Makalah Kasus Geriatri Puskesmas Kamonji 2012

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pengobatan Pasien Geriatri

Citation preview

PRAKTEK KERJA LAPANGAN-FARMASI KLINIK I (PKL-FK I)PENGOBATAN PASIEN GERIATRIPUSKESMAS KAMONJI

MAKALAH KASUS

DISUSUN OLEH:

CHERLY DWIANITAETFIAN MASAFRANDY RICHARDGIOVANI ELISYA SANE

GAMAR ASSAGAFHERLINA JENNIFERENIRWANMARIANI

PROGRAM STUDI S1 FARMASISEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI (STIFA)PELITA MASPALU2015BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangLanjut Usia adalah seseorang baik wanita maupun laki-laki yang telah berusia 60 tahun ke atas. Lanjut Usia secara fisik dapat dibedakan atas dua yaitu lanjut usia potensial maupun lanjut usia tidak potensial. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) No. 13 tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. Menurut World Health Organisation (WHO) lanjut usia adalah seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas.3Penduduk dengan usia di atas 65 tahun hanya merupakan sebagian kecil dari populasi penduduk di Indonesia, yaitu 4,3% (Economist, 1998), tetapi jumlahnya terus meningkat dan mereka merupakan pengguna obat yang paling utama. Peningkatan jumlah orang tua bukan hanya disebabkan oleh tingginya tingkat kelahiran setelah PD2, namun juga karena penurunan tingkat kematian, dan secara umum karena kesehatan lansia yang lebih baik. Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap penyakit (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang terjadi. Timbulnya penyakit yang menetap, seperti arthritis, penyakit kardiovaskular, penyakit parkinson dan diabetes, akan meningkat dengan bertambahnya usia. Penyakit-penyakit tersebut biasanya ditangani dengan penggunaan terapi obat, sehingga memerlukan lebih banyak obat, terutama bagi mereka yang menderita bermacam-macam penyakit yang menetap. Perubahan dalam penatalaksanaan obat sering kali terjadi akibat faktor-faktor farmakokinetik dan farmakodinamik yang terkait dengan bertambahnya usia. Banyaknya obat yang diresepkan untuk pasien lanjut usia akan menimbulkan banyak masalah termasuk polifarmasi, peresepan yang tidak tepat dan juga kepatuhan.41.2Tujuan Terapi Obat lansiaPara Lansia membutuhkan layanan perawatan geriatri yang bertujuan:1.Mempertahankan derajat kesehatan setinggi-tingginya sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan/kesehatan.2.Memelihara kondisi kesehatan dengan aktivitas fisik sesuai kemampuan dan aktivitas mental yang mendukung.3. Melakukan diagnosis dini secara tepat dan memadai.4. Melakukan pengobatan yang tepat.5. Memelihara kemandirian secara maksimal.6.Memberikan bantuan moril dan perhatian para lansia agar dapat mengupayakan kesehatan dan ketenangan jiwa sampai akhir hayat mereka.

BAB IITINJAUAN PUSTAKAII.1Dasar TeoriMenurut organisasi kesehatan dunia, WHO seseorang disebut lansia jika berumur 60-74 tahun. Menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4), UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. Menurut Prof. Dr. Koesoemanto Setyonegoro, lanjut usia dikelompokkan menjadi tiga, yaitu usia 70-75 tahun (young old), usia 75-80 tahun (old), dan usia lebih dari 80 tahun (very old). Usia lanjut adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang dimulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sejumlah perubahan akan terjadi dengan bertambahnya usia, termasuk anatomi, fisiologi, psikologi juga sosiologi. Meskipun semua peubahan tersebut berperan penting dalam pelayanan untuk pasien lanjut usia. Perubahan fisiologi yang terkait lanjut usia akan memberikan efek serius pada banyak proses yang terlibat dalam penatalaksanaan obat. Efek pada saluran pencernaan, hati dan ginjal.Perubahan fisiologi tersebut antara lain reduksi sekresi asam lambung, penurunan motilitas gastrointestinal, reduksi luas permukaan total absorpsi, reduksi aliran darah jaringan (splanchnic), reduksi ukuran hati, reduksi filtasi glomerulus, dan reduksi filtrasi tubuler ginjal.Perubahan-perubahan farmakokinetik pada pasien lanjut usia memiliki peranan penting dalam bioavaibilitas obat tersebut. Dimulai dari absorpsi, yaitu penundaan pengosongan lambung, reduksi asam lambung dan aliran darah jaringan (spanchinic), semuanya secara teoritis berpengaruh pada absorpsi. Tetapi pada kenyataannya, perubahan-perubahan yang terkait dengan usia ini tidak berpengaruh secara bermakna terhadap bioavaibilitas total obat yang terabsorpsi. Beberapa pengecualian temasuk digoksin maupun obat dan substansi lain dengan mekanisme aktif yang absorpsinya berkurang, contonya adalah tiamin, kalsium, besi, dan beberapa jenis gula. Distribusi yaitu faktor-faktor yang menentukan distribusi obat termasuk komposisi tubuh, ikatan plasma protein dan aliran darah organ. Semuanya akan mengalami perubahan dengan bertambahnya usia, akibatnya konsentrasi obat akan berbeda pada pasien lanjut usia jika dibandingkan dengan pasien yang lebih muda pada pemberian dosis obat yang sama. Metebolisme hati dan ekskresi ginjal adalah mekanisme penting yang terlibat dalam pemindahan obat dari tempat kerjanya. Efek dosis obat tunggal akan diperpanjang dan konsentrasi keadaan jenuh (steady state) akan meningkat jika kedua proses tersebut menurun.Perubahan-perubahan farmakodinamik pada pasien lanjut usia dapat merubah respons terhadap obat. Penurunan dalam kemampuan menjaga keseimbangan homeostatik, perubahan pada reseptor-reseptor spesifik dan tempat sasaran akan dipertimbangan di sini.. Penurunan yang dimaksud, yaitu penurunan kemampuan dalam menjaga keseimbangan homeostatik merupakan kemampuan pengaturan yang memadai dan tepat mengenai keadaan fisiologi tubuh sangat diperlukan dalam homeostatis. Endokrin, transmisi neuromuskuler dan respons organ, semuanya akan menurun dengan bertambahnya usia, yang akibatnya pada ketidakmampuan untuk menjaga keseimbangan homeostatik. Sistem yang biasanya mengalami gangguan termasuk pengaturan temperature, fungsi usus dan kandung kemih, pengaturan tekanan darah, keseimbangan cairan/eletrolit dan fungsi kognitif. Perubahan pada reseptor-reseptor spesifik dan tempat sasaran yaitu sebagaian besar obat akan memberikan efek setelah berikatan dengan reseptor yang spesifik. Perubahan densitas reseptor atau afinitas molekul obat pada reseptor akan merubah responsnya terhadap obat. Gangguan aktivitas enzim atau perubahan respons jaringan sasaran itu sendiri juga dapat menyebabkan perubahan respons terhadap obat. Reseptor yang mengalami perubahan pada saat lanjut usia antara lain adrenoseptor alfa, adrenoseptor beta, dan benzodiazepin.4II.2Skrining ResepBerdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 284/MENKES/PER/III/2007 tentang apotek rakyat, apoteker melakukan skrining resep meliputi:1. Persyaratan administratif : Nama dokter, Surat Ijin Praktek (SIP) dokter, dan alamat dokterNama dokter bertujuan untuk mengetahui dokter siapa yang menulis resep tersebut, SIP dokter bertujuan untuk mengetahui bahwa dokter tersebut telah memiliki ijin praktek, alamat dokter bertujuan untuk memudahkan pasien dalam berkonsultasi jika dokter tidak sedang berada di tempat kerja. Tanggal penulisan resepBertujuan untuk mengetahui resep dibuat pada tanggal berapa, sehingga memudahkan pengecekan apabila terjadi sesuatu. Tanda tangan/paraf dokter penulis resepBertujuan untuk menjadikan suatu resep itu otentik. Nama pasien, alamat pasien, umur pasien, jenis kelamin pasien, dan berat badan pasienNama pasien merupakan identitas oenderita yang akan menerima obat dari resep tersebut. Alamat pasien bertujuan untuk memudahkan penelusuran bila terjadi sesuatu dengan obat pada penderita. Jenis kelamin dan berat badan pasien bertujuan untuk memudahkan dalam penentuan dosis. Umur pasien sangat penting untuk dicantumkan, terutama pasien anak-anak. Hal ini diperlukan untuk memudahkan apoteker dalam mengecek apakah dosis yang diberikan kepada pasien atau penderita sudah cocok untuk umur sekian. Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang dimintaSetiap resep harus memuat nama komponen-komponen obat yang diberikan kepada pasien dengan jelas. Jumlah obat yang diminta juga harus jelas, agar memudahkan apoteker dalam memberikan obat. Jumlah obat tidak boleh ditulis memakai angka desimal. Cara pemakaian yang jelasBertujuan untuk memudahkan apoteker dalam membuat etiket obat tersebut, sehingga penderita dapat mengerti aturan minum obat tersebut. Informasi lainnya.Berisi informasi yang dituliskan dokter kepada apoteker berkaitan dengan resep tersebut, misalnya dokter meresepkan piroxicam, tetapi dokter juga menuliskan apabila tidak tersedia piroxicam digantikan dengan natrium diklofenak. 2. Kesesuaian farmasetik bentuk sediaan, dosis, potensi stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian3. Pertimbangan klinis, adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah dan lain-lain).II.3Diabetes MelitusMenurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya, yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit kencing gula. Diabetes mellitus merupakan kelainan metabolik akibat dari kegagalan pankreas untuk mensekresi insulin (hormon yang responsible terhadap pemanfaatan glukosa) secara adekuat.II.3.1Klasifikasi Diabetes melitusMenurut organisasi kesehatan dunia (WHO), diabetes diklasifikasikan menjadi 4 tipe, yaitu DM tipe 1 (insulin dependent), pada tipe ini terdapat destruksi dari sel-sel beta pankreas, sehingga tidak memproduksi insulin dan akibatnya sel tidak bisa menyerap glukosa dari darah. Kadar glukosa meningkat sehingga glukosa berlebih dikeluarkan lewat urin. Tipe ini banyak terjadi pada usia 30 tahun dan paling sering dimulai pada usia 10-13 tahnun. DM tipe 2 (non insulin dependent) tipe ini tidak tergantung dari insulin, dan terjadi pada usia diatas 40 tahun dengan insidensi lebih besar pada orang gemuk dan usia lanjut. Penyebabnya adalah kekurangan hormon insulin, yang berfungsi memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi dan mensintesa lemak. DM gestasional, merupakan diabetes mellitus yang terjadi hanya selama kehamilan dan pulih setelah melahirkan. DM tipe lain, merupakan penyakit pankreas, penyakit hormonal, keadaan yang disebabkan oleh obat atau zat kimia, gangguan reseptor insulin dan sindrom genetik tertentu. II.3.2Patofisiologi Diabetes MelitusPenyebab diabetes mellitus adalah pola makan, obesitas, faktor genetik, bahan-bahan kimia dan obat-obatan, penyakit dan infeksi pada pankreas. II.3.3Manifestasi Klinik Diabetes MelitusPenderita sering mengeluh lemah, kadang-kadang terasa kesemutan atau gatal kronik, penderita mengalami poliuria, polidipsia, dan polifagia, penurunan berat badan yang tidak bisa dijelaskan dan pada keadaan lanjut terjadi penurunan penglihatan. II.3.4Penatalaksanaan Diabetes MelitusTindakan umum yang dapat dilakukan adalah diet dengan pembatasan kalori, olah raga, berhenti merokok, dan pola hidup yang sehat. Jika tindakan umum tidak efektif, maka dapat diberikan antidiabetik oral, yaitu klorpropamid mulai dengan 0,1 g/hari dalam sekali pemberian maksimal 0,5 mg/hari, glibenklamid mulai dengan 5 mg/hari dalam sekali pemberian maksimal 10 mg/hari, metformin mulai dengan 0,5 g/hari dalam 2-3 kali pemberian maksimal 2 g/hari. Obat ini harus dimulai dengan dosis terkecil, setelah 2 minggu pengobatan, dosis dapat ditingkatkan. Pada penderita DM tipe 1 diberikan insulin seumur hidup, dan tidak dianjurkan minum antidiabetik oral.II.4VertigoVertigo adalah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak tubuh atau lingkungan sekitarnya dengan gejala lain yang timbul, terutama dari jaringan otonomik yang disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh dari berbagai keadaan atau penyakit. II.4.1Manifestasi Klinik VertigoVertigo merupakan suatu sindroma atau kumpulan gejala subjektif (symptoms) dan objektif (signs) dari gangguan alat keseimbangan tubuh. Gejala subjektif dari vertigo adalah pusing, rasa kepala ringan, rasa terapung atau terayun, dan mual, sedangkan gejala objektif, yaitu keringat dingin, pucat, muntah, sempoyongan waktu berdiri atau berjalan, dan nistagmus. Dapat juga disertai gejala kelainan THT (gangguan pendengaran), kelainan mata, kelainan saraf (kelemahan anggota gerak, nyeri kepala), kelainan hipertensi (sakit jantung), penyakit paru dan anemia, kelainan psikis, serta konsumsi obat-obat ototoksik (streptomisin, kanamisin, dan salisilat).II.4.2Penatalaksanaan VertigoPengobatan simptomatik vertigo, pemberian Ca-entry blocker seperti flunarizin (sibelium) 3 5 sampai 10 mg/ hari. Antihistamin seperti cinnarizine 3 25 mg/ hari, dimenhidrinat (Dramamine 3 50 mg/ hari). Histaminik seperti betahistin (merislon) 3 8 mg. Fenotiazine seperti chlorpromazine (largaktil) 3 25 mg/hari. Benzodiazepine (diazepam) 3 25 mg/hari. Antiepileptik (bila ada tanda kelainan epilepsi dan kelainan EEG). Carbamazepine (tegretol) 3 200 mg/hari, fenitoin (dilantin) 3 100 mg. Pengobatan simptomatik otonom, seperti metoclopramide (primperan, raclonid) 3 10 mg/ hari. Terapi rehabilitasi seperti latihan visual-vestibular. II.5Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi disetiap bagian saluran pernafasan atau struktur yang berhubungan dengan pernafasan yang berlangsung tidak lebih dari 14 hari. II.5.1Patafisiologi ISPAPenyebab terjadinya ISPA adalah pencemaran udara dalam rumah (seperti asap rokok, asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak ), ventilasi rumah yang kurang sehingga sirkulasi udara tidak maksimal, dan dapat juga disebabkan oleh usia anak, dan status imunisasi serta faktor perilaku. II.5.2Manifestasi Klinik ISPAGejala ISPA adalah flu, demam dan pada anak suhu meningkat lebih dari 38,5C disertai sesak nafas, batuk, serak, tenggorokan berwarna merah, pernafasan berbunyi mendengkur atau mencuit-cuit. II.5.3Penatalaksanaan ISPATerapi farmakologi (dengan obat) terhadap batuk,dapat menggunakan obat-obat, yaitu antitusif untuk pengobatan batuk kering (kodein, dekstrometorfan, noskapin, prometazin, difenhidramin), ekspektoran untuk batuk berdahak (GG, OBH), mukolitik untuk batuk dengan dahak kental sekali (ambroksol, bromheksin, erdostein, karbosistein), glukokortikoid (deksametason, prednison, triamsinolon, beclovent, vanceril), antihistamin (difenhidramin, CTM), dan antibiotik (amoksisilin, kotrimoksazol, ceftriaxone).II.6HiperlipidemiaHiperlipidemia merupakan penyakit yang mengakibatkan kadar lemak (kolesterol, trigliserida atau keduanya) dalam darah meningkat sebagai manifestasi kelainan metabolisme atau trasnportasi lemak/lipid. II.6.1Patofisiologi HiperlipidemiaPenyebab kolesterol tinggi adalah usia dan jenis kelamin (peningkatan kadar kolesterol dalam batas tertentu merupakan hal alami yang terjadi dalam proses penuaan, pada pria kadar kolesterol tertinggi pada usia 45 sampai 54 tahun, dan pada wanita usia 55 sampai 64 tahun), pola makan (mengkonsumsi makanan mengandung lemak jenuh tinggi seperti daging mentega, keju dan krim), berat badan berlebih, kurang bergerak, penyakit tertentu, merokok, riwayat penyakit keluarga. II.6.2Manifestasi Klinik HiperlipidemiaBila kolesterol tinggi, penderita biasanya merasakan sakit kepala, pegal-pegal sebagai akibat dari kekurangan oksigen. Kadar lipid yang tinggi menyebabkan aliran darah menjadi kental sehingga oksigen menjadi kurang. Muncul rasa kaku di leher yang tidak membaik jika diobati dengan krim analgesik. Adanya endapan lemak yang akan membentuk suatu pertumbuhan yang disebut xantoma di dalam tendo (urat daging) dan dalam kulit yang merupakan deposit dari penumpukan kolesterol pada kelopak mata (xanthelasma). Kadar trigliserida yang sangat tinggi (sampai 800 mg/dL atau lebih) bisa menyebabkan pembesaran hati dan limpa. Nyeri abdomen yang hebat.8,9II.6.3Penatalaksanaan HiperlipidemiaPenanganan hiperlipidemia terbagi atas dua, yaitu pendekatan non farmakologi (makan makanan tinggi serat, diet yang wajar, peningkatan aktivitas fisik) dan pendekatan farmakologi dengan pemberian obat-obat seperti golongan asam fibrat (contoh obat gemfibrozil, fenofibrate, dan ciprofibrate), golongan resin a kolestiramin (contoh obat falterol dan cholestid), golongan penghambat HMGCoa reduktase (contoh obat pravastatin, simvastatin, rosavastatin, fluvastatin, atorvastatin), golongan asam nikotinat (contoh obat niasin, niacor), dan golongan ezetimibe (contoh obat ezetrol).II.7HipertensiHipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Hipertensi adalah jika kenaikan sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg. Secara umum hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal.II.7.1Patofisiologi Hipertensi Penyebab hipertensi terbagi menjadi dua, yaitu hipertensi primer yang disebabkan oleh penuaan, gaya hidup, stres, konsumsi kafein. Hipertensi sekunder disebabkan oleh perubahan pada jantung dan pembuluh darah, penyakit ginjal, obesitas, dan stress. II.7.2Manifestasi Klinik HipertensiTanda dan gejala menurut JNC VII adalah sakit kepala, pendarahan dari hidung, wajah kemerahan dan kelelahan. Pada kasus hipertensi berat atau menahun dan tidak diobati timbul gejala sakit kepala, kelelahan, mual dan muntah, pandangan menjadi kabur, sesak nafas dan gelisah. II.7.3Penatalaksanaan HipertensiPenatalaksanaan langkah awal bisa dilakukan dengan mengubah pola hidup seperti menurunkan berat badan sampai batas ideal, mengurangi pemakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium atau 6 gram natrium klorida setiap harinya, mengurangi alkohol, olahraga teratur dan berhenti merokok. Terapi obat hipertensi dimulai dari salah satu obat ini, yaitu hidroklortiazid (HCT) 12,5-25 mg/ hari dosis tunggal pada pagi hari, reserpin 0,1-0,25 mg sehari sebagai dosis tunggal, propanolol mulai dari 10 mg 2 kali sehari dapat dinaikkan 20 mg 2 kali sehari, kaptopril 12,5-25 mg2-3 kali sehari, dan nifedipin mulai dari 5 mg 2 kali sehari, bisa dinaikkan 10 mg 2 kali sehari.2 II.8DosisUntuk orang lanjut usia dan keadaan fisiknya sudah mulai menurun, pemberian dosis harus lebih kecil dari dosis maksimum, yaitu: 60-70 tahun:4/5 dosis dewasa 70-80 tahun: dosis dewasa 80-90 tahun:2/3 dosis dewasa > 90 tahun: dosis dewasa

II.9Pemilihan Obat yang TepatAda 3 faktor yang menjadi acuan dasar dalam pembuatan atau peresepan obat pada pasien geriatri, yaitu: Diagnosis dan patofisiologi penyakit Kondisi organ tubuh Farmakologi klinik obatBanyak hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan obat pada pasien lanjut usia (lansia). Hal ini dikarenakan pasien lanjut usia (lansia) terjadi berbagai perubahan fisiologik pada organ dan sistema tubuh yang nantinya akan mempengaruhi tanggapan tubuh terhadap obat.Prinsip umum pemilihan obat yang tepat pada pasien lanjut usia (lansia): Berikan obat yang hanya betul-betul diperlukan artinya hanya bila ada indikasi yang tepat. Bila diperlukan plasebo, berikan plasebo yang sesungguhnya Pilihlah obat yang memberikan rasio manfaat yang paling menguntungkan dan tidak berinteraksi dengan obat yang lain atau penyakit lainnya Mulai pengobatan dengan dosis lebih rendah dari dosis orang dewasa Berikan sediaan obat yang mudah ditelan untuk memelihara kepatuhan pasien.6

II.10Interaksi ObatInteraksi obat adalah dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu bersamaan yang dapat memberikan efek masing-masing. Interaksi obat dapat bersifat farmakodinamik dan farmakokinetik. Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat-obat yang mempunyai efek farmakologi atau efek samping yang serupa atau yang berlawanan. Interaksi farmakodinamik pada lanjut usia (lansia) dapat menyebabkan tanggapan reseptor obat dan target organ berubah, sehingga sensitivitas terhadap efek obat menjadi lain. Ini menyebabkan kadang dosis harus dikurangi, misalnya antihistamin sedatitif seperti klorfeniramin maleat (CTM) juga perlu diberikan dalam dosis lebih kecil pada lansia. Interaksi farmakodinamik terjadi dengan intensitas yang berbeda pada kebanyakan pasien yang mendapatkan obat-obat yang saling berinteraksi, misalnya penggunaan bersama obat metil prednisone dengan piroxicam.Interaksi farmakokinetik, yaitu interaksi yang terjadi apabila satu obat mengubah absorbsi, distribusi, metabolisme, atau ekskresi obat lain. Interaksi ini meningkatkan atau mengurangi jumlah obat yang tersedia dalam tubuh untuk dapat menimbulkan efek farmakologinya. Misalnya obat-obat golongan anti inflanmasi non steroid (AINS) yang menghambat ekskresi metotreksat.7

BAB IIIPROFIL PASIEN DAN TERAPI YANG DIBERIKAN1. Resep 1Ny. M65 thnJl. Nenas

Diagnosa :Diabetes + vertigo Masalah terkait resep diatas : 1. Apakah resep sudah lengkap?2. Apakah pemilihan obat yang tepat?3. Apakah dosis yang diberikan tepat? 4. Bagaimana interaksinya terhadap obat lain?

2. Resep 2Tn. I61 thnJl. Kedondong

Diagnosa: ISPA + Hiperlipidemia + hipertensiMasalah terkait resep diatas : 1. Apakah resep sudah lengkap?2. Apakah pemilihan obat yang tepat?3. Apakah dosis yang diberikan tepat?4. Bagaimana interaksinya terhadap obat lain?

3. Resep 3Tn. S64 thn Jl. Kelor

Diagnosa: HipertensiMasalah terkait resep diatas yaitu: 1. Apakah resep sudah lengkap?2. Apakah pemilihan obat yang tepat?3. Apakah dosis yang diberikan tepat?4. Bagaimana interaksinya terhadap obat lain?

4. Resep 4Ny. A60 thnJl. S. Miu

Diagnosa: Hipertensi Masalah terkait resep diatas yaitu: 1. Apakah resep sudah lengkap?2. Apakah pemilihan obat yang tepat?3. Apakah dosis yang diberikan tepat?4. Bagaimana interaksinya terhadap obat lain?

5. Resep 5Tn. R67 thnTj. Balak

Diagnosa: HipertensiMasalah terkait resep diatas yaitu: 1. Apakah resep sudah lengkap?2. Apakah pemilihan obat tepat?3. Apakah dosis yang diberikan tepat?4. Bagaimana interaksinya terhadap obat lain?

BAB IVPEMBAHASAN

Penjagaan kemandirian dan pencegahan kelumpuhan merupakan tujuan utama dalam perawatan klinis bagi orang dengan usia 65 tahun keatas. Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan pengertian dari semua pekerja kesehatan tentang konsep status fungsional yang merupakan tolak ukur dari kemampuan pasien untuk hidup mandiri dan dapat ditentukan perbagian dengan cara mempelajari kemampuan lansia melakukan aktivitas tertentu Salah satu tantangan dari menjaga dan meningkatkan status fungsional dari lansia adalah mengenali dan mengatur kondisi yang sering dijumpai pada lansia lain. Masalah yang sering ditemui pada lansia, sering disebut sebagai Is of Geriatrics . Masalah-masalah ini seringkali disebabkan oleh proses penyebab penyakit (underlying causes) yang mungkin terdiagnosa atau tidak. Contoh dari penyakit dan sindrom yang dapat muncul sebagai masalah umum pada lansia antara lain penyakit parkinson, jatuh, retak pinggul, hipertrofi prostat jinak, demensia, diabetes mellitus, hipertensi, stroke, asam urat, glaucoma, neuralgia pasca herpes dan tuberkolosis.Pada resep 1, tidak terdapat nama dokter, tanda tangan atau paraf dokter, serta berat badan pasien. Hal ini tidak sesuai dengan PERMENKES Nomor 284/MENKES/PER/III/2007, yang menyatakan resep lengkap memuat nama dokter, Surat Ijin Praktek (SIP) dokter, dan alamat dokter. Tanggal penulisan resep, Tanda tangan/paraf dokter penulis resep, nama pasien, alamat pasien, umur pasien, jenis kelamin pasien, dan berat badan pasien, nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta, serta cara pemakaian yang jelas. Pada resep 1, pasien berusia 65 tahun dengan diagnosa diabetes, vertigo diberikan terapi metformin 500 mg, dimenhidrinat, piroxicam, dan metil prednisolon. Buku ilmu resep menyatakan bahwa dosis lansia sebaiknya dikurangi yakni usia 65 - 74 tahun keatas dosis biasanya dikurangi 10%. Dari segi pemilihan obat dan dosis tepat, tetapi sebaiknya menambahkan dengan antasid sirup atau tablet untuk menghindari terjadinya tukak lambung yang disebabkan oleh obat-obat golongan anti inflanmasi non steroid (AINS). Terdapat interaksi obat dari resep diatas yaitu penggunaan obat piroxicam dan metil prednisolon, dimana salah satunya dapat menaikkan toksisitas keduanya oleh sinergis farmakodinamik. Meningkatkan GI ulceration sehingga nantinya akan menggangu kerja enzim atau perubahan jaringan sasaran itu sendiri, sehingga menyebabkan perubahan efek terhadap obat. Mengobati penyebab bukan sekedar gejala merupakan tindakan yang tidak tepat karena mengobati gejala saja hanya akan menutupi masalah sebenarnya yang lebih serius. Seorang pasien dapat menunjukkan gejala artritis tetapi ternyata menderita tukak lambung. Mengetahui riwayat pengobatan pasien akan sangat membantu dalam seleksi obat. Dari sini dapat diketahui jika pasien mengalami alergi atau tolerensi terhadap obat tertentu pada masa lalu. Disamping itu, efek samping obat dan interaksi obat yang potensial terjadi juga lebih mudah untuk dihindari.Pada resep 2, tidak terdapat nama dokter, tanda tangan atau paraf dokter, serta berat badan pasien. Hal ini tidak sesuai dengan PERMENKES Nomor 284/MENKES/PER/III/2007, yang menyatakan resep lengkap memuat nama dokter, Surat Ijin Praktek (SIP) dokter, dan alamat dokter. Tanggal penulisan resep, Tanda tangan/paraf dokter penulis resep, nama pasien, alamat pasien, umur pasien, jenis kelamin pasien, dan berat badan pasien, nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta, serta cara pemakaian yang jelas. Pada resep 2, pasien berusia 61 tahun dengan diagnosa ISPA, hiperlipidemia serta hipertensi diberikan terapi noza, ambroxol, simvastatin 10 mg, amlodipin 5 mg dan ibuprofen. Ilmu resep menyatakan bahwa dosis lansia sebaiknya dikurangi yakni usia 60-70 tahun 4/5 dosis dewasa. Dosis yang diberikan tepat, tetapi untuk pemilihan obat sebaiknya diperhatikan. Interaksi obat dari resep diatas, yaitu penggunaan obat hipertensi (amlodipin) bersama dengan obat antihiperlipidemia (simvastatin), menurut medscape pemakaian bersama amlodipin dan simvastatin dapat menimbulkan interaksi karena amlodipin meningkatkan level dari simvastatin. Kombinasi terapi keduanya harus hati-hati, karena akan menimbulkan resiko yang berat, yaitu meningkatkan resiko dari miopati/ rhabdomyolysis. Dosis batas simvastatin tidak lebih dari 20 mg/hari apabila harus digunakan secara bersama. Interaksi keduanya termasuk dalam kategori serious use alternative. Hal-hal yang dilakukan, yaitu hindari terapi obat yang tidak diperlukan contohnya pada hipertensi primer mungkin dapat diberikan petunjuk tentang pola hidup sehat terlebih dahulu, misalnya berhenti merokok. Petunjuk diet juga dapat menjadi alternatif. Hal ini terutama berguna bagi pasien dengan hyperlipidemia yang ringan.Pada resep 3, tidak terdapat tanggal penulisan resep, nama dokter, tanda tangan atau paraf dokter, serta berat badan pasien. Hal ini tidak sesuai dengan PERMENKES Nomor 284/MENKES/PER/III/2007, yang menyatakan resep lengkap memuat nama dokter, Surat Ijin Praktek (SIP) dokter, dan alamat dokter. Tanggal penulisan resep, Tanda tangan/paraf dokter penulis resep, nama pasien, alamat pasien, umur pasien, jenis kelamin pasien, dan berat badan pasien, nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta, serta cara pemakaian yang jelas. Pada resep 3, pasien berusia 64 tahun dengan diagnosa hipertensi dan artritis diberikan terapi amlodipin 5 mg, HCT, natrium diklofenak, dexa metason dan neurodex. Ilmu resep menyatakan bahwa dosis lansia sebaiknya dikurangi yakni usia 60-70 4/5 dosis dewasa. Dosis dan pemilihan obat yang diberikan tepat. Pada resep 4, tidak terdapat tanggal penulisan resep, nama dokter, tanda tangan atau paraf dokter, serta berat badan pasien. Hal ini tidak sesuai dengan PERMENKES Nomor 284/MENKES/PER/III/2007, yang menyatakan resep lengkap memuat nama dokter, Surat Ijin Praktek (SIP) dokter, dan alamat dokter. Tanggal penulisan resep, Tanda tangan/paraf dokter penulis resep, nama pasien, alamat pasien, umur pasien, jenis kelamin pasien, dan berat badan pasien, nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta, serta cara pemakaian yang jelas. Pada resep 4, pasien berusia 60 tahun dengan diagnosa hipertensi diberikan terapi captopril 12,5 mg, ibuprofen, antasida sirup, dan diazepam. Ilmu resep menyatakan bahwa dosis lansia sebaiknya diturunkan yakni usia 60-70 4/5 dosis dewasa. Dosis yang diberikan tepat dan pemilihan obat sebaiknya diberikan obat kombinasi untuk batuk, mengingat efek samping yang ditimbulkan dari penggunaan captopril. Pada resep diatas terdapat interaksi obat, yaitu penggunaan captopril dan ibuprofen. Menurut medscape penggunaan bersama captopril dan dan ibuprofen dapat menimbulkan interaksi, dimana salah satunya dapat meningkatkan toksisitas dari keduanya, dan penurunan fungsi ginjal. Termasuk dalam kategori significant-monitor closely. Pada resep 5, tidak terdapat tanggal penulisan resep, nama dokter, tanda tangan atau paraf dokter, serta berat badan pasien. Hal ini tidak sesuai dengan PERMENKES Nomor 284/MENKES/PER/III/2007, yang menyatakan resep lengkap memuat nama dokter, Surat Ijin Praktek (SIP) dokter, dan alamat dokter. Tanggal penulisan resep, Tanda tangan/paraf dokter penulis resep, nama pasien, alamat pasien, umur pasien, jenis kelamin pasien, dan berat badan pasien, nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta, serta cara pemakaian yang jelas. Pada resep 5, pasien berusia 67 tahun dengan diagnosa hipertensi dan diberikan terapi amlodipin 10 mg, natrium diklofenak, dan metil prednisone. Ilmu resep menyatakan bahwa dosis lansia sebaiknya diturunkan yakni usia 65 - 74 tahun keatas dosis biasanya dikurangi 10%, maka dari itu dosis pada resep tersebut dikurangi sedangkan untuk penggunaan pada obat hipertensi dengan menurunkan penggunaan amlodipine dengan pemberian dosis rendah 5 mg. Pemilihan obat sebaiknya diberikan obat kombinasi untuk penderita dengan riwayat penyakit maag, karena obat golongan analgesik antipiretik dan antiinflanmasi non steroid memiliki efek terhadap tukak lambung. Pada resep diatas terdapat interaksi obat, yaitu penggunaan bersama obat natrium diklofenak dan metil prednisone, dimana menurut medscape penggunaan bersama obat ini dapat menimbulkan interaksi dimana salah satunya dapat menaikkan toksisitas keduanya oleh sinergis farmakodinamik dan meningkatkan GI ulceration. Interaksi termasuk ke dalam kategori significant-monitor closely.Penurunan dosis merupakan salah satu dari perubahan-perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik pada lanjut usia (lansia) yang biasanya menjadi penyebab mengapa dosis yang lebih rendah diperlukan untuk memperoleh efek teraupetik yang dikehendaki. Pada sebagian besar kasus merupakan hal yang benar untuk memulai terapi dengan dosis yang paling rendah, kemudian jika diperlukan dapat ditingkatkan secara bertahap dosis atau frekuensi pemberiannya.

BAB VMONITORING DAN INFORMASI

V.1 MonitoringObat Monitoring

Resep 11. Metformin 500 mg2. Dimenhidrinat3. Piroxicam 4. Metil prednisone1. Kadar glukosa darah meningkat2. Anti vertigo3. Nyeri4. Radang

Resep 21. Noza2. Ambroxol 3. Simvastatin 10 mg4. Amlodipin 5 mg5. Ibuprofen1. Flu2. Batuk3. Kadar kolesterol meningkat4. Tekanan darah meningkat5. Nyeri, demam

Resep 31. Amlodipine 5 mg2. Hidroklortiazid3. Natrium diklofenak4. Dexa metason5. Neurodex 1. Tekanan darah meningkat2. Tekanan darah meningkat3. Nyeri4. Radang 5. Vitamin

Resep 41. Captopril 12,5 mg2. Ibuprofen3. Antasida sirup4. Diazepam 1. Tekanan darah meningkat2. Nyeri3. Nyeri pada lambung4. Penenang/ Hipnotik sedative

Resep 51. Amlodipin 10 mg2. Natrium diklofenak3. Metil prednisone1. Tekanan darah meningkat2. Nyeri3. Radang

V.2Informasi Obat Informasi

Resep 11. Metformin 500 mg2. Dimenhidrinat3. Piroxicam 4. Metil prednisone1. Diminum 2 kali sehari pagi dan malam hari sesudah makan2. Diminum 2 kali sehari pagi dan malam sesudah makan 3. Diminum 2 kali sehari pagi dan malam hari sesudah makan4. Diminum 2 kali sehari pagi dan malam sesudah makan

Resep 21. Noza2. Ambroxol 3. Simvastatin 10 mg4. Amlodipin 5 mg5. Ibuprofen1. Diminum 3 kali sehari pagi, siang dan malam setelah makan2. Diminum 3 kali sehari sesudah makan3. Diminum 1 kali sehari pada malam hari sesudah makan4. Diminum 1 kali sehari pada malam hari sesudah makan5. Diminum 3 kali sehari sesudah makan

Resep 31. Amlodipine 5 mg2. Hidroklortiazid3. Natrium diklofenak 4. Dexa metason5. Neurodex1. Diminum 1 kali sehari malam sesudah makan 2. Diminum 1 kali sehari pagi sesudah makan3. Diminum 2 kali sehari sesudah makan 4. Diminum 2 kali sehari sesudah makan5. Diminum 2 kali sehari sesudah makan

Resep 41. Captopril 12,5 mg2. Ibuprofen3. Antasida sirup4. Diazepam1. Diminum 2 kali sehari pagi dan sore sesudah makan2. Diminum 3 kali sehari sesudah makan3. Diminum 3 kali sehari sebelum makan4. Diminum 1 kali sehari malam hari sebelum tidur

Resep 51. Amlodipin 10 mg2. Natrium diklofenak3. Metil prednison1. Diminum 1 kali sehari malam sesudah makan2. Diminum 2 kali sehari sesudah makan3. Diminum 2 kali sehari sesudah makan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

VI.1KesimpulanDari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa:1. Lanjut Usia (Lansia) adalah seseorang baik wanita maupun laki-laki yang telah berusia 60 tahun ke atas. Lanjut Usia secara fisik dapat dibedakan atas 2, yaitu lanjut usia potensial maupun lanjut usia tidak potensial. Lanjut usia (Lansia) dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada perjalanan kehidupan manusia. Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) No. 13 tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.2. Sejumlah perubahan fisiologis karena umur mempengaruhi farmakokinetika dan farmakodinamika dari obat, terutama metabolisme hepatik dan ekskresi renal.3. Mengevaluasi pengobatan, bersama-sama dengan pencegahan polifarmasi yang tidak perlu terjadi, sangatla penting untuk meningkatkan layanan kefarmasian pada pasien lanjut usia.VI.2Saran1. Farmasis harus memahami perubahan-perubahan terkait usia yang memiliki efek bermakna terhadap hasil terapi obat, 2. Farmasis diharapkan melakukan kerja sama yang baik dengan pekerja kesehatan profesional lainnya guna menekan kemunculan dari masalah-masalah terkait obat ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Elin. Yulinah. Dkk. 2011. ISO Famakoterapi. Edisi II. Ikatan Apoteter Indonesia. Jakarta2. Tim penyusun. 2003. Farmasi klinis (clinical pharmacy). Gramedia. Jakarta 3. Anonim. Pdf Penduduk lansia.4. Anonim. Pdf tranped komunikasi lansia blok.5. Hoan. Tan. Dkk. 2006. Obat-obat penting. Gramedia. Jakarta 6. Yosefw. 2009. Pertimbangan Terapi Pada Geriatri Lanjut Usia. Diakses pada tanggal 05 september 20157. Pionas.pom. Lampiran 1 Interaksi Obat. Diakses pada tanggal 05 september 20158. Anonim. 2011. Kolesterol Tinggi Hiperlipidemia. Diakses pada tanggal 13 september 20159. Anonim. 2012. Hiperlipidemia. Diakses pada tanggal 13 september 2015

1