Makalah Pengolahan Padi Kelompok 6 Revisi FIX

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pengolahan Padi

Citation preview

TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA, KACANG-KACANGAN DAN UMBI-UMBIAN

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PADI (Oryza sativa L.) MENJADI BERAS DAN PENGEMBANGAN PRODUK OLAHANNYAKelompok 6:

Nova Nurfauziawati

240210100003

Fitria Imandha

240210100004

Rizki Handayani Paramaputri240210100005

Lia Choirunnisa

240210100010

Rahma Sofianisa

240210100016

Amila Khairina

240210100018

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN

JATINANGOR

2012KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat serta karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Teknologi Pengolahan Padi (Oryza sativa L.) dan Produk Olahan sekundernya . Makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Teknologi Pengolahan Serealia, Kacang-Kacangan, dan Umbi-Umbian.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ir. Marleen Herudiyanto, M.S selaku dosen Teknologi Pengolahan Serealia, Kacang-Kacangan, dan Umbi-Umbian yang telah memberikan saran - saran untuk keberhasilan penulisan makalah ini serta kepada rekan - rekan yang telah membantu dalam penulisan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga sangat diperlukan kritik dan saran dari pembaca untuk menyempurnakan informasi yang ada di dalamnya.

Jatinangor, Desember 2012

Penulis

I. PENDAHULUAN

Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu jenis dari marga Oryza, yang termasuk kedalam suku Poaceae (Gramineae). Padi merupakan sumber makanan pokok hampir 40% dari populasi penduduk dunia dan makanan utama dari penduduk Asia Tenggara (Grubben dan Partohardjono, 1996).

Berdasarkan literatur Grist (1960), tanaman padi dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan ke dalam Divisio Spermatophyta, dengan Sub divisio Angiospermae, termasuk ke dalam kelas Monocotyledoneae,Ordo adalah Poales, Famili adalah Graminae, Genus adalah Oryza Linn, dan Speciesnya adalah Oryza sativa L. Padi termasuk tanaman semusim yaitu tanaman yang berumur pendek, hidup kurang dari satu tahun dan hanya satu kali bereproduksi, kemudian tanaman akan mati atau dimatikan. Keseluruhan organ tanaman padi terdiri dari dua kelompok, yaitu organ vegetatif dan organ generatif. Bagian-bagian vegetatif meliputi akar, batang dan daun sedangkan bagian generatif terdiri dari malai, gabah, dan bunga. Sejak berkecambah sampai panen tanaman padi memerlukan waktu 3-6 bulan, yang keseluruhannya terdiri dari dua fase pertumbuhan yaitu vegetatif dan generatif.

Tanaman padi membentuk rumpun dengan anakannya, biasanya anakan akan tumbuh pada dasar batang. Pembentukan anakan terjadi secara tersusun yaitu pada batang pokok atau batang batang utama akan tumbuh anakan pertama, anakan kedua tumbuh pada batang bawah anakan pertama, anakan ketiga tumbuh pada buku pertama pada batang anakan kedua dan seterusnya. Semua anakan memiliki bentuk yang serupa dan membentuk perakaran sendiri (Luh, 1991).

Buah padi yang sehari-hari kita sebut biji padi atau bulir/gabah, sebenarnya bukan biji melainkan buah padi yang tertutup oleh lemma dan palea. Buah ini terjadi setelah selesai penyerbukan dan pembuahan. Lemma dan palea serta bagian lain akan membentuk sekam atau kulit gabah (Departemen Pertanian, 1983).II. PROSES PENGOLAHAN PADI MENJADI BERASHasil panen padi dari sawah disebut gabah. Gabah tersusun dari 15-30% kulit luar (sekam), 4-5% kulit ari, 12-14% katul, 65-67% endosperm dan 2-3% lembaga. Sekam membentuk jaringan keras sebagai perisai pelindung bagi butir beras terhadap pengaruh luar. Kulit ari bersifat kedap terhadap oksigen, CO2 dan uap air, sehingga dapat melindungi butir beras dari kerusakan oksidasi dan enzimatis. Lapisan katul merupakan lapisan yang paling banyak mengandung vitamin B1. Selain itu katul juga mengandung protein, lemak, vitamin B2 dan niasin. Endosperm merupakan bagian utama dari butir beras. Komposisi utamanya adalah pati. Selain pati, endosperm juga mengandung protein dalam jumlah cukup banyak, serta selulosa, mineral dan vitamin dalam jumlah kecil. Sekam merupakan 15-30% bagian gabah. Fungsi sekam antara lain melindungi kariopsis dari kerusakan, serangan serangga dan serangan kapang.

Sekam terdiri dari palea dan lemma. Struktur palea/lemma yaitu epidermis luar, sklerenimia (mengandung lignin), parenkimia, dan epidermis dalam. Dalam standarisasi mutu, dikenal empat tipe ukuran beras, yaitu sangat panjang (lebih dari 7 mm), panjang (6-7 mm), sedang (5.0-5.9 mm), dan pendek (kurang dari 5 mm). Sedangkan berdasarkan bentuknya (perbandingan antara panjang dan lebar), beras dapat dibagi menjadi empat tipe, yaitu : lonjong (lebih dari 3), sedang (s.4-3.0), agak bulat (2.0-2.39) dan bulat (kurang dari 2). Tinggi rendahnya mutu beras tergantung kepada beberapa factor, yaitu spesies dan varietas, kondisi lingkungan, waktu pertumbuhan, waktu dan cara pemanenan, metode pengeringan, dan cara penyimpanan.

Padi harus segera dikeringkan untuk menghindari pertumbuhan kapang yang dapat menyebabkan warna kuning. Pengeringan dapat dilakukan dengan memakai sinar matahari (penjemuran dengan menggunakan tikar, tampah, lamporan), pengering buatan dan pengering surya. Lamporan dibuat miring supaya air dapat mengalir dan untuk mencegah air tergenang. Pada pengering buatan, jika kering cepat maka akan banyak menghasilkan beras patah. Sedangkan pengeringan dengan sinar matahari untuk menghasilkan beras kepala. Pengeringan surya tidak cocok untuk gabah biasa. Pengeringan surya ini sangat mahal biasanya untuk padi bulu yang nilai ekonominya tinggi. Berikut ini merupakan diagram proses pengolahan padi menjadi beras :

Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Padi Menjadi Beras Kegiatan pascapanen padi perontokan, pengangkutan, pengeringan, penggilingan, penyimpanan dan pengemasan (Patiwiri, 2006). Padi biasanya dipanen pada kadar air sekitar 20-27% (Patiwiri, 2006). Alat panen yang digunakan umumnya adalah sabit. Perontokan gabah sebagian besar dilakukan langsung di sawah setelah panen dengan cara menggebot (membanting) ke atas kayu atau bambu, dan menggunakan power thresher, kemudian dilanjutkan dengan pengeringan.

Proses pengeringan gabah bertujuan untuk menurunkan kadar air gabah agar dicapai tingkat kadar air yang aman untuk disimpan atau untuk penggilingan. Kadar air yang baik untuk penyimpanan adalah 14%. Pengeringan gabah biasanya masih dilakukan dengan cara penjemuran. Setelah dikeringkan gabah dapat langsung digiling atau disimpan. Penggilingan gabah yang telah dikeringkan adalah usaha untuk memisahkan kulit gabah (sekam) dan dedak dari butir gabah untuk diolah menjadi beras sosoh (polish rice). Selama penanganan proses pascapanen berlangsung terjadi penyusutan hasil padi. Besarnya penyusutan tergantung penanganan petani dari mulai panen sampai pengangkutan/penjualan. Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 1996, menyimpulkan bahwa tingkat kehilangan hasil panen padi di Indonesia masih cukup tinggi yaitu sebesar 20.42%. Kehilangan tersebut secara terinci terjadi pada saat panen (9.5%), perontokan (4.8%), penggilingan (2.2%), pengeringan (2.1%), penyimpanan (1.6%), dan pengangkutan (0.2%) (Rachmat, 2007). Kualitas fisik gabah ditentukan oleh kadar air dan kemurnian gabah (Patiwiri, 2006). Yang dimaksud dengan kadar air gabah adalah jumlah kandungan air dalam butiran gabah yang biasanya dinyatakan dalam satuan persen (%) dari berat basah (wet basis). Sedangkan tingkat kemurnian gabah merupakan persentase barat gabah bernas terhadap berat keseluruhan campuran gabah. Makin banyak benda asing atau gabah hampa atau rusak di dalam campuran gabah maka tingkat kemurnian gabah makin rendah. Kualitas gabah yang baik akan berpengaruh pada tingginya rendemen giling. Rendemen giling adalah persentase berat beras sosoh terhadap berat gabah yang digiling seperti ditunjukan pada persamaan 1.

Berat sosoh yang dimaksud adalah gabungan beras kepala, dan beras patah besar. Selain dipengaruhi oleh kualitas gabah, rendemen giling juga dipengaruhi oleh varietas padi dan kinerja mesin-mesin yang dipakai dalam proses penggilingan. Kadar air gabah yang optimal untuk melakukan penggilingan adalah 13-15% (Patiwiri, 2006). Gabah pada kadar air optimum ini disebut gabah kering giling (GKG). Pada kadar air yang lebih tinggi, gabah akan sulit dikupas, sedangkan pada kadar air yang lebih rendah, butiran gabah menjadi mudah patah.

Kemurnian gabah dipengaruhi oleh adanya butir yang tidak bernas seperti butir hampa, muda, berkapur, gabah yang telah terkelupas (beras pecah kulit), gabah patah, dan benda asing atau kotoran yang tidak tergolong gabah, seperti debu, butir-butir tanah, batu-batu, kerikil, potongan kayu, potongan logam, tangkai padi, biji-biji lain, bangkai serangga hama, serat karung, dan sebagainya. Beberapa faktor penting yang mempengaruhi ketidakmurnian butiran gabah adalah sebagai berikut :a. Kualitas Fisik Gabah

Kualitas fisik gabah sangat mempengaruhi ketidakmurnian gabah. Kondisi gabah yang umumnya terjadi antara lain butir hampa, butir kuning/rusak, butir hijau/mengapur, butir merah (Patiwiri, 2006). Butir hampa adalah butir gabah yang tidak berkembang sempurna atau akibat serangan hama, penyakit atau sebab lain sehingga tidak berisi butir beras walaupun kedua tangkup sekamnya tertutup maupun terbuka. Butir gabah setengah hampa tergolong butir hampa. (Patiwiri, 2006). Butir kuning adalah butir gabah yang ditumbuhi jamur pada kulitnya. Butir hijau adalah butir gabah yang berisi cairan berwarna putih seperti kapur disebabkan karena proses pemasakan yang belum sempurna. Butir merah adalah butir gabah yang masih basah. (Kasno, 2009).

b. Kematangan Butiran Beras

Padi yang dipanen terlalu awal sebelum matang akan memberikan jumlah gabah muda yang tinggi. Gabah muda cenderung mudah patah pada saat digiling dan menghasilkan banyak butiran berkapur, sebaliknya gabah yang dipanen lewat matang akan mudah rontok di lahan dan mudah pecah pada saat digiling. Gabah muda mengandung lebih banyak sekam daripada gabah matang. Porsi sekam pada gabah muda sekitar 35%, sedangkan porsi sekam pada gabah matang sekitar 20%. Dengan demikian, rendemen giling yang dihasilkan pada penggilingan gabah muda akan lebih rendah daripada gabah matang.

Adanya butiran gabah muda tidak dapat dihindari namun dapat diperkecil, yaitu dengan melakukan pemanenan tepat waktu dan melakukan pembersihan sebelum penggilingan. Dengan usaha ini rendemen giling dapat ditingkatkan.

c. Keseragaman Varietas Gabah

Di dalam campuran gabah bisa terdapat butiran-butiran varietas lain. Apabila jumlahnya cukup besar maka proses penggilingan akan terganggu terutama apabila varietas-varietas yang tercampur tersebut memerlukan penyetelan mesin yang berbeda. Disamping mengganggu proses penggilingan, beras sosoh yang berisikan campuran beberapa varietas dapat mengurangi selera konsumen serta membuka peluang persentase beras patah lebih banyak.

d. Kerusakan Gabah

Gabah rusak dapat berupa gabah yang terfermentasi, gabah berjamur, atau gabah yang terserang serangga. Gabah dapat mengalami fermentasi apabila mengalami kontak dengan air dalam waktu cukup lama. Kontak dengan air juga dapat mengundang tumbuhnya jamur pada gabah yang ditandai dengan adanya warna kehitaman pada permukaan gabah.

Tabel 1. Klasifikasi beras menurut FAO

Tabel 2. Sifat fisik gabah dan beras

Dalam standarisasi mutu, dikenal empat tipe ukuran beras, yaitu sangat panjang (lebih dari 7 mm), panjang (6-7 mm), sedang (5.0-5.9 mm), dan pendek (kurang dari 5 mm). Sedangkan berdasarkan bentuknya (perbandingan antara panjang dan lebar), beras dapat dibagi menjadi empat tipe, yaitu : lonjong (lebih dari 3), sedang (s.4-3.0), agak bulat (2.0-2.39) dan bulat (kurang dari 2).

Tinggi rendahnya mutu beras tergantung kepada beberapa factor, yaitu spesies dan varietas, kondisi lingkungan, waktu pertumbuhan, waktu dan cara pemanenan, metode pengeringan, dan cara penyimpanan. Persyaratan mutu beras yang ditetapkan oleh Bulog (1983) dapat dilihat pada tabel dibawah ini.Tabel 3. Persyaratan beras untuk pengadaan dalam negeri

Tabel 4. komposisi beras (g/100g)

KomponenJumlah

Air12.9

Protein6.8

Lemak0,6

Karbohidrat77,8

Serat1,4

Mineral0,5

Energi1461 kJ atau 344 KKal

2.1Penggabahan

Penggabahan atau perontokan adalah perlakuan pemisahan butir padi berupa gabah dari tangkai atau malai, secara umumnya sering dinamakan perontokan. Cara penggabahan antara lain diinjak-injak, dipukulkan, ditumbuk, menggunakan pedal thresner dan mesin perontok. Keuntungan cara penggabahan diinjak-injak adalah kerusakan fisik kecil dan kemungkinan loss/hilang/terpelanting sangat kecil, sedangkan kerugiannya adalah kapasitasnya rendah. Keuntungan bila dipukulkan adalah kapasitas lebih besar sedangkan kerugiannya adalah ada beras yang patah, loss lebih besar. Untuk menghindarinya harus dikerjakan dalam pulungan.

Keuntungan bila ditumbuki adalah kapasitas lebih besar dari pada diinjak-injak, sedangkan kerugiannya adalah rendemen yang dihasilkan rendah karena banyak beras yang patah. keuntungan dengan menggunakan pedal thresner adalah kapasitasnya besar sedangkan kerugiannya adalah banyak beras yang patah

2.2Pengeringan

Proses pengeringan yang dilakukan adalah pengeringan gabah dengan cara menjemur dengan bantuan sinar matahari. Waktu yang dibutuhkan dalam pengeringan dengan cara tersebut membutuhkan waktu yang relatif lama yaitu sekitar 2 hari. Pengeringan gabah adalah suatu perlakuan yang bertujuan menurunkan kadar air sehingga gabah dapat disimpan lama, daya kecambah dapat dipertahankan, mutu gabah dapat dijaga agar tetap baik (tidak kuning, tidak berkecambah dan tidak berjamur), memudahkan proses penggilingan dan untuk meningkatkan rendemen serta menghasilkan beras gilingan yang baik (Damardjati, 1978).

Kadar air pada gabah yang diinginkan setelah dilakukan pengeringan adalah menjadi 12-14%. Pengeringan harus sesegera mungkin dimulai sejak saat dipanen. Apabila pengeringan tidak dapat dilangsungkan, maka usahakan agar gabah yang masih basah tidak ditumpuk tetapi ditebarkan untuk menghindarkan dari kemungkinan terjadinya proses fermentasi. Pengeringan akan semakin cepat apabila ada pemanasan, perluasan permukaan gabah padi dan aliran udara.

Proses pengeringan gabah ini merupakan salah satu titik krisis dalam proses pengolahan dari gabah kering panen menjadi beras, hal ini disebabkan karena banyak faktor yang dapat menyebabkan hasil gabah yang dikeringkan kurang baik. Kerusakan gabah dapat terjadi karena beberapa sebab antara lain adalah:

1. Suhu relatif masih agak tinggi

2. Masih ada pernafasan (respirasi) yang tinggi

3. Kandungan air gabah masih tinggi, sekitar 25 27%

4. Kegiatan mikroorganisme juga masih tinggi

5. Kemungkinan masih didapat bahan asing yang mengganggu

Selain sebab-sebab diatas, terdapat fakor lain, yakni cuaca, dan jumlah komoditi yang dikeringkan. Cuaca sangat berpengaruh dalam proses pengeringan karena pengeringan ini membutuhkan sinar matahari sehingga apabila cuaca sedang tidak baik maka waktu pengeringan akan menjadi lebih lama dan juga apabila terdapat hujan gabah akan menjadi lembab dan menyebabkan kerusakan akibat timbulnya mikrooorganisme seperti kapang. Jumlah komoditi juga berpengaruh terhadap waktu pengeringan. Semakin banyak jumlah gabah yang akan dikeringkan maka semakin lama waktu pengeringan yang dibutuhkan.

Proses pengeringan gabah sebaiknya dilakukan secara merata, perlahan-lahan dengan suhu yang tidak terlalu tinggi. Pengeringan yang kurang merata, akan menyebabkan timbulnya retak-retak pada gabah dan sebaliknya gabah yang terlalu kering akan mudah pecah saat digiling. Sedangkan dalam kondisi yang masih terlalu basah disamping sulit untuk digiling juga kurang baik ditinjau dari segi penyimpanannya karena akan gampang terserang hama gudang, cendawan dan jamur (Strumillo and Kudra, 1986).

2.3Penggilingan

Penggilingan beras berfungsi untuk menghilangkan sekam dari bijinya dan lapisan aleuron, sebagian maupun seluruhnya agar menghasilkan beras yang putih serta beras pecah sekecil mungkin. Butiran padi yang memiliki bagian-bagian yang tidak dapat dimakan, atau tidak enak dimakan, sehingga perlu dipisahkan. Selama proses penggilingan, bagian-bagian tersebut dilepaskan satu demi satu sampai akhirnya didapatkan beras yang dapat dikonsumsi yang disebut dengan beras sosoh atau beras putih. Beras sosoh merupakan hasil utama proses penggilingan padi. Beras sosoh adalah gabungan beras kepala dan beras patah besar. Beras patah kecil atau menir sering disebut sebagai hasil samping karena tidak dikonsumsi sebagai nasi seperti halnya beras kepala dan beras patah besar.Mutu beras giling dikatakan baik jika hasil proses penggilingan diperoleh

beras kepala yang banyak dengan beras patah minimal. Mutu giling ini juga ditentukan dengan banyaknya beras putih atau rendemen yang dihasilkan. Mutu giling ini sangat erat kaitannya dengan nilai ekonomis dari beras. Salah satu kendala dalam produksi beras adalah banyaknya beras pecah sewaktu digiling. Hal ini dapat menyebabkan mutu beras menurun (Allidawati dan Kustianto,1989).

Menurut Nugraha et al.(1998), nilai rendemen beras giling dipengaruhi oleh banyak faktor yang terbagi dalam tiga kelompok. Kelompok pertama adalah faktor yang mempengaruhi rendemen melalui pengaruhnya terhadap mutu gabah sebagai bahan baku dalam proses penggilingan yang meliputi varietas, teknik budidaya, cekamaman lingkungan, agroekosistem, dan iklim. Kelompok kedua merupakan faktor penentu rendemen yang terlibat dalam proses konversi gabah menjadi beras, yaitu teknik penggilingan dan alat penggilingan. Kelompok ketiga menunjukkan kualitas beras terutama derajat sosoh yang diinginkan, karena semakin tinggi derajat sosoh maka rendemen akan semakin rendah.

Susut mutu dari suatu hasil giling dapat diidentifikasikan dalam nilai derajat sosoh serta ukuran dan sifat butir padi yang dihasilkan. Umumnya semakin

tinggi derajat sosoh, persentase beras patah menjadi semakin meningkat pula.Ukuran butir beras hasil giling dibedakan atas beras kepala, beras patah, dan menir (Anonim, 1983). Berdasarkan persyaratan yang dikeluarkan oleh Bulog, beras kepala merupakan beras yang memiliki ukuran lebih besar dari 6/10 bagian beras utuh. Beras patah memiliki ukuran butiran 2/10 bagian sampai 6/10 bagian beras utuh. Menir memiliki ukuran lebih kecil dari 2/10 bagian beras utuh

atau melewati lubang ayakan 2.0 mm (Waries, 2006).Derajat giling beras dinyatakan dengan efesiensi hasil gilingnya. Bila hasil

beras giling 72 % dari beras asal gabahnya, dikatakan bahwa derajat giling beras tersebut 72 % atau derajat ekstraksinya 72 %. Teoritis derajat giling beras maksimal adalah 80 % karena kulit gabah merupakan 20 % dari berat seluruh biji. Jadi beras pecah kulit mempunyai derajat ekstraksi maksimal adalah 80 %. Semakin tinggi derajat ekstraksi beras akan semakin kaya beras tersebut akan zat-zat gizi, terutama berbagai jenis vitamin. Semakin tinggi derajat ekstraksi beras, semakin tinggi pula nilai gizinya tetapi sebaliknya beras demikian akan semakin mudah rusak diserang hama mikroba dan serangga karena zat-zat gizi yang tersedia akan merupakan tempat tumbuh yang subur, memberikan zat-zat yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan hama tersebut (Haryadi, 2006).

Husking adalah tahap melepaskan beras yang menghasilkan beras pecah kulit (brown rice). Dari struktur butiran gabah, bagian-bagian yang akan dilepaskan adalah palea, lemma, dan glume. Seluruhnya bagian tersebut dinamakan kulit gabah atau sekam. Sebagian besar gabah yang dimasukkan ke dalam mesin pemecah kulit (husker) akan terkupas dan masih ada sebagian kecil yang belum terkupas. Butiran gabah yang terkupas akan terlepas menjadi dua bagian, yaitu beras pecah kulit dan sekam. Selanjutnya butiran gabah yang belum terkupas harus dipisahkan dari beras pecah kulit dan sekam untuk dimasukkan kembali ke dalam mesin pemecah kulit.Persentase sekam dan bekatul semata-mata disebabkan oleh perbedaan varietas padi, sedangkan persentase beras patah dan beras kepala banyak dipengaruhi oleh kinerja mesin yang dipakai. Semakin baik kinerja mesin penggilingan padi semakin sedikit persentase beras patah sedangkan persentase beras kepala semakin besar. Untuk menjalankan rangkaian penggilingan padi diperlukan rangkaian mesin/alat yang keselurahannya disebut sistem penggilingan padi. Rangkaian mesin-mesin tersebut berfungsi mengupas kullit gabah (sekam), memisahkan gabah yang belum terkupas dengan beras yang telah terkupas (beras pecah kulit), melepaskan lapisan bekatul dari beras pecah kulit dan terakhir memoles beras hingga siap dikonsumsi dan memiliki penampakan yang menarik. Terdapat dua sistem kerja panggilingan padi, yaitu one pass dan two pass. One pass yaitu sistem penggilingan padi yang menggunakan satu alat yang berfungsi ganda yaitu memecah kulit sekaligus sebagai alat penyosoh , sedangkan two pass adalah sistem penggilingan padi dengan menggunakan dua alat yang terdiri dari alat pemecah kulit dan alat penyosoh (Kobarsih et al, 2006) Mesin-mesin yang dipakai dalam sistem penggilingan padi dapat berupa rangkaian yang lengkap atau hanya rangkaian beberapa buah mesin. Kelengkapan rangkaian mesin akan mempengaruhi kualitas akhir penggilingan.a. Pemecahan Kulit (Husking, Hulling, Shelling) Pemecahan atau pengelupasan kulit bertujuan untuk melepaskan kulit gabah dengan kerusakan sekecil mengkin pada butiran beras. Bagian-bagian yang akan dilepaskan adalah palea, lemma dan glume atau keseluruhannya disebut sekam. Mesin yang dipakai adalah husker, huller atau sheller.

Sebagian besar gabah yang dimasukan ke dalam mesin pemecah kulit akan terkelupas dan masih ada sebagian kecil yang belum terkelupas. Butiran gabah yang terkelupas akan terlepas menjadi dua bagian, yaitu beras pecah kulit dan sekam. Gabah yang belum terkelupas dapat berupa gabah utuh atau gabah yang telah pecah kulitnya, namun sekam belum terlepas dari butiran berasnya. Selanjutnya butiran gabah yang belum terkelupas harus dipisahkan dari beras pecah kulit dan sekam untuk dimasukan kembali ke dalam mesin pemecah kulit.

b. Pemisahan Sekam Pemisahan sekam dilakukan setelah pemecahan kulit. Tujuan pemisahan sekam adalah memisahkan sekam dari beras pecah kulit dan gabah utuh yang belum terkupas selama proses pemecahan kulit. Sekam harus dipisahkan karena penyosohan tidak akan berfungsi baik apabila beras pecah kulit masih bercampur sekam. Disamping itu, tanpa pemisahan sekam persentase beras patah pada penyosohan akan lebih tinggi dan kualitas beras sosoh akan menjadi rendah. Mesin yang digunakan untuk pemisahan ini disebut husk aspirator atau aspirator. Prinsip pemisahan sekam sangat sederhana, yaitu memisahkan sekam dari beras pecah kulit dan gabah utuh berdasarkan perbedaan berat jenisnya. Pada umumnya mesin pemisah sekam dilengkapi dengan kipas yang berfungsi mengisap sekam dan debu. Beras pecah kulit dan gabah akan tetap mengalir ke bawah karena tidak terisap oleh kipas akibat gaya beratnya. c. Pemisahan Gabah dan Beras Pecah Kulit Setelah proses pemecahan kulit dan pemisahan sekam akan dihasilkan campuran beras pecah kulit dan gabah yang masih utuh. Beras pecah kulit dan gabah utuh harus dipisahkan karena memerlukan penanganan yang berbeda. Beras pecah kulit akan diteruskan ke mesin penyosoh, sedangkan gabah utuh akan dikirim kembali ke mesin pemecah kulit. Mesin yang digunakan adalah paddy separator atau separator. Semakin tinggi effiensi mesin pemecah kulit maka semakin tinggi jumlah beras pecah kulit yang dihasilkan dan semakin rendah jumlah gabah utuh yang tidak terkelupas (Partiwi, 2006).2.3.1Sistem Pengilingan Padi Sistem pengilingan padi merupakan rangkaian mesin-mesin yang berfungsi melakukan proses giling gabah, yaitu dari bentuk gabah kering giling sampai menjadi beras siap dikonsumsi (Patiwiri, 2006). Sistem penggilingan padi yang dikenal di Indonesia biasa disebut pabrik penggilingan padi. Pada umumnya system penggilingan padi terdiri dari tiga bagian pokok, yaitu husker, separator, dan polisher. Bagian lainnya hanya merupakan pendukung agar dapat memperoleh hasil akhir yang lebih baik. Berdasarkan tingkat teknologi, penggilingan padi dapat dikelompokan menjadi lima, yaitu:

a. Penggilingan Padi Sederhana Penggilingan padi sederhana (PPS) adalah unit peralatan teknik yang berfungsi sebagai mesin pengolah gabah menjadi beras, baik merupakan satu unit tersendiri maupun merupakan gabungan dari beberapa mesin dimana proses satu dengan yang lain dihubungkan oleh proses pemindahan bahan dengan menggunakan tenaga manusia. Mesin yang digunakan pada penggilingan padi sederhana adalah huller, separator, dan polisher.

b. Penggilingan Padi Kecil Penggilingan padi kecil (PPK) adalah unit peralatan teknik yang merupakan gabungan dari beberapa mesin menjadi kesatuan utuh yang berfungsi sebagai pengolah gabah menjadi beras dengan kapasitas lebih kecil dari dua ton gabah kering giling per jam. System penggilingan padi kecil dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu tipe sederhana dan tipe lengkap. Tipe sederhana umumnya hanya melalui proses pemecahan kulit secara sederhana dan proses pemutihan beras, sedangkan tipe lengkap terdapat proses pembersihan gabah, proses pemecahan kulit gabah, proses pemisahan kulit gabah dengan gabah pecah kulit, dan proses pemutihan beras pecah kulit, serta pemindahan bahan antar mesin menggunakan elevator. c. Penggilingan Padi Besar Penggilingan padi besar (PPB) adalah unit peralatan teknik yang merupakan gabungan dari beberapa mesin menjadi suatu kesatuan utuh yang berfungsi sebagai pengolah gabah menjadi beras dengan kapasitas lebih besar dari dua ton gabah kering giling per jam. Sistem penggilingan ini minimum harus melalui empat proses utama, yaitu proses pembersihan gabah, proses pemecahan kulit gabah, proses pemisahan kulit gabah dengan gabah pecah kulit, dan proses pemutihan beras pecah kulit secara berulang dua sampai empat kali. Bahkan umumnya penggilingan padi besar dilengkapi dengan peralatan tambahan berupa elevator, pemisah batu (destoner), pemisah menir (sifter), pengelompokan kualitas beras (grader), bek penampungan beras berdasarkan tingkat kepatahan, pengepakan dan siklon sebagai tempat penampungan bekatul.d. Penggilingan Padi Terpadu Penggilingan padi terpadu (PPT) adalah unit peralatan teknik yang merupakan gabungan dari unit proses pembersihan awal, pengeringan, penyimpanan, penggilingan, pengepakan yang satu sama lain dihubungkan dengan elevator serta memiliki kapasitas besar

e. Country Elevator Country elevator (CE) adalah penggilingan padi terpadu yang berlokasi di tengah sentra produksi padi serta terintegrasi dengan areal persawahan skala besar sehingga hasil panen padi langsung dibawa ke tempat pengolahan tersebut. Ciri khas country elevator adalah skalanya yang besar dan memiliki system transportasi berupa elevator yang juga skala besar.2.4Penyosohan

Beras pecah kulit yang dihasilkan pada proses pemecahan kulit (husking) masih mengandung lapisan bekatul yang membuat beras berwarna gelap kecoklatan dan tidak bercahaya. Disamping penampakannya yang kurang menarik, adanya bekatul pada beras juga membuat rasa nasi kurang enak meskipun bekatul memiliki nilai gizi tinggi. Untuk membuang lapisan bekatul dari butiran beras dilakukan suatu tahap kegiatan yang disebut penyosohan. Tahap ini disebut juga tahap whitening atau polishing. Disebut whitening karena tahap ini berfungsi merubah beras menjadi beras putih, sedangkan disebut polishing karena permukaan beras digosok untuk membuang lapisan bekatul sehingga didapat beras putih. Hasil dari tahap ini adalah beras sosoh yang berwarna putih dan hasil sampingan berupa dedak dan bekatul. Untuk mendapatkan hasil yang baik, tahap ini biasanya dilakukan beberapa kali, baik pada mesin yang sama atau mesin yang berbeda. Mesin-mesin yang dipakai dalam kegiatan penyosohan disebut whitener atau polisher dan dapat ditambah dengan mesin pengkilap serta pencuci (refiner) yang berfungsi mengkilapkan dan mencuci permukaan beras. Proses penyosohan dapat dilakukan sekali atau beberapa kali bergantung pada kualitas beras sosoh yang diinginkan. Makin sering proses penyosohan dilakukan, maka beras sosoh yang dihasilkan makin putih dan beras patah yang dihasilkan makin banyak (Partiwi, 2006).Proses penyosohan beras yang menghasilkan beras sosoh/beras putih. Mesin yang digunakan pada proses ini disebut polisher. Penyosohan dilakukan untuk membuang lapisan bekatul dari butiran beras. Di samping membuang lapisan bekatul, pada proses ini juga dibuang bagian lembaga, dedak dan menir dari butiran beras. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir yang terbungkus oleh sekam. Bekatul padi dapat dilihat pada beras yang diperoleh dari penumbukan. Untuk mendapatkan hasil yang baik, proses ini biasanya dilakukan beberapa kali, tergantung pada kualitas beras sosoh yang diinginkan. Makin sering proses penyosohan dilakukan, atau makin banyak mesin penyosoh yang dilalui, maka beras sosoh yang dihasilkan makin putih dan beras patah yang dihasilkan makin banyak. Setelah beras disosoh menjadi berwarna putih, selanjutnya beras dapat digosok lagi dengan sedikit tambahan uap air agar memiliki permukaan halus dan warna mengkilap.

Beras pecah kulit yang seluruh atau sebagian dari kulit arinya telah dipisahkan dalam proses penyosohan, disebut beras giling (milled rice). Pada umumnya alat penyosoh yang banyak dijumpai pada penggilingan beras adalah tipe batu penyosoh (aberasiv) dan tipe gesekan (friction). Beras pecah kulit disosoh 2 kali. Proses penyosohan berjalan baik bila rendemen beras yang dihasilkan sama atau lebih dari 65% dan derajat sosoh sama atau lebih dari 95%. Ada 3 jenis preferensi konsumen terhadap beras sosoh, yaitu beras bening, beras putih dan beras mengkilap. Pembuatan beras dengan penampakan bening menggunakan alat penyosoh tipe friksi, untuk beras putih menggunakan alat penyosoh tipe abrasive dan untuk beras megkilap menggunakan alat penyosoh sistem pengkabutan.2.5Grading ( Pemisahan Beras Berdasarkan Ukuran )Beras hasil penyosohan berupa campuran butiran beras yang memiliki berbagai ukuran. Adanya berbagai ukuran tersebut disebabkan oleh adanya butiran-butiran beras yang patah selama pemecahan kulit dan penyosohan. Untuk memisahkan beras kepala dan beras patah diperlukan proses tersendiri yang disebut grading. FAO membedakan ukuran beras berdasarkan panjang butirannya menjadi tiga, yaitu menir, beras patah, dan beras kepala. Menir adalah beras yang ukuran butirannya dapat melewati lubang ayakan 1.4 mm. Beras patah adalah beras yang ukuran butirannya antara 3/8 sampai 6/8 bagian beras utuh. Sedangkan beras kepala adalah beras yang ukuran butirannya lebih besar dari 6/8 bagian butiran panjang butir beras utuh.

Keseragaman ukuran beras yang keluar dari mesin polisher sangat bervariasi meliputi campuran beras kepala, beras patah, dan menir. Porsi beras kepala, beras patah dan menir pun dapat bervariasi. Untuk mendapatkan keseragaman ukuran beras yang sesuai dengan keinginan, beras sosoh perlu dipisahkan terdahulu menurut ukuran-ukuran partikelnya dan kemudian dicampur kembali sesuai dengan keseragaman yang diinginkan.2.6Beras

Beras adalah bagian bulir padi (gabah) yang telah dipisah dari sekam. Pada salah satu tahap pemrosesan hasil panen padi, gabah ditumbuk dengan lesung atau digiling sehingga bagian luarnya (kulit gabah) terlepas dari isinya. Bagian isi inilah, yang berwarna putih, kemerahan, ungu, atau bahkan hitam, yang disebut beras. Beras umumnya tumbuh sebagai tanaman tahunan. Beras yang dapat dimakan berukuran panjang 5 - 12 mm dan tebal 2 - 3 mm.

Secara umum mutu beras dapat dikelompokkan ke dalam 4 kategori, yaitu mutu giling, mutu rasa dan mutu tunak, mutu gizi, dan standar spesifik untuk penampakan dan kemurnian biji (misalnya besar, bentuk dan kebeningan beras).III. PRODUK OLAHAN BERAS3.1Proses Pengolahan Tepung Beras

Tepung beras merupakan produk pengolahan beras yang paling mudah pembuatannya. Beras digiling dengan penggiling hammer mill sehingga menjadi tepung.

Gambar 1. Diagram Proses Pengolahan Tepung Beras1. Sortasi dengan penampianBeras yang terdapat dipasaran biasanya masih mengandung material yang tidak diinginkan seperti kerikil, sekam, tanda-tanda keberadaan hama atau penyakit hidup seperti telur, kepompong, atau jamur baik dalam bentuk spora maupun miselia. Pengayakan dilakukan untuk menghilangkan kotoran-kotoran tersebut sehingga didapatkan beras yang bersih untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut.

2. Pencucian

Selain dilakukan pengayakan untuk menghilangkan kotoran pada beras juga perlu dilakukan pencucian untuk menghilangkan sisa-sisa obat antiserangga atau obat antijamur serta bahan kimia lainnya.

3. Perendaman dalam air yang mengandung natrium bisulfit 1 ppm ; 6 jam, Penirisan dan Pengeringan 1.

Perendaman beras didalam air, penirisan lalu pengeringan 1 menghasilkan beras lembab yang bersifat lebih mudah dihaluskan sehingga penggilingannya lebih cepat dan hemat energi.4. PenggilinganPenggilingan dilakukan untuk mendapatkan beras yang halus dengan menggunakan penggiling hammer mill yang berpenyaring 80 mesh.5. Pengeringan 2

Setelah digiling, tepung beras perlu dijemur atau dikeringkan sampai kadar air dibawah 14%.3.2Makanan Bayi

Makanan bayi adalah makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang diberikan kepada bayi (> 6 bulan) sebagai medium pemenuhan gizi yang semakin meningkat selama masa tumbuh kembang selain pemberian ASI. Beras merupakan sumber karbohidrat penting dalam pembuatan makanan bayi. Pada pembuatan makanan bayi ini juga ditambahkan susu skim dan tepung ikan sebagai sumber protein serta minyak nabati sebagai sumber lemak.

Sifat yang diinginkan dari makanan bayi adalah mudah direkontruksi dalam air susu atau air, tidak menggumpal, tidak lengket, daya absorpsi air baik dan diterima oleh bayi. Konsistensi makanan bayi tidak boleh terlalu encer atau kental sehingga cukup lembek untuk ditelan bayi dengan mudah tetapi tidak terlalu encer. Tahapan proses pembuatan makanan bayi adalah sbb :

Gambar 2. Diagram Proses Pembuatan Bubur bayiDalam pembuatan bubur bayi instan terdapat serangkaian tahapan proses hingga dihasilkan makanan bayi, yakni bubur bayi. Berikut ini ialah penjelasan fungsi tahapan-tahapan proses dalam proses pembuatan bubur bayi :

1. Pencampuran

Pada proses pencampuran dilakukan pencampuran tepung beras (35%), tepung ikan (20%), susu skim (30%), gula halus (10%) dan minyak nabati. Setelah bahan tersebut tercampur merata kemudian ditambahkan air hingga terbentuk bubur.

2. Pemasakan bubur

Pemasakan bubur dilakukan selama 20-30 menit hingga bubur matang. Perlakuan pemanasan menyebabkan pati tergelatinisasi. Suhu dimana granula patimulai mengembang di dalam air panas disebut suhu gelatinisasi. Umumnya suhugelatinisasi beras antara 61-77,5C. 3. Pengeringan silinder (drum dryer)

Pengeringan dengan drum secara luas dipergunakan dalam pengeringan komersial di industri pangan untuk berbagai jenis produk makanan berpati, makanan bayi, maltodekstrin, suspense dengan viskositas tinggi (heavy pastes). Karena terpapar suhu tinggi hanya dalam beberapa menit, drum drying cocok untuk kebanyakan produk yang sensitif panas. Tujuan utama dari pengeringan ini ialah memecah struktur granula pati sehingga meningkatkan daya larut (solubility) produk dan penyerapan air (absoption) pada pasta dari pati (Panuwat S dan Athapol N, 2003).

Selama operasi pengeringan, bubur diletakkan sebagai lapisan tipis pada permukaan luar drum berputar yang dipanaskan uap. Sekitar tiga per empat dari titik putaran, produk sudah kering yakni telah mencapai kadar air 3% dan dipisahkan dengan pisau/scraper statis.

4. Penumbukan dengan disc mill

Bubur bayi kering yang telah dipisahkan dengan pisau/scraper statis bentuknya berupa lapisan yang kemudian ditumbuk dengan menggunakan disk mill dengan ayakan 60 mesh hingga menjadi serpihan atau bubuk.

5. Pengemasan

Serpihan bubur bayi kering kemudian dikemas dalam kemasan yang kedap udara.

3.3Proses Pengolahan Bihun

Bihun dibuat dari beras pera (kadar amilosa tinggi). Jika amilosa rendah maka menjadi gelap. Bihun yang baik adalah yang penampakannya panjang dan tidak mudah putus, berwarna putih lebih disukai, tidak mudah menempel/lengket, stabil (teta lembut). Ciri-ciri lain bihun yang baik adalah jika dimasak berwarna, tidak lengket, mampu mempertahankan bentuknya dan tidak banyak pati yang keluar pada air pemasaknya.

Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan bihun

Pada prinsipnya, tidak ada perbedaan antara produk bihun biasa dengan bihun instan. Perbedaan yang menyolok hanya menyangkut waktu pemasakan. Bihun instan akan matang dalam air panas sekitar 4 menit, sedangkan bihun bisa memerlukan waktu yang lebih lama. Keunggulan bihun instan tersebut dapat diperoleh melalui sedikit modifikasi pada proses pembuatannya. Modifikasi tersebut yaitu sebagai berikut :1. Pada pembuatan bihun instan, digunakan air kan-sui (air obat) yang ditambahkan ke dalam adonan tepung, sebelum adonan tersebut mengalami proses pemasakan tahap pertama.

2. Pemasakan tahap pertama dilakukan lebih lama dibandingkan pada pembuatan bihun biasa agar sekitar 80% pati yang ada menjadi matang. Kalau pada pembuatan bihun biasa waktu pemasakannya sekitar 1 jam maka pada bihun instan waktunya menjadi lebih lama, sekitar 1,5 jam (tergantung juga pada jumlah adonan yang dimasak). 3. Pencetakan bihun dengan ekstruder dilakukan dengan ukuran cetakan yang lebih kecil dibandingkan bihun biasa sehingga dihasilkan bihun yang lebih halus dan lembut. Ukuran yang lebih halus ini menyebabkan luas permukaan bihun menjadi bertambah sehingga lebih mudah menyerap air pada saat dimasak. Inilah yang menyebabkan bihun instan lebih cepat matang dibandingkan bihun biasa.4. Pemasakan tahap kedua juga dilakukan dengan waktu yang lebih lama agar 100% pati menjadi matang (pati tergelatinisasi sempurna). Pemasakan tahap kedua bisa dilakukan sampai 2 jam, tergantung jumlah bahannya. Oleh karena pati bihun telah matang sempurna maka proses pemasakan bihun instan tentu saja menjadi lebih cepat dibandingkan bihun biasa.3.3Parboiled Rice

Beras pratanak atau yang biasa disebut parboiling rice adalah proses perendaman padi dalam air dingin dan kemudian ke dalam air panas (atau dalam uap pada tekanan rendah) yang mungkin berasal dari India sekitar 2000 tahun yang lalu (Grist 1975) atau proses pemberian air dan uap panas terhadap gabah sebelum gabah tersebut dikeringkan (Haryadi 2006). Tujuan dari pratanak adalah untuk menghindari kehilangan dan kerusakan beras, baik ditinjau dari nilai gizi maupun rendemen yang dihasilkan. Kelebihan lain dari proses pratanak menurut Hasbullah (2011) berarti juga melakukan proses sterilisasi gabah setelah dipanen, yang mungkin mengandung kotoran dan telur serangga yang terinvestasi di dalamnya. Pada zaman dahulu proses ini dilakukan guna mendapatkan kondisi gabah yang lebih mudah dikupas sekamnya. Sedangkan perubahan sifat lainnya pada hasil akhir dianggap merupakan suatu penyimpangan yang tidak berarti. Setelah penggilingan secara mekanis dikembangkan, maka proses parboiling ini bukannya tetap statis, tetapi berkembang di dalam aspek ekonomi, nutrisi dan praktisnya dalam rangka memodifikasi hasil berasnya (Tjiptadi dan Nasution 1985). Kandungan gizi beras pratanak mencapai 80% mirip dengan beras tanpa sosoh (brown rice).

Menurut Nurhaeni (1980), peningkatan nilai gizi pada beras pratanak disebabkan oleh proses difusi dan panas yang melekatkan vitamin-vitamin dan nutrien lainnya dalam endosperm, serta derajat sosoh beras yang rendah akibat mengerasnya lapisan aleuron yang mengakibatkan sedikitnya bekatul dan nutrien yang hilang. Nutrisi yang terkandung dalam beras pratanak, utamanya seperti tiamin meningkat sehingga menyebabkan beras pratanak ini memiliki kandungan vitamin B yang lebih tinggi dibandingkan beras biasa.

Bahan yang diperlukan dalam pengolahan beras pratanak adalah gabah dan air bersih sedangkan peralatan yang akan digunakan adalah unit pengolahan beras pratanak (drum perendaman, burner, tangki pengukusan dan steam boiler). Setelah semua bahan dan peralatan yang dibutuhkan telah disiapkan langkah kerja pertama yang dilakukan adalah pembersihan gabah. Gabah hasil panen petani biasanya masih bercampur dengan jerami, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Pembersihan gabah dapat menggunakan mesin precleaner. Setelah gabah tersebut bersih, gabah ditimbang dan disiapkan sebanyak 45 kg. Sementara itu drum untuk perendaman disiapkan dengan diisi air sesuai perbandingan antara gabah dan air yaitu 1:3. Air di dalam drum kemudian dipanaskan selama kurang lebih 4 jam menggunakan burner hingga suhu air mencapai 70 oC. Setelah air tersebut panas, burner dimatikan dan gabah dimasukkan ke dalam drum perendaman. Gabah kemudian direndam selama 4 jam dengan suhu 605 oC.

Setelah proses perendaman selesai, gabah selanjutnya dikukus menggunakan tangki pengukusan yang telah disiapkan sebelumnya. Proses penyiapan tangki pengukusan adalah dengan memanaskan steam boiler selama perendaman berlangsung. Pemanasan ini memakan waktu sekitar 3 jam hingga diperoleh steam dengan suhu 80-90 oC. Sebelum pengisian gabah ke dalam tangki pengukusan, aliran steam dari boiler dihentikan untuk sementara waktu.

Gabah yang telah direndam air panas dikeluarkan dari drum perendaman untuk kemudian dimasukkan ke dalam tangki pengukusan. Setelah tangki terisi penuh oleh gabah, aliran steam kembali dibuka dengan terlebih dahulu menutup bagian atas tangki. Proses pengukusan ini berlangsung selama 20 menit. Gabah yang telah mengalami pengukusan kemudian dikeringkan.

Pengeringan gabah dapat menggunakan alat pengering atau dengan metode penjemuran. Pengeringan gabah dengan metode penjemuran dilakukan di atas lantai jemur. Sebelum dilakukan penjemuran, lantai jemur dibersihkan terlebih dahulu. Pengeringan gabah dilakukan hingga kadar air gabah mencapai kadar air giling yaitu 13-14%. Gabah yang telah mencapai GKG tersebut kemudian digiling untuk bisa menghasilkan beras pratanak. Proses pengolahan beras pratanak diatas dapat disederhanakan ke dalam diagram alir prosedur kerja seperti pada Gambar 4 berikut :

Gambar 4. Proses Pengolahan Parboiled RiceSumber : modifikasi Spetriani (2011)

Dalam suatu sistem klasik terdapat tiga tahap proses beras pratanak yaitu: perendaman (steeping in water), pengukusan (steaming), dan pengeringan (drying). Pemakaian air dan panas mengakibatkan terjadinya modifikasi sifat fisik, kimia, fisiko-kimia, biokimia, estetika dam organoleptik (Tjiptadi dan Nasution 1985). Sedangkan menurut Ali dan Ojha (1976) prinsip dasar dari proses pratanak padi adalah pembersihan (cleaning), perendaman (soaking), pengukusan (steaming) dan pengeringan (drying). Selain keempat tahap tersebut, penggilingan (milling) juga tahap yang sangat penting dalam menghasilkan beras pratanak. 1. Pembersihan (cleaning) Gabah yang akan diproses pratanak terlebih dahulu dibersihkan dari kotoran-kotoran dan benda asing seperti batu dan gabah hampa. Cara lama pembersihan gabah dilakukan dengan pengapungan. Hal ini dimaksudkan untuk memisahkan gabah hampa, daun, dan benda lain yang ringan dari tumpukan gabah. Jika teknologi grading gabah memadai dapat digunakan alat pemisah kotoran kecil, ringan dan berat berupa aspirator ataupun sieving. 2. Perendaman (soaking) Proses perendaman atau soaking bertujuan untuk memasukkan air ke dalam ruang inter cellular dari sel-sel pati endosperm dan sebagian air diserap oleh sel-sel pati sendiri sampai pada tingkat tertentu, sehingga cukup untuk proses gelatinisasi. Selama perendaman, gabah harus benar-benar terendam air. Perendaman umumnya dilakukan dengan dua cara, yaitu perendaman dengan air bersuhu ruang dan perendaman dengan air panas. Periode perendaman tergantung kepada suhu air yang digunakan. Semakin tinggi suhu air tersebut maka waktu perendaman semakin singkat. Padi atau gabah yang direndam pada suhu lingkungan (20-30 oC) membutuhkan waktu selama 36 hingga 48 jam agar gabah dapat mencapai kadar air 30%. Pada perendaman yang dilakukan dengan air panas bersuhu sekitar 60-65 oC hanya membutuhkan waktu selama 2 hingga 4 jam perendaman (Wimberly 1983). 3. Pengukusan (steaming) Setelah mengalami perendaman dalam jangka waktu tertentu, gabah tersebut diberi uap panas atau steaming. Steaming ini ditujukan untuk melunakkan struktur sel pati endosperm sehingga tekstur granula pati dari endosperm menjadi seperti pasta akibat proses gelatinisasi. Gelatinisasi total merupakan tujuan utama dari proses pratanak sehingga memberikan hasil yang jernih. Alat pengukusan yang digunakan dapat berupa ketel, tangki metal tanpa ataupun yang dilengkapi dengan boiler. Sumber panas untuk steam yang digunakan pada pemanasan beras pratanak adalah tungku.Bahan bakar untuk tungku steam ini menggunakan biomassa berupa serbuk gergaji atau sekam hasil samping penggilingan padi. Menurut Wimberly (1983), pemberian uap panas ini juga mempunyai beberapa kelebihan diantaranya panas yang tinggi dapat diaplikasikan pada suhu yang konstan, relatif mudah ditangani, pengendalian suhu gabah yang mudah, dapat dihentikan secara cepat, dan mempunyai tingkat pindah panas yang tinggi dibanding media lain (seperti halnya air panas). Pada umumnya steam jenuh yang digunakan untuk pengukusan mempunyai tekanan antara 1-5 kg/cm2 atau pada suhu sekitar 100-150 oC. Pengukusan pada tangki yang kecil membutuhkan waktu 2- 3 menit dan pada tangki yang besar dapat memakan waktu selama 20-30 menit.

4. Pengeringan (drying) Pengeringan dalam proses pratanak sedikit berbeda dengan pengeringan untuk padi biasa atau tanpa proses pratanak. Hal ini disebabkan karena padi pratanak mempunyai suhu yang lebih tinggi (bisa mencapai 100 oC), mengandung kadar air yang tinggi (dapat mencapai 45 %), tekstur butir yang berbeda akibat pemanasan yang intensif dan steril akibat pemanasan yang dilakukan terutama pada saat steaming (Ruiten 1979 diacu dalam Burhanudin 1981). Pengeringan gabah hasil pratanak dilakukan hingga mencapai kadar air GKG (Gabah Kering Giling) yaitu 14%. Pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan energi matahari secara langsung (sun drying) ataupun menggunakan alat pengering yang telah ada. Pengeringan terhadap padi yang telah direndam dan dikukus harus dilakukan dengan segera untuk menghindari pertumbuhan jamur dan terjadinya fermentasi. Pengeringan ini merupakan tahap akhir dalam pengolahan padi secara pratanak (parboiling rice). Penundaan pengeringan yang dilakukan terhadap padi pratanak akan mengakibatkan proses gelatinisasi terus berlangsung serta akan mengakibatkan butir padi menjadi berwarna gelap akibat terlalu lama dibiarkan di udara terbuka. Penundaan pengeringan juga akan mengakibatkan pertumbuhan jamur dan kapang. Walaupun gabah tersebut telah steril akan tetapi kadar air gabah yang tinggi tersebut sangat sesuai bagi perkembangan mikroorganisme tersebut. 5. Penggilingan (milling) Tahap akhir untuk menghasilkan beras pratanak adalah penggilingan (milling). Patiwiri (2006) menerangkan bahwa proses penggilingan padi diawali dengan pembersihan awal untuk membersihkan gabah dari kotoran-kotoran hingga gabah menjadi bersih. Selanjutnya gabah bersih mengalami proses pemecahan kulit sehingga sekam yang berbobot sekitar 20% dari bobot awal gabah akan terlepas dari butiran gabah dan menghasilkan beras pecah kulit. Jika butir gabah tidak ditemukan pada beras pecah kulit, maka proses pemecahan kulit dikatakan sempurna. Beras pecah kulit hasil penggilingan masih berwarna coklat kusam sehingga perlu proses penyosohan guna memisahkan bekatul dan untuk mendapatkan warna beras yang mengkilap. Setelah penyosohan selesai maka hasil akhir penggilingan yang berupa beras telah siap untuk menjadi bahan pangan dan dikonsumsi.3.4Beras InstanNasi yang dimasak dari beras biasa memerlukan waktu pemasakan 20-30 menit sampai tingkat kematangan yang dapat diterima. Bila ditambah proses sebelumnya yang meliputi perendaman, pencucian dan pengukusan memerlukan waktu total sekitar 1 jam. Persiapan nasi yang begitu lama untuk golongan masyarakat tertentu, terutama yang sibuk, menjadi penghambat utama sehingga mereka malas memasak nasi. Karenanya banyak usaha-usaha telah dilakukan untuk memproduksi nasi instan atau quick cooking rice atau disebut juga nasi instan, nasi cepat saji atau beras pasca tanak, dengan tujuan untuk mempercepat waktu pemasakan. Beras yang digunakan untuk menghasilkan nasi instan ialah beras instan. Jenis beras ini mempunyai ciri khas yaitu butir-butir berasnya dibuat porous (berpori-pori) sehingga air panas atau uap lebih cepat masuk ke dalamnya yang mengakibatnya waktu menjadi masak menjadi jauh lebih cepat. Teknologi bagaimana membuat beras menjadi porous dan cara pengeringannya menentukan jenis dan mutu nasi instan yang dihasilkan. Nasi instan harus dapat disiapkan dalam waktu 3 sampai 5 menit dan cara persiapannya harus sederhana. Setelah dimasak, produk tersebut harus sesuai dengan nasi biasa dalam hal rasa, aroma dan tekstur atau keempukannya. Sifat lainnya adalah harus tinggi nilai gizinya (sama dengan nasi biasa), komposisinya seimbang dan mudah diproduksi dalam jumlah banyak.

Sejak tahun 1970-an, Nissin Food Company di Osaka, Jepang telah mengembangkan nasi instan yang disebut Cup Rice, yang dapat memenuhi sebagian besar dari persyaratan di atas. Beras instan tersebut dibuat dengan cara pemasakan pada suhu dan tekanan yang tinggi kemudian dikeringkan. Dengan cara demikian produk yang diperoleh dapat direkonstitusi atau dibuat menjadi nasi instan yang matang hanya dengan penambahan air mendidih dalam waktu 5 menit, dengan menggunakan wadah polystyrene. Pada saat ini telah banyak beredar beras cepat masak, terutama di negara-negara maju. Walaupun sekarang baru terdapat beberapa jenis beras cepat masak yang beredar di pasar dalam negeri, diperkirakan dalam tahun-tahun mendatang jumlahnya akan makin banyak.

Produk akhir beras instan harus kering, tidak melekat satu dengan yang lain, tetapi harus berupa butir-butir beras yang terpisah. Biasanya butir-butir beras instan mempunyai volume yang lebih besar yaitu antara 1,53,0 kali beras biasa. Air matang yang digunakan untuk membuat beras instan menjadi nasi harus masuk ke dalam butir-butir beras dalam waktu yang relatif cepat.3.4.1Jenis dan Proses Pembuatan Beras InstanBeras Instan yang dihasilkan dapat berbeda dalam jenis dan mutunya disebabkan adanya perbedaan dalam hal kadar air, waktu dan suhu pemasakan awal ketika membuat beras instan, kondisi pengeringan, dan cara pembuatannya. Variasi mutu yang penting adalah dalam hal kecepatan pengolahan menjadi nasi, yang berkisar antara 10-15 menit, 5 menit, dan 1 2 menit.

Salah satu cara pembuatan beras instan ialah dengan perlakuan kimia, yakni dilakukan dengan penambahan senyawa fosfat. Senyawa fosfat yang biasa ditambahkan dalam perlakua ialah larutan NaH2PO4. Tujuan penambahan senyawa fosfat adalah untuk menjadikan butir-butir beras menjadi lebih porous, sehingga proses penyerapan air menjadi lebih cepat pada waktu penambahan air panas atau pemasakan.

Beras yang digunakan dalam pembuatan beras instan ini ialah beras varietas IR 64. Biji beras berbentuk pendek dan panjang 2-3 kali lebarnya, dan berwarna putih kapur. Kandungan protein beras ialah 11, 625% dan amilosa 24,025%. Proses pembuatan beras instan disajikan pada diagram alir berikut ini :Diagram Proses Pengolahan Beras InstanGambar 5. Diagram Proses Pembuatan Beras InstanDalam pembuatan beras instan terdapat serangkaian tahapan proses yang dapat dilihat pada diagram alir proses pembuatan beras instan (Gambar 5). Berikut ini ialah penjelasan fungsi tahapan-tahapan proses dalam proses pembuatan beras instan :

1. Perendaman dalam Larutan Na2HPO4

Perendaman dengan larutan Na2HPO4 menyebabkan terjadinya modifikasi pati dan merupkan titik kritis dalam pembuatan beras instan. Modifikasi pati akan memperkuat ikatan hidrogen dengan ikatan kimia yang bertanggung jawab terhadap integritas granula, sehingga penyerapan air akan meningkat. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, dinding sel lebih membuka dan struktur ikatan antara patiprotein menjadi renggang sehingga air lebih mudah terperangkap ke dalam granula pati.

Penggunaan konsentrasi Na2HPO4 yang digunakan harus tepat dan tidak boleh terlalu tinggi. Semakin tinggi konsentrasi Na2HPO4, maka semakin rendah kandungan proteinnya karena semakin banyak protein beras yang terlarut dalam air rendaman. Protein beras yang larut dalam air rendaman beras disebabkan protein beras membentuk ikatan silang dengan amilosa sehingga mudah menyerap air dan molekul protein-amilosa berdifusi meninggalkan granula dan larut dalam air perendaman dan terbuang saat proses pencucian. 2. Penetralan dengan NaOH 2 NPerendaman ini menyebabkan pH menjadi agak asam yaitu 5,2. Penetralan dilakukan dengan penambahan NaOH 2 N sampai mencapai pH 7,0-7,3.3. Pencucian

Pencucian dilakukan dengan air yang bersih. Air kotor yakni air hasil rendaman ikut terbuang selama proses pencucian. Pencucian dilakukan hingga beras bersih dari air perendaman Na2HPO4.

4. Pemasakan Pemasakan dilakukan dengan perbandingan air : beras ialah 2 : 1, pada suhu 80C, selama 10 menit. Pada proses pemasakan terjadi proses gelatinisasi pati. Selama proses gelatinisasi pati terjadi pemutusan ikatan hydrogen yang berfungsi mempertahankan struktur dan integritas pati menyebabkan granula pati menyerap air. Peningkatan volume granula pati terjadi karena granula pati menyerap air dan menyebabkan pembengkakan granula. Pengembangan granula pati bersifat tidak dapat balik dan akan terjadi perubahan struktur granula bila pemanasan mencapai suhu gelatinisasi. Suhu gelatinisasi pati beras 68-78C.5. Pengukusan Pengukusan dilakukan selama 10 menit bertujuan untuk menyempurnakan proses gelatinisasi pati beras. Pati yang telah mengalami gelatinisasi tidak dapat kembali ke sifat-sifatnya sebelum gelatinisasi. 6. Pengeringan dengan Fluid Bed DryerPati beras yang telah mengalami gelatinisasi dapat dikeringkan. Bahan yang telah kering tersebut mampu menyerap air dalam jumlah besar dengan mudah. Pengeringan dilakukan dengan fluid bed dryer.

Pengeringan hamparan terfluidisasi (Fluidized Bed Drying) adalah proses pengeringan dengan memanfaatkan aliran udara panas dengan kecepatan tertentu yang dilewatkan menembus hamparan bahan sehingga hamparan bahan tersebut memiliki sifat seperti fluida (Kunii dan Levenspiel, 1977).

Pengeringan ini banyak digunakan untuk pengeringan bahan berbentuk partikel atau butiran. Proses pengeringan dipercepat dengan cara meningkatkan kecepatan aliran udara panas sampai bahan terfluidisasi. Dalam kondisi ini terjadi penghembusan bahan sehingga memperbesar luas kontak pengeringan, peningkatan koefisien perpindahan kalor konveksi, dan peningkatan laju difusi uap air.3.5Rengginang

Rengginang adalah kerupuk yang terbuat dari bahan dasar beras ketan hitam atau putih. Berbeda dengan kerupuk umumnya, pada proses pembuatannya, tidak dilakukan proses penggilingan bahan menjadi adonan halus. Beras hanya dimasak menjadi nasi, kemudian dicetak berupa cakram pipih dan dikeringkan. Proses pengolahan rengginang meliputi tahapan berikut :

1. Pencucian dan PerendamanBeras dicuci hingga air bilasnya agak jernih. Setelah itu beras direndam dalam air selama semalam. Beras yang telah direndam akan lunak dan utuh. Setelah itu beras ditiriskan.2. Penyiapan Bumbua. Bumbu yang digunakan adalah udang saih kering, bawang putih, garam dan gula. Setiap 1 kg beras memerlukan 50 gram bawang putih, 50 gram udang saih kering, 20 gram gula pasir halus dan 20 gram garam. Udang saih kering disangrai sampai kering tapi tidak sampai gosong. Kemudian udang digiling atau diblender sampai halus.

c. Gula pasir digiling atau diblender samapai halus.

d. Bawang putih, dan garam digiling sampai halus kemudian dicampur dengan udang dan gula pasir yang sebelumnya telah dihaluskan. Campuran ini disebut bumbu rengginang.3. Pemberian Bumbu dan Pengukusan

Beras yang telah direndam dan ditiriskan di atas dicampur sampai rata dengan bumbu rengginang. Setelah itu beras dikukus sampai matang. Hasil pengukusan disebut nasi.

4. Pencetakan

a. Persiapan Pencetakan

Meja dialasi dengan plastik. Permukaan plastik diolesi dengan minyak.

Cetakan dletakkan diatas plastik tersebut.

b. Pencetakan

Nasi yang masih panas segera dicetak. Nasi sebanyak 1 sendok dimasukkan ke dalam cetakan. Kemudian ditekan-tekan samapi padat dan rata permukaannya. Setelah itu cetakan diangkat. Nasi yang berbentuk cakram pipih akan tertinggal di permukaan plastik. Nasi ini disebut dengan rengginang basah.

5. Pengeringan

Rengginang basah diangkat dan diletakkan di atas tampah, kemudian dijemur dengan sinar matahari atau dikeringkan dengan alat pengering sampai kadar airnya di bawah 9 %. Rengginang yang telah kering mudah dipatahkan dan berbunyi pada saat dipatahkan. Hasil pengeringan ini disebut rengginang kering.

6. Penyimpanan

Rengginang kering harus disimpan di dalam wadah tertutup, misalnya kantong plastik atau kotak kaleng.

7. Penggorengan

Rengginang kering yang akan dikonsumsi harus digoreng sebelum dikonsumsi. Penggorengan dilakukan di dalam minyak panas pada suhu 170C.Rengginang yang beredar di pasaran dapat dibuat dengan cara sebagai berikut :

Gambar 6. Diagram Proses Pembuatan Rengginang

IV. KESIMPULANKesimpulan berdasarkan makalah ini adalah:

Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu jenis dari marga Oryza, yang termasuk kedalam suku Poaceae (Gramineae). Pengolahan padi menjadi beras terdiri dari proses penggabahan, pengeringan sampai kadar air 12-14% yang menghasilkan gabah kering 100%, kemudian sortasi, penggilingan yang menghasikan beras pecah kulit 77%, penyosohan yang menghasilkan beras sosoh 67%, dan grading yang menghasilkan menir 2%, beras kepala 52%, dan beras patah 23%.

Terdapat beberapa produk olahan beras, diantaranya adalah tepung beras, bihun, parboiled rice, bubur bayi, bubur instan dan rengginang. Proses pembuatan tepung beras terdiri dari beras yang diayak menghasilkan beras bersih, pencucian, perendaman, penirisan, pengeringan I yang menghasilkan beras lembab, penggilingan, pengeringan II. Proses pembuatan bihun terdiri dari pencampuran tepung beras dan air kan-sui menjadi adonan, pengepresan, pemasakan I, pembentukan lembaran, pencetakan, pemasakan II, pengeringan yang menghasilkan bihun kering dan pengemasan.

Proses pembuatan parboiled rice terdiri dari gabah yang dibersihkan, perendaman, pemberian uap panas, pengeringan yang menghasilkan gabah kering, sortasi, penggilingan yang menghasilkan beras pratanak, grading yang menghasilkan menir 2%, beras kepala 52% dan beras patah 13%.

Proses pembuatan bubur bayi terdiri dari tepung beras yang dicampur tepung bahan lain, pemasakan bubur yang menghasilkan bubur basah, pengeringan yang menghasilkan bubur bayi kering, penumbukan dengan disk mill dan pengemasan.

Proses pembuatan bubur instan terdiri dari perendaman beras dalam larutan Na2HPO4, penetralan dengan NaOH 2N, pencucian, pemasakan, pengukusan dan pengeringan dengan fluid bed dryer.

Proses pembuatan rengginang terdiri dari beras ketan putih yang direndam, penirisan, pengukusan, pencampuran, pencetakan, pengeringan yang menghasilkan rengginang kering, penggorengan, pendinginan dan pengemasan.DAFTAR PUSTAKA

[BSN] Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 2011. Persyaratan Mutu Beras Giling. SNI 01-6128-2008. www.sisni.bsn.go.id [diakses tangal 5 Desember 2012].Akhyar. 2009. Pengaruh Proses Pratanak Terhadap Mutu Gizi dan Indeks Glikemik Berbagai Varietas Beras Indonesia [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Ali, N dan Ojha, T.P. 1976. Parboiling technology of paddy. In: Araullo, E.V, de Padua, D.B dan Graham, M (ed). Rice Post Harvest Technology. IDRC. Ottawa. Hal 163-204.

Anonim. 2005. Proses Pengolahan Padi. Available online at http://www.iptek.net.id/ind/warintek/?mnu=6&ttg=6&doc=6b31.[diakses tanggal 27 November 2012]

Anonim. 2011. Padi. http://id.wikipedia.org/wiki/Padi [diakses tangal 5 Desember 2012]. Argasasmita T.U. 2008. Karakterisasi Sifat Fisikokimia dan Indeks Glikemik Varietas Beras Beramilosa Rendah dan Tinggi [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. AOAC. 1995. Official Method of Analysis. AOAC. Inc. Washington DC. Anonim. 2011. Structure of a rice grain. http://www.teksengricemill.com/knowled/structure.htm [16 Februari 2011].

Anonim.2005. Pengolahan Tepung beras. Available online at http://www.warintek.ristek.go.id/pangan/Seralia%20dan%20Umbi/tepung_beras.pdf. [diakses tanggal 27 November 2012]

Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Balitbang Deptan. 2009. Deskripsi Varietas Padi. Jakarta. Departemen Pertanian RI. Burhanudin, A. 1981. Mempelajari Pengaruh Proses Pratanak (parboiling) Padi Terhadap Rendemen dan Sifat-Sifat Fisik Beras yang Dihasilkan dari Dua Varietas Padi [skripsi]. Bogor : Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Damardjati, D.S dan Purwani, E.Y. 1991. Mutu Beras. Dalam Padi-Buku 3. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. De Man, JM. 1997. Kimia Makanan. Edisi kedua. Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata. Bandung : Penerbit ITB. Damardjati, DS. 1988. Struktur Kandungan Gizi Beras. Dalam Padi-Buku 1. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Dewi, AR. 2009. Kajian Konfigurasi Mesin Penggilingan untuk Meningkatkan Rendemen dan Menekan Susut Penggilingan pada Beberapa Varietas Padi [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian. 2011. Data produksi biji-bijian di Indonesia. http://www.deptan.go.id/ditjentan/dpi/produksi.pdf [diakses tangal 5 Desember 2012]. Gariboldi. 1974. Parboiled rice. In: Houston D.F (ed). Rice Chemistry and Technology. American Assosiation of Chemists. Inc. St. Paul. Minnesota. Grist, D.H. 1975. Rice . 5th ed. London: Longmans. Haryadi. 2006. Teknologi Pengolahan Beras. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

F.G. Winarno. 1987. Haruskah Kita Peduli rasa Nasi?. FTDC-IPB.

Hasbullah, R. 2011. Beras Pratanak adalah VHT pada Gabah. http://rokhani.staff.ipb.ac.id/ [diakses tangal 5 Desember 2012]. Hasbullah, R dan Bantacut, T. 2006. Teknologi pengolahan beras ke beras (rice to rice processing technology). Dalam: Prosiding Lokakarya Nasional: Peningkatan Daya Saing Beras Nasional Melalui Perbaikan Kualitas. Perum bulog. Jakarta. Hal. 79-97.Hasbullah. 2005. Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil . Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat.

Juliano, B.O. 1972. The rice caryopsis and its composition. In: Houston D.F (ed). Rice Chemistry and Technology. American Assosiation of Chemists, Inc. St. Paul. Minnesota.

Juliano, B.O. 1976. Rice biology. In: Araullo, E.V, de Padua, D.B dan Graham, M (ed). Rice Post Harvest Technology. IDRC. Ottawa. Hal. 13-18. 32

Kunze, O.R dan Calderwood, D.L. 2004. Rough Rice Drying-Moisture Adsorption and Desorption. Dalam: Campagne, E.T. (ed). Rice : Chemistry and Technology. Third Edition. American Association of Cereal Chemists, Inc, USA. Hal : 223-264. Made Astawan, 2000. Baras dan Tepung Beras. Bahan untuk Majalah Femina, Jakarta.

Muchtadi dan Sugiyono 1992. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nurhaeni, S. 1980. Mempelajari Kebutuhan Panas dan Kecepatan Pengeringan Pengolahan Parboiled Rice [skripsi]. Bogor: Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Patiwiri, A.W. 2006. Teknologi Penggilingan Padi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Prabowo, S. 2006. Pengolahan dan pengaruhnya terhadap sifat fisik dan kimia serta kualitas beras. J Teknologi Pertanian 1(2) : 43-49. Rimbawan. 2006. Pengembangan teknologi pengolahan beras rendah indeks glisemik. Dalam: Prosiding Lokakarya Nasional: Peningkatan Daya Saing Beras Nasional Melalui Perbaikan Kualitas. Perum bulog. Jakarta. Hal.131-140. Soekarto, ST. 1985. Metode Penelitian Organoleptik. Jakarta : Bhatara Karya Aksara. Soetrisno U.S.S dan R.R.S. Apriyantono. Formula Karbohidrat dan Protein Terolah untuk Makanan Jajanan Glikemik Tinggi. Proseding Temu Ilmiah Kongres XIII PERSAGI 2005 Denpasar Bali, pp. 349 : 352. Sumardi. 1977. Pengaruh Proses Parboiling Terhadap Rendemen, Vitamin, dan Mineral Beras. Di dalam Prosiding Seminar Teknologi Pangan III. Balai Penelitian Kimia, Departemen Perindustrian Bogor. Bogor. Tjiptadi, W dan Nasution M.Z. 1985. Padi dan Pengolahannya. Bogor: Agro Industri Press Departemen teknologi industri pertanian, fateta, IPB.Widowati S, Santosa BAS, Astawan M, Akhyar. 2009. Penurunan indeks glikemik berbagai varietas beras melalui proses pratanak. J Pascapenen 6(1) : 1-9. Wimberly J.E. 1983. Paddy Rice Postharvest Industry in Developing Countries. Manila: IRRI (International Rice Research Institute). Winarno, F.G. 1984. Padi dan Beras. Riset Pengembangan Teknologi Pangan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Beras sosoh (67%)

Padi hasil Panen

Pengeringan

(1 2 jam sekali atau 4 6 kali dalam sehari sampai kadar air 12-14%)

Penggilingan (rice milling)

Penyosohan

sekam (20%)

Bekatul (10%)

Penggabahan

Gabah Kering (100%)

Beras pecah kulit(77%)

grading

Beras kepala

(52%)

Menir (2%)

Beras patah(13%

sortasi

Kotoran, benda asing (3%)

Air kotor

penirisan

Gabah bersih

Air

Tepung beras (35%), Tepung ikan (20%), susu skim (30%), gula halus (10%), minyak nabati(5%)

Bubur bayi kemasan

Pencampuran

Pemasakan bubur (t= 20-30 menit)

(

Bubur basah

Pengeringan silinder (drum dryer) sampai k.a 3%

(T : 120-140C, t = 2-3 menit)

Penumbukan dengan disc mill 60 mesh

Bubur bayi kering

Pengemasan

Serpihan bubur bayi kering

air

Beras patah(13%

Menir (2%)

Beras kepala (52%)

Grading

Beras pratanak pecah kulit(77%)

Bekatul (10%)

sekam (20%)

Penyosohan

Penggilingan (rice mill)

Beras pratanak (parboiled rice) sosoh (67%)

Kotoran, benda asing

sortasi

Gabah kering (k.a. 13-14%)

Kotoran, benda asing

Perendaman (suhu 605 oC , t = 4 jam, perbandingan Gabah : air = 1 : 3)

Pengukusan (suhu 80 oC , t = 20 menit)

Pengeringan (hingga k.a. 13-14%)

Pembersihan (Pre-celaner)

Gabah

Nasi setengah matang

Pengeringan dengan Fluid Bed Dryer hingga kadar air 7-10% (T = 140C, t = 15 menit)

Beras

Perendaman dalam larutan Na2HPO4 0,2% dengan perbandingan 1:3 (t = 18 jam)

Penetralan dengan NaOH 2 N

Pemasakan dengan perbandingan beras : air = 1:2 (T = 80C, t = 10 menit)

Pengukusan (t = 10 menit)

Air kotor

Pencucian

Air bersih

Beras Instan