35
BAB I PENDAHULUAN 1.Konsep Keuangan Daerah Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, keuangan daerah adalah “Semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu, baik uang maupun barang yang dijadikan milik daerah berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban daerah tersebut”.Dari uraian di atas, dapat diambil kata kunci dari keuangan daerah adalah hak dan kewajiban. Hak merupakan hak daerah untuk mencari sumber pendapatan daerah berupa pungutan pajak daerah, retribusi daerah atau sumber penerimaan lain-lain yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan kewajiban adalah kewajiban daerah untuk mengeluarkan uang dalam rangka melaksanakan semua urusan pemerintah di daerah (Mamesah, 1995:5). Salah satu faktor penting untuk melaksanakan urusan rumah tangga daerah adalah kemampuan keuangan daerah. Dengan kata lain faktor keuangan merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi.

MAKALAH KEUANGAN DAERAH

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MAKALAH KEUANGAN DAERAH

BAB I

PENDAHULUAN

1.Konsep Keuangan Daerah

Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, keuangan daerah

adalah “Semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala

sesuatu, baik uang maupun barang yang dijadikan milik daerah berhubungan dengan

pelaksanaan hak dan kewajiban daerah tersebut”.Dari uraian di atas, dapat diambil kata kunci

dari keuangan daerah adalah hak dan kewajiban. Hak merupakan hak daerah untuk mencari

sumber pendapatan daerah berupa pungutan pajak daerah, retribusi daerah atau sumber

penerimaan lain-lain yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Sedangkan kewajiban adalah kewajiban daerah untuk mengeluarkan uang dalam rangka

melaksanakan semua urusan pemerintah di daerah (Mamesah, 1995:5).

Salah satu faktor penting untuk melaksanakan urusan rumah tangga daerah adalah

kemampuan keuangan daerah. Dengan kata lain faktor keuangan merupakan faktor yang

mempengaruhi tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi. Sehubungan

dengan pentingnya posisi keuangan daerah ini Pamudji dalam Kaho (2007:138-139)

menegaskan:

“Pemerintah daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien

tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan dan pembangunan Dan keuangan

inilah merupakan dalam satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan

daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri”.

 

Page 2: MAKALAH KEUANGAN DAERAH

Sementara itu, untuk dapat memiliki keuangan yang memadai dengan sendirinya

daerah membutuhkan sumber keuangan yang cukup pula. Lains dalam Kaho (2007:139-140)

merinci ada beberapa cara yang bisa dilakukan oleh daerah untuk memperoleh keuangannya,

antara lain:

1)    Daerah dapat mengumpulkan dana dari pajak daerah yang sudah direstui oleh

Pemerintah Pusat;

2)    Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, pasar uang atau Bank

atau melalui pemerintah pusat;

3)    Daerah dapat ikut ambil bagian dalam pendapatan pajak sentral yang dipungut daerah,

misalnya sekian persen dari pendapatan sentral tersebut (melalui bagi hasil);

4)     Pemerintah daerah dapat menambah tarif pajak setral tertentu; dan

5)    Pemerintah daerah dapat menerima bantuan atau subsidi dari Pemerintah Pusat.

Dalam melaksanakan keuangan daerah perlu dibuatkan suatu perencanaan agar

seluruh kegiatan yang akan dilaksanakan dapat dikelola dengan baik. Bentuk perencanaan

keuangan daerah inilah yang dikenal dengan istilah Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD), sebagaimana telah digariskan dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004

tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. APBD

adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan

daerah.Seperti halnya dalam kebijakan APBN, jika Pemerintah daerah menetapkan bahwa

kebijakan anggarannya bersifat ekspansif, artinya APBD akan diprioritaskan untuk

menstimulasi perekonomian daerah melalui pengeluaran pembangunan (development

budget). Sebaliknya, jika pemerintah daerah menetapkan kebijakan APBD bersifat kontraksi,

Page 3: MAKALAH KEUANGAN DAERAH

maka APBD kurang dapat diharapkan untuk menggerakkan perekonomian daerah, karena

anggaran pembangunan jumlahnya relatif kecil dibandingkan dengan belanja rutin daerah

(Saragih, 2003:82).

Menurut Mamesah (1995:16) APBD sebagai sarana atau alat utama dalam

menjalankan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab, karena fungsi APBD adalah

sebagai berikut:

1)    Menentukan jumlah pajak yang dibebankan kepada rakyat dari daerah yang

bersangkutan;

2)    Merupakan suatu sarana untuk mewujudkan otonomi;

3)    Memberikan isi dan arti tanggung jawab pemerintah daerah umumnya dan kepala daerah

khususnya, karena APBD itu menggambarkan seluruh kebijaksanaan pemerintah daerah;

4)    Merupakan suatu sarana untuk melaksanakan pengawasan terhadap daerah dengan cara

yang lebih mudah dan berhasil guna; dan

5)    Merupakan suatu pemberian kuasa kepada kepala daerah dalam batas-batas tertentu.

Pengelolaan keuangan daerah yang berkaitan dengan pelaksanaan desentralisasi diatur

secara mendetail dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 (yang

kemudian dilengkapi dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007)

menyatakan bahwa dalam pelaksanaan desentralisasi daerah, pemerintah daerah berhak

menyelenggarakan pengelolaan keuangan daerah, yang komponen-komponennya

sebagaimana tertuang dalam struktur APBD antara lain terdiri dari:

Page 4: MAKALAH KEUANGAN DAERAH

2.Pendapatan Daerah

Pendapatan Daerah adalah hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah

nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan. Pendapatan Daerah bersumber dari:

A.Pendapatan Asli Daerah;

Pendapatan Asli Daerah merupakan modal dasar Pemerintah Daerah dalam

mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah (Widjaja, 1998:42). Definisi

lain seperti dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004, Pendapatan Asli Daerah merupakan

penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut

berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dan tentunya pendapatan tersebut diperoleh dari hasil yang berada dalam wilayahnya sendiri.

Menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, Sumber PAD antara lain terdiri dari:

1)    Hasil pajak daerah, yaitu pungutan yang dilakukan oleh pemerintah Daerah kepada

semua obyek pajak, seperti orang/badan, benda bergerak/tidak bergerak;

2)    Hasil retribusi daerah, yaitu pungutan yang dilakukan sehubungan dengan suatu

jasa/fasilitas yang berlaku oleh Pemerintah Daerah secara langsung dan nyata;

3)    Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, antara lain:

a)     Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD;

b)     Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN;

Page 5: MAKALAH KEUANGAN DAERAH

c)     Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha

masyarakat;

4)    Lain-lain PAD yang sah, antara lain:

a)     Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;

b)     Jasa giro;

c)     Pendapatan bunga;

d)     Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah;

e)     Penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau

pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah;

f)      Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;

g)     Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan;

h)     Pendapatan denda pajak;

i)       Pendapatan denda retribusi;

j)       Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan;

k)     Pendapatan dari pengembalian;

l)       Fasilitas sosial dan fasilitas umum;

m)    Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; dan

n)     Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.

Page 6: MAKALAH KEUANGAN DAERAH

Pemberian sumber PAD bagi daerah ini bertujuan untuk memberikan kewenangan

kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan

potensi Daerah sebagai perwujudan desentralisasi.

Menurut Mahi (2000:58), pendapatan asli daerah belum bisa diandalkan sebagai sumber

pembiayaan utama otonomi daerah kabupaten/kota disebabkan oleh beberapa hal berikut.

1)    Relatif rendahnya basis pajak/retribusi daerah.

2)    Perannya yang tergolong kecil dalam total penerimaan daerah.

3)    Kemampuan administrasi pemungutan di daerah masih rendah.

4)    Kemampuan perencanaan dan pengawasan keuangan yang lemah.

B.Dana Perimbangan

Dana Perimbangan dikeluarkan bertujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara

Pemerintah dan Pemerintahan Daerah dan antar-Pemerintah Daerah. Pasal 10, UU No. 33

Tahun 2004 mengatur tentang Dana Perimbangan yang setiap tahun ditetapkan untuk menjadi

hak Pemerintah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota terdiri dari:

1)    Dana Bagi Hasil, bagian Daerah bersumber dari penerimaan pajak dan penerimaan dari

sumber daya alam;

a)     Dana Bagi Hasil Pajak yang bersumber dari:

-       Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);

-       Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB);

Page 7: MAKALAH KEUANGAN DAERAH

-       Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam

Negeri dan PPh Pasal 21.

b)     Dana Bagi Hasil Bukan Pajak yang bersumber dari sumber daya alam, berasal dari:

-       kehutanan;

-       pertambangan umum;

-       perikanan;

-       pertambangan minyak bumi;

-       pertambangan gas bumi; dan

-       pertambangan panas bumi.

Pembagian Dana Bagi Hasil dibagi menurut persentase yang berbeda-beda pada setiap

sumber Dana Bagi Hasil yang diatur dalam pasal 12 sampai dengan pasal 21.

2)    Dana Alokasi Umum;

Besarnya Persentasi Dana Alokasi Umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya

26% dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN. DAU tersebut

dibagi atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal adalah kebutuhan fiskal

dikurangi dengan kapasitas fiskal Daerah. Alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji

Pegawai Negeri Sipil Daerah.

Page 8: MAKALAH KEUANGAN DAERAH

3)    Dana Alokasi Khusus.

Besaran Dana Alokasi Khusus (DAK) ditetapkan setiap tahun dalam APBN. DAK

dialokasikan kepada Daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan

urusan Daerah. Pemerintah menetapkan kriteria DAK yang meliputi kriteria umum, kriteria

khusus, dan kriteria teknis. Kriteria umum ditetapkan dengan mempertimbangkan

kemampuan Keuangan Daerah dalam APBD. Kriteria khusus ditetapkan dengan

memperhatikan peraturan perundang-undangan dan karakteristik Daerah. Kriteria teknis

ditetapkan oleh kementerian negara/departemen teknis.

C.Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah

Kelompok lain-lain pendapatan daerah yang sah bertujuan memberi peluang kepada

Daerah untuk memperoleh pendapatan selain Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan

dan Pinjaman Daerah. Lain-lain pendapatan daerah yang sah ini terdiri atas:

1)    Hibah, adalah penerimaan daerah yang berasal dari pemerintah negara asing,

badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, badan/lembaga dalam negeri/perorangan,

baik dalam bentuk devisa, rupiah, maupun barang dan/atau jasa termasuk tenaga ahli dan

pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali dan bersifat tidak mengikat.

2)    Dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan korban/kerusakan akibat

bencana alam.

3)    Dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota.

4)    Dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh pemerintah.

Page 9: MAKALAH KEUANGAN DAERAH

5)    Bantuan keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah lainnya.

D.Belanja

Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang

mengurangi ekuitas dana, dan merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan

tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah.

Klasifikasi belanja menurut urusan pemerintahan terdiri atas belanja urusan wajib dan belanja

urusan pilihan. Klasifikasi belanja menurut urusan wajib mencakup:

1)    Pendidikan;

2)    Kesehatan;

3)    Pekerjaan umum;

4)    Perumahan rakyat;

5)    Penataan ruang;

6)    Perencanaan pembangunan;

7)    Perhubungan;

8)    Lingkungan hidup;

9)    Pertanahan;

10) Kependudukan dan catatan sipil;

Page 10: MAKALAH KEUANGAN DAERAH

11) Pemberdayaan perempuan;

12) Keluarga berencana dan keluarga sejahtera;

13) Sosial;

14) Tenaga kerja;

15) Koperasi dan usaha kecil menengah;

16) Penanaman modal;

17) Kebudayaan;

18) Pemuda dan oleh raga;

19) Kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;

20) Pemerintahan umum;

21) Kepegawaian;

22) Pemberdayaan masyarakat dan desa;

23) Statistik;

24) Arsip; dan

25) Komunikasi dan informatika.

Page 11: MAKALAH KEUANGAN DAERAH

Klasifikasi belanja menurut urusan pilihan mencakup:

1)    Pertanian;

2)    Kehutanan;

3)    Energi dan sumber daya mineral;

4)    Pariwisata;

5)    Kelautan dan perikanan;

6)    Perdagangan;

7)    Perindustrian; dan

8)    Transmigrasi.

Klasifikasi belanja menurut organisasi disesuaikan dengan susunan organisasi pada

masing-masing pemerintah daerah dan klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan

disesuaikan dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Sedangkan

belanja menurut kelompok belanja, terdiri dari:

1)    Belanja tidak langsung. Kelompok belanja tidak langsung ini tidak terkait langsung

dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung terbagi menurut

jenis belanja yang terdiri dari:

a)      Belanja pegawai;

b)      Bunga;

c)      Subsidi;

Page 12: MAKALAH KEUANGAN DAERAH

d)      Hibah;

e)      Bantuan sosial;

f)       Belanja bagi hasil;

g)      Bantuan keuangan; dan

h)      Belanja tidak terduga.

2)    Belanja langsung. Kelompok belanja langsung merupakan belanja yang terkait secara

langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja langsung dari suatu

kegiatan dibagi menurut jenis belanja yang terdiri atas:

a)      Belanja pegawai;

b)      Belanja barang dan jasa; dan

c)      Belanja modal.

Page 13: MAKALAH KEUANGAN DAERAH

E.Pembiayaan

Pembiayaan daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau

pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan

maupun tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan daerah meliputi semua transaksi

keuangan untuk menutup defisit atau untuk memanfaatkan surplus.

Apabila APBD diperkirakan surplus diutamakan untuk membayar pokok utang, penyertaan

modal (investasi) daerah, pemberian pinjaman kepada pemerintah pusat/pemerintah daerah

lain, dan/atau pendanaan belanja peningkatan jaminan sosial. Sementara itu, jika APBD

diperkirakan defisit maka ditetapkan pembiayaan untuk menutup defisit tersebut yang

diantaranya dapat bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran

sebelumnya, pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan,

penerimaan pinjaman, dan penerimaan kembali pemberian pinjaman atau penerimaan

piutang.

Pembiayaan daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.

Penerimaan pembiayaan mencakup:

1)    Sisa lebih perhitungan anggaran Daerah;

2)    Penerimaan pinjaman Daerah;

Pinjaman Daerah bertujuan memperoleh sumber pembiayaan dalam rangka penyelenggaraan

urusan Pemerintahan Daerah. Pinjaman Daerah bersumber dari:

a)  Pemerintah;

b)  Pemerintah Daerah lain;

Page 14: MAKALAH KEUANGAN DAERAH

c)  Lembaga keuangan bank;

d)  Lembaga keuangan bukan bank; dan

e)  Masyarakat berupa Obligasi Daerah.

3)    Penerimaan kembali pemberian pinjaman;

4)    Pencairan dana cadangan daerah;

5)    Penerimaan piutang; dan

6)    Hasil penjualan kekayaan Daerah yang dipisahkan.

Sedangkan pengeluaran pembiayaan mencakup:

1)    Pembentukan dana cadangan;

2)    Penanaman modal (investasi) pemerintah daerah;

3)    Pembayaran pokok utang; dan

4)    Pemberian pinjaman daerah.

Menurut Saragih (2003:82), apapun komposisi dari APBD suatu daerah tentu harus

disesuaikan dengan perkembangan keuangan pemerintah daerah yang bersangkutan. Setiap

daerah tidak harus memaksakan diri untuk menggenjot pengeluaran tanpa diimbangi dengan

kemampuan pendapatannya, khususnya kapasitas PAD. Dikhawatirkan jika pemerintah

daerah menetapkan kebijakan defisit pada APBD-nya, maka sumber pembiayaan untuk

menutupi sebagian atau seluruh defisit anggaran berasal dari pinjaman atau utang.

Page 15: MAKALAH KEUANGAN DAERAH

Oleh sebab itu, masih menurut Saragih (2003:82), yang lebih aman adalah tidak mendesain

anggaran daerah yang ekspansif tanpa diimbangi dengan kemampuan pendapatannya. Bisa-

bisa keuangan pemerintah daerah bangkrut hanya karena mengikuti ambisi untuk menggenjot

pengeluaran, baik rutin maupun pembangunan. Upaya yang dapat dilakukan untuk

menciptakan struktur APBD yang baik adalah dengan memperkecil (didasari efisiensi dan

efektivitas) belanja rutin daerah pada pos-pos yang tidak perlu dan mendesak. Hal inilah yang

mendorong perubahan paradigma penganggaran dari yang berbasis line item (tradisional) ke

arah penganggaran berbasis kinerja. Artinya, penganggaran berbais kinerja ini melihat

penilaian kinerja lembaga berdasarkan besarnya dana yang terserap dari suatu program atau

kegiatan. Setiap rupiah yang dikeluarkan harus dapat menghasilkan (yield) nilai tambah bagi

perekonomian daerah atau kemakmuran masyarakat yang diindikasikan melalui target yang

bersifat kuantitatif. Selanjutnya dalam proses penganggarannya, sistem ini juga menghendaki

dipertimbangkannya beberapa fungsi, yakni fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi.

 

Page 16: MAKALAH KEUANGAN DAERAH

BAB II

PEMBAHASAN

1.Desentralisasi Fiskal

Otonomi daerah dan termasuk di dalamnya desentralisasi fiskal mengharuskan daerah

mempunyai kemandirian keuangan yang tinggi. Beberapa daerah dengan sumber daya yang

dimiliki mampu menyelenggarakan otonomi daerah, namun tidak tertutup kemungkinan ada

beberapa daerah akan menghadapi kesulitan dalam menyelenggarakan tugas desentralisasi,

mengingat keterbatasan sumber daya yang dimiliki (Bappenas, 2003:1).

`Menurut Saragih (2003:83), yang dimaksud dengan desentralisasi fiskal adalah suatu

proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan

yang lebih rendah, untuk mendukung fungsi atau tugas pemerintahan dan pelayanan publik,

sesuai dengan banyaknya kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan. Dan dalam

pelaksanaannya, prinsip money should follow function merupakan salah satu prinsip yang

harus diperhatikan dan dilaksanakan.

Desentralisasi Fiskal dalam otonomi daerah ditujukan untuk menciptakan

kemandirian daerah. Sidik (2002:1) menyatakan bahwa dalam era ini, pemerintah daerah

diharapkan mampu menggali dan mengoptimalkan potensi (keuangan lokal), khususnya

pendapatan asli daerah. Pemerintah daerah diharapkan mampu mengurangi ketergantungan

terhadap pemerintah pusat mengingat ketergantungan semacam ini akan mengurangi

kreatifitas lokal untuk mengambil kebijakan terkait dengan penerimaan lokal yang lebih

efisien.Menurut Sidik (2002:2), ada tiga sumber daya yang harus mampu dikelola oleh

Page 17: MAKALAH KEUANGAN DAERAH

pemerintah daerah guna mencapai tujuan yang telah ditentukan, yakni pengelolaan atas

pegawai, keuangan, dan kelembagaan. Kemampuan pemerintah daerah untuk menyediakan

layanan publik dan menjalankan pembangunan sangat tergantung pada kemampuan

keuangannya. Tanpa uang, pemerintah daerah tidak dapat membayar pegawai, perlengkapan

dan peralatan, serta berbagai kontrak penyediaan layanan lokal, dan lain sebagainya.

Desentralisasi fiskal dan devolusi tampak sebagai dua sisi yang berbeda dari satu koin mata

uang yang sama sehingga desentralisasi fiskal menuntut adanya devolusi, dan begitu pula

sebaliknya.

Menurut Muluk (2005), desentralisasi fiskal pada dasarnya berkaitan dengan dua hal

pokok, yakni kemandirian daerah dalam memutuskan pengeluaran guna menyelenggarakan

layanan publik dan pembangunan, dan kemandirian daerah dalam memperoleh pendapatan

untuk membiayai pengeluaran tersebut. Selain persoalan desentralisasi fiskal, daerah pada

dasarnya juga menghadapi persoalan internal yang menyangkut kesanggupan daerah

mengelola keuangan daerahnya berdasarkan prinsip 5E, yakni: efficient, effective, economic,

equal, excellent.

 

2.Potensi Fiskal

Potensi fiskal merupakan kemampuan daerah dalam menghimpun dana melalui

sumber-sumber yang sah. Potensi fiskal daerah tercermin dari Pendapatan Asli Daerah (PAD)

yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, laba BUMD, dan lain-lain pendapatan yang sah.

Salah satu wujud desentralisasi fiskal adalah pemberian sumber-sumber penerimaan bagi

daerah yang dapat digali dan digunakan sendiri sesuai potensinya masing-masing

(Firmansyah, 2006:41).

Page 18: MAKALAH KEUANGAN DAERAH

Menurut Halim, (2002:320) upaya peningkatan pendapatan daerah tidak terlepas dari

2 (dua) hal pokok, yaitu:

A. Potensi sumber-sumber PAD,

terdiri dari:

1.   Potensi sumber daya alam

Potensi sumber daya alam adalah kekayaan alam yang dimiliki atau ditemukan di

daerah yang pengelolaanya dikuasai oleh daerah. Sumber daya alam terdiri dari sumber daya

alam yang tidak dapat diperbaharui, sumber daya alam yang dapat diperbaharui, dan sumber

daya alam yang dapat pulih. Secara teoritis, sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui

akan berkurang potensinya sesuai jumlah penggalian dan pengolahannya yang pada

gilirannya cepat lambat potensinya akan habis. Contohnya bahan tambang galian golongan C.

Yang patut diperhatikan adalah sumber daya alam yang dapat diperbaharui, yang

mana sangat memerlukan sebuah kebijakan dalam pemanfaatannya. Bila dimanfaatkan secara

benar akan memberikan keuntungan pada masa sekarang dan yang akan datang.

Pemanfaatannya harus disertakan dengan konservasi atau pelestarian, terutama melalui usaha

budidaya. Contohnya adalah sumber daya hasil hutan, perkebunan, pertanian, peternakan dan

perikanan.

Selanjutnya sumber daya alam yang dapat pulih adalah sumber daya alam yang

potensinya dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi lingkungan atau musim. Contohnya

adalah potensi air bawah tanah dan air permukaan. Pada musim kemarau, potensinya dapat

menyusut karena berbagai sifat seperti pengeboran, penguapan atau perembesan. Khusus bagi

Page 19: MAKALAH KEUANGAN DAERAH

sumber daya alam kelompok ini yang patut diperhatikan adalah menghindari terjadinya

pencemaran.

2.   Potensi sumber daya manusia

Potensi sumber daya manusia dapat dilihat dari kuantitas maupun kualitasnya.

Kualitas sumber daya manusia tercermin dari jumlah penduduk secara kuantitas SDM cukup

besar, namun dilihat dari kualitasnya relatif masih rendah. Kualitas SDM yang masih rendah

ini diukur dari tingkat pendidikan (angka melek huruf dan lama sekolah) dan derajat

kesehatannya (usia harapan hidup), serta daya beli masyarakat. Dewasa ini, ukuran yang

digunakan untuk menentukan kualitas SDM diantaranya adalah Indeks Pembangunan

Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI).

 

3.   Potensi sumber daya buatan

Potensi sumber daya buatan adalah seluruh hasil karya manusia dalam wujud fisik,

seperti prasarana dan sarana produksi, perhubungan (transportasi dan komunikasi),

bangunan/gedung dan lain-lain. Hampir seluruh potensi sumber daya buatan yang dibangun

oleh Pemerintah, swasta maupun masyarakat merupakan potensi daerah yang dapat

dikembangkan sebagai sumber pendapatan asli daerah. Potensi jenis ini tampaknya relatif

lebih mudah untuk dikembangkan karena potensinya dapat dijadikan objek pajak daerah

ataupun retribusi daerah.

Page 20: MAKALAH KEUANGAN DAERAH

4.   Potensi sumber daya kelembagaan

Yang dimaksud sumber daya kelembagaan adalah hasil karya manusia non-fisik

berupa organisasi pemerintahan, kemasyarakatan, perusahaan, peraturan perundang-

undangan maupun nilai-nilai yang menjadi pedoman masyarakat dalam berperilaku.

Keberadaan sumber daya kelembagaan ini tidak dapat diabaikan dalam kaitannya

dengan upaya peningkatan PAD, sebab sumber daya kelembagaan inilah yang dapat

melaksanakan operasional kegiatan untuk meningkatkan PAD tersebut. Di sini sistem

manajemen pemerintahan, khususnya yang menangani tentang keuangan daerah sangat

penting dalam melaksanakan dan menopang penggalian sumber-sumber keuangan maupun

pemanfaatannya.

Dalam hal ini, peranan organisasi pengelola dinilai sangat penting. Sebagai organisasi

pengelola PAD adalah Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda) yang secara khusus dan bersama-

sama instansi terkait bertugas untuk melakukan pendataan, penagihan, dan penyetoran PAD.

Dipenda sebagai organisasi pengelola PAD mempunyai tugas antara lain meningkatkan PAD.

B.  Faktor-faktor pendukung

Potensi sumber-sumber PAD adalah seluruh obyek yang dapat memberikan kontribusi

terhadap jumlah PAD. Sementara faktor pendukungnya adalah kemampuan penyelenggara

administrasinya. Ukuran yang dapat digunakan untuk pengukuran perekonomian daerah

adalah rata-rata pendapatan per-kapita atau rata-rata daya beli penduduk di daerah tersebut.

Dengan kata lain tergantung tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Faktor pendukung yang

lain adalah:

1)    Letak geografis wilayah;

Page 21: MAKALAH KEUANGAN DAERAH

2)    Kesuburan tanah;

3)    Kekayaan hasil-hasil tambang;

4)    Jumlah penduduk; dan

5)    Usaha-usaha ekonomi produktif sebagai lapangan kerja dan berusaha.

PENUTUP

KESIMPULAN

Pendapatan Asli Daerah merupakan modal dasar Pemerintah Daerah dalam

mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah. Pemberian sumber PAD

bagi daerah ini bertujuan untuk memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk

mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi Daerah sebagai perwujudan

desentralisasi. Menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, Sumber PAD antara lain

terdiri dari:Hasil pajak daerah,Hasil retribusi daerah,Hasil pengelolaan kekayaan

daerah,Lain-lain PAD yang sah, antara lain(Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak

dipisahkan),(Jasa giro),(Pendapatan bunga),Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah),

(Penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau

pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah),(Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar

rupiah terhadap mata uang asing),(Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan

pekerjaan),(Pendapatan denda pajak),(Pendapatan denda retribusi),(Pendapatan hasil eksekusi

atas jaminan),(Pendapatan dari pengembalian),(Fasilitas sosial dan fasilitas umum),

(Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan),(Pendapatan dari

angsuran/cicilan penjualan).

Page 22: MAKALAH KEUANGAN DAERAH

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

1.Konsep Keuangan Daerah....................................................................................... 1

2. Pendapatan Daerah................................................................................................. 4

A.Pendapatan Asli Daerah.................................................................................. 4

B.Dana Perimbangan........................................................................................... 6

C.Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah........................................................... 8

D.Belanja............................................................................................................. 9

E.pembiayaan...................................................................................................... 13

BAB II

PEMBAHASAN

1.Desentralisasi Fiskal................................................................................................ 16

2.Potensi Fiskal.......................................................................................................... 17

A.Potensi Sumber-sumber PAD.......................................................................... 18

1.Potensi Sumber Daya Alam........................................................................ 18

2.Potensi Sumber Daya Manusia.................................................................... 19

3.Potensi Sumber Daya Buatan...................................................................... 19

4.Potensi Sumber Daya Kelembagaan............................................................ 19

Page 23: MAKALAH KEUANGAN DAERAH

B.Faktor-faktor Pendukung................................................................................. 20

BAB III

PENUTUP......................................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA

Page 24: MAKALAH KEUANGAN DAERAH

MAKALAH

ADMINISTRASI KEUANGAN NEGARA DAN DAERAH

DI SUSUN OLEH :

RAMASYAFARDINIM : E01109068

ILMI ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2013

Page 25: MAKALAH KEUANGAN DAERAH

DAFTAR PUSTAKA

Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan No. 08/BM/05. Direktorat

Jenderal Prasarana Wilayah, Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta.2009,

Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan No. 010/BM/2009.

Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta.

Sistem Manajemen Mutu PT. Jasa Duta Mandiri.