53
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan, infeksi, obstruksi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis. Peradangan peritoneum (peritonitis) merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen. Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri secara inokulasi kecil-kecilan. Kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, penurunan resistensi, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor- faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis.

Makalah Kasus 2-Isi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah Kasus 2-Isi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di

rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan

utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa

tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan, infeksi,

obstruksi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna

sehingga terjadilah peritonitis.

Peradangan peritoneum (peritonitis) merupakan komplikasi berbahaya

yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen

(misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura

saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus

abdomen.

Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri secara

inokulasi kecil-kecilan. Kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang

virulen, penurunan resistensi, dan adanya benda asing atau enzim pencerna

aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis.

Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena

setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat

meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan

penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

1.2 Permasalahan

Permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini mengenai peritonitis,

dimana terdapat kasus seorang klien berusia 18 tahun dengan keluhan nyeri

difus yang menetap pada abdomen. dan berbagai tanda dan gejala lainnya

yang menunjukan klien tersebut peritonitis. Makalah ini berisi anatomi dan

Page 2: Makalah Kasus 2-Isi

fisiologi peritoneum, pembahasan kasus dan penjelasan mengenai peritonitis

(konsep peritonitis, penatalaksanaan peritonitis, patofisiologi peritonitis, dan

asuhan keperawatan klien dengan peritonitis).

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah Peritonitis adalah untuk memenuhi tugas mata

kuliah digestive system in nursing dan memperbanyak ilmu kita tentang

anatomi dan fisiologi digestive dan materi tentang peritonitis mulai dari

konsep penyakit peritonitis, penatalaksanaan peritonitis, patofisiologi

peritonitis, dan asuhan keperawatan klien dengan peritonitis.

1.4 Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam makalah ini adalah:

- Membaca buku (studi literature)

- Mencari sumber dari media elektronik.

- Berdiskusi dengan teman sekelompok

Page 3: Makalah Kasus 2-Isi

KASUS 2

Chair : Annisa Rahmah

Scriber 1 : Devitha Eka Sartika

Scriber 2 : Dwi Jayanti Meiana Dewi

Kasus Peritonitis

Seorang mahasiswa 18 tahun laki-laki dirawat di rumah sakit karena demam dan

sakit perut. Mengeluh nyeri difus yang menetap pada abdomen dan muntah

setelah makan. Hasil X-Ray menunjukkan dada dan abdomen normal. Leukosit

24.000/µl dan tes laboratorium lain meliputi tes fungsi hati, pankreas dan fungsi

ginjal menunjukkan hasil normal. Pasien pulang kembali ke rumah tetapi nyeri

abdomen dan muntah terus menerus dan suhu tubuh 38°C.

Kemudian pasien kembali lagi ke rumah sakit. Tidak ada riwayat penggunaan

alkohol, pengobatan trauma atau infeksi. Hasil pengkajian menunjukkan :

temperature 38°C, nadi 100x/menit, respirasi 24x/menit, tekanan darah 110/70

mmHg. Pemeriksaan fisik tampak sakit akut dengan mengeluh nyeri difus pada

abdomen. Paru-paru dan jantung normal. Abdomen tampak distensi. Nyeri difus

pada periumbilikal dan kuadran bawah kanan saat dipalpasi kaku dengan palpasi.

Bising usus kurang terdengar dan frekuensi di bawah normal.

Hasil laboratorium : hematokrit 45% dan leukosit 20.000/µl, serum amylase

normal, tes fungsi hati, elektrolit dan fungsi ginjal normal. Dari CT Scan

memperlihatkan terkumpul cairan di kuadran kanan bawah dengan ekstensi ke

dalam pelvis.

Kemudian pasien dibawa ke ruang operasi. Pada pembedahan tampak apendik

berlubang dangan abses periappendic meluas ke daerah panggul 300 mL berbau

busuk. Pasien dipasang ileustomy. Diobati dengan gentamicin, ampisilin,

metronidazole selama 2 minggu, hasil kultur cairan abses e.coli, bakteroide

fragile, viridians streptococcus, dan enterococci.

Page 4: Makalah Kasus 2-Isi

Step 1

1. Difus : menyebar

2. Serum amylase : kadar enzim amylase dalam darah

3. Distensi : perut tegang, penegangan

4. Abses : penumpukan nanah

5. Ileostomy : pemeriksaan usus halus, pembolongan ileum

6. Periumbilikal : daerah sekitar umbilikal

7. Periappendic : daerah sekitar appendic

8. Virridians streptococci : bakteri penyebab infeksi peritoneum

9. Enterococci : bakteri penyebab infeksi peritoneum

10. Gentamicin : golongan antibiotik untuk membunuh bakteri

11. Ampisilin : golongan antibiotik untuk membunuh bakteri

12. Metronidazole : golongan antibiotik untuk membunuh jamur

Step 2

1. Mengapa bisa terjadi penumpukan cairan kuadran bawah?

2. Karakteristik cairan?

3. Penyebab nyeri difus abdomen?

4. Kenapa klien muntah setelah makan?

5. Kenapa harus dilakukan X-ray abdomen dan dada?

6. Kenapa bising usus tidak terdengar?

7. N = 100 x/menit. Proses sampai nadinya cepat dan respirasinya cepat?

8. Sifat dari bakteri seperti apa? Mekanisme kerjanya bagaimana?

9. Apa yang menyebabkan appendic berlubang?

10. Apa hubungan demam dengan sakit perut?

11. Indikasi pemasangan ileostomy?

12. Kenapa leukosit naik, tapi tidak ada indikasi infeksi?

13. Indikasi pemberian obat-obatan?

14. Abses meluas ke daerah panggul, berbau busuk?

15. Indikasi dilakukannya operasi?

16. Perawatan setelah ileostomy?

Page 5: Makalah Kasus 2-Isi

17. Ekstensi ke dalam perut, kenapa bisa begitu?

18. Penyebab nyeri difus dan abdomen kaku?

19. Perawatan luka, obat lain selain obet-obatan tertentu?

20. Penatalaksanaan lain selain operasi?

21. Kenapa hasil lab ke-2 leukosit turun?

22. Penyebab abses pada periappendic?

23. Penyakitnya menular atau tidak?

24. Apa hubungan riwayat penggunaan alkohol, dll dapat menyebabkan penyakit

ini?

25. Masa inkubasi bakteri?

26. Keluhan otot nyeri, kenapa hasrus ada pemeriksaan fisik paru dan jantung?

Step 3

12. Diambil dari DS, jadi sebelumnya.

2. berbau,kuning kental

26. ada cairan di abdomen, takut bisa menyebabkan efusi pleura

16. perawatan luka, bedrest, ganti balutan

6. peritoneum terkena

1. karena abses, infeksi menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler

sehingga cairan intravaskular masuk ke interstisial

13. gentamicin, ampisilin untuk antibiotik sesuai dengan bakterinya, pemeriksaan

kultur.

3/18. ada cairan, distensi, bendungan, teregang

22. karena ada peradangan, bakteri ada di kolon, masuk appendic, infeksi tetap

ada di situ, terus menginfeksi sehingga timbul nanah.

10. proses inflamasi, sakit perut menyebabkan tumor (bengkak) dan meregang.

23. tak menular

4. penumpukan cairan menyebabkan penekanan intraabdomen, sehingga perut

terasa penuh dan menyebabkan mual muntah

7. nadi masih normal, dari nyerinya, gangguan psikologis.

5. untuk melihat keadaan dari abdomen dan dada.

Page 6: Makalah Kasus 2-Isi

9. usus ada floranya, feses masuk appendic dan kena bakteri sehingga terjadi

korosi dinding appendic dan menyebabkan bolongnya appendic.

14. penyebaran infeksi = meluas

bau busuk karena sifat dari absesnya.

Step 4

Step 5

LO

1. Laparatomy (persiapan)

2. Ileostomy

3. Etiologi (bakteri)

4. Perawatan post operasi (balutan)

5. Mekanisme perforasi dan ruptur

6. Perbedaan perforasi dan ruptur

Page 7: Makalah Kasus 2-Isi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1Anatomi Fisiologi Peritoneum

Peritoneum terdiri dari dua bagian yaitu peritoneum paretal yang melapisi

dinding rongga abdomen dan peritoneum visceral yang melapisi semua organ

yang berada dalam rongga abdomen. Sedangkan ruangan yang terdapat diantara

dua lapisan ini disebut dengan ruang peritoneal atau kantong peritoneum. Pada

laki-laki berupa kantong tertutup dan pada perempuan merupakan saluran telur

yang terbuka masuk ke dalam rongga peritoneum. Di dalam peritoneum banyak

terdapat lipatan atau kantong. Lipatan besar (omentum mayor) banyak terdapat

lemak yang terdapat disebelah depan lambung. Lipatan kecil (omentum minor)

meliputi hati, kurvaturan minor, dna lambung berjalan keatas dinding abdomen

dan membentuk mesenterium usus halus.

Peritoneum juga merupakan selaput serosa yang membentuk lapisan

rongga perut atau coelom yang mencakup sebagian besar-intra abdomen (atau

selom) organ - di vertebrata yang lebih tinggi dan beberapa invertebrata (annelida,

misalnya). Ini terdiri dari lapisan mesothelium didukung oleh lapisan tipis

jaringan ikat. Keduanya mendukung organ-organ perut dan berfungsi sebagai

saluran untuk darah dan pembuluh getah bening dan saraf.

Fungsi peritoneum :

1. Menutupi sebagian dari organ abdomen dan pelvis

2. Membentuk pembatas yang halus sehingga organ yang ada dalam rongga

peritoneum tidak saling bergesekan

3. Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap

dinding posterior abdomen

4. Tempat kelenjar limfe dan pembuluh darah yang membantu melindungi

terhadap infeksi.

Page 8: Makalah Kasus 2-Isi

Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan

Dinding perut sebelah dalam.

Struktur di perut diklasifikasikan sebagai intraperitoneal, retroperitoneal

atauinfraperitoneal tergantung pada apakah mereka ditutupi dengan peritoneum

visceral dan apakah mereka dilengkapi dengan polip (mensentery, mesokolon).

Struktur yang intraperitoneal umumnya bergerak, sementara mereka yang

retroperitoneal relatif tetap dilokasi mereka. Organ yang ada pada intraperitoneum

adalah meliputi hati, limpa, dan ekor pancreas. Dan pada wanita yaitu uterus,

saluran telur, ovarium gonad pembuluh darah. Sedangkan organ yang ada pada

retroperitoneum adalah meliputi pankreas (kecuali ekor), ginjal, kelenjar adrenal,

ureter proksimal, kapal ginjal, gonad  pembuluh darah, inferior vena cava, dan

aorta.

2.2Konsep Penyakit

2.2.1 Definisi

Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga

abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi

dalam bentuk akut maupun kronis/kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri

tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum

inflamasi.

Page 9: Makalah Kasus 2-Isi

Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada

selaput rongga perut (peritoneum)lapisan membran serosa rongga abdomen dan

dinding perut sebelah dalam.

2.2.1 Etiologi

Peritonitis biasanya disebabkan oleh :

1. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi.

Yang sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, usus,

kandung empedu atau usus buntu. Sebenarnya peritoneum sangat kebal

terhadap infeksi. Jika pemaparan tidak berlangsung terus menerus, tidak akan

terjadi peritonitis, dan peritoneum cenderung mengalami penyembuhan bila

diobati.

2. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan

seksual.

3. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang mungkin disebabkan oleh beberapa

jenis kuman (termasuk yang menyebabkan gonore dan infeksi chlamidia)

4. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa berkumpul di perut

(asites) dan mengalami infeksi

5. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan.

Cedera pada kandung empedu, ureter, kandung kemih atau usus selama

pembedahan dapat memindahkan bakteri ke dalam perut. Kebocoran juga

dapat terjadi selama pembedahan untuk menyambungkan bagian usus.

6. Dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal) sering mengakibatkan

peritonitis.

Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di

dalam perut.

7. Iritasi tanpa infeksi.

Misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau bubuk bedak pada

sarung tangan dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa infeksi.

8. Infeksi bakteri

Page 10: Makalah Kasus 2-Isi

Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal

Appendisitis yang meradang dan perforasi

Tukak peptik (lambung / dudenum)

Tukak thypoid

Tukan disentri amuba / colitis

Tukak pada tumor

Salpingitis

Divertikulitis

Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus µ dan b hemolitik,

stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah

clostridium wechii.

9. Secara langsung dari luar.

Operasi yang tidak steril

Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamida, terjadi

peritonitisyang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai

respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta

merupakan peritonitis lokal.

Trauma pada kecelakaan seperti rupturs limpa, ruptur hati

Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis. Terbentuk

pula peritonitis granulomatosa.

10. Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang

saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis.

Penyebab utama adalah streptokokus atau pnemokokus.

2.2.2 Manifestasi Klinis

1. Nyeri abdomen akut merupakan gejala yang khas. Nyeri ini dapat terjadi tiba-

tiba, hebat, dan pada penderita perforasi (misal perforasi ulkus), nyerinya

menjadi menyebar ke seluruh bagian abdomen.

Page 11: Makalah Kasus 2-Isi

2. Nausea

3. Kolaps yang tiba-tiba dapat terjadi pada awal peritonitis kimiawi.

4. Syok (neurogenik, hipovolemik dan septik) terjadi pada beberapa penderita

peritonitis umum.

5. Pada peritonitis yang lanjut biasanya didapatkan demam, tetapi pada

penderita yang sudah lanjut usia demam ini dapat ringan atau tak ada sama

sekali.

6. Distensi abdominal menjadi semakin nyata.

7. Nyeri tekan abdominal dan rigiditas yang lokal, difus atau umum, tergantung

pada perluasan iritasi peritonitis itu.

8. Secara klasik, bising usus tak terdengar pada peritonitis umum, walaupun

pada peritonitis lokal bising usus ini dapat terdengar pada daerah yang jauh

dari lokasi peritonitisnya.

2.2.3 Klasifikasi

Bila ditinjau dari penyebabnya, infeksi peritonitis terbagi menjadi :

a. Penyebab primer (peritonitis spontan)

Peritonitis primer biasanya disebabkan oleh penyakit hati. Cairan menumpuk di

perut, menciptakan lingkungan yang utama untuk pertumbuhan bakteri.

Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:

Spesifik : misalnya Tuberculosis

Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis.

Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi,

keganasan intraabdomen, imunosupresi dan splenektomi.

Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal

kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.

b. Penyebab sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada organ visceral)

Peritonitis sekunder, bentuk peritonitis yang paling sering terjadi, disebabkan

oleh perforasi atau nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam dengan

inokulasi bakteri rongga peritoneal. Spektrum patogen infeksius tergantung

Page 12: Makalah Kasus 2-Isi

penyebab asalnya. Berbeda dengan SBP, peritonitis sekunder lebih banyak

disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas.

c. Penyebab tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang

adekuat).

Peritonitis tersier dapat terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah

mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, sering bukan

berasal dari kelainan organ. Pasien dengan peritonitis tersier biasanya timbul

abses atau flegmon, dengan atau tanpa fistula. Peritonitis tersier timbul lebih

sering ada pasien dengan kondisi komorbid sebelumnya dan pada pasien yang

imunokompromais.

Secara umum, infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi peritonitis

infektif (umum) dan abses abdomen (lokal).

Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:

Aseptik/steril peritonitis

Granulomatous peritonitis

Hiperlipidemik peritonitis

Talkum peritonitis

2.2.4 Komplikasi

Dua komplikasi pasca operasi paling umum adalah eviserasi luka dan pem-

bentukan abses. Komplikasi pembedahan dengan laparotomi eksplorasi memang

tidak sedikit. Secara bedah dapat terjadi trauma di peritoneum, fistula enterokutan,

kematian di meja operasi, atau peritonitis berulang jika pembersihan kuman tidak

adekuat. Namun secara medis, penderita yang mengalami pembedahan laparotomi

eksplorasi membutuhkan narkose dan perawatan intensif yang lebih lama.

Perawatan inilah yang sering menimbulkan komplikasi, bisa berupa pneumonia

akibat pemasangan ventilator, sepsis, hingga kegagalan reanimasi dari status

narkose penderita pascaoperasi.

Page 13: Makalah Kasus 2-Isi

2.2.5 Data Penunjang atau Pemeriksaan Diagnostik

Tes Darah

Untuk melihat apakah ada bakteri dalam darah anda.

CT Scan

Mengidentifikasi fluida di perut, atau organ yang terinfeksi.

Pemeriksaan Laboratorium

Yang dinilai adalah nilai Hb, hematokrit untuk melihat kemungkinan adanya

perdarahan atau dehidrasi. Kemudian nilai leukosit dapat menunjukkan

adanya proses peradangan. Sebelum melakukan bedah, hitung trombosit dan

faktor koagulasi

Pemeriksaan X-Ray

Untuk melihat apakah ada suara atau cairan pada abdomen. Biasanya tampak

lengkung usus yang terabdomen.

Pemeriksaan Radiologis

Merupakan periksaan penunjang untuk pertimbangan dalam memperkirakan

pasien dengan abdomen akut. Pada kecurigaan adanya peritonitis perlu di-

lakukan foto polos abdomen 3 posisi, yaitu :

a. Tidur terlentang (supine)

b. Duduk atau setengah duduk

c. Tidur miring ke kiri

2.3 Penatalaksanaan

2.3.1 Nonfarmakologi

1. Pembedahan

a. Laparatomy

Laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat terjadinya

perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus. (Arif Mansjoer, 2000)

Laparatomi adalah prosedur tindakan pembedahan dengan membuka

cavum abdomen dengan tujuan eksplorasi.

Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang

Page 14: Makalah Kasus 2-Isi

diberikan kepada pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan

perut.

Macam Laparotomi

1. Midline incision

2. Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah ( 2,5 cm), panjang

(12,5 cm).

3. Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misal-

nya pembedahan colesistotomy dan splenektomy.

4. Transverse lower abdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian

bawah 4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya; pada operasi ap-

pendictomy.

Indikasi

1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam).

2. Peritonitis.

3. Perdarahan pada saluran pencernaan.

4. Sumbatan pada usus halus dan usus besar.

5. Masa pada abdomen ( Tumor, cyste dll).

PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.

2. Mempercepat penyembuhan.

3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum

operasi.

4. Mempertahankan konsep diri pasien.

5. Mempersiapkan pasien pulang.

Proses penyembuhan luka

• Fase pertama

Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak / rapuh.

Sel-sel darah baru berkembang menjadi penyembuh dimana serabut-serabut

bening digunakan sebagai kerangka.

• Fase kedua

Page 15: Makalah Kasus 2-Isi

Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh pinggiran

sel epitel timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru tumbuh dengan

kuat dan kemerahan.

• Fase ketiga

Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun, timbul

jaringan-jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.

• Fase keempat

Fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.

Upaya untuk mempercepat penyembuhan luka

1. Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin C.

2. Menghindari obat-obat anti radang seperti steroid.

3. Pencegahan infeksi.

4. Pengembalian Fungsi fisik.

Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan

napas dan batuk efektif, latihan mobilisasi dini.

b. Ileustomy

Ileostomy adalah sebuah pembukaan bedah dibangun dengan membawa

akhir atau loop dari usus kecil (yang ileum ) keluar ke permukaan kulit.

Limbah usus lolos keluar dari ileostomy dan dikumpulkan dalam sebuah

eksternal sistem pouching menempel di kulit. Ileostostomies biasanya

diletakkan di atas pangkal paha di sisi kanan perut .

Ileostostomies secara perlahan digantikan oleh alternatif yang lebih disukai

sekarang J-Kantung atau BCIR . Operasi ini ternyata usus kecil ke suatu

penampung internal sehingga menghilangkan kebutuhan untuk alat

eksternal.

Indikasi :

Ileostostomies diperlukan di mana penyakit atau cedera telah memberikan

pada usus besar tidak mampu dengan aman pengolahan limbah usus,

biasanya karena usus besar telah sebagian atau seluruhnya dihapus.

Penyakit pada usus besar yang mungkin memerlukan operasi pengangkatan

Page 16: Makalah Kasus 2-Isi

meliputi:

- Penyakit Crohn

- Ulseratif kolitis

- Familial adenomatosa poliposis

- Jumlah total kolon penyakit Hirschsprung

Ileostomy juga mungkin diperlukan dalam pengobatan kanker kolorektal ,

salah satu contohnya adalah situasi di mana tumor yang menyebabkan

penyumbatan. Dalam kasus seperti itu ileostomy mungkin sementara,

sebagai prosedur bedah umum untuk kanker kolorektal adalah untuk

menyambung kembali bagian yang tersisa dari usus besar atau rektum

setelah pengangkatan tumor asalkan cukup rektum tetap utuh untuk

mempertahankan sfingter fungsi. Dalam ileostomy sementara, loop dari

usus kecil dibawa melalui kulit, dan usus besar dan rektum tidak dihapus.

Ileostomi temporer juga sering dibuat sebagai tahap pertama dalam

konstruksi bedah dari sebuah kantong ileo-anal , sehingga tinja bahan tidak

masuk ke kantong yang baru buatan sampai sembuh dan telah diuji untuk

kebocoran - biasanya jangka waktu delapan sampai sepuluh minggu . Para

ostomy sementara kemudian "diturunkan" atau dibalik dengan pembedahan

memperbaiki loop usus yang membuat sementara stoma dan menutup

sayatan kulit.

2. Nutrisi dan Suplement Diet

a. Makan makanan yang tinggi vitamin B dan kalsium seperti almond, ka-

cang, biji-bijian, sayuran hijau dan sayuran laut.

b. Makan antioksidan termasuk sayur dan buah-buahan.

c. Hindari makanan olahan.

d. Makan daging merah tanpa lemak, tahu

e. Minum 6-8 gelas perhari.

f. Gunakan minyak sehat dalam makanan.

g. Hindari kafein, alkohol dan tembakau.

Page 17: Makalah Kasus 2-Isi

3. Herbal

a. Teh hijau ekstrak standar, 250-500 mg perhari untuk antioksidan, antiinfla-

masi dan efek kesehatan jantung.

b. Cakar’s cat (uncaria tomentosa) ekstrak standar 20 mg 3x sehari untuk

mengurangi peradangan juga memiliki efek antibakteri dan antijamur.

c. Daun zaitun ekstrak standar 250-500 mg 3x sehari untuk efek antibakteri

dan antijamur.

d. Milk thistle ekstrak biji standar 80-160 mg 2-3x sehari untuk kesehatan

hati.

2.3.2 Farmakologi

1. Gentamisin

Komposisi :

Gentamicin / Gentamisin sulfat.

Indikasi :

Septikemia (keracunan darah oleh bakteri patogenik dan atau zat-zat yang

dihasilkan oleh bakteri tersebut), meningitis (radang selaput otak), infeksi

saluran kemih, saluran pernafasan, saluran pencernaan, kulit, tulang, &

jaringan lunak.

Kontraindikasi

Hipersensitivitas.

Perhatian :

Gangguan fungsi ginjal.

Hamil & menyusui.

Interaksi obat : zat-zat lain yang bisa mengakibatkan ototoksis dan

nefrotoksis, diuretika poten, dan neuromuskular bloker.

Efek Samping :

Ototoksisitas & nefrotoksisitas.

Dosis :

Dewasa : 3-5 mg/kg berat badan/hari.

Infeksi berat : dosis dinaikkan menjadi 5 mg/kg berat badan/hari.

Page 18: Makalah Kasus 2-Isi

Anak-anak : 6-7,5 mg/kg berat badan/hari.

Bayi : 7,5 mg/kg berat badan/hari.

Bayi prematur dan bayi berusia kurang dari 1 minggu : 5 mg/kg

berat badan/hari.

Diberikan dalam 3 dosis terbagi secara intramuskular/intravena.

2. Ampisilin

Indikasi :

Infeksi gram positif dan negatif pada saluran nafas, saluran cerna, saluran

kemih.

Kontra Indikasi :

Hipersensitivitas.

Perhatian: Hati ?hati pada pasien hipersensitif terhadap sefalosporin atau

penisilina, kehamilan, menyusui, pemakaian jangka lama harus dilakukan

pemeriksaan fungsi hati, ginjal, darah.

Efek Samping :

Gangguan pencernaan, urtikaria, eritema multiform, black hairy tongue.

Peringatan :

Probenesid, alopurinol.

3. Metronidazole

Indikasi:

Metronidazole efektif untuk pengobatan : 

1. Trikomoniasis, seperti vaginitis dan uretritis yang disebabkan oleh

Trichomonas vaginalis. 

2. Amebiasis, seperti amebiasis intestinal dan amebiasis hepatic yang

disebabkan oleh E. histolytica. 

3. Sebagai obat pilihan untuk giardiasis.

Kontra Indikasi:

Penderita yang hipersensitif terhadap metronidazole atau derivat

nitroimidazol lainnya dan kehamilan trimester pertama.

Komposisi: 

Page 19: Makalah Kasus 2-Isi

Tiap tablet mengandung metronidazol 250 mg. 

Tiap tablet salut selaput mengandung metronldazol 500 mg. 

Cara Kerja: 

Metronidazole adalah antibakteri dan antiprotozoa sintetik derivat

nitroimidazoi yang mempunyai aktifitas bakterisid, amebisid dan

trikomonosid. 

Dalam sel atau mikroorganisme metronidazole mengalami reduksi menjadi

produk polar. Hasil reduksi ini mempunyai aksi antibakteri dengan jalan

menghambat sintesa asam nukleat. 

Metronidazole efektif terhadap Trichomonas vaginalis, Entamoeba

histolytica, Gierdia lamblia. Metronidazole bekerja efektif baik lokal

maupun sistemik. 

Dosis: 

Trikomoniasis: 

Pasangan seksual dan penderita dianjurkan menerima pengobatan yang

sama dalam waktu bersamaan. 

Dewasa : Untuk pengobatan 1 hari : 2 g 1 kali atau 1 gram 2 kali sehari. 

Untuk pengobatan 7 hari : 250 mg 3 kali sehari selama 7 hari berturut-

turut. 

Amebiasis: 

Dewasa : 750 mg 3 kali sehari selama 10 hari. 

Anak-anak : 35 - 50 mg/kg BB sehari dalam dosis terbagi 3, selama 

10 hari. 

Giardiasis: 

Dewasa : 250 - 500 mg 3 kali sehari selama 5 - 7 hari atau 2 g 1 kali 

sehari selama 3 hari. 

Anak-anak: 5 mg/kg BB 3 kali sehari selama 5-7 hari. 

Efek Samping: 

Mual, sakit kepala, anoreksia, diare, nyeri epigastrum dan konstlpasi. 

Interaksi Obat: 

Page 20: Makalah Kasus 2-Isi

Metronidazole menghambat metabolisme warfarin dan dosis antikoagulan

kumarin lainnya harus dikurangi. 

Pemberian alkohol selama terapi dengan metronidazole dapat

menimbulkan gejala seperti pada disulfiram yaitu mual, muntah, sakit

perut dan sakit kepala. 

Dengan obat-obat yang menekan aktivitas enzim mikrosomal hati seperti

simetidina, akan memperpanjang waktu paruh metronidazole. 

Perhatian: 

Metronidazole tidak dianjurkan untuk penderita dengan gangguan pada

susunan saraf pusat, diskrasia darah, kerusakan hati, ibu menyusui dan

dalam masa kehamilan trimester II dan III. Pada terapi ulang atau

pemakaian lebih dari 7 hari diperlukan pemeriksaan sel darah putih.

Health Education

1. Pre Operation

a. Persiapan fisik.

b. Pemeriksaan penunjang.

c. Persiapan psikologis.

d. Administrasi dan persetujuan pasien.

e. Menjelaskan tentang prosedur operasi yang dijalankan termasuk jad-

wal operasi dan penandatanganan persetujuan operasi yang dimaksud-

kan untuk mengurangi kecemasan pasien.

f. Mempersiapkan fisik klien dengan puasa dan istirahat yang cukup.

2. Post Opertaion

a. Meningkatkan intake makanan tinggi protein dan vitamin C. Hal ini

dapat membantu proses penyembuhan luka insisi operasi.

b. Pencegahan infeksi. Misalnya dengan memberitahukan agar tidak sem-

barangan membuka atau mengganti perban secara mandiri karena da-

pat meningkatkan resiko infeksi.

c. Pengembalian fungsi fisik. Dilakukan segera setelah operasi dengan

latihan nafas dan batuk efektif, latihan mobilisasi fisik.

Page 21: Makalah Kasus 2-Isi

d. Mempertahankan konsep diri. Pasien dengan luka post operasi pada

perutnya terutama remaja cenderung akan malu sehingga mengalami

gangguan citra diri karena adanya perubahan sehubungan dengan pem-

bedahan. Perawat dapat memberikan support psikologis.

3. Perawatan Luka Post Operasi.

a. Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output.

b. Observasi dan catat sifat dari drain (warna, jumlah).

c. Dalam mengatur dan menggerakkan posisi pasien harus hati-hati jan-

gan sampai drain tercabut.

d. Perawatan luka post operasi secara steril :

- Cuci tangan sebelum melakukan perawatan luka.

- Buka balutan dengan hati-hati.

- Bersihkan luka dengan menggunakan larutan NaCl, air matang.

- Olesi luka dengan larutan antiseptik.

- Tutup luka dengan kassa steril.

- Cuci tangan setelah merawat luka.

Page 22: Makalah Kasus 2-Isi

2.4 Patofisoiologi

Page 23: Makalah Kasus 2-Isi
Page 24: Makalah Kasus 2-Isi

2.5 Asuhan Keperawatan

2.5.1 Pengkajian

1. Identitas klien

Nama : -

Umur : 18 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Mahasiswa

2. Keluhan Utama

Nyeri Difus yang menetap pada abdomen dan muntah setelah makan.

3. Riwayat kesehatan sekarang

Demam dan sakit perut. Klien mengeluh nyeri difus yang menetap pada

abdomen dan muntah setelah makan.

4. Riwayat kesehatan masa lalu : -

5. Riwayat kesehatan keluarga : -

6. Riwayat social : -

7. Pemeriksaan head to toe

Kepala : -

Mata : Konjungtiva pucat

Leher : Ada peningkatan vena jugularis

Dada : Pernapasan cepat dan dangkal

Abdomen : Tampak distensi, nyeri difus pada periumbilical dan kuadran

kanan bawah, bising usus kurang terdengar dan frekuensi dibawah normal.

Ekstremitas : -

Genitalia : -

8. Pemeriksaan fisik

TTV : S : 38o C

N : 100 x/ menit

R : 24 x/ menist

TD : 110/70 mmHg

Page 25: Makalah Kasus 2-Isi

9. Pemeriksaan Lab

HT : 45 %

Leucosit : 20.000 /ml

Serum amylase : normal

Tes fungsi hati : normal

Elektrolit dan fungsi ginjal : normal

Kultur cairan abses : E.colli, Bakteriode fragile, viridians streptococci dan

enterococci

Abses : 300 ml

10. Terapi yang diberikan

Pemasangan Ileustomy

Farmakologi : Gentamicin,Metronidazol, Ampisillin selama 2 minggu.

2.5.2 Analisis Data

Pre Operasi

DATA ETIOLOGI MASALAH KEPERAWATAN

DO : abdomen tampak distensi, CT scan memperlihatkan terkumpul cairan di kuadran kanan bawah dengan ekstensi ke dalam pelvisDS : -

Invasi bakteri ke peritonium

Menginfeksi dan berkembang di peritoneum

Motilitas intestin menurun

Cairan berkumpul dalam rongga peritoneum

Kehilangan cairan, elektrolit dan protein

Devisit volume cairan kurang dar kebutuhan

Devisit volume cairan kurang dari kebutuhan

Page 26: Makalah Kasus 2-Isi

DO : leukosit 20.000/µl, abses meluas ke daerah panggul 300L berbau busuk.DS : -

Bakteri mnginfeksi dan berkembang di rongga peritoneum

Bakteriemi

Risiko penyebaran infeksi

Risiko penyebaran infesi

DO : suhu 380CDS : -

Inflamasi

IL-1

Stimulasi ke hipotalamus

Set point tubuh meningkat

Demam

Gangguan termoregulasi: hipertermi

Gangguan termoregulasi: hipertermi

DO : tampak sakit akut.DS : mengeluh nyeri difus.

Cairan berkumpul dalam rongga peritoneum

Menekan pertoneum parietal (banyak saraf nyeri )

Nyeri difus

Gangguan rasa nyama : nyeri

Gangguan rasa nyama : nyeri

Post Operasi

DATA ETIOLOGI MASALAH KEPERAWATAN

DO : dilakukan ileustomiDS : -

Infeksi

Menyebr ke panggul

Bakteri berkembang

Abses

Pembedahan

Luka

Kerusakan integritas kulit

Kerusakan integritas kulit

Page 27: Makalah Kasus 2-Isi

DO : dilakukan ileustomi, pembedahanDS : -

Pembedahan

Luka terbuka

Risiko infeksi

Risiko infeksi

DO : dilakukan pembedahanDS : -

Pembedahan

Perdarahan

Risiko syok hipovolemik

Risiko syok hipovolemik

DO : dilakukan pembedahanDS : -

Pembedahan

Luka

Gangguan rasa nyaman:nyeri

Gangguan rasa nyaman:nyeri

2.5.3 Diagnosa Keperawatan

Pre Operasi

1. Hipertermi berhubungan dengan infeksi ditandai dengan suhu klien 380C

Post Operasi

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (trauma/luka incisi post op)

ditandai dengan klien mengatakan nyeri pada perut, wajah tampak meringis,

peningkatan tekanan darah.

2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.

3. Resiko perdarahan berhubungan dengan efek samping terkait terapi pembeda-

han.

2.5.4 NCP

Pre Operasi

1. Hipertermi berhubungan dengan infeksi ditandai dengan suhu klien

380C

Tupen : Dalam 1 x 24 jam klien menunjukkan penurunan suhu

tubuh

Tupan : Dalam 3 x 24 jam termoregulasi pada klien adekuat

Kriteria Hasil : Suhu klien dalam rentang normal 36,5 – 37,50 C

Page 28: Makalah Kasus 2-Isi

No Intervensi Rasional

1 Pantau suhu pasien (derajat dan pola). Suhu 38,9 – 41,10 C menunjukkan

proses penyakit infeksius akut.

2 Pantau suhu lingkungan, batasi

atau tambahkan linen tempat tidur

sesuai indikasi.

Suhu ruangan atau jumlah selimut

harus diubah untuk mempertahankan

suhu mendekati normal.

3 Berikan kompres mandi hangat ;

hindari penggunaan alcohol.

Dapat membantu mengurangi demam.

Catatan : penggunaan air es / alcohol

mungkin menyebabkan kedinginan,

peningkatan suhu secara actual. Selain

itu, alcohol dapat mengeringkan kulit.

4 Berikan antipiretik. Digunakan untuk mengurangi demam

dengan aksi sentralnya pada

hipotalamus, meskipun demam

mungkin dapat berguna dalam

membatasi pertumbuhan organisme,

dan meningkatkan autodestruksi dari

sel-sel yang terinfeksi.

Post Operasi

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (trauma/luka incisi

post op) ditandai dengan klien mengatakan nyeri pada perut, wajah tam-

pak meringis, peningkatan tekanan darah.

Tujuan:

Setelah diberikan asuhan keperawatan salama (…x24 jam) diharapkan nyeri

pasien hilang/terkontrol dengan criteria hasil:

a) Nyeri klien berkurang

b) Klien tidak tampak gelisah

c) Wajah klien tidak tampak meringis

Page 29: Makalah Kasus 2-Isi

d) Klien dapat beristirahat dengan nyaman

e) TTV klien dlm batas normal (TD: 110-120/80-90 mmHg, RR: 16-20x/mnt)

No Intervensi Rasional

1 Kaji dan catat kondisi keluhan nyeri

klien ( dengan pola P,Q,R,S,T), yaitu

dengan memperhatikan lokasi, intensi-

tas, frekuensi, dan waktu.

Mengindikasikan kebutuhan untuk

intervensi dan juga tanda-tanda

perkembangan komplikasi.

2 Kaji pengetahuan pasien tentang nyeri

dan kepercayaan tentang nyeri.

Memudahkan dalam melakukan

intervensi, karena kultur atau budaya

klien dapat mempengaruhi persepsi

tentang nyeri.

3 Ciptakan lingkungan yang tenang dan

membatasi pengunjung.

Suasana yang tenang dapat mengurangi

stimulus nyeri.

4 Kontrol dan kurangi kebisingan Suasana yang tenang dapat

mengurangi stimulus nyeri.

5 Instruksikan pasien untuk

melakukan tehnik relaksasi.

Memfokuskan perhatian pasien,

membantu menurunkan tegangan otot

dan meningkatkan proses

penyembuhan.

6 Kaji riwayat adanya alergi obat Mengetahui apakah ada alergi

terhadap obat analgesik.

7 Pastikan pasien menerima analgesic. Memastikan klien menerima obat pereda

rasa nyeri

2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.

Tujuan:

Setelah diberikan askep selama (…x24 jam) tidak terjadi infeksi dengan

kriteria hasil:

Keadaan temperatur normal

Page 30: Makalah Kasus 2-Isi

Tidak terdapat tanda-tanda infeksi (kalor,lubor,tumor, dolor)

Menunjukkan pengendalian resiko, dibuktikan dengan indikator (antara 1-

5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, konsisten menunjukkan)

Memantau faktor resiko lingkungan dan perilaku seseorang

Menghindari pajanan terhadap ancaman kesehatan

No Intervensi Rasional

1 Pantau suhu dengan teliti dan

tanda-tanda infeksi lainnya.

Mendeteksi kemungkinan infeksi.

2 Cuci tangan sebelum dan sesudah

seluruh kontak perawatan diakukan.

Instrusikan pasien/orang terdekat

untuk mencuci tangan sesuai indikasi.

Meminimalkan pajanan pada

organisme infektif.

3 Gunakan teknik aseptik yang cermat

untuk semua prosedur invasive.

Untuk mencegah kontaminasi

silang/menurunkan resiko infeksi.

4 Tempatkan pasien dalam ruangan

khusus.

Meminimalkan terpaparnya pasien dari

sumber infeksi.

5 Kolaborasi dalam pemberian antibi-

otic.

Mencegah terjadinya infeksi.

3. Resiko perdarahan berhubungan dengan efek samping terkait terapi

pembedahan.

Tujuan:

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama (… x 24 jam) diharapkan tidak

terjadi perdarahan berlebih dengan criteria hasil :

Tidak ada tanda-tanda perdarahan.

TTV dalam batas normal.

Page 31: Makalah Kasus 2-Isi

No Intervensi Rasional

1 Kaji TTV pasien secara berkala. TTV menjadi acuan banyaknya darah

yang hilang.

2 Monitor tanda-tanda perdarahan. Tanda-tanda perdarahan dapat berupa

takikardi, hipotensi, hipertermia,

sesak.

3 Monitor hasil lab (hemoglobin dan

hematokrit).

Untuk menentukan intervensi

pemberian tranfusi darah.

4 Menginstruksikan pasien untuk

mengkonsumsi makanan yang men-

gandung vitamin K.

Vitamin K berfungsi dalam proses

pembekuan darah.

2.6 Peran Perawat

Care provider ; memberikan asuhan keperawatan pada klien sesuai dengan

usia dan KDM yang harus terpenuhi.

Educator ; memberikan penjelasan ataupun informasi pada klien / keluarga

tentang kondisinya sekarang dan memberikan penyuluhan tentang gizi

atau nutrisi yang harus terpenuhi untuk klien.

Kolabolator ; berkolaborasi dengan petugas kesehatan lainnya untuk

proses penyembuhan klien (Misal : ahli gizi untuk pemenuhan gizi klien,

dll).

Motivator ; memberikan dorongan yang positif pada klien agar

kepercayaan dirinya meningkat, mau bergaul, tidak cengeng.

Konselor ; membantu klien mengatasi tekanan psikologsnya karena

kondisinya sekarang.

Page 32: Makalah Kasus 2-Isi

2.7 Legal Etik

Non-Malaficence

Perawat dalam melakukan perawatan pada klien klien hindari hal-hal

yang menyebabkan injury misalnya dalam merubah posisi klien saat

istirahat jangan sampai membahayakan terutama daerah yang mengalami

pembengkakan.

Beneficience

Tiap keputusan dibuat berdasarkan keinginan untuk melakukan yang

terbailk dan tidak merugikan klien.

Autonomi

Perawat harus menjelaskan dengan jelas kepada keluarga tentang kondisi

yang dialami klien dan bagaimana dampakya kelak

Justice

Perawat memberikan perawatan yang memang harus didapat klien

Veracity atau Kejujuran ; penuh dengan kebenaran

Page 33: Makalah Kasus 2-Isi

PEMBAHASAN LO

Tanda Syok

Tanda Klinis Syok Septik

Fase dini: terjadi deplesi volume, selaput lendir kering, kulit lembab dan ker-

ing.

Post resusitasi cairan: gambaran klinis syok hiperdinamik: takikardia, nadi

keras dengan tekanan nadi melebar, precordium hiperdinamik pada palpasi, dan

ekstremitas hangat.

Disertai tanda-tanda sepsis.

Tanda hipoperfusi: takipnea, oliguria, sianosis, mottling, iskemia jari, peruba-

han status mental.

Tanda – tanda Syok Spesis ( Linda D.U, 2006) :

Peningkatan HR

Penurunan TD

Flushed Skin (kemerahan sebagai akibat vasodilatasi)

Peningkatan RR kemudian kelamaan menjadi penurunan RR

Crakles

Perubahan sensori

Penurunan urine output

Peningkatan temperature

Peningkatan cardiac output dan cardiac index

Penurunan SVR

Penurunan tekanan atrium kanan

Penurunan tekanan arteri pulmonalis

Penurunan curah ventrikel kiri

Penurunan PaO2

Page 34: Makalah Kasus 2-Isi

Penurunan PaCO2 kemudian lama kelamaan berubah menjadi peningkatan

PaCO2

Penurunan HCO3

Gambaran Hasil laboratorium :

WBC > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3 atau 10% bentuk immature

Hiperglikemia > 120 mg/dl

Peningkatan Plasma C-reaktif protein

Peningkatan plasma procalcitonin.

Serum laktat > 1 mMol/L

Creatinin > 0,5 mg/dl

INR > 1,5

APTT > 60

Trombosit < 100.000/mm3

Total bilirubin > 4 mg/dl

Biakan darah, urine, sputum hasil positif.

SIRS

Bakteremia adalah terdapatnya bakteri di dalam aliran darah.

Sepsis adalah suatu infeksi di dalam aliran darah.

Sindroma sepsis memiliki arti yang lebih luas dan spesifik. Sepsis selalu dikaitkan

dengan kejadian infeksi apapun penyebabnya, apakah bakteri, virus, jamur atau

parasit. Sepsis adalah respon infalmasi sistemik terhadap infeksi. Sistem

pertahanan tubuh penjamu terhadap invasi bakteri merupakan suatu proses yang

rumit yang bertujuan untuk melokalisasi dan mengontrol infeksi dan menginisiasi

perbaikan jaringan yang rusak.

Proses inflamasi yang normal diikuti dengan aktifasi sel-sel fagositik dan

pembetukan mediator pro dan anti-inflamasi. Sepsis terjadi ketika respon terhadap

ini terjadi secara menyeluruh dan meluas sehingga mengakibatkan sel-sel normal

Page 35: Makalah Kasus 2-Isi

lain yang terletak jauh dari lokasi awal jejas atau infeksi mengalami kerusakan.

Sepsis adalah sebuah sindrom klinik yang sebagai penyulit infeksi berat dan

mewakili respon sistemik terhadap infeksi. Hal ini ini ditandai dengan inflamasi

sistemik dan kerusakan jaringan yang luas.

Definisi ini membutuhkan bukti adanya infeksi dan tanda respon inflamasi sitemik

(systemic inflammatory response syndrome/ SIRS).

SIRS adalah respons inflamasi yang luas terhdap berbagai gangguan klinis yang

berat. Sindroma ini ditandai dengan adanya dua atau lebih tanda-tanda sebagai

berikut :

• Temperatur > 38 C atau < 36 C

• Frekuensi nadi > 90 denyut/menit

• Frekuensi nafas > 20 nafas/menit atau PaCO2 < 32 mmHg

• Leukosit > 12.000 sel/mm3, 4000 sel/mm3 atau > 10% bentuk batang muda

Singkat kata sepsis adalah SIRS dengan infeksi. Ada berbagai istilah lain seperti

sepsis berat yaitu sepsis yang disertai dengan satu atau lebih disfungsi organ akut,

hipoperfusi atau hipotensitermasuk asidosis laktat, oligouria dan penurunan

kesadaran. Sepsis dengan hipotensi adalah sepsis yang disertai dengan penurunan

tekanan darah sistolik <90 mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik >40

mmHg dari biasanya dan tidak ditemukan penyebab hipotensi lainnya. Syok /

renjatan sepsis adalah sepsis dengan hipotensi, meskipun telah diberikan resusitasi

cairan yang adekuat tidak teratasi atau memerlukan vasopressor untuk

mempertahankan tekanan darah atau perfusi organ.

Keadaan sepsis ini sering sekali dihadapi di rumah sakit, tanpa adanya pengenalan

dini akan tanda-tanda sepsis dan penatalaksanaan yang tepat dan terpadu maka

sepsis menjadi salah satu penyebab kematian tersering di rumah sakit.

Faktor resiko terjadinya sepsis:

1. Pembedahan di bagian tubuh yang terinfeksi atau di bagian tubuh dimana

secara normal tumbuh bakteri (misalnya usus)

Page 36: Makalah Kasus 2-Isi

2. Memasukkan benda asing ke dalam tubuh, misalnya kateter intravena, kateter

air kemih atau selang drainase

3. Penyalahgunaan obat terlarang yang disuntikkan

4. Penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya akibat terapi anti kanker).

Page 37: Makalah Kasus 2-Isi

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga

abdomen dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi

dalam bentuk akut maupun kronis/kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri

tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda umum

inflamasi.

Peritonitis bisa disebabkan karena penyebaran infeksi dari organ perut yang

terinfeksi, penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan

kegiatan seksual, infeksi dari rahim dan saluran telur, kelainan hati atau gagal

jantung. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan, dialisa peritoneal,

iritasi tanpa infeksi, infeksi bakteri, secara langsung dari luar, secara hematogen

sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran pernapasan

bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonepritis.

Peritonitis dibedakan menjadi : Penyebab primer (peritonitis spontan) ,

Penyebab sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada organ visceral) ,

Penyebab tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang

adekuat).

Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan antara lain : tes darah, CT Scan, pe-

meriksaan laboratorium, pemeriksaan X-Ray, dan pemeriksaan radiologis.

Pengobatannya meliputi terapi pembedahan yaitu laparatomy dan ileostomy.

Untuk terapi obat-obatannya ada gentamicin, ampicilin, dan metronidazole.

Page 38: Makalah Kasus 2-Isi

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah 5. Jakarta : Penerbit Buku

Kedokteran EGC

Silvia A. Price. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Marilynn E Doenges, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 8. Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Farmaca Peritonitis, pedih dan sulit diobati. www. Majalah-farmacia.com