21
1 I. PENDAHULUAN Abad ke 19 hingga abad ke 20 merupakan suatu momentum dimana umat Islam memasuki suatu gerbang baru, gerbang pembaharuan. Fase ini kerap disebut sebagai abad modernisme, suatu abad dimana umat diperhadapkan dengan kenyataan bahwa Barat jauh mengungguli mereka. Keadaan ini membuat berbagai respon bermunculan, berbagai kalangan Islam merespon dengan cara yang berbeda berdasarkan pada corak keislaman mereka. Ada yang merespon dengan sikap akomodatif dan mengakui bahwa memang umat sedang terpuruk dan harus mengikuti bangsa Barat agar dapat bangkit dari keterpurukan itu. Ada pula yang merespon dengan menolak apapun yang datang dari Barat sebab mereka beranggapan bahwa itu diluar Islam. Kalangan ini menyakini Islamlah yang terbaik dan umat harus kembali pada dasar-dasar wahyu, kalangan ini kerap disebut dengan kaum revitalis. Berbagai nama tokoh pun segera tampil dalam ingatan ketika disebutkan tentang abad modernisme Islam yang ditandai dengan dominasi Eropa ini. Dominasi Eropa atas dunia Islam, khusunya di bidang politik dan pemikiran ini ditanggapi dengan beragam cara sehingga melahirkan kalangan modernis dan fundamentalis. Modernisme cenderung akomodatif terhadap ide Barat meskipun kemudian mengembangkan

Makalah Jamaluddin Al Afghani

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Riway hidup Jamaluddin AL Afghani, pemikirannya dan konsep negara Islam menurutnya.oleh Nazirwan

Citation preview

Page 1: Makalah Jamaluddin Al Afghani

1

I. PENDAHULUAN

Abad ke 19 hingga abad ke 20 merupakan suatu momentum dimana

umat Islam memasuki suatu gerbang baru, gerbang pembaharuan. Fase ini

kerap disebut sebagai abad modernisme, suatu abad dimana umat

diperhadapkan dengan kenyataan bahwa Barat jauh mengungguli mereka.

Keadaan ini membuat berbagai respon bermunculan, berbagai kalangan Islam

merespon dengan cara yang berbeda berdasarkan pada corak keislaman

mereka. Ada yang merespon dengan sikap akomodatif dan mengakui bahwa

memang umat sedang terpuruk dan harus mengikuti bangsa Barat agar dapat

bangkit dari keterpurukan itu. Ada pula yang merespon dengan menolak

apapun yang datang dari Barat sebab mereka beranggapan bahwa itu diluar

Islam. Kalangan ini menyakini Islamlah yang terbaik dan umat harus kembali

pada dasar-dasar wahyu, kalangan ini kerap disebut dengan kaum revitalis.

Berbagai nama tokoh pun segera tampil dalam ingatan ketika

disebutkan tentang abad modernisme Islam yang ditandai dengan dominasi

Eropa ini. Dominasi Eropa atas dunia Islam, khusunya di bidang politik dan

pemikiran ini ditanggapi dengan beragam cara sehingga melahirkan kalangan

modernis dan fundamentalis. Modernisme cenderung akomodatif terhadap ide

Barat meskipun kemudian mengembangkan sendiri ide-ide tersebut,

sedangkan fundamentalisme menganggap apa–apa yang datang dari Barat

adalah bukan berasal dari Islam dan tak layak untuk diambil.

Fundamentalisme merupakan suatu paham yang lahir atau besar setelah fase

modernisme.

Berbicara abad pembaharuan dalam Islam, maka tak lepas dari

seorang tokoh yang merupakan sosok penting dalam pembaharuan Islam, al-

Afghani, seorang pembaharu yang memiliki keunikan, kekhasan, dan

misterinya sendiri. Berangkat dari pembagian corak keIslaman di atas,

Afghani menempati posisi yang unik dalam menanggapi dominasi Barat

terhadap Islam. Di satu sisi, Afghani sangat moderat dengan mengakomodasi

ide-ide yang datang dari Barat, ini dilakukannya demi memperbaiki

kemerosotan umat. Namun di lain sisi, Afghani tampil begitu keras ketika itu

Page 2: Makalah Jamaluddin Al Afghani

2

berkenaan dengan masalah kebangsaan atau mengenai hal-hal yang berkaitan

dengan keIslaman. Alhasil Afghani memijakkan kedua kakinya di dua sisi

berbeda, ia seorang modernis tapi juga fundamentalis. Agaknya tepat apa

yang dikatakan Black bahwa afghani adalah puncak dari kalangan modernis

dan fondasi bagi kalangan fundamentalis.1

Pada makalah sederhana ini kami akan paparkan sedikit tentang

Afghani, riwayat hidup, pemikiran, kiprah politik, dan hal penting lainnya

yang berhubungan dengan Al-Afghani yang ditulis secara sederhana sebab

makalah ini tak cukup jika harus mewakili keseluruhan pemikiran dan sepak

terjang beliau yang begitu fenomenal.

II. PEMBAHASAN

A. Riwayat Hidup Jamaluddin Al Afghani

Nama lengkapnya adalah Sayyid Jamaluddin Al-Afghani bin Shafdar

Al-Husaini yang lahir pada tahun 1835 M di As’adabat dekat Kota Kunar

yang termasuk kawasan distrik Kabul bagian timur Afghanistan. Ayahnya

bernama Shafdar Al-Husaini, seorang bangsawan terhormat dan mempuyai

nasab sampai ke Ali bin Abi Thalib dari jalur At-Tirmidzi, seorang perawi

hadits yang termasyhur.2

Di masa kecilnya Al-Afghani pindah ke kota Kabul beserta

keluarganya. Sejak masa kecilnya telah nampak pada diri Al-Afghani

kecerdasan dan kemauan yang besar untuk  menggali pengetahuan. Dalam

usia delapan tahun ia mulai belajar disiplin ilmu  dan menguasai beberapa

ilmu, diantaranya Al-Quran, bahasa Arab, hadits, fiqih, ilmu kalam, politik,

sejarah, musik dan termasuk ilmu-ilmu eksak.3

Dalam rangka menambah wawasan pengetahuannya, Al-Afghani

melanjutkan studi ke India dan menetap disana selama satu tahun  untuk

belajar pengetahuan-pengetahuan Barat dan metodologinya serta bahasa

Inggris. Tahun 1857 ia menunaikan ibadah haji ke mekah dan sekembalinya

1 Antony Black, Pemikiran Politik Islam (Jakarta : Serambi, 2006), hal. 550.2 Bernard Lewis, et.al., The Encyclopaedia of Islam (Leiden: E.J Brill, 1965), hal. 417.3 Eksiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Depatemen Agama RI, 1993), hal. 507

Page 3: Makalah Jamaluddin Al Afghani

3

di Afghanistan, ia diangkat menjadi pembantu pangeran Dost Muhammad

Khan.

Pada taun  1864, Al-Afghani menjadi penasehat Sher Ali Khan dan

pada masa Muhammad Azzam Khan menjadi perdana menteri. Karena

terjadinya konflik dalam negeri Afghanistan, ia kembali menuju India untuk

kedua kalinya pada tahun 1869.  Saat itu India jatuh ke tangan Inggris, oleh

karenya ia memutuskan  untuk menuju Mesir pada tahun  1871. Di Mesir ia 

sempat berkenalan dengan kalangan ulama Al-Azhar dan memberikan kuliah.

Selanjutnya Al-Afghani pergi ke Turki dan diangkat sebagai anggota Majelis

Pendidiakan Turki dan sering diundang  untuk menyampaikan ceramah di

Aya Shofia dan  Masjid Sultan Ahmad.

Karena keberadaanya yang dianggap membehayakan posisi kepala

pemerintahan, timbullah fitnah yang dilancarkan oleh Hasan Fahmi  Syaikh

Al-Islam dengan mengatakan  bahwa ceramah-ceramah Al-Afghani banyak

mengandung unsur penghinaan terhadap kenabian. Dengan alasan ingin

menunaikan  haji, maka Al-Afghani meninggalkan Turki dan kemudian

menetap di Mesir hingga tahun  1879. Pada masa inilah ide pemikiran dan

aktivitas  memberikan pengaruh yang besar terhadap dunia Islam khususnya

Mesir.4

Al-Afghan telah mengunjungi beberapa kota di Eropa bahkan menetap

di sana. Tahun 1882 berada diLondon, lalu satu tahun kemudain ke Paris,

dan  kembali lagi menetap di London tahun 1885. Selanjutnya ke  Teheran,

ke Moscow tahun 1887, ke Jerman dan akhirnya kembali lagi ke Teheran.

Pengamanan merantau inilah yang kemudian membentuk  wawasan

berfikirnya yang luas, bebas dan demokratis yang tentunya telah banyak

melahirkan banyak murid asli didikan dan binaan yang dilakukan Al-Afghani

yang mewarnai sejarah pemikiran di dunia Islam. Akhirnya pada tahun 1897

ia wafat di Istanbul karena sakit.

4 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hal. 52.

Page 4: Makalah Jamaluddin Al Afghani

4

B. Pemikiran Jamaluddin Al Afghani

Semua orang sepakat bahwa dialah yang menghembuskan gerakan

Islam modern dan mengilhami pembaharuan di kalangan kaum Muslim yang

hidup ditengah-tengah kemodernan. Dia pula yang pengaruhnya amat besar

terhadap gerakan-gerakan pembebasan dan konstitusional yang dilakukan

dinegara-negara Islam setelah zamannya. Ia menggabungkan ilmu-ilmu

tradisional Islamnya dengan berbagai ilmu pengetahauan yang diperolehnya

dari Eropa dan pengetahuan modern.5

Semua usahanya dicurahkan untuk menerbitkan makalah-makalah

politik yang membangkitkan semangat, khususnya yang termuat dalam

majalah Al-Urwah al-Wutsqa. Ia telah membangkitkan gerakan yang berskala

nasional dan gerakan jamaah Islam.

Afghani mengembangkan pemikiran (dan gerakan) salafiyah, yakni

aliran keagamaan yang berpendirian bahwa untuk dapat memulihkan

kejayaannya, umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam yang masih

murni seperti yang dahulu diamalkan oleh generasi pertama Islam, yang juga

biasa disebut salaf (pendahulu) yang saleh. Sebenarnya Afghani bukanlah

pemikir Islam yang pertama yang mempelopori aliran salafiyah (revivalis).

Ibnu Taymiyah telah mengajarkan teori yang serupa, begitu pula Syeikh

Mohammd Abdul Wahab pada abad ke-18. Tetapi salafiyah (baru) dari

Afghani terdiri dari tiga komponen utama, yakni :

Pertama keyakinan bahwa kebangunan dan kejayaan kembali Islam hanya

mungkin terwujud kalau umat Islam kembali kepada ajaran Islam

yang masih murni, dan meneladani pola hidup para sahabat Nabi,

khususnya Al-Khulafa al-Rasyidin.

Kedua perlawanan terhadap kolonialisme dan dominasi Barat, baik

politik, ekonomi maupun kebudayaan.

Ketiga pengakuan terhadap keunggulan barat dalam bidang ilmu dan

teknologi, dan karenanya umat Islam harus belajar dari barat dalam

5 Husayn Ahmad Amin, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), hal.293

Page 5: Makalah Jamaluddin Al Afghani

5

dua bidang tersebut, yang pada hakikatnya hanya mengambil

kembali apa yang dahulu disumbangkan oleh dunia Islam kepada

Barat, dan kemudian secara selektif dan kritis memanfaatkan ilmu

dan teknologi Barat itu untuk kejayaan kembali dunia Islam.6

Dalam rangka usaha pemurnian akidah dan ajaran Islam, serta

pengembalian keutuhan umat Islam, Afghani menganjurkan pembentukan

suatu ikatan politik yang mempersatukan seluruh umat Islam (Jami’ah

islamiyah) atau Pan-Islamisme. Menurut Afghani, asosiasi politik itu harus

melipluti seluruh umat Islam dari segala penjuru dunia Islam, baik yang hidup

dalam negara-negara yang merdeka, termasuk Persia, maupun mereka yang

masih merupakan rakyat jajahan. Ikatan tersebut, yang didasarkan atas

solidaritas akidah Islam, bertujuan membiana kesetiakawanan dan pesatuan

umat Islam dalam perjuangan; pertama, menentang tiap system pemerintahan

yang dispotik atau sewenang-wenang, dan menggantikannya dengan sistem

pemerintahan yang berdasarkan musyawarah seperti yang diajarkan Islam, hal

mana juga berarti menentang sistem pemerintahan Utsmaniyah yang absolut

itu. Kedua, menentang kolonialisme dan dominasi Barat.7

Menurut Afghani, dalam ikatan itu eksistensi dan kemandirian

masing-masing negara anggota tetap diakui dan dihormati, sedangkan

kedudukan para kepala negaranya, apa pun gelarnya, tetap sama dan sederajat

antara satu dengan yang lain, tanpa ada satu pun dari mereka yang lebih

ditinggikan.

Afghani mendiagnose penyebab kemunduran di dunia Islam, adalah

tidak adanya keadilan dan syura (dewan) serta tidak setianya pemerintah pada

konstitusi dikarenakan pemerintahan yang sewenang-wenang (despotik),

inilah alasan mengapa pemikir di negara-negara Islam di timur tidak bisa

mencerahkan masyarakat tentang inti sari dan kebaikan dari pemerintahan

republik. Pemerintahan republik, merupakan sumber dari kebahagiaan dan

kebanggaan. Mereka yang diatur oleh pemerintahan republik sendirilah yang

6 Munawir Sajdzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta: UI Press, 1993). Hal.124-125

7 Ibid, hal.126

Page 6: Makalah Jamaluddin Al Afghani

6

layak untuk disebut manusia; karena suatu manusia yang sesungguhnya hanya

diatur oleh hukum yang didasari oleh keadilan dan mengatur gerakan,

tindakan, transaksi dan hubungan dengan orang yang lain yang dapat

mengangkat masyarakat ke puncak kebahagiaan. Bagi Afghani, pemerintah

rakyat adalah “pemerintahan yang terbatas”, pemerintahan yang yang dapat

dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, dan karenanya merupakan lawan

dari pemerintahan absolut. Merupakan suatu pemerintah yang berkonsultasi

dalam mengatur, membebaskan dari beban yang diletakkan pemerintahan

despotik dan mengangkat dari keadaan membusuk ke tingkat kesempurnaan.8

Reformasi atau pembaharuan dalam bidang politik yang hendak

diperjuangkan oleh salafiyah (baru) di negara-negara Islam adalah

pelaksanaan ajaran Islam tentang musyawarah melaui dewan-dewan

konstitusi dan badan-badan perwakilan (rakyat), pembatasan terhadap

kekuasaan dan kewenangan pemerintah dengan konstitusi dan undang-

undang, serta pengerahan kekuatan dan potensi rakyat untuk mendukung

reformasi politik an sekaligus untuk membebaskan dunia Islam dari

penjajahan an dominasi Barat.

Menurut Afghani, cara terbaik dan paling efektif untuk mencapai

tujuan-tujuan tersebut adalah melalui revolusi yang didasarkan atas kekuatan

rakyat, kalau perlu dengan pertumpahan darah. Ia mengatakan bahwa kalau

memang ada sejumlah hal yang harus direbut dan tidak ditunggu untuk

diterima sebagai hadiah atau anugerah, maka kebebasan kemerdekaan

merupakan dua hal tersebut.9

Waktu tinggal di Mesir, sejak awal Afghani menganjurkan

pembentukan “pemerintaha rakyat” melalui partisipasi rakyat Mesir dalam

pemerintahan konstitusional yang sejati. Ia banyak berbicara tentang

keharusan pembentukan dewan perwakilan yang disusun sesuai dengan apa

yang diinginkan rakyat, dan anggota-anggotanya terdiri ari orang-orang yang

betul-betul dipilih oleh rakyat, sebab dia berkeyakinan bahwa suatu dewan

8 http://www.iol.ie/~afifi/Articles/democracy.htm9 Munawir Sajdzali, Islam dan Tata Negara..., Hal.129

Page 7: Makalah Jamaluddin Al Afghani

7

perwakilan yang dibentuk atas perintah raja atau kepala negara, atau atas

anjuran penguasa asing, maka lembaga tersebut akan lebih merupakan alat

politik bagi yang membentuknya. Ketika penguasa Mesir, Khedewi Taufiq

bermaksud menarik kembali janjinya untuk membentuk dewan perwakilan

rakyat berdasarkan alasan bahwa rakyat masih bodoh dan buta politik,

Afghani menulis surat kepada Khedewi yang isinya menyatakan bahwa

memang benar di antara rakyat Mesir, seperti halnya rakyat dinegeri-negeri

lain, banyak yang masih bodoh, teapi itu tidak berarti bahwa di antara mereka

tidak terdapat orang-orang pandai dan berotak.10

Tujuan utama gerakan Afghani ialah menyatukan pendapat semua

negara-negara Islam dibawah satu kekhalifahan, untuk mendirikan sebuah

imperium Islam yang kuat dan mampu berhadapan dengan campur tangan

bangsa Eropa. Ia ingin membangunkan kesadaran mereka akan kejayaan

Islam pada masa lampau yang menjadi kuat karena bersatu. Menyadarkan

bahwa kelemahan umat Islam sekarang ini karena mereka berpecah-belah.11

Afghani berusaha menghimpun kembali kekuatan dunia Islam yang

tercecer. Ia yakin bahwa kebangkitan Islam merupakan tanggungjawab kaum

Muslim, bukan tanggung jawab Sang Pencipta. Masa depan kaum Muslim

tidak akan mulia kecuali jika mereka menjadikan diri mereka sendiri sebagai

orang besar. Mereka harus bangkit dan menyingkirkan kelalaian. Mereka

harus tahu realitas, melepaskan diri dari kepasrahan. Ia menjelaskan

kebobrokan umat Islam, dan menerangkan bahwa duni Islam sedang

terancam. Ancamannya datang dari Barat yang memiliki kekuatan dinamis.

Afghani mengajak umat Islam untuk melakukan perbaikan secara internal,

menumbuhkan kekuatan untuk bertahana dan mengaopsi buah peradaban

Barat, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi untuk

mengembalikan kejayaan Islam. Barat harus dihadapi karena dialah yang

mengancam Islam. Cara menghadapinya adalah dengan menirunya dalam hal-

hal yang positif, selain aturan kebebasan dan demokrasinya.12

10 Munawir Sajdzali, Islam dan Tata Negara, hal.12811 Husayn Ahmad Amin, Seratus Tokoh..., hal.29512 Husayn Ahmad Amin, Seratus Tokoh..., hal.294-195

Page 8: Makalah Jamaluddin Al Afghani

8

Afghani adalah pembaharu muslim pertama yang menggunakan term

Islam dan Barat sebagai dua fenomena yang selalu bertentangan. Sebuah

pertentangan yang justru harus dijadikan patokan berpikir kaum muslim,

yaiut untuk membebaskan kaum muslim dari ketakutan dan eksploitasi yang

dilakukan oleh orang-orang Eropa.13

Beberapa buku yang ditulis oleh Afghani antara lain14; Tatimmat al-

bayan (Cairo, 1879). Buku sejarah politik, sosial dan budaya Afghanistan.

Hakikati Madhhabi Naychari wa Bayani Hali Naychariyan. Pertama kali

diterbitkan di Haydarabad-Deccan, 1298 H/1881 M, ini adalah karya

intelektual Afghani paling utama yang diterbitkan selama hidupnya.

Merupakan suatu kritik pedas dan penolakan total terhadap materialisme.

Buku ini telah diterjemahkan ke dalam Arab oleh Muhammad Abduh dengan

judul Al-Radd 'ala al-dahriyyin (Bantahan terhadap Materialisme). Al-

Ta'Liqat 'ala sharh al-Dawwani li'l-'aqa'id al-'adudiyyah (Cairo, 1968).

Berupa catatan Afghani atas komentar Dawwani terhadap buku kalam yang

terkenal dari] Adud al-Din al-'Iji yang berjudul al-‘aqa’id al-‘adudiyyah.

Berikutnya Risalat al-waridat fi sirr al-tajalliyat (Cairo, 1968). Suatu tulisan

yang didiktekan oleh Afghani kepada siswanya Muhammad 'Abduh ketika ia

di Mesir. Khatirat Jamal al-Din al-Afghani al-Husayni (Beirut, 1931). Suatu

buku hasil kompilasi oleh Muhammad Pasha al-Mahzumi wartawan Libanon.

Mahzumi hadir dalam kebanyakan forum pembicaraan Afghani pada bagian

akhir dari hidupnya Buku berisi informasi yang penting tentang gagasan dan

hidup Afghani.

Selanjutnya, pemikiran Afghani, diteruskan dan dikembangkan oleh

murid-muridnya yakni Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Selanjutnya,

pemikiran Islam modern yang mereka kembangkan bukan hanya pada tingkat

wacana, namun ditransformasikan oleh pengikut-pengikut selanjutnya

menjadi gerakan. Dapat dikatakan bahwa gerakan Islam di abad kedua puluh

banyak terpengaruh olehnya dan menjadikannya sumber inspirasi.15 Pengaruh

13 Husayn Ahmad Amin, Seratus Tokoh..., hal.29514 http://www.cis-ca.org/voices/a/afghni.htm15 Husayn Ahmad Amin, Seratus Tokoh..., hal.294-295

Page 9: Makalah Jamaluddin Al Afghani

9

tersebut terlihat dalam tokoh dan gerakan-gerakan Islam modern masa kini

seperti Hasan al-Banna dengan Ikhwanul Muslimin, Abul A’la al-Maududi

dengan Jama’atul Islam dan termasuk Muh Natsir dengan Masyuminya.

C. Kiprah Politik Jamaluddin Al Afghani

Terkenal sebagai orator ulung dan politikus sejati, Al-Afghani selalu

mendasarkan kegiatan agama dan politiknya pada ide-idenya tentang

pembaharuan dalam Islam. Ia adalah seorang yang anti terhadap

pemerintahan otoriter. Menurutnya, sistem pemerintahan yang sesuai dengan

kondisi umat muslim adalah pemerintahan konstisusional atau republik dan

konsep kewarganegaraan aktif. Bukannya tanpa sebab, pemerintahan otoriter

tidaklah jauh berbeda dengan tirani. Bentuk pemerintahan seperti ini

menafikan keaktifan warga negara selain juga rentan terhadap monopoli asing

yang langsung tertuju pada penguasa suatu negara. Hasilnya dapat dilihat,

dengan mudahnya imperialisme Barat menguasai serta mengintervensi bentuk

pemerintahan absolut yang banyak digunakan sebagai sistem pemerintahan di

banyak negara Islam.

Dalam perjuangan politiknya, Afghani kerap berpindah-pindah dari

satu negara ke negara lain, ini dilakukannya sebab seringkali pada suatu

negara ia mengalami pngusiran oleh penguasa setempat. Namun demikian

talenta politik Afghani memang telah tampak sejak awal, bahkan ia lebih

menonjol sebagai seorang aktivis gerakan politik ketimbang pemikir

keagamaan. Pendapat tersebut dipaparkan Harun Nasution yang juga ia kutip

dari berbagai pendapat semisal Stoddart maupun Goldzhier.

Pandangan ini memang bukan sekadar komentar, tapi suatu

pandangan yang memiliki dasar. Jika kita amati kronologi perjalanan hidup

Afghani, maka kita akan mendapati agenda beliau dipenuhi dengan aktivitas

politik. Talenta politik ini memang sujah tamapak sejak dini. Pada usia 22

tahun, ia membantu pangeran Dost Muhammad Khan di Afghanistan, lalu

pada usia kurang lebih 25 tahun ia menjadi penasihat Sher Ali Khan, dan

Page 10: Makalah Jamaluddin Al Afghani

10

beberapa tahun setelah itu Afghani diangkat sebagai perdana menteri oleh

A’zam Khan.

Perjalanan politiknya ke berbagai negara pun patut mendapat sorotan,

semua ia lakukan untuk menggoyang posisi penguasa yang otoriter, penguasa

yang keluar dari rel amanat, dan juga untuk melawan dominasi barat atas

negeri-negeri muslim. Namun ia kerap kali terlibat pertentangan dengan para

pemimpin, kendati pemimpin itulah yang telah mengundangnya masuk ke

negaranya. Misalnya saja pada kasus Iran, ia diundang ke Iran untuk urusan

Iran-Rusia, namun sikap otoriter syah membuatnya menentang syah dan

berpendapat bahwa syah harus digulingkan. Namun pendiriannya ini

membuatnya terusir dari Iran. Nasib yang lebih tragis diterimanya ketika ia

Berada di turki, alih-alih menjadi penasihat sultan Hamid II, Afghani malah

berakhir sebagai tahanan kota hingga akhir hayatnya.

D. Konsep Negera Menurut Al Afghani

Al-Afghani juga mengajukan konseop negara republik yang

demokratis bagi negeri-negeri Islam. Al-Afghani banyak mencela sistem

pemerintahan umat Islam yang bercorak otokratis monarkhi absolut.

Menurutnya, kepala negara harus mengadakan syura dengan pemimpin-

pemimpin masyarakat yang memiliki banyak pengalaman. Pengetahuan

manusia secara individu amat terbatas. Islam dalam pandangan Al-Afghani

menghendaki pemerintahan Republik di mana kebebasan mengeluarkan

pendapat dan kewajiban kepala negara untuk tunduk kepada Undang-

undang.16

Menurut Al-Afghani, Islam menghendaki bentuk republik karena  di

dalamnya terdapat kebebasan berpendapat dan  kepala negara harus tunduk

kepada Undang-Undang Dasar.

Pendapat ini baru dalam sejarah politik Islam. Sebelumnya umat Islam

hanya mengenal system kekhalifahan  yang mempunayai kekuasaan absolut.

16 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam..., hal. 56.

Page 11: Makalah Jamaluddin Al Afghani

11

Dalam pemerintah republik, yang berkuasa adalah undang-undang dan

hukum, bukan kepala Negara. Ia hanya kekuasaan untuk menjalankan

undang-undang dan hukum  yang digaiskan  oleh lembaga  legislative untuk 

memajukan kemaslahatan rakyat.17

Pendapat Al-Afghani  tersebut jelas dipengaruhi oleh pemikiran 

Barat. Penafsiran Al-Afghani tersebut lebih maju dari Muhammad Abduh.

Islam dalam pemikian Abduh tidak menetapkan  suatu bentuk pemerintahan,

Jika system khilafah masih tetap menjadi pilihan sebagai model

pemerintahan, maka bentuk demikianpun harus mengikuti  perkembangan

masyarakat dalam kehidupan  materi dan kebebadan berpikir.

 Pemunculan de Al-Afghani tersebut sebagai  reaksi kepada salah satu 

sebab kemunduran  umat Islam yang bersifat politis, yaitu pemerintahan 

absolute. Abduh pun melihat sikap jumud merupakan penyebab kemunduran

umat Islam, akibat dari pemeritnahan sewenang-wenang dan absolute. Abduh,

sebagaiman agurunya -Al-Alghani- berpendapat bahwa Islam punya unsure

dinamis, yang dapat disesuaikan dengan pekembangan zaman, dengan jalan

ijtihad.18

Di dalam pemerintahan absout dan otokrasi tidak ada kebebasan

berpendapat. Kebebasan hanya pada raja/kepala Negara untuk bertindak yang

tidak diatur oleh undang-undang. Karena itu, A-Afghani menghendaki agar

corak  pemerintahan absolute dan otokrasi diganti dengan coak pemeritahan

demokrasi.19

 Bukti keinginan Al-Afghani akan pemerintahan yang demokratis,

adalah penegasannya tentang keharusan kepala Negara  mengadakan syura

dengan pemimpin-pemimpin masyarakat yang banyak pegalaman.20

 Pemerintahan otokrasi yang cenderung  meniadakan hak-hak individu

tidak sesuai dengan ajaran Islam yang sangat  menghargai hak-hak individu.

Pemerintahan otokrasi yang mawujud dalam institusi khilafah saat itu harus

17 J Suyuthi Pulungan, Figh Siyasah; Ajaran , Sejarah dan Pemikiran (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hal. 281.

18 ibid., hal. 283.19 Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam..., hal. 5620 Ibid

Page 12: Makalah Jamaluddin Al Afghani

12

diganti denegan pemerintahan yang bercorak demokrasi yang menjunjung

tinggi hak-hak individu.21

 Pemerintah yang demokratis menurut Al-Afghani menghendaki

adanya Majelis Permusyawaratan Rakyat. Lembaga ini bertugas memberi

usul dan pendapat kepada pemerintah dalam menentukan suatu 

kebijaksanaan Negara. Ide dari wakil rakyat yang berpengalaman merupakan 

sumbangan yang berharga bagi pemerithah. karenanya para wakil rakyat

haruslah  berpengalaman dan berwawasan luas dan bermoral baik. Wakil-

wakil tersebut akan memabwa dampak positif pada pemerinnthan sehingga

akan  melahirkan uandang-undang dan peraturan atau keputusan yang baik

bagi rakyat.

Demikain juga para pemegang kekuasan haruslah orang-orang yang

paling taat terhadap undang-unang. Kekuasaan yang diperoleh bukanlah

karena  kehebatan suku, ras, kekuatan material dan kekayaannya. Model

inilah yang berlaku di dalamsistem khilafah, yang bagi Al-Afghani tidak

sesuai  dengan ajaran Islam. Baginya, kekuasan itu harus diperoleh melaui

pemilihan dan disepakati oleh rakyat. Dengan demkian orang yang dipilih

mempunyai dasar hukum untuk melaksanakan kekuasaanya itu.22

Meskipun  semua ide Al-Afghani bertujaun untuk mempersatukan

umat Islam guna menghadapi penetrasi Barat dan kekuatan Turki Usmani

yang dipandangnya menyimpang dari Islam, tapi ide Pan-Islaminya tidak

jelas. Apakah bentuk kerjasama itu dalam rangka mempersatukan umat Islam

dalam bentuk asosiasi, atau dalam bentuk federasi yang dipimpin oleh

seseorang atau badan yang mengkoordinasikan  kerjasam tersebut,  dan atau

seperti negara persemakmuran dibawah Negara Inggris.

III. KESIMPULAN

Dalam kiprahnya di dunia politik Al-Afghani banyak meyumbangkan

pemikiran, yakni:

21 J Suyuthi Pulungan, Figh Siyasah; Ajaran..., hal. 28622 John D. Donohue dan John L. Esposito, Islam dan pembaharuan, Ensiklopedi Masalah-

masalah , terj. Drs. Machnun Hussein, (Jakarta: Rajawali, 1984), hal. 25.

Page 13: Makalah Jamaluddin Al Afghani

13

1. Keyakian bahwa kebangkitan dan kejayaan kembali Islam hanya mungkin

terwujud kalau umat Islam kembali kepada ajaran Islam yang murni, dan

meneladani pola hidup Nabi dan para sahabatnya.

2. Perlawanan terhadap kolonislisme dan dominasi Barat, baik politik,

ekonomi maupun kebudayaan

3. Pengakuan terhdap keunggulan Barat dalam Ilmu dan Teknologi, dan

karenanya umat Islam hars  belajar dari Barat dalam dua bidang tersebut.

4. Menentang setiap sistem yang sewenang-wenang dan menggantikannya

dengan pemerintahan berdasarkan musyawarah.

5. Menganjurkan pembentukan  Jamiah Islamiyah/ Pan-Islamisme,

menyatukan seluruh umat Islam termasuk Persia dengan menggunakan

suatu bahasa yakni bahasa Arab.

6. Melakukan perubahan kekuasan dengan cara revolusi.

IV. REFERENSI

Black, Antony. Pemikiran Politik Islam. Jakarta : Serambi, 2006.Eksiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Depatemen Agama RI, 1993.Husayn, Ahmad Amin. Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam. Bandung:

Remaja Rosdakarya, 2000.J Suyuthi Pulungan. Figh Siyasah; Ajaran , Sejarah dan Pemikiran. Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 1997.John D. Donohue dan John L. Esposito. Islam dan pembaharuan, Ensiklopedi

Masalah-masalah, terj. Drs. Machnun Hussein. Jakarta: Rajawali, 1984.

Lewis, Bernard, et.al. The Encyclopaedia of Islam. Leiden: E.J Brill, 1965.Munawir, Sajdzali. Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran.

Jakarta: UI Press, 1993.Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan

Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang, 1975.

Website :http://www.iol.ie/~afifi/Articles/democracy.htmhttp://www.cis-ca.org/voices/a/afghni.htm