Makalah Fiqih Tentang Mazhab

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Fiqih

Citation preview

KATA PENGANTAR

Bismillahi Rahmani Rahim

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat merangkum makalah, yang berjudul BIOGRAFI PARA IMAM MAZHABMakalah ini disusun untuk melengkapi tugas fiqih tentang Sumber Hukum dalam Islam.. Penyelesaian makalah ini bukannya tanpa hambatan dan tantangan, bahkan kadang-kadang dapat mengundang banyak pengorbanan. Namun demikian, penyusun berusaha menarik setitik hikmah. Bahwa semua itu merupakan romantika dalam mengarungi lautan ilmu yang telah menelan banyak waktu, biaya, dan tenaga.Makalah ini menyajikan biografi beberapa imam mazhab yang termasyhur diantaranya Imam Maliky, Imam Syafii, Imam Hambali dan Imam Hanafi. Dan penyusun sudah berusaha sebaik mungkin untuk dapat menyajikannya secara lebih lengkap.Adapun isi dari makalah ini diambil dari beberapa sumber, baik buku maupun internet. Yang kemudian Penyusun gabungkan menjadi satu kesatuan yang insyaallah dapat dimengerti oleh para pembaca makalah ini. Akhirnya penyusun menyadari sepenuhnya bahwa tidak tertutup kemungkinan isi makalah ini belum sesuai dengan harapan berbagai pihak, karena potensi yang penyusun miliki masih sangat terbatas oleh karena itu saran dan kritikan yang sifatnya konstruktif sangat penyusun harapkan terutama dari Bapak Daud Lubis sebagai Guru mata pelajaran Fiqih.Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi seluruh pembaca agar memeperoleh informasi mengenai biografi para imam-imam mazhab yang selama ini penetapan-penetapan hukum mereka telah kita jadikan sebagai sumber hukum. Semoga setiap gerak dan langkah yang kita tempuh selama ini akan bernilai ibadah dan mendapat ridha dari Allah SWT.AminPadangsidimpuan, 27 November 2013Penyusun,

Ahmad Marzuki Ramadhan

Ulama adalah pewaris para nabi. Keberadaannya di tengah umat bagai pelita dalam kegelapan. Titah dan bimbingannya laksana embun penyejuk dalam kehausan. Keharuman namanya pun seakan selalu hidup dalam sanubari umat.Dengan segala hikmah dan kasih sayang-Nya, AllahSubhanahu wa Taalayang Maha Hakim lagi Maha Rahim tak membiarkan umat Islam -dalam setiap generasinya- lengang dari para ulama. Diawali dari para sahabat NabiShallallahu alaihi wa sallammanusia terbaik umat ini, kemudian dilanjutkan oleh para ulama setelah mereka, dari generasi ke generasi. Orang-orang pilihan pewaris para nabi yang selalu siaga membela agama AllahSubhanahu wa Taaladari pemutarbalikan pengertian agama yang dilakukan oleh para ekstremis, kedustaan orang-orang sesat dengan kedok agama, dan penakwilan menyimpang yang dilakukan oleh orang-orang jahil. Di antara para ulama tersebut adalah Al-Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafiirahimahullahu. Seorang ulama besar umat ini yang berilmu tinggi, berakidah lurus, berbudi pekerti luhur, lagi bernasab mulia.

BAB IIPEMBAHASAN1.IMAM MALIKYA. Tahun dan Tempat Kelahiran Serta Silsilah Imam MalikyImam Maliky dilahirkan di kota Madinah daerah negeri Hijaz, menurut yang mansyur pada tahun 93 Hijriah( 712 Masehi). Nama beliau dari mulai kecil ialah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir Al ashbahy, dengan riwayat ini jelaslah bahwa beliau adalah seorang dari keturunan bangsa Arab dari dusun Dzu Ashbah, sebuah dusun di kota Himyar dari jajahan negeri Yaman.Perlu dijelaskan bahwa, nama Anas bin Malik bukanlah Anas bin Malik yang pernah menjadi sahabat dan khadam Nabi kita Muhammad SAW. Karena Anas bin malik ini adalah bin Nadhar bin Dhamdham bin Zaid Al Khazrajy , adapun yang dimaksud Anas bin Malik (ayah bagi imam Malik) itu adalah bin Abi Amir bin Amr bin Al Harits bin saad bin Auf bin Ady bin Malik bin Yazid. Anas termasuk seorang tabi;iy(seorang islam yang hidup dimasa sahabat Nabi ialah Abu Amir ).Abu Amir berasal dari kota Yaman , pindah ke Madinah dimasa Nabi kita SAW. Dengan tujuan berhijrah dari negerinya karena hendak mengikuti dakwah islam di Madinah yang sedang berkembang, Abu Amir pada waktu menjadi sahabat Nabi SAW. Adalah termasuk seorang sahabat yang setia, dan sewaktu-waktu ia ikut serta menjadi tentara untuk bertewmpur melawan musuh di kala terjadi peperangan di Badr yang besar. Adapun nama bagi ibu Imam Maliky adalah St. Al Aliyah binti Syuraik bin Abdurrahman bin Syuraik Al Azadiyah . Menurut beberapa riwayat yang termaktub dalam kitab-kitab tarikh bahwa imam Maliky ketika dalam kandungan rahim ibunya adalah dalam waktu kurang lebih dua tahun.Pada masa Imam Maliky dilahirkan, pemerintahan islam ada ditangan kekuasaan Kepala Negara Sulaiman bin Abdul Malik. Imam maliky setelah memiliki putra yang salah satunya diberi nama Abdullah, maka beliau lalu terkenal dengan gelaran Abu Abdullah, kemudian pada masa sesudah beliau menjadi seorang alim besar dan terkenal di mana-mana pada masa itu setelah ijtihad beliau pengetahuannya tentang hukum-hukum keagamaan diakui dan diikuti oleh sebagian kaum muslimin , maka hasil dari ijtihad beliau itu dikenal oleh oleh orang banyakk dengan sebutan Mazhab Imam Maliky.B. Pendidikan yang Diperoleh Imam Maliky Imam Maliky terdidik di kota Madinah dalam dalam suasana yang meliputi para sahabat , para tabiin, para anshar, para cerdik pandai dan para ahli hokum agama.Beliau terdidik di tengah-tengah m ereka itu sebagai seorang anak yang cerdas, cepat menerima pelajaran,, kuat dalam berfikir dalam menerima pelajaran, setia dan teliti. Dari kecil beliau belajar membaca Al Quraan dengan lancer di luar kepala, dan mempelajari pula tentang sunnah, dan selanjutnya setelah dewasa beliau belajar kepada para ulama dan fuqaha di kota Madinah, menghimpunkan pengetahuan yang di didengar dari mereka, menghafalkan pendapat-pendapat mereka, menaqal atsar-atsar mereka, mempelajari dengan seksama tentang pendirian-pendirian atau aliran-aliran mereka dan mengambil kaidah-kaidah mereka, sehingga beliau pandai tentang semuanya itu daripada mereka, menjadi seorang pemuka tentang sunnah dan sebagai pemimpin ahli hukum agama di negeri Hijaz.Perlu diterangkan bahwa Malik, datuk beliau adalah seorang yang termasuk pembesar tabiin dan ulama mereka yang terkemuka. Semenjak kecil beliau seorang fakir, tidak pernah mempunyai uang , karena memang bukan keturunan orang yang mampu. Sekali pun dalam keadaan demikian, namun beliau tetap sebagai seorang pelajar yang setia dalam menuntut ilmu pengetahuan, oleh sebab itu setelah itu beliau menjadi seorang alim besar di kota Madinah, bertubu-tubi hadiah yang datang disampaikan kepada beliau. C. Para Guru Imam Maliky Imam Maliky, dari kecil putra seorang tabiy yang terkenal dan cucu seorang alim besar golongan tabiin yang tertua, maka sudah tentu beliau terdidik suka kepada ilmu pengetahuan, terutama pengetahuan agama. Llebih-lebih memang sejak sejak beliau dilahirkan sudah membawa sifat-sifat dan tanda-tanda yang menunjukkan , bahwa beliau seorang yang akan menjadi pemimpin besar dalam lingkungan umat islam.Adapun guru beliau yang pertama ialah Imam Abdul Rahman bin Harmaz, seorang alim besar di kota Madinah pada masa itu, beliau berguru kepada Imam ini agak lama dan bergaul dengan erat serta bertempat tinggal di rumahnya sampai beberapa tahun, dan tidak ada guru beliau yang bergaul erat dan rapat sampai lama, selain dari Imam Abdur Rahman bin Hamzah ini.Ketika beliau hendak mempelajari ilmu fiqih dengan sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya, beliau lalu belajar kepada seorang alim besar ahli fiqih di Madinah pada masa itu, yang terkenal dengan nama Rabiah ar-Rayi. Beliau ini wafat pada tahun 136 Hijriah, dan ketika beliau hendak mempelajari ilmu hadits, beliau lalu belajar kepada Imam Nafi maula ibnu Umar, beliau ini wafat pada tahun 117 hijriah, dan beliau berguru juga kepada Imam Ibnu Syaibah Az Zuhry. Beliau ini wafat pada tahun 124 hijriah .Para guru beliau, selain daripada empat orang yang tersebut itu ada juga dan tidak hanya seorang dua saja, tetapi berpuluh-puluh orang yang diantaranya adalah Imam Ibrahim bin Abi Ablah Al- Uqaily, wafat pada tahun 152 H, Imam Jafar bin Muhammad bin Ali, wafat pada tahun 148 H , Imam Ismail bin Abi Hakim Al Madany wafat pada tahun 130 H , Imam Tsaur bin Zaid Ad Daily, wafat pada tahun 135 H, Imam Humaid bin Abi Humaid Abi Humaid At Tawwil, wafat pada tahun 143 H, imam Daud bin Hashin Al-Amawy, wafat pada tahun 135 H , Imam Hamid bin Qais Al Araj, wafat pada tahun 139 H, Imam Zaid bin Aslam Al Madany, tahun 136 H, Imam Zaid bin Abi Anisah, wafat pada tahun 135 H, Imam Salim bin Abi Umayyah Al Qurasyy, wafat b pada tahun 129 H. Inilah diantara para guru Imam Maliky, yang dari antara mereka itu hingga kini masih tercatat dalam kitab-kitab hadits sebagai perawi hadits. Dari sepanjang riwayat, jumlah guru beliau yang utama itu tidak kurang dari 700 orang, dan dari antara yang sekian banyaknya itu ada 300 orang yang tergolong ulama tabiin.D. Keadaan Pribadi dan Sifat-Sifat Imam MalikyImam Maliky adalah seorang yang badannya tinggi serta besar , berkulit merah kekuningan, kepalanya besar serta botak, janggutnya panjang. Pada saat rambut kepalanya telah mulai beruban, beliau tidak suka menghitami rambutnya, bahkan rambutnya yang berubah dianggapnya sebgai cahaya yang bersinar di atas kepalanya. Keadaan pribadi beliau memang gagah, kuat dan baik, ditambah dengan kesukaannya kepada pakaian yang bagus serta bersih . Kedua pandangan matanya ada berwarna biru serta bersinar, sebagai tanda yang menunjukkan bahwa beliaumemeng seorang yang tajam pandangan matanya. Beliau tidak suka kepada pakaian kotor , yang buruk dan yang berbau busuk Karena kecuali beliau seorang yang suka kepada pakaian yang bagus , bersih, pun beliau suka memakai bau-bauan yang harum..Beliau berpendirian: bahwa orang ahli ilmu itu hendaknya menunjukkan penghormatanya kepada ilmunya dengan jalan memelihara pakaiannya dan kesopanannya serta gerak geriknya, agar ilmu yang ada dalam dadanya itu tidak disia-siakan orang.E. Kehebatan Majelis Imam Maliky Majelis pelajaran imam Maliky adalah suatu majelis yang mempunyai keagunan dan mengandung kehebatan , majelis yang diliputi oleh suasana yang sangat hebat dan prabawa yang menakutkan, karena pribadi beliau adalah mempunyai prabawa (haibah) yang besar, seorang yang waspada. Dalam majelisnya tidak ada sedikit pun suara yang mengganggu orang banyak yang sedang mendengarkannya, dan tidak ada suara perbantahan dan percekcokan. Beliau mempunyai seorang penulis, namanya Habib, untuk menuliskan catatan beliau dan membacakan pengajaran-pengajaran beliau kepada orang banyak. Tidak seorang juga dari antara yang mengunjungi majelis beliau yang berani mendekati tempat beliau duduk, dan tidak ada pula yang berani melihat catatannya, karena dari hebatnya pribadi beliau dan menghormati kepada beliau dimajelisnya. Dan apabila si Habib (penulis beliau) bersalah dalam menuliskannya, maka seketika itu beliau membenarkannya. F. Kepandaian Imam Maliky Tentang Pengetahuan Agama Kepandaian imam Maliky tentang ilmu pengetahuan agama sepanjang riwayat adalah sebagai berikut: Pada saat sebelum dewasa (baligh) beliau telah hafal Al Quran diluar kepala dengan arti kata yang sesungguhnya. Di kala itu sebagian para ulama telah menduga, bahwa beliau akan menjadi seorang besar. Kemudian dikala umur kurang lebih 17 tahun, beliau sudah mempunyai kepandaian tentang berbagai macam pengetahuan agama dan cabang-cabangnya. Selanjutnya beliau menyelami ilmu hadits dengan sedalam dalamnya dan seluas luasnya, sehingga banyak para ulama besar dari luar koya madinah yang datang berduyung berduyung kepada beliau untuk mengisap ilmu pengetahuaanya yang luas itu. Imam ibu hanifah sendiri dikala itu pernah ditanya orang tentang kepandaian imam maliky, beliau menjawab : saya belum pernah menjumpai seorang yang lebih alim dari pada malik. Imam al laits bin saad berkata : pengetahuan imam malik adalah pengetahuan orang yang takwa kepada ALLAH, dan pengetahuan imam malik boleh di percaya bagi orang yang benar benar hendak mengambil pengetahuan.Imam yahya bin syubah pernah berkata : pada masa itu tidak ada seorang pun yang dapat menduduki kursi mufty di masjid nabi saw. Selain dari pada imam maliky.Alhasil, imam maliky adalah seorang alim besar tentang ilmu agama pada masanya, sehingga dari karenanya beliau terkenal dengan seorang ahli kota Madinah. Dan terkenal pula dengan Imam di negeri Hijrah.Kemudian dikala itu terbitlah suatu pernyataan dari para ulama terkemuka yang berarti : tidaklah selayaknya seorang fatwa tentang urusan keagamaan, padahal Imam M alik masih ada di kota madinah.G. Kepandaian Imam Maliky Tentang Ilmu HaditsTentang kepandaian imam Maliky tentang ilmu hadits, tidak perlu kiranya direntang panjangkan lagi, karena pernyataan para ulama yang terkemuka di masa itu telah cukup menjadi bukti, bahwa beliau seorang yang ahli tentang ilmu hadits. Dari antara peryataan mereka itu adalah sebagai berikut : 1. Imam Muhammad bin Idris Asy Syafiiy berkataapa bila datang hadits kepadamu dari Imam Malik, maka pegang teguhlah olehmu dengan tanganmu, karena ia menjadi alasan bagi kamu.2. Juga beliau berkata : apabila disebut-sebut ulama ahli hadis, maka Imam Malik-lah bintangnya, dan tidak ada seorang pun yang lebih aku percaya tentang hadis, selain dari pada Imam Malik.3. Pada beliau pernah berkata : Imam Malik dan Imam Ibnu Uyainah, kedua-duanya adalah berkawan erat pada suatu masa.4. Imam Sufyan bin Uyainah sendiri pernah berkata :Imam Malik adalah tidak suka menyampaikan hadits, melainkan yang terang dari Nabi SAW.5. Juga Imam Sufyan pernah berkata : tidak ada seorang pun yang amat teliti menyelidiki orang-orang yang meriwayatkan hadits-hadits Nabi dan yang lebih mengetahui akn kelakuan mereka selain dari pada Imam Maliki.6. Selanjutnya beliau pernah berkata : semoga Allah melimpahkan rahmatnya kepada Imam Malik,karena dari keras dan awasnya memeriksa orang-orang yang meriwayatkan hadits.H. Cara Imam Maliki Memberi Fatwa Yang mulia Imam Maliki adalah seorang yang terkenal alim besar, tetapi amat berhati-hati dan sangat teliti dalam urusan hokum-hukum keagamaan, terutama dalam urusan riwayat yang dikatakan hadits dari Nabi SAW. Dalam hal ini, disini dengan singkat kami uraikan cara-cara beliau dalam member jawaban atas pertanyan-pertanyaan yang dikemukakan kepada beliau atau cara memberikan fatwa tentang hokum-hukum keagamaan. 1. Imam Abu Mazhab meriwayatkan, bahwa Imam Maliki pernah berkata: aku belum pernah memberi fatwa tentang suatu masalah, sehingga aku mengambil saksi dengan 70 orang ulama, bahwa aku memang ahlidalam soal demikian itu.2. Imam Asy Syafi berkata :sungguh aku telah menyaksikan pada Imam Maliki, bahwa beliau pernah ditanya masalah-masalah sebanyak 48 masalah.3. Imam Musa Bin Dawud berkata:Imam Malik pernah ditanya beberapa masalah di negeri Irak sampai 40 masalah, tetapi beliau tidaklah menjawab pertanyaan-pertanyaan (masalah-masalah) yang sekian banyaknya itu, melainkan hanya 5 masalah.I. Dasar-Dasar Hukum yang Diambil Oleh Imam Maliky.Yang mulia Imam Maliki, sebagaimana di muka telah kami uraikan adalah beliau seorang alim ahli hadis yang terkemuka dimasanya,dengan demikian tentu saja beliau adlah seorang yang pandai tentang kitab allah (Alquran).Beliau memberikan fatwa tentang urusan hokum-hukum keagamaan, adalah berdasarkan kepada kitab Allah dan Sunnah Rasulullah SAW. Atau hadits-hadits Nabi yang telah beliau ketahui dan beliau anggap sah (terang). Dalam hal ini beliau pernah berkata :hukum itu ada dua macam:1. Hukum yang telah di datangkan oleh Allah atau Alquran,dan 2. Hukum yang datang dari Sunnah Rasul-NyaTentang urusan hadist-hadist Nabi SAW. Beliau sangat berhati-hati dan amat teliti, sebagaimana di atas telah kami riwayatkan. Bahkan telah diriwayatkan oleh Imam Musa bin Daud, bahwa beliau (Imam Malik) jika telah ragu-ragu tentang sesuatu hadis, lalu segera melemparnya sama sekali. Dari karenanya hadis-hadis telah dipandang kuat dan dianggap sah oleh beliau,lalu dipergunakan alasan sebagaimana dasar-dasar untuk menetapkan hukum.Dan beliau pernah berkata:barang apa yang ada di kitab Allah,atau barang apa yang telah dihukumkan atau di putuskan oleh Sunnah Rasullulah SAW. Maka ia itulah yang benar, tidak ada keragu-raguan padanya.Imam Maliki apabila hendak memutuskan suatu hukum, padahal sepanjang penyelidikan bekiau belum di dapati nash (keterangan) yang jelas dari Alquran, dan belum tidak pula di dapati nashnya dari sunnah Rasullulah SAW. Maka beliau mengikut ijma para ulama ahli Madinah. Dan apa bila tidak di dapati ijma ulama ahli Madinah, maka barulah beliau mengambil dan memutuskan dengan jalan Qiyas,memperbandingkan dari ayat Alquran dan Sunnah Rasul. Kemudian tidak mungkin dengan jalan Qiyas, tidak dapat dengan jalan memperbandingkan hukum dari Quran dan Sunnah, maka beliau baru memutuskan dengan jalan Mahalihul-Mursalah atau istishlah yakni memelihara tujuan agama dengan jalan menolak kebinasaan atau mnuntut kebaikan.Adapun hokum-hukum yang beliau ambil dengan dasar Qiyas dan Istishlah itu, ialah segala perkara yang bersangkut paut dengan urusan Muamalah atau yang berhubungan dengan urusan keduniaan, bukan yang bertalian dengan urusan Ubudiyah(peribadatan). Demikianlah singkatnya tentang dasar-dasar hokum yang di ambil oleh Imam Maliky.J. Dasar-Dasar Mazhab Imam MalikiDiatas telah kami uaraikan tentang dasar-dasar hokum yang diambil dan dilakukan oleh Imam Maliki. Maka dengan dasar yang telah diambil dan dilakukan oleh beliau yang utama itu, kami dapat mengambil kesimpulan, bahwa dasar mazhab beliau itu ialah sebagai berikut:1. Kitab Allah (Al-Quran)2. Sunnah Rasul yang telah beliau pandang sah3. Ijma para ulama ahli madinah. Dan dengan dasar ini kadang-kadang beliau menolak hadis apabilah ternyata berlawanan atau tidak diamalkan oleh para ulama madinah.4. Qiyas dan 5. Istishlah atau mashalihul mursalah. Artinya istishlah ialah mengekalkan apa yang telah ada karena ketiadaan yang mengubahkan hokum, atau karena sesuatu hal yang belum diyakini. Adapun mashalihul mursalah ialah memelihara tujuan syara (pimpinan agama) dengan jalan menolak segalah sesuatu yang merusakkna makhluk.K. Kewafatan Imam MalikyYang mulia Imam Maliky, sesudah lebih dari 60 tahun menjabat selaku mufty besar di Madinah, sesudah lebih dari 60 tahun menjabat guru besar dalam urusan agama di kota Madinah,sesudah lebih dari 60 tahun mengorbankan tenaganya, pikiranya dan kadang-kadang harta bendanya untuk kepentingan hdis-hadis Nabi SAW. Dan sesudah lebih dari 60 tahun memberikan pelajaran kepada khalayk ramai tentang urusan agama Islam, maka pada hari Ahad tgl 10 bulan Rabbiul Awal tahun 179 hijrah(798 masehi) wafatlah beliau dengan tenang, dalam usia 87 tahun.Sepanjang riwayat : dikala beliau hamper wafat, lalu beliau berpesan supaya dikafani (diulasi) dengan sebagian kain putih yang biasa dipakainya, dan disembahyankan jenazah. Kemudian jenazah beliau dimakamkan di Baqi di luar kota Madinah, ialah sebuah tempat kubur di kala itu yang terkenal hingga sekarang . Tidak sedikit jumlah orang yang memakamkan jenazah beliau. Beliau wafat,selain meninggalkan kitab karangannya yang terkenal Al-Muwaththa, yang hingga kini masih tetap menjadi sebuah kitab yang bermutu tinggi di dalam lingkungan masyarakat umat islam, yang juga beliau meninggalkan beberapa ratus pata kata yang mengandung tuntunan luhur bagi umat islam. Disamping itu beliau meninggalkan beberapa orang anak buah pimpinan beliau, yang akhirnya menjadi ulama dan zuama muslimin yang terkemuka di dunia islam pada masa kemudian beliau.Berita kewafatan beliau dikala itu setelah tersiar di seluruh dunia islam, terutama di kota Irak (pusat pemerintahan islam di masa itu), gonjanglah umat islam di mana-mana di kala itu, terutama umat islam di Irak, dan pada umumnya merasa bersedih terhadap kewafatannya.Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.Beliau wafat meningglkan tiga orang putra dan seorang puteri, yang nama-namanya ialah: Yahya, Muhammad, Hammadah, dan Ummu Abiha. Dan harta yang ditinggalkan ialah uang emas sebanyak lebih dari 3. 300 dinar.

2.IMAM SYAFIIA.Nasab Imam Syafii Nama Al-Imam Asy-Syafii adalah Muhammad bin Idris. Beliau berasal dari Kabilah Quraisy yang terhormat (Al-Qurasyi), tepatnya dari Bani Al-Muththalib (Al-Muththalibi) dan dari anak cucu Syafi bin As-Saib (Asy-Syafii). Adapun ibu beliau adalah seorang wanita mulia dari Kabilah Azd (salah satu kabilah negeri Yaman). Kunyah beliau Abu Abdillah, sedangkan laqab (julukan) beliauNashirul Hadits(pembela hadits NabiShallallahu alaihi wa sallam). Nasab beliau bertemu dengan nasab Nabi MuhammadShallallahu alaihi wa sallampada Abdu Manaf bin Qushay, sebagaimana dalam silsilah garis keturunan beliau berikut ini: Muhammad bin Idris bin Al-Abbas bin Utsman bin Syafi bin As-Saib bin Ubaid bin Abdu Yazid bin Hasyim bin Al-Muththalib binAbdu Manaf bin Qushaybin Kilab bin Murrah bin Kab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Mad bin Adnan. (Manaqib Asy-Syafiikarya Al-Imam Al-Baihaqirahimahullahu, 1/76, 472,Siyar Alamin Nubalakarya Al-Imam Adz-Dzahabirahimahullahu, 10/5-6, danTahdzibul Asma wal Lughat karya Al-Imam An-Nawawirahimahullahu, 1/44)B.Kelahiran Dan Masa Tumbuh Kembang Al-Imam Asy-Syafii Para sejarawan Islam sepakat bahwa Al-Imam Asy-Syafii dilahirkan pada tahun 150 H. Di tahun yang sama, Al-Imam Abu Hanifah An-Numan bin Tsabit Al-Kufirahimahullahumeninggal dunia. Adapun tempat kelahiran beliau, ada tiga versi: Gaza, Asqalan, atau Yaman.Menurut Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-AsqalanirahimahullahudalamTawalit Tasis Bimaali Ibni Idris(hal. 51-52), tidak ada pertentangan antara tiga versi tersebut, karena Asqalan adalah nama sebuah kota di mana terdapat Desa Gaza. Sedangkan versi ketiga bahwa Al-Imam Asy-Syafii dilahirkan di Yaman, menurut Al-Imam Al-Baihaqi, bukanlah negeri Yaman yang dimaksud, akan tetapi tempat yang didiami oleh sebagian kabilah Yaman, dan Desa Gaza termasuk salah satu darinya. (LihatManhaj Al-Imam Asy-Syafii Fi Itsbatil Akidahkarya Dr. Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Aqil, 1/21-22, danManaqib Asy-Syafii, 1/74) Dengan demikian tiga versi tersebut dapat dikompromikan, yaitu Al-Imam Asy-Syafii dilahirkan di Desa Gaza, Kota Asqalan (sekarang masuk wilayah Palestina) yang ketika itu didiami oleh sebagian kabilah Yaman. Para pembaca yang mulia, di Desa Gaza, Asy-Syafii kecil tumbuh dan berkembang tanpa belaian kasih seorang ayah alias yatim. Walau demikian, keberadaan sang ibu yang tulus dan penuh kasih sayang benar-benar menumbuhkan ketegaran pada jiwa beliau untuk menyongsong hidup mulia dan bermartabat. Pada usia dua tahun sang ibu membawa Asy-Syafii kecil ke bumi Hijaz.[1]Di Hijaz, Asy-Syafii kecil hidup di tengah-tengah keluarga ibunya (keluarga Yaman). Di sana pula Asy-Syafii kecil belajar Al-Quran dan dasar-dasar ilmu agama, sehingga pada usia tujuh tahun beliau telah berhasil menghafalkan Al-Quran dengan sempurna (30 juz). Saat memasuki usia sepuluh tahun, sang ibu khawatir bila nasab mulia anaknya pudar. Maka dibawalah si anak menuju Makkah agar menapak kehidupan di tengah-tengah keluarga ayahnya dari Kabilah Quraisy. Kegemaran beliau pun tertuju pada dua hal: memanah dan menuntut ilmu. Dalam hal memanah beliau sangat giat berlatih, hingga dari sepuluh sasaran bidik, sembilan atau bahkan semuanya dapat dibidiknya dengan baik. Tak ayal bila kemudian unggul atas kawan-kawan sebayanya. Dalam hal menuntut ilmu pun tak kalah giatnya, sampai-sampai salah seorang dari kerabat ayahnya mengatakan: Janganlah engkau terburu menuntut ilmu, sibukkanlah dirimu dengan hal-hal yang bermanfaat (bekerja)! Namun kata-kata tersebut tak berpengaruh sedikitpun pada diri Asy-Syafii. Bahkan kelezatan hidup beliau justru didapat pada ilmu dan menuntut ilmu, hingga akhirnya AllahSubhanahu wa Taalakaruniakan kepada beliau ilmu yang luas. (Tawalit Tasis Bimaali Ibni Idrishal. 51-52,Manhaj Al-Imam Asy-Syafii Fi Itsbatil Akidah, 1/22-23)C. Perjalanan Al-Imam Asy-Syafiidalam Menuntut Ilmu Di Kota Makkah dengan segala panorama khasnya, Asy-Syafii kecil mulai mendalami ilmu nahwu, sastra Arab, dan sejarah. Keinginan beliau untuk menguasainya pun demikian kuat. Sehingga setelah memasuki usia baligh dan siap untuk berkelana menuntut ilmu, bulatlah tekad beliau untuk menimba ilmu bahasa Arab dari sumbernya yang murni. Pilihan pun jatuh pada Suku Hudzail yang berada di perkampungan badui pinggiran Kota Makkah, mengingat Suku Hudzail -saat itu- adalah suku Arab yang paling fasih dalam berbahasa Arab. Dengan misi mulia tersebut Asy-Syafii seringkali tinggal bersama Suku Hudzail di perkampungan badui mereka. Aktivitas ini pun berlangsung cukup lama. Sebagian riwayat menyebutkan sepuluh tahun dan sebagian lainnya menyebutkan dua puluh tahun. Tak heran bila di kemudian hari Asy-Syafii menjadi rujukan dalam bahasa Arab. Sebagaimana pengakuan para pakar bahasa Arab di masanya, semisal Al-Imam Abdul Malik bin Hisyam Al-Muafiri (pakar bahasa Arab di Mesir), Al-Imam Abdul Malik bin Quraib Al-Ashmai (pakar bahasa Arab di Irak), Al-Imam Abu Ubaid Al-Qasim bin Sallam Al-Harawi (sastrawan ulung di masanya), dan yang lainnya.[2](LihatTawalit Tasis Bimaali Ibni Idrishal. 53,Al-Bidayah wan Nihayahkarya Al-Hafizh Ibnu Katsirrahimahullahu, 10/263,Manaqib Asy-Syafii1/102) Kemudian AllahSubhanahu wa Taalaanugerahkan kepada Al-Imam Asy-Syafii kecintaan pada fiqh (mendalami ilmu agama). Mushab bin Abdullah Az-Zubairi menerangkan bahwa kecintaan Al-Imam Asy-Syafii pada fiqh bermula dari sindiran sekretaris ayah Mushab. Kisahnya, pada suatu hari Al-Imam Asy-Syafii sedang menaiki hewan tunggangannya sembari melantunkan bait-bait syair. Maka berkatalah sekretaris ayah Mushab bin Abdullah Az-Zubairi kepada beliau: Orang seperti engkau tak pantas berperilaku demikian. Di manakah engkau dari fiqh? Kata-kata tersebut benar-benar mengena pada jiwa Al-Imam Asy-Syafii, hingga akhirnya bertekad untuk mendalami ilmu agama kepada Muslim bin Khalid Az-Zanji -saat itu sebagai Mufti Makkah- kemudian kepada Al-Imam Malik bin Anas di Kota Madinah. (LihatManaqib Asy-Syafii, 1/96) Upaya menimba berbagai disiplin ilmu agama ditempuhnya dengan penuh kesungguhan. Dari satu ulama menuju ulama lainnya dan dari satu negeri menuju negeri lainnya; Makkah-Madinah-Yaman-Baghdad. Di daerahnya (Makkah), Al-Imam Asy-Syafii menimba ilmu dari Muslim bin Khalid Az-Zanji, Dawud bin Abdurrahman Al-Aththar, Muhammad bin Ali bin Syafi, Sufyan bin Uyainah, Abdurrahman bin Abu Bakr Al-Mulaiki, Said bin Salim, Fudhail bin Iyadh, dan yang lainnya. Pada usia dua puluh sekian tahun -dalam kondisi telah layak berfatwa dan pantas menjadi seorang imam dalam agama ini- Al-Imam Asy-Syafii berkelana menuju Kota Madinah guna menimba ilmu dari para ulama Madinah: Al-Imam Malik bin Anas, Ibrahim bin Abu Yahya Al-Aslami, Abdul Aziz Ad-Darawardi, Aththaf bin Khalid, Ismail bin Jafar, Ibrahim bin Sad, dan yang semisal dengan mereka. Kemudian ke negeri Yaman, menimba ilmu dari para ulamanya: Mutharrif bin Mazin, Hisyam bin Yusuf Al-Qadhi, dan yang lainnya. Demikian pula di Baghdad, beliau menimba ilmu dari Muhammad bin Al-Hasan Asy-Syaibani ahli fiqh negeri Irak, Ismail bin Ulayyah, Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi, dan yang lainnya. (Diringkas dariSiyar Alamin Nubala, 10/6, 7, dan 12)D.Kedudukan Al-Imam Asy-Syafiidi Mata Pembesar Umat Perjalanan Al-Imam Asy-Syafii yang demikian panjang dalam menuntut ilmu benar-benar membuahkan keilmuan yang tinggi, prinsip keyakinan (manhaj) yang kokoh, akidah yang lurus, amalan ibadah yang baik, dan budi pekerti yang luhur. Tak heran bila kemudian posisi dan kedudukan beliau demikian terhormat di mata pembesar umat dari kalangan para ahli di bidang tafsir, qiraat Al-Quran, hadits, fiqh, sejarah, dan bahasa Arab. Kitab-kitab biografi yang ditulis oleh para ulama pun menjadi saksi terbaik atas itu semua. Berikut ini contoh dari sekian banyak penghormatan pembesar umat terhadap Al-Imam Asy-Syafii yang terdapat dalam kitab-kitab tersebut: Dalam kitabTahdzibut Tahdzibkarya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalanirahimahullahu disebutkan bahwa: Al-Imam Abu Zurah Ar-Razirahimahullahuberkata: Tidak ada satu hadits pun yang Asy-Syafii keliru dalam meriwayatkannya. Al-Imam Abu Dawudrahimahullahuberkata: Asy-Syafii belum pernah keliru dalam meriwayatkan suatu hadits. Al-Imam Ali bin Al-Madinirahimahullahuberkata kepada putranya: Tulislah semua yang keluar dari Asy-Syafii dan jangan kau biarkan satu huruf pun terlewat, karena padanya terdapat ilmu. Al-Imam Yahya bin Mainrahimahullahuberkata tentang Asy-Syafii: Tsiqah (terpercaya).Al-Imam Yahya bin Said Al-Qaththanrahimahullahuberkata: Aku belum pernah melihat seseorang yang lebih berakal dan lebih paham tentang urusan agama daripada Asy-Syafii. Al-Imam An-Nasairahimahullahuberkata: Asy-Syafii di sisi kami adalah seorang ulama yang terpercaya lagi amanah. Al-Imam Mushab bin Abdullah Az-Zubairirahimahullahuberkata: Aku belum pernah melihat seseorang yang lebih berilmu dari Asy-Syafii dalam hal sejarah. Dalam Mukadimah Asy-Syaikh Ahmad bin Muhammad Syakirrahimahullahuterhadap kitabAr-Risalahkarya Al-Imam Asy-Syafii (hal. 6) disebutkan bahwa Al-Imam Ahmad bin Hanbalrahimahullahuberkata: Kalau bukan karena Asy-Syafii (atas kehendak AllahSubhanahu wa Taala, pen.), niscaya kami tidak bisa memahami hadits dengan baik.Beliau juga berkata: Asy-Syafii adalah seorang yang paling paham tentang Kitabullah dan Sunnah RasulullahShallallahu alaihi wa sallam. Dalam kitab Manaqib Asy-Syafiikarya Al-Imam Dawud bin Ali Azh-Zhahirirahimahullahudisebutkan: Telah berkata kepadaku Ishaq bin Rahawaih: Suatu hari aku pergi ke Makkah bersama Ahmad bin Hanbal untuk berjumpa dengan Asy-Syafii. Aku pun selalu bertanya kepadanya tentang sesuatu (dari agama ini) dan aku dapati beliau sebagai seorang yang fasih serta berbudi pekerti luhur. Setelah kami berpisah dengan beliau, sampailah informasi dari sekelompok orang yang ahli di bidang tafsir Al-Quran bahwa Asy-Syafii adalah orang yang paling mengerti tafsir Al-Quran di masa ini. Kalaulah aku tahu hal ini, niscaya aku akan bermulazamah (belajar secara khusus) kepadanya.Dawud bin Ali Azh-Zhahiri berkata: Aku melihat adanya penyesalan pada diri Ishaq bin Rahawaih atas kesempatan yang terlewatkan itu.Dalam kitabManaqib Asy-Syafiikarya Al-Imam Al-Baihaqirahimahullahu(2/42-44 dan 48) disebutkan bahwa:Al-Imam Abdul Malik bin Hisyam Al-Muafirirahimahullahuberkata: Asy-Syafii termasuk rujukan dalam bahasa Arab.Al-Imam Abdul Malik bin Quraib Al-Ashmairahimahullahuberkata: Aku mengoreksikan syair-syair Suku Hudzail kepada seorang pemuda Quraisy di Makkah yang bernama Muhammad bin Idris Asy-Syafii.Al-Imam Abu Ubaid Al-Qasim bin Sallam Al-Harawirahimahullahuberkata: Adalah Asy-Syafii sebagai rujukan dalam bahasa Arab atau seorang pakar bahasa Arab. Al-Imam Ahmad bin Hanbalrahimahullahuberkata: Perkataan Asy-Syafii dalam hal bahasa Arab adalah hujjah.Al-Mubarridrahimahullahuberkata: Semoga AllahSubhanahu wa Taalamerahmati Asy-Syafii. Beliau termasuk orang yang paling ahli dalam hal syair, sastra Arab, dan dialek bacaan (qiraat) Al-Quran.E. Menelusuri Prinsip Keyakinan (Manhaj) Al-Imam Asy-Syafii Prinsip keyakinan (manhaj) Al-Imam Asy-Syafii sesuai dengan prinsip keyakinan (manhaj) RasulullahShallallahu alaihi wa sallamdan para sahabatnya. Untuk lebih jelasnya, simaklah keterangan berikut ini:a. Pengagungan Al-Imam Asy-Syafii terhadap Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam Al-Imam Asy-Syafii adalah seorang ulama yang selalu merujuk kepada Al-Quran dan Sunnah RasulullahShallallahu alaihi wa sallam, serta berpegang teguh dengan keduanya. Cukuplah karya monumental beliau, kitabAl-Umm(terkhusus padaKitab Jimaul IlmidanKitab Ibthalul Istihsan) dan juga kitabAr-Risalahmenjadi bukti atas semua itu. Demikian pula beliau melarang dari taklid buta. Sebagaimana dalam wasiat beliau berikut ini: Jika kalian mendapati sesuatu pada karya tulisku yang menyelisihi Sunnah RasulullahShallallahu alaihi wa sallam, maka ambillah Sunnah RasulullahShallallahu alaihi wa sallamtersebut dan tinggalkan perkataanku. Jika apa yang aku katakan menyelisihi hadits yang shahih dari NabiShallallahu alaihi wa sallam, maka hadits NabiShallallahu alaihi wa sallamlah yang lebih utama, dan jangan kalian taklid kepadaku. (LihatManaqib Asy-Syafii, 1/472 dan 473) Al-Imam Al-Muzanirahimahullahu(salah seorang murid senior Al-Imam Asy-Syafii) di awal kitabMukhtashar-nya berkata: Aku ringkaskan kitab ini dari ilmu Muhammad bin Idris Asy-Syafiirahimahullahuserta dari kandungan ucapannya untuk memudahkan siapa saja yang menghendakinya, seiring dengan adanya peringatan dari beliau agar tidak bertaklid kepada beliau maupun kepada yang lainnya. Hal itu agar seseorang dapat melihat dengan jernih apa yang terbaik bagi agamanya dan lebih berhati-hati bagi dirinya. (Dinukil dariManhaj Al-Imam Asy-Syafii fi Itsbatil Akidah, 1/127)b. Hadits ahad dalam pandangan Al-Imam Asy-Syafii rahimahullahu Menurut Al-Imam Asy-Syafii (dan para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah selainnya), tak ada perbedaan antara hadits mutawatir dan hadits ahad dalam hal hujjah, selama derajatnya shahih. Bahkan dalam kitabAr-Risalah(hal. 369-471), Al-Imam Asy-Syafii menjelaskan secara panjang lebar bahwa hadits ahad adalah hujjah dalam segenap sendi agama. Lebih dari itu beliau membantah orang-orang yang mengingkarinya dengan dalil-dalil yang sangat kuat. Sehingga patutlah bila beliau dijulukiNashirul Hadits(pembela hadits NabiShallallahu alaihi wa sallam).[3]c. Tauhid dalam pandangan Al-Imam Asy-Syafii rahimahullahu Al-Imam Asy- Syafii merupakan sosok yang kokoh tauhidnya. Sangat mendalam pengetahuannya tentang tauhid dan jenis-jenisnya, baik tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah maupun tauhid asma wash shifat. Bahkan kitab-kitab beliau merupakan contoh dari cerminan tauhid kepada AllahSubhanahu wa Taala. Di antaranya apa yang terdapat dalam mukadimah kitabAr-Risalahberikut ini: Segala puji hanya milik Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, mengadakan gelap dan terang, namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Rabb mereka. Segala puji hanya milik Allah yang tidaklah mungkin satu nikmat dari nikmat-nikmat-Nya disyukuri melainkan dengan nikmat dari-Nya pula. Yang mengharuskan seseorang kala mensyukuri kenikmatan-Nya yang lampau untuk mensyukuri kenikmatan-Nya yang baru.[4]Siapa pun tak akan mampu menyifati hakikat keagungan-Nya. Dia sebagaimana yang disifati oleh diri-Nya sendiri dan di atas apa yang disifati oleh para makhluk-Nya. Aku memuji-Nya dengan pujian yang selaras dengan kemuliaan wajah-Nya dan keperkasaan ketinggian-Nya.[5]Aku memohon pertolongan dari-Nya, suatu pertolongan dari Dzat yang tidak ada daya dan upaya melainkan dari-Nya. Aku memohon petunjuk dari-Nya, Dzat yang dengan petunjuk-Nya tidak akan tersesat siapa pun yang ditunjuki-Nya. Aku pun memohon ampunan-Nya atas segala dosa yang telah lalu maupun yang akan datang, permohonan seorang hamba yang meyakini bahwa tiada yang berhak diibadahi melainkan Dia, seorang hamba yang mengetahui dengan pasti bahwa tiada yang dapat mengampuni dosanya dan menyelamatkannya dari dosa tersebut kecuali Dia. Aku bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak diibadahi melainkan Dia semata, dan aku bersaksi pula bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya[6] Al-Imam Asy-Syafii sangat berupaya untuk menjaga kemurnian tauhid. Oleh karena itu, beliau sangat keras terhadap segala perbuatan yang dapat mengantarkan kepada syirik akbar (syirik besar yang mengeluarkan pelakunya dari Islam), seperti mendirikan bangunan di atas kubur dan menjadikannya sebagai tempat ibadah, bersumpah kepada selain AllahSubhanahu wa Taala, dan sebagainya. (Manhaj Al-Imam Asy-Syafii Fi Itsbatil Akidah, 2/517) Penting untuk disebutkan pula bahwa prinsip Al-Imam Asy-Syafii dalam hal tauhid asma wash shifat sesuai dengan prinsip RasulullahShallallahu alaihi wa sallamdan para sahabatnyaradhiyallahu anhumserta menyelisihi prinsip kelompok Asyariyyah ataupun Maturidiyyah.[7]Yaitu menetapkan semua nama dan sifat bagi AllahSubhanahu wa Taalasebagaimana yang disebutkan dalam Al-Quran dan dijelaskan dalam hadits NabiShallallahu alaihi wa sallamyang shahih. Menetapkannya tanpa menyerupakan dengan sesuatu pun, dan mensucikan AllahSubhanahu wa Taalatanpa meniadakan (tathil) nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Sebagaimana yang dikandung firman AllahSubhanahu wa Taala yang artinya Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan lagi Maha melihat.(Asy-Syura: 11) Jauh dari sikap membayangkan bagaimana hakikat sifat AllahSubhanahu wa Taala(takyif) dan jauh pula dari sikap memalingkan makna sifat AllahSubhanahu wa Taalayang sebenarnya kepada makna yang tidak dimaukan AllahSubhanahu wa Taaladan Rasul-Nya (tahrif). Demikianlah prinsip yang senantiasa ditanamkan Al-Imam Asy-Syafii kepada murid-muridnya. Al-Hafizh Ibnu Katsirrahimahullahuberkata: Telah diriwayatkan dari Ar-Rabi dan yang lainnya, dari para pembesar murid-murid Asy-Syafii, apa yang menunjukkan bahwa ayat dan hadits tentang sifat-sifat AllahSubhanahu wa Taalatersebut dimaknai sesuai dengan makna zhahirnya, tanpa dibayangkan bagaimana hakikat sifat tersebut (takyif), tanpa diserupakan dengan sifat makhluk-Nya (tasybih), tanpa ditiadakan (tathil), dan tanpa dipalingkan dari makna sebenarnya yang dimaukan AllahSubhanahu wa Taaladan Rasul-NyaShallallahu alaihi wa sallam(tahrif). (Al-Bidayah wan Nihayah, 10/265)d. Permasalahan iman menurut Al-Imam Asy-Syafii rahimahullahu Iman menurut Al-Imam Asy-Syafii mencakup ucapan, perbuatan, dan niat (keyakinan). Ia bisa bertambah dengan ketaatan dan bisa berkurang dengan kemaksiatan. Adapun sikap beliau terhadap pelaku dosa besar (di bawah dosa syirik) yang meninggal dunia dalam keadaan belum bertaubat darinya, maka selaras dengan prinsip Ahlus Sunnah wal Jamaah dan menyelisihi prinsip ahlul bidah, dari kalangan Khawarij, Mutazilah, maupun Murjiah. Yaitu tergantung kepada kehendak AllahSubhanahu wa Taala. Jika AllahSubhanahu wa Taalaberkehendak untuk diampuni maka terampunilah dosanya, dan jika AllahSubhanahu wa Taalaberkehendak untuk diazab maka akan diazab terlebih dahulu dalam An-Nar, namun tidak kekal di dalamnya. (LihatManhaj Al-Imam Asy-Syafii fi Itsbatil Akidah, 2/516)e. Permasalahan takdir dan Hari Akhir menurut Al-Imam Asy-Syafii rahimahullahu Al-Imam Asy-Syafiirahimahullahuberkata: Sesungguhnya kehendak para hamba tergantung kehendak AllahSubhanahu wa Taala. Tidaklah mereka berkehendak kecuali atas kehendak Allah Rabb semesta alam. Manusia tidaklah menciptakan amal perbuatannya sendiri. Amal perbuatan mereka adalah ciptaan AllahSubhanahu wa Taala. Sesungguhnya takdir baik dan takdir buruk semuanya dari AllahAzza wa jalla. Sesungguhnya azab kubur benar adanya, pertanyaan malaikat kepada penghuni kubur benar adanya, hari kebangkitan benar adanya, penghitungan amal di hari kiamat benar adanya, Al-Jannah dan An-Nar benar adanya, dan hal lainnya yang disebutkan dalam Sunnah RasulullahShallallahu alaihi wa sallamserta disampaikan melalui lisan para ulama di segenap negeri kaum muslimin (benar pula adanya). (Manaqib Asy-Syafii, 1/415) Ketika ditanya tentang dilihatnya AllahSubhanahu wa Taala(ruyatullah) di hari kiamat, maka Al-Imam Asy-Syafii mengatakan: Demi Allah, jika Muhammad bin Idris tidak meyakini akan dilihatnya AllahSubhanahu wa Taaladi hari kiamat, niscaya dia tidak akan beribadah kepada-Nya di dunia. (Manaqib Asy-Syafii, 1/419)f. Penghormatan Al-Imam Asy-Syafii rahimahullahu terhadap para sahabat Nabi Shallallahu alaihi wa sallam Al-Imam Asy-Syafii sangat menghormati para sahabat Nabi. Hal ini sebagaimana tercermin dalam kata-kata beliau berikut ini: AllahSubhanahu wa Taalatelah memuji para sahabat NabiShallallahu alaihi wa sallamdalam Al-Quran, Taurat, dan Injil. Keutamaan itu pun (sungguh) telah terukir melalui lisan RasulullahShallallahu alaihi wa sallam. Suatu keutamaan yang belum pernah diraih oleh siapa pun setelah mereka. Semoga AllahSubhanahu wa Taalamerahmati mereka dan menganugerahkan kepada mereka tempat tertinggi di sisi para shiddiqin, syuhada, dan shalihin. Merekalah para penyampai ajaran RasulullahShallallahu alaihi wa sallamkepada kita. Mereka pula para saksi atas turunnya wahyu kepada RasulullahShallallahu alaihi wa sallam. Oleh karena itu, mereka sangat mengetahui apa yang dimaukan RasulullahShallallahu alaihi wa sallamterkait dengan hal-hal yang bersifat umum maupun khusus, serta yang bersifat keharusan maupun anjuran. Mereka mengetahui Sunnah RasulullahShallallahu alaihi wa sallam, baik yang kita ketahui ataupun yang tidak kita ketahui. Mereka di atas kita dalam hal ilmu, ijtihad, wara, ketajaman berpikir dan menyimpulkan suatu permasalahan berdasarkan ilmu. Pendapat mereka lebih baik dan lebih utama bagi diri kita daripada pendapat kita sendiri.Wallahu alam. (Manaqib Asy-Syafii, 1/442) Demikian pula beliau sangat benci terhadap kaum Syiah Rafidhah yang menjadikan kebencian terhadap mayoritas para sahabat NabiShallallahu alaihi wa sallamsebagai prinsip dalam beragama. Hal ini sebagaimana penuturan Yunus bin Abdul Ala: Aku mendengar celaan yang dahsyat dari Asy-Syafii -jika menyebut Syiah Rafidhah- seraya mengatakan: Mereka adalah sejelek-jelek kelompok. (Manaqib Asy-Syafii, 1/468)g. Sikap Al-Imam Asy-Syafii rahimahullahu terhadap kelompok-kelompok sesat Al-Imam Al-Baihaqirahimahullahuberkata: Adalah Asy-Syafii seorang yang bersikap keras terhadap ahlulilhad(orang-orang yang menyimpang dalam agama) dan ahlul bidah. Beliau tampakkan kebencian dan pemboikotan (hajr) tersebut kepada mereka. (Manaqib Asy-Syafii, 1/469) Al-Imam Al-Buwaithirahimahullahuberkata: Aku bertanya kepada Asy-Syafii, Apakah aku boleh shalat di belakang seorang yang berakidah Syiah Rafidhah? Maka beliau menjawab: Jangan shalat di belakang seorang yang berakidah Syiah Rafidhah, seorang yang berakidah Qadariyyah, dan seorang yang berakidah Murjiah. (LihatManhaj Al-Imam Asy-Syafii fi Itsbatil Akidah, 1/480) Al-Imam Asy-Syafiirahimahullahuberkata: Tidaklah seorang sufi bisa menjadi sufi tulen hingga mempunyai empat karakter: pemalas, suka makan, suka tidur, dan selalu ingin tahu urusan orang lain. (Manaqib Asy-Syafii, 2/207) Akhir kata, demikianlah sekelumit tentang kehidupan Al-Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafiirahimahullahudan prinsip keyakinan (manhaj) beliau yang dapat kami sajikan kepada para pembaca. Seorang ulama besar yang penuh jasa, yang meninggal dunia di Mesir pada malam Jumat 29 Rajab 204 H, bertepatan dengan 19 Januari 820 M, dalam usia 54 tahun.[F. GURU-GURU BELIAU Beliau mengawali mengambil ilmu dari ulama-ulama yang berada di negerinya, di antara mereka adalah:1. Muslim bin Khalid Az-Zanji mufti Makkah2. Muhammad bin Syafi paman beliau sendiri3. Abbas kakeknya Imam Asy-Syafi`i4. Sufyan bin Uyainah5. Fudhail bin Iyadl, serta beberapa ulama yang lain.Demikian juga beliau mengambil ilmu dari ulama-ulama Madinah di antara mereka adalah:1. Malik bin Anas2. Ibrahim bin Abu Yahya Al Aslamy Al Madany3.Abdul Aziz Ad-Darawardi, Athaf bin Khalid, Ismail bin Jafar dan Ibrahim bin Saad serta para ulama yang berada pada tingkatannya.Beliau juga mengambil ilmu dari ulama-ulama negeri Yaman di antaranya;1.Mutharrif bin Mazin2.Hisyam bin Yusuf Al Qadhi, dan sejumlah ulama lainnya.Dan di Baghdad beliau mengambil ilmu dari:1.Muhammad bin Al Hasan, ulamanya bangsa Irak, beliau bermulazamah bersama ulama tersebut, dan mengambil darinya ilmu yang banyak.2.Ismail bin Ulayah.3.Abdulwahab Ats-Tsaqafy, serta yang lainnya.G. MURID-MURID BELIAUBeliau mempunyai banyak murid, yang umumnya menjadi tokoh dan pembesar ulama dan Imam umat islam, yang paling menonjol adalah:1.Ahmad bin Hanbal, Ahli Hadits dan sekaligus juga Ahli Fiqih dan Imam Ahlus Sunnah dengan kesepakatan kaum muslimin.2. Al-Hasan bin Muhammad Az-Zafarani3. Ishaq bin Rahawaih,4. Harmalah bin Yahya5. Sulaiman bin Dawud Al Hasyimi6. Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid Al Kalbi dan lain-lainnya banyak sekali.H. KARYA BELIAUBeliau mewariskan kepada generasi berikutnya sebagaimana yang diwariskan oleh para nabi, yakni ilmu yang bermanfaat. Ilmu beliau banyak diriwayatkan oleh para murid- muridnya dan tersimpan rapi dalam berbagai disiplin ilmu. Bahkan beliau pelopor dalam menulis di bidang ilmu Ushul Fiqih, dengan karyanya yang monumental Risalah. Dan dalam bidang fiqih, beliau menulis kitab Al-Umm yang dikenal oleh semua orang, awamnya dan alimnya. Juga beliau menulis kitab Jimaul Ilmi.Pesan Imam Syafii Ikutilah Ahli Hadits oleh kalian, karena mereka orang yang paling banyak benarnya.I. WAFAT BELIAU Beliau wafat pada hari Kamis di awal bulan Syaban tahun 204 H dan umur beliau sekita 54 tahun (Siyar 10/76). Meski Allah memberi masa hidup beliau di dunia 54 tahun, menurut anggapan manusia, umur yang demikian termasuk masih muda. Walau demikian, keberkahan dan manfaatnya dirasakan kaum muslimin di seantero belahan dunia, hingga para ulama mengatakan, Imam Asy-Syafi`i diberi umur pendek, namun Allah menggabungkan kecerdasannya dengan umurnya yang pendek.3.IMAM HAMBALIA. Nasab Ahmad Ibn Hambal adalah pendiri Madzhab Hambali mempunyai nama lengkap Ahmad ibn Muhammad Ibn Hambal bin Hilal Asad al-Syaibani Abu Abdillah al-Marwazi al-Baghdadi. Kata Hambal termasyhur dengan nama datuknya Hambal, dan karena itu orang menyebutnya dengan nama Hambal. Nasab beliau yaitu Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asas bin Idris bin Abdullah bin Hajyan bin Abdullah bin Anas bin Auf bin Qasith bin Mazin bin Syaiban bin Dzahal Tsa'labah bin akabah bin Sha'ab bin Ali bin bakar bin Muhammad bin Wail bin Qasith bin Afshy bin Damy bin Jadlah bin Asad bin Rabi'ah bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan. Jadi beliau serumpun dengan Nabi karena yang menurunkan Nabi adalah Muzhar bin Nizar.Menurut sejarah beliau lebih dikenal dengan Ibnu Hanbal (nisbah bagi kakeknya).Sedangkan ibunya bernama Syarifah Maimunah binti Abd al-Malik ibn Sawadah ibn Hindun al-Syaibaniy. Jadi baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu, Imam Ahmad Ibn Hambal berasal dari keturunan Bani Syaiban salah satu kabilah yang berdomisili di semenanjung Arabia. Keturunan Ahmad Ibn Hambal bertemu dengan keturunan Rasulullah saw pada Nizar ibn Maad ibn Adnan.

B. Kelahiran dan Masa Tumbuh Beliau Ahmad Ibn Hambal dilahirkan di Baghdad pada bulan Rabiul awal tahun 164 H (780 M) pada masa Khalifah Muhammad al Mahdi dari Bani abbasiyyah ke III. ia dibesarkan dalam keadaan yatim oleh ibunya karena ayahnya meninggal ketika beliau masih bayi. Sejak kecil, Imam Ahmad kendati dalam keadaan yatim dan miskin, namun berkat bimbingan ibunya yang shalihah beliau mampu menjadi manusia yang teramat cinta pada ilmu, kebaikan dan kebenaran. Dalam suasana serba kekurangan, tekad beliau dalam menuntut ilmu tidak pernah berkurang. Bahkan sekalipun beliau sudah menjadi imam, pekerjaan menuntut ilmu dan mendatangi guru-guru yang lebih alim tidak pernah berhenti. Melihat hal tersebut, ada orang bertanya, Sampai kapan engkau berhenti dari mencari ilmu, padahal engkau sekarang sudah mencapai kedudukan yang tinggi dan telah pula menjadi imam bagi kaum muslimin ? Maka beliau menjawab, Beserta tinta sampai liang lahat.C. Perjalanan Imam Hambalidalam Menuntut Ilmu Sejak kecil beliau telah menunjukkan minat yang besar kepada ilmu pengetahuan. Kebetulan pada saat itu Baghdad merupakan kota pusat ilmu pengetahuan. Beliau memulai dengan belajar menghafal al-Quran, kemudian belajar bahasa Arab, Hadits, sejarah Nabi dan sahabat serta para tabiin. Ahmad Ibn Hambal terkenal seorang yang wara, zuhud dan sangat kuat berpegang kepada yang haq. Dia hafal al-Quran dan mempelajari bahasa dan juga belajar menulis dan mengarang ketika berusia empat belas tahun. Ahmad Ibn Hambal hidup sebagai seorang yang cinta untuk menuntut ilmu. Pada mulanya Ahmad Ibn Hambal belajar ilmu fikih pada Abu Yusuf salah seorang murid Abu Hanifah. Kemudian beliau beralih untuk belajar hadits. Karena tidak henti-hentinya dalam belajar hadits, sehingga ia banyak bertemu dengan para Syaikh ahli Hadits. Ia menulis hadits dari guru-gurunya dalam sebuah buku, sehingga ia terkenal sebagai seorang Imam al-Sunnah pada masanya. Dia juga memperdalam ilmu fikih dan berguru pada Imam Syafiiy, ia termasuk Akbar Talamidz al-Syafii al-Baghdadiyin. Ahmad Ibn Hambal suka melakukan perjalanan ke berbagai daerah. Di antara daerah yang pernah dikunjunginya adalah Kuffah, Basrah, Makkah, Madinah, Syam, Yaman dan Arabia untuk mengumpulkan hadits. Karena banyak negeri yang dikunjunginya dalam rangka mengumpulkan hadits, maka ia dijuluki imam rihalah sebagaimana halnya Imam Syafiiy. Ia berhasil mengumpulkan sejumlah besar hadis Nabi. Kumpulan hadisnya itu disebut dengan musnad Imam Ahmad. Imam Ahmad memperoleh guru-guru hadis terkenal di antaranya Sufyan ibn Uyainah, Ibrahim ibn Saad dan Yahya ibn Qathan.Imam Ahmad mempunyai daya ingat yang kuat dan itu adalah kemampuan yang umum terdapat pada ahli-ahli hadis. Dia juga sangat sabar dan ulet memiliki keinginan yang kuat dan teguh dalam pendirian. Maka tidak aneh jika dia menentang dengan keras terhadap pendapat yang menyatakan bahwa al-Quran itu adalah makhluk. Ini terjadi pada masa pemerintahan al-Muttasim. Imam Ahmad Ibn Hambal adalah seorang pemuka Ahlu al-Hadis yang telah disepakati oleh para ulama. Namun sebagai seorang ahli fikih masih diperselisihkan. Imam Ahmad pada dasarnya tidak menulis kitab fikih secara khusus, karena semua masalah fikih yang dikaitkan dengannya sebenarnya berasal dari fatwanya sebagai jawaban terhadap pertanyaan yang pernah ditanyakan kepadanya. Sedangkan yang menyusunnya hingga menjadi sebuah kitab fikih adalah para pengikutnya. Imam Ahmad tidak menulis kitab-kitabnya sendiri, meskipun beliau mempunyai banyak catatan tentang hadits. Kitab Musnad Ahmad Ibn Hambal dalam Hadits disusun dan dikumpulkan oleh putranya yang bernama Abdullah bin Ahmad, Abu Bakar al-Asdom, Abdul Malik al-Malmuny, Ibrahim bin Ishak al-Hazbi dan lain-lain. Murid-murid inilah yang menulis risalah-risalah dan melaksanakannya berdasarkan fikih yang diterima dari Imam Ahmad. Adapun yang mengembangkan madzhab Hambali yang terkenal serta pengaruhnya terasa di dunia Islam sekarang adalah muridnya yaitu Ibn Taimiyah. Imam Ahmad Ibn Hambal adalah seorang yang dihormati dan disegani dan diturut perkataan-perkataannya oleh orang. Bahkan guru-gurunya sendiri memandang hebat dirinya. Ahmad memperoleh muhibah ini dari Allah. al-Qasim ibn Salam berkata, Aku pernah duduk di majelis Abu Yusuf, Muhammad ibn al-Hasan, Yahya ibn Said, Abdurrahman ibn Mahdi. Tak ada yang hebat di mataku seperti kehebatan Ahmad. Bagaimana tidak bertambah-tambah kehebatannya dia tidak pernah bersenda-gurau, dia selalu berdiam diri, tidak memperkatakan selain ilmu. Dalam bidang hadis Imam Ahmad diarahkan oleh Husyin ibn Basyir ibn Abi Hazim, inilah guru Imam Ahmad yang pertama dan utama dalam bidang hadis. Lima tahun lamanya Ahmad Ibn Hambal ditempa oleh Husyin. Dialah boleh dikatakan yang banyak mempengaruhi pola pikir Ahmad. Untuk mendalami cara-cara istinbath dan membina fikih, Ahmad Ibn Hambal berguru kepada asy-Syafiiy. Melalui keahlian Imam Ahmad Ibn Hambal dalam bidang hadis, sebenarnya adalah Atsar Ahmad tidak menulis kitab dalam bidang fiqih yang dapat dijadikan pegangan pokok yang merupakan sumber madzhabnya. Risalah-risalahnya yang berkembang dalam masyarakat semuanya merupakan kitab hadits tak ada di dalamnya sesuatu istinbath fikih. Demikian pula kitab-kitab An-Nasikh Wal Mansukh, at-Tarikh, al-Mu qaddam Wal Muakkhar Fii Kitabillahi Taala. Fadla Ilus Shahabah, Al-Manasikhul Kabir, Al-Manasikhus Shaghir, dan kitab Azzud, semuanya dalam bidang hadis. Musnad Ahmad adalah koleksi terbesar yang mengumpulkan hadis-hadis yang diriwayatkan Ahmad. Dialah saripati hadis yang diterima Ahmad dan didewankan dengan menyebutkan sanad-sanadnya. Kitab-kitab ini mulai dikumpulkan sejak dia menghadapi hadits pada umur 16 tahun. Musnad ini terdiri dari empat jilid dan memuat lebih dari 40.000 hadits. Para ulama Sunnah menetapkan bahwa Ahmad memulai usaha mengumpulkan musnad pada tahun 180 H.

D. Karya- Karyanya Imam Ahmad Ibn Hambal meninggalkan beberapa karya besar yang menjadi standar dalam madzhab ini. Imam Ahmad selain seorang ahli mengajar dan ahli mendidik, ia juga seorang pengarang. Ia mempunyai beberapa kitab yang telah disusun dan direncanakannya, yang isinya sangat berharga bagi masyarakat umat yang hidup sesudahnya. Di antara kitab-kitabnya adalah sebagai berikut :1. Kitab al-Musnad2. Kitab Tafsir al-Quran3. Kitab al-Nasikh Wa al-Mansukh.4. Kitab al-Muqaddam Wa al-Muakkhar Fi al-Quran.5. Kitab Jawabatu al-Quran6. Kitab al-Tarikh7. Kitab Mansiku al-Kabir8. Kitab Manasiku al-Shaghir9. Kitab Thaatu al-Rasul10. Kitab al-Illijh11. Kitab al-Shalah Ulama-ulama besar yang pernah mengambil dari Imam Ahmad ibn Hambal antara lain: Imam Bukhari, Imam Muslim, Ibn Abi al-Dunya dan Ahmad ibn Abi Hawarimy. Di antara ulama yang telah berjasa mengembangkan madzhabnya adalah: al-Stram Abu Bakar Ahmad ibn Haniy al-Khurazaniy, Ahmad ibn Muhammad ibn al-Hajjaj al-Marwaniy, ibn Ishaq al-Harby, al-Qasim Umar ibn Abi Ali al-Husein al-Khiraqiy, Abd al-Aziz ibn Jafar dan sebagai penerus mereka yaitu Muwaffaqu al-Din, Ibn Qudamah dan Syamsu al-Din Ibn Al-Qudamah Al-Maqdisiy.

E. Akhir Hayatnya Ketika Ahmad Ibn Hambal dipanggil untuk ditanya tentang apakah al-Quran itu makhluk atau bukan. Ia tidak menjawab, bahwa al-Quran itu makhluk sebagaimana yang dikehendaki al-Muttasim. Sehingga dia dipukul dan dipenjara. Bertahun-tahun lamanya Imam Ahmad berada dalam penjara. Hukuman tersebut berakhir pada pemerintahan al-Watsiq. Setelah al-Watsiq wafat, jabatan kekhalifahan digantikan oleh al-Mutawakil. Atas kebijakan al-Mutawakil, Imam Ahmad dibebaskan dari penjara. Ketika dia keluar dari penjara, usianya sudah lanjut dan keadaan tubuhnya yang sering mendapatkan penyiksaan membuat beliau sering jatuh sakit. Kesehatannya semakin hari semakin memburuk dan akhirnya beliau wafat pada hari Jumat pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun 241 H/ 855 M dalam usia 77 tahun dan dimakamkan di Baghdad. Pada hari itu tidak kurang dari 130.000 Muslimin yang hendak menshalatkannya dan 10.000 orang Yahudi dan Nashrani yang masuk Islam. Menurut sejarah belum pernah terjadi jenazah dishalatkan orang sebanyak itu kecuali Ibnu Taimiyah dan Ahmad bin Hanbal. Semoga Allah senantiasa memberikan rahmat atas keduanya. Amin.

4.IMAM HANAFI

A.Nasab dan Kelahirannya Imam Abu Hanifah, pendiri mazhab Hanafi, adalah Abu Hanifah An- Numan bin Tsabit bin Zufi At-Tamimi.Beliau masih mempunyai pertalian hubungan kekeluargaan dengan Imam Ali bin Abi Thalib ra. Imam Ali bahkan pernah berdoa bagi Tsabit, yakni agar Allah memberkahi keturunannya. Tak heran, jika kemudian dari keturunan Tsabit ini, muncul seorang ulama besar seperti Abu Hanifah. Ada yang mengatakan bahwa sebab penamaannya dengan hanifah adalah karena beliau selalu membawa tinta yang disebut hanifah dalam bahasa irak. Beliau dilahirkan di kufah pada tahun 80 H/699 M, tepatnya pada masa pemerintahan kholifah Abdul Malik bin Marwan. Abu Hanifah adalah seorang yang ahli fiqih dan terkenal dengan keilmuannya. Selain itu dia juga terkenal dengan kewaraannya, banyak harta, sangat memuliakan dan menghormati orang- orang disekitarnya serta sabar menuntut ilmu siang danmalam.Menurut Abdurrahmn bin Muhammmad bin Mughirah, Abu hanifah adalah seorangguru yang banyak memberikan fatwa kepada kepada masyarakat di masjid kufah dengan cirikhasnya yaitu memakai Kopiah panjang berwarna hitam.B. Sikap Beliau Gubernur di Iraq pada waktu itu adalah Yazid bin Hurairah Al-Fazzari. Pada suatu ketika Imam Hanafi akan diangkat menjadi ketua urusan Baitul mal, tetapi pengangkatan itu ditolaknya. Ia tidak mau menerima kedudukan tinggi tersebut. Sampai berulang kali Gabenor Yazid menawarkan pangkat itu kepadanya, namun tetap ditolaknya. Pada saat yang lain Yazid menawarkan pangkat Hakim tetapi imama Hanafi juga menolaknya. Oleh kerana itu ia diselidiki dan diancam akan dihukum dengan hukum dera. Ketika Imam Hanafi mendengar kata ancaman hukum dera itu Imam Hanafi menjawab: Demi Allah, aku tidak akan mengerjakan jabatan yang ditawarkan kepadaku, sekalipun aku akan dibunuh oleh pihak kerajaan. Demikian beraninya Imam Hanafi dalam menegakkan pendirian hidupnya. Akhirnya imam Hanafi ditangkap oleh gubernur dan dimasukkan ke dalam penjara selama dua minggu dan lima belas hari kemudian baru dipukul sebanyak 14 kali pukulan, setelah itu baru dibebaskan. Beberapa hari sesudah itu gubernur menawarkan menjadi kadi, juga ditolaknya. Kemudian ditangkap lagi dan dijatuhi hukuman dera sebanyak 110 kali. Namun demikian Imam Hanafi tetap dengan pendiriannya hingga ia dilepaskan kembali.Dalam melaksanakan hukum yang ada, Abu Hanifah terkenal sebagai seorang tokoh yang tiada diragukan komitmennya untukmengikuti sunnah rasul.

C. Perjalanan Menuntut Ilmu Dalam hidupnya, Abu Hanifah sepertinya tidak henti- hentinya hausdari lautan ilmu sampai- sampai puluhan guru telah ia temui beberapa diantaranya yaitu:Atha bin Abu Rabiah, Ashim bin Abi An Najwad, Alqamah bin marsyad, Hammad binSuliman, Abu Jafar Muhammad bin Ali, Yahya bin Said Al- Anshari, Hisyam bin Uswahdan yang lain. .Beliau belajar di Kufah, dan di sanalah beliau mulai menyusun mazhabnya. Kemudian beliau duduk berfatwa mengembangkan ilmu pengetahuan di Baghdad. Beliau memberikan penerangan kepada kaum muslimin, sehingga beliau terkenal dengan seorang alim yang terbesar di masa itu, mahir dalam ilmu fiqh serta pandai meng-istimbat-kan hukum dari Al-Quran dan hadis.Imam Abu Hanifah berguru pada seorang ulama terkemuka pada zamannya, yaitu Hammad bin Sulaiman yang merupakan guru paling senior bagi Imam Abu Hanifah dan banyak memberikan pengaruh dalam membangun mazhab fiqhnya. Hammad bin Sulaiman belajar fiqh dari Ibrahim An-Nakhai yang pernah belajar dengan Abdullah bin Masud, seorang sahabat terkemuka yang dikenal memiliki ilmu fiqh dan logika yang mumpuni.Pada mulanya Imam Abu Hanifah giat menghafal Al-Quran, seperti halnya kebanyakan orang-orang yang taat agama pada zaman ini, dan setelah hafal Al-Quran beliau menghafal sunnah untuk memperbaiki agamanya. Setelah Hammad bin Sulaiman meninggal pada tahun 120 H, beliau duduk menggantikan sang guru dalam majelis kajiannya. Gaya pengajaran Imam adalah dengan cara dialog dan tidak hanya bersifat penyampaian, namun terkadang beliau juga memberikan pertanyaan seputar fiqh kepada murid-muridnya, kemudian berdialog.D..Karya-Karyanya Karya besar yang ditinggalkan oleh Imam hanafi yaitu Fiqh Akhbar, Al Alim Walmutam dan Musnad Fiqh Akhbar. Imam Hanafi juga meriwayatkan beberapa kitab, diantaranya adalah kitab Masa-ilun-Nawadir, Dlahirur-Riwayah, dan Al-Fatawa wal-Waqiat Imam Abu Hanifah memiliki banyak murid, diantaranya adalah Abu Yusuf, Muhammad bin Al-Hasan Asy-Syaibani, dan Zufar bin Al-Huzail. Adapun manhaj Imam Abu Hanifah dalam meng-istinbath hukum adalah sebagai berikut:a. Al- Quran, yang merupakan sumber utama syariat.b. Sunnah, sebagai penjelas kandungan Al-Quran.c. Pendapat sahabat, mereka dianggap yang membawa ilmu Rasulullah, karena mereka hidup pada satu zaman dengan Rasulullah.d. Qiyas,beliau menggunakannya ketika tidak ada nash Al-Quran atau sunnah atau ucapan sahabat.e. Al-Ihtisanf.Ijmag. AlUrfMazhab Hanafi tersebar ke berbagai negeri diantaranya Irak, Mesir, Baghdad, dll. Hal itu karena beberapa hal, di antaraya:a. Banyaknya murid Abu Hanifah yang menyebarkan dan menjelaskan tentang mazhab ini.b. Dijadikan sebagai mazhab resmi 8 Dinasti Abbasiyah.c. Pengangkatan Abu Yusuf sebagai hakim di Baghdad oleh Khalifah Harun Ar-Rasyid.d. Perhatian para fuqaha mazhab dalam menyebarkan mazhab mereka dengan cara menggali illat dan menerapkannya dalam berbagai permasalahan yang muncul.E. Wafat Para Ahli sejarah mengatakan bahwa Abu Hanifah meninggal pada usia 70 tahun tepatnyatahun 150 H. Abu Hanifah meninggal di dalam penjara Baghdad, beliu dipenjarakan olehkhalifah Al Mansur karena penolakan terhadap jabatan hakim yang akan diberikankepadanya.Tetapi ada riwayat lain yang menyatakan bahwa sebenarnya penolakannya untuk menjabatsebagai hakim pada masa itu bukanlah penyebab utama pembunuhan keji tersebut. Akantetapi adalah adanya beberapa orang yang memusuhi imam abu hanifah lalu memfitnah ataumemberikan keterangan kepada Al Mansur bahwa Abu Hanifah adalah orang yangmempengaruhi Ibrahim bin Abdillah bin Al Hasan bin Al Husain bin Abi Thalib untukmemeranginya di Basrah, sehingga Al Mansur sangat takut dan tidak mampu mengambilkeputusan