29
MAKALAH SEMINAR KELOMPOK I A BLOK KEGAWAT DARURATAN CARDIO PULMONAL ARREST Disusun Oleh: ABDUL MUCHID AFIYATILAILY F A AGUNG HIDAYAT AGI SAPUTRA AHMAD FAIZIN AHMAD SYAFI’I ALI MUDIN ANDRE FIRMANSYAH ANDI SELLY MAYA SARI ANIK EKA FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

Makalah Kegawat Daruratan Cardio Pulmonary Arrest

Embed Size (px)

DESCRIPTION

menjelaskan pasien gadar jantung

Citation preview

MAKALAH

SEMINAR KELOMPOK I A

BLOK KEGAWAT DARURATAN

CARDIO PULMONAL ARREST

Disusun Oleh:

ABDUL MUCHID

AFIYATILAILY F A

AGUNG HIDAYAT

AGI SAPUTRA

AHMAD FAIZIN

AHMAD SYAFI’I

ALI MUDIN

ANDRE FIRMANSYAH

ANDI SELLY MAYA SARI

ANIK EKA

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2010 - 2011

BAB I

KONSEP DASAR

CARDIO PULMONARY ARREST

PENDAHULUAN

Jantung merupakan organ vital yang bertugas memompa darah untuk semua organ-organ badan. Henti jantung atau cardiac arrest adalah suatu keadaan berhentinya sirkulasi normal dari darah dalam kaitannya dengan kegagalan jantung untuk berkontaksi secara efektif selama systole. Kegagalan untuk berkontraksi dapat mengakibatkan kematian yang mendadak, bahkan dapat terjadi kematian seketika (Instantaneous Death) dan disebut sudden cardiac death (SCD). Cardiac arrest biasa disebut cardiorespiratory arrest, cardiopulmonary arrest, atau circulatory arrest. Cardiac arrest berbeda dengan infark miokard, dimana aliran darah ke jantung yang masih berdetak terganggu.

Penyebab utama dari cardiac arrest adalah aritmia, yang dicetuskan oleh beberapa faktor, diantaranya penyakit jantung koroner, stress fisik (perdarahan yang banyak, sengatan listrik, kekurangan oksigen akibat tersedak, tenggelam ataupun serangan asma yang berat), kelainan bawaan, perubahan struktur jantung (akibat penyakit katup atau otot jantung) dan obat-obatan. Penyebab lain cardiac arrest adalah tamponade jantung dan tension pneumothorax.

Sebagai akibat dari henti jantung, peredaran darah akan berhenti. Berhentinya peredaran darah mencegah aliran oksigen untuk semua organ tubuh. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas normal. Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit dan selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10 menit. Jika cardiac arrest dapat dideteksi dan ditangani dengan segera, kerusakan organ yang serius seperti kerusakan otak, ataupun kematian mungkin bisa dicegah.

DEFINISI

Cardiac Arrest disebut juga cardiorespiratory arrest, cardiopulmonary arrest, atau circulatory arrest, merupakan suatu keadaan darurat medis dengan tidak ada atau tidak adekuatnya kontraksi ventrikel kiri jantung yang dengan seketika menyebabkan kegagalan sirkulasi. Gejala dan tanda yang tampak, antara lain hilangnya kesadaran; napas dangkal dan cepat bahkan bisa terjadi apnea (tidak bernafas); tekanan darah sangat rendah (hipotensi) dengan tidak ada denyut nadi yang dapat terasa pada arteri; dan tidak denyut jantung.

Henti Jantung adalah berhentinya sirkulasi normal darah karena bilik jantung gagal untuk berkontraksi secara efektif pada saat sistolik ( Intisari : Jantung Otot yang Perkasa. 2006 ).

ETIOLOGI

Penyebab cardiac arrest yang paling umum adalah gangguan listrik di dalam jantung. Jantung memiliki sistem konduksi listrik yang mengontrol irama jantung tetap normal. Masalah dengan sistem konduksi dapat menyebabkan irama jantung yang abnormal, disebut aritmia. Terdapat banyak tipe dari aritmia, jantung dapat berdetak terlalu cepat, terlalu lambat, atau bahkan dapat berhenti berdetak. Ketika aritmia terjadi, jantung memompa sedikit atau bahkan tidak ada darah ke dalam sirkulasi.

Aritmia dicetuskan oleh beberapa faktor, diantaranya: penyakit jantung koroner yang menyebabkan infark miokard (serangan jantung), stress fisik (perdarahan yang banyak akibat luka trauma atau perdarahan dalam, sengatan listrik, kekurangan oksigen akibat tersedak, penjeratan, tenggelam ataupun serangan asma yang berat), kelainan bawaan yang mempengaruhi jantung, perubahan struktur jantung (akibat penyakit katup atau otot jantung) dan obat-obatan. Penyebab lain cardiac arrest adalah tamponade jantung dan tension pneumothorax.

ANATOMI

Suplai arteri pada Jantung

Arteri koronaria adalah yang bertanggungjawab untuk mensuplai jantung itu sendiri dengan darah yang kaya oksigen. Arteri koronaria adalah end-arteries yang diujung dan bila terjadi penyumbatan, maka suplai darah ke otot miokardium akan terhambat (infark miokard). Bila lumen pembuluh darah menyempit karena perubahan atheromatous pada dinding pembuluh darah, pasien akan mengeluh nyeri dada yang meningkat secara bertahap pada aktivitas berat (angina). Kondisi ini tidak memungkinkan otot miokardium meningkatkan kontraksi untuk memenuhi kebutuhan suplai darah, akibat berkurangnya suplai darah arteri.

Terdapat variasi ukuran dan letak dari arteri koronaria. Sebagai contoh, pada sebagian orang, cabang posterior interventikular dari arteri koronaria kanannya lebih besar dan menyuplai darah ke sebagian besar bagian ventrikel kiri sedangkan pada kebanyakan orang tempat ini disuplai oleh cabang anterior interventrikular dari arteri koronaria kiri. Contoh lain, nodus sino-atrial umumnya disuplai oleh cabang nodus dari arteri koronaria kanan, akan tetapi pada 30-40% populasi menerima suplai dari arteri koronaria kiri.

Saluran darah vena jantung

Sistem aliran darah vena pada jantung sebagai berikut:

Vena-vena dan arteri-arteri koronaria mengalir ke dalam atrium kanan melalui sinus koronaria. Sinus koronaria mengalir ke dalam atrium kanan ke arah kiri dari dan superior ke pembukaan dari vena cava inferior. Great Cardiac Vein mengikuti cabang anterior interventrikular dari koronaria kiri dan kemudian menjalar ke arah belakang kiri pada cabang-cabang atrioventrikular. Pembuluh darah vena sedang mengikuti arteri interventrikular posterior dan bersamaan dengan pembuluh darah vena kecil yang mengikuti arteri marginalis, mengalir ke dalam sinus koronaria. Sinus koronaria mengalir ke pembuluh darah vena pada jantung.

Sistem konduksi jantung ekg

Terdapat 3 jenis sel dalam jantung yang berperan dalam proses impuls normal di dalam

jantung, yaitu:

1. Sel perintis (pacemaker cells), Sumber daya listrik jantung. Nodus sino- atrial (SA) adalah pacemaker jantung. Ia terletak di atas krista terminalis, dibawah pembukaan vena cava superior di dalam atrium kanan.

2. Sel konduksi listrik, Kabel jantung. Impuls yang dihasilkan oleh nodus SA diantar melalui otot-otot atrial untuk menyebabkan sinkronisasi kontraksi atrial. Impuls tiba ke nodus atrioventrikular (AV) yang terletak di septum interatrial dibawah pembukaan sinus koronaria. Dari sini impuls diantar ke ventrikel melalui serabut atrioventrikular (His) yang turun ke dalam septum interventrikular. Serabut His terbagi menjadi 2 cabang kanan dan kiri. Cabang-cabang ini akan berakhir pada serabut-serabut Purkinje dalam subendokardium dari ventrikel.

3. Sel miokardium, Mesin kontraksi jantung. Jika sebuah gelombang depolarisasi mencapai sebuah sel jantung, kalsium akan dilepaskan ke dalam sel sehingga sel tersebut berkontraksi. Sel jantung memiliki banyak sekali protein kontraktil, yaitu aktin dan miosin.

PATHOFISIOLOGI

Patofisiologi cardiac arrest tergantung dari etiologi yang mendasarinya. Namun, umumnya mekanisme terjadinya kematian adalah sama. Sebagai akibat dari henti jantung, peredaran darah akan berhenti. Berhentinya peredaran darah mencegah aliran oksigen untuk semua organ tubuh. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas normal. Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit dan selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10 menit (Sudden cardiac death).

Berikut akan dibahas bagaimana patofisiologi dari masing-masing etiologi yang mendasari terjadinya cardiac arrest.

1. Penyakit Jantung Koroner

Penyakit jantung koroner menyebabkan Infark miokard atau yang umumnya dikenal sebagai serangan jantung. Infark miokard merupakan salah satu penyebab dari cardiac arrest. Infark miokard terjadi akibat arteri koroner yang menyuplai oksigen ke otot-otot jantung menjadi keras dan menyempit akibat sebuah materia(plak) yang terbentuk di dinding dalam arteri. Semakin meningkat ukuran plak, semakin buruk sirkulasi ke jantung. Pada akhirnya, otot-otot jantung tidak lagi memperoleh suplai oksigen yang mencukupi untuk melakukan fungsinya, sehingga dapat terjadi infark. Ketika terj$adi infark, beberapa jaringan jantung mati dan menjadi jaringan parut. Jaringan parut ini dapat menghambat sistem konduksi langsung dari jantung, meningkatkan terjadinya aritmia dan cardiac arrest.

2. Stess fisik.

Stress fisik tertentu dapat menyebabkan sistem konduksi jantung gagal berfungsi, diantaranya:• perdarahan yang banyak akibat luka trauma atau perdarahan dalam

• sengatan listrik

• kekurangan oksigen akibat tersedak, penjeratan, tenggelam ataupun serangan asma yang berat• Kadar Kalium dan Magnesium yang rendah

• Latihan yang berlebih. Adrenalin dapat memicu SCA pada pasien yang memiliki gangguan jantung.Stress fisik seperti tersedak, penjeratan dapat menyebabkan vagal reflex akibat penekanan pada nervus vagus di carotic sheed.

3. Kelainan Bawaan

Ada sebuah kecenderungan bahwa aritmia diturunkan dalam keluarga. Kecenderungan ini diturunkan dari orang tua ke anak mereka. Anggota keluarga ini mungkin memiliki peningkatan resiko terkena cardiac arrest. Beberapa orang lahir dengan defek di jantung mereka yang dapat mengganggu bentuk(struktur) jantung dan dapat meningkatkan kemungkinan terkena SCA.

4. Perubahan struktur jantung

Perubahan struktur jantung akibat penyakit katup atau otot jantung dapat menyebabkan perubahan dari ukuran atau struktur yang pada akhirnrya dapat mengganggu impuls listrik. Perubahan-perubahan ini meliputi pembesaran jantung akibat tekanan darah tinggi atau penyakit jantung kronik. Infeksi dari jantung juga dapat menyebabkan perubahan struktur dari jantung.

5. Obat-obatan.

Antidepresan trisiklik, fenotiazin, beta bloker, calcium channel blocker, kokain, digoxin, aspirin, asetominophen dapat menyebabkan aritmia. Penemuan adanya materi yang ditemukan pada pasien, riwayat medis pasien yang diperoleh dari keluarga atau teman pasien, memeriksa medical record untuk memastikan tidak adanya interaksi obat, atau mengirim sampel urin dan darah pada laboratorium toksikologi dapat membantu menegakkan diagnosis.

6. Tamponade jantung.

Cairan yang yang terdapat dalam perikardium dapat mendesak jantung sehingga tidak mampu untuk berdetak, mencegah sirkulasi berjalan sehingga mengakibatkan kematian.

7. Tension pneumothorax

Terdapatnya luka sehingga udara akan masuk ke salah satu cavum pleura. Udara akan terus masuk akibat perbedaan tekanan antara udara luar dan tekanan dalam paru. Hal ini akan menyebabkan pergeseran mediastinum. Ketika keadaan ini terjadi, jantung akan terdesak dan pembuluh darah besar (terutama vena cava superior) tertekan, sehingga membatasi aliran balik ke jantung.

PencegahanKarena sebagian besar penyebab cardiac arrest adalah penyakit jantung maka

pencegahan terbaik adalah dengan memelihara jantung kita sebaik mungkin. Kontrol tekanan darah, menjaga gula darah tetap stabil normal, mencegah terjadinya dislipidemia

yaitu peningkatan lemak darah. Konsumsi magnesium (Mg) dalam jangka panjang diduga efektif dalam menjaga kesehatan jantung.

Pengobatan :

Tindakan penyelamatan perlu waktu yang amat minimal. Diagnosa segera diikuti dengan tindakan resusitasi kardio pulmonal (RKP) atau cardio pulmonary rescucitation (CPR) perlu dilakukan segera sebagai penyelamat nyawa.

Berikut kami jelaskan mengenai RKP atau CPR : ( halaman selanjutnya )

BAB II

RESUSITASI KARDIO PULMONAL (RKP) atau CARDIO PULMONARY RESCUCITATION (CPR)

DEFENISI

RKP adalah suatu usaha untuk mengembalikan fungsi pernafasan dan fungsi sirkulasi serta mengatasi akibat berhentinya fungsi-fungsi tersebut pada orang-orang yang tidak diharapkan mati pada saat itu. RKP merupakan salah satu tindakan Bantuan Hidup Dasar (BHD). Tujuannya adalah untuk membantu atau mengembalikan oksigenasi, ventilasi, dan sirkulasi yang efektif hingga kembalinya sirkulasi spontan atau hingga intervensi Bantuan Hidup Lanjut (BHJL) dapat mulai dilakukan. Resusitasi mencegah agar sel-sel tidak rusak akibat kekurangan oksigen.

Sekedar informasi, mati ada tiga macam. Yang pertama disebut dengan istilah Mati Klinis, yaitu berhentinya nafas dan jantung. Yang kedua adalah Mati Biologis, yaitu mati klinis yang gagal ditolong. Yang ketiga adalah Mati Sosial, yaitu fungsi pernafasan dan jantung kembali baik tetapi fungsi otak terganggu karena hipoksia yang lebih dari 10 menit.

Keberhasilan RKP ditentukan oleh kecepatan dan ketepatan RKP diberikan. Jika Apneu dan Cardiac Arrest terjadi selama 4 menit, angka keberhasilan RKP lebih dari 65 % tanpa gejala sisa (sakit kepala-pusing, amnesia retrograde, dll).

INDIKASI RKP

Henti Napas

Henti Napas primer ( respiratory arrest ) dapat disebabkan oleh sumbatan jalan nafas dan depresi pernapasan sentral dan perifer. Sumbatan jalan nafas seperti benda asing, aspirasi, lidah yang jatuh ke belakang, pipa trakeal terlipat, kanula trakeal tersumbat, kelainan akut glottis dan sekitarnya ( sembab glottis, perdarahan).Depresi pernapasan sentral seperti karena obat-obatan, intoksikasi, paO2 rendah, paCO2 tinggi, setelah henti jantung, tumor otak, tenggelam. Depresi pernapasan perifer seperti karena obat pelumpuh otot, penyakit miastenia gravis, poliomyelitis.

Pada awal henti napas, jantung masih berdenyut, masih teraba nadi, pemberian O2 ke otak dan organ vital lainnya masih cukup sampai beberapa menit. Kalau henti napas mendapat pertolongan segera (seperti BHD-RKP.pen), maka pasien akan terselamatkan hidupnya dan sebaliknya kalau terlambat akan berakibat henti jantung yang mungkin menjadi fatal.

Henti Jantung

Henti jantung primer (cardiac arrest) adalah ketidaksanggupan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya secara mendadak dan dapat

balik normal jika dilakukan tindakan yang tepat atau akan menyebabkan kematian dan kerusakan otak menetap jika tindakan tidak adekuat. Sebagian besar henti jantung disebabkan oleh ventricle fibrillation atau takikardia tanpa denyutan (80-90%) terutama kalau terjadinya di luar rumah sakit, asistol ventricle (+/- 10%) dan electro-mechanical dissociation (+/- 5%).

Penyebab henti jantung adalah sebagai berikut.

1. Penyakit kardiovaskular, seperti penyakit jantung iskemik, infark miokardial akut, embolus paru, fibrosis pada system konduksi (penyakit Lenegre, Sindrom Adams-Stokes, noda sinus sakit)

2. Kekurangan oksigen akut, seperti henti nafas, benda asing di jalan nafas, sumbatan jalan nafas oleh sekresi

3. Kelebihan dosis obat, seperti digitalis, quinidin, antidepresan trisiklik, propoksifen, adrenalin, isoprenalin.

4. Gangguan asam-basa/elektrolit, seperti kalium serum yang tinggi atau rendah, magnesium serum rendah, kalsium serum tinggi, asidosis.

5. Kecelakaan, seperti syok listrik dan tenggelam.6. Reflex vagal, seperti peregangan sfingter ani, penekanan/penarikan bola mata.7. Anesthesia dan pembedahan8. Terapi dan tindakan diagnostic medis9. Syok (hipovolemik, neurogenik, toksik, anafilaksis)

Henti Jantung ditandai dengan denyut nadi besar tak teraba (a.karotis, femoralis dan radialis pada dewasa dan a.brakhialis pada bayi), disertai kebiruan (sianosis) atau pucat sekali, pernapasan berhenti atau satu-satu ( gasping, apnu), terlihat seperti mati ( death like appearance ), dilatasi pupil tak bereaksi dengan rangsangan cahaya ( 45 detik setelah henti jantung ) dan pasien berada dalam keadaan tidak sadar.

Pengiriman O2 ke otak tergantung pada curah jantung, kadar hemoglobin (Hb), saturasi Hb terhadap O2 dan fungsi pernapasan. Resusitasi Kardio Pulmonal (RKP) diperlukan jika O2 ke Otak tidak cukup, sehingga otak tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Iskemia melebihi 3-4 menit pada suhu normal akan menyebabkan korteks serebri rusak menetap, walaupun setelah itu kita dapat membuat jantung berdenyut kembali. Kerusakan otak pasca resusitasi akibat terlambat memulainya.

Kapan memulai RKP ?

Siapapun yang mempunyai pengetahuan dan kemampuan resusitasi dapat melakukan RKP ketika berhadapan dengan kasus henti jantung. Namun ada hal-hal yang perlu diperhatikan saat RKP tidak perlu dilakukan, yaitu:

Saat kejadian henti jantung yang disaksikan

Jika menyaksikan sendiri terjadinya henti jantung, sudah seharusnya segera memulai RKP, kecuali:

1. Ada bukti permintaan keluar untuk tidak melakukannya

2. Usaha RKP akan membahayakan nyawa si penolong3. Kemungkinan RKP untuk mengembalikan sirkulasi spontan dengan kualitas hidup

yang diterima sangat kecil4. Henti jantung yang terjadi setelah usaha terapi yang maksimal untuk proses penyakit

terminal.

Saat kejadian henti jantung yang tidak disaksikan

Penolong tidak mengetahui berapa lama henti jantung itu sudah berlangsung. Untuk hal seperti ini tidak perlu mulai melakukan RKP jika mendapati keadaan sebagai berikut:

1. Ada tanda kematian yang tidak berubah seperti rigor mortis atau lebam mayat2. Sudah mulai ada tanda-tanda pembusukan3. Penderita mengalami trauma yang tidak bisa diselamatkan, seperti hangus terbakar,

dekapitasi atau hemikorporektomi.

Kapan menghentikan RKP ?

Beberapa alasan kuat bagi penolong untuk menghentikan RKP antara lain :

1. Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif2. Upaya resusitasi telah diambil alih oleh orang lain yang bertanggung jawab

meneruskan resusitasi (bila tak ada dokter)3. Seorang dokter mengambil alih tanggung jawab (bila tak ada dokter sebelumnya).4. Korban dinyatakan mati5. Penolong sudah memberikan secara penuh, yakni bantuan hidup dasar dan bantuan

hidup lanjut.6. Penolong sudah mempertimbangkan apakah pada pasien terdapat hipotermia7. Penolong sudah mempertimbangkan apakah pasien terpapar bahan beracun atau

mengalami overdosis obat yang akan menghambat system syaraf pusat.8. Penolong sudah merekam melalui monitor adanya asistol yang menetap selama 10

menit atau lebih9. Interval waktu usaha resusitasi pada henti jantung disaksikan yang tidak dapat

mengembalikan sirkulasi spontan adalah 25 sampai 30 menit

10. Penolong sudah lelah. Ingat jangan menambah korban.

ALGORITMA RKP

Bila anda melihat seorang yang tidak sadar:

Pertama-tama anda harus berteriak untuk meminta tolong (cari saksi) Dekati pasien tersebut dan pastikan korban benar-benar tidak sadar (check

responsiveness) dengan memanggil-manggil (rangsangan suara.pen), menyentuh lembut atau memberikan rangsangan nyeri (rangsangan nyeri.pen), atau dengan memberikan bau-bauan yang cukup menyengat (rangsangan bau.pen). Perhatian, hati-hati menyentuh pasien yang terkena sengatan listrik, jangan sampai anda menjadi korban kedua.

Bila tidak sadar, minta bantuan orang lain agar menelepon ambulans atau rumah sakit terdekat agar segera datang dengan alat bantuan yang lebih lengkap (call for help).

Ubah posisi korban, posisikan dengan posisi tidur terlentang di tempat yang datar dan keras sebagai persiapan untuk melakukan RKP. Selanjutnya lakukan RKP dengan langkah-langkah A,B,C,D,E,F,G,H,I.1,4

1. A=Airway Control. Tujuannya untuk membuka dan mengamankan jalan nafas. Langkah-

langkahnya adalah sebagai berikut.

Penolong berlutut di dekat kepala sebelah kanan korban. Jika terdapat trauma pada leher sebelah atas sampai kepala dan dicurigai terdapat

trauma cervical, lakukan fiksasi pada leher dan kepala korban dengan memasang collar neck atau benda keras apapun sebagai pengganti yang cocok.

Jika tonus otot korban hilang, lidah akan menyumbat faring dan epiglottis akan menyumbat laring, hal ini menjadi penyebab utama tersumbatnya jalan napas pada pasien tidak sadar.2 Oleh sebab itu, lakukan tindakan Angkat Dagu Tengadah Kepala

(Head Tilt- Chin Lift Maneuver.red) dengan mengangkat dagu ke atas dan mendorong kepala atau dahi ke belakang. Pada korban dengan trauma muka atau kepala dan dada yang dicurigai mengalami

cedera servikal, lakukan teknik penarikan rahang tanpa kepala (jaw thrust Maneuver.red )

Lihat apakah ada cairan atau benda asing. Bila terdapat cairan, miringkan kepala penderita agar cairan dapat keluar (memiringkan kepala hanya dilakukan pada penderita yang tidak ada cedera tulang servikal) atau dilakukan penghisapan cairan bila peralatan tersebut tersedia. Bila terdapat benda asing maka segera keluarkan benda tersebut, salah satunya dengan teknik hentakan abdomen (Hemlich

maneuver/ abdominal thrust) dan hentakan dada ( chest thrust ). Jika sumbatan jalan napas masih terjadi, dapat dicoba pemasangan pipa jalan nafas ( oropharyngeal airway atau nasopharyngeal airway ). Jika usaha ini masih belum berhasil, perlu dilakukan tracheal intubation, jika tidak bisa dilakukan maka sebagai alternative adalah cricotirotomy atau cricotiroid membrane punction dengan jarum berlumen besar (missal dengan kanula intravena 14 G).

Perhatikan apakah korban bernafas atau tidak dengan melakukan :rasakan (look,listen, feel).

Dekatkan telinga anda ke mulut korban dan mata melihat ke arah dada. Lihat apakah ada pergerakan dinding dada seperti orang bernafas umumnya (look), dengarkan suara pernafasannya (listen), dan rasakan hembusan nafasnya (feel).Bila tidak bernafas, lakukan langkah B.

2. B=Breathing Support. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.

Pasanglah alat bantu jalan nafas orofaring (bila ada) pada penderita, kemudian pasang kantung nafas sungkup muka. Bila terjadi di lapangan dan tanpa peralatan, lakukan dengan manipulasi dengan cara mulu ke mulut ( the kiss of life, mouth-to-mouth ), mulut ke hidung ( mouth-to-nose ) pada trauma maksilo-fasial dan saat mulut korban sulit dibuka atau mulut ke stoma trakeostomi. Letakkan tangan kanan penolong di dagudan tangan kiri penolong memencet kedua lubang hidung korban, sehingga lobang hidung tertutup rapat. Dengan demikian keadaan korban menjadi “mulut menganga, dagu terangkat, kepala fleksikan”.

Lakukan nafas buatan sebanyak 2 kali secara perlahan, tiap ventilasi waktunya

sekitar 2 detik. Lihat apakah udara yang dipompakan dapat masuk dengan mudah, apakah dinding

dada tampak naik ketika udara dipompakan, dan apakah ada udara yang keluar saat ekspirasi pasif. Bila udara tidak dapat masuk dengan mudah dan dinding dada tidak bergerak naik, pikirkan kemungkinan adanya obstruksi jalan nafas. Atasi obstruksi segera!

Raba denyut arteri carotis paling lama 10 detik. Bila tidak ada denyut, berarti pasien Cardiac Arrest dan lanjutkan langkah C. Bila berdenyut, lanjutkan pemberian nafas buatan dengan frekuensi 12-20 kali/menit.

3. C=Circulation Treatment. Langkah-langkahnya sebagai berikut.

Lakukan Pijat Jantung Luar (PJL) sebanyak 7 kali dan diikuti nafas buatan sebanyak 1 kali ( menurut ACLS 2008,

PJL sebanyak 30 kali dan nafas buatan sebanyak 2 kali.red). Yang penting PJL dilakukan sebanyak +/- 80 kali/menit dan nafas buatan sebanyak +/- 12 kali/menit. Dengan demikian pasien terhindar dari Hipoxia Lanjut.

Teknik melakukan PJL adalah sebagai berikut.

1) Letakkan satu telapak tangan di atas permukaan dinding dada pada 1/3 processus xypoideus (bagian ujung sternum). Tangan yang lain diletakkan di atas tangan pertama.

2) Dengan jari-jari terkunci, lengan lurus dan kedua bahu tepat di atas sternum korban, beri tekanan ventrikal ke bawah dengan kedalaman sekitar 3-5 cm untuk dewasa. Tekanan berasal dari bahu bukan dari tangan, sehingga tangan dan siku korban lurus dan tegak lurus dengan dada korban. Tindakan ini akan memeras jantung yang letaknya dijepit oleh dua bangunan tulang yang keras yaitu tulang dada dan tulang punggung. Pijatan jantung yang

baik akan menghasilkan denyut nadi pada arteri carotis dan curah jantung sekitar 10-15%

dari normal.

3) Pada gerakan penekanan, usahakan penekanan sternum ke bawah selama ½ detik dan lepaskan dengan cepat tetapi kedua tangan tidak boleh diangkat dari dada korban dan tunggu ½ detik kemudian agar jantung dan pembuluh darah terisi cukup

4) Kompresi harus teratur, halus dan continue. Dalam kondisi apapun kompresi tidak boleh berhenti lebih dari 5 detik.

5) Lakukan pemberian nafas sebanyak 2 kali tiap setelah 30 kali pijatan atau penekanan pada dada (jantung) dengan perbandingan 30:2.

6) Lakukan sebanyak 5 siklus, kemudian cek kembali arteri carotis korban. Jika tetap tidak berdenyut, lanjutkan pemberian PJL.

Di lapangan, saat korban menunjukkan respon yang positif terhadap pemberian Bantuan Hidup Dasar ( langkah A-B-C), maka tindakan RKP dihentikan dan letakkan korban pada posisi mantap. Caranya adalah sebagai berikut.

1) Fleksikan tungkai yang terdekat dengan anda

2) Letakkan tangan yang terdekat dengan anda di bawah bokongknya

3) Dengan lembut gulingkan pasien pada sisinya

4) Ekstensikan kepalanya dan pertahankan mukanya lebih rendah.

5) Letakkan tangan pasien sebelah atas di bawah pipi sebelah bawah untuk mempertahankan ekstensi kepala dan mencegah pasien berguling ke depan. Lengan sebelah bawah yang berada di punggungnya mencegah pasien terguling ke belakang.

4. D=Drugs and Fluid Intravenous Infusion

Pada tahap ini diberikan obat dan cairan tanpa menunggu hasil EKG.Obat yang diberikan adalah.

1) Adrenalin

Pertama yang diberikan adalah adrenalin 0,5-1,0 mg I.V dosis untuk dewasa, 10 mcg/kg pada anak-anak. Cara pemberian: IV, intratrakeal lewat pipa trakeal (1 ml adrenalin 10/00 diencerkan dengan 9 ml akuades steril, bukan NaCl) atau bila keduanya tidak mungkin: intrakardiak (hanya oleh tenaga yang sudah terlatih). Diulang tiap 5 menit dengan dosis sama sampai timbul denyut jantung spontan atau mati jantung. Walaupun cardiac arrestnya fibrilasi ventrikel, namun adrenalin tetap diberikan sebagai obat pilihan pertama karena fungsi adrenalin selain sebagai notropic dan chronotropic, adrenalin juga meningkatkan sensitivity otot jantung sehingga ventricle fibrillation mudah kembali ke irama sinus dengan defibrillator listrik pada jantung yang telah diberikan adrenalin.

2) Natrium Bikarbonat

Dosis mula 1 mEq/kg (bila henti jantung lebih dari 2 menit) kemudian dapat diulang tiap 10 menit dengan dosis 0,5 mEq/kg sampai timbul denyut jantung spontan atau mati jantung. Cara pemberian hanya IV.4

Dipasang infuse intravena sesuai indikasi.

5. E=EKG

6. F=Fibrilation Treatment

Elektroda dipasang di sebelah kiri putting susu kiri dan di sebelah kanan sternum atas. Defibrilasi luar: arus searah: 100-360 Wsec (Joule) (dewasa); 100-200 Wsec (anak); 50-100 Wsec (bayi).

7. G=Gough (cari sebab Cardiac Arrest)

Pada tahap ini, menentukan dan member terapi penyebab kematian dan menilai sampai sejauh mana pasien dapat diselamatkan.

8. I=Intensive Care Unit

Post Cardiac Arrest, korban harus dirawat di ICU

TEKNIK PADA BAYI DAN ANAK-ANAK

Prinsip Bantuan Hidup Dasar pada bayi dan anak adalah sama dengan pada orang dewasa. Akan tetapi karena ketidaksamaan ukuran, diperlukan modifikasi teknik yang disebutkan di atas yaitu sebagai berikut.

1. Ekstensi kepala yang berlebihan dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas pada bayi dan anak kecil. Kepala hendaknya dijaga dalam posisi netral selama diusahakan membuka jalan napas pada kelompok ini.

2. Pada bayi dan anak kecil, ventilasi mulut-ke-mulut dan hidung lebih sesuai daripada ventilasi mulut-ke-mulut atau mulut-ke-hidung. Pemberian ventilasi harus lebih kecil

volumnya dan frekuensi ventilasi harus ditingkatkan menjadi 1 ventilasi tiap 3 detik untuk bayi dan 1 ventilasi tiap 4 detik untuk anak-anak.

3. Pukulan punggung dengan pangkal tangan dapat diberikan pada bayi di antara 2 skapula dengan korban telungkup dan mengangkang pada lengan penolong dan hentakan dada diberikan dengan bayi terlentang, kepala terletak dibawah melintang pada paha penolong. Pukulan punggung pada anak yang lebih besar dapat diberikan dengan korban telungkup melintang di atas paha penolong dengan kepala lebih rendah dari badan, dan hentakan dada dapat diberikan dengan anak terlentang di atas lantai.

4. Karena jantung terletak sedikit lebih tinggi dalam rongga toraks pada pasien-pasien muda, kompresi dada luar hendaknya diberikan dengan 2 jari pada 1 jari di bawah titik potong garis putting susu dengan sternum pada bayi dan pada tengah pertengahan bawah sternum pada anak. Penekanan sternum 1,5-2,5 cm efektif untuk bayi, tetapi pada anak diperlukan penekanan 2,5-4 cm. pada anak yang lebih besar hendaknya digunakan pangkal telapak tangan untuk kompresi dada luar.

5. Selama henti jantung, pemberian komprsi dada luar harus minimal 100 kali permenit pada bayi dan 80 kali permenit pada anak-anak. Perbandingan kompresi terhadap ventilasi selalu 5:1.

Usaha tindakan RKP pada langkah-langkah ABC (Bantuan Hidup Dasar) yang dilakukan pada korban yang mengalami henti jantung dapat memberi beberapa kemungkinan hasil, yaitu sebagai berikut.

1. Korban menjadi sadar kembali2. Korban dinyatakan mati. Ini bisa disebabkan karena terlambatnya pemberian

tindakan RKP atau salah dalam pelaksanaannya.3. Korban belum dapat dinyatakan mati dan belum timbul denyut jantung spontan.

Dalam hal ini perlu diberikan pertolongan lebih lanjut.4. Denyut jantung spontan timbul, tetapi korban belum pulih kesadarannya. Ventilasi

spontan bisa ada bisa tidak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Zaidulfar. (2010) Cardio Pulmonary Rescucitation. Proceedings of skill lab training of medical student of Block 16th of Andalas University, Indonesia

2. Latief, Said A.dkk. (2002) Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi Kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

3. Karo, Santoso.dkk. (2009) Buku Panduan Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut ACLS (Advanced Cardiac Life Support) Indonesia. Jakarta:PERKI-2008

4. Muhiman, Muhardi.dkk. (1989) Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

5. HET (2010) Materi Diklat Medis, KAT serta Pengabdian Masyarakat Angkatan XXI. Padang: Hippocrates Emergency Team FK Unand 2010

ASUHAN KEPERAWATAN

Analisa Kasus

A. Kasus :

Tn. X di bawa ke UGD dengan riwayat sakit jantung, tiba-tiba pasien apnea. Nadi karotis tidak teraba.

B. Pengkajian

a. Identitas :

Nama : Tn. X

Umur : - tahun.

Jenis kelamin : laki-laki

Alamat : Jalan pemuda no.165 Demak.

Keluhan utama : tiba-tiba apnea.

b. Kesehatan

Riwayat Riwayat Kesehatan Sekarang

Tiba-tiba pasien apnea, nadi karotis tidak teraba.

Riwayat penyakit dahulu:

Pernah mempunyai sakit jantung.

Riwayat penyakit keluarga: -

c. Pengkajian Primer dan Sekunder

Pengkajian primer

Pengkajian Primer yang perlu dilakukan pada pasien antara lain:

1. Airways ( apakah ada? )1. Sumbatan atau penumpukan secret2. Wheezing atau krekles

2. Breathing 1. Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat2. Respirasi lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal3. Ronchi, krekles

4. Ekspansi dada tidak penuh5. Penggunaan otot bantu nafas

3. Circulation 1. Nadi lemah , tidak teratur2. Takikardi3. Tekanan Darah meningkat / menurun4. Edema5. Gelisah6. Akral dingin7. Kulit pucat, sianosis8. Output urine menurun

Pengkajian sekunder.

Sedangkan pengkajian sekunder pada pasien:

1. Aktifitas 1. Gejala :

1. Kelemahan2. Kelelahan3. Tidak dapat tidur4. Pola hidup menetap5. Jadwal olah raga tidak teratur

2. Tanda : 1. Takikardi2. Dispnea pada istirahat atau aaktifitas

2. Sirkulasi 1. Gejala :

1. Riwayat IMA sebelumnya2. Penyakit arteri koroner3. Masalah tekanan darah4. Miabetes mellitus.

2. Tanda : 1. Tekanan darah: Dapat normal / naik / turun

Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri2. Nadi : Dapat normal, penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat

kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratus (disritmia)3. Bunyi jantung : Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin

menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel

4. Murmur : Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung

5. Friksi ; dicurigai Perikarditis6. Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur

7. Edema : Distensi vena juguler, edema dependent, perifer, edema umum, krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel

8. Warna : Pucat atau sianosis, kuku datar, pada membran mukossa atau bibir

3. Nyeri atau ketidaknyamanan 1. Gejala :

1. Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral)

2. Lokasi : Tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat menyebar ke tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.

3. Kualitas : "Crushing ", menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat .

4. Intensitas : Biasanya 10 (pada skala 1 - 10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.

5. Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus, hipertensi, lansia

4. Pernafasan: 1. Gejala :

1. Dispnea tanpa atau dengan kerja2. Dispnea nocturnal3. Batuk dengan atau tanpa produksi sputum4. Riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.

2. Tanda : 1. Peningkatan frekuensi pernafasan2. Nafas sesak / kuat3. Pucat, sianosis4. Bunyi nafas (bersih, krekles, mengi), sputum

d. Diagnsa dan Intervensi

Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan yang mungkin muncul pada kasus antara lain sebagai berikut:

1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran alveolar- kapiler (atelektasis, kolaps jalan nafas / alveolar, edema paru/efusi, sekresi berlebihan / perdarahan aktif)

1. Ditandai dengan : 1. Dispnea berat2. Gelisah3. Sianosis4. Perubahan GDA5. Hipoksemia

2. Tujuan : Oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal (pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg) setelah dilakukan tindakan keperawtan selama di RS.

3. Kriteria hasil :

1. Tidak sesak nafas2. Tidak gelisah3. GDA dalam batas Normal (pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg

dan Saturasi < 80 mmHg )4. Intervensi :

1. Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot Bantu pernafasan

2. Auskultasi paru untuk mengetahui penurunan / tidak adanya bunyi nafas dan adanya bunyi tambahan misal krakles, ronki dll.

3. Lakukan tindakan untuk memperbaiki / mempertahankan jalan nafas misalnya , batuk, penghisapan lendir dll.

4. Tinggikan kepala / tempat tidur sesuai kebutuhan / toleransi pasien5. Kaji toleransi aktifitas misalnya keluhan kelemahan / kelelahan selama

kerja atau tanda vital berubah.2. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan faktor-faktor

listrik, penurunan karakteristik miocard 1. Tujuan : Curah jantung membaik / stabil setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama....x 24 jam di RS2. Kriteria Hasil :

1. Tidak ada edema2. Tidak ada disritmia3. Haluaran urin normal4. Tanda Tanda Vital dalam batas normal

3. Intervensi : 1. Pertahankan tirah baring selama fase acut2. Kaji dan laporkan adanya tanda - tanda penurunan COP, Tekanan

Darah3. Monitor haluaran urin4. Kaji dan pantau Tanda-tanda Vital tiap jam5. Kaji dan pantau EKG tiap hari6. Berikan oksigen sesuai kebutuhan7. Auskultasi pernafasan dan jantung tiap jam sesuai indikasi8. Pertahankan cairan parenteral dan obat-obatan sesuai advis9. Berikan makanan sesuai diitnya10. Hindari valsava manuver, mengejan (gunakan laxan)

3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan iskemik, kerusakan otot jantung, penyempitan / penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria

1. Ditandai dengan : 1. Daerah perifer dingin2. EKG elevasi segmen ST & Q patologis pada lead tertentu3. Respirasi lebih dari 24 x/ menit4. Kapiler refill Lebih dari 3 detik5. Nyeri dada6. Gambaran foto torak terdpat pembesaran jantung & kongestif paru

(tidak selalu)7. Tekanan Darah > 120/80 mmHg, Analisa Gas Darah dengan : pa O2 <

80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg8. Nadi lebih dari 100 x/ menit9. Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL

2. Tujuan : Gangguan perfusi jaringan berkurang / tidak meluas selama dilakukan tindakan perawatan di RS.

3. Kriteria Hasil: 1. Daerah perifer hangat2. Tidak sianosis3. Gambaran EKG tidak menunjukan perluasan infark4. Respirasi 16 - 24 x/ menit5. Tidak terdapat clubbing finger6. Kapiler refill 3 - 5 detik7. Nadi 60 - 100x / menit8. Tekanan Darah 120/80 mmHg

4. Intervensi : 1. Monitor Frekuensi dan irama jantung2. Observasi perubahan status mental3. Observasi warna dan suhu kulit / membran mukosa4. Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya5. Kolaborasi : Berikan cairan IV l sesuai indikasi6. Pantau Pemeriksaan diagnostik / dan laboratorium mis EKG,

elektrolit , GDA (Pa O2, Pa CO2 dan saturasi O2). Dan Pemberian oksigen

4. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri 1. Ditandai dengan :

1. Nyeri dada dengan / tanpa penyebaran2. Wajah meringis3. Gelisah4. Delirium5. Perubahan nadi, tekanan darah.

2. Tujuan : Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan selama ......di RS

3. Kriteria Hasil: 1. Nyeri dada berkurang misalnya dari skala 3 ke 2, atau dari 2 ke 12. Ekpresi wajah rileks / tenang, tak tegang3. Tidak gelisah4. Nadi 60 - 100 x / menit5. Tekanan Darah 120/80 mmHg

4. Intervensi : 1. Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan rasa nyeri dada

tersebut.2. Anjurkan pada klien menghentikan aktifitas selama ada serangan dan

istirahat.3. Bantu klien melakukan tehnik relaksasi, mis nafas dalam, perilaku

distraksi, visualisasi, atau bimbingan imajinasi.4. Pertahankan Olsigenasi dengan bikanul contohnya (2 - 4 lt/menit)5. Monitor tanda-tanda vital (Nadi & tekanan darah) tiap dua jam.6. Kolaborasi dengan tim kesehatan dalam pemberian analgetik.

5. Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan perfusi ginjal, peningkatan natrium / retensi air, peningkatan tekanan hidrostatik, penurunan protein plasma.

1. Tujuan : Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan selama dilakukan tindakan keperawatan selama di RS

2. Kriteria Hasil : 1. Tekanan darah dalam batas normal2. Tidak ada distensi vena perifer / vena dan edema dependen3. Paru bersih4. Berat badan ideal (BB ideal TB -100 ± 10 %)

3. Intervensi : 1. Ukur masukan / haluaran, catat penurunan, pengeluaran, sifat

konsentrasi, hitung keseimbangan cairan2. Observasi adanya oedema dependen3. Timbang Berat Badan tiap hari4. Pertahankan masukan total caiaran 2000 ml/24 jam dalam toleransi

kardiovaskuler5. Kolaborasi : pemberian diet rendah natrium, berikan diuretik.

6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miocard dan kebutuhan, adanya iskemik / nekrotik jaringan miocard

1. Ditandai dengan gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan umum

2. Tujuan : Terjadi peningkatan toleransi pada klien setelah dilaksanakan tindakan keperawatan selama di RS

3. Kriteria Hasil : 1. klien berpartisipasi dalam aktifitas sesuai kemampuan klien2. Frekuensi jantung 60 - 100 x/ menit3. Tekanan Darah 120 - 80 mmHg

4. Intervensi : 1. Catat frekuensi jantung, irama, dan perubahan Tekanan Darah selama

dan sesudah aktifitas2. Tingkatkan istirahat (di tempat tidur)3. Batasi aktifitas pada dasar nyeri dan berikan aktifitas sensori yang

tidak berat.4. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktifitas, contoh

bangun dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selama 1 jam setelah mkan.

5. Kaji ulang tanda gangguan yang menunjukan tidak toleran terhadap aktifitas atau memerlukan pelaporan pada dokter.

7. Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap integritas biologis 1. Tujuan : cemas hilang / berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama di RS2. Kriteria Hasil :

1. Klien tampak rileks2. Klien dapat beristirahat3. TTV dalam batas normal

3. Intervensi : 1. Kaji tanda dan respon verbal serta non verbal terhadap ansietas2. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman3. Ajarkan tehnik relaksasi4. Minimalkan rangsang yang membuat stress5. Diskusikan dan orientasikan klien dengan lingkungan dan peralatan6. Berikan sentuhan pada klien dan ajak kllien berbincang-bincang

dengan suasana tenang7. Berikan support mental

8. Kolaborasi pemberian sedatif sesuai indikasi

DAFTAR PUSTAKA

Askep kapuk online

D3keperawatanperintis.blogspot.com

Askep.uni.cc

Carpenito, Lynda Juall (2000), Buku saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta

Corwin, Elizabeth J, (2001), Buku saku Patofisiologi, Edisi bahasa Indonesia, EGC, Jakarta

Doengoes, E. Marilyn (1989), Nursing Care Plans, Second Edition, FA Davis, Philadelphia

Suprihatin, Titin (2000), Bahan Kuliah Keperawatan Gawat Darurat PSIK Angkatan I, Universitas Airlangga, Surabaya

Carolyn M. Hudak. Critical Care Nursing : A Holistic Approach. Edisi VII. Volume II. Alih Bahasa : Monica E. D Adiyanti. Jakarta : EGC ; 1997

Susan Martin Tucker. Patient Care Standarts. Volume 2. Jakarta : EGC ; 1998

Long, B.C. Essential of medical - surgical nursing : A nursing process approach. Volume 2. Alih bahasa : Yayasan IAPK. Bandung: IAPK Padjajaran; 1996 (Buku asli diterbitkan tahun 1989)

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth's textbook of medical - surgical nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)

Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC; 2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)

Intsari : jantung otot terkuat. Tanya jawab