MAKALAH JADI

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangIkterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta dilaporkan 32,19% menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan.

1.2 Batasan MasalahKonsep dalam proses pembuatan makalah asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem reproduksi yaitu ikterus ini sangat luas. Karena itulah kami, sebagai penulis mempunyai batasan-batasan masalah sebagai pedoman kami dalam menyusun makalah ini agar tidak meluas dan membingungkan para pembaca. Batasan-batasan masalah tersebut diantaranya:1. Mengenal konsep dasar penyakit Ikterus,2. Proses asuhan keperawatan pada klien Ikterus.

1.3 Tujuana. Tujuan UmumMemperoleh gambaran dan pengalaman secara nyata dalam memberikan asuhan keperawatan secara langsung pada pasien dengan gangguan sistem reproduksi akibat hiperbilirubin berdasarkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang telah didapatkan selama pendidikan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.b. Tujuan Khusus1. Mahasiswa mengetahui konsep umum penyakit hiperbilirubin.2. Mahasiswa mengetahui gejala-gejala dari penyakit hiperbilirubin.3. Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan terhadap penderita.4. Mahasiswa mampu memberikan tindakan keperawatan dengan tepat

1.4 Manfaata. Manfaat Bagi Penulis1) Sebagai aplikasi ilmu pengetahuan di bidang ilmu asuhan keperawatan.2) Memahami teknis penatalaksanaan proses asuhan keperawatan kepada klien dengan gangguan sistem reproduksi khususnya hiperbilirubin.3) Memahami gambaran mengenai karakteristik pasien klien dengan hiperbilirubin.b. Manfaat Bagi InstansiMemberikan karakteristik klien dengan hiperbilirubin, berdasarkan sisi pandang konsep asuhan dalam proses keperawatan, sehingga menjadi bahan kajian pemikiran untuk dapat lebih meningkatkan mutu pelayanan para calon perawat yang masih menjalani pendidikan S1 Keperawatan dalam menyikapi klien dengan gangguan sistem reproduksi khususnya pada klien dengan hiperbilirubin.c. Manfaat Bagi MasyarakatDengan karakteristik dan proses asuhan keperawatan yang baik tentang hiperbilirubin, masyarakat terutama keluarga klien dengan hiperbilirubin akan mempunyai sisi pandang yang positif terhadap tenaga kesehatan dan masyarakat mendapatkan pelayanan asuhan keperawatan yang terbaik dan masyarakat dapat memberikan pertolongan pertama pada klien dengan hiperbilirubin di tempat kejadian.1.5 Metode Penulisan dan Pengumpulan Dataa. Metode penulisan Metode penulisan yang dilakukan adalah metode deskriptif, yaitu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta atau sebagaimana adanya. Adapun metode deskriptif yang digunakan adalah studi kasus, yaitu dengan memusatkan diri secara intensif terhadap satu objek tertentu dengan mempelajarinya sebagai suatu kasus melalui pendekatan proses keperawatan.b. Teknik Pengumpulan DataTeknik pengumpulan data yang dilakukan adalah:1) Studi dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang didapat dari status pasien, meliputi catatan dari sumber lain yang berhubungan dengan pasien pada saat itu untuk dijadikan salah satu dasar dalam melakukan asuhan keperawatan.2) Studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan mencari buku literatur yang diperlukan untuk mendapatkan landasan teoritis yang berkaitan dengan kasus yang dihadapi, sehingga dapat dibandingkan antara teori yang didapat dengan fakta yang ada di lahan praktek.

BAB IITINJAUAN TEORITIS2. 1 DefinisiIkterus neonatorum adalah suatu keadaan pada bayi baru lahir dimana kadar bilirubin serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama dengan ditandai adanya ikterus yang bersifat patologis (Alimun H A : 2005).Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat penumpukan bilirubin, sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan. (Mansjoer : 2000).Peningkatan kadar bilirubin serum dihubungkan dengan hemolisis sel darah merah (SDM) dari bilirubin yang tidak terkonjugasi dari usus kecil. Kondisi mungkin tidak berbahaya atau membuat neonatus beresiko terhadap komplikasi multiple atau efek-efek yang tidak diharapkan (Doenges : 1996).Ikterus sering dijumpai pada neonatus. frekuensi menurut kepustakaan pada bayi cukup bulan adalah 50 %, pada bayi premature 80 % dalam hari pertama kehidupan. Terdapat 10 % neonatus dengan kadar bilirubin diatas 10 mg %. 2.2 Etiologi1. Produksi bilirubin berlebih.2. Gangguan pengambilan dan pengangkutan bilirubin dalam hepatosit.3. Gagalnya proses konjugasi dalam mikrosom hepar.4. Gangguan dalam ekskresi.5. Peningkatan reabsorpsi dari saluran cerna (siklus enterohepatik)

2.3 Klasifikasi1. Ikterus fisiologik Dijumpai pada bayi dengan BBLR. Timbul pada hari kedua lalu menghilang pada hari kesepuluh atau akhir minggu ke dua.2. Ikterus patologik Ikter us timbul segera dalam 24 jam dan menetap pada minggu pertama. Bilirubin serum meningkat lebih dari 5 mg % perhari, kadarnya diatas 10 mg % pada bayi matur dan 15 mg % pada bayi premature. Berhubungan dengan penyakit hemolitik, infeksi dan sepsis. Memerlukan penanganan dan perawatan khusus.3. Kern ikterusKern Ikterus adalah ikterus berat dengan disertai gumpalan bilirubin pada ganglia basalis Kadar bilirubin lebih dari 20 mg % pada bayi cukup bulan. Kadar bilirubin lebih dari 18 mg % pada bayi premature. Hiperbilirubinemia dapat menimbulkan ensefalopati. Pada bayi dengan hipoksia, asidosis dan hipoglikemia kern ikterus dapat timbul walaupun kadar bilirubin dibawah 16 mg %. Pengobatannay dengan tranfusi tukar darah.Gambaran Klinik : Mata berputar putar Tertidur kesadaran menurun Sukar menghisap Tonus otot meninggi Leher kaku Kakunseluruh tubuh Pada kehidupan lebih lanjut terjadi spasme otot dan kekekuan otot Kejang kejang Tuli Kemunduran mental .4. Ikterus hemolitik Disebabkan inkompatibilitas rhesus, golongan darah ABO, golongan darah lain kelainan eritrosit congenital. Atau defisiensi enzim G-6-PD.5. Ikterus obstruktif Dikarenakan sumbatan penyaluran empedu baik dalam hati maupun diluiar hati. Akibatnya kadar bilirubin direk atau indirek meningkat. Kadar bilirubin direk diatas 1 mg % harus curiga adanya obstruksi penyaluran empedu. Penanganannay adalah tindakan operatif.

2.4 Patofisiologi Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila tedapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi bila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang menimbulkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonates yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin idirek yang bersifat sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak, yang diebut kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl.Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonates. Bilirubin indirek akan mudah melewati darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), hipoksia, dan hipolikemia.

Hemoglobin

GlobinHeme

Biliverdir Fe.co

Peningkatan destruksi eritrosit (gangguan konjugasi bilirubin /gangguan transpor bilirubin/peningkatan siklus enterohepatik) Hb dan eritrosit abnormal

Pemecahan bilirubin berlebih/bilirubin yang tdk berikatan dengan albumin meningkat

Suplay bilirubin melebihi kemampuan hepar

Hepar tidak mampu melakukan konjugasi

Sebagian masuk kembali ke siklus darah emerohepatik

Gangguan Integritas kulitPeningkatan bilirubin unconjugned dalam darahpengeluaran meconium terlambat/obstruksi usustinja berwarna pucat

Ikterus pd sklera leher, badan peningkatan bilirubin indirex12 mg/dl

Indikasi fototerapi

Sinar dengan intensitas tinggi

Resti Injury Gangguan Termoregulasi

2.5 Manifestasi klinis Pengamata ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. Bayi baru lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6mg/dl atau 100 mikro mol/L (1mg/dl=17.1 mikro mol/L). Salah satu cara pemeriksaan derajat kuning pada BBL secara klinis, sederhana, dan mudah adalah dengan penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut, dan lain-lain. Tempat yang tertekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan table yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya.Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpos striatum, thalamus, nucleus subtalamus hipokampus, nucleus merah dan nucleus didasar ventrikel IV. Secara klinis pada awalnya tidak jelas, dapat serupa mata berputar, letargi, kejang, tak mau menghisap, malas minun. Tonus otot meningkat, leher kaku dan opistotonus. Bila berlanjut dapat terjadi spasme otot, opistotonus, kejang, atetosis yang disertai kejang otot. Dapat ditemukan ketulian pada nada tinggi, gangguan bicara, dan reterdasimental.2.1 Tabel Derajat ikterus neonates menurut Kramer ZonaBagian tubuh yang kuningRata-rata serum bilirubin indirek (umol/l)

12345Kepala dan leherPusat-leherPusat-pahaLengan + tungkaiTangan + kaki100150200250>250

Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi : Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis). Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah: Warna kuning (ikterik) pada kulit Membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 mol/l.

2.6 Pemeriksaan Diagnostika. Tes Coomb pada tali pusat bayi baru lahir: Hasil positif tes Coomb indirek menandakan adanya antibody Rh-positif, anti-A, atau anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari tes Coomb direk menandakan adanya sensititas (Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonates.b. Golongan darah bayi dan ibu: Mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.c. Bilirubin total: Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1.0-1.5 mg/dl, yang mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam, atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 15 mg/dl pada bayi praterm (tergantung pada berat badan).d. Protein serum total: Kadar kurang dari 3.0 mg/dl menan dakan penurunan kapasitas ikatan, terutama pada bayi praterm.e. Hitung darah lengkap: Hemoglobin (Hb) mungkin rendah (kurang dari 14 g/dl) karena hemolisis. Hematokrit (Ht) mungkin meningkat (lebih besar dari 65%) pada polisitemia, penurunan (kurang dari 45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.f. Glukosa: Kadar Dextrostix mungkin kurang dari 45% glukosa darah lengkap kurang dari 30 mg/dl, atau tes glukosaserum kurang dari 40 mg/dl bila bayi baru lahir hepoglikemi dan mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.g. Daya ikat karbon dioksida: Penurunan kadar menunjukkan hemolisis.h. Meter ikterik transkutan: Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.i. Jumlah retikulosit: peningkatan retikulosit menandakan peningkatan produksi SDM dalam respon terhadap hemolisis yang berkenaan dengan penyakit RH.j. Smear darah perifer: dapat menunjukkan SDM abnormal atau imatur, eritroblastosis pada penyakit Rh, atau sferositis pada inkompabilitas ABO.k. Tes Betke-Kleihauer: Evaluasi smear darah meternal terhadap eritrosit janin.2.7 Komplikasi a. Vaskular: emboli udara atau trombus, thrombosis.b. Kelainan jantung: aritmia, overload, henti jantung.c. Gangguan elektrolit: hipo/hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis.d. Koagulasi: trombositopenia, heparinisasi berlebih.e. Infeksi: bakteremia, hepatitis virus, sitomegalik, enterokolitis nekrotikan.f. Lain-lain: hipotermia, hipoglikemia

2.8 Penatalaksanaan Medis a. Pada dasarnya pengendalian kadar bilirubin serum adalah sebagai berikut:Stimulasi proses konjugasi bilirubin dengan mempergunakan fenobarbitat. Obat ini bekerjanya lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar bilirubinnya rendah dan ikterusyang terjadi bukan disebabkan oleh proses hemolitik. Obat ini sudah jarang dipakai lagi.b. Menambahkan barang yang kurang pada proses metabolism bilirubin (misalnya menambahkan glukosa pada keadaan hipoglikemia), atau menambahkan bahan untuk memperbaiki transportasi bilirubin (misalnya albumin). Pemberian albumin boleh dilakukan walau tidak terdapat hipoalbuminemia. Terapi perlu diingat adanya zat-zat yang merupakan competitor albumin yang juga dapat mengikat bilirubin (misalnya sulfonamide atau obat-obatan lainnya). Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstraksi bilirubin jaringan kedalam plasma. Hal ini dapat mengakibatkan kadar bilirubin plasma meningkat, tetepi tidak berbahaya kerena bilirubin tersebut ada dalam ikatan albumin, albumin diberikan dalam dosis tidak melebihi 1g/kgBB, sebelum maupun sesudah tindakan transfuse tukar.c. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini.d. Memberikan terapi sinar sehingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang tidak toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air.e. Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi tukar.2.9 Asuhan Keperawatana. Pengkajian1) Aktivitas / Istirahata) Letargi, malas.2) Sirkulasia) Mungkin pucat, menandakan anemiab) Bertempat tinggal di atas ketinggian 500 ft3) Eliminasi a) Bising usus hipoaktifb) Pasase mekonium mungkin lambatc) Feses mungkin lunak / coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubind) Urine gelap pekat; hitam kecoklatan (sindroma bayi bronze)4) Makanan / Cairana) Riwayat pelambatan / makan oral buruk, lebih mungkin disusui dari pada menyusu botolb) Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limpa, hepar5) Neurosensoria) Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran / kelahiran ekstraksi vakum.b) Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada dengan inkompatibilitas Rh berat.c) Kehilangan reflex Moro mungkin terlihat.d) Opistotonus dengan kekuatan lengung punggung, fontanel menonjol, menangis lirih, aktivitas kejang (tahap krisis).6) Pernapasana) Riwayat asfiksia.b) Krekels, mucus bercak merah muda (edema pleura, hemoragi pulmonal)7) Keamanana) Riwayat positif infeksi/sepsis neonates.b) Dapat mengalami ekimosis berlebihan, petekie, perdarahan intra cranialc) Dapat tampak ikterik pada awalnya pada wajah dan berlanjut pada bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze) sebagai efek samping fototerapi.8) Seksualitasa) Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan reterdasi pertumbuhan intrauterus (IUGR), atau bayi besar untuk usia gestasi (LGA), seperti bayi dengan ibudiabetes.b) Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin, asfiksia, hipoksia, asidosis, hipoglikemia, hipoproteinemia.c) Terjadi lebih sering pada bayi pria dari pada bayi wanita.b. Penyuluhan / PembelajaranDapat mengalami hipotiroidis mekongenital, atresia bilier, fibrosis kistik.1. Factor keluarga; mis., keturunan enteric (oriental, Yunani, atau Korea), riwayat hiperbilirubinemia pada kehamilan/sibling sebelumnya, penyakit hepar, fibrosis kistik, kesalahan metabolism saat lahir (galaktosemia), diskrasias darah (sferositosis, defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase [G-6-PD]).2. Factor ibu, seperti ibu diabetes; mencerna obat-obatan (mis., salisilat, sulfonamide oral pada kehamilan akhir atau nitrofurantoin (Furadantin): inkompatibilitas Rh/ABO; penyakit infeksi (mis., rubella, sitomegalovirus, sifilis, toksoplasmosis)).3. Factor penunjang intrapartum, seperti persalinan praterm, kelahiran ndengan ekstaksi vakum, induksi oksitosin, perlambatan pengkleman tali pusat, atau trauma kelahiran.

c. Pemeriksaan Diagnostik 1. Tes Coomb pada tali pusat bayi baru lahir: Hasil positif tes Coomb indirek menandakan adanya antibody Rh-positif, anti-A, atau anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari tes Coomb direk menandakan adanya sensititas (Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonates.2. Golongan darah bayi dan ibu: Mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.3. Bilirubin total: Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1.0-1.5 mg/dl, yang mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam, atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 15 mg/dl pada bayi praterm (tergantung pada berat badan).4. Protein serum total: Kadar kurang dari 3.0 mg/dl menan dakan penurunan kapasitas ikatan, terutama pada bayi praterm.5. Hitung darah lengkap: Hemoglobin (Hb) mungkin rendah (kurang dari 14 g/dl) karena hemolisis. Hematokrit (Ht) mungkin meningkat (lebih besar dari 65%) pada polisitemia, penurunan (kurang dari 45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.6. Glukosa: Kadar Dextrostix mungkin kurang dari 45% glukosa darah lengkap kurang dari 30 mg/dl, atau tes glukosaserum kurang dari 40 mg/dl bila bayi baru lahir hepoglikemi dan mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.7. Daya ikat karbon dioksida: Penurunan kadar menunjukkan hemolisis.8. Meter ikterik transkutan: Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.9. Jumlah retikulosit: peningkatan retikulosit menandakan peningkatan produksi SDM dalam respon terhadap hemolisis yang berkenaan dengan penyakit RH.10. Smear darah perifer: dapat menunjukkan SDM abnormal atau imatur, eritroblastosis pada penyakit Rh, atau sferositis pada inkompabilitas ABO.11. Tes Betke-Kleihauer: Evaluasi smear darah meternal terhadap eritrosit janin.19

d. Rencana Asuhan KeperawatanNODiagnosa KeperawatanTujuanIntervensi

1.Gangguan integritas kulit b.d JounndiceDS : Orang tua mengatakan daya isap bayi lemah sehingga minum kurangDO : Kulit dan sklera kuning, diare, kulit kemerahan, konsentrasi urin pekat, kulit mengelupas, kadar bilirubin meningkat

Keadaan kulit bayi membaikKriteria hasil : Kadar bilirubin dalam batas normal Kulit tidak berwarna kuning Daya isap bayi kuat Pola BAB dan BAK normal1. Monitor warna dan keadaan kulit setiap 4- 8 jam2. Monitor keadaan bilirubin direks dan indireks3. Ubah posisi miring atau tengkurap. Perubahan posisi setiap 2 jam berbarengan dengan perubahan posisi, lakukan masage dan monitor keadaan kulit4. Jaga kebersihan dan kelembaban kulit5. Pemeriksaan laboratorium

2.Resiko terjadi injuri b.d phototerapiDS : -DO: Phototerapi terpasang Mata tertutup Skera kuning Kadar bilirubin meningkat

Tidak terjadi injuriKriteria hasil : Adanya kontak mata waktu matanya dibuka Adanya respon ketika diajak bicara Bayi bebas dari komplikasi1. Letakkan bayi 18 inchi dari sumber cahaya2. Tutup mata d engan kain yang dapat menyerap cahaya dan dapat memproteksi mata dari sumber cahaya3. Matikan lampu dan buka penutup mata bayi setiap 8 jam lakukan inspeksi warna sklera4. Pada waktu menutup mata bayi yakinkan bahwa penutup tidak menutupi hidung5. Buka penutup mata waktu memberi makan bayi6. Ajak bicara bayi saat perawatan

3.Gangguan termoregulasi b.d phototerapiDS : Ibu klien mengatakan badan bayinya panasDO : Suhu 37C Membran mukosa kering Bayi tampak gelisahSuhu tubuh bayi kembali normalKriteria hasil : Suhu tubuh 36C-37C Membran mukosa lembab Bayi tampak tenang1. Pertahankan suhu lingkungan2. Pertahankan suhu tubuh 36C-37C jika demam lakukan kompres3. Cek tanda vital setiap 2-4 jam sesuai yang dibutuhkan4. Kolaborasi pemberian antipiretik

e. BAB IIILAPORAN KASUS

Seorang ibu 25 tahun datang ke Unit Gawat Darurat sebuah Rumah sakit dengan keluhan anaknya kuning. Setelah dikaji klien lahir 3hari yang lalu,klien merupakan anak kedua. hasil pemeriksaan fisik menunjukan,klien tampak lemah. Skelera ikterik reflek hisap menurun klien tampak tidur terus. Kulit tampak ikterik dan adanya perubahan warna feses dan urin. Hasil pemeriksaan laboratrium menunjukan bahwa kadar blirubin indirek klien yaitu 12mg% dan kadar bilirubin direk yaitu 2mg%. Setelah dilakukan pemeriksaan kemudian klien dipersiapkan untuk diberikan terapy phototerapy.

3.1 Asuhan KeperawatanA. Pengkajian1. Identitas klienNama : Bayi Usia: 3 hariAlamat: -Jenis kelamin:Agama:Pendidikan:Suku bangsa:Tanggal masuk RS:Diagnosa medis: Hiperbilirubin

2. Riwayat Keperawatana. Riwayat kehamilanBayi dilahirkan 3hari sebelum datang ke UDG, anak ke-2.b. Riwayat persalinanc. Riwayat post NatalBayi tampak lemah, kulit dan sklera ikterik, reflek hisap menurun, bayi tampak tidur terus, dan tampak adanya perubahan warna fese dan urin.d. Riwayat kesehatan keluargae. Riwayat psikososialf. Pengetahuan keluarga3. Kebutuhan sehari-haria. Nutrisib. Eliminasi : terjadi perubahan warna pada feses dan urinc. Istirahatd. Aktifitase. Personal hygiene4. Pemeriksaan fisika. PemeriksaanBB: -TB: -b. Uji laboratorium Blirubin indirect : 12mg% Bilirubin direct : 2mg%c. Pemeriksaan menyeluruh Inspeksi: kulit dan mata tampak ikterik/kuning Auskultasi: - Palpasi: - Perkusi: -d. Data psikologis: bayi tampak tidur terus5. Pemeriksaan Diagnostika. Bilirubin serum Direct : > 1 mg / dl Indirect : > 10 mg % (BBLR), 12,5 mg % ( cukup bulan). Total : > 12 mg / dlb. Golongan darah ibu dan bayi uji COOMBS Inkompabilitas ABO Rhc. Fungsi hati dan test tiroid sesuai indikasi.d. Uji serologi terhadap TORCHe. Hitung IDL dan urine ( mikroskopis dan biakan urine) indikasi infeksi.

3.2 Analisa DataNo.DataEtiologiMasalah

1.Kulit dan mata tampak ikterik/kuningBilirubin indirect Hb konjigasi bilirubin tergangguSirkulasi darah (ginjal)Suplai bilirubin diheparRegurgitasi dalam sel hati bilirubin dalam darahHepar tidak mampu melakukan konjugasiPerubahan warna kulit (ikterus)Kerusakan integritas kulit

Kerusakan integritas kulit

2.Bayi tampak lemah dan tidur terusHemolisisAnemiaMetabolism sel Pembentukan ATP KelemahanResiko intoleran aktivitasResiko intoleran aktivitas

3.Reflex hisap bayi menurunPerubahan warna kulit (ikterus)Indikasi penatalaksanaanFototerapiIntensitas penyinaran tingkat tinggiAnoreksiaKetidakseimbangan nutrisi

3.3 Diagnosa Keperawatan1. Kerusakan integritas kulit b.d jaundice ditandai dengan kulit dan mata tampak ikterik/kuning.2. Resiko intolerasi aktivitas b.d penurunan perfusi O2 ke jaringan ditandai dangan bayi tampak lemah dan tidur terus.3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh n.d penurunan suplai nutrisi ke jaringan ditandai dengan reflex hisap bayi menurun.

3.4 Intervensi KeperawatanNo.Diagnose KeperawatanTujuanIntervensiRasional

1.Kerusakan integritas kulit b.d jaundice ditandai dengan kulit dan mata tampak ikterik/kuning.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam keadaan kulit bayi membaik diatasi dengan Kriteria hasil: Kadar bilirubin dalam batas normal Kulit tidak berwarna kuning Bayi tidak mengalami gangguan integritas kulit lagi.Mandiri:1. Monitor warna dan keadaan kulit setiap 4-8 jam.

2. Monitor kadar bilirubin direks dan indireks, laporkan pada Data Obyektifter jika ada kelainan.3. Ubah posisi miring atau tengkurap Perubahan posisi setiap 2 jam berbarengan dengan perubahan posisi, lakukan massage dan monitor keadaan kulit.4. Jaga kebersihan dan kelembaban kulit.Mandiri 1. Mengetahui jika selama dalam perawatan kulit bayi tidak mengalami gangguan integritas kulit.2. Untuk mengetahui adanya peningkatan atau penurunan kadar bilirubin.

3. Meningkatkan sirkulasi ke semua area kulit.

4. Area lembab, terkontaminasi memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan organism patogen.

2.Resiko intolerasi aktivitas b.d penurunan perfusi O2 ke jaringan ditandai dangan bayi tampak lemah dan tidur terus.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 klien tolerasi terhadap aktivitas dengan criteria hasil : Klien mampu melakukan aktivitas walaupun minimal Klien mamapu mempertahankan kemampuan aktivitas seoptimal mungkinMandiri:1. Monitor keterbatasan aktifitas, kelemahan saat aktifitas. 2. Berikan lingkungan yang tenang, lakukan istirahat adekuat setelah aktifitas.

Kolaborasi:3. Berikan nutrisi yang adekuat, kolaborasi dengan ahli gizi.Mandiri 1. Mempengaruhi pilihan intervensi atau bantuan.2. Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh, membantu memenuhi kebutuhan energi.Kolaborasi :3. Nutrisi dibutuhkan untuk klien memenuhi kebutuhan energi dalam melaksanakan aktivitas.

3.Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh n.d penurunan suplai nutrisi ke jaringan ditandai dengan reflex hisap bayi menurun.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 nutrisi klien terpenuhi dengan criteria hasil : Reflex hisap baik Tidak ada tanda malnutrisi

Mandiri:1. Ukur intake makanan dan kebutuhan nutrisi

2. Beri asupan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan klien

Kolaborasi:3. Pantau hasil lab., seperti Hb dan lainlainnya.Mandiri :1. Mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan.

2. Mencegah malnutrisi

Kolaborasi :3. Meningkatkan efektivitas program pengobatan termasuk sumber dan diet nutrisi yang dibutuhkan.

26

BAB IVPENUTUP4.1 SimpulanIkterik neonatorum adalah suatu kedaaan dimana kadar bilirubin serum total yang lebih dari 10 mg % pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus pada kulit,sclera dan organ lain. Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan kern ikterus,yaitu keadaan kerusakan pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak. Ikterus neonatorum ini keadaan fisiologis (terdapat pada 25-50 % neonatus cukup bulandan lebih tinggi pada neonatus kurang bulan). Ikterik neonatorum ini berkaitan erat dengan riwayat kehamilan ibu dan prematuritas. Selain itu, asupan ASI pada bayi juga dapat mempengaruhi kadar bilirubin dalam darah. Metode terapi ikterik neonatorum meliputi : fototerapi, transfuse pangganti,infuse albumin dan therapi obat. Dalam melaksanakan tindakan keperawatan, perawat juga harus menerapkan universal precaution agar keselamatan penderita dan perawatdapat terjaga. Konsep legal etik juga harus dilakukan agar klien dapat merasa nyaman dan kondisi klien dapat segera membaik.4.2 Saran1. Bagi pasien dan keluargaPada penderita ikterus neonatorum sangat dibutuhkan istirahat total dan menimalkan pengeluaran energy, jadi hal yang paling utama yang dapat dilakukan pasien dan keluarganya jika terjadi komplikasi adalah berupaya untuk beristirahat total.2. Bagi mahasiswaSemoga makalah dapat bermanfaat bagi mahasiswa yang ingin membuat makalah selanjutnya mengenai ikterus neonatorum dan menjadikannya referensi serta bisa menjadi pedoman dalam penerapan dunia keperawatan3. Bagi masyarakatSetelah membaca makalah ini penulis berharap kepada masyarakat agar dapat memahami betapa pentingnya penangan ikterus neonatorum dan dapat berubah arah pemikiran masyarakat yang masih percaya sama hal-hal yang mistis atau membawa ke tempat alternative.

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Hidayat A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta: Salemba medika.Berhman, Richard E. 1995. Ilmu Kesehatan Anak Nelson vol I Edisi 15. Jakarta: EGC.Doenges, ME & Moorhouse MF. 1996. Rencana Keperawatan Maternal / Bayi. EGC. Jakarta.Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius. Jakarta: Media Aecsulapius.Rudolph, ann Alpers, 2006. Buku Ajar Pediatrik. Jakarta: EGC.Speer, Kathleen Morgan. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik Dengan Klinikal Patways Edisi 3. Jakarta: EGChttp://yudhi-eko.blogspot.com/2011/09/ikterus-neonatorum.html 20-11-2012