50
1 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2 LEUKEMIA LIMFOSITIK AKUT MAKALAH Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sistem Imun dan Hematologi I Disusun oleh: Kelompok 12 Ajeng Gustiani 220110110006 Asti Nurhalimah 220110110042 Dewi Yulia Fathonah 220110110056 Fauzia Fatharani 220110110028 Fransiska Yusrida 220110110108 Lusiyanti 220110110047 Melda Iskawati 220110110043 Mona Yosefhin 220110110129 Nurul Iklima 220110110055 Oky Octaviani 220110110064 Putri Panjaitan 220110110133 Ria Herliani 220110110038 Toayah Indah Sari 220110110072 FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2012

Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

  • Upload
    melda

  • View
    660

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

1 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

LEUKEMIA LIMFOSITIK AKUT

MAKALAH

Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sistem Imun dan Hematologi I

Disusun oleh:

Kelompok 12

Ajeng Gustiani 220110110006

Asti Nurhalimah 220110110042

Dewi Yulia Fathonah 220110110056

Fauzia Fatharani 220110110028

Fransiska Yusrida 220110110108

Lusiyanti 220110110047

Melda Iskawati 220110110043

Mona Yosefhin 220110110129

Nurul Iklima 220110110055

Oky Octaviani 220110110064

Putri Panjaitan 220110110133

Ria Herliani 220110110038

Toayah Indah Sari 220110110072

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2012

Page 2: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

2 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

LEUKEMIA LIMFOSITIK AKUT

MAKALAH

Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sistem Imun dan

Hematologi I

Disusun oleh:

Kelompok 12

Ajeng Gustiani (Anggota)

Asti Nurhalimah (Anggota)

Dewi Yulia Fathonah (Anggota)

Fauzia Fatharani (Anggota)

Fransiska Yusrida (Anggota)

Lusiyanti (Anggota)

Melda Iskawati (Scriber 2)

Mona Yosefhin (Anggota)

Nurul Iklima (Anggota)

Oky Octaviani (Anggota)

Putri Panjaitan (Anggota)

Ria Herliani (Chair)

Toayah Indah Sari (Scriber 1)

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2012

Page 3: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

3 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan

karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini sesuai dengan

waktu yang telah ditentukan.

Makalah ini membahas tentang sistem imun dan hematologi I khususnya

mengenai penyakit kanker darah (leukemia).

Dalam penulisan makalah ini, penulis menemui beberapa kendala, tetapi dapat

teratasi berkat bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Ermiati, S.Kp., M.Kep, Sp.Mat selaku dosen koordinator mata

pelajaran Sistem Imun dan Hematologi I

2. Ibu Siti Yuyun, S.Kp., M.Kes selaku dosen tutor kelompok 12

3. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena

itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya

membangun demi penyempurnaan makalah ini di waktu yang akan datang.

Akhirnya, penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi

penulis dan umumnya bagi pembaca. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan

rahmat-Nya kepada kita. Amin.

Jatinangor, September 2012

Penulis

Page 4: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

4 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Leukemia adalah kanker anak yang paling sering terjadi, mencapai lebih

kurang 33% dari keganasan pediatrik. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)

merupakan keganasan yang paling umum terjadi pada anak, rata-rata 30 %

dari seluruh keganasan pada anak. Insidensi meningkat pada anak-anak usia

dibawah 15 tahun dimana insidensi tertinggi pada anak usia 1-15 tahun dengan

puncaknya pada usia 3-4 tahun (Crist, 1999). Sekitar 3000 kasus baru LLA per

tahun terjadi di Amerika Serikat, 75 % diantaranya terjadi pada anak dibawah

umur 15 tahun. Di Indonesia, diperkirakan terjadi 2000-3000 kasus baru per

tahun untuk LLA.

Dahulu penyembuhan leukemia masih sangat sulit, banyak penderita

yang hanya mampu bertahan hidup selama 4 tahun atau lebih. Sejak

ditemukan alat kemoterapi, harapan hidup pasien bisa diperpanjang 8-12

bulan. Hampir semua pustaka menyebutkan, kemoterapi

selain untuk penyembuhan leukemia ternyata mempunyai efek samping yang

cukup serius bagi tubuh penderita leukemia. Obat-obat kemoterapi tidak

hanya menyerang sel-sel kanker saja namun sel-sel darah normal yang

diproduksi dalam sumsum tulang juga turut diserang. Akibatnya pasien bisa

sangat rawan terhadap infeksi, perdarahan maupun gangguan kesehatan

umum (Tehuteru, 2005). Kemoterapi juga mempunyai efek samping terhadap

organ-organ seperti ginjal dan hati.

Pengobatan anti kanker seperti kemoterapi, radiasi serta

pembedahan dapat mempengaruhi status nutrisi penderita. Kemoterapi

mempunyai kontribusi pada terjadinya malnutrisi dengan berbagai sebab

antara lain mual, muntah, stomatitis atau sariawan, gangguan saluran

pencernaan dan penurunan nafsu makan. Kekerapan gejala mual dan

muntah pada penggunaan kemoterapi tergantung pada jenis obat

kemoterapi, dosis dan jadwal pemberian.

Page 5: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

5 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

Sebagai tenaga kesehatan, perawat sebagai mitra bagi dokter dan tenaga

kesehatan lainnya perlu memiliki pengetahuan tentang Leukemia dan

penatalaksanaannya sebagai bentuk tuntutan masyarakat agar penderita dan

penyebaran leukemia dapat tertangani secara komprehensif.

1.2 Tujuan

Menjelaskan konsep dasar penyakit leukemia

Memahami epidemologi penyakit ALL

Mamahami tanda dan gejala, cara penularan, pencegahan, dan pengobatan

leukemia

Memahami peran perawat dalam menghadapi kasus leukemia

Memahami asuhan keperawatan pada pasien penderita leukemia

Page 6: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

6 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

BAB II

ANALISIS KASUS

2.1 Uraian Kasus

An. D, laki-laki, usia 4 tahun, masuk ruang perawatan anak di sebuah

Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP). Sejak 2 bulan sebulan sebelum masuk RS

klien mengeluh sering merasa lemas, cepat cape serta sering merasa demam.

Klien sering mengeluh cape jika pulang bermain, tapi oleh ibunya dianggap cape

biasa. Pada lutut dan paha sering timbul memar kebiruan, selain itu ketika

menggosok gigi, gusi sering berdarah. Pernah dibawa ke dokter dan di diagnose

DBD, klien sembuh setelah diobati, tapi tidak lama kemudian keluhan muncul

lagi. Terakhir dibawa ke rumah sakit daerah setempat, namun langsung dirujuk ke

RSUP. Di RSUP dilakukan pemeriksaan darah dan didapatkan hasil : Hb.7,8, Hct

22, leukosit 62.000, eritrosit 2.32 , thrombosit 36.000, MCV 93.1, MCH 30.2,

MCHC 32.4, Albumin 4.1, protein 6.3, Fe serum 108, TiBC 257. Hasil

pemeriksaan fisik menunjukan : hepar teraba 1-2 cm, lien tidak teraba. Saat ini

anak D sesah makan, sering memegang perut karena sakit. Kemudian ia juga tidak

mau berjalan sendiri karena sering kesakitan sendi saat berjalan. Berdasarkan

hasil pemeriksaan tadi, dokter melakukan pemeriksaan BMP dan hasilnya

menunjukan sel blast (+): 20 %. Hasil pemeriksaan immunoferrotyping

menunjukan ALL-L2. Dokter kemudian memanggil ibu klien untuk berbicara di

ruang konsultasi, menjelaskan tentang kondisi penyakit anaknya dan

diagnosisnya. Setelah mendengar penjelasan dari dokter ibu klien terdiam

kemudian menangis. Dia mengatakan bingung dan tidak percaya penjelasan yang

didapatkan. Anak D adalah anak satu-satunya dan sangat diharapkan. Ibu

membayangkan jumlah biaya yang diperlukan dan proses panjang yang harus

dilalui untuk penyembuhan klien. Rencana saat ini yang akan dilakukan terhadap

An.D di RSUP adalah Chemoterapi tahap I (induksi) menggunakan Indonesia

ALL Protokol HR.

Page 7: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

7 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

STEP 1

TiBC (Mona)

Lien (Dewi)

Immunofenotyping(Fransiska)

ALL-L2 (Putri)

ALL Protokol HR (Melda)

BMP (Asti)

Sel Blast (Nurul Iklima) : Bagian dari sel darah putih ( Ajeng)

STEP 2

1. Apakah diagnosis medis pada kasus? (Dewi)

2. Mengapa memar kebiruan hanya timbul pada lutut? (Ajeng)

3. Apakah penyebab gusi berdarah? (Asti)

4. Apakah penyebab sakit perut An. D?(Fransiska)

5. Apa hasil dari pemeriksaan BMP dan Immonofenotyping? (Toayah)

6. Berapa nilai normal pemeriksaan darah ?(Melda)

7. Mengapa gejala muncul kembali setelah diobati? (Mona)

8. Apakah diagnose keperawatan pada kasus? (Melda)

9. Apa tahapan kemoterapi ?( Fauzia)

10. Apa hubungan penyakit masa lalu dengan penyakit sekarang ? (Nurul)

STEP 3

1. Leukemia atau kanker darah. Sebab pada kasus leukosit pasien 62.000 itu

merupakan angka yang sangat tinggi karena normalnya 5000-10000.

Selain itu pula klien sedang mengalami kemoterapi I sehingga menjadi

tanda bahwa klien mengalami kanker darah. (Melda)

2. Karena beban di kaki terlalu berat, sehingga anak akan menumpu beban

yang berat yang akibatnya menimbulkan memar kebiruan.(Nurul)

3. Karena ada perlukaan di daerah gusi hal ini disebabkan karena kadar

trombosit klien yang rendah.(Dewi)

Page 8: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

8 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

4. Penyebab sakit perut pasien bisa berasal dari hepar. Klien mengalami

hepatomegaly sehingga hepar klien mengalami pembesaran akibatnya

menimbulkan nyeri perut.(Ajeng)

5. BMP adalah salah satu jenis pemeriksaan sel darah putih

Sedangkan immonofenotyping adalah pemeriksaan pada sel imun (Dewi)

6. Nilai normal eritrosit = 120.000

Niali normal leukosit = 5000-10.000 (putri)

7. Gejala muncul kembali karena pemeriksaan tidak tuntas. Pada

pemeriksaan awal klien didiagnosa DBD setelah itu diobati dan akhirnya

sembuh. Saat gejala mulai muncul kembali akhirnya anak diperiksa ulang

dan ternyata bukan DBD tapi leukemia. Hal ini bisa saja terjadi karena

data-data yang hamper mirip antara DBD dan leukemia.(Dewi)

8. Diagnosa keperawatan yang tepat pada kasus adalah pemenuhan nutrisi

kurang dari kebutuhan, intoleransi aktivitas, ansietas.(Dewi)

9. penyakit klien awal adalah DBD dan kemudian Leukemia. Antara DBD

dan leukemia merupakan penyakit yang berbeda. Karena data-data

pemeriksaan darah yang hampir mirip sehingga diagnosa yang tidak tepat

akan dilakukan intervensi yang tidak tepat pula. Awalnya klien menderita

DBD dan diberi obat DBD sehingga akhirnya sembuh kemudian kambuh

lagi. Hal ini merupakan kurang teliti dalam memberikan diagnosa pada

pasien.(Fauzia)

Page 9: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

9 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

STEP 4

STEP 5

1. Mind Map

2. Peran perawat pada kasus

3. Apakah Indonesia ALL protocol HR itu?

4. Apa tahapan kemoterapi ?

5. Nama istilah kekurangan dan kelebihan leukosit, Hb, trombosit,

MCV,MCH,dan MCHC?

6. Epidemologi

2.2 Reporting

2.2.1 Definisi

Leukemia adalah suatu penyakit yang ditandai dengan proliferasi dini

yang berlebihan dari sel darah putih. (Dewi)

Leukemia adalah nama kelompok penyakit yang maligna/ganas yang

dikarakteristikkan oleh perubahan kualitatif dan kuantitatif dalam leukosit.

Berdasarkan etimologi, kata leukemia diturunkan dari bahasa Yunani yaitu

leukos dan aima berarti “ putih “ dan “darah” yang mengacu pada peningkatan

abnormal dari leukosit. Peningkatan tidak terkontrol ini akhirnya menimbulkan

Leukemia

Askep

Etiologi

Terminologi

Pem.diagnostik Manisfestasi Klinik

Treatment

darah

BMP

genetik

Lingkungan

definisi

Klasifikasi

s.pencernaan

s.muskulo

Jenis

Efek samping

Page 10: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

10 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

anemia, infeksi, trombositopenia, dan pada beberapa kasus menyebabkan

kematian. (Putri)

2.2.2 Klasifikasi

Leukemia akut adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas,

sering disertai bentuk leukosit yang lain daripada normal, jumlahnya

berlebihan, serta dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, dan diakhiri

dengan kematian.

Leukemia akut menurut klasifikasi FAB (French-America-British) dapat

diklasifikasikan menjadi dua yaitu:

1. Leukemia mielositik akut/acute myeloid leukemia (LMA/AML)

Leukemia yang mengenai sel stem hematopoetik yang kelak

berdiferensiasi ke semua sel mieolid. LMA merupakan leukemia

nonlimfositik yang sering terjadi.

Insiden LMA kira-kira 2-3/100.000 penduduk, LMA lebih sering

ditemukan pada usia dewasa (85%) dari pada anak-anak (15%).

Ditemukan lebih sering pada laki-laki daripada wanita.

Menurut klasifikasi FAB, LMA dibagi menjadi 6 jenis, yaitu:

M1: Leukemia mieloblastik tanpa pematangan

M2: Leukemia mieloblastik dengan berbagai derajat pematangan

M3: Leukemia promielositik hipergranular

M4: Leukemia mielomonositik

M5: Leukemia monoblastik

M6: Eritoleukemia

2.Leukemia limfositik akut/acute lymphositic leukemia (LLA/ALL)

Adalah suatu proliferasi ganas dari limfoblast

Insiden ALL berkisar 2-3 per 100.000 penduduk, lebih sering ditemukan

pada anak-anak (82%) daripada usia dewasa (18%) dan lebih sering

ditemukan pada laki-laki dibandingkan wanita.

Klasifikasi ALL:

Secara morfologis, menurut FAB (French-America-British) ALL dibagi

menjadi 3 jenis, yaitu:

Page 11: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

11 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

L1: ALL dengan sel limfoblast kecil-kecil dan merupakan 84% dari

ALL, biasanya ditemukan pada anak-anak.

L2: sel lebih besar, inti reguler, kromatin bergumpal, nukleoli prominen

dan sitoplasma agak banyak, merupakan 14% dari ALL, biasanya

terjadi pada orang dewasa.

L3: ALL mirip dengan limfoma burkit, yaitu sitoplasma basofil dengan

banyak vakuola, hanya merupakan 1% dari ALL(Mona)

Leukemia kronis

1. Leukemia myeloid

Leukemia granulostik kronis atau leukemia myeloid kronis

(LGK/LMK)

2. Leukemia limfoid (Toayah)

2.2.3 Etiologi

Penyebab leukemia belum diketahui secara pasti, namun diketahui

beberapa faktor yang dapat mempengaruhi frekuensi leukemia, seperti:

1. Radiasi

Radiasi dapat meningkatkan frekuensi LMA dan LMA. Tidak ada laporan

mengenai hubungan antara radiasi dengan LLK. Beberapa laporan yang

mendukung:

Para pegawai radiologi lebih sering menderita leukemia

Penderita dengan radioterapi lebih sering menderita leukemia

Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian bom atom Hiroshima dan

Nagasaki, Jepang

2.Faktor Leukemogenik

Terdapat beberapa zat kimia yang telah diidentifikasi dapat mempengaruhi

frekuensi leukemia:

Racun lingkungan seperti benzena

Bahan kimia industri seperti insektisida

Obat untuk kemoterapi

Page 12: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

12 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

3.Herediter

Penderita sindrom Down memiliki insidensi leukemia akut 20 kali lebih besar

dari orang normal. Pada anak-anak dengan sindrom Bloom's, anemia

Fanconi's, dan ataksia telangiektasia juga diketahui mempunyai insidens

menderita leukemia yang lebih tinggi.

Jarang ditemukan leukemia familial, tapi kelihatnnya terdapat insiden

leukemia lebih tinggi dari saudara kandunganak-anak yang terserang,

dengan insiden yang meningkat sampai 20% pada kembar monozigot

(identik). Individu dengan kelainan kromosom seperti Sindrom Down,

kelihatannya mempunyai insiden leukemia akut 20 kali lipat

4.Virus

Virus dapat menyebabkan leukemia seperti retrovirus, virus leukemia feline,

HTLV-1 pada orang dewasa.

5. Infeksi

6. Zat kimia

7. Mutasi Gen (Ajeng, Melda, Putri, Ria)

2.2.4 Epidemologi

Leukemia merupakan keganasan yang sering dijumpai tetapi

hanya merupakan sebagian kecil dari kanker secara keseluruhan.

Beberapa data epidemiologi :

a. Insidensi

Di Negara barat insiden sebanyak 13/10.000 penduduk/tahun. Leukemia

merupakan 2,8% dari seluruh kasus kanker, belum ada angka pasti

mengenai insiden leukemia di Indonesia.

Insidensi LLA adalah 1/60000 orang per tahun,dengan 75% pasien

berumur kurang dari 15 tahun.insidensi puncaknya usia 3-5 tahun . LLA

lebih banyak ditemukan pada pria dibandingkan wanita .Saudara kandung

xdari pasien LLA mempunyai resiko empat kali lebih besar untuk

Page 13: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

13 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

berkembang menjadi LLA ,sedangkan kembar monozigot dari pasien

LLA mempunyai resiko 20% untuk berkembang menjadi LLA.

b. Frekuensi relative

Frekuensi relative leukemia di Negara barat menurut Gunz adalah sbb :

- Leukemia akut 60%

- CLL 25%

- CML 15%

Di Indonesia frekuensi CLL sangat rendah, CML merupakan leukemia

kronis yang paling sering dijumpai

c. Usia

Insiden leukemia menurut usia:

- ALL terbanyak pada anak dan dewasa

- AML pada semua usia, lebih sering pada orang dewasa

- CML pada semua usia, tersering usia 40-60 tahun

- CLL terbanyak pada orang tua

d. Jenis kelamin

Leukemia lebih sering dijumpai pada laki-laki disbanding wanita [2:1]

(Fauzia, Nurul)

2.2.5 Pengertian Istilah

Sel blast

Sel darah yang masih muda (immature)

Immunofenotyping

Reagen yang dipakai untuk diagnosis dan identifikasi subtype

imunologi adalah antiodi terhadap sel B, sel T, sel precursor B

BMP (Bone Marrow Puncture)

Proses pemeriksaan sumsum tulang belakang dengan cara

mengambil sedikit sampel dari sumsum tulang belakang pasien yang

terindikasi leukemia

Indonesia Protokol HR

Protocol yang dipakai di rumah sakit saat ini adalah

Page 14: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

14 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

Protokol kemoterapi resiko standar terdiri dari fase induksi,

konsolidasi, maintenance

Protokol kemoterapi resiko tinggi lebih banyak obat sitostatika,

terdapat fase reinduksi

MCV(Mean Corpuscular Volume)

volume sel darah merah, nilai normal: 82-92 femtoliter

MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin)

Jumlah sel hemoglobin dalam tiap sel darah merah, nilai normal: 27-

31 picogram/sel

MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration)

rata-rata konsentrasi hemoglobin yang terdapat dalam eritosit, nilai

normal: 32-37 gr/dl

TiBC (Transferin Iron Binding Capacity)

Jumlah besi yang dapat berikatan dengan transferin, nilai normal:

200-410 mg/dl

Fe Serum/Serum Ion: merupakan jumlah besi dalam peredaran darah,

nilai normal: 60-180 mg/dl (Mona, Toayah)

2.2.6 Penamaan istilah

Nama Kelebihan Kekurangan

leukosit Leukositosis

Leikopenia

Trombosit Trombositosis trombositopenia

Hb Polisitemia anemia

MCV makrositosis Mikrositosis

MCHC hiperkromia hipokromia

2.2.7 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang dapat terjadi pada penderita ALL :

1) Bukti anemia, perdarahan, dan infeksi

Demam

Page 15: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

15 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

Keletihan

Pucat, lesu, mudah terstimulasi

Anoreksia

Petekia, memar tanpa sebab, dan perdarahan

Hipertrofi gusi

Nyeri sendi dan tulang

Nyeri abdomen yang tidak jelas

Berat badan turun

Pembesaran dan fibrosis organ-organ system

retikuloendotelial : hati, limpa, limfonodus

2) Peningkatan tekanan intracranial karena infiltrasi meninges

Nyeri dan kaku kuduk

Sakit kepala

Kelumpuhan saraf cranial

Iritabilitas

Letargi

Muntah

Edema papil

Koma

3) Gejala-gejala system saraf pusat yang berhubungan dengan

bagian system yang terkena

Kelemahan ekstremitas bawah

Kesulitan berkemih

Kesulitan belajar, khususnya matematika dan hapalan (efek

samping lanjut dari terapi)

4) Sistem respirasi

Anak mudah mengalami kelelahan serta sesak saat beraktivitas

ringan. Ditemukan adanya dyspnea, takipnea, batuk, ronchi, dan

penurunan suara nafas

5) Sistem kardiovaskuler

Keluhan berdebar, takikardi, suara mur-mur jantung

Page 16: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

16 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

6) Sistem urologi

anak kadang mengalami mengalami diare, penurunan urine

output.

7) Sistem Muskuloskeletal

Penurunan kordinasi dan pergerakan, keluhan nyeri sendi.

(Melda, Fransiska, Lusi)

2.2.8 Patofisiologi

Terlampir

2.2.9 Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan darah lengkap, menunjukan penurunan Hb, Ht, jumlah

eritrosit dan trombosit, jumlah sel darah putih yang meningkat pada

leukkimia kronis, tetapi juga dapat turun, normal atau tinggi pada

leukimia berat

2. Fungsi sumsum tulang, ini merupakan indikasi untuk membantu

diagnosis dan diskrasia darah seperti leukimia dan retikoloendoliosis,

dan untuk memperoleh biakan.

3. Asam urat serum meningkat karena adanya pelepasan oksipurin

setelah keluar masuknya sel-sel leukimia cepat dan penggunaan

obat sitotoksik

4. Sinar X dada, untuk mengetahui luasnya penyakit

5. Profil Kimia, EKG dan kultur spesimen, untuk menyingkirkan

masalah atau penyakit lain yang timbul

6. Punsi lumbal, untuk mengkaji keterlibatan SSP

7. Pemindaian tulang atau survey rangka

8. Pemindaian ginjal, hati dan limpa, untuk menkaji infiltrat leukemik

9. Hitung trombosit (Asti, Putri)

Page 17: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

17 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

2.2.10 Penatalaksanaan

Pengobatan terutama ditunjukkan untuk 2 hal (Netty Tejawinata,

1996) yaitu:

1. Memperbaiki keadaan umum dengan tindakan:

Tranfusi sel darah merah padat (Pocket Red Cell-PRC) untuk mengatasi

anemi.Apabila terjadi perdarahan hebat dan jumlah trombosit kurang dari

10.000/mm³,maka diperlukan transfusi trombosit.

Pemberian antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi.

2. Pengobatan spesifik

Terutama ditunjukkan untuk mengatasi sel-sel yang abnormal.

Pelaksanaannyatergantung pada kebijaksanaan masing-masing rumah sakit,

tetapi prinsip dasarpelaksanaannya adalah sebagai berikut:

Induksi untuk mencapai remisi: obat yang diberikan untuk mengatasi

kanker seringdisebut sitostatika (kemoterapi). Obat diberikan secara

kombinasi dengan maksuduntuk mengurangi sel-sel blastosit sampai 5%

baik secara sistemik maupunintratekal sehingga dapat mengurangi gejala-

gajala yang tampak.

Intensifikasi, yaitu pengobatan secara intensif agar sel-sel yang tersisa

tidak memperbanyak diri lagi.

Mencegah penyebaran sel-sel abnormal ke sistem saraf pusat

Terapi rumatan (pemeliharaan) dimaksudkan untuk mempertahankan masa

remisi

3 fase Pelaksanaan Kemoterapi:

1.Fase Induksi

Dimulai 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan

terapikortikosteroid (prednison), vineristin, dan L-asparaginase. Fase

induksi dinyatakanberhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan di

dalam sumsumtulang ditemukan jumlah sel muda kuurang dari 5%.

2. Fase profilaksis sistem saraf pusat

Page 18: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

18 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine, dan hydrocortison

melaluiintratekal untuk mencegah invasi sel leukemia ke otak. Terapi

irradiasi kranialdilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami

gangguan sistem saraf pusat.

3. Konsolidasi

Pada fase ini, kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan

remisis danmengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh.

Secara berkala,dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon

sumsum tulang terhadappengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang,

maka pengobatan dihentikansementara atau dosis obat dikurangi

Pengobatan imunologik

Bertujuan untuk menghilangkan sel leukemia yang ada di dalam tubuh agar

pasiendapat sembuh sempurna. Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi

terus menerus

Obat-obat yang dipakai dalam pengobatan :

Prednison : dipakai untuk efek antiinflamasinya yang kuat pada penyakit yang

melibatkan banyak system organ.

Efek samping :

1) Gangguan cairan dan elektrolit : retensi natrium, retensi cairan, gagal

jantung kongestif pada pasien rentan, kehilangan kalium, hipertensi

2) Efek musculoskeletal : kelemahan otot, osteoporosis, fraktur patologik pada

tulang panjang

3) Efek gastrointestinal : ulkus peptikum dengan kemungkinan perdarahan,

pancreatitis, distensi abdomen, peningkatan nafsu makan, berat badan naik

4) Efek dermatologic : gangguan penyembuhan luka, petekie dan ekimosis,

eritema fasial, hirsutisme, hipo/hiperpigmentasi

5) Efek neurologic : peningkatan tekanan intracranial dengan edema papil,

konvulsi, vertigo dan sakit kepala, iritabilitas, alam perasaan yang berubah-

ubah

6) Efek endokrin : berkembangnya ststus cushingoid

7) Efek oftalmik : katarak subkapsuler posterior

Page 19: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

19 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

8) Efek metabolic : keseimbangan nitrogen negative

Metotreksat (Amethopterin) : menghalangi metabolisme asam folat

Efek samping : reaksi kulit, terkadang alopesia, ulserasi pada mulut, demam,

muntah, diare, depresi sumsum tulang, toksisitas hati

Asparaginase : menurunkan kadar asparagin (asam amino untuk pertumbuhan

tumor)

Efek samping : manifetasi alergik, toksisitas hati, diabetes mellitus, gangguan

metabolisme

2.2.11 Asuhan Keperawatan

Pengkajian

I. Biodata

Nama : Anak D

Umur : 4 tahun

Jenis kelamin : laki-laki

II. Keluhan utama

klien mengeluh lemas, cepat cape, sering menderita demam, pada lutut

dan paha sering timbul memar kebiruan, susah makan

III. Riwayat kesehatan masa lalu :

klien didiagnosa DBD klien mendapatkan pengobatan kemudian

sembuh namun gejala timbul kembali

IV. Riwayat kesehatan sekarang

Keluhan susah makan, sering memegang perut karena sakit, sering

merasa kesakitan saat berjalan

Page 20: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

20 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

V. Pemeriksaan fisik

Abdomen : hepar teraba 1-2 cm, lien tidak teraba

VI. Pemeriksaan penunjang

Hb 7,8 ( normal :11-16 gr/dl)

Hct 22 (normal pada laki-laki 42-54)

MCV 93,1 (normal pada laki-laki 82-98)

Albumin 4,1 (normal : 4-5,4 gr/dl)

Protein 6,3 (normal 6,1-79)

Fe serum 108 ( normal 60-180 mg/dl)

TiBC 257 (normal 200-410 mg/dl)

Sel blast 20 %

Leukosit 62.000 (normal 5.500-15.500 sel/mm3)

Eritrosit 2,32 (3,6-4,8 juta sel/mm3)

Trombosit 36.000 (normal 150.000-450.00 sel/mm3)

VII. Riwayat Terapi

Klien sedang menjalani kemoterapi tahap I (induksi) menggunakan

Indonesia ALL protocol HR

Page 21: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

21 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

Analisa Data

No Data yang menyimpang Etiologi Masalah

1 DO: Hepar teraba 1-2 cm

dan paha sering timbul

memar kebiruan

DS: Sering memegang

perut karena sakit, An. A

tidak mau berjalan sendiri

karena kesakitan ketika

berjalan

Peningkatan sel leukemia

Keluar darah ke perifer

Infiltrasi ke organ SSP

Sel blast menyebar ke organ

Pembesaran hati sakit sendi saat

berjalan

Nyeri

2 DS: Klien susah makan Infiltrasi ke organ SSP

Sel normal diganti sel kanker

Sel kekurangan makanan

Perubahan metabolism tubuh

Anoreksia

Gangguan

nutrisi kurang

dari

kebutuhan

tubuh

3 DO : Hb 7.8, eritrosit 2.32

DS: klien mengeluh lemas

dan cepat cape

Peningkatan sel blast

Inhibisi Entropoeosis

Trombositopenia

Lemah, pucat, mudah lelah

Intoleransi

aktivitas

Page 22: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

22 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional

Nyeri berhubungan dengan

pembesaran organ/nodus limfe

ditandai dengan hepar teraba

1-2 cm dan paha sering timbul

memar kebiruan, sering

memegang perut karena sakit,

An. A tidak mau berjalan

sendiri karena kesakitan ketika

berjalan.

Setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 1×24jam,

nyeri dapat berkurang

atauterkontrol.

Kriteria hasil:

Nyeri terkontrol.·

Menunjukkan perilaku

penanganan nyeri.

Tampak dan mampu

istirahat atau tidur.

Mandiri :

1. Kaji adanya nyeri.

2. Observasi TTV.

3. Posisikan nyaman dan

sokongsendi ekstremitas

dengan bantal.

4. Evaluasi dan dukung

mekanismekoping pasien.

5. Bantu / berikan aktivitas

terapeutik, teknik

relaksasi.

Kolaborasi :

6. Berikan obat sesuai

indikasi:analgesic,

contoh:

asematinofen(tylenol).

7. Narkotik, misal:

1. Mengindikasikan

terjadinyakomplikasi.

2. Dapat membantu

mengevaluasipernyataan

verbal dan

keefektifanintervensi.

3. Dapat menurunkan

ketidaknyamanan tulang

dan sendi.

4. Penggunaan persepsi diri /

perilakuuntuk

menghilangkan nyeri

dapatmembantu pasien

mengatasinya lebih efektif.

5. Membantu manajemen

nyeri dengan perhatian

langsung.

Page 23: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

23 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

kodein,meperdin

(demetol),

morfin,hidromorfan

(dilaudis).

6. diberikan untuk nyeri

ringan yang tidak hilang

dengan tindakan

kenyamanan.

7. Digunakan bila nyeri

hebat.

Gangguan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh yang

berhubungan dengan

penurunan intake makanan

yang ditandai dengan klien

susah makan

Gangguan nutrisi ; kurang dari

kebutuhan tubuh teratasi

Kriteria Hasil

Nafsu makan meningkat

1. Lakukan pengkajian

nutrisi klien

2. Auskultasi bising usus

3. Mulai dengan makan

cairan perlahan

4. Anjurkan klien untuk

menghindari makanan

yang kaya serat, protein

dan lemak

Kolaborasi :

1. Untuk mengetahui

status nutrisi klien

2. Makanan yang kaya

serat akan lama

diprose dalam tubuh

3. Dengan mengetahui

kebutuhan nutrisi

pasien maka dapat

melakukan intervensi

dengan tepat

Page 24: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

24 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

5.Konsul dengan ahli diet

/gizi

6.Tingkatkan diet dari cairan

sampai makanan rendah

residu bila masukan oral

dimulai

7.Mengidentifikasi

kekurangan/kebutuhan

untuk membantu memilih

intervensi

Intoleransi aktivitas

berhubungan dengan

ketidakseimbangan suplai

oksigen ditandai dengan Hb

7.8, eritrosit 2.32, klien

mengeluh lemas dan cepat

Aktivitas sehari-hari klien

terpenuhi dan meningkatnya

kemampuan beraktivitas.

Dengan kriteria:

Klien menunjukan

kemampuan beraktivitas tanpa

1. Catat frekuensi dan irama

jantung, serta perubahan

tekanan darah selama dan

sesudah aktivitas

2. Tingkatkan istirahat

batasi aktivitas, dan

1. Respon klien terhadap

aktivitas dapat

mengindikasikan

penurunan oksigen

miokardium

2. Menurunkan kerja

Page 25: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

25 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

cape gejala-gejal yang berat berikan aktivitas

senggang yang tidak berat

3. Jelaskan pola peningkatan

bertahap dari tingkat

aktivitas, contoh bangun

dari kursi bila tidak ada

nyeri, dan istirahat 1 jam

setelah makan

4. Pertahankan klien tirah

baring sementara sakit

akut

5. Evaluasi tanda vital saat

kemajuan aktivitas terjadi

6. Berikan waktu istirahat

diantara waktu aktivitas

7. Selama aktivitas jaki

EKG, dyspnea, sianosis,

kerja dan frekuensi napas

serta keluhan subyektif.

miokardium/konsumsi

oksigen

3. Aktivitas yang maju

memberikan control

jantung, meningkatkan

regangan dan mencegah

aktivitas berlebihan

4. Untuk mengurangi beban

jantung

5. Untuk mengatahui fungsi

jantung, bila dikaitakan

dengan aktivitas

6. Untuk mendapatkan

cukup waktu resolusi bagi

tubuh dan tidka terlalu

memaksa kerja jantung

7. Melihat dampak dari

aktivitas terhadap fungsi

jantung

Page 26: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

26 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Imun dan Hematologi

3.1.1 Pengertian Sistem Imun dan Hematologi

Hematologi adalah cabang ilmu kesehatan yang mempelajari darah, organ

pembentuk darah dan penyakitnya. Asal katanya dari bahasa Yunani yaitu haima

artinya darah. Sistem imun adalah serangkaian molekul, sel dan organ yang bekerja

sama dalam mempertahankan tubuh dari serangan luar yang dapat mengakibatkan

penyakit, seperti bakteri, jamur dan virus. Kesehatan tubuh bergantung pada

kemampuan sistem imun untuk mengenali dan menghancurkankan serangan ini.

Organ Yang Terlibat Dalam Sistem Kekebalan Tubuh

1. Nodus Limfe

Sistem limfatik ini merupakan suatu keajaiban yang bekerja untuk memberi

manfaat bagi umat manusia. Sistem ini terdiri atas pembuluh limfatik yang

terdifusi di seluruh tubuh, nodus limfa yang terdapat di beberapa tempat tertentu

pada pembuluh limfatik, limfosit yang diproduksi oleh nodus limfa dan berpatroli

di sepanjang pembuluh limfatik, serta cairan getah bening tempat limfosit

berenang di dalamnya, yang bersirkulasi dalam pembuluh limfatik.Cara kerja

sistem ini adalah sebagai berikut: Cairan getah bening dalam pembuluh limfatik

menyebar di seluruh tubuh dan berkontak dengan jaringan yang berada disekitar

pembuluh limfatik kapiler. Cairan getah bening yang kembali ke pembuluh

limfatik sesaat setelah melakukan kontak ini membawa serta informasi

mengenai jaringan tadi. Informasi ini diteruskan ke nodus limfatik terdekat pada

pembuluh limfatik. Jika pada jaringan mulai merebak permusuhan, pengetahuan

ini akan diteruskan ke nodus limfa melalui cairan getah bening.

2. Timus

Selama bertahun-tahun timus dianggap sebagai organ vestigial atau organ yang

belum berkembang sempurna dan oleh para ilmuwan evolusionis dimanfaatkan

sebagai bukti evolusi. Namun demikian, pada tahun-tahun belakangan ini, telah

terungkap bahwa organ ini merupakan sumber dari sistem pertahanan kita.

Page 27: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

27 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

3. Sumsum Tulang

Sumsum tulang janin di rahim ibunya tidak sepenuhnya mampu memenuhi

fungsinya memproduksi sel-sel darah. Sumsum tulang mampu mengerjakan tugas

ini hanya setelah lahir. Pada tahap ini, limpa akan bermain dan memegang kendali.

Merasakan bahwa tubuh membutuhkan sel darah merah, trombosit, dan

granulosit, maka limpa mulai memproduksi sel-sel ini selain memproduksi

limfosit yang merupakan tugas utamanya.

4. Limpa

Unsur menakjubkan lainnya dari sistem pertahanan kita adalah limpa. Limpa

terdiri daridua bagian: pulp merah dan pulp putih. Limfosit yang baru dibuat di

pulp putih mula-mula dipindahkan ke pulp merah, lalu mengikuti aliran darah.

Kajian saksama mengenai tugas yang dilaksanakan organ berwarna merah tua di

bagian atas abdomen inimenying-kapkan gambaran luar biasa. Fungsinya yang

sangat sulit dan rumitlah yangmembuatnya sangat menakjubkan. Keterampilan

limpa tidak hanya itu. Limpa menyimpan sejumlah tertentu sel darah (sel darah

merah dan trombosit). Limpa adalah organ kecil yang tak memiliki tempat untuk

sebuah gudang. Dalam kasus ini limpa mengembang supaya ada tempat tersedia

untuk sel darah merah dan trombosit. Limpa yang mengembang disebabkan oleh

suatu penyakit juga memungkinkan memiliki ruang penyimpanan yang lebih

besar.

3.2 Pengertian Leukemia

Leukemia; dalam bahasa Yunani leukos λευκός, "putih"; aima αίμα,

"darah"), atau lebih dikenal sebagai kanker darah merupakan penyakit dalam

klasifikasi kanker (istilah medis: neoplasma) pada darah atau sumsum tulang

yang ditandai oleh perbanyakan secara tak normal atau transformasi maligna dari

sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid, umumnya

terjadi pada leukosit (sel darah putih). Sel-sel normal di dalam sumsum tulang

digantikan oleh sel tak normal atau abnormal. Sel abnormal ini keluar dari

sumsum dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi. Sel

leukemia memengaruhi hematopoiesis atau proses pembentukan sel darah normal

dan imunitas tubuh penderita.

Page 28: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

28 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

Kata leukemia berarti darah putih, karena pada penderita ditemukan banyak

sel darah putih sebelum diberi terapi. Sel darah putih yang tampak banyak

merupakan sel yang muda, misalnya promielosit. Jumlah yang semakin meninggi

ini dapat mengganggu fungsi normal dari sel lainnya.

Leukemia adalah keganasan yang berasal dari sel-sel induk sistem

hematopoietik yang mengakibatkan ploriferasi sel-sel darah putih tidak terkontrol

dan pada sel-sel darah merah namun sangat jarang. Sehingga terjadi ekspansi

progresif dari kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel

leukemia beredar secara sistemik dan mempengaruhi produksi dari sel-sel darah

normal lainnya.

3.3 Morfologi dan Fungsi Normal Sel Darah Putih

Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh , yaitu

berfungsi melawan infeksi dan penyakit lainnya. Batas normal jumlah sel darah

putih berkisar dari 4.000 sampai 10.000/mm3.

3.3.1 Granulosit

Granulosit merupakan leukosit yang memiliki granula sitoplasma.

Berdasarkan warna granula sitoplasma saat dilakukan pewarnaan terdapat 3

jenis granulosit yaitu neutrofil, eosinofil, dan basofil.

a. Neutrofil

Neutrofil adalah garis pertahanan pertama tubuh terhadap invasi oleh

bakteri, sangat fagositik dan sangat aktif. Sel-sel ini sampai di jaringan

terinfeksi untuk menyerang dan menghancurkan bakteri, virus atau agen

penyebab infeksi lainnya.

Neutrofil mempunyai inti sel yang berangkai dan kadang-kadang seperti

terpisah- pisah, protoplasmanya banyak bintik-bintik halus (granula). Granula

neutrofil mempunyai afinitas sedikit terhadap zat warna basa dan memberi

warna biru atau merah muda pucat yang dikelilingi oleh sitoplasma yang

berwarna merah muda.

Page 29: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

29 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

Neutrofil merupakan leukosit granular yang paling banyak, mencapai 60%

dari jumlah sel darah putih. Neutrofil merupakan sel berumur pendek dengan

waktu paruh dalam darah 6-7 jam dan jangka hidup antara 1-4 hari dalam

jaringan ikat, setelah itu neutrofil mati.

b. Easinofil

Eosinofil merupakan fagositik yang lemah. Jumlahnya akan meningkat saat

terjadi alergi atau penyakit parasit. Eosinofil memiliki granula sitoplasma yang

kasar dan besar.

Eosinofil memasuki darah dari sumsum tulang dan beredar hanya 6-10 jam

sebelum bermigrasi ke dalam jaringan ikat, tempat eosinofil menghabiskan sisa

8-12 hari dari jangka hidupnya. Dalam darah normal, eosinofil jauh lebih

sedikit dari neutrofil, hanya 2-4% dari jumlah sel darah putih.

c. Basofil

Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya yaitu kurang

dari 1% dari jumlah sel darah putih. Basofil memiliki sejumlah granula

sitoplasma yang bentuknya tidak beraturan dan berwarna keunguan sampai

hitam.

Basofil memiliki fungsi menyerupai sel mast, mengandung histamin untuk

meningkatkan aliran darah ke jaringan yang cedera dan heparin untuk

membantu mencegah pembekuan darah intravaskular.

3.3.2. Agranulosit

Agranulosit merupakan leukosit tanpa granula sitoplasma. Agranulosit

terdiri dari limfosit dan monosit.

a. Limfosit

Limfosit adalah golongan leukosit kedua terbanyak setelah neutrofil,

berkisar 20-35% dari sel darah putih, memiliki fungsi dalam reaksi imunitas.

Page 30: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

30 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

Limfosit memiliki inti yang bulat atau oval yang dikelilingi oleh pinggiran

sitoplasma yang sempit berwarna biru.

Terdapat dua jenis limfosit yaitu limfosit T dan limfosit B. Limfosit T

bergantung timus, berumur panjang, dibentuk dalam timus. Limfosit B tidak

bergantung timus, tersebar dalam folikel-folikel kelenjar getah bening. Limfosit

T bertanggung jawab atas respons kekebalan selular melalui pembentukan sel

yang reaktif antigen sedangkan limfosit B, jika dirangsang dengan semestinya,

berdiferesiansi menjadi sel-sel plasma yang menghasilkan imunoglobulin, sel-

sel ini bertanggung jawab atas respons kekebalan hormonal.

b. Monosit

Monosit merupakan leukosit terbesar. Monosit mencapai 3-8% dari sel

darah putih, memiliki waktu paruh 12-100 jam di dalam darah. Intinya terlipat

atau berlekuk dan terlihat berlobus, protoplasmanya melebar, warna biru

keabuan yang mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan.

Monosit memiliki fungsi fagositik dan sangat aktif, membuang sel-sel

cedera dan mati, fragmen-fragmen sel, dan mikroorganisme.

Sel darah putih Leukemia

Page 31: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

31 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

Granulosit

Neutrofil Basofil Easinofil

Agranulosit

Monosit Limfosit

3.4 Klasifikasi Leukemia

Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel

dan tipe sel asal yaitu :

3.4.1 Leukemia Akut

Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang

berakibat terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah

abnormal (blastosit) yang disertai dengan penyebaran ke organ-organ lain.

Leukemia akut memiliki perjalanan klinis yang cepat, tanpa pengobatan

penderita akan meninggal rata-rata dalam 4-6 bulan.

Page 32: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

32 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

a. Leukemia Limfositik Akut (LLA)

LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya proliferasi

dan akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik yang mengakibatkan

organomegali (pembesaran alat-alat dalam) dan kegagalan organ.LLA lebih

sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur dewasa (18%).

Insiden LLA akan mencapai puncaknya pada umur 3-7 tahun. Tanpa

pengobatan sebagian anak-anak akan hidup 2-3 bulan setelah terdiagnosis

terutama diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum tulang.

Secara morfologik menurut FAB ALL dibagi menjadi tiga yaitu:

L1: ALL dengan sel limfoblas kecil-kecil dan merupakan 84% dari ALL.

L2: sel lebih besar, inti regular, kromatin bergumpal, nucleoli prominen dan

sitoplasma agak banyak. Merupakan 14% dari ALL

L3: ALL mirip dengan limfoma Burkitt, yaitu sitoplasma basofil dengan

banyak vakuola, hanya merupakan 1% dari ALL

Leukemia Limfositik akut

b. Leukemia Mielositik Akut (LMA)

LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem hematopoetik yang

akan berdiferensiasi ke semua sel mieloid. LMA merupakan leukemia

nonlimfositik yang paling sering terjadi.

Page 33: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

33 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

LMA atau Leukemia Nonlimfositik Akut (LNLA) lebih sering

ditemukan pada orang dewasa (85%) dibandingkan anak-anak

(15%).Permulaannya mendadak dan progresif dalam masa 1 sampai 3 bulan

dengan durasi gejala yang singkat. Jika tidak diobati, LNLA fatal dalam 3

sampai 6 bulan.

Secara morfologik yang umum dipakai adalah klasifikasi dari FAB:

M0 - myeloblastic without differentiation

M1 - myeloblastic without maturation

M2 - myeloblastic with maturation

M3 - acute promyelocytic

M4 -acute myelomonocytic

M5 -monocytic

a) Subtipe M5a: tanpa maturasi

b) Subtipe M5b: dengan maturasi

M6 -erythroleukemia

M7 -acute megakaryocytic leukemia

Leukemia Mielositik Akut

Page 34: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

34 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

3.4.2 Leukemia Kronik

Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi

neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena keganasan

hematologi.

a. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)

LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit T).

Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif yang

berjalan lambat dari limfosit kecil yang berumur panjang.

LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang menyerang individu

yang berusia 50 sampai 70 tahun dengan perbandingan 2:1 untuk .laki-laki.

Leukemia Limfositik kronis

b. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK/LMK)

LGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan

produksi berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang relatif matang. LGK/LMK

mencakup 20% leukemia dan paling sering dijumpai pada orang dewasa usia

pertengahan (40-50 tahun). Abnormalitas genetik yang dinamakan kromosom

philadelphia ditemukan pada 90-95% penderita LGK/LMK.

Sebagian besar penderita LGK/LMK akan meninggal setelah memasuki

fase akhir yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi berlebihan sel muda

Page 35: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

35 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

leukosit, biasanya berupa mieloblas/promielosit, disertai produksi neutrofil,

trombosit dan sel darah merah yang amat kurang.

Leukemia Mielositik Kronik

3.5 Leukemia Limfositik Akut

3.5.1 Pengertian

Leukemia limfoblastik akut merupakan penyakit keganasan

hematologis yang ditandai dengan adanya infiltrasi progresif sumsum tulang dan

organ-organ limfotik oleh sel-sel limfosit imatur atau limfoblast yang membelah

tak terkendali. Sel-sel limfoblast tersebut berproliferasi secara progresif dan

kehilangan kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi sel matang sehingga tidak

dapat berfungsi sebagaimana sel limfosit normal (Wirawan, 2002).

Penderita leukemia

Page 36: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

36 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

3.5.2 Etiologi

Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini.

Menurut hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan

risiko timbulnya penyakit leukemia.

a. Host

Umur, jenis kelamin, ras

Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut umur. LLA

merupakan leukemia paling sering ditemukan pada anak-anak, dengan

puncak insiden antara usia 2-4 tahun, LMA terdapat pada umur 15-39

tahun, sedangkan LMK banyak ditemukan antara umur 30-50 tahun. LLK

merupakan kelainan pada orang tua (umur rata-rata 60 tahun).Insiden

leukemia lebih tinggi pada pria dibandingkan pada wanita. Tingkat

insiden yang lebih tinggi terlihat di antara Kaukasia (kulit putih)

dibandingkan dengan kelompok kulit hitam.

Faktor Genetik

Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down adalah 20 kali

lebih banyak daripada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat

menyebabkan leukemia akut. Insiden leukemia akut juga meningkat pada

penderita dengan kelainan kongenital misalnya agranulositosis

kongenital, sindrom Ellis Van Creveld, penyakit seliak, sindrom Bloom,

anemia Fanconi, sindrom Wiskott Aldrich, sindrom Kleinefelter dan

sindrom trisomi D. Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden

leukemia meningkatdalam keluarga. Kemungkinan untuk mendapat

leukemia pada saudara kandung penderita naik 2-4 kali. Selain itu,

leukemia juga dapat terjadi pada kembar identik.

Page 37: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

37 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

b. Agent

Virus

Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukemia pada

binatang. Ada beberapa hasil penelitian yang mendukung teori virus

sebagai salah satu penyebab leukemia yaitu enzyme reserve transcriptase

ditemukan dalam darah penderita leukemia. Seperti diketahui enzim ini

ditemukan di dalam virus onkogenik seperti retrovirus tipe C yaitu jenis

RNA yang menyebabkan leukemia pada binatang.

Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan etiologi

terjadinya leukemia. HTLV (virus leukemia T manusia) dan retrovirus jenis

cRNA, telah ditunjukkan oleh mikroskop elektron dan kultur pada sel

pasien dengan jenis khusus leukemia/limfoma sel T yang umum pada

propinsi tertentu di Jepang dan sporadis di tempat lain, khususnya di antara

Negro Karibia dan Amerika Serikat.

Sinar Radioaktif

Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat

menyebabkan leukemia. Angka kejadian LMA dan LGK jelas sekali

meningkat setelah sinar radioaktif digunakan. Sebelum proteksi terhadap

sinar radioaktif rutin dilakukan, ahli radiologi mempunyai risiko menderita

leukemia 10 kali lebih besar dibandingkan yang tidak bekerja di bagian

tersebut. Penduduk Hirosima dan Nagasaki yang hidup setelah ledakan bom

atom tahun 1945 mempunyai insidensi LMA dan LGK sampai 20 kali lebih

banyak. Leukemia timbul terbanyak 5 sampai 7 tahun setelah ledakan

tersebut terjadi. Begitu juga dengan penderita ankylosing spondylitis yang

diobati dengan sinar lebih dari 2000 rads mempunyai insidens 14 kali lebih

banyak.

Zat Kimia

Zat-zat kimia (misal benzene, arsen, pestisida, kloramfenikol, fenilbutazon)

diduga dapat meningkatkan risiko terkena leukemia.

Page 38: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

38 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

Sebagian besar obat-obatan dapat menjadi penyebab leukemia (misalnya

Benzene), pada orang dewasa menjadi leukemia nonlimfoblastik akut.

Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control

menunjukkan bahwa orang yang terpapar benzene dapat meningkatkan

risiko terkena leukemia terutama LMA (OR=2,26 dan CI=1,17-4,37)

artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan 2,26 kali terpapar

benzene dibandingkan dengan yang tidak menderita leukemia.

3.5.3 Epidemologi

a. Berdasarkan Orang

Umur

Berdasarkan data The Leukemia and Lymphoma Society (2009) di Amerika

Serikat, leukemia menyerang semua umur. Pada tahun 2008, penderita

leukemia 44.270 orang dewasa dan 4.220 pada anak-anak. Biasanya jenis

leukemia yang menyerang orang dewasa yaitu LMA dan LLK sedangkan

LLA paling sering dijumpai pada anak-anak.

Jenis Kelamin

Insiden rate untuk seluruh jenis leukemia lebih tinggi pada laki-laki

dibanding perempuan. Pada tahun 2009, diperkirakan lebih dari 57% kasus

baru leukemia pada laki-laki.

Berdasarkan laporan dari Surveillance Epidemiology And End Result

(SEER) di Amerika tahun 2009, kejadian leukemia lebih besar pada laki-laki

daripada perempuan dengan perbandingan 57,22%: 42,77%.

Ras

IR di negara barat adalah 4 per 100.000 anak-anak di bawah usia 15 tahun.

Angka kejadian terendah terdapat di Afrika (1,18-1,61/100.000) dan tertinggi

di antara anak-anak Hispanik (Costa Rica 5,94/100.000 dan Los Angeles

Page 39: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

39 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

5,02/100.000). IR ini lebih umum pada ras kulit putih (42,1 per 100.000 per

tahun) daripada ras kulit berwarna (24,3 per 100.000 per tahun).

3.5.4 Manifestasi Klinik

Gejala klinis dari leukemia pada umumnya adalah anemia, trombositopenia,

neutropenia, infeksi, kelainan organ yang terkena infiltrasi, hipermetabolisme.

Leukemia Limfositik Akut

Gejala klinik leukemia akut sangat bervariasi, tetapi pada umumnya timbul

cepat, dalam beberapa hari sampai minggu. Gejala leukemia akut dapat

digolongkan menjadi tiga yaitu;

1. Gejala kegagalan sumsum tulang:

a. Anemia menimbulkan gejala pucat dan lemah. Disebabkan karena produksi

sel darah merah kurang akibat dari kegagalan sumsum tulang memproduksi

sel darah merah. Ditandai dengan berkurangnya konsentrasi hemoglobin,

turunnya hematokrit, jumlah sel darah merah kurang. Anak yang menderita

leukemia mengalami pucat, mudah lelah, kadang-kadang sesak nafas.

b. Netropenia menimbulkan infeksi yang ditandai demam, malaise, infeksi

rongga mulut, tenggorokan, kulit, saluran napas, dan sepsis sampai syok

septic.

c. Trombositopenia menimbulkan easy bruising, memar, purpura perdarahan

kulit, perdarahan mukosa, seperti perdarahan gusi dan epistaksis. Tanda-

tanda perdarahan dapat dilihat dan dikaji dari adanya perdarahan mukosa

seperti gusi, hidung (epistaxis) atau perdarahan bawah kulit yang sering

disebut petekia. Perdarahan ini dapat terjadi secara spontan atau karena

trauma. Apabila kadar trombosit sangat rendah, perdarahan dapat terjadi

secara spontan.

2. Keadaan hiperkatabolik yang ditandai oleh:

a. Kaheksia

b. Keringat malam

c. Hiperurikemia yang dapat menimbulkan gout dan gagal ginjal

Page 40: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

40 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

3. Infiltrasi ke dalam organ menimbulkan organomegali dan gejala lain seperti:

a. Nyeri tulang dan nyeri sternum

b. Limfadenopati superficial

c. Splenomegali atau hepatomegali biasanya ringan

d. Hipertrofi gusi dan infiltrasi kulit

e. Sindrom meningeal: sakit kepala, mual muntah, mata kabur, kaku kuduk.

f. Ulserasi rectum, kelainan kulit.

g. Manifestasi ilfiltrasi organ lain yang kadang-kadang terjadi termasuk

pembengkakan testis pada ALL atau tanda penekanan mediastinum

(khusus pada Thy-ALL atau pada penyakit limfoma T-limfoblastik yang

mempunyai hubungan dekat)

4. Gejala lain yang dijumpai adalah:

a. Leukostasis terjadi jika leukosit melebihi 50.000/µL. penderita dengan

leukositosis serebral ditandai oleh sakit kepala, confusion, dan gangguan

visual. Leukostasis pulmoner ditandai oleh sesak napas, takhipnea, ronchi,

dan adanya infiltrasi pada foto rontgen.

b. Koagulapati dapat berupa DIC atau fibrinolisis primer. DIC lebih sering

dijumpai pada leukemia promielositik akut (M3). DIC timbul pada saat

pemberian kemoterapi yaitu pada fase regimen induksi remisi.

c. Hiperurikemia yang dapat bermanifestasi sebagai arthritis gout dan batu

ginjal.

d. Sindrom lisis tumor dapat dijumpai sebelum terapi, terutama pada ALL.

Tetapi sindrom lisis tumor lebih sering dijumpai akibat kemoterapi.

Leukemia Mielositik Akut

Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang disebabkan

oleh sindrom kegagalan sumsum tulang. perdarahan biasanya terjadi dalam

bentuk purpura atau petekia. Penderita LMA dengan leukosit yang sangat

tinggi (lebih dari 100 ribu/mm3) biasanya mengalami gangguan kesadaran,

sesak napas, nyeri dada dan priapismus. Selain itu juga menimbulkan

gangguan metabolisme yaitu hiperurisemia dan hipoglikemia.

Page 41: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

41 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

Leukemia Limfositik Kronik21

Sekitar 25% penderita LLK tidak menunjukkan gejala. Penderita LLK yang

mengalami gejala biasanya ditemukan limfadenopati generalisata, penurunan

berat badan dan kelelahan. Gejala lain yaitu hilangnya nafsu makan dan

penurunan kemampuan latihan atau olahraga. Demam, keringat malam dan

infeksi semakin parah sejalan dengan perjalanan penyakitnya.

Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik21

LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase krisis blas.

Pada fase kronik ditemukan hipermetabolisme, merasa cepat kenyang akibat

desakan limpa dan lambung. Penurunan berat badan terjadi setelah penyakit

berlangsung lama. Pada fase akselerasi ditemukan keluhan anemia yang

bertambah berat, petekie, ekimosis dan demam yang disertai infeksi.

3.5.5 Pemeriksaan Diagnosis

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah tepi

dan pemeriksaan sumsum tulang.

Pemeriksaan darah tepi

Pada penderita leukemia jenis LLA ditemukan leukositosis (60%) dan

kadang-kadang leukopenia (25%). Pada penderita LMA ditemukan penurunan

eritrosit dan trombosit. Pada penderita LLK ditemukan limfositosis lebih dari

50.000/mm3 sedangkan pada penderita LGK/LMK ditemukan leukositosis lebih

dari 50.000/mm3.

Pemeriksaan sumsum tulang

Hasil pemeriksaan sumsum tulang pada penderita leukemia akut ditemukan

keadaan hiperselular. Hampir semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia

(blast), terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang matang

tanpa sel antara (leukemic gap). Jumlah blast minimal 30% dari sel berinti dalam

Page 42: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

42 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

sumsum tulang. Pada penderita LLK ditemukan adanya infiltrasi merata oleh

limfosit kecil yaitu lebih dari 40% dari total sel yang berinti. Kurang lebih 95%

pasien LLK disebabkan oleh peningkatan limfosit B.

Sedangkan pada penderita LGK/LMK ditemukan keadaan hiperselular

dengan peningkatan jumlah megakariosit dan aktivitas granulopoeisis. Jumlah

granulosit lebih dari 30.000/mm3.

Count Blood cell: indikasi normositik

Hemoglobin bisa kurang dari 10 %

Jumlah keping darah sangat rendah ( <50.000/mm)

Sel darah putih :>50.000/cm dengan peningkatan immature WBC(kiri ke

kanan)

Serum /urine uric acid : meningkat

Serum zinc : menurun

Bone marrow biopsy : indikasi 60-90% adalah blast sel dengan precursor

eritroid, sel matur, dan penurunan megakariosit.

Rontgen dada dan biopsi kelenjar limfa : menunjukan tingkat kesulitan

tertentu.

3.5.6 Pengobatan

Kemoterapi

Kemoterapi adalah proses pengobatan dengan menggunakan obat-

obatan yang bertujuan untuk membunuh atau memperlambat pertumbuhan

sel kanker (Noorwati, 2005). Seperti halnya pengobatan yang lain

kemoterapi juga mempunyai manfaat, resiko maupun efek samping.

a. Tahapan Kemoterapi:

1. Tahap Induksi

Pengobatan spesifik diawali dengan tahap induksi. Tahap ini

diberikan prednison, vincristin, metotrexate, 6-merkaptopurin,

LAsparaginase,dan Daunorubicine. Prednison untuk resiko standar

diberikan dengan dosis 60/40 mg/m², untuk resiko tinggi diberikan

Page 43: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

43 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

Dexametasone dengan dosis 6 mg/m², diberikan per oral pada minggu

ke-0 sampai minggu ke-6.

Vincristine diberikan dalam dosis 1,5 mg/m² secara intravena.

Diberikan pada minggu ke pertama sampai minggu ke enam.

Metotrexate diberikan secara intratekal dengan dosis tergantung

dari umur pada minggu ke 0, 2, dan 4. L-Asparagine diberikan enam

kali dalam dosis 6000 U/m² secara intravena pada minggu ke 4 dan 5.

Daunorubicine diberikan secara intravena pada minggu 1-4 dengan

dosis 30 mg/m².

2. Tahap Konsolidasi

Tahap ini terdiri dari 6-Merkaptopurine dan metotrexate. 6-

Merkaptopurine diberikan per oral dengan dosis 50 mg/m² pada

minggu Ke-8 sampai minggu ke-12. Metotrexate diberikan secara

intratekal dengan dosis tergantung umur pada minggu ke 8, 10,dan

12. Metotrexate dosis tinggi (dengan dosis 1000 mg/m²) diberikan

bersama dengan Leucovorin rescue.

3. Tahap Re induksi

Tahap ini hanya diberikan pada pasien resiko tinggi yang terdiri dari

Metotrexate yang diberikan secara intratekal dengan dosis

tergantung umur dan diberikan pada minggu ke-15 dan ke-17.

Vincristine diberikan dalam dosis 1,5 mg/m² secara intravena.

Dexametasone diberikan per oral dengan dosis 6 mg/m² pada

minggu ke-14 sampai 17. Daunorubicine diberikan secara intravena

dalam dosis 75 mg/m² diberikan secara intravena empat kali pada

minggu ke-15 dan empat kali pada minggu ke-17. LAsparaginase

diberikan secara intravena empat kali pada minggu ke-15 dan 17.

Page 44: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

44 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

4. Tahap Maintaince

Pengobatan pada tahap ini dengan 6-Merkaptopurine dan

Metotrexate. Dexametasone diberikan per oral dalam dosis 6 mg/m²

pada minggu-minggu yang tidak diberikan 6-Merkaptopurine dan

Metotrexate bersama dengan Vincristine, diberikan dalam dosis 1,5

mg/m² secara intravena (Indonesia Protocol ALL-Standart Risk,

2006).

Remisi dipertahankan dengan siklus kemoterapi intermitten selama

2 tahun. Dengan terapi agresif modern, 70 % anak-anak akan bebas

dari penyakit selama 5 tahun setelah diagnosis.

Relaps juga jarang terjadi sesudah 5 tahun. Di Belanda, kurang lebih

60 % anak-anak dengan LLA dianggap sembuh setelah 4 tahun

dihentikan terapi dan masih berada dalam remisi komplit yang

pertama .

b. Jenis Obat-obat Kemoterapi :

Metotrexate

Metotrexat digolongkan sebagai anti metabolit. Obat ini menghalangi

metabolisme asam folat yang merupakan zat esensial untuk sintesis

nukleoprotein yang diperlukan sel-sel yang cepat membelah.

memungkinan efek samping meliputi ruam kulit, urtikaria, jerawat,

alopesia, trombositopenia, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen,

diare, dan gangguan fungsi hati (Whitlock& Gaynon, 1999).

Vincristine

Vincristine adalah obat antibiotik yang menghambat pembelahan sel

selama metafase sel. Obat ini dipakai bersama siklofosfamid (cytoxan)

untuk mengobati LLA. Gangguan bisa berupa konstipasi,kram

abdomen, dan ileus paralitik, mual, muntah dan demam (Lukens,

1999).

Dexametasone

Dexametasone terutama dipakai untuk efek anti inflamasinya yang

kuat pada penyakit yang melibatkan banyak sistem organ. Obat ini

lebih banyak mempunyai efek kortikoid yang mempengaruhi

Page 45: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

45 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Dexametasone juga

sangat imunosupresif sehingga pasien sangat rentan terhadap infeksi.

Efek gastrointestinal obat ini meliputi disfersi abdomen, pankreatitis,

serta peningkatan nafsu makan sehingga pasiendapat mengalami

peningkatan berat badan (Lukens, 1999).

L-Asparaginase

Obat ini untuk menurunkan kadar asparagin (asam amino untuk

pertumbuhan tumor). Efek sampingnya bisa berupa reaksi alergi, mual,

muntah, koagulopati, gangguan fungsi liver dan pankreatitis. Efek

samping akibat obat ini dapat dikurangi dengan pemberian

merkaptopurin.

Douxorubicine

Obat ini merupakan tambahan untuk pasien resiko tinggi (HR). Obat

ini digunakan untuk menghambat pembelahan sel selama pengobatan

leukemia akut. Kemungkinana efek sampingnya mielosupresi, mual,

muntah segera setelah penyuntikan.

Stomatitis, gangguan gastrointestinal serta alopesia. Dosis yang

melebihi 200 mg/m² dapat mengakibatkan toksisitas jantung dengan

tanda takikardi, aritmia, dispnea dan hipotensi (Lukens,1999).

Dounorubicine

Obat ini terutama digunakan pada leukemia akut, reistensi silang

dengan douxorubicine dapat terjadi. Dosis 30-60 mg/m² sehari sebagai

infus cepat selama 3-5 hari setiap 4-6 minggu.

c. Efek Samping kemoterapi

Efek samping dapat muncul ketika sedang dilakukan pengobatan atau

beberapa waktu setelah pengobatan. Efek samping yang bisa timbul adalah:

Lemas

Mual dan Muntah

Gangguan pencernaan

Sariawan

Rambut Rontok

Page 46: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

46 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

Otot dan Saraf

Efek Pada Darah

Kulit dapat menjadi kering dan berubah warna

d. Pemberian kemoterapi

Kemoterapi dapat diberikan dengan cara infus, suntikan langsung (otot,

bawah kulit, rongga tubuh) dan cara diminum (tablet/kapsul). Kemoterapi

dapat diberikan di rumah sakit atau klinik. Kadang perlu menginap,

tergantung jenis obat yang digunakan. Jenis dan jangka waktu kemoterapi

tergantung pada jenis kanker dan obat yang digunakan (Djauzi, 2005).

e. Syarat seseorang mendapat kemoterapi

Fungsi organ baik

Jenis sel darah merah dan darah putih cukup.

Tidak demam.

Tidak perdarahan.

Dapat melakukan kegiatan sehari-hari sendiri (sehat)

Karena setiap obat memiliki efek yang berbeda dan reaksi setiap

pasien pada setiap tahap kemoterapi juga berbeda maka ada beberapa hal

Page 47: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

47 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

yang perlu d ipertimbangkan untuk menentukan jenis kemoterapi yang

diberikan antara lain :

Fasilitas yang memadai; kemungkinan untuk kontrol dan

pengawasan.

Protokol kemoterapi.

Keadaan umum tubuh dan adanya penyakit atau kelemahan

lain yang menyertai (Noorwati, 2005).

Biaya kemoterapi

Transfusi darah

Biasanya diberikan jika kadar Hb kurang dari 6 g%. pada trombositopenia

yang berat dan perdarahan massif, dapat diberikan transfuse trombosit dan bila

terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.

Sitostatika

Selain sitostatika yang lama (6-merkatopurin atau 6-mp, metotreksat atau

MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin

(Oncovin), rubidomisin (daunorubycine) dan berbagai nama obat lainnya.

umumnya sitostatiska diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan

prednisone. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat samping

berupa alopecia, stomatitis, leucopenia, infeksi sekunder atau kandidiasis. Bila

jumlah leukosit kurang dari 2000/ mm3 pemberiannya harus hati-hati.

Infeksi sekunder dihindarkan (lebih baik pasien dirawat dikamar yang suci

hama)

Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai

remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105-10

6), imunoterapi mulai

diberikan (mengenai cara pengobatan yang terbaru, masih dalam

pengembangan)

Radioterapi

Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel

leukemia. Sinar berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limpa atau bagian

lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel leukemia. Energi ini bisa

menjadi gelombang atau partikel seperti proton, elektron, x-ray dan sinar

Page 48: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

48 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

gamma. Pengobatan dengan cara ini dapat diberikan jika terdapat keluhan

pendesakan karena pembengkakan kelenjar getah bening setempat

Transplantasi Sumsum Tulang

Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum tulang

yang rusak dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang yang rusak

dapat disebabkan oleh dosis tinggi kemoterapi atau terapi radiasi. Selain

itu, transplantasi sumsum tulang juga berguna untuk mengganti sel-sel

darah yang rusak karena kanker. Pada penderita LMK, hasil terbaik (70-

80% angka keberhasilan) dicapai jika menjalani transplantasi dalam waktu

1 tahun setelah terdiagnosis dengan donor Human Lymphocytic Antigen

(HLA) yang sesuai. Pada penderita LMA transplantasi bisa dilakukan pada

penderita yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan dan pada

penderita usia muda yang pada awalnya memberikan respon terhadap

pengobatan.

Page 49: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

49 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Leukemia adalah penyakit yang menyerang sel darah putih. Sel yang

immatur akibat mengalami kelainan akan terus tumbuh tidak terkendali sehingga

menyebabkan kanker. Sel-sel kanker menekan sumsum tulang sehingga

pertumbuhan eritrosit terhambat.

Dari hasil penelitian para ahli, teridentifikasi bahwa leukemia yang banyak

terjadi pada anak adalah ALL. Faktor genetik, lingkungan, paparan sinar

radioaktif menjadi pemicu semakin bertambah banyaknya pasien leukemia.

4.2 Saran

Deteksi dini sangat penting dilakukan untuk pemberian pengobatan terhadap

pasien kanker. Ketepatan diagnosa harus selalu diperhatikan dengan teliti agar

pasien mendapat intervensi yang tepat.

Kolaborasi yang baik antar sesama tenaga kesehatan akan memberikan efek

positif bagi pasien. Di sinilah sangat di tuntut profesionalitasan yang tinggi baik

dari dokter, perawat, ahli gizi, farmasi untuk memberikan pelayanan yang terbaik.

Page 50: Makalah Kasus 2 Sistem Imun Dan Hematologi I Keolompok 12

50 Imune and Hematologic System I SGD kasus 2

DAFTAR PUSTAKA

Belzt, C. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC

Handayani, W. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem

Hematologi. Jakarta : Salemba Medika

Jackson, M. 2011. Seri Panduan Praktis Keperawatan Klinis. Jakarta : Erlangga

Muttaqin, A.2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Kardiovaskuler dan hematologi. Jakarta : Salemba Medika

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

Weller, B F. 2005. Kamus Saku Keperawatan Edisi 22. Jakarta : EGC

http://id.wikipedia.org/wiki/Leukemia