38
BAB I PENDAHULUAN Hiperbilirubinemia adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang biasanya disertai dengan ikterus. Hiperbilirubinemia (jaundice) pada bayi baru lahir adalah timbunan dari serum bilirubin melebihi batas normal (Normal: 5-7 mg/dl). Ikterus neonatorum merupakan warna kuning pada kulit dan sklera mata pada beberapa hari setelah lahir yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin. Penyakit kuning pada bayi biasa terjadi setelah 3-4 hari setelah kelahirandan akan menghilang 1-2 minggu kemudian. Hal ini adalah keadaan yang fisiologis. Walaupun demikian sebagian bayi akan mengalami ikterus yang berat sehingga memerlukan pemeriksaan dan tatalaksana yang benar untuk mencegah kesakitan dan kematian. Sebagian besar ikterus neonatal tidak berbahaya. Karena usus dan hati pada bayi baru lahir belum dapat bekerja dengan sempurnasehingga banyak bilirubin yang tidak terkonjugasi dan tidak terbuang dari tubuh. Umumnya terjadi pada minggu pertama sampai minggu ketiga setelah kelahiran. Namun sebagian kecil bayi bisa mengalami ikterus yang tidak normal (muncul pada usia < 24 jam). Hal ini bisa dialami oleh bayi dengan infeksi berat (sepsis), bayi yang mengalami hemolisis (penghancuran sel darah merah berlebihan) misalnya akibat ketidakcocokan golongan darah dan rhesus, atau akibat kekurangan enzim G6PD. Di situasi inibila kadar bilirubin sangat tinggi, bisa menimbulkan kerusakan otak jika jaundice terjadi pada 24 jam pertama setelah lahir. Apabila kadar bilirubin yang ditemukan sangat tinggi, bayi akan mengalami kerusakan neurologis permanen (kernikterus). Kadar bilirubin (total) pada bayi bayi baru lahir bisa mencapai 12 mg/dl, kadar yang menimbulkan kepanikan adalah > 15 mg/dl. Pada 1

Makalah Ikterus Patologis Neonatorum

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah Ikterus Patologis Neonatorum

BAB I

PENDAHULUAN

Hiperbilirubinemia adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang biasanya disertai dengan ikterus. Hiperbilirubinemia (jaundice) pada bayi baru lahir adalah timbunan dari serum bilirubin melebihi batas normal (Normal: 5-7 mg/dl).

Ikterus neonatorum merupakan warna kuning pada kulit dan sklera mata pada beberapa hari setelah lahir yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin. Penyakit kuning pada bayi biasa terjadi setelah 3-4 hari setelah kelahirandan akan menghilang 1-2 minggu kemudian. Hal ini adalah keadaan yang fisiologis. Walaupun demikian sebagian bayi akan mengalami ikterus yang berat sehingga memerlukan pemeriksaan dan tatalaksana yang benar untuk mencegah kesakitan dan kematian.

Sebagian besar ikterus neonatal tidak berbahaya. Karena usus dan hati pada bayi baru lahir belum dapat bekerja dengan sempurnasehingga banyak bilirubin yang tidak terkonjugasi dan tidak terbuang dari tubuh. Umumnya terjadi pada minggu pertama sampai minggu ketiga setelah kelahiran. Namun sebagian kecil bayi bisa mengalami ikterus yang tidak normal (muncul pada usia < 24 jam). Hal ini bisa dialami oleh bayi dengan infeksi berat (sepsis), bayi yang mengalami hemolisis (penghancuran sel darah merah berlebihan) misalnya akibat ketidakcocokan golongan darah dan rhesus, atau akibat kekurangan enzim G6PD. Di situasi inibila kadar bilirubin sangat tinggi, bisa menimbulkan kerusakan otak jika jaundice terjadi pada 24 jam pertama setelah lahir.

Apabila kadar bilirubin yang ditemukan sangat tinggi, bayi akan mengalami kerusakan neurologis permanen (kernikterus). Kadar bilirubin (total) pada bayi bayi baru lahir bisa mencapai 12 mg/dl, kadar yang menimbulkan kepanikan adalah > 15 mg/dl. Pada kondisi ini bayi perlu mendapat fototerapi. Yaitu penyinaran dengan sinar biru berpanjang gelombang 420-448 nanometer untuk mengoksidasi bilirubin menjadi biliverdin.

1

Page 2: Makalah Ikterus Patologis Neonatorum

BAB II

LAPORAN KASUS

Seorang bayi mengalami ikterus sejak usia 12 jam pasca lahir. Lahir operasi caesar dengan berat 3200 g dan langsung menangis. Pada pemeriksaan fisis di dapatkan sadar, tidak panas, ikterus. Hasil pemeriksaan bilirubin total 10,5 mg/dl.

2

Page 3: Makalah Ikterus Patologis Neonatorum

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

A. IDENTITAS

Nama : Tidak diketahui

Umur : 12 jam

Jenis kelamin : Tidak diketahui

Alamat : Tidak diketahui

Keluhan utama :

Seorang bayi mengalami ikterus sejak 12 jam pasca lahir

Riwayat persalinan :

Bayi lahir dengan operasi Caesar dengan berat 3200 g dan langsung menangis.

B. MASALAH dan HIPOTESIS

Masalah:

Bayi dengan ikterus 12 jam pasca lahir dapat dikatakan patologis karena waktu

terjadinya ikterus pada 12 jam setelah lahir, dimana pada ikterus fisiologis, ikterus

terjadi setelah 2 hari dari waktu kelahiran si bayi.

Bilirubin total 10,5 mg/dl normal pada ikterus fisiologis, akan tetapi harus terus

dipantau peningkatannya dikarenakan kondisi bayi yang telah mengalami ikterus

pada 12 jam pasca kelahiran.

Hipotesis:

Ikterus(Jaundice) Patologis

1. Pre- Hepatik

3

Page 4: Makalah Ikterus Patologis Neonatorum

Defisiensi G6PD : Defisiensi enzim G6PD merupakan salah satu faktor risiko

terjadinya hiperbilirubinemia pada neonatus dan merupakan penyebab tersering ikterus

dan anemia hemolitik akut di Asia Tenggara. 

Thalassemia : merupakan salah satu jenis anemia hemolitik dan

merupakan penyakitketurunan yang diturunkan secara autosomal yang paling banyak

dijumpai di Indonesia. Pada talasemia terjadi kelainan pada gen-gen yang mengatur

pembentukan dari rantai globin sehingga produksinya terganggu. Gangguan dari

pembentukan rantai globin ini akan mengakibatkan kerusakan pada sel darah merah

yang pada akhirnya akan menimbulkan pecahnya sel darah tersebut.

Eritroblastosis Fetalis / Rhesus incompatibility Ibu terhadap bayi :

suatu kelainan berupa hemolisis (pecahnya sel darah merah) pada janin yang akan

nampak pada bayi yang baru lahir karena perbedaan Rhesus pada golongan darah janin

dengan ibunya.

2. Post- Hepatik

Obstruksi Bilier: suatu kelainan bawaan dimana terjadi penyumbatan pada saluran empedu.

ANAMNESIS TAMBAHAN

Riwayat Keluarga

1. Bagaimana golongan darah ibu dan ayah serta apakah rhesus ibu dan ayah?(untuk mengetahui ada tidaknya inkompatibilitas rhesus)

2. Adakah riwayat keluarga yang pernah berpenyakit seperti ini?

3. Apakah anggota keluarga lainnya ada riwayat penyakit kelainan darah?

(kemungkinan kelainan darah seperti thallasemia, defisiensi G6PD)

Riwayat Kehamilan

1. Apakah ibu mempunyai riwayat diabetes?

4

Page 5: Makalah Ikterus Patologis Neonatorum

(Adanya riwayat ibu diabetes, mempunyai resiko tinggi bayi terkena ikterus)

2. Apakah pada saat hamil ibu meminum obat-obat tertentu?

(Obat-obat tertentu mempunyai resiko tinggi bayi terkena ikterus. Obat-obatan tersebut dapat menurunkan ikatan antara bilirubin dan albumin)

3. Apakah ibu mempunyai riwayat infeksi TORCH?

4. Selama hamil ibu mengkonsumsi makanan apa saja?

(Untuk mengetahui asupan makanan buat bayi)

5. Saat ini kehamilan yang keberapa?

6. Apakah ibu sering mengadakan kunjungan ante-natal?

7. Bagaimana kebiasaan ibu selama hamil?

8. Apakah ibu merokok?

Untuk riwayat penyakit sekarang, riwayat persalinan, riwayat imunisasi, riwayat alergi, riwayat

ASI dan makanan tidak perlu ditanyakan karena ibu yang baru melahirkan bayi ini bisa langsung

di observasi oleh tim dokter, maka bisa langsung di lakukan pemeriksaan fisik maupun

pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada kasus ini.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

KU : Sadar sepenuhnya; compos mentis

Suhu tidak panas, kemungkinan pasien ini tidak terdapat infeksi

Berat badan bayi 3200 g, normal

Bayi mengalami ikterus sejak 12 jam pasca lahir:

Keadaan bayi kuning (ikterus) terjadi akibat peningkatan kadar bilirubin di dalam darah. Namun pada bayi ini tidak diketahui dimana saja letak ikterus dan warnanya secara spesifik.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

5

Page 6: Makalah Ikterus Patologis Neonatorum

Pada pemeriksaan didapatkan kadar bilirubin total pada bayi ini dalah 10,5 mg/dl. Kadar

bilirubin total ini normal bila terjadi pada ikterus fisiologis, maka kadar bilirubin ini harus

terus di monitor paada kasus ikterus patologis ini.

Pemeriksaan lanjutan yang direncanakan adalah sebagai berikut1;

1. Pemeriksaan darah lengkap

2. Pemeriksaan uji faal hati seperti ureum, kreatinin, SGOT, SGPT, Bilirubin direk,

Bilirubin indirek , Bilirubin total , Kolesterol, Protein, Ratio albumin/globulin.

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidak nya kelainan pada hati

3. Skrining G6PD

Pemeriksaan sejenis enzim yang berada dalam sel darah merah untuk melihat kerentanan

seseorang terhadap anemia hemolitika.

4. Uji morfologi eritrosit

Untuk mengetahui ada tidak nya kelainan morfologi eritrosit seperti pada talasemia

5. Coombs test direct

Pemeriksaan darah terhadap antiglobulin bertujuan untuk mendeteksi antibodi group

ABO yang bersatu dengan sel darah merah.

Coombs Direct + berarti terdapat antibodi pada sel darah merah

Coombs Direct + 1-4 terjadi pada eritroblastosis foetalia, anemia hemolitik, leukemia,

dan SLE.

6. Coombs test indirect

Pemeriksaan untuk mendeteksi antibodi bebas dalam serum.

Coombs indirect 1- 4 berarti pencocokan silang inkompatibel mungkin ada antibodi anti

RH

7. Hitung retikulosit

Peningkatan jumlah retikulosit disertai kasar HB yang normal mengindikasikan adanya

penghancuran atau penghilangan eritrosit berlebihan yang diimbangi dengan peningkatan

aktivitas sumsum tulang. Penyakit yang disertai peningkatan retikulosit anatara lain :

anemia hemolitik, sel sabit, talasemia mayor, leukemia, eritroblastosis foetalis.

8. Pemeriksaan golongan darah ibu dan RH

6

Page 7: Makalah Ikterus Patologis Neonatorum

Darah manusia dapat digolongkan menjadi A, B, AB, dan O serta Rhesus positif atau

negatif. Ketidaksesuaian (inkompabilitas) golongan darah dapat berakibat fatal pada

transfusi. Selain itu, ketidaksesuaian Rhesus dapat terjadi pada ibu dengan Rhesus negatif

yang mengandung anak dengan Rhesus positif hingga menyebabkan erythroblastosis

fetalis (secara alami si ibu akan menghasilkan antibodi yang menyerang sel darah

janinnya).

E. DIAGNOSIS

Ikterus Patologis Neonatorum. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan kapan waktunya

ikterus ini terjadi, yaitu 12 jam pasca lahir. Dimana pada keadaan ikterus fisiologis, waktu

terlihat ikterus yaitu 2-3 hari pasca lahir.

F. PENATALAKSANAAN

PROSEDUR INFORMED CONSENT

Informed consent istilah yang telah diterjemahkan dan lebih sering disebut dengan

Persetujuan Tindakan Medik. Informed consent ini dapat diberitahukan kepada keluarga

pasien atas, indikasi tindakan, pilihan tindakan, prosedur tindakan, komplikasi yang dapat

terjadi akibat tindakan, komplikasi yang dapat terjadi akibat tidak dilakukannya tindakan,

dan komplikasi yang dapat terjadi pada tindakan terapi yang gagal.

Informed consent dilakukan untuk mendapatkan persetujuan dari keluarga pasien atas

tindakan yang akan dilakukan sehingga hak otonomi pasien dapat dihormati.

FOTOTERAPI

Menurunkan kadar bilirubin indirek untuk mencegah timbulnya neurotoksisitas.

INDIKASI

1. Bilirubin indirek >10 mg%

2. Pre dan post transfuse tukar

3. Ikterus pada hari pertama bayi lahir

PERALATAN

7

Page 8: Makalah Ikterus Patologis Neonatorum

1. Special blue florescent tube, 8-10 buah masing-masing 20 watts

2. Selimut Fiber-optic yang diletakkan di bagian punggung si bayi

3. Tutup mata dan tutup kelamin yang dapat memantulkan cahaya untuk mencegah

terjadinya kerusakan pada kornea dan pada alat reproduksi si bayi

TATA CARA/PERAWATAN BAYI DENGAN FOTOTERAPI

Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar, yang perlu diperhatikan:

1. Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan membuka

pakaian bayi.

2. Letakkan selimut fiber-optik pada bagian punggung si bayi

3. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan

cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi bayi.

4. Bayi diletakkan 15-20 cm di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik

untuk mendapatkan energi yang optimal.

5. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang terkena

cahaya dapat menyeluruh.

6. Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.

7. Monitoring serum bilirubin bayi setiap 4-8 jam

8. Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan hemolisis.

9. Perhatikan kecukupan cairan tubuh bayi. Bila perlu konsumsi cairan bayi dinaikkan.

Bila dievaluasi ternyata tidak banyak perubahan pada kadar bilirubin, perlu diperhatikan

kemungkinan lampu yang kurang efektif, atau ada komplikasi pada bayi seperti dehidrasi,

hipoksia (kekurangan oksigen), infeksi, gangguan metabolisme, dan lain-lain.

KOMPLIKASI

Setiap pengobatan selalu akan menimbulkan efek samping. Dalam penelitian yang dilakukan

selama ini, tidak ditemukan pengaruh negatif terapi sinar terhadap tumbuh kembang bayi. Efek

8

Page 9: Makalah Ikterus Patologis Neonatorum

samping hanya bersifat sementara, dan dapat dicegah/diperbaiki dengan memperhatikan tata cara

penggunaan terapi sinar.

Kelainan yang mungkin timbul karena terapi sinar antara lain:

1. Peningkatan kehilangan cairan tubuh bayi. Karena itu pemberian cairan harus

diperhatikan dengan sebaik-baiknya. Bila bayi bisa minum ASI, sesering mungkin

berikan ASI.

2. Frekwensi buang air besar meningkat karena hiperperistaltik (gerakan usus yang

meningkat).

3. Timbul kelainan kulit yang bersifat sementara pada muka, badan, dan alat gerak (Macular

atau purpura (flea bite rash))

4. Kenaikan suhu tubuh.

5. Kadang pada beberapa bayi ditemukan gangguan minum, rewel, yang hanya bersifat

sementara.

Komplikasi biasanya bersifat ringan dan tidak sebanding dengan manfaat

penggunaannya. Karena itu terapi sinar masih merupaka pilihan dalam mengatasi

hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.

G. KOMPLIKASI

Komplikasi ikterus patologis

Jika kadar bilirubin terus meningkat dapat menyebabkan ensefalopati bilirubin akibat efek toksis bilirubin indirek terhadap susunan saraf pusat

H. PROGNOSIS

Ad vitam : Bonam

Ad fungsionam : Bonam

Ad sanationam : Bonam

9

Page 10: Makalah Ikterus Patologis Neonatorum

Jaundice yang cepat diketahui dan diterapi dengan fototerapi akan memberikan prognosis yang baik. Komplikasi dari jaundice dapat dicegah dengan terapi yang adekuat dan sesegera mungkin untuk meurunkan kadar bilirubin serum. Tingkat awareness yang tinggi dan terwapi yang adekuat memberikan prognosis yang bonamm pada bayi tersebut.

10

Page 11: Makalah Ikterus Patologis Neonatorum

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ikterus3,4,5 dan Fototerapi2

Ikterus neonatorum (bayi baru lahir berwarna kuning) adalah kondisi munculnya warna

kuning di kulit dan selaput mata pada bayi baru lahir karena adanya bilirubin (pigmen empedu)

pada kulit dan selaput mata sebagai akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah

(hiperbilirubinemia). Keadaan kuning pada bayi lahir ini dalam istilah umum sering disebut

jaundice. Kata jaundice berasal dari bahasa Perancis, dari kata jaune yang berarti kuning. Sakit

kuning (jaundice) yang juga dikenal dengan ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata

atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin

yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah.

Bayi kuning atau jaundice adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah

tinggi dan terjadi pada minggu pertama kehidupan sang bayi. Kadar bilirubin dalam darah

bersifat toksik bagi perkembangan system saraf pusat bayi, hal tersebut dapat mengakibatkan

kerusakan saraf yang tidak bisa diperbaiki lagi. Oleh karena itu, butuh penanganan dokter

dengan segera dan tepat. Hampir 60%-70%  bayi yang baru lahir akan terlihat kuning pada

minggu pertama setelah mereka lahir. Sekitar 5-10% dari mereka membutuhkan penanganan

khusus karena kadar bilirubinnya yang secara signifikan tinggi, sehingga dibutuhkan fototerapi.

Pada kebanyakan kasus kondisi tersebut tidak berbahaya sehingga tidak dibutuhkan penanganan

khusus.

Kuning pada bayi adalah sesuatu masalah yang sering terjadi pada bayi baru

lahir. Kuning pada bayi baru lahir bayi terkadang sulit untuk mendeteksi atau menilai secara

benar. Secara umum penilaian kunging bisa dilihat pada warna  putih mata dan kulit yang

bewarna kuning-kekuningan. Warna kuning-kekuningan ini dapat dilihat dengan lebih jelas

apabila kulit bayi ditekan lembut, biasnya tampak  kelihatan kekuningan.

Warna kekuningan pada bayi baru lahir adakalanya merupakan kejadian alamiah

(fisologis), adakalanya menggambarkan suatu penyakit (patologis). Bayi berwarna kekuningan

yang alamiah (fisiologis) atau bukan karena penyakit tertentu dapat terjadi pada 25% hingga

11

Page 12: Makalah Ikterus Patologis Neonatorum

50% bayi baru lahir cukup bulan (masa kehamilan yang cukup), dan persentasenya lebih tinggi

pada bayi prematur. Referensi lain menyebutkan angka kejadian bayi kuning alamiah (fisiologis)

mencapai 80%.

Disebut alamiah (fisiologis) jika warna kekuningan muncul pada hari kedua atau keempat

setelah kelahiran, dan berangsur menghilang (paling lama) setelah 10 hingga 14 hari. Ini terjadi

karena fungsi hati belum sempurna (matang) dalam memproses sel darah merah.

Selain itu, pada pemeriksaan laboratorium kadar bilirubin (pigmen empedu) dalam darah tidak

melebihi batas yang membahayakan (ditetapkan). Ada beberapa batasan warna kekuningan pada

bayi baru lahir untuk menilai proses alamiah (fisiologis), maupun warna kekuningan yang

berhubungan dengan penyakit (patologis), agar kita lebih mudah mengenalinya.

Secara garis besar, batasan kekuningan bayi baru kahir karena proses alamiah (fisiologis) adalah

sebagai berikut:

Warna kekuningan nampak pada hari kedua sampai hari keempat.

Secara kasat mata, bayi nampak sehat

Warna kuning berangsur hilang setelah 10-14 hari.

Kadar bilirubin (pigmen empedu) dalam darah kurang dari 12 mg%.

Adapun warna kekuningan pada bayi baru lahir yang menggambarkan suatu penyakit (patologis),

antara lain:

Warna kekuningan nampak pada bayi sebelum umur 36 jam.

Warna kekuningan cepat menyebar kesekujur tubuh bayi.

Warna kekuningan lebih lama menghilang, biasanya lebih dari 2 minggu.

Adakalanya disertai dengan kulit memucat (anemia).

Kadar bilirubin (pigmen empedu) dalam darah lebih dari 12 mg% pada bayi cukup bulan

dan lebih dari 10 mg% pada bayi prematur.

12

Page 13: Makalah Ikterus Patologis Neonatorum

Jika ada tanda-tanda seperti di atas (patologis), bayi kurang aktif, misalnya kurang

menyusu, maka sebaiknya segera periksa ke dokter terdekat untuk mendapatkan pemeriksaan

dan perawatan.

MEKANISME TERJADINYA PENYAKIT

Bagaimana terjadi kuning pada bayi , baik pada proses alamiah (fisiologis) maupun warna

kekuningan yang berhubungan dengan penyakit. Pada dasarnya warna kekuningan pada bayi

baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal, antara lain:

Proses pemecahan sel darah merah (eritrosit) yang berlebihan.

Gangguan proses transportasi pigmen empedu (bilirubin).

Gangguan proses penggabungan (konjugasi) pigmen empedu (bilirubin) dengan protein.

Gangguan proses pengeluaran pigmen empedu (bilirubin) bersama air.

Hal lain yang berpengaruh adalah pembuangan sel darah merah yang sudah tua atau rusak

dari aliran darah dilakukan oleh empedu. Selama proses tersebut berlangsung, hemoglobin

(bagian dari sel darah merah yang mengangkut oksigen) akan dipecah menjadi bilirubin.

Bilirubin kemudian dibawa ke dalam hati dan dibuang ke dalam usus sebagai bagian dari

empedu. Gangguan dalam pembuangan mengakibatkan penumpukan bilirubin dalam aliran darah

yang menyebabkan pigmentasi kuning pada plasma darah yang menimbulkan perubahan warna

pada jaringan yang memperoleh banyak aliran darah tersebut. Kadar bilirubin akan menumpuk

kalau produksinya dari heme melampaui metabolisme dan ekskresinya. Ketidakseimbangan

antara produksi dan klirens dapat terjadi akibat pelepasan perkursor bilirubin secara berlebihan

ke dalam aliran darah atau akibatproses fisiologi yang mengganggu ambilan (uptake) hepar,

metabolisme ataupun ekskresi metabolit ini. Gangguan pada proses di atas (dan proses lain yang

lebih rumit) menyebabkan kadar pigmen empedu (bilirubin) dalam darah meningkat, akibatnya

kulit bayi nampak kekuningan.

Jaundice Fisiologi. Keadaan ini disebabkan oleh ketidakmampuan bayi dalam

menangani terjadinya peningkatan produksi bilirubin, karena fungsi-fungsi organnya

yang belum sempurna. Bayi akan terlihat kuning pada kurun waktu 24-72 jam setelah

13

Page 14: Makalah Ikterus Patologis Neonatorum

lahir. Normalnya kadar bilirubin dalam darah pada bayi yang lahir cukup waktu akan

mencapai puncaknya di level 6-8 mg/dL pada hari ketiga lalu akan turun di hari

berikutnya. Sedangkan bayi dikatakan mengalami jaundice fisiologi jika peningkatan

kadar bilirubin mencapai 12 mg /dL, dan tidak lebih dari 15 mg/dL. Setelah hari ke-14

bayi sudah tidak tampak kuning lagi.Dalam keadaan jaundice fisiologi sebenarnya

tidak dibutuhkan perawatan, hanya saja peran sang ibu sangat dibutuhkan. Dalam hal

ini, ibu harus senantiasa menyusui bayinya. Bayi yang kuning harus disusui secara

eksklusif, tanpa tambahan asupan yang lain, baik itu air atupun dextrose. Pada dasarnya

jaundice fisiologi tidak berbahaya, pemberian ASI akan sangat membantu bayi dalam

menangani tingginya kadar bilirubin dalam tubuhnya. Tetapi perlu diingat, jika

kuningnya sudah menyebar sampai bagian kaki, maka bayi harus segera dibawa lagi ke

rumah sakit, karena hal itu pertanda bahwa kadar bilirubin sudah semakin tinggi dan

segera butuh penanganan tim medis. Saya mengalami hal tersebut, bayi saya harus

mendapat fototerapi selama 2 hari karena kadar bilirubinnya yang meningkat lagi

menjadi 15 mg/dL setelah 2 hari di rumah.

 

Jaundice Patologi. Pada keadaan ini kadar bilirubin sudah melebihi 17 mg/dL,

sehingga harus segera diobservasi penyebabnya dan juga dibutuhkan penanganan

khusus, seperti fototerapi. Jika bayi terlihat kuning dalam kurun waktu 24 jam,

peningkatan kadar bilirubin melebihi batas normal (5 mg/dL/hari), dan bayi masih

terlihat kuning bahkan setelah 3 minggu usia kelahirannya, maka hal tersebut sudah

dikategorikan sebagai jaundice patologi. Tidak hanya itu, feses bayi yang seperti tanah

liat dan urine-nya yang berwarna gelap sehingga pakaian bayi menjadi kuning adalah

tanda lain dari jaundice patologi. Pada jaundice patologi juga akan didapati kadar

bilirubin yang lebih dari 2 mg/dL ketika sampel darah diambil kapan saja / direct

bilirubin (tidak ada interval waktu).Semua bayi yang mendapat perawatan fototerapi

harus melalui serangkaian pengujian, seperti tes golongan darah dan Coombs’ test;

perhitungan darah komplit dan smear for hemolysis serta morfologi sel darah merah;

perhitungan retikulosit dan estimasi enzim G6PD. Hal tersebut dilakukan guna

mengetahui penyebab jaundice pada si kecil. Pengulangan pengukuran kadar bilirubin

dalam darah, biasanya pada interval 24 jam, harus dilakukan selama bayi difototerapi.

14

Page 15: Makalah Ikterus Patologis Neonatorum

Hemolytic Jaundice. Ada beberapa tanda dari hemolitik jaundice, yaitu jaundice

muncul dalam waktu 24 jam, bayi tampak pucat, terjadinya hepato-splenomegali,

meningkatnya jumlah retikulosit (>8%), peningkatan bilirubin yang cepat (>5 mg/dL

dalam waktu 24 jam atau > 0,5 mg/dL/jam), serta adanya riwayat jaundice pada

keluarganya. Hemolytic jaundice disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya seperti

penyakit hemolitik rhesus (Rh), ABO inkompatibiliti, serta defisiensi enzim

G6PD.Bayi yang lahir dari ibu dengan Rh-negatif dan ayah Rh-positif harus dilakukan

identifikasi Rh dan uji Direct Coombs’. Begitu juga dengan bayi yang lahir dari ibu

dengan golongan darah O dan Rh-positif harus terus dimonitor dan dilakukan

serangkaian pengujian, seperti test golongan darah dan uji direct antibody. Hemolitik

jaundice akibat ABO inkompatibiliti biasanya muncul dalam waktu 24 jam pertama

(cirri yang sama dengan jaundice patologi). Penanganan hemolitik jaundice akibat

defisiensi G6PD serupa dengan hemolitik jaundice akibat ABO inkompatibiliti.

Pemeriksaan defisiensi G6PD harus ditegakkan pada bayi yang diberikan terapi cahaya

(fototerapi), baik itu pada bayi yang lahirnya cukup waktu (full-term) ataupun yang

hampir cukup waktu (near-term).

Menyusui dan jaundice. Jaundice pun juga bisa terjadi pada bayi yang disusui oleh

ibunya. Jaundice ini biasanya muncul antara 24-72 jam dengan puncaknya pada hari

ke-5 sampai hari ke-15 dan akan hilang pada minggu ketiga. Studi yang dilakukan

Schneider menunjukkan bahwa 13% bayi yang menyusui memiliki kadar bilirubin

puncak sebesar 12 mg/dL atau lebih tinggi 4% jika dibandingkan dengan bayi yang

mendapat susu formula. Hal tersebut dapat terjadi bukan karena kandungan zat di

dalam ASI, tetapi lebih karena pola menyusui yang belum optimal. Frekuensi menyusui

yang kurang dapat menyebabkan munculnya jaundice fisiologi. Oleh karena itu, ibu

harus selalu senantiasa berusaha untuk menyusui bayinya, meskipun terkadang pada

awal-awal kelahiran ASI ibu belum keluar. Itulah sebabnya dukungan suami mutlak

diperlukan mengingat perannya yang tidak sedikit.

Breast Milk jaundice. Sekitar 2-4% bayi yang secara eksklusif disusui oleh sang ibu

memiliki jaundice dengan kadar bilirubin lebih dari 10 mg/dL pada minggu ketiga.

Jaundice yang tetap ada setelah 3 minggu pertama kehidupan seorang bayi disebut

15

Page 16: Makalah Ikterus Patologis Neonatorum

prolonged jaundice (jaundice diperpanjang).  Seiring dengan waktu kadar bilirubin

akan berkurang. Tetapi jika si kecil semakin kuning (sudah sampai ke kaki) atau kadar

bilirubin sudah melebihi 20 mg/dL segera hubungi dokter.

PENANGANAN2,6

Pada bayi baru lahir dengan warna kekuningan karena proses alami (fisiologis), tidak berbahaya

dan tidak diperlukan pengobatan khusus, kondisi tersebut akan hilang dengan sendirinya. Prinsip

pengobatan warna kekuningan pada bayi baru lahir adalah menghilangkan penyebabnya.

Terapi Sinar (fototerapi). Fototerapi dilakukan dengan cara meletakkan bayi yang

hanya mengenakan popok (untuk menutupi daerah genital) dan matanya ditutup di

bawah lampu yang memancarkan spektrum cahaya hijau-biru dengan panjang

gelombang 450-460 nm. Selama fototerapi bayi harus disusui dan posisi tidurnya

diganti setiap 2 jam. Pada terapi cahaya ini bilirubin dikonversi menjadi senyawa yang

larut air untuk kemudian diekskresi, oleh karena itu harus senantiasa disusui (baik itu

langsung ataupun tidak langsung). Keuntungan dari fototerapi ini adalah non-invasiv

(tidak merusak), efektif, relative tidak mahal, dan mudah dilaksanakan. Terapi sinar

dilakukan selama 24 jam atau setidaknya sampai kadar bilirubin dalam darah kembali

ke ambang batas normal. Dengan fototerapi, bilirubin dalam tubuh bayi dapat

dipecahkan dan menjadi mudah larut dalam air tanpa harus diubah dulu oleh organ hati.

Terapi sinar juga berupaya menjaga kadar bilirubin agar tak terus meningkat sehingga

menimbulkan risiko yang lebih fatal.  Sinar yang digunakan pada fototerapi berasal dari

sejenis lampu neon dengan panjang gelombang tertentu. Lampu yang digunakan sekitar

12 buah dan disusun secara paralel. Di bagian bawah lampu ada sebuah kaca yang

disebut flexy glass yang berfungsi meningkatkan energi sinar sehingga intensitasnya

lebih efektif. Sinar yang muncul dari lampu tersebut kemudian diarahkan pada tubuh

bayi. Seluruh pakaiannya dilepas, kecuali mata dan alat kelamin harus ditutup dengan

menggunakan kain kasa. Tujuannya untuk mencegah efek cahaya berlebihan dari

lampu-lampu tersebut. Seperti diketahui, pertumbuhan mata bayi belum sempurna

sehingga dikhawatirkan akan merusak bagian retinanya. Begitu pula alat kelaminnya,

agar kelak tak terjadi risiko terhadap organ reproduksi itu, seperti kemandulan. Pada

saat dilakukan fototerapi, posisi tubuh bayi akan diubah-ubah; telentang lalu telungkup

16

Page 17: Makalah Ikterus Patologis Neonatorum

agar penyinaran berlangsung merata. Dokter akan terus mengontrol apakah kadar

bilirubinnya sudah kembali normal atau belum. Jika sudah turun dan berada di bawah

ambang batas bahaya, maka terapi bisa dihentikan. Rata-rata dalam jangka waktu dua

hari si bayi sudah boleh dibawa pulang. Meski relatif efektif, tetaplah waspada

terhadap dampak fototerapi. Ada kecenderungan bayi yang menjalani proses terapi

sinar mengalami dehidrasi karena malas minum. Sementara, proses pemecahan

bilirubin justru akan meningkatkan pengeluarkan cairan empedu ke organ usus.

Alhasil, gerakan peristaltik usus meningkat dan menyebabkan diare. Memang tak

semua bayi akan mengalaminya, hanya pada kasus tertentu saja. Yang pasti, untuk

menghindari terjadinya dehidrasi dan diare, orang tua mesti tetap memberikan ASI

pada si kecil.

Terapi Transfusi. Jika setelah menjalani fototerapi tak ada perbaikan dan kadar

bilirubin terus meningkat hingga mencapai 20 mg/dl atau lebih, maka perlu dilakukan

terapi transfusi darah. Dikhawatirkan kelebihan bilirubin dapat menimbulkan

kerusakan sel saraf otak (kern ikterus). Efek inilah yang harus diwaspadai karena anak

bisa mengalami beberapa gangguan perkembangan. Misalnya keterbelakangan mental,

cerebral palsy, gangguan motorik dan bicara, serta gangguan penglihatan dan

pendengaran. Untuk itu, darah bayi yang sudah teracuni akan dibuang dan ditukar

dengan darah lain. Proses tukar darah akan dilakukan bertahap. Bila dengan sekali

tukar darah, kadar bilirubin sudah menunjukkan angka yang menggembirakan, maka

terapi transfusi bisa berhenti. Tapi bila masih tinggi maka perlu dilakukan proses

tranfusi kembali. Efek samping yang bisa muncul adalah masuknya kuman penyakit

yang bersumber dari darah yang dimasukkan ke dalam tubuh bayi. Meski begitu, terapi

ini terbilang efektif untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi.

Terapi Obat-obatan.  Terapi lainnya adalah dengan obat-obatan. Misalnya, obat

phenobarbital atau luminal untuk meningkatkan pengikatan bilirubin di sel-sel hati

sehingga bilirubin yang sifatnya indirect berubah menjadi direct. Ada juga obat-obatan

yang mengandung plasma atau albumin yang berguna untuk mengurangi timbunan

bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hati. Biasanya terapi ini dilakukan

bersamaan dengan terapi lain, seperti fototerapi. Jika sudah tampak perbaikan maka

17

Page 18: Makalah Ikterus Patologis Neonatorum

terapi obat-obatan ini dikurangi bahkan dihentikan. Efek sampingnya adalah

mengantuk. . Akibatnya, bayi jadi banyak tidur dan kurang minum ASI sehingga

dikhawatirkan terjadi kekurangan kadar gula dalam darah yang justru memicu

peningkatan bilirubin. Disamping itu manfaat atau efek dari pemberian obat biasanya

terjadi setelah 3 hari pemberian obat. Sehingga, terapi obat-obatan bukan menjadi

pilihan utama untuk menangani hiperbilirubin karena biasanya dengan fototerapi si

kecil sudah bisa ditangani.

Menyusui Bayi dengan ASI.  Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak

mengeluarkan feses dan urin. Untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI. Seperti

diketahui, ASI memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang dapat memperlancar buang air

besar dan kecilnya. Akan tetapi, pemberian ASI juga harus di bawah pengawasan

dokter karena pada beberapa kasus, ASI justru meningkatkan kadar bilirubin bayi

(breast milk jaundice). Di dalam ASI terdapat hormon pregnandiol  yang dapat

mempengaruhi kadar bilirubinnya.

Meski demikian dalam keadaan bilirubin yang tidak terlalu tinggi penghentian ASI

tidak direkomendasikan.

Terapi Sinar Matahari  Terapi dengan sinar matahari hanya merupakan terapi

tambahan. Biasanya dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di rumah sakit. Caranya,

bayi dijemur selama setengah jam dengan posisi yang berbeda-beda. Seperempat jam

dalam keadaan telentang, misalnya, seperempat jam kemudian telungkup. Lakukan

antara jam 7.00 sampai 9.00. Inilah waktu dimana sinar surya efektif mengurangi kadar

bilirubin. Di bawah jam tujuh, sinar ultraviolet belum cukup efektif, sedangkan di atas

jam sembilan kekuatannya sudah terlalu tinggi sehingga akan merusak kulit. Bila pagi

hari dalam keadaan mendung sinar matahari sore atau akhir matahari mungkin masih

dianggap aman, sekitar jam 16.00 s/d 17.00. Hindari posisi yang membuat bayi melihat

langsung ke matahari karena dapat merusak matanya. Perhatikan pula situasi di

sekeliling, keadaan udara harus bersih.

Apapun penyebab kuning, sebaiknya jangan diremehkan . Bila keadaan semakin tidak

membaik sebaiknya konsultasi kepada dokter atau dokter spesialis anak.

Meski disebutkan bahwa bayi kuning sebagian besar diantaranya karena proses alami

18

Page 19: Makalah Ikterus Patologis Neonatorum

(fisiologis) dan tidak perlu pengobatan, seyogyanya para orang tua tetap waspada,

mengingat bayi masih dalam proses tumbuh kembang. Karenanya, konsultasi kepada

dokter atau dokter spesialis anak adalah langkah penting yang jangan ditunda.

B. Transfusi Tukar6

A.   Pengertian

Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang dilanjutkan

dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang dilakukan berulang-ulang

sampai sebagian besar darah penderita tertukar (Friel, 1982).

Pada hiperbilirubinemia, tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati bilirubin

dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi. Pada bayi dengan isoimunisasi,

transfusi tukar memiliki manfaat tambahan, karena membantu mengeluarkan antibodi maternal

dari sirkulasi bayi. Sehingga mencegah hemolisis lebih lanjut dan memperbaiki anemia.

B. Darah Donor Untuk Tranfusi Tukar

1. Darah yang digunakan golongan O.

2. Gunakan darah baru (usia < style="">whole blood. Kerjasama dengan dokter kandungan

dan Bank Darah adalah penting untuk persiapan kelahiran bayi yang membutuhkan

tranfusi tukar.

3. Pada penyakit hemolitik rhesus, jika darah disiapkan sebelum persalinan, harus

golongan O dengan rhesus (-), crossmatched terhadap ibu. Bila darah disiapkan setelah

kelahiran, dilakukan juga crossmatched terhadap bayi.

4. Pada inkomptabilitas ABO, darah donor harus golongan O, rhesus (-) atau rhesus yang

sama dengan ibu dan bayinya. Crossmatched terhadap ibu dan bayi yang mempunyai

titer rendah antibodi anti A dan anti B. Biasanya menggunakan eritrosit golongan O

dengan plasma AB, untuk memastikan bahwa tidak ada antibodi anti A dan anti B yang

muncul.

19

Page 20: Makalah Ikterus Patologis Neonatorum

5. Pada penyakit hemolitik isoimun yang lain, darah donor tidak boleh berisi antigen

tersensitisasi dan harus di crossmatched terhadap ibu.

6. Pada hiperbilirubinemia yang nonimun, darah donor ditiping dan crossmatched terhadap

plasma dan eritrosit pasien/bayi.

7. Tranfusi tukar biasanya memakai 2 kali volume darah (2 volume exchange) ---- 160

mL/kgBB, sehingga diperoleh darah baru sekitar 87%.

C. Teknik Transfusi Tukar

1. SIMPLE DOUBLE VOLUME. Push-Pull tehnique : jarum infus dipasang melalui

kateter vena umbilikalis/ vena saphena magna. Darah dikeluarkan dan dimasukkan

bergantian.

2. ISOVOLUMETRIC. Darah secara bersamaan dan simultan dikeluarkan melalui arteri

umbilikalis dan dimasukkan melalui vena umbilikalis dalam jumlah yang sama.

3. PARTIAL EXCHANGE TRANFUSION. Tranfusi tukar sebagian, dilakukan biasanya

pada bayi dengan polisitemia.

Di Indonesia, untuk kedaruratan, transfusi tukar pertama menggunakan golongan darah O rhesus

positif.

D. Pelaksanaan tranfusi tukar:

1. Personel. Seorang dokter dan minimal 2 orang perawat untuk membantu persiapan,

pelaksanaan dan pencatatan serta pengawasan penderita.

2. Lokasi. Sebaiknya dilakukan di ruang NICU atau kamar operasi dengan penerangan dan

pengaturan suhu yang adekuat, alat monitor dan resusitasi yang lengkap serta terjaga

sterilitasnya.

3. Persiapan Alat.

a. Alat dan obat-obatan resusitasi lengkap

20

Page 21: Makalah Ikterus Patologis Neonatorum

b.Lampu pemanas dan alat monitor

c. Perlengkapan vena seksi dengan sarung tangan dan kain penutup steril

d.Masker, tutup kepala dan gaun steril

e. Nier bekken (2 buah) dan botol kosong, penampung darah

f. Set tranfusi 2 buah

g. Kateter umbilikus ukuran 4, 5, 6 F sesuai berat lahir bayi atau abbocath

h. Three way stopcock semprit 1 mL, 5 mL, 10 mL, 20 mL, masing-masing 2 buah

i. Selang pembuangan

j. Larutan Calsium glukonas 10 %, CaCl2 10 % dan NaCl fisiologis

k.Meja tindakan

E. Indikasi

Hingga kini belum ada kesepakatan global mengenai kapan melakukan transfusi

tukar pada hiperbilirubinemia. Indikasi transfusi tukar berdasarkan keputusan WHO

tercantum dalam tabel 2.

Tabel 2. Indikasi Transfusi Tukar Berdasarkan Kadar Bilirubin Serum

UsiUsia Bayi

BaBayi Cukup

Bulan

Sehat

DeDengan

Faktor

Risiko

Hari mg/dL mg/dL

Hari ke-1 15 1 13

Hari ke-2 25 15 15

21

Page 22: Makalah Ikterus Patologis Neonatorum

Hari ke-3 30 20 20

Hari ke-4

dan

seterusnya

30 20 20

Bila transfusi tukar memungkinkan untuk dilaksanakan di tempat atau bayi bisa

dirujuk secara cepat dan aman ke fasilitas lain, dan kadar bilirubin bayi telah mencapai

kadar di atas, sertakan contoh darah ibu dan bayi.

Tabel 3. Indikasi Transfusi Tukar Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah

BeBerat Badan (gram) Ka Kadar

Bilirubin

(mg/dL)

<> 10 10– 12

1000 1000 – 1500 12 12– 15

1500 1500 – 2000 15 15– 18

2000 2000 – 2500 18 18– 20

Pada penyakit hemolitik segera dilakukan tranfusi tukar apabila ada indikasi:

a. Kadar bilirubin tali pusat > 4,5 mg/dL dan kadar Hb <>

b. Kadar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam walaupun sedang mendapatkan terapi sinar

c. Selama terapi sinar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam dan kadar Hb 11 – 13 gr/dL

d. Didapatkan anemia yang progresif walaupun kadar bilirubin dapat dikontrol secara

adekuat dengan terapi sinar.

22

Page 23: Makalah Ikterus Patologis Neonatorum

Transfusi tukar harus dihentikan apabila terjadi:

Emboli (emboli, bekuan darah), trombosis

Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia

Gangguan pembekuan karena pemakaian heparin

Perforasi pembuluh darah

Komplikasi tranfusi tukar

Vaskular: emboli udara atau trombus, trombosis

Kelainan jantung: aritmia, overload, henti jantung

Gangguan elektrolit: hipo/hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis

Koagulasi: trombositopenia, heparinisasi berlebih

Infeksi: bakteremia, hepatitis virus, sitomegalik, enterokolitis nekrotikan

Lain-lain: hipotermia, hipoglikemia

Perawatan pasca tranfusi tukar

Lanjutkan dengan terapi sinar

Awasi ketat kemungkinan terjadinya komplikasi

E.    Persiapan Tindakan Tranfusi Tukar:

1.    Berikan penjelasan tentang tujuan dan risiko tindakan, mintakan persetujuan tertulis

dari orang tua penderita

2.    Bayi jangan diberi minum 3 – 4 jam sebelum tindakan. Bila tranfusi harus segera

dilakukan isi lambung dikosongkan dengan sonde dan menghisapnya

3.    Pasang infus dengan tetesan rumatan dan bila tali pusat telah mengering kompres

dengan NaCl fisiologis

4.    Bila memungkinkan 2 jam sebelumnya berikan infus albumin terutama jika kadar

albumin </>

23

Page 24: Makalah Ikterus Patologis Neonatorum

5.    Pemeriksaan laboratorium pra tranfusi tukar antara lain semua elektrolit, dekstrostik,

Hb, hematokrit, retikulosit, trombosit, kadar bilirubin indirek, albumin, golongan

darah, rhesus, uji coombs direk dan indirek, kadar G6PD dan enzim eritrosit lainnya

serta kultur darah

6.    Koreksi gangguan asam basa, hipoksia, dan hipotermi sebelum memulai tranfusi tukar

7.    Periksa ulang apakah donor yang diminta telah sesuai dengan permintaan (cek label

darah) 

BAB V

KESIMPULAN

24

Page 25: Makalah Ikterus Patologis Neonatorum

Pada neonatus yang mengalami ikterus perlu dilihat dari waktu mulai terjadinya ikterus

tersebut dan lamanya terjadi ikterus tersebut, ini penting untuk mengetahui apakah ikterus ini

terjadi secara patologis atau fisilogis sebagai awal dari pemeriksaan dari bayi yang baru

dilahirkan. Pada ikerus neonatorum memerlukan tindakan segera untuk mengatasi

hiperbilirubinemia dengan cara fototerapi. Perlu terus di monitoring kadar bilirubin total untuk

mengetahui perkembangan pada bayi dan terapi. Sebaiknya dilakukan rujukan apabila tidak

terdapat perbaikan setelah dilakukan tatalaksana yang adekuat.

25

Page 26: Makalah Ikterus Patologis Neonatorum

DAFTAR PUSTAKA

1. Sutedjo, AY. Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Amara

Books.Yogyakarta. 2007.

2. Subcommitte on Hyperbilirubinemia. Clinical practice 1. guidelines: management of

hyperbilirubinemia in the newborn or more weeks gestation. Pediatrics. 2004;114:297-

316.

3. Porter ML, Dennis BL. Hyperbilirubinemia in the term newborn. Am Fam

Physic. 2002; 65:599-606.

4. Indrasanto E, Darmasetiawani N, Rohsiswatmo R, Kaban KR.

Hiperbilirubinemia pada neonatus. Dalam: Paket Pelatihan Obstetri dan

Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK). Jakarta: JNPK-KR, IDAI,

POGI,USAID; 2008. h.109-27.

5. Martin CR, Cloherty JP. Neonatal hyperbilirubinemia. Dalam: Cloherty JP,

Eichenwald EC, Stark AR .Manual of Neonatal Care. Edisi ke-6. New York:

McGraw Hill; 2008. h.181-212.

6. Gilmore MM, Uy CC. Hyperbilirubinemia. Dalam: Gomella TL, Cunningham

MD , Eyal FG, penyunting. Neonatology: management, procedures, on-call

problems, diseases and drugs. Edisi ke-5. New York: McGraw Hill; 2004.

h.487-508.

26