28
MAKALAH INDIVIDUAL BLOK METABOLIC SYSTEM DISUSUN OLEH: NAMA : Gembira Ira H. NIM : 080100163 GRUP TUTORIAL : A9 FASILITATOR : dr. Simbar Sitepu, AAI

MAKALAH hemofilia

Embed Size (px)

Citation preview

MAKALAH INDIVIDUAL

BLOK METABOLIC SYSTEM

DISUSUN OLEH:

NAMA : Gembira Ira H.NIM : 080100163GRUP TUTORIAL : A9FASILITATOR : dr. Simbar Sitepu, AAI

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2009

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa

yang telah melimpahkan rahmat dan hidayatNya kepada kita sekalian

terutama kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini

tepat pada waktunya.

Makalah ini berisikan tentang penjelasan kasus yang dialami oleh

Ahmad, seperti yang telah penulis dan teman-teman penulis diskusikan pada

pelaksanaan tutorial. Dalam makalah ini dibahas Ahmad, laki-laki 7 tahun,

yang mengeluh perdarahan yang tidak berhenti sejak 3 jam yang lalu dari

luka robek di siku karena terjatuh. Penjelasan lebih lanjut mengenai semua

hal tersebut akan dipaparkan dalam makalah ini.

Sebagai akhir kata, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada dr. Simbar Sitepu, AAI selaku fasilitator penulis

yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis

mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan makalah ini, oleh

karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca

sekalian. Penulis mengharapkan kiranya makalah ini dapat bermanfaaat bagi

kita semua.

Medan, Mei 2009

Penulis

Gembira Ira Hutahaean

2

DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………2

I. Pendahuluan……………………………………...……………………….4

II. Isi

1. Nama atau Tema Blok…………….……………...………………….4

2. Fasilitator/Tutor……….….……………………………………..……5

3. Data Pelaksanaan……….......……………………………………….5

4. Pemicu………………………………………………………………....5

5. Tujuan Pembelajaran………………………………………….…….6

6. Pertanyaan yang Muncul dalam Curah Pendapat…………......6

7. Jawaban atas pertanyaan……………………………………….7-24

8. Ulasan…………………………………………………………….......24

III. Kesimpulan…………………………………………………………….…25

IV. Daftar Pustaka…………………………………………………………...26

3

BAB I

PENDAHULUAN

Energi kimiawi yang tersimpan di dalam ikatan-ikatan yang menyatukan

atom-atom dalam molekul nutrien akan dibebaskan jika molekul-molekul tersebut

diuraikan di dalam tubuh tetapi ada kalanya energi yang masuk melebihi

kebutuhan energi pada saat itu, sehingga molekul akan disatukan kembali

sebagai simpanan energi. Kedua proses ini merupakan bagian dari proses

metabolisme, yaitu semua reaksi transformasi kimiawi yang terjadi di dalam sel

tubuh.

Adapun latar belakang dari penulisan laporan tutorial ini adalah sebagai

sarana yang penting untuk mengetahui pencapaian pembelajaran mahasiswa

dalam Blok Hematology and Immunology System, sekaligus sebagai salah satu

penilaian dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi.

Laporan Tutorial ini berisikan tentang hasil diskusi dalam tutorial yang telah

dilaksanakan beberapa minggu yang lalu. Pada laporan ini akan dituliskan

berbagai macam rumusan masalah dan penyelesaiannya secara sistematis dan

terperinci.

Tujuan dalam penulisan laporan tutorial ini adalah untuk melatih penulis

dalam menulis laporan ilmiah yang benar dan baik, sehingga dikemudian hari

penulis tidak merasa kesulitan dalam penulisan laporan ilmiah dengan format

dan pemikiran yang sistematis menggunakan cara komunikasi tertulis yang

efektif.

Manfaat dari penulisan laporan ini adalah kiranya melalui laporan ini, para

pembaca laporan mampu memahami dan mengerti kasus yang akan

disampaikan, sehingga di kemudian hari apabila dijumpai kasus yang sama,

pembaca dapat segera melakukan tindakan yang tepat dalam menanganinya.

4

BAB II

ISI

Nama/Tema Blok

Blok Hematology and Immunology System

Fasilitator

dr. Simbar Sitepu, AAI

Data Pelaksanaan

a. Tanggal pelaksanaan tutorial:

Pertemuan I : Sabtu, 7 Maret 2009 pkl. 07.00 – 09.30 WIB

Pertemuan II : Rabu, 11 Maret 2009 pkl. 07.00 – 09.30 WIB

Pleno Pakar : Kamis, 12 Maret 2009 pkl. 07.00 – 09.30 WIB

b. Pemicu ke-3

c. Ruangan : Ruang Diskusi Tutorial A-9

Pemicu

Ahmad, laki-laki usia 7 tahun, dibawa ibunya ke IGD RSUP H. Adam

Malik dengan keluhan perdarahan yang tidak berhenti sejak 3 jam yang

lalu dari luka robek di siku karena terjatuh. Ahmad sudah sering

mengeluh sendi lututnya bengkak sehingga ia susah bermain dan berlari.

Kondisi ini sudah berulang sejak usia 2 tahun. Ahmad anak ke-3 dari 3

bersaudara 2 laki-laki dan 1 perempuan. Riwayat perdarahan yang sulit

berhenti ditemui pada keluarga ibu yaitu paman Ahmad.

Apa yang terjadi pada Ahmad?

Info Tambahan

Dari pemeriksaan fisik ditemukan luka robek dengan besar 2x3x2 cm,

darah masih mengalir walau dilakukan upaya penekanan. Pada sendi

lutut kanan ditemukan hemarthrosis tanpa ada tanda peradangan. Hasil

pemeriksaan darah ditemukan kadar Hb 11.2 g/dL, leukosit 6500/mm3,

trombosit 212.000/mm3, dengan masa perdarahan 3’30’’, masa

pembekuan 41’30’’.

5

Tujuan Pembelajaran .

Menjelaskan dasar metabolisme, fungsi metabolisme, biosintesis

dan katabolisme zat nutrisi, pengaturan metabolisme di dalam

tubuh dan hubungan energi metabolisme dan suhu tubuh.

Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, memperoleh dan

mencatat riwayat penyakit secara lengkap dan kontekstual.

Memilih dan menafsirkan hasil berbagai prosedur klinik dan

laboratorium pada kelainan metabolisme.

Menjelaskan masalah kesehatan yang berhubungan dengan

sistem metabolisme berdasarkan pengertian ilmu biomedik dan

klinik.

Membuat diagnosis dari data skunder dan menyusun

penatalaksanaan masalah kesehatan yang berhubungan dengan

sistem metabolisme secara farmkologi maupun non farmakologi

dengan menerapkan pendekatan kedokteran berbasis bukti.

Melakukan tindak pencegahan dan tindak lanjut dalam

penatalaksanaan masalah kesehatan yang berhubungan dengan

sistem metabolisme.

Mencari, mengumpulkan, menyusun dan menafsirkan informasi

menyangkut sistem metabolisme dari berbagai sumber dengan

memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk

menegakkan diagnosis dan pemberian terapi.

Pertanyaan yang Muncul dalam Curah Pendapat

Pertanyaan dalam diskusi tutorial (learning issue)

1. Definisi, etiologi dan patogenesis hemofilia.

2. Gambaran klinik dan pemeriksaan.

3. Diagnosa dan diagnosa banding hemofilia.

4. Penatalaksanaan pada saat perdarahan pada penderita hemofilia.

5. Komplikasi dan prognosis hemofilia.

Jawaban atas pertanyaan

6

1. Definisi, Etiologi dan Patogenesis Hemofilia

a. Definisi Hemofilia

Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata

yaitu haima yang berarti darah dan philia yang berarti cinta atau kasih

sayang. Jadi, hemofilia adalah suatu penyakit yang diturunkan, yang

artinya diturunkan dari ibu kepada anaknya pada saat anak tersebut

dilahirkan.

Darah pada seorang penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan

sendirinya secara normal. Proses pembekuan darah pada seorang

penderita hemofilia tidak secepat dan sebanyak orang lain yang normal. Ia

akan lebih banyak membutuhkan waktu untuk proses pembekuan

darahnya.

Hemofilia A atau B merupakan suatu penyakit yang jarang ditemukan.

Hemofilia A terjadi sekurang-kurangnya 1 di antara 10.000 orang. Hemofilia

B lebih jarang ditemukan, yaitu 1 di antara 50.000 orang.

Perdarahan hemofilia kebanyakan mengalami gangguan perdarahan di

bawah kulit; seperti luka memar jika sedikit mengalami benturan, atau luka

memar timbul dengan sendirinya jika penderita telah melakukan aktifitas

yang berat; pembengkakan pada persendian, seperti lutut, pergelangan

kaki atau siku tangan. Penderitaan para penderita hemofilia dapat

membahayakan jiwanya jika perdarahan terjadi pada bagian organ tubuh

yang vital seperti perdarahan pada otak.

Hemofilia terbagi atas tiga jenis:

• Hemofilia A; yang dikenal juga dengan nama:

– Hemofilia Klasik; karena jenis hemofilia ini adalah yang paling

banyak kekurangan faktor pembekuan pada darah.

– Hemofilia defisiensi faktor VIII; terjadi karena kekurangan faktor

VIII protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses

pembekuan darah.

• Hemofilia B; yang dikenal juga dengan nama:

– Christmas Disease; karena ditemukan untuk pertama kalinya

pada seorang bernama Steven Christmas asal Kanada.

7

– Hemofilia defisiensi faktor IX; terjadi karena kekurangan faktor IX

protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses

pembekuan darah.

• Hemofilia C

– Ditemukan pada orang Yahudi Ashkenazi.

– Hemofilia C merupakan hemofilia dengan defisiensi faktor XI.

Legg mengklasifikasikan hemofilia berdasarkan kadar atau aktivitas faktor

pembekuan (FVIII atau FIX) dalam plasma, yaitu hemofilia berat, sedang dan

ringan. Untuk kadar faktor pembekuan normal sekitar 0,5-1,5 U/dl (50-150%).

Berikut dijelaskan lebih rinci pengklasifikasiannya.

Berat Sedang Ringan

Aktivitas FVIII/FIX-U/ml(%) < 0,01 (<1) 0,01-0,05 (1-5) >0,05 (>5)

Frekuensi Hemofilia A (%) 70 15 15

Frekuensi Hemofilia B (%) 50 30 20

Usia awitan ≤ 1 tahun 1 - 2 tahun > 2 tahun

Gejala neonatus sering PCB kejadian ICH sering PCB jarang ICB tak pernah PCB jarang sekali ICB

Perdarahan oto/sendi tanpa trauma trauma ringan trauma cukup kuat

Perdarahan SSP risiko tinggi risiko sedang jarang

Perdarahan post operasi sering dan fatal butuh bebat pada operasi barat

Perdarahan oral Sering terjadi dapat terjadi kadang terjadi

Keterangan: PCB = Post circumcisional bleeding; ICH = Intracranial hemorrhage

b. Etiologi Hemofilia

Hemofilia A dan hemofilia B merupakan penyakit bawaan yang dibawa

sejak lahir yang diturunkan secara sex-linked recessive. Wanita berperan

sebagai pembawa sifat hemofilia yang diturunkan kepada anak laki-lakinya.

Wanita akan benar-benar mengalami hemofilia apabila ayahnya adalah seorang

hemofilia dan ibunya pembawa sifat. Hemofilia A dan B juga ada kemungkinan

terjadi karena mutasi spontan. Sedangkan hemofilia C diturunkan secara

8

autosomal recessive pada kromosom 4q32q35.

c. Patogenesis Hemofilia

9

Pada penderita hemofilia, faktor VIII mengalami defisiensi,

akibatnya proses pembekuan darah membutuhkan waktu yang lama

untuk tahap selanjutnya. Kondisi seperti ini mulai menghambat jalur

intrinsik, secara tidak langsung juga menghambat jalur bersama karena

faktor X tidak bisa diaktifkan pembentukan fibrin walaupun dibantu

dengan fosfolipid, trombosit tidak berarti apa-apa tanpa faktor Xa.

Untaian fibrin tidak terbentuk maka pendarahan sulit dihentikan.

Faktor koagulasinya termutasi untuk menghasilkan koagulasi

darah sempurna. Mutasi terjadi pada kromosom 23 pada Xq28 atau

Xq26. Lokus ini bertanggung jawab untuk menghasilkan faktor koagulasi

VIII dan IX. Hemofilia berat biasanya pada mutasi : inverse, insersi,

delesi, nonsense, missense.

(Sumber:Panduan Pelayanan Medik oleh Perhimpunan Dokter Spesialis

Penyakit Dalam Indonesia)

2. Gambaran Klinik dan Pemeriksaan

a. Gambaran Klinik

Perdarahan merupakan gejala dan tanda klinis khas yang sering

dijumpai pada kasus hemofilia. Perdarahan dapat timbul secara spontan

atau akibat trauma ringan sampai sedang serta dapat timbul saat bayi

mulai belajar merangkak. Manifestasi klinis tersebut tergantung pada

beratnya hemofilia (aktivitas faktor pembekuan). Tanda perdarahan yang

sering dijumpai yaitu berupa hemartrosis, hematom subkutan/

intramuskular, perdarahan mukosa mulut, perdarahan intrakranial,

epistaksis dan hematuria. Sering pula dijumpai perdarahan yang

berkelanjutan pascaoperasi kecil (sirkumsisi, ekstraksi gigi).

Hemartrosis paling sering ditemukan (85%) dengan lokasi

berturut-turut sebagai berikut, sendi lutut, siku, pergelangan kaki, bahu,

pergelangan tangan dan lainnya. Sendi engsel lebih sering mengalami

hemartrosis dibandingkan dengan sendi peluru, karena

ketidakmampuannya menahan gerakan berputar dan menyudut pada

saat gerakan volunter maupun involunter, sedangkan sendi peluru lebih

mampu menahan beban tersebut karena fungsinya.

10

Hematoma intramuskular terjadi pada otot-otot fleksor besar,

khususnya pada otot betis, otot-otot regio iliopsoas (sering pada panggul)

dan lengan bawah. Hematoma ini sering menyebabkan kehilangan darah

yang nyata, sindrom kompartmen, kompresi saraf dan kontraktur otot.

Perdarahan intrakranial merupakan penyebab utama kematian, dapat

terjadi spontan atau sesudah trauma. Perdarahan retroperitoenal dan

retrofaringeal yang membahayakan jalan napas dapat mengancam

kehidupan. Hematuria masif sering ditemukan dan dapat menyebabkan

kolik ginjal tetapi tidak mengancam kehidupan. Perdarahan pascaoperasi

sering berlanjut selama beberapa jam sampai beberapa hari, yang

berhubungan dengan penyembuhan luka yang buruk.

b. Pemeriksaan

o Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Anamnesis merupakan langkah dari pemeriksaan yang

menanyakan riwayat orang sakit dan penyakitnya pada masa

lampau.

Pemeriksaan fisik dengan melihat adanya hemartrosis,

hematom subkutan/ intramuskular, perdarahan mukosa mulut,

perdarahan intrakranial, epistaksis dan hematuria

o Pemeriksaan laboratorium

- Defisiensi faktor VIII atau IX

Apabila defisiensi faktor VIII menyebabkan

hemofilia A, jika defisiensi faktor IX menyebabkan

hemofilia B.

- aPTT memanjang

Pada hemofilia A dan hemofilia B aPTT akan

memanjang disebabkan karena defisiensi faktor

koagulasi menyebabkan terganggunya proses

koagulasi.

- PT normal

Pada hemofilia A dan hemofilia B PT dalam

keadaan normal. Karena tissue faktor VII masih

berfungsi.

- CT memanjang

11

Masa pembekuan (CT) pada hemofilia A dan

hemofilia B akan memanjang.

- Jumlah trombosit normal

Pada hemofilia A dan hemofilia B jumlah trombosit

normal.

(Sumber:Sacher, Ronald.A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan

Laboratorium. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 285)

3. Diagnosa dan Diagnosa Banding Hemofilia

a. Diagnosa

Sampai saat ini riwayat keluarga masih merupakan cara terbaik

untuk melakukan tapisan pertama terhadap kasus hemofilia, meskipun

terdapat 20-30% kasus hemofilia terjadi akibat mutasi spontan

kromosom X pada gen penyandi F VIII / FIX. Seorang anak laki-laki

diduga menderita hemofilia jika terdapat riwayat perdarahan berulang

(hemartrosis, hematom) atau riwayat perdarahan memanjang setelah

trauma atau tindakan tertentu dengan atau tanpa riwayat keluarga.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting sebelum memutuskan

pemeriksaan penunjang lainnya.

Kelainan laboratorium ditemukan pada gangguan uji hemostasis,

seperti pemanjangan masa pembekuan (CT) dan masa tromboplastin

partial teraktivasi (aPTT), abnormalitas uji thromboplastin generation,

dengan masa perdarahan dan masa protrombin (PT) dalam batas

normal.

Diagnosis definitif ditegakkan dengan berkurangnya aktivitas FVIII /

FIX, dan jika sarana pemeriksaan sitogenetik tersedia dapat dilakukan

pemeriksaan petanda gen FVIII/FIX. Aktivitas FVIII/FIX dinyatakan

dalam U/ml dengan arti aktivitas faktor pembekuan dalam 1 ml plasma

normal adalah 100%. Nilai normal aktivitas FVIII / FIX adalah 0,5-

1,5U/ml atau 50-150%. Harus diingat adalah membedakan hemofilia A

dengan penyakit von Willebrand, dengan melihat rasio FVIIIc : FVIIIag

dan aktivitas FvW (uji ristosetin) rendah.

Hemofilia A Hemofilia B Penyakit von

Willebrand

12

Pewarisan X-linked X-linked recessive Autosomal dominant

Lokasi perdarahan

utama

Sendi, otot,

pascatrauma/operasi

Sendi, otot, post

trauma/operasi

Mukosa, kulit post

trauma operasi

Jumlah trombosit Normal Normal Normal

Waktu perdarahan Normal Normal Memanjang

PPT Normal Normal Normal

aPTT Memanjang Memanjang Memanjang/normal

FVIII C Rendah Normal Rendah

FVIII AG Normal Normal Rendah

FIX Normal Rendah Normal

Tes ristosetin Normal Normal Terganggu

Keterangan : PTT:plasma protrombin time, aPTT:activated partial tromboplastin

time

Diagnosis antenatal sebenarnya dapat dilakukan pada ibu hamil

dengan risiko. Pemeriksaan aktivitas F VIII dan kadar antigen FVIII dalam darah

janin pada trimester kedua dapat membantu menentukan stasus janin terhadap

kerentanan hemofilia A. Identifikasi gen FVIII dan petanda gen tersebut lebih

baik dan lebih dianjurkan.

Seorang perempuan diduga sebagai pembawa sifat hemofilia

(karier) jika dia memiliki lebih dari satu anak lelaki pasien hemofilia atau

mempunyai seorang atau lebih saudara laki-laki dan seorang anak laki-laki

pasien hemofilia atau ayahnya pasien hemofilia. Deteksi pada hemofilia A karier

dapat dilakukan dengan menghitung rasio aktivitas FVIIIc dengan antigen

FVIIIvW. Jika nilai kurang dari 1 memiliki ketepatan dalam menentukan hemofilia

karier sekitar 90%; namun hati-hati pada keadaan hamil, memakai kontrasepsi

hormonal dan terdapatnya penyakit hati karena dapat meningkatkan aktivitas

FVIIIc. Aktivitas FVIII rata-rata pada karier 50%, tetapi kadang-kadang <30 dan

dapat terjadi perdarahan sesudah trauma atau pembedahan. Analisis genetika

dengan menggunakan DNA probe, yaitu dengan cara mencari lokus poliomorfik

pada kromosom X akan memberikan informasi yang lebih tepat.

b. Diagnosa Banding Hemofilia

Membedakan hemofilia A dari hemofilia B atau menentukan faktor mana

yang kurang dapat dilakukan pemeriksaan TGT (thromboplastin generation test)

atau dengan diferensial APTT. Namun dengan tes ini tidak dapat ditentukan

13

aktivitas masing - masing faktor. Untuk mengetahui aktivitas F VIII dan IX perlu

dilakukan assay F VIII dan IX. Pada hemofilia A aktivitas F VIII rendah sedang

pada hemofilia B aktivitas F IX rendah.

Selain harus dibedakan dari hemofilia B, hemofilia A juga perlu dibedakan

dari penyakit von Willebrand. Karena pada penyakit ini juga dapat ditemukan

aktivitas F VIII yang rendah. Penyakit von Willebrand disebabkan oleh defisiensi

atau gangguan fungsi faktor von Willebrand. Jika faktor von Willebrand kurang

maka F VIII juga akan berkurang, karena tidak ada yang melindunginya dari

degradasi proteolitik. Jadi, diagnosa banding dari hemofilia, yaitu :

• Hemofilia A dan B dengan faktor XI dan XII

• Hemofilia A dengan penyakit von wilebrand, inhibitor F VIII yang

didapat dan kombinasi defisiensi FVIII dan V kongenital

• Hemofilia B dengan penyakit hati, pemakaian warfarin, defisiensi

vitamin K, sangat jarang inhibitor FIX yang didapat

• Diagnosis banding terdekat hemofilia A adalah hemofilia B dan

penyakit von Willebrand (PvW) . Ketiganya sama-sama mengalami gangguan

perdarahan herediter akan tetapi pola pewarisannya berbeda . Hemofilia A dan B

diturunkan secara X- linked, sedangkan PvW secara autosomal resesif.

Walaupun tidak dilakukan pemeriksaan faktor VIII dan IX serta secara klinis

hemofilia A dan B sulit dibedakan, namun pada penderita tersebut di atas

kemungkinan menderita hemofilia A dengan beberapa alasan yaitu : (i) secara

epidemiologis hemofilia A lebih sering dijumpai, (ii) berespon dengan pemberian

kriopresipitat.

(Sumber:Kumar, Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi volume 2. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC. 811-819)

4. Penatalaksanaan Pada Saat Perdarahan Pada Penderita Hemofilia

a. Terapi Suportif

Pengobatan rasional pada hemofilia adalah menormalkan kadar faktor

anti hemofilia yang kurang. Namun ada beberapa hal yang harus

diperhatikan:

o Melakukan pencegahan baik menghindari luka/benturan.

14

o Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan

kadar aktivitas faktor pembekuan sekitar 30-50%.

o Untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi maka dilakukan

tindakan pertama seperti rest, ice, compressio, elevation (RICE)

pada lokasi perdarahan.

o Kortikosteroid. Pemberian kortikosteroid sangat membantu

untuk menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis akut yang

terjadi setelah serangan akut hemartrosis. Pemberian prednison

0,5-1 mg/kgBB/hari selama 5-7 hari dapat mencegah terjadinya

gejala sisa berupa kaku sendi (artrosis) yang menggangu aktivitas

harian serta menurunkan kualitas hidup pasien hemofilia.

o Analgetika. Pemakaian analgetika diindikasikan pada pasien

hemartrosis dengan nyeri hebat,dan sebaiknya dipilih analgetika

yang tidak mengganggu agregasi trombosit (harus dihindari

pemakaian aspirin dan antikoagulan).

o Rehabilitasi Medik. Sebaiknya dilakukan sedini mungkin secara

komprehensif dan holistik dalam sebuah tim, karena ketelambatan

pengelolaan akan menyebabkan kecacatan dan ketidakmampuan

baik fisik, okupasi maupun psikososial dan edukasi. Rehabilitasi

medik artrisis hemofilia meliputi: latihan pasif/aktif, terapi dingin

dan panas (hati-hati), penggunaan ortosis, terapi psikososial dan

terapi rekreasi serta edukasi.

b. Terapi Pengganti Faktor Pembekuan

Pemberian faktor pembekuan dilakukan 3 kali seminggu untuk

menghindari kecacatan fisik (terutama sendi) sehingga pasien hemofilia

dapat melakukan aktivitas normal. Namun untuk mencapai tujuan tersebut

dibutuhkan faktor anti hemofilia (AHF) yang cukup banyak dengan biaya

yang tinggi.

Terapi pengganti faktor pembekuan pada kasus hemofilia dilakukan

dengan memberikan FVIII atau FIX, baik rekombinan, konsentrat maupun

komponen darah yang mengandung cukup banyak faktor-faktor pembekuan

tersebut. Pemberian biasanya dilakukan dalam beberapa hari sampai luka

atau pembengkakan membaik; serta khususnyaselama fisioterapi.

c. Konsentrat FVIII / FIX

15

Hemofilia A berat maupun hemofilia ringan dan sedang dengan

episode perdarahan yang serius membutuhkan koreksi faktor pembekuan

dengan kadar yang tinggi yang harus diterapi dengan konsentrat F VIII yang

telah dilemahkan virusnya.

Faktor IX tersedia dalam 2 bentuk yaitu prothrombin complex

concentrates (PCC) yang berisi F II, VII, IX dan X, dan purified F IX

concentrates yang berisi sejumlah F IX tanpa faktor lain. PCC dapat

menyebabkan trombosis paradoksikal dan koagulasi intravena tersebar yang

disebabkan oleh sejumlah konsentrat faktor pembekuan lain. Risiko ini dapat

meningkat pada pemberian F IX berulang, sehingga purified konsentrat F IX

lebih diinginkan. Waktu paruh F VIII adalah 8-12 jam sedangkan F IX 24 jam

dan volum distribusi dari F IX kira-kira 2 kali dari F VIII.

d. Kriopresipitat AHF

Kriopresipitat AHF adalah salah satu komponen darah non selular

yang merupakan konsentrat plasma tertentu yang mengandung F VIII,

fibrinogen, faktor von Willebrand. Dapat diberikan apabila konsentrat F VIII

tidak ditemukan. Satu kantong kriopresipitat berisi 80-100 U F VIII. Satu

kantong kriopresipitat yang mengandung 100 U F VIII dapat meningkatkan

FVIII 35%. Efek samping dapat terjadi reaksi alergi dan demam.

e. 1-deamino 8-D Arginin Vasopresin (DDAVP) atau Desmopresin

Hormon sintetik anti deuretik (DDAVP) merangsang peningkatan

kadar aktivitas F VIII di dalam plasma sampai 4 kali, namun bersifat

sementara. Sampai saat ini mekanisme kerja DDAVP belum diketahui

seluruhnya, tetapi dianjurkan untuk diberikan pada hemofilia A ringan dan

sedang dan juga pada karier perempuan yang simtomatik. Pemberian dapat

secara intravena dengan dosis 0,3mg/kgBB dalam 30-50 NaCl 0,9% selama

15-20 menit dengan lama kerja 8 jam. Efek puncak pada pemberian ini

dicapai dalam waktu 30-60 menit. Pada tahun 1994 telah dikeluarkan

konsentrant DDAVP dalam bentuk semprot intranasal.Dosis yang dianjurkan

untuk pasien dengan BB<50 kg 150 mg (sekali semprot) , dan 300 mg untuk

pasien dengan BB>50 kg (dua kali semprot) , dengan efek puncak terjadi

setelah 60-90 menit.

Pemberian DDAVP untuk pencegahan terhadap kejadian perdarahan

sebaiknya dilakukan setiap12-24 jam.

16

Efek samping yang dapat terjadi berupa takikardia, lushing,trombosis

(sangat jarang) dan hiponatremia.Juga bisa timbul angina pada pasien

dengan PJK.

f. Antifibrinolitik

Preparat antifibrinolitik digunakan pada pasien hemofilia B untuk

menstabilisasikan bekuan/fibrin dengan cara menghambat proses

fibrinolisis.Hal ini ternyata sangat membantu dalam pengelolahan pasien

hemofilia dengan perdarahan;terutama pada kasus perdaran mukosa mulut

akibat ekstraksi gigi karena saliva banyak mengandung enzim

fibrinolitik.Epsilon Aminocaproic Acid (EACA) dapat diberikan secara oral

maupun intravena dengan dosis awal 200mg/kg BB,diikuti 100mg/kg BB

setiap 6 jam (maksimum 5 g setiap pemberian).Asam traneksamat diberikan

dengan dosis 25 mg/kg BB (maksimum 1,5 g) secara oral,atau 10 mg/kg BB

(maksimum i g) secara intravena setiap 8 jam.Asam traneksamat juga dapat

dilarutkan 10% bagian dengan cairan parental,terutama salin normal.

g. Terapi Gen

Penelitian terapi gen dengan menggunakan vektor retrovirus,

adenovirus dan adeno-associted virus memberikan harapan baru bagi pasien

hemofilia.Saat ini sedang intensif dilakukan penelitian in vivo dengan

memindahkan vektor adenovirus yang membawa gen antihemofilia ke dalam

sel hati.Gen F VIII relatif lebih sulit dibandingkan gen F IX,karena ukurannya

(9kb) lebih besar;namun akhir tahun 1998 para ahli berhasil melakukan

pemindahan plasmid-based factor VIII secara ex vivo ke fibroblas.

(Sumber:Panduan Pelayanan Medik oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit

Dalam Indonesia)

5. Komplikasi dan Prognosis Hemofilia

a. Komplikasi

Komplikasi yang sering ditemukan adalah artropati hemofilia; yaitu

penimbunan darah intra artikular yang menetap dengan akibat

degenerasi kartilago dan tulang sendi secara progresif. Hal ini

menyebabkan penurunan sampai rusaknya fungsi sendi. Hemartrosis

yang tidak dikelola dengan baik juga dapat menyebabkan sinovitis kronik

akibat proses peradangan jaringan sinovial yang tidak kunjung henti.

17

Sendi yang sering mengalami komplikasi adalah sendi lutut, pergelangan

kaki dan siku.

Perdarahan yang berkepanjangan akibat tindakan medis sering

ditemukan jika tidak dilakukan terapi pencegahan dengan memberikan

faktor pembekuan darah bagi hemofilia sedang dan berat sesuai dengan

macam tindakan medis itu sendiri (cabut gigi, sirkumsisi, apendektomi,

operasi intra abdomen/ intra torakal). Sedangkan perdarahan akibat

trauma sehari-hari yang tersering berupa hemartrosis, perdarahan

intramuskular dan hematom. Perdarahan intrakranial jarang terjadi,

namun jika terjadi berakibat fatal.

b. Prognosis Hemofilia

Pada transfusi darah, terdapat kemungkinan adanya mikroorganisme

yang menimbulkan infeksi pada resipien. Pada usia anak-anak pria lebih

sulit bertahan daripada wanita. Pada usia dewasa pria lebih dapat

bertahan daripada wanita.

18

BAB III

KESIMPULAN

Ahmad mengalami gangguan koagulasi berupa hemofilia yang herediter.

19

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Hoffbrand AV, Petitt JE. Kapita Selekta Hematologi (essential hematology). Ed.2. Jakarta:

EGC;1996.P.225-226.

Kumar, Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi volume 2. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC. 811-819.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.Hemofilia A dan B.Aru

W.Sudoyo,Bambang Setiyohadi,Idrus Alwi,Marcellus Simadibrata K,Siti Setiati.Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid III.Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2006;759-762.

Sacher, Ronald.A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 285.

20