24
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagaimana telah kita ketahui pantun termasuk karya sastra puisi lama. Pantun sering kita dengar di mana saja, dalam percakapan, acara-acara penting, kegiatan sehari-sehari, bahkan sering kita di radio ada acara yang mengkhususkan untuk berpantun. Pantun kerap kali kita ketahui hanya sastra lisan semata, tetapi perlu diketahui bahwa pantun kini terdapat pantun tertulis, pantun yang ditulis, dikumpulkan, dan dipublikasikan secara luas, tetapi pantun juga harus dibacakan secara lisan agar terlihat nilai estetika yang terkandung di dalamnya. Pantun merupakan sastra lisan yang dibukukan pertama kali oleh Haji Ibrahim Datuk Kaya Muda Riau, seorang sastrawan yang hidup sezaman dengan Raja Ali Haji. Antologi pantun yang pertama itu berjudul Perhimpunan Pantun-pantun Melayu. Genre pantun merupakan genre yang paling bertahan lama. Mengungkapkan perasaan tidak hanya dapat diceritakan dan ditulis dalam bentuk prosa. Ungkapan perasaan pun dapat dinyatakan dalam bentuk puisi, seperti puisi lama yang disebut pantun. Selain pantun, masih ada bentuk puisi lama lainnya, seperti pantun kilat (karmina), talibun, seloka, gurindam, dan syair. Pantun sudah dikenal masyarakat Indonesia sejak dahulu. Misalnya, wawangsalan, paparikan, sisindiran, sesebred dalam masyarakat sunda; pantun ludruk, dan gandrung dalam masyarakat jawa; serta ende-ende dalam masyarakat Mandailing. Bahkan, di sebagian daerah Sumatra, masyarakat Minangkabau menggunakan pantun sebagai pembuka acara di perayaan-perayaan. Selain dibaca, pantun juga kerap dinyanyikan.

Makalah Pantun

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Makalah Pantun

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagaimana telah kita ketahui pantun termasuk karya sastra puisi lama.  Pantun

sering kita dengar di mana saja, dalam percakapan, acara-acara penting, kegiatan sehari-

sehari, bahkan sering kita di radio ada acara yang mengkhususkan untuk berpantun. Pantun

kerap kali kita ketahui hanya sastra lisan semata, tetapi perlu diketahui bahwa pantun kini

terdapat pantun tertulis, pantun yang ditulis, dikumpulkan, dan dipublikasikan secara luas,

tetapi pantun juga harus dibacakan secara lisan agar terlihat nilai estetika yang terkandung di

dalamnya.

Pantun merupakan sastra lisan yang dibukukan pertama kali oleh Haji Ibrahim Datuk

Kaya Muda Riau, seorang sastrawan yang hidup sezaman dengan Raja Ali Haji. Antologi

pantun yang pertama itu berjudul Perhimpunan Pantun-pantun Melayu. Genre pantun

merupakan genre yang paling bertahan lama.

Mengungkapkan perasaan tidak hanya dapat diceritakan dan ditulis dalam bentuk

prosa. Ungkapan perasaan pun dapat dinyatakan dalam bentuk puisi, seperti puisi lama yang

disebut pantun. Selain pantun, masih ada bentuk puisi lama lainnya, seperti pantun kilat

(karmina), talibun, seloka, gurindam, dan syair.

Pantun sudah dikenal masyarakat Indonesia sejak dahulu. Misalnya, wawangsalan,

paparikan, sisindiran, sesebred dalam masyarakat sunda; pantun ludruk, dan gandrung dalam

masyarakat jawa; serta ende-ende dalam masyarakat Mandailing. Bahkan, di sebagian daerah

Sumatra, masyarakat Minangkabau menggunakan pantun sebagai pembuka acara di

perayaan-perayaan. Selain dibaca, pantun juga kerap dinyanyikan.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan puisi lama?

2. Apa sajakah jenis-jenis puisi?

3. Apakah pengertian pantun?

4. Bagaimanakah sejarah pantun?

5. Bagaimanakah ciri-ciri pantun?

6. Bagaimanakah syarat-syarat pantun?

7. Apa sajakah jenis-jenis pantun?

1.3. Tujuan

a. Tujuan Umum

Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata pelajaran Bahasa dan

Sastra Indonesia di kelas XII.IPS.1

b. Tujuan Khusus

1. Mengetahui yang dimaksud dengan puisi lama.

2. Mengetahui jenis-jenis puisi.

3. Mengetahui Pengertian pantun.

4. Mengetahui sejarah pantun.

5. Mengetahui ciri-ciri pantun.

6. Mengetahui syarat-syarat pantun.

7. Mengetahui jenis-jenis pantun.

1.4. Metode

Dalam pembuatan makalah ini kami menggunakan metode studi pustaka dari

berbagai sumber buku yang sesuai dengan materi yang saya bahas.

BAB IIPEMBAHASAN

2.1. Pengertian Puisi Lama

Hampir dalam setiap bahasa daerah di Indonesia dikenal jenis karya sastra berbentuk

puisi yang sudah mempunyai ikatan metric tertentu sehingga dapat dinyanyikan menurut

pola lagu yang sudah dikenal baik dalam masyarakat. Karya-karya demikian penuh dengan

keajaiban, kesaktian, nasihat, dan petuah ditulis dengan bahasa tinggi yang sering merupakan

klise, sehingga sudah dikenal dan dihapal oleh para pengemarnya.

Puisi merupakan ekspresi pengalaman batin (jiwa) penyair mengenai kehidupan

manusia, alam, dan Tuhan sang pencipta, melalui media bahasa yang estetik yang secara

padu dan utuh, dalam bentuk teks yang dinamakan puisi.

M. Atar Semi mengutip beberapa pendapat ahli sastra tentang pengertian puisi:

a. Willia Worsworth: poetry is the best word in the best order (puisi adalah kata-kata yang

terbaik dalam sususan yang terbaik);

b. Leight Hunt: poetry is imaginative passion (puisi adalah luapan perasaan yang

imajinatif);

c. Mathew Arnold: poetry is critism of life (puisi merupakan kritik kehidupan);

d. Herbert Read: poetry is intuitive, imajinative, and synthetic (puisi bersifat intuitif,

imajinatif, dan sintetik).

Di balik kata-katanya yang ekonomis, padat, dan padu tersebut puisi berisi potret

kehidupan manusia. Puisi menyuguhkan persoalan-persoalan kehidupan manusia juga

manusia dalam hubungannya dengan alam, dan Tuhan sang pencipta. Masalah kehidupan

yang disuguhkan penyair dalam puisinya tentu saja bukan sekedar refleksi realitas

penafsiran, kehidupan, rasa simpati kepada kemanusiaan, renungan mengenai penderitaan

manusia dan alam sekitar) melainkan juga enderung mengekspresikan hasil renungan penyair

tentang dunia metafisis, gagasan-gagasan baru ataupun sesuatu yang belum terbayangkan

dan terpikirkan oleh pembaca, sehingga puisi sering dianggap mengandung suatu misteri.

2.2. Jenis Puisi

Jenis puisi dalam sastra Indonesia dikenal ada puisi lama (tradisional), puisi baru (modern),

dan puisi kontemporer. Jenis puisi lama seperti: bidal, pantun, syair, gurindam, talibun,

seloka, karmina (pantun kilat). Jenis puisi baru seperti: epik, balada, soneta, ode, elegy,

epigram, satire, romanis, dan puisi-puisi berdasarkan jumlah baris seperti distikon, terzina,

kuatern, kuint, sekstet, septima, stanza, sonata.

2.3. Pengertian Pantun

Tradisi lisan di mana pun, merupakan asal muasal puisi modern. Bahkan cukup aman

untuk mengatakan bahwa pada dasarnya puisi modern pun yang ditulis berdasarkan prinsip

keberaksaraan, memiliki hubungan yang tak terpisahkan dengan prinsip kelisanan. Piranti

puisi seperti rima, irama, pengulangan, aliterasi, asonansi, dan kesejajaran menunjukkan

membuktikan bahwa puisi tulis dan cetak memang harus “dilisankan” untuk mendapatkan

keindahan dan maknanya meskipun tentu kita tidak perlu melisankan secara keras, tetapi

cukup dalam pikiran kita. Dalam perkembangan puisi kita pengembangan berbagai jenis

tradisi lisan itu masih nampak sampai sekarang, seperti yang tampak dalam penggunaan

bentuk-bentuk pantun dan mantra. Pantun dan mantra merupakan bentuk tradisi lisan kita

yang boleh dikatakan “asli”, meskipun istilah itu bisa saja dimasalahkan.

Pantun merupakan satu di antara sekian banyak genre kesusastraan yang lahir dan

berkembang di nusantara. Pada mulanya, istilah pantun ini berasal dari bahasa Minangkabau

“patuntun” yang berarti penuntun. Namun ternyata, istilah pantun ini pun dikenal juga di

kalangan masyarakat Jawa, Sunda, Batak, dan Melayu.

Dalam masyarakat Jawa, pantun dikenal dengan istilah “parikan” Dalam masyarakat

Sunda dikenal dengan sebutan “paparikan”. Sementara masyarakat Batak mengenal pantun

dengan istilah “umpasa” (dibaca uppasa). Masih tentang pantun, dalam bahasa Melayu,

pantun dikenal dengan istilah “quatrain”.

Pantun adalah sebuah karya sastra lama yang terikat oleh aturan jumlah bait, baris,

dan rima akhir. Pantun digunakan untuk mencurahkan isi hati seseorang.

Dalam pengertian umum, pantun merupakan salah satu bentuk sastra rakyat yang

menyuarakan nilai-nilai dan kritik budaya masyarakat. Pantun adalah puisi asli Indonesia

(Waluyo,1987:9). Orang yang pertama kali membentangkan pikiran dari hal pantun

Indonesia ini adalah H.C. Klinkert dalam tahun 1868. Karangannya bernama “De pantuns of

minnenzangen der Maleier”. Sesudah itu datang Prof. Pijnapple; juga beliau memaparkan

pikirannya dari hal ini dalam tahun 1883. Pantun tepat untuk suasana tertentu, seperti halnya

juga karya seni lainnya hanya tepat untuk suasana tertentu pula.

Menurut Surana (2001:31), pantun ialah bentuk puisi lama yang terdiri atas 4 larik

sebait berima silang (a b a b). Larik I dan II disebut sampiran, yaitu bagian objektif. Biasanya

berupa lukisan alam atau apa saja yang dapat diambil sebagai kiasan. Larik III dan IV

dinamakan isi, bagian subjektif. Sama halnya dengan karmina, setiap larik terdiri atas 4

perkataan. Jumlah suku kata setiap larik antara 8-12. Namun, dalam buku Bahan Ajar Sastra

Rakyat (2005:70) mengatakan bahwa:

Pantun adalah puisi melayu tradisional yang paling popular dan sering dibincangkan.

Pantun adalah ciptaan asli orang Melayu; bukan saduran atau penyesuaian dari puisi-puisi

Jawa, India, Cina dan sebagainya. Kata pantun mengandung arti sebagai, seperti, ibarat,

umpama, atau laksana.

Sedangkan dalam Kamus Istilah Sastra (2006:173) menjelaskan bahwa: Pantun

adalah Puisi Indonesia (Melayu), tiap bait (kuplet) biasa terdiri atas empat baris yang

bersajak (a-b-a-b) tiap larik biasanya berjumlah empat kata; baris pertama dan baris kedua

biasanya tumpuan (sampiran) saja dan baris ketiga dan keempat merupakan isi; setiap baris

terdiri dari 8-12 suku kata; merupakan peribahasa sindiran; jawab (pada tuduhan dan

sebagainya)

Menurut penulis, pantun merupakan salah satu jenis puisi lama dalam kesusastraan

Melayu Nusantara yang paling popular. Pada umumnya setiap bait terdiri atas empat baris

(larik), tiap baris terdiri atas 8-12 suku kata, berirama a-b-a-b dengan variasi a-a-a-a. Baris

pertama dan kedua adalah sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempat adalah isi.     

2.4. Sejarah Pantun

Pada mulanya pantun merupakan senandung atau puisi rakyat yang dinyanyikan

(Fang, 1993: 195). Pantun pertama kali muncul dalam Sejarah Melayu dan hikayat-hikayat

popular yang sezaman dan  disisipkan dalam syair-syair seperti Syair Ken Tambuhan. Pantun

dianggap sebagai bentuk karma dari kata Jawa Parik yang berarti pari, artinya paribahasa

atau peribahasa dalam bahasa Melayu. Arti ini juga berdekatan dengan umpama atau seloka

yang berasal dari India. Dr. R. Brandstetter mengatakan bahwa kata pantun berasal dari akar

kata tun, yang terdapat dalam berbagai bahasa Nusantara, misalnya dalam bahasa Pampanga,

tuntun yang berarti teratur, dalam bahasa Tagalog ada tonton yang berarti bercakap menurut

aturan tertentu; dalam bahasa Jawa kuno, tuntun yang berarti benang atau atuntun yang

berarti teratur dan matuntun yang berarti memimpin; dalam bahasa Toba pula ada kata

pantun yang berarti kesopanan, kehormatan.

Van Ophuysen dalam Hamidy (1983: 69) menduga pantun itu berasal dari bahasa

daun-daun, setelah dia melihat ende-ende Mandailing dengan mempergunakan daun-daun

untuk menulis surat-menyurat dalam percintaan. Menurut kebiasaan orang Melayu di Sibolga

dijumpainya kebiasaan seorang suami memberikan ikan belanak kepada istrinya, dengan

harapan agar istrinya itu beranak. Sedangkan R. J. Wilkinson dan R. O. Winsted dalam

Hamidy (1983:69) menyatakan keberatan mengenai asal mula pantun seperti dugaan

Ophuysen itu. Dalam bukunya “Malay Literature” pertama terbit tahun 1907, Wilkinson

malah balik bertanya, ‘tidakkah hal itu harus dianggap sebaliknya?’. Jadi bukan pantun yang

berasal dari bahasa daun-daun, tetapi bahasa daun-daunlah yang berasal dari pantun.

2.5. Ciri-ciri Pantun

Abdul Rani (2006:23) mengatakan bahwa ciri-ciri pantun sebagai berikut:

1. Terdiri atas empat baris.

2. Tiap baris terdiri atas 9 sampai 10 suku kata.

3. Dua baris pertama disebut sampiran dan dua baris berikutnya berisi maksud si

pemantun. Bagian ini disebut isi pantun.

4. Pantun mementingkan rima akhir dan rumus rima itu disebut dengan abjad /ab-ab/.

Maksudnya, bunyi akhir baris pertama sama dengan bunyi akhir baris ketiga dan baris

kedua sama dengan baris keempat.

Lain halnya menurut Harun Mat Piah (1989: 123-124) dalam Bahan Ajar Sastra

Rakyat (Elmustian, tanpa tahun:70-71), membagikan ciri-ciri pantun menjadi dua aspek,

yaitu aspek luaran dan dalaman. Aspek luaran adalah dari segi struktur dan ciri-ciri visual

yaitu:

1. Terdiri dari rangkap-rangkap yang berasingan. Setiap rangkap terjadi dari baris-baris yang

sejajar dan berpasangan seperti 2,4,6,8 dan seterusnya. Rangkap yang paling umum

adalah empat baris.

2. Setiap baris mengandung empat kata dasar, dengan jumlah suku kata antara 8 hingga 10.

3. Adanya klimaks yaitu perpanjangan atau kelebihan jumlah unit suku kata atau perkataan

pada kuplet maksud.

4. Setiap stanza terbagi kepada dua unit yaitu pembayang dan maksud.

5. Mempunyai skema rima ujung yang tetap: a-b – a-b, dengan sedikit variasi a-a-a-a.

6. Setiap stanza pantun adalah satu keseluruhan mengandung sifat fikiran yang bulat dan

lengkap.

Ciri-ciri dalamannya adalah:

1. Penggunaan lambang-lambang tertentu mengikuti tanggapan dan pandangan dunia

masyarakat.

2. Adanya perhubungan makna antara pasangan pembayang dengan pasangan maksud, sama

ada secara kongkrit atau abstrak atau melalui lambang-lambang.

Sedangkan menurut Suroto (1989: 43), ciri-ciri pantun sebagai berikut:

1. Pantun tersusun atas empat baris dalam tiap baitnya.

2. Baris pertama dan baris kedua berupa sampiran.

3. Baris ketiga dan keempat merupakan isi/ maksud yang hendak disampaikan.

4. Jumlah suku kata dalam tiap baitnya rata-rata berkisar delapan sampai dua belas.

Dalam pantun selalu ada dua dimensi yaitu pertama yang disebut sampiran. Konvensi

mengatakan bahwa tidak ada yang sungguh-sungguh dengan sampiran. Sampiran semata-

mata diciptakan sebagai pengantar menuju isi yang sebenarnya dalam dua larik berikutnya.

Bila kita berpedoman pada Kamus Besar Bahasa Indonesia hal yang sama ditegaskan lagi di

sana ketika tentang sampiran dikatakannya sebagai berikut: “Paruh pertama pada pantun,

yaitu baris kesatu dan kedua berupa kalimat-kalimat yang biasanya hanya merupakan

persediaan bunyi kata untuk disamakan dengan bunyi kata pada isi pantun (biasanya kalimat-

kalimat pada sampiran tak ada hubungan makna dengan kalimat-kalimat pada bagian isi)”.

2.6. Syarat-syarat Pantun

Menurut Effendy (1983:28), syarat-syarat dalam pantun adalah:

1. Tiap bait terdiri dari empat baris

2. Tiap baris terdiri dari empat atau lima kata atau terdiri dari delapan atau sepuluh suku

kata

3. Sajaknya bersilih dua-dua: a-b-a-b. dapat juga bersajak a-a-a-a.

4. Sajaknya dapat berupa sajak paruh atau sajak penuh

5. Dua baris pertama tanpa isi disebut sampiran, dua baris terakhir merupakan isi dari

pantun itu.

2.7. Jenis-jenis Pantun

Suroto (1989:44-45) membagi pantun menjadi dua bagian yaitu:

1. Menurut isinya:

a. Pantun anak-anak, biasanya berisi permainan.

b. Pantun muda mudi, biasanya berisi percintaan.

c. Pantun orang tua, biasanya berisi nasihat atau petuah. Itulah sebabnya, pantun ini

disebut juga pantun nasihat.

d. Pantun jenaka, biasanya berisi sindiran sebagai bahan kelakar.

e. Pantun teka-teki

2. Menurut bentuknya atau susunannya:

a. Pantun Berkait, yaitu pantun yang selalu berkaitan antara bait satu dengan bait

kedua, bait kedua dengan bait ketiga dan seterusnya. Adapun susunan kaitannya

adalah baris kedua bait pertama menjadi baris pertama pada bait kedua, baris

keempat bait pertama dijadikan baris ketiga pada bait kedua dan seterusnya.

b. Pantun Kilat, sering disebut juga karmina, ialah pantun yang terdiri atas dua baris,

baris pertama merupakan sampiran sedang baris kedua merupakan isi. Sebenarnya

asal mula pantun ini juga terdiri atas empat baris, tetapi karena barisnya pendek-

pendek maka seolah-olah kedua baris pertama diucapkan sebagai sebuah kalimat,

demikian pula kedua baris yang terakhir.

Sedangkan Nursisto, dalam bukunya ikhtisar Kesusastraan Indonesia (2000:11-14)

pantun dibagi menjadi:

1. Berdasarkan isinya, pantun dibagi atas:

a. Pantun kanak-kanak

1) Pantun bersukacita

2) Pantun berdukacita

b. Pantun muda

1) Pantun nasib atau pantun dagang

2) Pantun perhubungan

Pantun perkenalan

Pantun berkasih-kasihan

Pantun perceraian

Pantun beriba hati

3) Pantun jenaka

4) Pantun teka-teki

c. Pantun tua

1) Pantun adat

2) Pantun agama

3) Pantun nasihat

2. Berdasarkan banyaknya baris tiap bait dibagi menjadi:

a. Pantun dua seuntai atau pantun kilat

b. Pantun empat seuntai atau pantun empat serangkum

c. Pantun enam seuntai atau delapan seuntai, atau pantun enam serangkum, delapan

serangkum (talibun).

Menurut Effendi (1983:29), pantun dapat dibagi menurut jenis dan isinya yaitu:

1. Pantun anak-anak, berdasarkan isinya dapat dibedakan menjadi:

a. Pantun bersukacita

b. Pantun berdukacita

c. Pantun jenaka atau pantun teka-teki

2. Pantun orang muda, berdasarkan isinya dapat dibedakan menjadi:

a. Pantun dagang atau pantun nasib

b. Pantun perkenalan

c. Pantun berkasih-kasihan

d. Pantun perceraian

e. Pantun beribahati

3. Pantun orang tua, berdasarkan isinya data dibedakan menjadi:

a. Pantun nasihat

b. Pantun adat

c. Pantun agama

           

Tetapi, Abdul Rani (2006:23-27) mengklasifikasikan pantun berdasarkan isinya

sebagai berikut:

1. Pantun Anak-Anak

a. Pantun anak-anak jenaka

b. Pantun anak kedukaan

c. Pantun anak teka-teki

2. Pantun Muda-Mudi

a. Pantun muda mudi kejenakaan

b. Pantun muda-mudi dagang

c. Pantun muda-mudi cinta kasih

d. Pantun muda-mudi ejekan

3. Pantun Tua

a. Pantun tua kiasan

b. Pantun tua nasihat

c. Pantun tua adat

d. Pantun tua agama

e. Pantun tua dagang

Contoh Pantun

1. Pantun Muda Mudi

Tanam melati di rama-rama

Ubur-ubur sampingan dua

Sehidup semati kita bersama

Satu kubur kelak berdua

2. Pantun Teka-Teki

Kalau puan puan perana

Ambil gelas di dalam peti

Kalaup uan bijak laksana

Binatang apa tanduk di kaki

3. Pantun Jenaka

Anak rusa di rumpun salak

Patah tanduknya ditimpa genta

Riuh kerbau tergelak-gelak

Melihat beruk berkacamata

4. Pantun Berdukacita

Ke balai membawa labu

Labu amanat dari situnggal

Orang memakai baju baru

Hamba menjerumat baju bertambal

5. Pantun Perkenalan

Sekuntum bunga dalam padi

Ambil batang cabut uratnya

Tuan sepantun langit setinggi

Bolehkah berlindung di bawahnya?

6. Pantun Perceraian

Pucuk pauh selara pauh

Pandan di rimba diladungkan

Adik jauh kakanda jauh

Kalau rindu sama menungkan

7. Pantun Nasib atau Pantun Dagang

Unggas undan si raja burung

Terbang ke desa suka menanti

Wahai badan apalah untung

Senantiaa bersusah hati

8. Pantun Orang Tua

Asam kandis asam gelugur

Kedua asam riang-riang

Menangis mayat di pintu kubur

Teringat badan tidak sembahyang

9. Pantun Pengiring Lagu

Ayam jago jangan diadu

Kalau diadu jenggernya merah

Baju ijo jangan diganggu

Kalau diganggu yang punya marah

Jalan-jalan ke kota Paris

Lihat gedung berbaris-baris

Saya cinta sama si kumis

Orangnya ganteng sangat romantis

2.8. Perkembangan Pantun

Pantun telah mengalami berbagai macam perkembangan hingga tercipta bentukan

baru dari pantun, seperti karmina, seloka (pantun berkait) dan talibun. Karmina merupakan

bentukan atau versi baru dari pantun yang lebih ringkas karena hanya terdiri atas 2 baris,

sedangkan talibun adalah versi panjang dari pantun yang terdiri atas 6 baris atau lebih.

Namun seloka, talibun, dan karmina bukan pantun tetapi tetap termasuk ke dalam puisi lama

seperti halnya pantun.

1. Seloka (Pantun Berkait)

Seloka adalah pantun berkait yang tidak cukup dengan satu bait saja sebab

pantun berkait merupakan jalinan atas beberapa bait.

Ciri-ciri Seloka:

1. Baris kedua dan keempat pada bait pertama dipakai sebagai baris pertama dan

ketiga bait kedua.

2. Baris kedua dan keempat pada bait kedua dipakai sebagai baris pertama dan ketiga

bait ketiga dan  seterusnya.

Contoh :

Lurus jalan ke Payakumbuh,

Kayu jati bertimbal jalan

Di mana hati tak kan rusuh,

Ibu mati bapak berjalan

Kayu jati bertimbal jalan,

Turun angin patahlah dahan

Ibu mati bapak berjalan,

Ke mana untung diserahkan

2. Talibun

Talibun adalah pantun jumlah barisnya lebih dari empat baris, tetapi harus genap

misalnya 6, 8, 10 dan seterusnya.

Jika satu bait berisi enam baris, susunannya tiga sampiran dan tiga isi.

Jika satu bait berisi delapan baris, susunannya empat sampiran dan empat isi.

Jadi :

Apabila enam baris sajaknya a – b – c – a – b – c.

Bila terdiri dari delapan baris, sajaknya a – b – c – d – a – b – c – d

Contoh :

Kalau anak pergi ke pecan

Yu beli belanak pun beli sampiran

Ikan panjang beli dahulu

Kalau anak pergi berjalan

Ibu cari sanak pun cari isi

Induk semang cari dahulu

3. Pantun Kilat (Karmina)

Ciri-cirinya :

a. Setiap bait terdiri dari 2 baris

b. Baris pertama merupakan sampiran

c. Baris kedua merupakan isi

d. Bersajak a – a

e. Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata

Contoh :

Dahulu parang, sekarang besi (a)

Dahulu sayang sekarang benci (a)

BAB IIIPENUTUP

3.1. Kesimpulan

Pantun termasuk ke dalam puisi lama, puisi lama merupakan latar belakang lahirnya

puisi modern dan puisi kontemporer. Puisi lama memiliki banyak aturan yang mengikatnya

berbeda dengan puisi modern yang tidak terikat oleh beberapa aturan. Puisi lama sangat

patuh terhadap konvensi yang ada, seperti jumlah bait, rima, maupun baris.

Pantun adalah Puisi Indonesia, tiap bait (kuplet) biasa terdiri atas empat baris yang

bersajak (a-b-a-b) tiap larik biasanya berjumlah empat kata; baris pertama dan baris kedua

biasanya tumpuan (sampiran) saja dan baris ketiga dan keempat merupakan isi; setiap baris

terdiri dari 8-12 suku kata; merupakan peribahasa sindiran; jawab (pada tuduhan dan

sebagainya)

Ciri-ciri pantun dapat dinyatakan yaitu pantun tersusun atas empat baris dalam tiap

baitnya.Baris pertama dan baris kedua berupa sampiran.Baris ketiga dan keempat merupakan

isi/ maksud yang hendak disampaikan.Jumlah suku kata dalam tiap baitnya rata-rata berkisar

delapan sampai dua belas.

Jenis pantun dapat dibedakan berdasarkan tingkatan umur pemakainya, berdasarkan

isinya ,dan  berdasarkan bentuknya atau susunannya.

Pantun sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari oleh orang tua, anak-anak,

maupun muda-mudi. Walaupun pantun merupakan karya sastra yang terhitung tua karena

kehadirannya telah ada sudah lama namun pantun tetap bisa bertahan hingga abad ke-20 ini.

Banyak karya sastra lain yang merambah luas di masyarakat kini, pantun tetap menjadi

pilihan sebagian orang dikarenakan sifatnya yang elastis, bisa dipakai dalam situasi apapun.

Seiring perkembangan pantun, pantun memiliki bentukan baru yang disebut seloka, talibun,

dan karmina.

                 

3.2. Saran

Saran yang dapat diberikan adalah hendaknya ilmu tentang kesusastraan selalu digali

dan dipelajari serta diterapkan, khususnya tentang pantun oleh para sastrawan, ilmuan, dan

lebih spesifik lagi oleh mahasiswa bahasa dan sastra Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rani, Supratman. 2006. Intisari Sastra Indonesia. Bandung: Pustaka Setia.

Djoko Damono Sapardi. Puisi Indonesia Sebelum Kemerdekaan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2004

Effendy, M. Ruslan. 1983. Selayang Pandang Kesusastraan Indonesia. Surabaya: PT. Bina Ilmu.

Gawa John. Kebijakan dalam 1001 Pantun. Jakarta: Buku Kompas. 2007

Hamzah, Amir. 1996. Esai dan Prosa. Jakarta: Dian Rakyat.

Laelasari dan Nurlailah.2006. Kamus Istilah Sastra. Bandung: Nuansa Aulia.

Mafrukhi, dkk. Kompetensi Berbahasa Indonesia Jilid 3. Jakarta: Erlangga. 2006

Rahman, Elmustian dan Abdul Jalil. Tanpa tahun. Bahan Ajar Mata Kuliah Sastra Rakyat. Pekanbaru: Labor Bahasa, Sastra, dan Jurnalistik Universitas Riau.

Rahman, Elmustian dan Abdul Jalil. 2005. Bahan Ajar Teori Sastra. Pekanbaru: Labor Bahasa, dan Jurnalistik Universitas Riau.

Rosidi Ajip. Kapankah Kesusteraan Indonesia Lahir?. Jakarta: Gunung Agung. 1983

Surana. 2001. Pengantar Sastra Indonesia. Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.

Suroto. 1989. Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Waluyo, Herman J. 1995. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.

Widjoko dan Endang Hidayat Teori dan Sejarah Sastra Indonesia. Bandung: UPI PRESS.  2007

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah, merupakan satu kata yang sangat pantas saya ucapkan kepada

Allah STW, karena dengan bimbinganNya maka saya bisa menyelesaikan makalah tentang

Pantun ini dengan tepat waktu.

Makalah ini dibuat dengan berbagai referensi dalam jangka waktu tertentu sehingga

menghasilkan karya yang bisa dipertanggungjawabkan hasilnya. Saya mengucapkan terima kasih

kepada pihak terkait yang telah membantu saya dalam menghadapi berbagai tantangan dalam

penyusunan makalah ini.

Saya menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada makalah

ini. Karena setiap manusia tidak luput dari tempatnya salah dan keliru. Oleh karena itu saya

mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk

kemajuan ilmu pengetahuan ini.

Terima kasih, dan semoga makalah ini bisa memberikan sumbangsih positif bagi kita

semua.

Pagar Alam,  September 2015

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang..............................................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah.........................................................................................................1

1.3. Tujuan...........................................................................................................................1

1.4. Metode..........................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN2.1. Pengertian Puisi Lama..................................................................................................3

2.2. Jenis Puisi......................................................................................................................3

2.3. Pengertian Pantun.........................................................................................................3

2.4. Sejarah Pantun..............................................................................................................5

2.5. Ciri-ciri Pantun..............................................................................................................5

2.6. Syarat-syarat Pantun.....................................................................................................7

2.7. Jenis-jenis Pantun .........................................................................................................7

2.8. Perkembangan Pantun.................................................................................................10

BAB III PENUTUP3.1. Kesimpulan.................................................................................................................13

3.2. Saran...........................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA

Oleh :Kelompok 4

Nama Kelompok :1.Irawan2.Misi Intan Andini3.Novita Sari4.Prastio Aldi5.Roni Meilanai6.Suci Lestari7.Yuni Tiara

Kelas XII.IPS.1