulosa propilengikol eter, metil hidroksipropilselulosa,

Metolose.

Page 22: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

18

Pemerian

Berupa serbuk putih atau hampir putih, tidak berbau, tidak berasa.

Berat Molekul

10000 – 1500000

Kelarutan

Larut dalam air dingin, praktis tidak larut dalam kloroform, etanol

(95%) dan eter; namun larut dalam campuran etanol dan klorometana,

campuran metanol dan diklorometana, dan campuran air dan alkohol.

Larut dalam larutan aseton encer, campuran diklorometana dan propan-2-

ol, dan pelarut organik lain

pH

5, 0- 7,5

Fungsi

Sebagai matriks bioadhesif, matriks penyalut, matriks sustained

release, bahan pengemulsi, matriks mukoadhesif, bahan pensuspensi,

matriks extended release, matriks dalam modifikasi pelepasan. .

Penggunanaan

20-75% ( b/b)

Stabilitas

Serbuk hidroksi propil metil selulosa memiliki stabilitiasnya yang

cukup baik akan tetapi higroskopis setelah dilakukan pengeringan. Sebagai

larutan stabil pada pH 3-11.Serbuk sebaiknya disimpan dalam wadah

tertutup rapat dalam tempat yang sejuk dan kering.

Inkompatibilitas

Agen pengoksidasi, hidroksi propil metil selulosa tidak akan

membentuk kompleks dengan garam logam atau molekul organik ionik

menjadi bentuk yang tidak larut dan mengendap.

Page 23: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

19

Mekanisme sebagai mukoadhesif

Hidroksi propil metil selulosa merupakan merupakan polimer

semi sintetis yang bersifat hidrofilik dan biodegradable yang dapat

terdegradasi oleh enzim selulose. Ketika terjadi kontak dengan air atau

cairan GIT maka akan terjadi hidrasi dan peregangan rantai sehingga

dapat membentuk lapisan gel kental. Pelepasan obat dapat terjadi melalui

difusi dan atau erosi dari matriks.

Campuran dari alkil hidroksi alkil selulosa eter yang terdiri dari

gugus metoksi dan hidroksipropil. Maka, gugus hidroksil akan

membentuk ikatan hidrogen dengan gugus hidrofilik fungsional

(karboksil atau hidroksil) pada polimer mukoadhesif sehingga

menghalangi atau mencegah interaksi tegangan permukaan mukosa.

Formasi ikatan hidrogen antara gugus hidrofilik polimer mukoadhesif

dengan lapisan mukus dari permukaan mukosa merupakan faktor yang

menentukan lamanya mukoadhesif yang terjadi.

3.2.2. Polivinil Pirolidon (PVP)

Gambar 3.5. Struktur Kimia Polivinilpriolidon

Povidone merupakan polimer sintetik yang pada dasarnya terdiri

atas kelompok linier 1-vinil-2-pyrrolidinone, derajat polimerisasi yang

menghasilkan polimer dari berbagai berat molekul. Berbagai jenis

Povidone ditandai dengan viskositas yang dinyatakan sebagai nilai K. PVP

K-15 mempunyai derajat viskositas 13-19, PVP K-30 derajat vsikositas

27- 33, PVP K- 60 derajat viskositas 50 – 62, PVP K -90 derajat vsikositas

nya 80-100. Dan PVP K-120 derajat vsikositasnya 108-130.

Page 24: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

20

Nama Kimia

1-Etenil-2-piroolidinone homopolimer

Sinonim

Kollidon; Plasdone; poly[1-(2-oxo-1-pyrrolidinyl)ethylene]; polyvidone;

polyvinylpyrrolidone; povidonum; Povipharm; Polivinil; 1-vinyl-2-

pyrrolidinone polymer, Povidone.

Pemerian

Berupa serbuk, berwarna putih kecokelatan, tidak berbau dan higroskopis.

Rumus empiris dan berat Molekul

(C6H9NO)n dengan berat molekul 2500–3 000 000.

Kelarutan

Sangat larut dalam asam, kloroform, etanol (95%), keton, methanol, dan

air. Praktis tidak larut dalam eter, hidrokarbon, dan minyak mineral.

pH

3,0–7,0

Fungsi

Pembentuk film (lapisan), suspending agent, binder, agent mukoadhesif,

agen pengompleks.

Penggunaaan

Untuk sediaan mukoadhesif digunakan konsentrasi 3-10%

Stabilitas

Povidon akan menggelap atau berubah warna menjadi gelap pada

suhu 150C dengan mengurangi kelarutan.

Inkompabilitas

Povidon inkompabilitas dengan garam anorganik, resin alam dan

resin sintetis.

Mekanisme sebagai mukoadhesif

Povidon memiliki sifat hidrofilik dan mudah larut dalam air

sehingga ia mampu menarik air disekitarnya. Semakin cepat dan semakin

banyak jumlah air yang ditarik, semakin cepat pula matriksnya terbasahi

sehingga membentuk gel akan cepat, kemudian adanya gugus hidrofilik

melalui ikatan hidrogen sehingga akan melekat pada membran

Page 25: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

21

mukus.Tetapi kemampuan mukoadhesif dari Povidon kurang begitu baik,

biasanya dikombinasikan dengan polimer lain.

(Lalatendu Panigrahi, et al. Design and Characterization of

Mucoadhesive Buccal Patches of Salbutamol Sulphate)

Pada formulasi ini digunakan polimer-polimer yaitu Povidon,

Hidroksi propil metil selulosa, dan Chitosan. Konsentrasi Povidon yaitu

1%, Hidroksi propil metil selulosa 75% dan Carbopol 0,5%. Dari hasil uji

formulasi ini didapatkan bahwa Povidon memiliki sifat mukoadhesif

dengan mekanisme kerja adalah swelling tetapi untuk memaksimalkan

sifat mukoadhesifnya dikombinasikan dengan polimer yang lain.

3.3. Polimer Hidrogel

Hidrogel didefinisikan sebagai rantai polimer cross-linking 3 dimensi yang

memiliki kemampuan menahan air dalam struktur berpori dari polimer tersebut.

Kapasitas penjerapan air oleh hidrogel utamanya disebabkan oleh adanya gugus

fungsional hidrofilik seperti hidroksil, amino dan gugus karboksilat. Secara

umum, peningkatan densitas crosslinking menyebabkan penurunan sifat

mukoadhesif karena mampu menurunkan kemampuan solubilitas dan swelling.

Sifat swellable dari polimer ini dikarenakan adanya penyerapan air dan

berinteraksi (adhesi) dengan mukus yang menutupi sel epitelia pada lambung.

Polimer mukoadhesif hidrogel digunakan untuk memperbaiki

bioavailabilitas obat-obat yang sukar larut air karena mampu meningkatkan waktu

retensi dalam sistem penghantaran dalam saluran pencernaan.

Contoh polimer ini: kopolimer asam poliakrilat-co-akrilamida, karagenan,

Na alginat, guar gum, guar gum termodifikasi, dan lain-lain. Diantara semua

polimer bioadhesif hidrogel, asam poliakrilat-co-akrilamida dipertimbangkan

sebagai polimer mukoadhesif superior, tetapi suhu transisi yang tinggi dan energi

bebas antarmuka yang tinggi dari polimer ini tidak membiarkan pembasahan pada

permukaan mukosa dengan tahap optimal dan menyebabkan kehilangan

interpenetrasi dan interdifusi dari polimer ini sehingga biasanya dikopolimerisasi

dengan PEG atau PVP untuk memperbaiki sifat pembasahannya

Page 26: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

22

3.3.1. Karagenan

Gambar 3.6. Struktur Kimia Karagenan

Karagenan dibagi menjadi tiga famili berdasarkan posisi gugus sulfat

dan ada atau tidaknya anhidrogalaktosa.

L-karagenan merupakan polimer non-gel yang mengandung

35% ester sulfat namun tidak mengandung 3,6-

anhidrigalaktosa.

I-karagenan merupakan polimer gel yang mengandung 32%

ester sulfat dan 30% 3,6-anhidrogalaktosa.

K-karagenan merupakan polimer gel yang sangat baik dan

mengandung struktur khusus yang mengandung 25% ester

sulfat dan 34% 3,6-anhidrogalaktosa.

Stabilitas

Karagenan bersifat higroskopis sehingga harus disimpan dalam wadah

yang tertutup rapat, sejuk, dan kering. Tidak stabil pada pH lebih dari 9.

Page 27: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

23

Inkompabilitas

Karagenan membentuk kompleks dengan material kationik sehingga akan

merusak sifat fisikokimia (kelarutan, perubahan pH). Karagenan

berinteraksi dengan makromolekul lainnya (contoh : protein) sehingga

akan menimbulkan beberapa efek seperti peningkatan viskositas,

pembentukan gel, stabilisasi atau presipitasi.

Konsentrasi penggunaan

1,5 % karagenan atau kemampuan sebagai polimer mukoadhesif dapat

ditingkatkan dengan co-processed antara karagenan:gelatin dengan

perbandingan 1:1

Mekanisme sebagai mukoadhesif

Karagenan memiliki gugus hidroksil yang berperan penting dalam

pembentukan ikatan hidrogen sehingga mempunyai sifat mukoadesif.

Gugus hidrofil ini akan mengikat air sehingga air akan terjerap pada

matriks. Penjerapan air ini dapat meningkatkan fleksibilitas pada rantai

polimer dimana rantai polimer yang fleksibel dapat membantu dalam

penetrasi dan pembelitan rantai polimer dengan lapisan mukosa sehingga

meningkatkan sifat adhesi. Selain itu, gugus hidrofil juga berfungsi dalam

membentuk ikatan hidrogen dengan jaringan biologis dalam hal ini

jaringan epitel pada saluran pencernaan.

Karagenan dapat digunakan dalam formulasi untuk sediaan oral,

optalmik, dan bukal. Karagenan memiliki sifat mukoadhesi pada daerah

orofaringeal. Selain itu karagenan juga dapat menempel pada membran

vagina sehingga dapat digunakan dalam sediaan untuk vaginal.

Page 28: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

24

3.3.2. Na Alginat

Gambar 3.7. Struktur Kimia Na Alginat

Keterangan : M = D-asam mannosiluronat, dan G = L-asam guluronat

Alginat berasal dari dinding sel algae coklat. Natrium alginat

adalah garam natrium dari asam alginat dan merupakan campuran dari

asam poliuronat yang tersusun dari residu D-mannuronat dan asam L-

guluronat.

Kelarutan

Praktis tidak larut etanol (95%), eter, kloroform dan campuran etanol/air

dengan komposisi etanol lebih dari 30%. Praktis tidak larut pelarut organic

lainnya dan pelarut asam dengan pH kurang dari 3. Melarut perlahan

dalam air membentuk larutan koloid kental.

Dalam medium asam (lambung), natrium alginate secara cepat berubah

menjadi asam alginate yang tak larut akibat protonasi H+, yang akan

mengembang sesuai hidrasi

Konsentrasi Penggunaan

Polimer mukoadhesif dengan konsentrasi 1-2% pada sistem penghantaran

obat GIT, bukal, okular dan vaginal.

Stabilitas

Natrium alginat memiliki sifat higroskopis yang stabil pada penyimpanan

dalam wadah yang sejuk, tertutup rapat, dan kelembaban rendah. Na

alginat stabil pada pH 4-10. Zat ini akan mengalami presipitasi pada

Page 29: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

25

pHdibawah 3. Larutan Na alginat tidak boleh disimpan dalam wadah

logam.

Inkompabilitas

Dengan turunan akridin, fenilmerkuri asetat dan nitrat, garam kalsium,

logam berat dan etanol konsentrasi > 5%. Konsentrasi kecil elektrolit dapat

meningkatkan viskositas, sedangkan konsentrasi tinggi elektrolit (misalnya

4% NaCl) menyebabkan salting-out.

Mekanisme sebagai mukoadhesif

Digunakan sebagai hidrogel sediaan mukoadhesif pada konsentrasi 1-2%

- Sifat ionik alginate

Alginat merupakan polisakarida bermuatan negatif / anionik

(polianion) yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan mucin-

type glycoprotein melalui interaksi karboksil–hidroxil.

- Tegangan permukaan alginat yang rendah

Tegangan permukaan alginat (31.5 mN/m) lebih rendah dari tegangan

permukaan mucin coated cornea (38 mN/m) sehingga dapat menyebar

dan melekat dengan baik.

- Cepat mengembang (swelling)

Luas permukaan mucus yang kontak dengan polimer lebih luas

sehingga membantu interaksi antar keduanya.

Untuk membentuk matriks hidrogel yang baik, natrium alginat

membutuhkan kation divalen (contoh yang sering digunakan Ca2+

). Kation ini

kemudian akan membentuk kompleks dengan alginat membentuk matriks

hidrogel. Kation ini juga berfungsi dalam membentuk ikatan hidrogen dengan

asam sialat sehingga matriks melekat pada permukaan jaringan epitel. Matriks

antara Ca2+

dengan alginat akan menghasilkan matriks gel yang bersifat rigid

(kaku) tetapi memiliki sifat mukoadhesif yang bagus.

Page 30: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

26

Gambar 3.8. a. Rantai Na-alginate; b. Matriks Kalsium Alginat

Gambar 3.9. Kompleks antara Ca2+

dengan Alginat

Page 31: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

27

3.3.3. Alginat-Thiol

Thiomer (thiolated polymer) = generasi polimer kedua dalam

bentuk modifikasi eksipien dengan penambahan gugus thiol pada bagian

gugus karboksilat asam alginat. Alginat-thiol dibuat dengan

mencampurkan perbandingan 1:2 alginat dan L-cysteine. Walaupun ikatan

yang terbentuk adalah ikatan kovalen, namun mekanisme mucin-turnover

(mekanisme pergantian musin) dapat membatasi lama dan kuatnya ikatan

polimer pada mucus. Waktu mucin turnover pada manusia terjadi setiap

12-24 jam.

Gugus sulfida pada L-cysteine akan terikat pada molekul

glikoprotein berinteraksi satu sama lain membentuk matriks polimer

crosslinked dan membentuk ikatan kovalen melalui jembatan disulfida

antara polimer dengan mucin. Sehingga, thiolated polymer memiliki sifat

mukoadhesif yang paling kuat diantara eksipien polimer lainnya.

Gambar 3.10. Struktur Alginat-Thiol (L-Cysteine)

Page 32: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

28

Gambar 3.11. Sintesis Na-Alginat-Sistein (Thiol) dengan Modifikasi Kimia

menggunakan EDAC (1-Ethyl-3-(3-dimethylaminopropyl) carbodiimide

hydrochloride)

Page 33: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

29

Gambar 3.12. Ikatan Kovalen (disulfida) Antara Thiolated Polimer dengan

Musin

3.3.4. Guar Gum

Gambar 3.13. Struktur Kimia Guar Gum

Page 34: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

30

Deskripsi:

Merupakan polisakarida hidrokolid dengan BM tinggi yang mengandung

galactan dan mannan yang terhubung melalui ikatan glikosida

Kelarutan:

Praktis tidak larut dalam pelarut organik. Dalam air dingin dan panas, guar

gum terdispersi dan mengembang membentuk massa kental.

Inkompatibilitas:

Kompatibel dengan hidrokoloid dari tumbuhan seperti tragacanth. Tidak

compatibel dengan aseton, etanol, tannin, asam dan basa kuat, serta dengan

ion borat.

Konsentrasi yang digunakan: 3 %

Memiliki kemampuan swelling yang lumayan baik dan memiliki sifat

mukoadhesif yang bagus

Mekanisme polimer mukoadhesif:

Guar gum memiliki gugus hidroksil pada strukturnya sehingga mampu

menghasilkan iktan hidrogen antara guar gum dengan musin sehingga

mampu menghasilkan efek mukoadhesif. Selain itu gugus hidroksil ini

mampu menarik dan menjerap air dari medium sehingga menyebabkan

rantai belitan antara polimer dengan musin sehingga menyebabkan

terjadinya adhesi antara polimer dengan musin.

3.4. Polimer Hidrofilik

Polimer ini merupakan polimer larut air. Polimer polielektrolit memiliki

sifat mukoadhesif yang lebih baik dibandingkan dengan polimer netral. Polimer

polielektrolit anionik seperti asam poliakrilat dan CMC secara luas digunakan

untuk sistem pelepasan dengan prinsip mukoadhesif karena memiliki kemampuan

mengikat musin dengan ikatan hidrogen yang kuat pada lapisan mukosa.

Polimer polielektrolit kationik contohnya berupa chitosan yang telah

dikembangkan untuk polimer adhesif juga karena memiliki biokompatibilitas dan

sifat biodegradabel yang baik. Chitosan akan mengalami interaksi elektrostatik

dengan rantai musin yang bermuatan negatif sehingga menunjukkan sifat

Page 35: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

31

mukoadhesif. Polimer non ionik seperti poloxamer, HPMC, Metil Selulosa,

Polivinil Alkohol, PVP juga memiliki sifat sebagai polimer mukoadhesif.

Sejumlah polisakarida dan turunannya seperti chitosan, metil selulosa,

asam hyaluronat, HPMC, HPC, xanthan gum, gellan gum, guar gum, dan

karagenan dapat digunakan dan diterapkan untuk sistem penghantaran

mukoadhesif okular (daerah mata). Selulosa dan turunannya memiliki sifat

permukaan aktif sehingga memiliki kapabilitas membentuk lapisan film. Turunan

selulosa dengan energi permukaan yang lebih rendah secara umum digunakan

sebagai sistem okular mukoadhesif karena mampu mengurangi iritasi pada mata.

3.4.1. CMC Na

Gambar 3.14. Struktur kimia CMC Na

Rumus Molekul

Merupakan bentuk garam dari polikarboksimetil eter selulosa.

pH

pH ( larutan 1% w/v) 6.0–8.0

Kelarutan

Praktis tak larut dalam aseton, etanol (95%), eter dan toluen. Mudah

terdispersi dalam air pada semua temperature, membentuk larutan

kolid jernih. Kelarutannya dalam air bervariasi bergantung derajat

substitusinya (DS).

Page 36: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

32

Inkompatibilitas

Dengan larutan asam pekat dan larutan garam besi dan logam - logam

seperti alumunium, merkuri dan zink. CMC juga inkompatibel dengan

xanthan gum. Presipitasi terjadi pada pH < 2 dan bila dicampur dengan

ethanol (95%). CMC Na membentuk kompleks coacervates dengan

gelatin dan pektin. CMC membentuk kompleks dengan kolagen dan

dapat mengendap dengan beberapa protein bermuatan positif.

Penggunaan

Sebagai polimer mukoadhesif dengan konsentrasi 1% pada sistem

penghantaran obat GIT, bukal, ocular dan vaginal.

Mekanisme sebagai mukoadhesif

- Polimer anionik

CMC merupakan polimer bermuatan negatif / anionik (polianion)

yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan mucin-type

glycoprotein melalui interaksi karboksil–hidroksil.

- Sifat mengembang (swelling) yang tinggi

Luas permukaan polimer yang kontak dengan lapisan mukus

meningkat sehingga membantu interaksi antara keduanya.

3.4.2. Carbomer

Sinonim

Acrypol, Acritamer, Acrylic Acid Polymer, Carbomera, Carbopol,

Carboxy polymethylene, polyacrylic acid, Carboxyvinyl polymer,

Pemulen, Tego Carbomer.

Karbomer merupakan polimer sintetik dengan BM tinggi dari asam akrilat

yang di crosslink dengan alil sukrosa atau alil eter lainnya dari

pentaerythriol. Karbomer mengandung sekitar 52%-68% asam karboksilat

(COOH) yang dihitung terhadap sediaan kering. Berat molekulnya secara

teoritis diperkirakan sekitar 7 x 105

hingga 4 x 109.

Page 37: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

33

Rumus Struktur

Gambar 3.15. Struktur kimia karbomer

Polimer karbomer terbentuk dari pengulangan unit dari asam akrilat. Unit

monomernya ditunjukkan dalam lingkaran merah di atas. Rantai polimer di

crosslinked dengan alil sukrosa atau alil pentaeritriol.

Penggunaan

Bahan bioadhesif, matriks untuk kontrol sediaan lepas lambat, bahan

pengemulsi, menjaga stabilitas emulsi, berperan dalam modifikasi

rheologi, bahan penstabil, bahan pensuspensi, pengikat tablet

Kelarutan

Mengembang dalam air dan gliserin setelah dinetralisasi dengan etanol

95%. Karbomer tidak terlarut, namun dapat mengembang sehingga

memperpanjang pelepasan.

Pemerian

Karbomer berupa serbuk yang berwarna putih, halus, bersifat asam,

higroskopis dengan sedikit bau.

Konsentrasi yang digunakan: 3 - 4 %

Inkompatibilitas

Karbomer berubah warna dengan resorsinol dan inkompatibel dengan

fenol, kationik polimer, asam kuat, dan elektrolit konsentrasi tinggi.

Adjuvant penggunaan antimikroba tertentu juga harus dihindari atau

digunakan dengan konsentrasi rendah. Besi dan logam katalis transisi

dapat menurunkan dispersi karbomer. Kompleks karbomer dengan

beberapa guguas fungsional protein dapat dicegah dengan mengatur pH

Page 38: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

34

dispersi dan atau parameter kelarutan dengan menggunakan alkohol dan

poliol yang sesuai. Bentuk kompleks karbomer dengan eksipien lain juga

tergantung dari pH. Penyesuaian pH atau parameter kelarutan dapat

dilakukan.

Mekanisme mukoadhesif

Carbomer merupakan polimer polianionik yang memiliki banyak

gugus karboksil. Muatan anionik ini akan berinteraksi dengan musin

membentuk suatu belitan antara polimer dengan musin dan mengembang

dalam medium cair serta akibat adanya ikatan hidrogen yang berasal dari

gugus karboksil dari carbomer sehingga menghasilkan sifat mukoadhesif.

Bahan bioadesif yang mengandung gugus karboksilat seperti

Carbopol® dalam suasana asam akan menjadi bentuk tak terionisasi yang

akan membentuk ikatan hidrogen dengan asam sialat, rantai oligosakarida,

atau pada protein dari mucin. Pada suasana netral atau sedikit basa bahan

bioadesif akan terionisasi dan terjadi relaksasi belitan-belitan gugus

karboksilat dalam jumlah besar yang disebabkan karena adanya gaya tolak

menolak diantara muatan ion sejenis dari gugus karboksilat. Oleh karena

itu pada suasana netral atau sedikit basa seperti di usus sebagian besar

ikatan berlangsung melalui penetrasi atau interpenetrasi belitan-belitan

tersebut pada permukaan mukus serta ikatan sambung silang antara belitan

dengan mucin.

Kekuatan mukoadhesif akan meningkat dengan meningkatnya

jumlah polimer karena sejumlah polimer tersebut akan menghasilkan

gugus fungsi yang terdisosiasi (COOH) yang akan terikat dengan asam

sialat pada membran mukosa sehingga akan meningkatkan daya

mukoadhesif polimer tersebut.

Page 39: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

35

BAB IV

CONTOH FORMULASI

4.1 Formulasi dan Evaluasi in vitro Tablet Bukal Timolol Maleat

Sediaan obat bukal merupakan alternatif yang menarik untuk rute

pemberian obat secara oral, khususnya dalam mengatasi defisiensi yang terkait

dengan dosis. Masalah-masalah seperti metabolisme fase 1 dan degradasi obat di

saluran gastrointestinal dapat dihindari dengan pemberian obat dalam sediaan

bukal. Selain itu, rongga mulut mudah diakses untuk pengobatan sendiri dan dapat

segera dihentikan jika terjadi toksisitas dengan menghentikan pemberian obat.

Pemberian obat bukal yang menggunakan sistem adhesif membutuhkan 3

hal berikut :

a. bioadhesif untuk mempertahankan sistem di dalam rongga mulut dan

memaksimalkan kontak antara obat dengan mukosa

b. pembawa dalam pelepasan obat pada laju yang sesuai di bawah

kondisi mulut

c. strategi untuk mengatasi permeabilitas yang rendah dari mukosa oral.

Penghantaran obat bukal adhesif memberikan waktu pelepasan obat dan

bertindak sebagai bentuk sediaan dengan pelepasan terkontrol.

Mukosa bukal merupakan pilihan tempat yang tepat jika diingikan

pemberian obat yang berkepanjangan karena bukal kurang permeabel

dibandingkan sublingual. Selain itu, terdapat pemberian obat yang sangat baik

dan obat dapat diaplikasikan, diletakkan dan dikeluarkan dengan mudah setiap

saat selama masa pengobatan. Hal tersebut bermanfaat pada Timolol untuk

mengatasi masalah dosis dimana Timolol memiliki waktu paruh yang sangat

pendek. Pelepasan obat yang diperlambat dan peningatan bioavaibilitas dapat

membuat adanya penurunan dosis yang signifikan dan nantinya akan terkait pada

efek samping dosis.

Page 40: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

36

Oleh karena itu, penelitian kali ini memformulasikan tablet bukal

mukoadhesif Timolol Maleat menggunakan campuran polimer untuk mencegah

metabolism fase 1, degradasi lambung, dan memberikan efek obat yang

berkepanjangan.

4.1.1 Alat dan Bahan

A. Bahan

1. Timolol Maleat

2. Polietilen Oksida

3. Hidroksi Propil Metil Selulosa

4. Karbopol 934

5. Manitol

6. Magnesium Stearat

7. Talk

B. Alat

1. Timbangan analitik

2. Spektrofotometer FTIR

3. titrator Karl Fisher

4. Alat uji sifat alir

5. Alat uji kerapatan granul

6. Alat uji waktu hancur

7. Spektrofotometer UV-VIS

8. Media cetak tablet rotary

9. Alat uji kekerasan tablet

10. Alat uji kerenyahan tablet

11. Alat uji disolusi

12. Oven

13. alat-alat gelas

Page 41: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

37

4.1.2 Formulasi Tablet Bukal Mukoadhesif Timolol Maleat

Tabel 1. Formulasi dari tablet bukal mukoadhesif Timolol Maleat

4.1.3 Metode Pembuatan

Zat aktif, polimer dan eksipien dicampur di dalam mortar selama 15 menit

campuran (sebanyak 150 mg) kemudian dikompres dengan menggunakan

biconcave punch in a single-stroke 8-station rotary machine berukuran 8 mm

4.1.4 Evaluasi pada Tablet Bukal Mukoadhesif Timolol Maleat

Evaluasi yang dilakukan adalah :

1. Bobot rata-rata tablet

2. Uji kekerasan

3. Uji friabilitas (kerapuhan)

4. Uji ketebalan tablet

5. Uji Keseragaman kandungan

6. Uji pH Permukaan

pH lingkungan (pH permukaan) dari tablet bukal diuji untuk memeriksa

adanya efek samping in vivo. pH asam atau basa dapat menyebabkan

iritasi pada mukosa bukal, oleh karena itu pH formulasi dijaga agar

mendekati pH netral. Metode yang digunakan untuk menentukan pH

permukaan tablet (Battenberg et al). Alat yang digunakan adalah gabungan

elektroda kaca. Tablet yang mengembang dijaga agar tetap kontak dengan

air suling sebanyak 5 mL (pH 6.5 ± 0.05) selama 2 jam pada suhu kamar.

Page 42: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

38

pH diukur dengan cara menghubungkan elektroda dengan permukaan

tablet, kemudian diseimbangkan selama 1 menit.

7. Uji Bioadhesi

Dalam evaluasi adhesi, penting menggunakan permukaan yang sama yang

memungkinkan pembentukan ikatan adhesif. Dalam penelitian ini,

digunakan mukosa bukal domba sebagai model permukaan mukosa untuk

uji bioadhesi. Segera setelah, mukosa bukal diambil dari domba lalu

dibawa ke laboratorium dalam larutan tyrode dan disimpan dalam

temperatur 40oC. Komposisi dari larutan tyrode (g/L) yaitu 8 sodium

klorida, 0,2 potassium klorida, 0,134 kalsium klorida dihidrat, 1,0 sodium

bikarbonat, 0,05 sodium dihidrogen fosfat, dan 1,0 glukosa.

8. Fabrication of assembly

9. Uji Swelling

6 tablet bukal masing-masing ditimbang (W1) dan ditempatkan secara

terpisah pada cawan petri dengan 5 mL buffer fosfat pH 6,8. Pada interval

waktu 1 jam, 2 jam, 4 jam, 6 jam, dan 8 jam, tablet dikeluarkan dari cawan

petri dan kelebihan air dibuang dengan menggunakan kertas saring. Tablet

yang mengembang ditimbang kembali (W2) dan presentase hidrasi

dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

Presentasi Hidrasi : [(W2-W1)/ W1] ×100

10. Uji Disolusi secara In vitro

Uji disolusi dilakukan menurut United States Pharmacopoeia (USP)

XXIV. Metode dayung berputar digunakan untuk menguji pelepasan obat

dari tablet. Medium disolusi terdiri dari 900 mL buffer fosfat (pH 6,8).

Pelepasan dilakukan pada suhu 37°C ± 0.5°C, dengan kecepatan rotasi 50

rpm. Sebanyak 5 mL sampel diambil dengan interval waktu yang telah

ditentukan (1-7 jam) dan volume diganti dengan medium yang segar.

Kemudian sampel disaring melalui kertas saring Whitman no. 40 dan

Timolol dianalisis dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang

296 nm setelah pengenceran yang cukup. Persentase pelepasan obat

menggunakan kurva kalibrasi obat dalam dapar fosfat pH 6,8.

Page 43: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

39

11. Uji Kinetik Pelepasan Obat

Dari evaluasi tersebut, yang berkaitan dengan sediaan mukoadhesif ada

pengukuran pH permukaan, uji disolusi dan uji swelling. Maka data dan

analisis yang akan dibahas disini yang berkaitan dengan sediaan

mukoadhesif maka hanya pengukuran pH permukaan, uji disolusi dan uji

swelling.

4.1.5 Hasil dan Analisis

1. Uji pH Permukaan

Nilai pH permukaan untuk semua formulasi yaitu berkisar antara 5,8 –

6,38, dimana batas pH yang baik yang dapat diterima pH saliva yaitu

berkisar antara 5,69 – 6,34. Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa

semua formulasi tidak menyebabkan iritasi lokal pada permukaan mukosa.

Tabel 2. Parameter Fisiko Kimia Tablet Bukal Timolol Maleat

2. Uji Bioadhesive

Kekuatan bioadhesif ditunjukkan pada tabel 2. Karakteristik bioadhesif

dipengaruhi oleh konsentrasi polimer bioadhesif. Apabila konsentrasi

polimer meningkat, maka kekuatan bioadhesif dari formula tersebut juga

meningkat. Formulasi F1, F2, F3, dan F4 yang menggunakan Karbopol

934 dan polietilen oksida memiliki kekuatan bioadhesif masing-masing

sebesar 34,5 , 31,4 , 29,5 , dan 27,6 g. sedangkan formulasi F5, F6, F7, dan

Page 44: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

40

F8 yang menggunakan karbopol 934p dan HPMC K4M memiliki kekuatan

bioadhesif sebesar 36,5 , 34,1, 33,5, dan 31,5 g

3. Uji Swelling

Hasil pengujian swelling untuk semua formulasi ditunjukkan pada

tabel 3. Semua formulasi secara umum terhidrasi dengan menjaga tablet

tetap kontak dengan air selama 1-8 jam

Hidrasi paling tinggi (swelling) yaitu 80,3 % ditunjukkan pada formulasi

F5. Hal tersebut dikarenakan kecepatan hidrasi dari polimer (karbopol dan

HPMC K4M). Laju swelling tablet meningkat pada formulasi F5 yang

mengandung karbopol 934p dan HPMC K4M dengan rasio perbandingan

1:2,5:10

Tabel 3. Persentase Hidrasi Tablet Bukal Timolol Maleat

4. Uji Disolusi

Formulasi F1, F2, F3, dan F4 yang mengandung obat, polimer karbopol

934 p dan polietilen oksida dalam rasio masing-masing 1:2.5:10, 1:3.5:9,

1:4.5:8 dan1:5.5:7. Profil pelepasan obat kumulatis secara in vitro pada

formulasi F1, F2, F3, dan F4 masing-masing menunjukkan presentase

85.94%, 80.65%, 75.30% dan 73.14%. Di antara keempat formulasi ini,

persentase pelepasan obat yang paling besar adalah F1. Selama penelitian

diamati bahwa tablet dengan formulasi F1 pada awalnya mengembang dan

tidak mengalami erosi selama periode waktu 7 jam.

Page 45: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

41

Gambar 4.1. Grafik Pelepasan Obat pada Formulasi F1 – F4

Demikian pula dengan formulasi F5, F6, F7, dan F8 yang mengandung

polimer karbopol 934p dan HPMC K4M dengan rasio masing-masing

1:2.5:10, 1:3.5:9, 1:4.5:8 dan 1:5.5:7. Profil pelepasan obat kumulatis

secara in vitro pada formulasi F5, F6, F7, dan F8 masing-masing

menunjukkan presentase 98.18%, 88.25%, 82.75% dan 76.35%. Diantara

keempat formulasi tersebut, persentase pelepasan obat yang paling besar

adalah F5. Selama penelitian diamati bahwa tablet dengan formulasi F5

pada awalnya mengembang dan tidak mengalami erosi selama periode 7

jam.

Gambar 4.2. Grafik Pelepasan Obat pada Formulasi F5 – F8

Page 46: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

42

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa peningkatan konsentrasi

karbopol 934p dalam formulasi, menyebabkan laju pelepasan obat dari

tablet menjadi menurun. Tapi ketika konsentrasi polimer kedua (polietilen

oksida dan HPMC K4M) ditingkatkan, laju pelepasan obat meningkat. Hal

tersebut disebabkan karena adanya peningkatan hidrasi atau karakteristik

swelling dari polimer dengan peningkatan konsentrasi. Dari keseluruhan

data, diperoleh bahwa formulasi F5 menunjukkan persentase pelepasan

obat yang maksimum yaitu 98,18 % pada jam ke 7.

4.1.6 Kesimpulan

Tablet bukal mukoadesif Timolol Maleat dapat diformulasikan dengan

menggunakan obat, karbopol 93p dan HPMC K4M dengan rasio 1:2.5:10. Hal

tersebut dapat terlihat dari peningkatan konsentrasi karbopol 34p dalam formulasi,

menyebabkan terjadinya penurunan laju pelepasan obat dari tablet. Tetapi ketika

konsentrasi HPMC K4M meningkat, laju pelepasan obat juga meningkat.

4.2 Formulasi dan Evaluasi In-Vitro Tablet Bukal Mukoadhesif

Famotidin

Famotidin merupakan inhibitor kompetitif reseptor-H2 histamin. Aktivitas

farmakologi yang penting dari famotidin yaitu menghambat sekresi lambung.

Konsentrasi asam dan volume basal, noktunal dan sekresi lambung ditekan oleh

famotidin. Hal ini umumnya digunakan dalam ulkus lambung, duodenum ulkus,

penyakit refluks gastro esophageal, dan sindrom Zolinger-Elisons. Famotidin

memiliki bioavaibilitas sebesar 40-45 % karena adanya metabolisme fase 1 yang

ekstensif dan puncak plasma mencapai 1-3 jam. Waktu paruh dari famotidin

adalah sebesar 2,5 – 3,5 jam. Pengobatan yang efektif untuk erosive esophagitis

dan sindrom Zolinger-Elisons memerlukan pemberian dosis Famotidin sebanyak

20 mg selama 4 kali sehari. Dosis konvensional famotidin sebanyak 20 mg dapat

menghambat sekresi asam lambung hingga 5 jam tetapi tidak sampai 10 jam.

Dosis alternativ Famotidin sebanyak 40 mg mengarah ke fluktuasi plasma; dengan

demikian diinginkan famotidin dalam bentuk sediaan sustained release.

Pengembangan dari formulasi ini dimaksudkan untuk memperbaiki bioavaibilitas

Page 47: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

43

dengan mencegah metabolisme fase 1 melalui penghantaran obat bukal; Absorbsi

obat disebabkan oleh nilai pka sebesar 7,1 yang menyebabkan obat tidak

terionisasi untuk absorpsi pada pH antara 6,8 – 7,4 di daerah bukal; berat molekul

obat yang rendah (<500 D juga mempengaruhi permeabilitas obat melalui mukosa

bukal; waktu paruh obat antara 2,5-3,4 jam yang menyebabkan pelepasan obat

yang diperlambat melalui mukosa bukal.

4.2.1 Bahan

1. Famotidin

2. Sodium Karboksi Metil Selulosa

3. Karbopol 934 P

4. Laktosa

5. Magnesium stearat

6. Etil Selulosa

7. Talk

8. Aspartam

4.2.2 Formulasi Tablet Bukal Mukoadhesif Famotidin

Tabel 4. Formulasi dari Tablet Bukal Mukoadhesif Famotidin

Page 48: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

44

4.2.3 Metode Pembuatan Tablet Bukal Mukoadhesif Famotidin

Metode pembuatan dilakukan dengan cara teknik kompresi langsung

ganda. Dalam teknik ini, lapisan pertama dibentuk dan campuran layer kedua

diletakkan pada lapisan pertama dan dikompresi untuk mendapatkan tablet

bilayer. Komposisi dari lapisan inti mengandung zat aktif, polimer mukoadhesif

(Karbopol-934P, Sodium Karboksi Metil Selulosa), laktosa, Aspartam dan

Lubrikan, sedangkan untuk lapisan belakang digunakan etil selulosa. Zat aktif,

polimer dan eksipien dicampur dan disaring dengan menggunakan saringan

berukuran 60 mesh, dan kemudian campuran tersebut sedikit dikompresi dengan

menggunakan flat faced punch berukuran 8 mm in Rimek 10 station rotary press

untuk memperoleh tablet intermediat atau kurang padat. Demikian pula, campuran

lapisan belakang mengandung etil selulosa yang dicampur, diayak dan dikompresi

pada tablet intermediate yang telah dikompres sebelumnya atau loose compact

untuk memperoleh tablet bilayer. Kekerasan tablet yang diperoleh berkisar 6-7

kg/cm2.

4.2.4 Evaluasi pada Tablet Bukal Mukoadhesif Famotidin

A. Uji Karakteristik Fisik Tablet

1. Bobot rata-rata tablet

2. Uji friabilitas

3. Uji Kekerasan

4. Uji Keseragaman Kandungan

5. Uji Swelling

Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan cawan petri yang berisi 10

mL buffer fosfat pH 6,8 dan tablet diletakkan di dalam cawan petri

tersebut. Terlebih dahulu timbang berat awal tablet pada masing-masing

batch (W0) dengan menggunakan electronic balance. Tablet dari masing-

masing batch kemudian diambil pada interval waktu yang berbeda (1, 2, 3,

4, 6, dan 8 jam), setelah itu disaring dengan kertas saring untuk membuang

kelebihan air dari permukaan tablet, dan kemudian ditimbang kembali

(W1). Index swelling (% w/w) ditentukan dengan rumus berikut dan diplot

terhadap waktu.

Page 49: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

45

B. Uji in vitro

1. Uji Daya Mukoadhesi

Kekuatan mukoadhesif tablet bukal diukur dengan menggunakan

keseimbangan fisika yang dimodifikasi. Alat disusun seperti pada gambar

3.Metode ini melibatkan mukosa bukal kambing sebagai model membran

mukosa. Mukosa bukal kambing yang masih segar dicuci dengan buffer

fosfat pH 6,8. Kedua sisi neraca diseimbangkan dengan meletakkan beban

dengan berat 5 gram pada sisi sebelah kanan. Sepotong membran segar

ditempelkan pada glass block dengan adhesive sianoakrilat. Glass block

tersebut kemudian diturunkan ke dalam wadah kaca, kemudian diisikan

dengan buffer fosfat isotonik pH 6,8 pada suhu 37± 1 °C, dimana buffer

tersebut hanya mencapai permukaan membran mukosa dan dijaga agar

tetap dalam kondisi lembab. Tablet mukoadhesif ditempelkan dengan

adhesive yang sama pada rubber block pada sisi sebelah kanan dan balok

keseimbangan yang diberi beban seberat 5 gm pada pan sebelah kanan

kemudian dihilangkan. Hal tersebut dapat menurunkan rubber block

bersama dengan tablet dengan berat 5 gm. Keseimbangan dijaga pada

posisi ini selama 3 menit dan lalu perlahan-lahan air ditambahkan ke

dalam wadah plastik pada pan sebelah kanan dengan menggunakan pipet.

Berat air kemudian diukur. Lalu kekuatan mukoadhesif tablet dihitung. 3

tablet diuji pada masing-masing membran mukosa bukal kambing. Setelah

masing-masing pengukuran tersebut, jaringan dicuci dengan buffer fosfat

pH 6,8 dan dibiarkan selama 5 menit sebelum percobaan berikutnya.

Membran segar digunakan untuk masing-masing batch tablet.

Page 50: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

46

Gambar 4.3. Susunan alat untuk menguji kekuatan mukoadhesif secara in

vitro (1. Rubber block ; 2. Tablet mukoadhesif ; 3. Glass Block ; 4. Buffer

fosfat pH 6,8 ; 5. Mukosa Bukal)

2. Pengukuran pH permukaan

pH lingkungan (pH permukaan) dari tablet bukal diuji untuk memeriksa

adanya efek samping in vivo. pH asam atau basa dapat menyebabkan

iritasi pada mukosa bukal, oleh karena itu pH formulasi dijaga agar

mendekati pH netral. Tablet bukal pertama dibiarkan mengembang

dengan menjaga agar tablet-tablet tersebut tetap kontak dengan 5 mL

buffer fosfat pH 6,8 selama 2 jam. pH diukur dengan cara menghubungkan

elektroda dengan permukaan tablet, kemudian diseimbangkan selama 1

menit. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali.

3. Waktu pelepasan obat secara in vitro

4. Uji Disolusi In vitro

Berdasarkan USP tipe 2 , metode yang digunakan yaitu rotating paddle

untuk menguji pelepasan obat dari tablet bilayer. Medium disolusi terdiri

dari 500 mL buffer fosfat pH 6,8. Uji pelepasan dilakukan pada suhu 37 ±

0.5°C, dengan kecepatan rotasi 50 rpm. Lapisan belakang tablet bukal

menempel pada kaca dengan adhesive sianokrilat. Disk diletakkan di

bagian bawah bejana disolusi. Sampel disaring, kemudian dibuat

pengenceran yang sesuai dengan buffer fosfat dan dianalisis dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang 272 nm menggunakan

Page 51: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

47

Shimadzu UV-Visible1800 double-beam spectrophotometer. Persentase

jumlah kumulatif obat yang dilepaskan dari sediaan dihitung dengan

menggunakan persamaan yang diperoleh dari kurva kalibrasi dengan range

5-35 mg/mL untuk buffer fosfat pH 6,8.

5. Studi permeasi Ex vivo

6. Uji kecepatan disolusi

7. Uji stabilitas optimized batch

Dari evaluasi tersebut, yang berkaitan dengan sediaan mukoadhesif ada

pengukuran pengukuran pH permukaan, uji daya mukoadhesi, uji disolusi

dan uji swelling. Maka data dan analisis yang akan dibahas disini yang

berkaitan dengan sediaan mukoadhesif maka hanya pengukuran pH

permukaan, uji daya mukoadhesi, uji disolusi dan uji swelling.

4.2.5 Hasil dan Analisis

1. Evaluasi fisikokimia

pH permukaan berkisar antara 6,24 – 6,75

Tabel 5. Evaluasi Fisikokimia dari Masing-masing Formulasi Tablet Bukal

Mukoadhesif Famotidin

2. Uji Disolusi

Dalam tujuan investigasi, design faktorial 32 dipilih untuk memeriksa efek

polimer pada tablet matriks, dimana rasio polimer sodium CMC : karbopol

Page 52: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

48

934P sebagai faktor X1 dan konsentrasi polimer sebagai faktor X2 dipilih

dalam formulasi. Dari hasil uji pelepasan obat secara in vitro selama 8 jam

dari ke-9 formulasi (F1 – F9) diamati bahwa terdapat peningkatan

konsentrasi polimer (X2) yang menyebabkan adanya efek perlambatan

pelepasan dari konsentrasi faktor polimer (X2). Faktor rasio (X1) polimer

memiliki efek yang relatif pada profil pelepasan obat berdasarkan fraksi

polimer individu. Peningkatan fraksi sodium CMC menyebabkan adanya

perlambatan pelepasan obat karena sifat viskositas dari sodium CMC yang

membentuk lapisan gel yang kental (viscous) di atas lapisan mukoadhesif

tablet bersama dengan karbopol 934 sehingga dapat menyebabkan laju

difusi obat menjadi lama pada medium disolusi dan dapat menghasilkan

sediaan sustained-release. Persentase Pelepasan obat yang paling rendah

dengan konsentrasi yaitu 77,94 % pada formulasi F9 karena konsentrasi

polimer yang lebih besar yaitu 25 % dengan rasio antara sodium CMC :

karbopol 934P (2:1) dan pelepasan obat tertinggi dengan konsentrasi yaitu

102,57 % pada formula F1 dengan konsentrasi polimer paling rendah yaitu

15 % dengan rasio antara sodium CMC : karbopol 934 P (1:2)

Tabel 6. Data Pelepasan Obat secara In Vitro pada Masing-masing

Formulasi

Page 53: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

49

Gambar 4.4. Grafik Disolusi Obat pada Formulasi F1 – F9

Gambar 4.5. Grafik yang menunjukkan pengaruh kombinasi polimer pada

pelepasan obat dengan rasio perbandingan antara Sodium CMC : Karbopol

934P yaitu 1 : 2

Page 54: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

50

Gambar 4.6. Grafik yang menunjukkan pengaruh kombinasi polimer pada

pelepasan obat dengan rasio perbandingan antara Sodium CMC : Karbopol

934P yaitu 1 : 1

Gambar 4.7. Grafik yang menunjukkan pengaruh kombinasi polimer pada

pelepasan obat dengan rasio perbandingan antara Sodium CMC : Karbopol

934P yaitu 2 : 1

Page 55: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

51

Gambar 4.8. Grafik yang menunjukkan pengaruh rasio polimer pada

pelepasan obat dengan konsentrasi polimer 15 %

Gambar 4.9. Grafik yang menunjukkan pengaruh rasio polimer pada

pelepasan obat dengan konsentrasi polimer 20 %

Gambar 4.10. Grafik yang menunjukkan pengaruh rasio polimer pada

pelepasan obat dengan konsentrasi polimer 25 %

Page 56: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

52

3. Uji pengembangan (swelling)

Pada pengujian index swelling (X2), konsentrasi polimer memiliki efek

yang positif, adanya peningkatan konsentrasi polimer menyebabkan

peningkatan sifat swelling dari tablet matriks. Sedangkan rasio polimer

sodium CMC : karbopol 934P dengan rasio 1:2 dan 2:1 menunjukkan sifat

swelling yang lebih besar daripada rasio 1:1. Index swelling paling rendah

yaitu sebesar 54,05 % ditunjukkan pada formulasi F2 dengan konsentrasi

polimer yang rendah yaitu 15 % dengan rasio perbandingan antara sodium

CMC dan karbopol 934 P (1:1). Sedangkan indeks swelling yang paling

besar yaitu 100,62 % yang ditunnjukkan pada formulasi F9 dengan

konsentrasi polimer yang besar yaitu 25 % dengan rasio perbandingan

antara sodium CMC : karbopol 934P (2:1).

Gambar 4.11. Grafik yang menunjukkan index swelling pada masing-

masing formulasi

4. Uji Daya Mukoadhesif

Pada faktor uji daya mukoadhesif (X2) konsentrasi polimer memiliki efek

yang positif dalam sifat swelling, adanya peningkatan konsentrasi polimer

menyebabkan peningkatan daya mukoadhesif pada tablet. Sedangkan efek

faktor (X1) rasio polimer pada daya mukoadhesif bergantung pada fraksi

karbopol 934P dalam formulasi tablet, karena karbopol 934P memiliki

sifat mukoadhesif yang lebih tinggi dan lebih efektif. Daya mukoadhesif

Page 57: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

53

yang paling rendah yaitu 9 gm pada formulasi F3 karena konsentrasi

polimer yang rendah yaitu 15 % dengan rasio perbandingan 2:1 antara

sodium CMC : karbopol 934P. sedangkan daya mukoadhesif yang paling

tinggi yaitu 21 gm pada formulasi F7 dengan konsentrasi polimer yang

besar yaitu 25 % dengan rasio perbandingan 1:2 antara sodium CMC :

karbopol 934P

Gambar 4.12. Grafik yang menunjukkan daya mukoadhesi pada masing-

masing formulasi

4.2.6 Kesimpulan

Pengaruh rasio Sodium karboksi metil selulosa dan karbopol 934 P serta

konsentrasi polimer pada laju pelepasan obat diuji dengan menggunakan design

faktorial 32

. Rasio polimer dan konsentrasi polimer keduanya memiliki efek

perlambatan pelepasan obat yang simultan. Formulasi ini memberikan pelepasan

obat yang diperlambat (sustained-release) karena adanya pembentukan lapisan gel

yang kental (viscous) di atas lapisan mukoadhesif tablet karena sifat viskositas

yang dimiliki oleh sodium CMC, sehingga menyebabkan laju difusi obat menjadi

lebih lama dari lapisan mukoadhesif ke dalam medium disolusi. Kombinasi dari

kedua polimer ini membentuk struktur gel yang keras dan padat serta bertindak

sebagai barier difusi obat, yang menyebabkan penurunan dalam pelepasan obat.

Formulasi F1 merupakan formulasi yang optimal yang memberikan konsentrasi

Page 58: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

54

pelepasan obat sebesar 102,57 % dalam waktu 8 jam dan formulasi tersebut

memiliki sifat swelling dan mukoadhesif yang optimal.

Selain itu kandungan etil selulosa yang cukup tinggi dalam formulasi

tersebut yaitu 50 mg pada setiap formulasi, digunakan sebagai pengikat karena etil

selulosa bersifat hidrofob sehingga dengan konsentrasi yang tinggi dapat

memperlama pelepasan obatnya dan menghasilkan sediaan sustained-release

4.3 Formulasi Tablet Matriks Mukoadhesif Diltiazem Hidroklorida

Menggunakan Hidroksi Propil Metil Selulosa dan Carbopol 940

Diltiazem hidroklorida digunakan sebagai salah satu model untuk

diformulasikan dalam bentuk sediaan mukoadhesif karena mempunyai waktu

paruh yang pendek yaitu 3-4 jam, sehingga diperlukan frekuensi pemberian cukup

sering. Pemberian dalam bentuk mukoadhesif dapat mengurangi frekuensi

pemberian karena zat aktif akan dilepaskan dari matriks hidrokoloid secara

perlahan dalam jangka waktu yang lama. Sediaan mukoadhesif diformulasikan

dalam bentuk tablet matriks dengan metode granulasi basah. Etil selulosa

digunakan sebagai pengikat karena bersifat hidrofob yang dapat memperlama

pelepasan obatnya

4.3.1 Alat dan Bahan

A. Alat

1. Timbangan analitik

2. Ayakan mesh 12,16, dan 20

3. Spektrofotometer FTIR

4. titrator Karl Fisher

5. Alat uji sifat alir

6. Alat uji kerapatan granul

7. Alat uji waktu hancur

8. Spektrofotometer UV-VIS

9. Media cetak tablet rotary

Page 59: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

55

10. Alat uji kekerasan tablet

11. Alat uji kerenyahan tablet

12. Alat uji disolusi

13. Oven

14. alat-alat gelas

B. Bahan

1. Diltiazem hidroklorida

2. Diltiazem hidroklorida BPFI

3. Etil selulosa N 100

4. Hidroksipropil metal selulosa

5. Carbopol 940

6. Etanol 95 %

7. Laktosa

8. Magnesium stearat

9. Talk

10. Asam klorida 0,1 N

11. Natrium klorida

12. Kalium hidrofen fosfat

13. Natrium hidroksida

14. Air suling

4.3.2 Formulasi Tablet Matriks Mukoadhesif Diltiazem Hidroklorida

Tabel 7. Formulasi dari tablet matriks mukoadhesif Diltiazem Hidroklorida

Page 60: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

56

4.3.3 Metode Pembuatan Tablet Matriks Mukoadhesif Diltiazem

Hidroklorida

Pada formulasi ini dilakukan dilakukan pembuatan tablet matriks ini

dengan meode granulasi basah.

1. Semua bahan yang diperlukan ditimbang

2. Etil selulosa dilarutkan dalam alkohol 95 %

3. Diltiazem hidroklorida, HPMC, carbopol 940, dan laktosa monohidrat

dicampur homogen, lalu tambahkan larutan etil selulosa sedikit-sedikit

sampai terbentuk massa lembab dan kompak

4. Massa lembab diayak dengan pengayak mesh 12 dan dikeringkan di oven

pada suhu 40oC sampai diperoleh dievaluasi meliputi kadar lembab, uji

homogenitas, sifat alir, dan kompresibilitas

5. Magnesium stearat dan talk ditimbang sesuai dengan bobot granul yang

diperoleh, dicampur dan dicetak menjadi tablet menggunakan mesin tablet

rotary dengan 8 lubang.

4.3.4 Evaluasi pada Tablet Matriks Mukoadhesif Diltiazem Hidroklorida

1. Evaluasi granul matriks

a. Penetapan kadar lembab

b. Uji homogenitas

c. Uji sifat alir

d. Uji kompresibilitas

2. Evaluasi Tablet

a. Uji kekerasan

b. Uji keseragaman ukuran

c. Uji kerenyahan

d. Uji penetapan kadar

e. Uji keragaman bobot

f. Uji disolusi

Uji disolusi tablet diltiazem hidroklorida dilakukan berdasarkan USP

XXVI untuk diltiazem hdroklorida extended release capsule

menggunakan alat-alat dengan kecepatan 100 putaran per menit. Uji

Page 61: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

57

disolusi dilakukan menggunakan medium air sebanyak 900,0 ml selama

12 jam. Zat aktif yang terlepas tidak kurang dari 70%. Serapan diukur

pada panjang gelombang maksimum yang telah ditentukan dan jumlah

yang lepas dihitung menggunakan persamaan regresi linier dari kurva

kalibrasi.

g. Uji wash off

Dilakukan menggunakan alat uji waktu hancur. Potongan jaringan

lambung dan usus kelinci segar yang berukuran 2 x 5 cm ditempelkan

diatas objek berukuran 2 x 7 cm dengan bantuan lem siano akrilat.

Sebuah tablet diltiazem hidroklorida dibasahi dengan cairan lambung

dan cairan usus buatan kemudian ditempelkan pada jaringan, kemudian

kaca objek dimasukkan ke dalam tabung kaca dan dimasukkan ke

dalam alat uji waktu hancur. Alat digerakkan naik turun secara lambat

dan teratur (30 kali/menit) dalam media cair lambung atau usus buatan,

suhu diatur 37oC± 2

oC. Selang waktu 1 jam pada medium lambung dan

2 jam pada medium usus. Alat dihentikan dan tablet diamati apakah

masih menempel atau tidak.

Dari evaluasi tersebut, yang berkaitan dengan sediaan mukoadhesif ada uji

disolusi dan uji wash off. Maka data dan analisis yang akan dibahas disini yang

berkaitan dengan sediaan mukoadhesif maka hanya uji disolusi dan uji wash off.

4.3.5 Hasil dan Analisis

1. Uji Disolusi

Hasil uji disolusi tablet lepas terkendali diltiazem hidroklorida dalam

medium air selama 12 jam menunjukkan bahwa semakin tinggi

konsentrasi carbopol 940 jumlah diltiazem hidroklorida yang dilepas

semakin kecil. Berturut-turut dari formula I – V adalah 75,99%; 74,08%;

73,07%; 72,03%; dan 71,29%. Kelima formula memenuhi persyaratan

USP 26 untuk diltiazem hidroklorida extended capsule yaitu setelah 12

jam melepaskan tidak kurang dari 70%. Jumlah yang dilepas setelah 3 jam

pada semua formula masih terlalu besar yaitu berturut-turut dari formula I

– V sebesar 44,45%; 39,74%; 38,23%; 34,73%; dan 33,56%. Persyaratan

Page 62: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

58

yang diberikan antara 10 – 25%, hal ini kemungkinan disebabkan oleh

jumlah laktosa yang berperan menciptakan pori pada matriks tablet masih

cukup besar sehingga pada jam-jam pertama pelepasan diltiazem

hidroklorida masih relatif cepat.

Tabel 8. Hasil disolusi tablet lepas terkendali diltiazem hidroklorida

2. Uji Wash off

Hasil uji wash off tablet matriks dalam medium cairan lambung buatan

tanpa enzim hanya formula I dan II yang bersifat adhesif terhadap mukosa

lambung dan waktu mukoadhesifnya selama 2 jam. Di dalam medium

cairan usus buatan tanpa enzim tidak ada perbedaan waktu mukoadhesif

pada semua

formula yaitu setelah 8 jam masih melekat pada mukosa usus. Hal ini

menunjukkan bahwa carbopol 940 mempunyai kekuatan mukoadhesif

yang besar terhadap mukosa usus, sedangkan HPMC lebih lemah. Waktu

transit yang panjang di saluran cerna dapat digunakan untuk mengatur

pelepasan obat lebih lama.

4.3.6 Kesimpulan

Kombinasi carbopol 940 dan HPMC dapat digunakan untuk

memperpanjang waktu tinggal sediaan tablet di dalam saluran cerna sehingga

pelepasan obat dapat dikendalikan. Semakin tinggi konsentrasi carbopol 940,

jumlah diltiazem hidroklorida yang dilepas semakin rendah.

Page 63: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

59

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Mukoadhesif adalah sistem penghantaran obat yang memanfaatkan sifat-

sifat musin dalam mukosa saluran cerna. Sistem penghantaran ini digunakan

untuk memformulasikan sediaan lepas terkendali dengan tujuan memperpanjang

waktu tinggal obat tersebut di saluran cerna dan mengatur kecepatan serta jumlah

obat yang dilepas. Sistem penghantaran obat mukoadhesif ini dapat dimanfaatkan

untuk mengembangkan sediaan bukal, sublingual, vaginal, rektal, nasal, okular,

serta gastrointestinal.

Mekanisme adhesi dapat dibagi menjadi 2 tahap, yaitu :

1. Terjadi kontak (melalui pembasahan) antara sediaan mukoadhesif dengan

membran mukus.

2. Tahap interpenetrasi, yaitu terjadi penetrasi dari bioadhesif ke jaringan atau ke

permukaan membran mukosa.

Beberapa contoh polimer mukoadhesif adalah kitosan, pektin, gelatin,

hidroksipropil metil selulosan, polivinil pirolidon, karagenan, Na alginat, alginat

thiol, guar gum, CMC Na, karbomer, dan lain-lain.

5.2 Saran

Perlu dipelajari lebih lanjut mengenai sistem penghantaran mukoadhesif

karena banyak sekali keuntungan yang diperoleh dari sistem penghantaran obat

ini.

Page 64: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

60

DAFTAR PUSTAKA

Abd Elhady, S Seha. Et all. 2003. Development of In Situ Gelling and

Muchoadhesive Mebeverine Hydroclorida Solution For Rectal

Administration. Saudi Pharmaceutical Journal, Vol. 11, No. 4, October

2003.

Alexander, Amit, et al. 2011. Mechanisme Responsible For Mucoadhesion of

Mucoadhesive Drug Delivery System: A Review. International Journal of

Applied Biology Pharmaceutical Technology Vol 2, 434-445

Alli, Saikh Mahammed Athar, et al. 2011. Oral Mucoadhesive Microcarriers for

Controlled and Extended Release Formulations. International Journal of

Life Science & Pharma Research Vol 1, 41-59.

Andrews G.P., Laverty T.P., Jones, D.S. 2009. Mucoadhesive polymeric platforms

for controlled drug delivery. European Journal of Pharmaceutics and

Biopharmaceutics 71, 505–518.

Bhanja Satyabrata, et al. 2010. Formulation and in vitro evaluation of

mucoadhesive buccal tablets of Timolol maleate. International Journal of

Pharmaceutical and Biomedical Research, 1(4), 129-134

Bhavsar, Jalpeshkumar D. , Patel, Mukesh R., Patel, Kanu R., Patel, N.M. 2012.

Formulation and In-Vitro Evaluation of Mucoadhesive Buccal Tablet of

Famotidine. International Journal of Pharmaceutical Sciences, ISSN:

0976-7908. India.

Bonacucina, Giulia, Sante Martelli, and Giovanni F. Palmieri. 2004. Rheological,

Mucoadhesive and Properties of Carbopol Gels in Hydrophilic

Cosolvents. Internationa Journal of Pharmaceutics 282, 115-130.

Bonferoni, Maria Cristina, et al. 2004. Carrageenan-Gelatin Mucoadhesive

Systems for Ion-Exchange Base Ophtlamic Delivery: In Vitro and

Preliminary In Vivo Studies. European Journal Pharmaceutics and

Biopharmaceutics 57, 465-472.

Page 65: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

61

Carvalho, Flavia Chiva, et al. 2010. Mucoadhesive Drug Delivery Systems.

Brazilian Journal of Pharmaceutical Sciences vol 46.

Martinez, A., et al. 2011. Synthesis and characterization of thiolated alginate-

albumin nanoparticlesstabilized by disulfide bonds. Evaluation as drug

delivery systems. Carbohydrate Polymers 83, 1311-1321

Nep, Elijah I, and Barbara R Conway. 2011. Grewia Gum 2: Mucoadhesive

Properties of Compacts and Gels. Tropical Journal of Pharmaceutical

Research Pharmacotheraphy Group, 393-400.

Panigrahi, Lalatendu. Pattanaik, Snigdha. Ghosal, K Saroj. 2004. Design and

Characterization of Muchoadhesive Buccal Patch of Salbutamol Sulphate.

Acta Poloniae Pharmaceutica- Drug Research. Vol. 61. No. 5 pp. 351-360

Raymond C. Rowe, Paul J Sheskey, Quinn E Marian. 2009. Handbook of

Pharmaceutical Excipients 6th

ed. USA: Pharmaceutical Press.

Roy, S., et al. 2009. Polymers in Mucoadhesive Drug Delivery System: A Brief

Note. Designed Monomer and Polymers 12, 483-495.

Saikh, A.A., Y.D. Pawar, and S.T. Kumbhar. 2012. An In-Vitro Study for

Mucoadhesion and Control Release Properties of Guar Gum and Chitosan

in Itraconazole Mucoadhesive Tablets. International Journal of

Pharmaceutical Sciences and Research Vol 3, 1411-1414.

Serra, Laura., Josep Domenech., and Nicholas A. Peppas. 2009. Engineering

Design and Molecular Dynamics of Mucoadhesive Drug Delivery Systems

as Targeting Agents. European Journal of Pharmaceutics and

Biopharmaceutics 71, 519-628.

Sofiah, S., Faizatun, Riyana, Y. 2007. Formulasi Tablet Matriks Mukoadhesif

Diltiazem Hidroklorida Menggunakan Hidroksi Propil Metil Selulosa dan

Carbopol 940. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 5(2). 53-58

Sriamornsak, Pornsak. Wattanakorn, Nathaya, Takeuchi, Hirofumi. 2010. Study

on the mucoadhesion mechanism of pectin by atomic force microscopy and

Page 66: Makalah Polimer Mukoadhesif Eksipien Sediaan Farmasi

62

mucin-particle method. ScienceDirect. Carbohydrate Polymers 79 (2010)

54–59.

Sudhakat, Yajaman, Ketousetou Koutsu, and A.K. Bandyopadhyay. 2006. Buccal

Biadhesive Drug Delivery – A Promising Option for Orally Less Efficient

Drugs. Journal of Controlled Release 114, 15-40.

Sumargo, Fredy., Lannie Hadisoewignyo. 2011. Optimasi Formula Tablet Lepas

Lambat Ibuprofen. Jurnal Farmasi Indonesia Vol 5, 195-204.

Sutrio. Rachmat, Hasan. Rosalina, Mita. 2008. Pengembangan sediaan dengan

Pelepasan di modifikasi Mengandung Furosemid sebagai Model Zat Aktif

menggunakan Sistem Mukoadhesif. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. V,

No. 1, April 2008, 01 – 08

Yadav V.K. et al. 2010. Mucoadhesive Polymers: Means of Improving the

Mucoadhesive Properties of Drug Delivery System. Journal of Chemical

and Pharmaceutical Research, 2(5) : 418-432.