62
Hubungan Gangguan Pernapasan dengan Mekanisme Pernapasan Kelompok F3 : Stephanie Vania Embang (102010188) Nixon Irianto Sinurat (102010308) Avena Athalia Alim (102011031) Ayu Lestari Maduwu (102011097) Aprianus Musa Dopong (102011156) Agnes Borneo (102011164) Franzeska Marchitia Dinar Pusparani (102011271) Andy Oliver Bombing (102011282) Abraham Bayu Theodoron (102011441) Dona Yuliyanti (102011442) 1

Makalah Kelompok F3 Blok 7

Embed Size (px)

DESCRIPTION

blok 7

Citation preview

Page 1: Makalah Kelompok F3 Blok 7

Hubungan Gangguan Pernapasan dengan

Mekanisme Pernapasan

Kelompok F3 :

Stephanie Vania Embang (102010188)

Nixon Irianto Sinurat (102010308)

Avena Athalia Alim (102011031)

Ayu Lestari Maduwu (102011097)

Aprianus Musa Dopong (102011156)

Agnes Borneo (102011164)

Franzeska Marchitia Dinar Pusparani (102011271)

Andy Oliver Bombing (102011282)

Abraham Bayu Theodoron (102011441)

Dona Yuliyanti (102011442)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

1

Page 2: Makalah Kelompok F3 Blok 7

Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510

Pendahuluan

Pernapasan adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan 2 proses yang berbeda,

tetapi saling berhubungan, yaitu pernapasan seluler dan pernapasan mekanik.1 Pernapasan

seluler adalah suatu proses di mana sel-sel dan jaringan tubuh memperoleh energi melalui

pemecahan molekul organik. Pernapasan mekanik merupakan proses perjalanan oksigen dari

luar dibawa masuk ke dalam tubuh untuk memenuhi kebutuhan energi sel.

Sistem pernapasan terdiri atas organ pertukaran gas, yaitu pulmo dan suatu pompa

ventilasi paru yang terdiri atas dinding dada, otot pernapasan, pusat pernapasan dalam otak

yang mengendalikan otot-otot pernapasan, serta jaras dan saraf yang menghubungkan pusat

pernapasan dengan otot pernapasan.

Pada keadaan istirahat, frekuensi pernapasan manusia normal berkisar antara

12-15 kali permenit. Dalam sekali bernapas, sekitar 500 ml udara atau sekitar 6-8 L udara per

menit, dihirup dan dikeluarkan dari paru. Udara ini kemudian bercampur dengan gas yang

terdapat di dalm alveoli, dan selanjutnya, melalui proses difusi sederhana, O2 masuk ke dalam

darah di kapiler paru. Sedangkan CO2 masuk ke dalam alveoli untuk kemudian dikeluarkan

ke lingkungan luar tubuh. Sistem pernapasan dapat diukur melalui sebuah alat yang

dinamakan spirometer. Cara kerja spirometer yang tergolong mudah, serta penjelasan

mengenai hasil dari pencatatan spirometer juga akan dibahas secara lebih spesifik pada

makalah ini.

Identifikasi Istilah yang Tidak Diketahui

Tidak ada istilah yang tidak diketahui.

Rumusan Masalah

Laki-laki berusia 25 dengan keluhan batuk dan sesak nafas sejak 5 hari yang lalu.

2

Page 3: Makalah Kelompok F3 Blok 7

Analisis Masalah

Hipotesis

Batuk dan sesak nafas disebabkan oleh adanya gangguan pada mekanisme pernapasan.

Pembahasan

Pada kasus laki-laki berusia 25 tahun mengalami batuk dan sesak napas. Terdapat

gangguan pernapasan, batuk dan sesak napas, yang menyebabkan mekanisme pernapasan

terganggu.

Struktur Makroskopik Alat-Alat Sistem Respirasi

Hidung

Hidung merupakan ‘pintu masuk’ udara pertama kali sebelum masuk ke dalam saluran

pernapasan dalam. Hidung bagian luar tertutup oleh kulit tipis dengan jaringan subkutan yang

cukup kuat di bawahnya.2 Hidung tersusun atas osteon pada bagian atas dan kartilago pada

bagian bawah. Osteon pada hidung tersusun oleh os nasale, processus frontalis os maxillaris,

dan bagian nasal dari os frontalis. Sedangkan bagian kartilago, disusun oleh cartilago septal

nasi, kartilago nasi lateralis, serta kartilago ala nasi mayor dan minor.

Hidung terdiri atas 3 regio, yaitu Vestibulum yang sebelah dalamnya terdapat bulu-

bulu halus untuk menyaring udara, regio penghidu yang terbentang dari cranial Limen Nasi

meluas sampai setinggi Concha, dan regio pernapasan.

3

Struktur dan mekanisme pernafasan

Mekanisme pernafasan

Struktrur makroskopis

Struktur mikroskopis

Pemeriksaan fungsi paru

Faktor2

Page 4: Makalah Kelompok F3 Blok 7

Hidung memiliki struktur yang terbuka ke arah wajah melalui Nares dan struktur yang

terbuka ke arah Nasopharynx melalui Choana. Hidung bagian kanan dan hidung bagian kiri

dipisahkan oleh suatu sekat yang disebut Septum Nasi. Septum Nasi dibentuk oleh Lamina

Perpendicular Ossis Ethmoidalis, Os Vomer, dan Cartilago Septum Nasi.

Hidung diperdarahi oleh pembuluh-pembuluh nadi dan vena, meliputi A. Lateralis

Nasi cabang A. Facialis, A. Dorsalis Nasi cabang A. Ophtalmica, A. Infra Orbitalis cabang A.

Maxilaris Internus, V. Facialis, dan V. Opthalmica. Otot-otot hidung terdiri atas M. Nasalis,

yang berfungsi untuk memperkecil lubang hidung dan M. Depressor Septi Nasi untuk

memperlebar lubang hidung. Otot-otot motorik ini dipersarafi oleh N. VII (N. Fasialis).

Persarafan sensoris pada sisi medial punggung hidung sampai ujung hidung oleh N. Infra

Trochlearis dan N. Nasalis Externus cabang N.V1, sedangkan sisi lateral oleh N. Infra

Orbitalis cabang N. V2.

Gambar 1. Rangka Hidung

Rongga Hidung

Rongga hidung berada di sebelah superior Palatum Durum dan terpisah satu sama lain

oleh Septum Nasi di garis tengah.2 Masing-masing rongga hidung memiliki pintu anterior dan

pintu posterior, dasar, atap, dinding lateral, dan dinding medial yang terbentuk oleh Septum

Nasi.2 Sementara itu, masing-masing lubang hidung membentuk muara di sebelah anterior

untuk masing-masing ronggahidung dan Choana membentuk pintu hidung di sebelah

posterior.2

4

Page 5: Makalah Kelompok F3 Blok 7

Kedua Choana merupakan pintu-pintu bertulang yang kaku yang membentuk saluran

penghubung antara rongga-rongga hidung dan Nasopharynx.2 Choana memiliki arah bidang

frontal kepala.

Atap rongga hidung terdiri atas 3 regio, yaitu:

Regio Sphenoidalis

Merupakan bagian posterior atap rongga hidung yang dibentuk oleh sisi

anterior dan inferior badan os Sphenoidale.

Regio Ethmoidalis

Merupakan atap medial yang dibentuk oleh bidang horizontal Lamina

Kribroformis os. Ethmoidale.

Regio Fronto-Nasale

Merupakan bagian anterior yang landai, sesuai dengan permukaan inferior

tulang hidung yang landai pada jembatan hidung.

Pada dinding lateral rongga hidung, terdapat 3 elevasi yang disebut Concha. Chonca

ini adalah tulang-tulang seperti gulungan surat yang tertutup oleh mukoperiosteum.2

Choncha Nasalis Superior

Pada sebelah cranial dan dorsal Choncha ini terdapat Recessus Spheno

Ethmoidalis. Pada bagian inferior dari Choncha ini, terdapat Meatus Nasi

Superior yang merupakan muara dari Sinus Ethmoidalis.

Choncha Nasalis Medius

Pada inferolateral Choncha ini terdapat Meatus Nasi Medius. Setinggi Meatus

Nasi Medius, pada dinding lateral rongga hidung, dapat dijumpai Bulla

Ethmoidalis yang merupakan pembengkakan Sinus Ethmoidalis. Bulla

Ethmoidalis merupakan muara Sinus Ethmoidalis Medius. Pada bagian inferior

Bulla ini terdapat Hiatus Semilunaris yang merupakan muara dari Sinus

Maxillaris dan Sinus Frontalis (melalui ductus fronto-nasalis). Hiatus

Semilunaris ke arah antero-superior membentuk Infundibulum Ethmoidalis di

mana terdapat muara Sinus Ethmoidalis dan Ductus Nasofrontalis.

Choncha Nasalis Inferior

Pada sebelah lateral dan caudal choncha ini terdapat Meatus Nasi Inferior yang

merupakan tempat muara dari Ductus Nasolacrimalis.

Rongga hidung diperdarahi oleh Aa. Ethmoidalis Anterior dan Posterior, A.

Sphenopalatina cabang A. Maxillaris Internus, A. Palatina Major, serta A. Labialis Superior.

5

Page 6: Makalah Kelompok F3 Blok 7

Vena-vena rongga hidung yang meliputi V. Fasialis, V. Sphenopalatina, V. Ethmoidalis

Anterior, dan V. Opthalmica membentuk Plexus Cavernosus.

Selaput lendir rongga hidung dipersarafi oleh N. Olfaktorius (I) dan N. Trigeminus

(V). N. Olfaktorius merupakan saraf sensoris khusus yang mempersarafi selaput lendir atap

rongga hidung. Saraf ini dimulai dari Bulbus Olfaktorius, kemudian lintasan-lintasan

olfaktorius melewati traktus-traktus olfaktorius sampai ke otak. Pada rongga hidung juga

dapat dijumpai serabut saraf sensorik yang membawa sensasi nyeri, suhu, raba, dan tekan.

Saraf tersebut adalah N. Ethmoidalis Anterior. Terdapat pula N. Infraorbitalis yang cabang

akhirnya memasuki vestibulum hidung dari kulit yang menutupi lubang hidung.2 Sebagian

besar selaput lendir dinding lateral hidung dipersarafi oleh cabang menurun N. Palatinus

Mayor yang berasal dari kutub inferior ganglion Pterigopalatinum.2

Sinus Paranasalis

Terdiri atas Sinus Frontalis, Sinus Ethmoidalis, Sinus Sphenoidalis, dan Sinus

Maxillaris. Fungsi sinus-sinus ini tidak diketahui dengan pasti; sinus meringankan tulang

tengkorak dan menambah resonansi suara.3 Sebagian besar, sinus ini tidak ada sejak

kelahiran. Sinus membesar semenjak erupsi gigi permanen dan sesudah pubertas, yang secara

nyata mengubah ukuran dan bentuk wajah.3

Sinus Frontalis

Terletak di dalam Os. Frontal dan bermuara ke bagian anterior Meatus Nasi

Medius. Sinus ini dilalui oleh A. Supraorbitalis dan A. Ethmoidalis Anterior,

serta dipersarafi oleh N. Supraorbitalis.

Sinus Ethmoidalis

Tersusun sebagai Cellulae Ethmoidalis yang membentuk kelompok. Kelompok

Anterior (Sinus Infundibular) bermuara ke dalam Ductus Frontonasalis,

kelompok Medius (Sinus Bullar) bermuara ke dalam Meatus Nasi Medius,

serta kelompok posterior yang bermuara ke dalam Meatus Nasi Superior. Sinus

Ethmoidalis diperdarahi oleh Aa. Ethmoidalis Anterior dan Posterior serta oleh

A. Sphenopalatina. Sinus ini juga dipersarafi oleh Nn. Ethmoidalis Anterior

dan Posterior dan cabang orbital Ganglion Pterygopalatinum.

Sinus Sphenoidalis

6

Page 7: Makalah Kelompok F3 Blok 7

Terletak di dalam Corpus Ossis Sphenoidalis dan bermuara ke dalam Recessus

Spheno-Ethmoidalis. Sinus ini diperdarahi oleh A. Ethmoidalis Posterior dan

cabang Pharyngeal A. Maxillaris Interna. Dipersarafi oleh N. Ethmoidalis

Posterior dan cabang orbital Ganglion Pterygopalatinum.

Sinus Maxillaris

Terletak pada Os. Maxilla. Lantainya berproyeksi sesuai dengan akar gigi

geligi premolar 1 dan 2, molar 3, serta caninus. Sinus Maxillaris bermuara ke

bagian terendah Hiatus Semilunaris. Diperdarahi oleh A. Facialis, A.

Infraorbitalis, A. Palatina Major, dan Aa. Alveolaris Superior Anterior dan

Posterior. Dipersarafi oleh N. Infraorbitalis dan Nn. Alveolaris Superior

Anterior, Medius, dan Posterior.

Gambar 2. Penampang Medial Rongga Hidung

Pharynx

Pharynx merupakan sebuah pipa musculomembranosa yang membentang dari bassis

cranii sampai setinggi vertebra cervical 6 atau tepi bawah cartilago cricoidea dan melebar di

bagian superior.3 Di sebelah caudal dilanjutkan dengan oesophagus dan pada batas antara

Pharynx dengan Oesophagus menyempit dengan lebar sekitar 1,5 cm. Pharynx dibagi menjadi

3 bagian, yaitu Nasopharynx (Epipharynx), Oropharynx (Mesopharynx), dan Laryngopharynx

(Hypopharynx). Batas-batas Pharynx antara lain:3

Batas Cranial: bagian posterior Corpus Ossis Sphenoidalis dan Pars Basilaris

Ossis Occipitalis.

7

Page 8: Makalah Kelompok F3 Blok 7

Batas Dorsal + Lateral: jaringan penyambung longgar yang menempati

spatium peripharyngeale.

Batas Ventral: Pharynx terbuka ke dalam rongga hidung, mulut, dan Larynx,

sehingga dinding anterior tidak sempurna.

Batas Superior-Inferior: Lamina Medialis Processus Pterygoidei, Raphe

Pterygomandibularis, Mandibulla, lidah, os Hyoideum, cartilago thyreoidea,

dan cartilago cricoidea.

Batas Lateral: hubungan ke Cavum Tympani melalui Tuba Eustachii.

Lapisan-lapisan otot pharynx (Tunica Muscularis) terdiri atas 3 otot lingkar/sirkular, yaitu

M. Constrictor Pharyngis Inferior, M. Constrictor Pharyngis Medius, dan M. Constrictor

Pharyngis Superior, serta 3 otot yang masing-masing turun dari Processus Styloideus, Torus

Tubarius, dan Palatum Molle, yaitu M. Stylopharyngeus, M. Salpingopharyngeus, dan M.

Palatopharyngeus.3

M. Constrictor Pharyngis Inferior

Merupakan otot sirkular paling tebal. Terdiri atas 2 bagian otot kecil, yaitu M.

Cricopharyngeus dan M. Thyreopharyngeus. M. Cricopharyngeus melekat pada sisi

lateral cartilago cricoidea. M. Thyreopharyngeus berasal dari Linea Obliqua Lamina

Cartilaginis Thyroidei dan Cornu Inferius Cartilago Thyreoidea. Sewaktu menelan, M.

Cricopharyngeus berfungsi sphincter dan M. Thyreopharyngeus sebagai pendorong.

M. Constrictor Pharyngis Medius

Terdiri atas dua bagian otot kecil. Sebelah anterior, melekat pada Cornu Minus Ossis

Hyoidei dan bagian bawah ada Lig. Stylohyodeum sebagai M. Chondropharyngeus.

M. Constrictor Pharyngis Superior

Merupakan lembaran otot tipis. Pada bagian anteriornya melekat pada Hamulus

Pterygoideus, Raphe Pterygomandibularis, ujung dorsal Linea Mylohyoidea Ossis

Mandibulae, dan sisi Radix Linguae. Perlekatan ini membagi M Constrictor Pharyngis

Superior menjadi otot-otot yang lebih kecil, yaitu M. Pterygopharyngeus, M.

Buccopharyngeus, M. Mylopharyngeus, dan M. Glossopharyngeus.

Perdarahan pharynx berasal dari A. Pharyngea Ascendens, A. Palatina Ascendes dan

Ramus Tonsillaris cabang A. Facialis, A. Palatina Major dan A. Canalis Pterygoidei cabang

A. Maxillaris Interna, serta Rami Dorsales Linguae cabang A. Lingualis.3 Pembuluh-

8

Page 9: Makalah Kelompok F3 Blok 7

pembuluh balik membentuk sebuah plexus yang ke atas berhubungan dengan plexus

pterygoideus dan ke arah bawah bermuara ke dalam V. Jugularis Interna dan V. Facialis.3

Persarafan Pharynx berasal dari Plexus Pharyngeus yang dibentukoleh Rami

Pharyngei N. Glossopharyngeus, N. Vagus, dan serabut-serabut simpatik postganglioner dari

Ganglion Cervicale Superius. Saraf motorik utama Pharynx adalah Pars Cranialis N.

Accessorius yang melintasi cabang-cabang N. Vagus, mempersarafi semua otot Pharynx dan

Palatum, kecuali M. Stylopharyngeus dan M. Constrictor Pharyngis Superior yang dipersarafi

oleh N. Glossopharyngeus. M. Constrictor Pharyngis Inferior dipersarafi lewat Ramus

Externus N. Laryngeus Superior dan N. Recurrents.3

Saraf sensoris utama Pharynx adalah N. Glossopharyngeus dan N. Vagus, tetapi

sebagian besar mukosa nasopharynx dipersarafi oleh N. Maxillaris lewat Ganglon

Pterygopalatinum. Mukosa Palatum Molle dan Tonsilla Palatina dipersarafi oleh Nn. Palatini

Minores lewat Ganglion Pterygopalatinumdan N. Glossopharyngeus.3

Larynx

Larynx merupakan saluran udara yang bersifat sphincter dan juga organ pembentuk

suara, membentang antara lidah sampai trachea atau pada laki-laki dewasa setinggi vertebra

cervical 3 sampai 6 , tetapi sedikit lebih tinggi pada anak-anak dan perempuan dewasa.

Larynx berada di antara pembuluh-pembuluh besar leher dan di sebelah ventral tertutup oleh

kulit, fascia, otot, dan depressor lidah. Ke arah superior, Larynx terbuka ke dalam

Laryngopharynx, dinding posterior Larynx menjadi dinding anterior Laryngopharynx. K arah

posterior, Larynx dilanjutkan sebagai trachea.3

Larynx terdiri atas cartilago thyreoidea, cartilago cricoidea, dan cartilago epiglottis,

cartilago arytaenoidea, cartilago cuneiforme, dan cartilago corniculatum. Cartilago Thyroidea

merupakan tulang rawan larynx terbesar, terdiri atas 2 lamina persegi empat yang tepi

anteriornya menyatu ke arah inferior, membentuk sebuah sudut yang menonjol yang dikenal

sebagai Prominentia Laryngea (sangat jelas terlihat pada laki-laki (jakun)). Cartilago

Cricoidea berbentuk semu cincin stempel dan membentuk bagian inferior dinding Larynx.

Cartilago Arytaenoidea terletak di posterior Larynx, sebelah superolateral Lamina Cartilago

Cricoidea.

Cartilago Corniculatum terletak di sebelah posterior, dalam Plica Aryepiglottica, dan

bersandar pada apex Cartilago Arytaenoidea. Tiap sisi epiglottis dilekatkan ke masing-masing

Cartilago Arytaenoidea oleh Plica Aryepiglottica.3

9

Page 10: Makalah Kelompok F3 Blok 7

Otot-otot Larynx dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok ekstrinsik dan

intrinsik. Otot-otot ekstrinsik menghubungkan Larynx dengan struktur-struktur sekitar. Otot-

otot ekstrinsik meliputi M. Sternothyreoideus yang menarik Larynx ke bawah, M.

Thyreohyoideus yang menarik Larynx ke atas, dan M. Constrictor Pharyngis Inferior.3

Otot-otot intrinsik mempunyai tempat lekat yang terbatas pada Larynx, yaitu M.

Cricothyreoideus, M. Cricoarytaenoideus Posterior, M. Cricoarytaenoideus Lateralis, M.

Arytaenoideus Transversus, M. Arytaenoideus Obliquus, M. Aryepiglotticus, dan M.

Thyreoarytaenoideus.3

Fungsi otot-otot intrinsik Larynx dapat dibagi dalam 3 kelompok, yakni:3

1. Otot-otot yang mengubah glottis

o Membuka glottis: M. Cricoarytaenoideus Posterior.

o Menutup glottis: M. Cricoarytaenoideus Lateralis, M. Arytaenoideus

Obliquus, M. Arytaenoideus Transversus, M. Thyreoarytaenoideus, M.

Cricothyreoideus.

2. Otot-otot yang mengatur ketegangan Lig. Vocale

o Menegangkan Lig. Vocale: M. Cricothyreoideus dan M.

Cricoarytaenoideus Posterior.

o Mengendurkan Lig. Vocale: M. Thyreoarytaenoideus, M. Vocalis,

dan M. Cricoarytaenoideus Lateralis.

3. Otot-otot yang mengubah Aditus Laryngeus

o Menutup Aditus Laryngis: M. Arytaenoideus Obliquus, M.

Aryepiglotticus, dan M. Thyreoarytaenoideus.

o Membuka Aditus Laryngis: M. Thyreoepiglotticus.

Perdarahan utama Larynx berasal dari cabang-cabang A. Thyreoidea Superior dan A.

Thyreoidea Inferior. Terdapat pula V. Thyreoidea Superior yang bermuara ke dalam V.

Jugularis Interna dan V. Thyreoidea Inferior yang bermuara ke dalam V. Brachiocephalica

Sinistra. Persarafan Larynx berasal dari cabang-cabang internus dan externus N. Laryngeus

Superior, N. Recurrents, dan saraf simpatis.3

Trachea

10

Page 11: Makalah Kelompok F3 Blok 7

Merupakan sebuah pipa udara yang terbentuk dari cartilago dan selaput fibro-

muskular, sebagai lanjutan dari Larynx, membentang mulai setinggi cervicalis 6 sampai tepi

atas vertebra thoracal 5. Ujung caudal trachea terbagi menjadi Bronchus Principalis (utama)

dextra dan sinistra.3

Trachea dan bronchus utama yang letaknya ekstrapulmonal memiliki rangka cincin

tulang hialin yang tidak sempurna, dipersatukan oleh jaringan fibrosa dan otot polos. Cincin

pertama cartilago trachea dihubungkan dengan tepi inferior cartilago cricoidea oleh Lig.

Cricotracheale. Cincin terakhir cartilago Trachea menebal dan melebar ke medial dan tepi

inferior, yakni carina yang merupakan taju berbentuk kuku segitiga yang melengkung ke

inferior dan posterior di antara bronchi.3

Pendarahan Trachea terutama oleh A. Thyreoidea Inferior, sementara ujung

thoracalnya didarahi oleh cabang Aa. Bronchiales yang naik untuk beranastomosis dengan A.

Thyreoidea Inferior. Semua pembuluh darah ini juga mendarahi oesophagus. Vena-vena yang

membawa darah dari Trachea berakhir di Plexus Venosus Thyreoidea Inferior. Persarafan

berasal dari cabang-cabang tracheal N. Vagus, Nn. Recurrents, dan Truncus Simpatikus, serta

disebarkan menuju otot-otot dan mukosa trachea. Ujung-ujung saraf simpatis membangkitkan

bronchodilatasi, sedangkan aktivitas parasimpatis menyebabkan broncokonstriksi.3

Thorax

Thorax berfungsi sebagai saluran pernapasan, pelindung organ-organ penting dan

pembuluh darah besar, serta tempat lekat sejumlah otot leher, perut, punggung, dan anggota

badan atas yang berfungsi sebagai otot pernapasan tambahan. Thorax berbentuk kerucut yang

terpancung horizontal dan memiliki 2 pintu:

o Pintu Atas (Apertura Thoracis Superior)

Dibentuk oleh Corpus Vertebra Thoracalis I (posterior), os. Costa I (medial),

dan Manubrium Sterni (anterior).

o Pintu Bawah (Apertura Thoracis Inferior)

Dibentuk oleh Corpus Vertebra Thoracalis 12 (posterior), os. Costa 12 dan

ujung distal os. Costa 11 (posterolateral), ujung-ujung distal cartilago os. Costa

7-10 (anterolateral), Processus Xiphoideus (anterior). Apertura Thoracis

Inferior ditutupi oleh diaphragma.

Rongga Thorax terbagi atas 3 kompartemen, yaitu Cavum Pleura pada sisi dextra dan sinistra,

serta mediastinum. Dinding Thorax dibentuk oleh rangka dan otot; 12 Vertebra Thoracal dan

11

Page 12: Makalah Kelompok F3 Blok 7

Discus Intervertebra pada bagian dorsal, 12 os. Costae dan Mm. Intercostales pada bagian

lateral, serta os. Sternum pada bagian anterior.

Otot-otot dinding Thorax terdiri atas otot-otot dari lengan atas (Mm. Pectoralis, Mm.

Latissimus Dorsi, M. Serratus Anterior, dan M. Subclavius), otot-otot leher, serta otot-otot

dinding thorax murni (Mm. Intercostales, M. Subcostalis, M. Transversus Thoracis, M.

Levator Costarum, Mm. Serratus Posterior Superior et Inferior, dan diaphragma). Persarafan

dinding Thorax oleh Nn. Intercostalis, yang menghantarkan persarafan:

o Somatomotorik menuju Mm. Intercostalis kulit dan alis, M. Subcostalis, serta

M. Transversus Thoracis.

o Somatosensorik dari kulit dan pleura parietalis.

o Serabut-serabut simpatis postganglioner menuju perifer.

Perdarahan dinding Thorax dilalui oleh Aa. Intercostales yang berasal dari Aorta Thoracalis,

A. Intercostales Suprema cabang dari Tr. Costocervicalis, dan A. Thoracica Interna cabang A.

Subclavia.

A. Intercostalis Posterior

Arteri ini berasal dari dua A. Intercostalis bagian atas, yaitu A. Intercostalis Suprema

dan sisanya berasal dari Aorta Thoracalis. A. Intercostalis Posterior memperdarahi

Medulla Spinalis, Meninges, otot dan kulit punggung, serta Mm. Intercostalis, Mm.

Pectoralis, dan Mm. Abdomen.

A. Intercostalis Anterior

Arteri ini berasal dari A. Thoracalis Interna. Sela iga 1-6 diperdarahi oleh cabang-

cabang lateral A. Thoracalis Interna, sedangkan sela iga 7-10 berasal dari A.

Musculophrenica.

A. Thoracalis Interna

Setinggi sela iga 6, arteri ini mempercabangkan A. Epigastrica Superior dan A.

Musculophrenica. Selain mempercabangkan A. Intercostalis Anterior, ia juga

mempercabangkan Rr. Thymica, Rami Perforantes, A. Pericardiacophrenico, dan

Rami Pericardiaci.

Ke arah posterior dinding Thorax, terdapat V. Intercostalis yang bermuara ke dalam V.

Azygos (tubuh sisi dextra) dan V. Hemiazygos (tubuh sisi sinistra). Ke arah anterior dinding

Thorax terdapat V. Intercostalis yang bermuara ke dalam V. Thoracalis Interna yang

selanjutnya bermuara ke dalam Vv. Brachiocephalica.

12

Page 13: Makalah Kelompok F3 Blok 7

Gambar 3. Penampang Medial Larynx dan Farynx

Pulmo (Paru)

Paru memiliki apex (puncak), basis, tiga tepi dan dua permukaan. Bentuk paru

menyerupai separuh kerucut. Normal, pulmo dextra sedikit lebih besar daripada pulmo

sinistra karena adanya mediastinum medius yang berisi jantung, menonjol lebih ke arah kiri

daripada ke arah kanan.3

Apex berkontak dengan pleura cervicalis. Oleh karena Apertura Thoracis Superior

memiliki arah serong, apex berada 3-4 cm sebelah cranial ketinggian cartilago iga 1, tetapi di

sebelah dorsal berada setingi collum costae. Pleura cervicalis memisahkan apex dari

membrana suprapleural. A. Subclavia yang melengkung ke atas dan lateral membuat alur

pada permukaan anterior di dekat apex pulmonalis dan memisahkan apex tersebut dari M.

Scalenus Anterior. Sebelah posterior apex terdapat ganglion simpatis cervicothoracale, ramus

ventralis N. Spinalis thoracale pertama dan A. Intercostalis suprema. M. Scalenus medius

berada di lateral.

13

Page 14: Makalah Kelompok F3 Blok 7

Sisi medial paru kanan ada A. Bachiocephalica, V. Brachiocephalica dextra, dan trakea.

Sedangkan di sebelah medial apex paru kiri terdapat A. Subclavia sinistra dan V.

Brachiocephalica sinistra.3

Basis paru berbentuk semilunar dan konkaf, terbaring pada permukaan superior

diaphragma yang memisahkan pulmo dextra dari lobus dextra hepatis (kanan hati) dan paru

kiri dari lobus sinistra hepatis (kiri hati), fundus ventriculi/lambung, dan limpa. Oleh karena

diaphragma membentang lebih tinggi pada sisi dextra daripada sisi sinistra, kecekungan basis

pulmo dextra menjadi lebih dalam. Sebelah posterolateral, basis memiliki tepi yang tajam

yang diadaptasikan bagi Recessus Costodiaphragmaticus.3

Pembuluh-pembuluh yang memperdarahi pulmo, antara lain:4

o Arteri Pulmonalis

Berasal dari percabangan trunkus pulmonalis. Arteri Pulmonalis dextra

disilang oleh lengkung Vena Azygos, sedangkan Arteri Pulmonalis sinistra

terletak di bawah lengkung Aorta setinggi ruas punggung 5. Arteri pulmonalis

membentuk cabang lobar pada tiap hilus paru dan selanjutnya bercabang dalam

cabang tersier (percabangan segmental) yang seterusnya akan bercabang lagi

sesuai dengan tiap percabangan pohon bronkial. Arteri Pulmonalis membawa

darah kaya CO2 dari atrium dextra jantung ke duktus alveolar terminal dan

saku-saku pohon bronkial untuk pertukaran antara CO2 dan O2 di dalam

hemoglobin sel darah merah.

o Vena Pulmonalis

Vena Pulmonalis membawa darah kaya O2 dari pulmo menuju atrium sinistra.

Vena ini mengurus aliran vena segmen bronkopulmonal yang berdekatan dan

terletak di dalam jaringan ikat intersegmental antara segmen bronkopulmonal

tiap paru. Vena dari lobus inferior tiap paru berkumpul menjadi sebuah Vena

Pulmonalis Inferior yang memasuki atrium kiri jantung. Vena lobus superior

dan lobus medius paru dextra membentuk sebuah Vena Pulmonalis superior

dextra yang memasuki sisi dextra atrium kiri. Lobus superior paru kiri juga

mempunyai sebuah Vena Pulmonalis superior sinistra yang terpisah. Vena ini

bermuara ke dalam atrium sinistra. Umunya, vena terletak anterior terhadap

Arteri Pulmonalis dan bronkus pada hilus paru.

14

Page 15: Makalah Kelompok F3 Blok 7

o Arteri Bronkialis

Berasal dari Aorta Descendens atau cabang A. Intercostal ketiga Aorta. Arteri

ini membawa darah kaya oksigen ke struktur-struktur di hilus, pohon bronkial,

dan jaringan ikat paru. Suplai darah ini dialirkan dari pulmo melalui sistem

Vena Pulmonalis.

Persarafan pulmo dilakukan oleh Plexus Pulmonar yang mengandung saraf simpatik

dan parasimpatik.4 Serabut saraf parasimpatik N. Vagus adalah preganglionik dan

sekretomotor bagi kelenjar mukosa bronkial. Serabut-serabut postganglionik simpatik adalah

vasomotor bagi sistem arterial.4 Bronchokonstriktor otot bronkus, vasodilator otot pembuluh

darah dan sekresi kelenjar bronkus dihantarkan oleh perangsangan serabut visceral eferen N.

Vagus.3 Suplai simpatis berupa inhibitor, membuat relaksasi otot polos bronkus,

vasokonstriktor otot pembuluh darah dan mengadakan pengurangan stimulasi parasimpatis.3

Diaphragma

Merupakan jaringan musculofibrosa yang berbentuk dua belah kubah di antara rongga

thorax dan rongga perut.3 Cembung ke arah posterosuperior (bagian menghadap rongga

thorax) dan cekung ke arah antero-inferior (bagian menghadap rongga perut).3 Diaphragma

melekat pada Processus Xyphoideus, ujung-ujung sternal iga dan tulang rawan iga 7-12, dan

Processus Transversus Vertebra Lumbal 1. Ketinggian letak diaphragma dipengaruhi oleh isi

gaster, usus, dan ukuran hati. Pada ekspirasi maksimal, proyeksi kubah dextra (yang lebih

tinggi), sebagai berikut:

o Sebelah anterior terletak setinggi cartilago iga 4

o Sebelah posterior setinggi costa 8

o Sebelah lateral setinggi costa 5-7

Perlekatan diaphragma pada daerah lumbal, diikat oleh Ligg. Arcuatum mediale et

laterale dan crura diaphragmatica.Lig. Arcuatum mediale merupakan lengkung tendineus pada

fascia yang menutupi M. Psoas. Pada arah medial, melekat pada corpus vertebra lumbal 1 dan

2. Pada arah lateral, melekat pada bagian depan Processus Transversus vertebra lumbal 1.

Lig. Arcuatum laterale merupakan pita tebal pada fascia M. Quadratus lumborum.

Pada arah medial melekat pada anterior Processuss Transversus vertebra Lumbal 1. Pada arah

lateral melekat pada pertengahan margo inferior iga 12.

15

Page 16: Makalah Kelompok F3 Blok 7

Perdarahan diaphragma oleh Aa. Pericardiacophrenica dan A. Musculophrenica cabang A.

Thoracica interna, Aa. Intercostalis 6/7-12 dan A. Phrenica superior cabang Aorta Thoracalis,

serta A. Phrenica inferior cabang Aorta Abdominalis. Persarafan motorik dan sensorik

diaphragma oleh N. Phrenicus dan Nn. Intercostalis 6/7-12.

Gambar 4. Penampang Rongga Dada

Struktur Mikroskopik Alat-Alat Sistem Respirasi

Rongga Hidung

Rongga hidung dan sinus paranasal dilapisi oleh mukosa pernapasanyang fungsi

utamanya adalah untuk menyaring benda-benda renik dan untuk menyesuaikan suhu serta

kelembaban udara inspirasi. Fungsi ini semakin meningkat dengan dengan area permukaan

yang luas pada sistem turbin dari tulang yang menonjol ke dalam rongga hidung. Bagian

mukosa hidung, yaitu mukosa olfaktorius mengandung reseptor untuk indra pembau. Mukosa

olfaktorius terdapat pada atap rongga hidung.1

16

Page 17: Makalah Kelompok F3 Blok 7

Mukosa hidung terdiri atas epitel bertingkat kolumnar bersilia dengan banyak sel goblet yang

diperkuat oleh vaskular lamina propria yang mengandung kelenjar mukosa dan serosa. Benda

renik pada udara tertahan dalam lapisan berlendir yang disekresi oleh sel goblet. Gerakan

gelombang teratur dari silia mendorong partikel yang tertahan ke arah farynx, tempat partikel

tersebut tertelan dan dinonaktifkan dalam lambung.1

Jalan masuk ke masing-masing rongga hidung, vestibulum nasi, dilapisi oleh kulit

yang memiliki bulu-bulu pendek disebut vibrise yang menahan partikel yang lebih besar

sebelum partikel tersebut mencapai mukosa hidung. Suhu udara inspirasi diatur sesuai dengan

suhu tubuh. Udara inspirasi dilembabkan oleh sekresi berair dari kelenjar serosa yang juga

terletak pada lamina propria.1

Trakhea

Trakhea merupakan saluran lentur dari jaringan fibroelastis dan kartilago. Sekumpulan

cincin kartilago hialin berbentuk C memperkuat mukosa trakea dan mencegah kolaps selama

inspirasi. Epitel pernapasan dari trakea adalah epitel bertingkat tinggi, bersilia, dan bersel

goblet. Epitel trakea diperkuat oleh membran basal khusus yang tebal. Di bawah membran

basal, lamina propria terdiri atas jaringan penyokong longgar yang banyak mengandung

pembuluh yang menebal pada aspek yang lebih dalam untuk membentuk jaringan

fibroelastis.1

Pada bagian bawah lamina propria terdapat submukosa longgaryang banyak

mengandung banyak kelenjar sero-mukosa yang jumlahnya berkurang di bawah trakea.

Submukosa menyatu dengan perikondrium cincin kartilago hialin di bawahnya atau dengan

jaringan fibroelastik tebal di antara cincin kartilago.1

Bronchus Primer

Struktur dasar bronkus primer tersusun atas epitel pernapasan yang kurang tinggi dan

mengandung sedikit sel goblet. Lamina propria bronkus primer padat dengan jumlah elastin

yang banyak pada lapisan superfisial. Lamina propria dipisahkan dari submukosa oleh lapisan

otot polos tidak utuh yang menjadi lebih menonjol pada jalan napas yang lebih kecil.1

Bronchus Tersier

Dengan mengecilnya diameter bronchi, maka strukturnya secara progresif berubah

menjadi lebih mirip dengan bronkiolus besar. Bronchus tersier tersusun atas sel-sel bertingkat

kolumnar tinggi dan jumlah sel-sel goblet yang sangat berkurang.

17

Page 18: Makalah Kelompok F3 Blok 7

Lamina proprianya tipis, elastis, dan dikelilingi oleh otot polos yang tersusun sirkular.

Susunan otot polos ini memungkinkan kontraksi bronchi baik memanjang maupun menurut

diameter selama ekspirasi.1

Pada lapisan submukosa, ditemukan sedikit sekali kelenjar sero-mukosa. Kerangka

kartilago yang menyusun cincin C susunannya sudah mulai tidak teratur dan tidak biasa

terdapat sampai lebih distal dari bronchi tersier. Lapisan submukosa dan adventisia menyatu

dan kemudian dengan parenkim paru. Pada lapisan adventisia terdapat sekelompok kecil

limfosit yang merupakan bagian dari jaringan mukosa limfoid difus.1

Bronchiolus

Bronchiolus merupakan jalan napas dengan diameter kurang dari 1 mm dan tidak

bertulang rawan, sehingga jaringan ini sangat mudah kolaps. Epitel pernapasannya selapis

kolumnar bersilia dengan sedikit sel goblet. Ciri khas dari bronkiolus adalah lapisan otot

polos yang tersusun melingkar. Otot polos bronkiolus sangat efektif mengontrol tahanan

terhadap aliran udara dalam pulmo. Ketidakstabilan otot polos bronkiolus menyebabkan

kontraksi dan berakibat penyempitan jalan napas yang merupakan ciri utama penyakit asma.1

Bronchiolus Terminalis

Bronkiolus terminalis adalah saluran berdiameter terkecil dari bagian yang merupakan

penghubung dari bronchiolus; setelah ini, percabangan selanjutnya makin terlibat dalam

pertukaran gas. Setiap bronkiolus terminalis pecah menjadi cabang-cabang berdinding tipis

yang disebut bronkiolus repiratorius. Bronkiolus respiratorius sudah terdapat alveoli tidak

utuh, sehingga di bronchiolus respiratorius sudah mulai terjadi proses ventilasi atau

pertukaran udara luar dengan udara alveol. Epitel bronkiolus respiratorius tidak mengandung

sel goblet dan sebagian besar terdiri atas sel-sel kuboid bersilia dan sel-sel tak bersilia yang

jumlahnya lebih sedikit disebut sel Clara.1

Bagian paling distal bronkiolus respiratorius, epitelnya mengalami transisi menjadi sel

yang lebih menonjol. Tiap bronkiolus respiratorius akan bercabang menjadi beberapa lorong

berkelok panjang yang disebut duktus alveolaris yang sepanjang lorongnya membuka ke

dalam yang disebut kantong alveolar dan alveoli. Pada dinding duktus alveolar terdapat

agregasi kecil sel-sel otot polos dan kolagen terkait, serta serabut elastin yang membentuk

cincin mengelilingi duktus alveolar dan ostium sakus alveolar dan alveoli. Otot polos

bronkiolus respiratorius dan duktus alveolar mengatur gerakan udara alveolar.1

18

Page 19: Makalah Kelompok F3 Blok 7

Alveoli

Dinding alveolus terdiri atas tiga komponen jaringan, yaitu:1

o Epitel Permukaan

Sebagian besar permukaan alveolus dilapisi oleh sel-sel gepeng besar

yang disebut pneumosit tipe I (sel pelapis alveolus). Sel ini memiliki

sitoplasma yang menutupi area luas alveol. Sel-sel epitel jenis kedua adalah

pneumosit tipe II yang berbentuk bulat dan hanya menempati ruang yang lebih

kecil dari permukaan alveolus. Pneumosit tipe II memiliki inti bulat, besar,

dengan nukleolus menonjol dan sitoplasma bervakuola.

Pneumosit tipe I merupakan bagian sawar pertukaran gas yang amat

tipis, sementara pneumosit tipe II mensekresi surfaktan yang berfungsi

mengurangi tekanan permukaan dalam alveoli agar alveol tidak kolaps selama

ekspirasi. Pneumosit tipe II mampu bermitosis dan dapat berkembang menjadi

pneumosit tipe I sebagai respon terhadap kerusakan lapisan alveol.

o Jaringan Penyokong

Membentuk suatu lapisan tipis di bawah epitel dan mengelilingi

pembuluh darah dari dinding alveolus. Lapisan ini terutama terdiri atas serabut

retikulin halus, serabut kolagen dan elastin, serta kadang-kadang terdapat

fibroblas.

o Pembuluh Darah

Sebagian besar kapiler membentuk plexus luas di sekitar setiap

alveolus. Sebagian besar dinding alveolus, terdapat membran basal yang

memperkuat kapiler endotel. Pada dinding alveoli dan pada rongga bebas

alveol dapat ditemukan makrofag yang berfungsi untuk ‘menelan’ partikel-

partikel mikro, seperti karbon, yang mencapai alveol. Makrofag ini disebut

sebagai sel-sel debu yang merupakan derivat dari monosit darah.

Mekanisme Pernapasan secara Umum

Secara garis besar, mekanisme pernapasan terjadi karena adanya udara luar yang

masuk melalui lubang hidung, berlanjut ke trakea, kemudian mengarah ke bronkus primer

dextra dan sinistra. Pada masing-masing bronkus primer, udara kemudian diteruskan ke kedua

pulmo, kemudian ke bronkus kecil, dan ke bronkiolus terminalis. Lubang hidung sampai

dengan bronkiolus terminalis merupakan sistem respiratorius bagian konduksi karena bagian-

19

Page 20: Makalah Kelompok F3 Blok 7

bagian tersebut hanya berfungsi sebagai saluran pernapasan dan belum terjadi adanya

pertukaran gas (belum adanya alveol). Pertukaran gas mulai terjadi pada bronkiolus

respiratorius karena pada bagian ini sudah mulai terdapat alveoli, walaupun bentuknya belum

utuh. Pertukaran gas berlanjut sampai ke duktus alveolaris, kemudian duktus alveolaris dan

sakus alveolaris, selanjutnya berakhir pada alveolus. Dari bronkiolus sampai dengan alveolus,

disebut sistem respiratorius bagian respirasi karena pada bagian-bagian ini, selain berfungsi

sebagai saluran, juga terjadi pertukaran gas.

Udara masuk (kayak O2) yang telah mencapai alveol akan berdifusi masuk ke dalam

kapiler-kapiler darah pada permukaan alveol. Hal ini dapat terjadi karena tekanan pada O2

pada alveol jauh lebih besar daripada tekanan O2 pada pembuluh kapiler alveol. O2 yang telah

berdifusi dalam kapiler, kemudian akan diteruskan ke seluruh jaringan tubuh melalui Vena

Pulmonalis. Vena Pulmonalis berjalan dari paru menuju atrium sinistra jantung, kemudian

dilanjutkan ke ventrikel sinistra jantung, sampai akhirnya dipompakan ke seluruh tubuh.

Ketika telah mencapai jaringan-jaringan tubuh yang dituju, O2 akan dilepaskan ke

jaringan tersebut. Tekanan O2 arteri lebih besar daripada tekanan O2 jaringan, sehingga O2

berdifusi dari arteri ke jaringan. Pada saat yang sama, tekanan CO2 dalam jaringan lebih besar

daripada tekanan CO2 di dalam , sehingga CO2 berdifusi dari jaringan ke darah. Darah kaya

akan CO2 ini kemudian dibawa oleh pembuluh darah vena menuju atrium dextra jantung

untuk selanjutnya dialirkan ke ventrikel dextra jantung. Dari ventrikel dextra, melalui Arteri

Pulmonalis, darah kaya CO2 dibawa ke jaringan kapiler alveol di pulmo dan kemudian

dilepaskan ke luar tubuh.

Mekanisme Pernapasan (Inspirasi)

Mekanisme inspirasi diawali oleh adanya kontraksi otot-otot inspirasi utama. Pada

inspirasi tenang, otot yang berperan adalah M. Intercostales Externus dan diaphragma.

Namun, pada inspirasi kuat, terdapat kontraksi otot-otot tambahan, seperti Mm. Pectoralis, M.

Sternocleidomastoideus, Mm. Scalenus, M. Serratus anterior, M. Latissimus dorsi, dan M.

Iliocostalis superior.3

Ketika M. Intercostales Externus berkontraksi, bagian sternum dada akan terangkat

meluas ke arah supero-anterior dan os. Costae terangkat ke arah lateral. Perluasan rongga

dada terjadi pada area costae 7. Hal ini disebabkan oleh karena costae 7 adalah iga yang

paling panjang dan memiliki kemiringan paling besar diantara os. Costae lainnya. Kontraksi

otot-otot dinding dada ini meningkatkan volume dada hingga 25%. Di sisi lain, diaphragma

yang mendapatkan perangsangan oleh N. Phrenicus, mengalami kontraksi, sehingga memiliki

20

Page 21: Makalah Kelompok F3 Blok 7

kedudukan ke arah inferior (arah rongga abdomen) dan bentuknya yang semula melengkung

menjadi tampak datar. Kontaksi diaphragma ini meningkatkan volume dada hingga 75%.

Pulmo yang dipengaruhi oleh persarafan simpatis, mengalami bronkodilatasi, sehingga

volume paru meningkat. Peningkatan volume rongga dada dan pulmo mengakibatkan tekanan

intra alveol jauh lebih rendah daripada tekanan udara atmosfer di luar tubuh. Akibatnya, udara

dari atmosfer masuk ke dalam pulmo.

Mekanisme Pernapasan (Ekspirasi)

Mekanisme expirasi tenang diawali oleh adanya relaksasi pada otot-otot inspirasi

utama. Namun, pada expirasi kuat, ada otot-otot expirasi yang berkontraksi, antara lain M.

Intercostales Internus, M. Iliocostalis Inferior, M. Longissimus, M. Rectus Abdominis, M.

Obliquus Abdominis Externus, dan M. Obliquus Abdominis Internus.3

Ketika otot-otot inspirasi relaksasi atau otot-otot ekspirasi berkontraksi, kedudukan

tulang-tulang thorax akan kembali pada kedudukannya semula, sehingga rongga dada akan

mengempis. Kemudian, diaphragma juga akan berelaksasi, sehingga ia akan kembali pada

kedudukannya semula, melengkung ke arah superior (arah rongga dada), menyebabkan

volume rongga dada mengecil. Pulmo yang dipengaruhi oleh persarafan parasimpatis, melalui

N. Vagus (N. X), mengalami bronkokonstriksi, sehingga volume pulmo menurun. Penurunan

volume rongga dada dan pulmo mengakibatkan tekanan intra alveol jauh lebih tinggi daripada

tekanan udara atmosfer luar tubuh. Akibatnya, udara dari dalam pulmo dilepaskan ke

atmosfer.

Gambar 5. Mekanisme Inspirasi dan Ekspirasi

21

Page 22: Makalah Kelompok F3 Blok 7

Pusat dan Kontrol Pernapasan

Kontrol saraf atas pernapasan melibatkan tiga komponen terpisah : (1) faktor-faktor

yang bertanggung jawab untuk menghasilkan irama inspirasi/ekspirasi berganti-ganti, (2)

faktor-faktor yang mengatur kekuatan ventilasi (yaitu, kecepatan dan kedalaman bernapas)

agar sesuai dengan kebutuhan tubuh, dan (3) faktor-faktor yang memodifikasi aktivitas

pernapasan untuk memenuhi tujuan lain. Modifikasi yang terakhir dapat bersifat volunter,

misalnya kontrol bernapas pada saat berbicara, atau involunter, misalnya manuver pernapasan

yang terjadi pada saat batuk atau bersin.

Pusat Kontrol Pernapasan

Pusat kontrol pernapasan yang terletak di batang otak bertanggung jawab untuk

menghasilkan pola bernapas yang berirama. Pusat kontrol pernapasan primer, pusat

pernapasan medula (medullary respiratory center), terdiri dari beberapa agregat badan sel

saraf di dalam medula yang menghasilkan keluaran ke otot pernapasan. Selain itu, terdapat

dua pusat pernapasan lain yang lebih tinggi di batang otak di pons yaitu pusat apnustik dan

pusat pneumotaksik. Pusat-pusat di pons ini mempengaruhi keluaran dari pernapasan medula.

Neuron Inspirasi Dan Ekspirasi di Pusat Medula

Pusat persarafan medula terdiri dari dua kelompok neuron yang dikenal sebagai kelompok

respiratorik dorsal dan kelompok respiratorik ventral.

Kelompok respiratorik dorsal (KRD) terutama terdiri dari neuron inspiratorik yang

serat-serat desendensnya berakhir di neuron motorik yang menyarafi otot ispirasi.

Ketika neuron-neuron KRD ini melepaskan muatan maka terjadi inspirasi; ketika

mereka tidak menghasilkan sinyal terjadilah ekspirasi.

Kelompok respiratorik ventral (KRV) terdiri dari neuron inspiratorik dan neuron

respiratorik, yang keduanya tetap inaktif selama bernapas normal tenang. Bagian ini

diaktifkan oleh KRD sebagai mekanisme penguat selama periode-periode saat

kebutuhan akan ventilasi meningkat. Hal ini terutama penting pada ekspirasi aktif.

Selama bernapas tenang tidak ada impuls yang dihasilkan di jalur desendens oleh

neuron ekspiratorik. Hanya ketika ekspirasi aktif barulah neuron ekpiratorik

merangsang neuron motorik yang menyarafi otot-otot ekspirasi (otot abdomen dan

otot interkostal internal).

22

Page 23: Makalah Kelompok F3 Blok 7

Selain itu , neuron-neuron inspiratorik KRV, ketika dirangsang oleh KRD, memacu

aktifitas inspirasi ketika kebutuhan akan ventilasi tinggi.

Pembentukan Irama Pernapasan

Selama itu KRD umumnya dianggap menghasilkan irama dasar ventilasi. Namun,

pembentukan irama pernapasan sekarang secara luas dipercayai terletak di kompleks pra-

Botzinger, suatu regio yang terletak dengan ujung atas (kepala) pusat respiratorik medula.

Suatu anyaman neuron diregio ini memperlihatkan aktivitas pemacu, mengalami potensial

aksi serupa dengan yang terjadi di nodus SA jantung.

Pengaruh dari Pusat Pneumotaksik dan Apnustik

Pusat pernapasan di pons melakukan “penyesuaian halus” terhadap pusat di medula

untuk membantu menghasilkan inspirasi dan ekspirasi yang lancar dan mulus. Pusat

pneumotaksik mengirim impuls ke KRD yang membantu “memadamkan” neuron-nuron

ispiratorik sehingga durasi inspirasi dibatasi.

Sebaliknya, pusat apnustik mencegah neuron-neuron inspiratorik dipadamkan,

sehingga dorongan ispirasi meningkat. Dengan sistem check-and-balance ini, pusat

pneumotaksik mendominasi pusat apnustik, membantu menghentikan inspirasi dan

membiarkan ekspirasi terjadi secara normal. Tanpa rem pneumotaksik ini, pola bernapas akan

berupa tarikan napas panjang yang terputus mendadak dan singkat oleh ekspirasi. Pola

bernapas yang abnormal ini dikenal sebagai apnusis; karena itu, pusat yang mendorong tipe

bernapas ini disebut pusat apnustik.

Refleks Hering-Breuer

Ketika volume alun napas besar (lebih dari 1 liter), misalnya sewaktu olahraga,

refleks Hearing-Brueur terpicu untuk mencegah inflasi paru berlebihan. Reseptor regang

paru di lapisan otot polaos saluran napas diaktifkan oleh peregangan paru pada volume alun

napas yang besar. Potensial aksi dari reseptor-reseptor regang ini merambat melalui serat saraf

aferen ke pusat medula dan menghambat neuron inspiratorik. Umpan balik negatif dari paru

yang sangat teregang ini membantu menghentikan inspirasi tepat sebelum paru mengalami

pengembangan berlebihan.

23

Page 24: Makalah Kelompok F3 Blok 7

Hubungan Pusat Pernapasan di Medula Oblongata dengan Pusat Pneumotaksik dan

Apneustik

Disepanjang medula oblongata dan pons bilateral di area dorsal dan ventral ada

sekelompok neuron yang befungsi sebagai pusat napas yang tebagi atas 3 kelompok, yaitu :

(i) kelompok neuron disebelah dorsal medula oblongata yang bila terangsang akan

menimbulkan inspirasi. (ii) kelompok neuron bagian ventral yang dapat mencetuskan

inspirasi dan ekspirasi. (iii) kelompok neuron yang terletak dibagian atas pons, dikenal

dengan pusat pneumataksik, neuron itu akan mengontrol kecepatan dan pola napas.

Kelompok neuron dorsal batang otak terletak dalan nukleus dari traktus solitaries

tempat berpangkalnya saraf sensorik yang berjalan besama N. IX dn X. Saraf sensorik ini

mengantarkan impuls dari khemoreseptor, baroreseptor dan reseptor perifer yang terdapat

diparu. Selain itu neuron yang terletak di daerah retikularis pons juga termasuk

kelompok neuron ini. Fungsi kelompok neuron dorsal batang otak adalah pencetus irama

inspirasi. Terjadinya gelombang potensial aksi yang beangsur-angsur progresif dari neuron ini

dan berhenti, kemudian mulai lagi (bentuk ramp signal). Saat beraktivitas signal ini

meningkat derajatnya dan dapat memenuhi udara oksigen alveoli yang dibutuhkan untuk

keperluan tubuh.  Selain  itu  juga berfungsi  untuk  mengontrol  batas penghentian  inspirasi,

jadi mempengaruhi juga frekuensi napas.

Kelompok neuron bagian ventral batang otak terletak di sepanjang medula oblongata

bagian ventral kira-kira 5 mm anterior lateral kelompok dorsal di nukleus retro ambigus

bagian kaudal dan nukleus ambigus bagian rostral. Fungsi kelompok neuron ini adalah saat

peristiwa inspirasi dan ekspirasi biasa neuron ini tidak menimbulkan potensial aksi. Potensial

aksi terjadi pada saat level penapasan meningkat. Potensial aksi pada kelompok neuron ini

terjadi akibat limpahan dari kelompok neuron dorsal. Jadi baru tereksitasi saat pola napas

meningkat, terutama untuk merangsang otot ekspirasi dibagian abdomen.

Pusat pneumataktik berfungsi untuk membatasi kerja pusat neuron bagian

dorsal, sehingga  dengan  demikian  inspirasi  dapat  dihentikan dan fase pengisian  alveoli

dapat dibatasi. Perasangan dari neuron ini akan mempercepat fekuensi napas.

Pusat apneustik teletak dibagian bawah pons. Potensial aksi di neuron ini akan terjadi

jika impuls dari pneumotaktik  dihambat dan impuls dari saraf sensorik yang masuk bersama

N.IX dan X juga diblok. Potensial aksi yang terjadi di neuron ini dikirimkan ke neuron

kelompok dorsal untuk mencegah penghentian “rump signal”, sehingga paru mengalami

inspirasi lama dan penuh berisi udara. Fungsi neuron ini belum diketahui pasti, namun

diperkirakan mengontrol kedalaman respirasi yang dikendalikan oleh pusat pneumastik.5

24

Page 25: Makalah Kelompok F3 Blok 7

Faktor-faktor yang mempengaruhi

Suhu

Pada suhu tubuh yang tinggi, seseorang akan mengalami pernafasan dalam waktu yang cepat,

hal ini berhubungan dengan peningkatan proses metabolisme pada tubuh manusia.

Tekanan

Terdapat tiga tekanan berbeda yang penting pada ventilasi, yang terjadi pada paru-paru :

1. Tekanan atmosfer (barometrik) adalah tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di

atmosfer terhadap benda – benda di permukaan bumi. Di ketinggian permukaan laut,

ketinggian ini sama dengan 760 mmHg. Tekanan atmosfer berkurang seiring dengan

penambahan ketinggian diatas permuakaan laut karena kolom udara diatas permukaan

bumi menurun. Dapat terjadi fluktuasi minor tekanan atmosfer akibat perubahan

kondisi cuaca.

2. Tekanan intra-alveolus, yang juga dikenal sebagai tekanan intrapulmonalis, adalah

tekanan dalam alveolus. Karena alveolus berhubungan dengan atmosfer melalui

saluran pernapasan, udara dengan cepat mengalir mengikuti penurunan gradien

tekanan setiap kali terjadi perbedaan antara tekanana intra-alveolus dengan tekanan

atmosfer, udara terus mengalir sampai kedua seimbang.

3. Tekanan intrapleura adalah tekanan di dalam kantung pleura. Tekanan ini dikenal

sebagai tekanan intratoraks, yaitu tekanan yang terjadi diluar paru didalam rongga

toraks. Tekanan intrapleura biasanya lebih kecil dibandingkan tekanan atmosfer, rata –

rata 756 saat istirahat. Tekanan intrapleura tidak diseimbangkan dengan tekanan

atmosfer atau tekanan intra-alveolus, karena tidak terdapat hubungan langsung antara

rongga pleura dan atmosfer atau paru.

Alasan mengapa paru mengikuti gerakan dinding dada adalah adanya tekanan transmural

yang melintasi dinding paru. Tekanan intraalveolus yang setara dengan tekanan atmosfer

sebesar 760mmHg lebih besar dibandingkan tekanan intrapleura sebesar 756 mmHg, sehingga

di dinding paru yang menekan keluar lebih besar dibandingkan gaya yang menekan kearah

dalam. Gradien tekanan transmural mendorong paru kearah luar, meregangkan atau

mengembangkan paru. Apabila tekanan atmosfer yang menekan dinding toraks lebih besar

dibandingkan tekanan intrapleura yang mendorong dinding tersebut kearah luar, sehingga

dinding dada cenderung “menciut”.6

25

Page 26: Makalah Kelompok F3 Blok 7

Difusi Gas

GAMBAR 6 ■ Difusi gas

Sumber : Diunduh dari biog1105-1106.org

Untuk memenuhi kebutuhan oksigen di jaringan, proses difusi gas pada saat respirasi optimal.

Difusi gas adalah bergerak gas O2 dan CO2 atau partikel lain dari area yang bertekanan tinggi

kearah yang bertekanan rendah. Di dalam alveoli, O2 melintasi membran alveoli-kapiler dari

alveoli ke darah karena adanya perbedaan tekanan PO2 yang tinggi di alveoli (100mmHg) dan

tekanan darah kapiler sistemik yang rendah (PO2 40mmHg), CO2 berdifusi dengan arah

berlawan akibat perbedaan tekanan PCO2 darah kapiler sistemik 45mmHg dan di alveoli

40mmHg.

Seperti di kapiler paru, O2 dan CO2 berpindah antara darah kapiler sistemik dan sel jaringan

melalui proses difusi pasif mengikuti penurunan gradien tekanan parsial. Darah arteri yang

mencapai kapiler sistemik pada dasarnya adalah darah yang sama dengan yang meninggalkan

paru melalui vena pulmonalis, karena dari keseluruhan sistem sirkulasi hanya terdapat dua

tempat pertukaran gas, yaitu kapiler paru dan kapiler sistemik. PO2 arteri adalah 100 mmHg

dan PCO2 arteri adalah 40 mmHg. Sel secara terus menerus mengkonsumsi O2 dan

menghasilkan CO2 melalui metabolisme oksidatif. PO2 sel besarnya rata – rata 40 mmHg dan

PCO2 sekitar 46 mmHg. Oksigen berpindah melalui perpindahan gradien tekanan parsial yaitu

dari memasuki darah kapiler sistemik (PO2 = 100 mmHg) ke dalam sel yang berdekatan (PO2

= 40 mmHg) sampai tercipta keseimbangan. Dengan demikian, darah vena yang

meninggalkan kapiler sistemik setara dengan PO2 jaringan dengan rata – rata 40 mmHg.

26

Page 27: Makalah Kelompok F3 Blok 7

Situasi yang berlawan berlaku untuk CO2. CO2 dengan cepat berdifusi ke luar sel (PCO2 = 46

mmHg) untuk masuk ke kapiler (PCO2 = 40 mmHg) mengikuti penurunan gradien tekanan

parsial yang tercipta akibat produksi terus menerus CO2. Perpindahan CO2 berlangsung terus

sampai PCO2 darah dan jaringan seimbang. Dengan demikian darah yang meninggalkan

kapiler sistemik memiliki PCO2 rata - rata 46 mmHg. Darah vena yang sistemik ini akan

kembali ke jantung dan kemudian dipompa ke paru – paru untuk mengulangi siklus peredaran

darah. Proses difusi dipengaruhi oleh faktor ketebalan, luas permukaan, dan komposisi

membran, serta perbedaan tekanan gas O2 dan CO2, daya larut gas, dan panjang jarak yang

harus ditembus oleh molekul-molekul gas. Dalam difusi gas ini, organ pernapasan yang

berperan penting adalah alveoli dan darah.7

Kelarutan gas dalam darah

GAMBAR 7 ■ Transportasi gas

Sumber : Diunduh dari uad.ac.id

Darah adalah suatu faktor yang sangat mempengaruhi dalam mekanisme pernafasan. Darah

berperan sebagai media dari transportasi gas yang terjadi pada sistem pernafasan. Transportasi

gas adalah perpindahan dari paru ke jarungan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan aliran

darah. Oksigen yang diserap darah di paru – paru harus diangkut ke jaringan untuk dapat

digunakan oleh sel – sel. Sebaliknya CO2 yang diproduksi oleh sel – sel harus diangkut

kedalam paru untuk dieliminasi.

Hemoglobin merupakan suatu molekul protein yang mengandung besi, memiliki

kemampuan untuk membentuk ikatan longgar reversible dengan O2, Hb yang berikatan

dengan O2 disebut oksihemoglobin (HbO2).

27

Page 28: Makalah Kelompok F3 Blok 7

Apabila tidak berikatan dengan O2 maka Hb disebut sebagai hemoglobin tereduksi. Reaksi ini

adalah reaksi pembentukan oksihemoglobin yang bersifat reversibel.

Hb + O2 HbO2

Masing – masing dari keempat atom besi di bagian heme molekul hemoglobin mampu

berikatan dengan sebuah molekul O2, sehingga setiap molekul Hb dapat mengangkut sampai

empat molekul O2. Hemoglobin dianggap jenuh apabila semua Hb yang ada mengangkut O2

secara maksimum. Persen saturasi hemoglobin adalah suatu ukuran seberapa banyak Hb yang

berikatan dengan O2 yang secara fisik larut dalam darah.

Pada saat darah vena yang sistemik masuk ke kapiler paru, PO2nya lebih rendah

dibandingkan PO2 alveolus, sehingga O2 berdifusi kedalam darah dan meningkatkan PO2

darah. Setelah PO2 darah meningkat maka presentasi Hb yang mengikat O2 juga meningkat.

Akibatnya, sebagian besar O2 yang berdifusi kedalam darah berikatan dengan Hb, PO2 darah

turun ke tingkat yang kira – kira sama dengan tekanan pada saat memasuki paru, walaupun

jumlah total O2 sebenarnya sudah meningkat. Karena PO2 darah kembali rendah daripada PO2

alveolus, maka lebih banyak O2 yang berdifusi dari alveolus untuk kembali diserap oleh Hb.

Baru setelah Hb tidak dapat lagi menyimpan O2 yaitu ketika Hb mengalami saturasi

maksimum, semua O2 yang terlarut kedalam darah menentukan PO2. Pada saat inilah PO2

darah seimbang dengan PO2 alveolus dan perpindahan O2 lebih lanjut terhenti. Situasi

sebaliknya berlaku di kapiler jaringan. PO2 darah yang masuk ke kapiler sistemik memiliki

tekanan yang lebih besar, sehingga O2 segera berdifusi ke jaringan sekitarnya, sehingga PO2

darah turun.

Pada saat PO2 darah turun, maka Hb dipaksa untuk melepaskan O2 simpanannya. Setelah Hb

tidak dapat lagi nuntuk melepaskan O2 kedalam larutan, PO2 darah baru dapat menjadi

serendah PO2 jaringan sekitarnya.

Sewaktu darah arteri mengalir melalui kapiler jaringan, CO2 berdifusi mengikuti

penurunan gradien tekanan parsialnya dari sel jaringan kedalam darah. Karbondioksida

diangkut kedalam darah dengan tiga cara yaitu, terlarut secara fisik; terikat ke Hb; dan sebagai

bikarbonat. Seperti O2 yang larut, jumlah CO2 yang larut secara fisik bergantung pada PCO2.

Namun hanya 10% dari kandungan CO2 total yang diangkut dengan cara ini pada kadar PCO2

vena sistemik normal. Tiga puluh persen CO2 lainnya berikatan dengan Hb untuk membentuk

karbaminohemoglobin. Karbon dioksida berikatan dengan bagian globin dari Hb, berbeda

dengan O2 yang berikatan pada bagian heme. Cara terpenting dalam pengangkutan CO2

adalah ion bikarbonat yaitu sekitar 60% CO2, dengan reaksi sebagai berikut.

CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3-

28

Page 29: Makalah Kelompok F3 Blok 7

Pada langkah pertama CO2 akan berikatan dengan H2O untuk membentuk asam

karbonat. Reaksi ini dapat berlangsung dengan sangat lama di plasma, tetapi sangat cepat di

sel darah merah karena adanya enzim eritrosit karbonat anhidrase yang menkatalisasi reaksi.

Seperti asam lainnya, molekul – molekul asam karbonat secara spontan terurai menjadi ion

hidrogen (H+). Ketika reaksi ini berlanjut, HCO3- dan H+ mulai terakumulasi di dalam sel

darah merah di kapiler sistemik. Membran sel darah merah memiliki pembawa HCO3-_Cl-

yang secara pasif mempermudah difusi ion – ion ini ke dalam arah yang berlawanan

menembus membran. Membran relatif impermeable terhadap H+. Akibatnya HCO3- beridifusi

mengikuti penurunan gradien konsentrasinya keluar eritrosit untuk masuk kedalam plasma

tanpa diikuti oleh H+ . Ion Cl- menggantikan HCO3-, dengan pergeseran yang disebut

pergeseran klorida (chloride shift). Kemudian ion H+ akan diikat oleh Hb untuk dibawa

kedalam paru.6

Daya regang paru-paru dalam alveolus

Selama siklus pernafasan, paru bergantian mengembang saat inspirasi dan mengempis saat

ekspirasi. Sifat yang menyebabkan paru berperilaku seperti balon, dapat diregangkan dan

kemudian kembali ke posisi semula saat istirahat ketika gaya-gaya yang meregangkan

dihilingkan adalah terdapat dua konsep yaitu compliance dan recoil elastik.

Kata compliance merujuk kepada seberapa banyak upaya yang dibutuhkan untuk

meregangkan atau mengembangkan paru: ini sama dengan seberapa keras kita harus bekerja

untuk meniup sebuah balon. Compliance adalah ukuran seberapa banyak perubahan dalam

volume paru yang terjadi akibat perubahan tertentu gradien tekanan transmural, gaya yang

meregangkan paru. Paru yang sangat compliant mengembang lebih besar untuk peningkatan

tertentu perbedaan tekanan daripada paru yang kurang compliant.Dengan kata lain, semakin

rendah compliance paru semakin besar gradient tekanan transmural yang harus diciptakan

selama inspirasi untuk menghasilkan ekspansi paru normal. Sebaliknya, gradient tekanan

transmural yang lebih besar daripada normal dapat dicapai hanya dengan membuat tekanan

intra-alveolus lebih subatmosfer daripada biasa. Hal ini dicapai dengan ekspansi thoraks yang

lebih besar melalui kontraksi lebih kuat otot-otot inspirasi. Karenanya, semakin kecil

compliance paru semakin besar kerja yang harus dilakukan untuk menghasilkan

pengembangan paru yang sama. Paru yang kurang compliant disebut sebagi paru “kaku”

karena tidak dapat diregangkan secara normal. Istilah recoil elastic merujuk kepada seberapa

mudah paru kembali ke bentuknya semula setelah diregangkan.

29

Page 30: Makalah Kelompok F3 Blok 7

Hal ini berperan mengembalikan paru ke volume prainspirasi ketika otot inspirasi melemas

pada akhir inspirasi. Sifat elastik paru terutama bergantung pada dua faktor : jaringan ikat

yang sangat elastik di paru dan tegangan permukaan alveolus.8

Sistem Buffer

Regulator utama untuk hemostasis asam basa dalam tubuh adalah paru dan ginjal, paru

merupakan mediator respon akut terhadap perubahan abnormal pH, dan ginjal

merupakan mediator respon kronis. Mempertahankan pH dalam batas 7.35 – 7.45 penting

untuk menjaga metabolis aktif protein didalam tubuh. Fungsi penting ini menjadi

terganggu jika nilai pH lebih atau kurang dari nilai rata-rata. Pemeliharaan pH tejadi

melalui sistem buffer di dalam tubuh, yang utama adalah sistem buffer bicarbonat,

fosfat, protein, dan darah.

Sistem penyangga bikarbonat, sistem ini terdiri dari larutan air yang mengandung dua

zat : asam lemah H2CO3 dan garam bikarbonat NaHCO3. H2CO3 dibentuk dalam tubuh oleh

reaksi CO2 dan H2O, yang dikatalisator oleh enzim karbonik anhidrase. CO2 + H2O

H2CO3. Reaksi ini lambat dan sangat sedikit jumlah H2CO3 yang dibentuk kecuali bila ada

enzim karbonik anhidrase. Enzim ini terutama banyak sekali di dinding alveoli paru dan di

sel-sel epitel tubulus ginjal. H2CO3 berionisasi secara lemah untuk memebentuk sejumlah

kecil H+ dan HCO3- : H2CO3 H+ + HCO3

-.

Bila asam kuat seperti HCl ditambahkan kedalam larutan penyangga bikarbonat,

peningkatan ion hidrogen yang dilepas dari asam ( HCl H+ + Cl-) disangga oleh HCO3- : H+

+ HCO3- H2CO3 CO2 + H2O. Sebagai hasilnya, lebih banyak H2CO3 yang dibentuk

menyebabakan peningkatan produksi CO2 dan H2O. Dari reaksi ini dapat diliat bahwa ion-ion

hidrogen dari asam kuat HCl bereaksi dengan HCO3- untuk membentuk asam yang sangat

lemah yaitu H2CO3 yang kemudian membentuk H2O dan CO2. CO2 yang berlebihan sangat

merangsang pernapasan, yang mengeluarkan CO2 dari cairan ekstraseluler.

Komponen kedua dari sistem ini yaitu: garam bikarbonat (NaHCO3). Garam ini

berionisasi unuk membentuk ion-ion natrium dan ion bikarbonat (HCO3-) sebagai berikut :

NaHCO3 Na+ + HCO3-. Bila basa kuat NaOH ditambahkan kedalam larutan penyangga

bikarbonat : NaOH + H2CO3 NaHCO3 + H2O. Ion Hidrosil OH- dari NaOh bergabung

dengan H2CO3 untuk membentuk HCO3- tambahan. Jadi basa lemah menggantikan NaHCO3

menggantikan basa kuat NaOH.

Pada waktu yang bersamaan konsentrasi H2CO3 (karena bereaksi dengan NaOH),

menyebabkan CO2 bergabung dengan H2O untuk menggantikan H2CO3. Oleh karena itu hasil

30

Page 31: Makalah Kelompok F3 Blok 7

akhir adalah cenderung penurunan kadar CO2 dalam darah, tetapi penurunan ini menghambat

pernafasan dan menurunkan laju ekspirasi CO2. Peningkatan HCO3- dalam darah

dikompensasi oleh peningkatan ekskresi HCO3- ginjal. Hasil akhir adalah pengubahan asam

kuat menjadi asam lemah dan basa kuat menjadi basa lemah.

Sistem penyangga fosfat bekerja dalam cara yang serupa untuk mengubah asam kuat

menjadi asam lemah dan basa kuat menjdi basa lemah. Natrium hidrogen fosfat (Na2HPO4)

adalah basa lemah dan natrium dihidrogen fosfat (Na H2PO4) adalah asam lemah HCl +

Na2HPO4 NaH2PO4 + NaCl, NaOH + NaH2PO4 Na2HPO4 + H2O.

Sistem protein adalah sistem penyangga terkuat dalam tubuh. Karena mengandung

gugus karboksil yang berfungsi sebagai asam dan gugus amino yang berfungsi sebagai basa.

Sistem Hemoglobin dalam sel darah merah berfungsi sebagai penyangga pembentukan

H+ saat terjadi transpor CO2 di antara jaringan paru. Pada sistem pernapasan, melibatkan

perubahan ventilasi pulmonar untuk mengeluarkan CO2 dan untuk membatasi jumlah asam

karbonat yang terbentuk. Pengaturan respiratorik memerlukan waktu satu sampai tiga menit

untuk mulai bekerja dan fungsinya setelah penyangga asam basa ,pernafasan sistem

pengaturan asam basa kedua.

Karbon dioksida secara terus menerus ditambahkan kedalam darah vena akibat

metabolisme sel dan transpor ke paru-paru. Saat CO2 terurai dalam paru maka akan terbentuk

asam karbonat yang kemudian akan terurai membentuk ion hidrogen dan ion bikarbonat CO2

+ H2O H2CO3 H+ + HCO3- Karbon dioksida dikeluarkan dari pada paru-paru sehingga

reaksi bergerak kekiri dan plasma menjadi tidak terlalu asam.

Dalam keadaan normal produksi karbon dioksida diimbangi dengan pengeluarannya

seperti fungsi sistem pernapasan dalam pengaturan asam basa. Jika aktivitas metabolik

meningkat karena olah raga, akan terjadi peningkatan tekanan parsial karbon dioksida arteri

(pCO2), peningkatan kadar asam karbonat plasma dan penurunan pH plasma (asidosis).

Pernafasan disesuaikan untuk mengeluarkan lebih banyak karbon dioksida.

CO2 berlebihan dalam darah berdifusi kedalam sistem saraf pusat untuk mencapai

kemoreseptor sentral. Di sistem saraf pusat CO2 membetuk asam karbonat yang terurai

menjadi ion hidrogen. Ion hidrogen ini merangsang kemoreseptor. Ion hidrogen menstimulasi

kemoreseptor sentral mengakibatkan peningkatan frekuensi pernafasan dan kedalaman

ventilasi. Peningkatan frekuensi perngeluaran CO2 respiratorik mengurangi asam karbonat

dan peningkatan pH. Sebaliknya jika pH plasma meningkat (alkalosis), frekuensi respiratorik

berkurang untuk mengurangi pengeluaran CO2. Kadar CO2 yang sedikit dalam plasma

menyebabakan reaksi diatas bergerak kekanan dan penurunan pH.

31

Page 32: Makalah Kelompok F3 Blok 7

Alkalosis dan Asidosis

Ketidakseimbangan asam-basa dalam tubuh dipengaruhi oleh komponen metabolik

dan komponen respiratorik. Komponen metabolik adalah HCO3- dan komponen respiratorik

adalah CO2. H+ atau pH dipengaruhi rasio HCO3- dan CO2. Perbandingan normal HCO3

dan CO2 adalah 20 : 1.

Secara sederhana, pH dalam tubuh dapat dirumuskan sebagai berikut :

pH = HCO3- : CO2 = komponen metabolik : komponen respiratorik

Secara umum, ketidakseimbangan asam basa dibagi menjadi dua macam yaitu asidosis

(kelebihan asam, pH yang rendah) dan alkalosis (kelebihan basa, pH yang tinggi). Asidosis

dapat disebabkan oleh 2 keadaan, komponen metabolik yang turun atau rendah atau pun

komponen respiratorik yang naik atau tinggi. Sedangkan alkalosis dapat disebabkan oleh

karena komponen metabolik yang tinggi atau komponen respiratorik yang rendah. Hal

tersebut dapat kita pikirkan secara logika matematika. pH berbanding lurus dengan komponen

metabolik dan berbanding terbalik dengan komponen respiratorik.

Secara ringkas:

1. Asidosis metabolik terkompensasi dan tidak terkompensasi

2. Asidosis respiratorik terkompensasi dan tidak terkompensasi

3. Alkalosis metabolik terkompensasi dan tidak terkompensasi

4. Alkalosis respiratorik terkompensasi dan tidak terkompensasi

1.) Asidosis metabolik terkompensasi dan tidak terkompensasi

Asidosis metabolik terjadi jika komponen metabolik menurun dalam tubuh dan juga

asam asam non karbonat meningkat kadarnya di dalam darah. Artinya HCO3 dalam tubuh

sangat rendah kadarnya. Bagaimana HCO3 dapat menurun kadarnya didalam tubuh? Semua

yang menyebabkan pengeluaran HCO3 dari dalam tubuh dapat menjadi penyebab rendahnya

kadar HCO3 dalam tubuh. HCO3 dapat keluar melalui pengeluaran cairan yang banyak

mengandung HCO3 dan juga melalui ginjal. Pada peningkatan asam-asam nonkarbonat, HCO3

yang ada dalam tubuh terpakai untuk menyangga dan menetralisir asam-asam nonkarbonat

tersebut.

Cairan yang banyak mengandung HCO3 adalah pada cairan yang terdapat pada saluran

cerna. HCO3 ini dalam keadaan usus yang normal akan diserap kembali ke dalam darah.

Ketika organ usus mengalami infeksi, maka HCO3 tidak dapat diserap kembali dalam tubuh

32

Page 33: Makalah Kelompok F3 Blok 7

dan menyebabkan diare dan HCO3 menjadi terbuang banyak. Hal ini terjadi pada kasus diare

berat. Hal ini menyebabkan HCO3 tidak dapat mengikat kelebihan H+ dalam tubuh dan

terjadilah asidosis.

Kelebihan asam-asam antara lain dapat ditemukan pada kasus diabetes melitus dimana

pembongkaran lemak menyebabkan penumpukan ion H+ sehingga menyebabkan asidosis.

Selain itu kelebihan asam antara lain juga terjadi pada olahraga berat dimana terjadi

penumpukan asam laktat dan menyebabkan peningkatan H+. Kelebihan asam-asam juga

terjadi pada kasus gagal ginjal akut maupun kronik oleh karena ketidakmampuan ginjal untuk

membuang ion H+ dari dalam tubuh dan pada akhirnya terjadi peningkatan ion H+ dalam

tubuh.

Proses kompensasi asidosis metabolik disini dilakukan oleh sistem pernapasan. Paru-

paru berusaha untuk menurunkan jumlah CO2 dengan cara melakukan pernapasan cepat dan

dangkal yang disebut napas kussmaul. Pada semua keadaan, mekanisme kompensasi adalah

melalui pernapasan kecuali pada kasus gagal ginjal. Maka dari itu, jika ada pH darah turun

disertai penurunan HCO3 dan penurunan CO2 maka dapat disimpulkan tubuh sedang berusaha

untuk mengkompensasi ketidakseimbangan pH tetapi belum terkompensasi. Jika PH darah

normal, disertai penurunan CO2 dan penurunan HCO3 maka dapat dikatakan asidosis

metabolik terkompensasi. Hal ini harus dibedakan dengan kompensasi pada alkalosis

respiratorik dengan melihat gejala klinis pada awal perjalanan penyakit.

2.) Asidosis respiratorik terkompensasi dan tidak terkompensasi

Asidosis respiratorik terjadi jika komponen respiratorik meningkat dalam tubuh.

Artinya CO2 dalam tubuh berlebihan. Bagaimana CO2 dapat meningkat kadarnya didalam

tubuh? Seperti yangg kita ketahui bahwa CO2 dibuang oleh paru-paru. Oleh sebab itu jika ada

gangguan pada sistem pernapasan sehingga paru-paru tidak bisa mengeluarkan CO2 secara

sempurna dari tubuh, maka akan terjadi peningkatan kadar CO2 dalam darah. Untuk bernapas

secara sempurna, maka ada kerjasama antara pusat pernapasan di otak, otot-otot pernapasan

(neuromuscular), dan fungsi pertukaran udara di dalam alveolus paru-paru (jaringan parenkim

paru-paru) serta lainnya. Maka dari itu dapat dikatakan, penyebab dari asidosis respiratorik

antara lain :

a. Pusat pernapasan Obat-obatan yang mendepresi pernapasan (cth obat opiat), stroke,

dan infeksi pada otak dan menyebabkan gangguan pusat pernapasan.

b. Jalan napas (airway) Obstruksi jalan napas seperti benda asing pada jalan napas,

asma oleh karena penyempitan dari saluran napas

33

Page 34: Makalah Kelompok F3 Blok 7

c. Jaringan parenkim paru Emfisema, bronchitis, barotrauma

d. Neuromuskuler poliomielitis, miastenia, distrofi otot

e. Dan lainnya obesitas, hipoventilasi

Bagaimana CO2 dalam tubuh dapat menyebabkan asidosis? CO2 akan mengikat H2O

sehingga menyebabkan H2CO3 dan H2CO3 tersebut akan pecah menjadi H+ dan HCO3-. H+

inilah yang menyebabkan asidosis di dalam tubuh kita. Perbandingan antara ion H+ dan HCO3-

sangat berbeda jauh. Jumlah HCO3- dalam tubuh sekitar 600.000 kali dibandingkan H+,

sehingga penambahan ion HCO3- akibat reaksi di atas tidak terlalu berpengaruh terhadap

jumlah HCO3- di dalam tubuh.

Proses kompensasi asidosis respiratorik disini dilakukan oleh organ ginjal. Oleh

karena sistem pernapasan yang bermasalah, maka ginjal disini berusaha untuk

menyeimbangkan pH dengan cara meningkatkan ion HCO3 dan menghemat HCO3 dan

berusaha meningkatkan HCO3 dalam tubuh. Maka dari itu, jika ada pH darah turun disertai

kenaikan CO2 dan peningkatan HCO3 maka dapat disimpulkan tubuh sedang berusaha untuk

mengkompensasi ketidakseimbangan pH tetapi belum terkompensasi. Jika PH darah normal,

disertai kenaikan CO2 dan kenaikan HCO3 maka dapat dikatakan asidosis respiratorik

terkompensasi.

3.) Alkalosis metabolik terkompensasi dan tidak terkompensasi

Alkalosis metabolik terjadi jika komponen metabolik meningkat dalam tubuh dan juga

asam asam nonkarbonat menurun kadarnya di dalam darah. Artinya HCO3 dalam tubuh sangat

tinggi kadarnya. Bagaimana HCO3 dapat meningkat kadarnya didalam tubuh? Semua yang

menyebabkan masuknya HCO3 ke dalam tubuh dan pengeluaran yang sulit dari dalam tubuh

dapat menjadi penyebab tingginya kadar HCO3 dalam tubuh. HCO3 dapat masuk melalui

sistem pencernaan. Pada penurunan asam-asam nonkarbonat, HCO3 yang ada dalam tubuh

menumpuk akibat tidak ada asam yang diikat oleh HCO3.

HCO3 dapat meningkat kadarnya oleh karena memakan obat-obatan antasida, baking

soda. Hal ini menyebabkan keadaan alkalosis. Kekurangan asam-asam antara lain dapat

ditemukan pada kasus muntah-muntah yang berlebihan oleh karena cairan lambung banyak

mengandung ion H+. Namun pada kasus muntah-muntah yang sangat berlebihan dapat

meyebabkan asidosis juga karena cairan usus yang banyak mengandung HCO3 juga ikut

keluar sehingga terjadi asidosis metabolik.

34

Page 35: Makalah Kelompok F3 Blok 7

Proses kompensasi alkalosis metabolik disini dilakukan oleh sistem pernapasan. Paru-

paru berusaha untuk meningkatkan jumlah CO2 dengan cara melakukan pernapasan yang

dalam. Namun, kompensasi tersebut selain oleh paru-paru juga dilakukan oleh ginjal dimana

ginjal berusaha untuk menghemat H+ dan berusaha membuang HCO3. Kompensasi ini

dilakukan dalam waktu yang berhari-hari. Maka dari itu, jika ada pH darah naik disertai

peningkatan HCO3 dan peningkatan CO2 maka dapat disimpulkan tubuh sedang berusaha

untuk mengkompensasi ketidakseimbangan pH tetapi belum terkompensasi (alkalosis

metabolik tidak terkompensasi). Jika pH darah normal, disertai peningkatan CO2 dan

peningkatan HCO3 maka dapat dikatakan alkalosis metabolik terkompensasi. Hal ini harus

dibedakan dengan kompensasi pada asidosis respiratorik dengan melihat gejala klinis pada

awal perjalanan penyakit.

4.) Alkalosis respiratorik terkompensasi dan tidak terkompensasi

Alkalosis respiratorik terjadi jika komponen respiratorik menurun jumlahnya dalam

tubuh. Artinya kadar CO2 dalam tubuh rendah. Bagaimana CO2 dapat menurun kadarnya

didalam tubuh? Sama seperti asidosis respiratorik, kadar CO2 dalam tubuh diatur oleh sistem

pernapasan. Pada saat paru-paru bernapas secara berlebihan, maka CO2 juga dikeluarkan

secara berlebihan dari dalam tubuh. Segala penyebab yang dapat mempengaruhi sistem

pernapasan menjadi meningkat akan menyebabkan CO2 dibuang secara berlebihan sehingga

kadarnya di dalam tubuh menjadi rendah. Hal-hal yang dapat menyebabkan CO2 dalam darah

menurun antara lain :

a. Stimulasi pusat sistem pernapasan Nyeri berlebihan, Ancietas,Demam, meningitis,

encephalitis, tumor, trauma

b. Hipoksemia atau hipoksia Ketinggian, pneumonia, edema pulmo, aspirasi, anemia

yang berat menyebabkan kadar O2 menjadi rendah di dalam tubuh, dan tubuh

berusaha untuk mengambil O2 yag lebih banyak sehingga menyebabkan paru-paru

bernapas lebih banyak dan sebagai akibatnya, CO2 yang dikeluarkan menjadi lebih

banyak dan CO2 menjadi rendah di dalam darah.

Bagaimana CO2 yang rendah dalam tubuh dapat menyebabkan alkalosis? CO2 di

dalam tubuh akan mengikat H2O sehingga menyebabkan H2CO3 dan H2CO3 akan pecah

menjadi H+ dan HCO3-. Jika CO2 dalam tubuh rendah, maka H+ dalam tubuh juga akan

menurun sehingga terjadi alkalosis.

35

Page 36: Makalah Kelompok F3 Blok 7

Proses kompensasi alkalosis respiratorik disini dilakukan oleh organ ginjal. Oleh

karena sistem pernapasan yang bermasalah, maka ginjal disini berusaha untuk

menyeimbangkan pH dengan cara menurunkan ion HCO3 dan membuang HCO3 dari tubuh

dan berusaha menurunkan HCO3 dalam tubuh. Maka dari itu, jika ada pH darah naik disertai

penurunan CO2 dan penurunan HCO3 maka dapat disimpulkan tubuh sedang berusaha untuk

mengkompensasi ketidakseimbangan pH tetapi belum terkompensasi. Jika pH darah normal,

disertai penurunan CO2 dan penurunan HCO3 maka dapat dikatakan alkalosis respiratorik

terkompensasi.9

Pemeriksaan fungsi paru

GAMBAR 8 ■ Percobaan Spirometer

Sumber : Diunduh dari http://www.cvrti.utah.edu/

Spirometer digunakan untuk mengukur volume paru, antara lain volume tidal, volume

cadangan inspirasi (inspiratory reserve volume), volume cadangan eksipirasi (expiratory

reserve volume, dan volume residual, serta penghitungan volume adalah untuk individu pria

dewasa. Nilai untuk wanita dewasa lebih kecil sekitar 20-25%. Sebenarnya cara kerja

spirometer cukup mudah yaitu sesorang disuruh bernafas (menarik nafas dan menghembuskan

nafas) di mana hidung orang itu ditutup.

Tabung yang berisi udara akan bergerak naik turun, sementara itu drum pencatat bergerak

putar (sesuai jarum jam) sehingga pencatat akan mencatat sesuai dengan gerak tabung yang

berisi udara.Pada waktu istirahat, spirogram menunjukkan volume udara paru-paru 500 ml.

Keadaan ini disebut tidal volume. Pada permulaan dan akhir pernafasan terdapat keadaan

reserve; akhir dari suatu inspirasi dengan suatu usaha agar mengisi paru-paru dengan udara,

udara tambahan ini disebut inspiratory reserve volume, jumlahnya sebanyak 3.000 ml.

36

Page 37: Makalah Kelompok F3 Blok 7

Demikian pula akhir dari suatu respirasi, usaha dengan tenaga untuk mengeluarkan udara dari

paru-paru, udara ini disebut dengan expiratory reserve volume yang jumlahnya kira-kira

1.100 ml. Udara yang tertinggal setelah ekspirasi secara normal disebut fungtional residual

capacity (FRC). Seorang yang bernapas dalam keadaan baik inspirasi maupun ekspirasi,

kedua keadaan yang ekstrim ini disebut vital capacity.

Dalam keadaan normal, vital capacity sebanyak 4.500 ml Dalam keadaan apapun

paru-paru tetap mengandung udara, udara ini disebut residual volume (kira-kira 1.000 ml)

untuk orang dewasa. Untuk membuktikan adanya residual volume, penderita disuruh bernafas

dengan mencampuri udara dengan helium, kemudian dilakukan pengukuran fraksi helium

pada waktu ekspirasi. Di klinik biasanya dipergunakan spirometer. Penderita disuruh bernafas

dalam satu menit yang disebut respiratory minute volume. Maksimum volume udara yang

dapat dihirup selama 15 menit disebut maximum voluntary ventilation. Maksimum ekspirasi

setelah maksimum inspirasi sangat berguna untuk mengetes penderita emphysema dan

penyakit obstruksi jalan pernafasan. Penderita normal dapat mengeluarkan udara kira-kira

70% dari vital capacity dalam 0.5 detik.; 83% dalam satu detik; 94% dalam 2 detik; 97%

dalam 3 detik.10

GAMBAR 9 ■ SpirogramSumber : Diunduh dari http://www.auburn.edu/academic/classes/zy/561/respiration1/

37

Page 38: Makalah Kelompok F3 Blok 7

Volume paru dan kapasitas paru ditentukan:6

1. Tidal Volume. Volume yang keluar masuk paru selama satu kali bernapas. Nilai rata –

rata pada keadaan istirahat 500ml.

2. Volume cadangan inspirasi. Violume tambahan yang dapat secara maksimal dihirup

melebihi tidal volume istirahat. VCI dihasilkan oleh kontraksi maksimum diafragma,

otot antariga eksternal, dan otot inspirasi tambahan. Nilai rata – rantanya adalah

3000ml.

3. Kapasitas inspirasi. Volume maksimum udara yang masih dapat dihirup setelah

ekspirasi normal tenang. Nilai rata – ratanya 3500ml.

4. Volume cadangan ekspirasi. Volume tambahan udara yang secara aktif dikeluarkan

oleh kontraksi maksimum melebihi udara yang dikeluarkan secara pasif pada akhir

tidal volume biasa. Nilai rata – ratanya 1000ml.

5. Volume residual. Volume minimum udara yang masih tersisa di paru bahkan setelah

ekspirasi maksimum. Nilai rata – ratanya 1200ml. Volume residual tidak dapat

langsung diukur dengan spirometer karena volume ini tidak keluar masuk paru.

6. Kapasitas residual fungsional. Volume udara di paru pada akhir ekspirasi normal.

Nilai rata – ratanya 2200ml.

7. Kapasitas vital. Volume maksimum udara yang masih dapat dikeluarkan selama satu

kali bernapas setelah inspirasi maksimum. Subyek mula – mula melakukan inspirasi

maksimum kemudian melakukan ekspirasi maksimum. Nilai rata – ratanya 4500ml.

8. Kapasitas paru total. Volume udara maksimum yang dapat ditampung oleh paru. Nilai

rata- ratanya 5700ml.

Kesimpulan

Adanya gangguan pada pernapasan baik ringan ataupun berat akan mempengaruhi

sistem pernapasan. Karena ketika ada gangguan, maka saluran pernapasan akan terganggu

sehingga jalan masuk oksigen dan jalan keluarnya karbon dioksida tidak lancar. Jika

dibiarkan, dapat berakibat fatal, yaitu tidak terjadinya pertukaran gas di paru-paru.

Gangguan pernapasan tidak hanya mengganggu saluran pernapasan, tetapi juga dapat

mengganggu faktor-faktor yang mendukung proses mekanisme pernapasan. Gangguan

38

Page 39: Makalah Kelompok F3 Blok 7

tersebut bisa terjadi pada sistem difusi, bisa mengakibatkan ketidakseimbangan asam-basa,

bisa juga terjadi gangguan pada transpor gas di darah.

Pada kasus, pasien batuk dan sesak napas selama beberapa hari sehingga mengganggu

mekanisme pernapasannya. Sehingga dapat ditarik kesimpulan, bahwa gangguan pernapasan

(dalam hal ini batuk dan sesak napas) memiliki hubungan dengan mekanisme pernapasan dan

gangguan pernapasan tersebut dapat mempengaruhi mekanisme pernapasan (terutama

mekanisme pernapasan paru-paru).

Daftar Pustaka

1. Burkitt HG, Young B, Heath JW. Buku ajar & atlas wheater histologi fungsional. ed 3.

Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 1995.

2. Basmajian JV, Slonecker CE. Grant metode anatomi berorientasi pada klinik jilid

dua.ed 11. Jakarta: Binarupa Aksara; 1995.

3. Gunardi S. Anatomi sistem pernapasan. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; 2009.

4. Basmajian JV, Slonecker CE. Grant metode anatomi berorientasi pada klinik jilid

satu.ed 11. Jakarta: Binarupa Aksara; 1995.

5. Sherwood L. Fisiologi manusia; dari sel ke sistem. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 2012.h.411-56.

6. Sherwood L.Fisiologi manusia. Edisi ke-2.Jakarta : EGC.2001.h.434-46.

7. Mutaqqin A.Buku ajar asuhan keperawatan dengan gangguan sistem

pernapasan.Jakarta : Salemba Medika.2008.h.27-8.

8. Sherwood L.Fisiologi manusia. Edisi ke-2.Jakarta : EGC.2001.h.434-46.

9. Sherwood L. Fisiologi manusia. 6th ed.Jakata: EGC, 2012. h.512.

10. Spirometer.Edisi September 2009. Diunduh dari :

http://recyclearea.wordpress.com/2009/09/27/spirometer/ .21

39