32
TUGAS MATA KULIAH FIQIH MAKALAH dan PRESENTASI “ NIKAH SIRI ” Disusun Oleh : Kelompok V Marsudi Wahyudi Wahdaniya Lailatul Masna SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH AL IBROHIMY i

makalah FIQH NIKAH SIRI.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: makalah FIQH NIKAH SIRI.docx

TUGAS MATA KULIAH FIQIH

MAKALAH dan PRESENTASI

“ NIKAH SIRI ”

Disusun Oleh : Kelompok V

Marsudi

Wahyudi

Wahdaniya

Lailatul Masna

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH AL IBROHIMY

( STITAL TANJUNGBUMI )

2012

i

Page 2: makalah FIQH NIKAH SIRI.docx

DAFTAR ISI

Halaman sampul.................................................................................................................. i

Daftar isi.............................................................................................................................. ii

Kata pengantar.....................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang....................................................................................................... 1

1.2. Tujuan.................................................................................................................... 1

1.3. Manfaat.................................................................................................................. 2

BAB II LANDASAN TEORI............................................................................................ 3

2.1. Definisi Nikah Siri................................................................................................. 3

2.2. Landasan Hukum Terkait Catatan Pernikahan...................................................... 3

BAB III PEMBAHASAN.................................................................................................. 5

3.1. Nikah Siri Menurut Hukum Negara...................................................................... 5

3.2. Nikah Siri Menurut Islam...................................................................................... 5

3.3. Nikah Tanpa Dicatatkan Pada Lembaga Pencatatan Sipil....................................11

3.4. Hal-Hal Positif yang Didapat dari Penyiaran Pernikahan.....................................12

3.5. Bahaya Terselubung Surat Nikah..........................................................................13

BAB IV PENUTUP............................................................................................................14

4.1. Kesimpulan............................................................................................................14

4.2. Saran......................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................15

ii

Page 3: makalah FIQH NIKAH SIRI.docx

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya panulis dapat

menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Nikah Siri”. Penulisan makalah ini adalah

merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas Mata Kuliah “Fiqih” di

STITAL Tanjungbumi.

Dalam makalah ini kami membahas tentang Masalah dalam pernikahan yang berkaitan

dengan Terjadinya pernikahan Siri dan nikah tanpa wali atau saksi, dengan adanya makalah ini

pula diharapkan para mahasiswa dapat mengetahui Terjadinya Permasalahan yang timbul dalam

masalah pernikahan. Dan dalam penulisan makalah ini tim penulis merasa masih banyak

kekurangan – kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan

kemampuan yang dimiliki tim penulis, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua

pembaca, terutama dari Desen Pengampu, sangat diharapkan demi penyempurnaan pembuatan

makalah ini.

Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung

dalam penyusunan makalah ini dan penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang

setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini

bernilai ibadah. Amin Yaa Rabbal Alamin.

Tanjungbumi, 12 October 2012

Tim Penulis

iii

Page 4: makalah FIQH NIKAH SIRI.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini, statistik kejadian nikah siri meningkat seiring berlalunya waktu.

Terutama pasca beredarnya berbagai pemberitaan di seluruh jenis media (audio, visual dan

audio visual) akan nikah siri yang dilakukan tidak hanya 1-2 selebritis namun segelintir

orang dengan tingkat pemberitaan tinggi sehingga menyebabkan proses conditioning /

kondisi terjadi di masyarakat konsumen berita. Proses conditioning sendiri adalah proses

adaptasi yang dilakukan oleh masyarakat akan berbagai budaya baru yang terjadi namun

akibat pemberitaan yang berulang-ulang budaya tersebut semakin cepat dapat diterima oleh

masyarakat dan dijadikan bagian dari budaya masyarakat itu sendiri.

Berbagai pemberitaan tersebut lah (spesifikasi : pemberitaan pernikahan siri yang

dilakukan oleh selebritis) yang melatar belakangi Tim penulis dan tim Pemakalah untuk

memilih topik “Nikah Siri“ dalam permasalahan pernikahan sebagai topik yang diangkat

dalam pembuatan makalah dan presentasi mata kuliah Fiqih. Terlepas dari berbagai

pemberitaan akan “Pernikahan Siri” yang terjadi, masih banyak mahasiswa yang salah

mengartikan nikah siri dan tidak mengerti baik-buruknya jenis pernikahan ini. Hal itu juga

termasuk salah satu faktor yang melatar belakangi diangkatnya topik “Pernikahan Siri yang

dilatar belakangi dengan status kehadiran wali dan kedua saksi” ini kami angkat.

Besar harapan penulis dan tim penyusun agar makalah ini dapat dimanfaatkan

sebaik-baiknya sebagai literatur atau sumber pencarian informasi terkait topik pernikahan

Siri. Maka dari itu, kami tim penyusun berusaha sebaik-baiknya untuk mengumpulkan

berbagai informasi dari berbagai sumber dan narasumber untuk dimasukkan ke dalam

makalah ini agar kelak dapat dijadikan sebagai referensi oleh pihak - pihak yang

membutuhkan.

1.2. Tujuan

Tujuan tim penyusun menulis dan menyusun makalah ini antara lain :

a. Mahasiswa dan masyarakat lainnya (pembaca makalah dan audiens presentasi)

memahami berbagai definisi akan nikah siri baik yang berhubungan dengan wali / saksi

1

Page 5: makalah FIQH NIKAH SIRI.docx

b. Mahasiswa dan audiens lain mengerti dan mengetahui landasan hukum terkait nikah siri

baik ditinjau dari sudut pandang Islam dan pembahasan berbagai rancangan undang-

undang

c. Mahasiswa dan audiens lain mengetahui dampak positif dan dampak negatif dari nikah

siri

d. Mahasiswa dan audiens lain dapat mengeluarkan berbagai pendapatnya terkait nikah

siri dan berdiskusi satu sama lain

e. Memenuhi salah satu syarat atau tugas Kuliah Fiqih

1.3. Manfaat

a. Dengan penjelasan yang detail dan berbagai kajian akan negatif - positifnya nikah siri

atau yang identik dengan nikah tanpa wali atau saksi audiens akan dapat mengerti

bahwa nikah siri lebih banyak menimbulkan hal negatif dan pada akhirnya dapat

dijadikan pencegahan akan terjadinya nikah siri

b. Membantu berbagai kalangan untuk menyamakan pikiran akan tidak baiknya

pernikahan siri terutama untuk latar belakang non - kekurangan biaya

c. Membantu mensosialisasikan apa sebenarnya nikah siri itu dan tindakan apa yang dapat

kita lakukan untuk mengurangi angka terjadinya nikah siri

d. Menambah angka audiens atau masyarakat yang memahami berbagai fakta, pro dan

kontra terkait pernikahan siri dan hukum-hukum yang terkait nikah siri

2

Page 6: makalah FIQH NIKAH SIRI.docx

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Definisi Nikah Siri

Pernikahan siri sering diartikan oleh masyarakat umum dengan :

Pertama: Pernikahan tanpa wali, atau ada wali (tidak jelas) dan tidak ada izin dari wali

sebenarnya lalu menikah dengan wali yang tidak jelas (asal copot), jadi sama saja tidak

memakai wali. Pernikahan semacam ini dilakukan secara rahasia (siri), penyebab umum

yang terjadi dikalangan masyarakat dikarenakan pihak wali perempuan tidak setuju; atau

karena menganggap absah pernikahan tanpa wali; atau hanya karena ingin memuaskan

nafsu syahwat belaka tanpa mengindahkan lagi ketentuan-ketentuan syariat

Kedua: Pernikahan yang sah secara agama namun tidak dicatatkan dalam lembaga

pencatatan negara. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang tidak mencatatkan

pernikahannya di lembaga pencatatan sipil negara. Ada yang karena faktor biaya, alias

tidak mampu membayar administrasi pencatatan; ada pula yang disebabkan karena takut

ketahuan melanggar aturan yang melarang pegawai negeri nikah lebih dari satu; dan lain

sebagainya. 

Ketiga: pernikahan yang dirahasiakan karena pertimbangan-pertimbangan tertentu;

misalnya karena takut mendapatkan stigma / noda negatif dari masyarakat yang terlanjur

menganggap tabu pernikahan siri; atau karena pertimbangan-pertimbangan rumit yang

memaksa seseorang untuk merahasiakan pernikahannya.

2.2. Landasan Terkait Catatan Pernikahan

Pertama: pada dasarnya, fungsi pencatatan pernikahan pada lembaga pencatatan sipil

adalah agar seseorang memiliki alat bukti (bayyinah) untuk membuktikan bahwa dirinya

benar-benar telah melakukan pernikahan dengan orang lain. Sebab, salah bukti yang

dianggap absah sebagai bukti syar’iy (bayyinah syar’iyyah) adalah dokumen resmi yang

dikeluarkan oleh negara. Ketika pernikahan dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil,

tentunya seseorang telah memiliki sebuah dokumen resmi yang bisa ia dijadikan sebagai

alat bukti (bayyinah) di hadapan majelis peradilan, ketika ada sengketa yang berkaitan

3

Page 7: makalah FIQH NIKAH SIRI.docx

dengan pernikahan, maupun sengketa yang lahir akibat pernikahan, seperti waris, hak asuh

anak, perceraian, nafkah, dan lain sebagainya.

Kedua : pada era keemasan Islam, di mana sistem pencatatan telah berkembang dengan

pesat dan maju, tidak pernah kita jumpai satupun pemerintahan Islam yang mempidanakan

orang-orang yang melakukan pernikahan yang tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan

resmi negara.

Ketiga : dalam khazanah peradilan Islam, memang benar, negara berhak menjatuhkan

sanksi mukhalafat kepada orang yang melakukan tindakan mukhalafat. Pasalnya, negara

(dalam hal ini seorang Khalifah dan orang yang diangkatnya) mempunyai hak untuk

menetapkan aturan-aturan tertentu untuk mengatur urusan-urusan rakyat yang belum

ditetapkan ketentuan dan tata cara pengaturannya oleh syariat; seperti urusan lalu lintas,

pembangunan rumah, eksplorasi, dan lain sebagainya.

Keempat : jika pernikahan siri dilakukan karena faktor biaya; maka pada kasus semacam

ini negara tidak boleh mempidanakan dan menjatuhkan sanksi mukhalafat kepada

pelakunya.

Kelima : pada dasarnya, Nabi saw telah mendorong umatnya untuk menyebarluaskan

pernikahan dengan menyelenggarakan walimatul ‘ursy. Anjuran untuk melakukan walimah,

walaupun tidak sampai berhukum wajib akan tetapi nabi sangat menganjurkan (sunnah

muakkadah). 

4

Page 8: makalah FIQH NIKAH SIRI.docx

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Nikah Siri Menurut Hukum Negara

RUU Nikah Siri atau Rancangan Undang-Undang Hukum Materil oleh Peradilan Agama

Bidang Perkawinan yang akan memidanakan pernikahan tanpa dokumen resmi atau yang

biasa disebut sebagai nikah siri, kini tengah memicu kontroversi ditengah-tengah

masyarakat.

Pasal 143 Rancangan Undang-Undang

Pasal 143 RUU yang hanya diperuntukkan bagi pemeluk Islam ini menggariskan, setiap

orang yang dengan sengaja melangsungkan perkawinan tidak di hadapan pejabat pencatat

nikah dipidana dengan ancaman hukuman bervariasi, mulai dari enam bulan hingga tiga

tahun dan denda mulai dari Rp6 juta hingga Rp12 juta. Selain kawin siri,draf RUU juga

menyinggung kawin mut’ah atau kawin kontrak.

Pasal 144 Rancangan Undang-Undang

Pasal 144 menyebut, setiap orang yang melakukan perkawinan mut’ah dihukum penjara

selama-lamanya 3 tahun dan perkawinannya batal karena hukum. RUU itu juga mengatur

soal perkawinan campur (antardua orang yang berbeda kewarganegaraan). Pasal 142 ayat 3

menyebutkan, calon suami yang berkewarga negaraan asing harus membayar uang jaminan

kepada calon istri melalui bank syariah sebesar Rp500 juta.

3.2. Nikah Siri Menurut Islam

Adapun mengenai fakta pertama, yakni pernikahan tanpa wali; sesungguhnya Islam telah

melarang seorang wanita menikah tanpa wali. Ketentuan semacam ini didasarkan pada

sebuah hadits yang dituturkan dari sahabat Abu Musa ra, bahwasanya Rasulullah saw

bersabda:

5

Page 9: makalah FIQH NIKAH SIRI.docx

�ى� ائ �س� الن �اد� ع�ب �ن� ب �ن� ي �ح�س� ال �ن� ب ح�م�د�� أ �ا �ن ح�د�ث �ر� �ك ب �ى ب

� أ �ن� ب م�ح�م�د� �ن� ب ح�م�د�� أ �ذ�ر �و �ب أ �ا �ن ح�د�ث

ة� �ش� ع�ائ ع�ن� �يه� ب� أ ع�ن� و�ة� ع�ر� �ن� ب � ام ه�ش� ع�ن� �ى ب

� أ �ا �ن ح�د�ث �ان� ن س� �ن� ب �ز�يد� ي �ن� ب م�ح�م�د� �ا �ن ح�د�ث

» ع�د�ل� » اه�د�ى� و�ش� ��ى �و�ل ب � �ال إ �اح� �ك ن � ال �م� ل و�س� �ه� �ي ع�ل �ه� الل ص�ل�ى �ه� الل س�ول� ر� ق�ال� ق�ال�ت�

“Abu Dhar Ahmad bin Muhammad bin Abi Bakr bercerita kepadaku dari Ahmad bin

Husain bin ’Abbad al-Naaiy dari Muhammad bin Yazid bin Sinan dari ayahnya dari

Hisham bin ’Urwah dari ayahnya dari ’Aishah : ’Aishah berkata bahwa Rasulullah SAW

bersabda “ Tidak ada nikah tanpa wali dan dua saksi yang adil”.

Berdasarkan Dalalah al-iqtidla’, kata ”Laa” pada hadits menunjukkan pengertian ‘tidak

sah’, bukan sekedar ’tidak sempurna’ sebagaimana pendapat sebagian ahli fikih. Makna

semacam ini dipertegas dan diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah ra,

bahwasanya Rasulullah saw pernah bersabda:

: : ه�ا �اح� �ك ف�ن ;ه�ا �ي و�ل �ذ�ن� إ �ر� �غ�ي ب �ح�ت� �ك ن �ة� أ ام�ر� �م�ا ي� أ الله� و�ل� س� ر� ق�ال� ق�ال�ت� ة� �ش� ع�ائ ع�ن�

�ه� ل �ي� و�ل � ال م�ن� �ي� و�ل ل�ط�ان� ف�الس� و�ا �ج�ر� ت اش� �ن� ف�إ Bاط�ل� ب Bاط�ل� ب Bاط�ل� ب

Dari ‘Aisyah, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihiwasallam bersabda, “Seorang

wanita yang menikah tanpa izin walinya maka pernikahannya adalah batiil, batil, batil.

Dan apabila mereka bersengketa maka pemerintah adalah wali bagi wanita yang tidak

memiliki wali”. (HR. Abu Daud no. 2083, Tirmidzi no. 1102, Ibnu Majah no. 1879 dan

Ahmad 6: 66. Abu Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Abu Hurayrah ra juga meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:

�ت�ى ال �ة� �ي ان و�الز� ه�ا �ف�س� ن �ة� أ �م�ر� ال و;ج� �ز� ت � و�ال �ة� أ �م�ر� ال ة�� أ �م�ر� ال و;ج� �ز� ت � ال ق�ال� ة� �ر� ي ه�ر� �ى ب

� أ ع�ن�

;ه�ا �ي و�ل �ذ�ن� إ �ر� �غ�ي ب ه�ا �ف�س� ن �ك�ح� �ن ت

Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Wanita tidak bisa menjadi wali wanita. Dan tidak bisa

pula wanita menikahkan dirinya sendiri. Wanita pezina-lah yang menikahkan dirinya

sendiri.” (HR Ibn Majah dan HR. Ad Daruquthni, 3: 227. Hadits ini dishahihkan oleh

Syaikh Al Albani dan Syaikh Ahmad Syakir)

6

Page 10: makalah FIQH NIKAH SIRI.docx

Imam Al Baghawi berkata, “Mayoritas ulama dari kalangan sahabat Nabi dan sesudah

mereka mengamalkan kandungan hadits “Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali”. Hal

ini merupakan pendapat Umar, ‘Ali, ‘Abdullah bin Mas’ud, ‘Abdullah bin ‘Abbas, Abu

Hurairah, ‘Aisyah dan sebagainya. Ini pula pendapat Sa’id bin Musayyib, Hasan al-Bashri,

Syuraih, Ibrahim An Nakha’I, Qotadah, Umar bin Abdul Aziz, dan sebagainya. Ini pula

pendapat Ibnu Abi Laila, Ibnu Syubrumah, SufyanAtsTsauri, Al Auza’i, Abdullah bin

Mubarak, Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq” (SyarhSunnah, 9: 40-41).

Berdasarkan hadits-hadits di atas dapat disimpulkan bahwa pernikahan tanpa wali adalah

pernikahan batil. Pelakunya telah melakukan maksiyat kepada Allah swt, dan berhak

mendapatkan sanksi di dunia. Hanya saja, syariat belum menetapkan bentuk dan kadar

sanksi bagi orang-orang yang terlibat dalam pernikahan tanpa wali. Oleh karena itu, kasus

pernikahan tanpa wali dimasukkan ke dalam bab ta’zir, dan keputusan mengenai bentuk

dan kadar sanksinya diserahkan sepenuhnya kepada seorang qadliy (hakim). Seorang hakim

boleh menetapkan sanksi penjara, pengasingan, dan lain sebagainya kepada pelaku

pernikahan tanpa wali.

1. Makna hadits

Secara literal, redaksi hadits yang berbunyi ع�د�ل� د�ى� اه� و�ش� ل�ى ب�و� إ�ال� ن�ك�اح� ال�

menunjukkan arti bahwa tidak ada pernikahan tanpa adanya wali dan dua saksi yang

adil. Namun terkait dengan susunan lafadh yang nantinya berimplikasi pada konteks

hukum, terdapat perbedaan di antara ulama.

Bentuk kata ن�ك�اح� mendapat interpretasi beragam dari ulama. Ada yang menyebut ال�

bahwa nafy tersebut hanya menunjukkan arti ketidak sempurnaan. Dengan demikian,

hadits di atas dapat diartikan ” Tidak sempurna pernikahan tanpa wali dan dua saksi

yang adil”. Dalam konteks hukum, tidak sempurna berarti wali dan atau aksi bukan

merupakan syarat sah, sehingga pernikahan yang tidak dihadiri wali dan atau saksi

dihukumi sah. Dengan kata lain, wali dan atau saksi hanya sebatas disunnahkan.

Ada juga ulama yang menginterpretasikan nafy pada sah dan tidaknya perbuatan.

Dengan demikian, ن�ك�اح� berarti tidak sah pernikahan. Dalam konteks hukum, bila ال�

nafy diinterpretasikan sebagai hakikat syari’at, maka pernikahan yang dilaksanakan

tanpa wali dan ataupun saksi adalah tidak sah.

7

Page 11: makalah FIQH NIKAH SIRI.docx

2. Pendapat Ulama Tentang Wali dan Saksi Nikah

Sehubungan dengan masih beragamnya interpretasi tentang hadits diatas, ulama juga

masih berbeda pendapat terkait hukum pernikahan tanpa adanya wali dan ataupun saksi.

Mengingat bahwa keterangan wali dan saksi serta hukum keberadaan wali dan saksi

dalam pernikahan dalam beberapa kitab dipisahkan, maka demi menghindari kerancuan

pembahasan hukum keberadaan wali dan saksi dalam makalah ini juga akan dipisahkan.

1) Wali Nikah

Berdasarkan hadits utama di atas, mayoritas ulama berpendapat bahwa wali

merupakan syarat sah dalam suatu pernikahan. Pendapat ini berdasarkan firman

Allah :

و�اج�ه�ن� ز�� أ �ك�ح�ن� �ن ي �ن� أ �وه�ن� �ع�ض�ل ت . ف�ال

(janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal

suaminya)

Imam al-Shafi’i menyatakan bahwa ayat di atas merupakan petunjuk yang sangat

jelas terkait wali dalam pernikahan. Selain itu, keberadaan wali sebagai syarat sah

pernikahan juga telah dijelaskan dalam beberapa hadits, misalnya hadits yang

ditakhrij Abu Daud yang berbunyi ل�ي ب�و� إ�ال� ن�ك�اح� ,ال� al-Tirmidzi: �ة� أ ر� ام� ا �ي�م� أ

ب�اط�ل! ا ه� ن�ك�اح% ف� ا ل�ي(ه� و� إ�ذ�ن� ب�غ�ي�ر� ت� :al-Daruqutni ,ن�ك�ح� ب�ع�ة� ر�أ� م�ن� الن(ك�اح� ف�ى ب%د� ال�

ل�ى( ا dan juga Ibnu Majah ال�و� ه� س� ن�ف� أ�ة% ر� ال�م� و(ج% ت%ز� Dengan berdasar dalil-dalil .و�ال�

tersebut, maka pernikahan yang dilaksanakan tanpa adanya wali diangap tidak sah.

Lebih jauh lagi, hubungan badan yang dilakukan oleh wanita yang menikah tanpa

wali dianggap merupakan perbuatan zina.

Adapun esensi wali menurut ulama yang berpendapat wali sebagai syarat sah adalah

kehadirannya dalam prosesi akad nikah. Hal ini berarti apabila ada seorang wanita

menikahkan dirinya sendiri dan wali sudah memberi izin, namun ia tidak ada dan

tidak mewakilkannya, maka pernikahan tetap diangap tidak sah. Tidak sahnya

8

Page 12: makalah FIQH NIKAH SIRI.docx

pernikahan tersebut tak lain adalah tidak terpenuhinya salah satu syarat sah nikah,

yakni wali.

Kemudian apabila ada seorang wanita yang hendak menikah namun tidak ada wali,

maka yang berhak menjadi wali adalah Sultan (pihak yang berwenang). Dalam

konteks pernikahan di indonesia, wewenang menikahkan wanita yang tidak ada

walinya ialah hakim atau petugas KUA.

Pendapat berbeda disampaikan oleh imam Abu Hanifah dan Abu yusuf yang

menyatakan bahwa wali bukan merupakan syarat sah pernikahan.Wali menurut

pendapat kedua ini hanya merupakan sesuatu yang disunahkan. Dengan demikian,

wanita diperbolehkan menikahkan dirinya sendiri ataupun anak perempuannya.

Pendapat ini berpegangan pada dalil yang sama namun dengan interpretasi berbeda,

yakni bahwa bentuk pada ن�ك�اح� ,adalah ketiadaan dari kesempurnaan. Selain itu ال�

kewenangan wanita untuk menikahkan dirinya tanpa wali juga dapat dipahami dari

hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Ibn ’Abbas berikut:

�ه�ا �وت ك س� �ه�ا �ذ�ن و�إ م�ر�� �أ ت �س� ت �ر� �ك �ب و�ال ;ه�ا �ي و�ل م�ن� ه�ا �ف�س� �ن ب �ح�ق� أ ;ب� �ي الث

Dalam hadits lain di sebutkan :

: " , س�ول� ر� �ا ي �وا ق�ال �ذ�ن� �أ ت �س� ت �ى ح�ت �ر� �ك �ب �ل ا �ح� �ك �ن ت و�ال� م�ر�� �أ ت �س� ت �ى ح�ت ;م� �ي �أل� ا �ح� �ك �ن ت ال�

�لل�ه� �ت� , ? : " ا ك �س� ت �ن� أ ق�ال� �ه�ا �ذ�ن إ �ف� �ي و�ك

Artinya : "Tidaklah janda dinikahkan kecuali perintah darinya, dan tidaklah

perawan dinikahkan kecuali mendapat ijin darinya. Mereka berkata : wahai

Rosulullah, bagaimana ijinnya (perawan) ? beliau menjawab : "(ijinnya) ketika

diam." (HR Bukhoridan Muslim)

Adapun dari al-Quran, ayat yang dipergunakan sebagai dasar istimbath hukum

kelompok kedua juga sama dengan kelompok pertama, namun beda dalam

menafsirinya. Abu Hanifah dan Abu yusuf menyandarkan pendapatnya pada ayat-

ayat berikut:

9

Page 13: makalah FIQH NIKAH SIRI.docx

ه� �ر� غ�ي و�جWا ز� �ك�ح� �ن ت حتى �ع�د� ب م�ن �ه� ل �ح�ل� ت � ف�ال �ق�ه�ا ط�ل �ن ف�إ

Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan

itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain

و�اج�ه�ن� ز�� أ �ك�ح�ن� �ن ي �ن� أ �وه�ن� �ع�ض�ل ت ف�ال� �ه�ن� ج�ل

� أ �غ�ن� �ل ف�ب اء� ;س� الن �م� �ق�ت ط�ل �ذ�ا و�إ

Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, maka (janganlah

kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan calon suaminya)

بالمعروف ه�ن� �نف�س� أ ف�ى �ن� ف�ع�ل ف�يم�ا �م� �ك �ي ع�ل �اح� ج�ن � ف�ال �ه�ن� ل ج�� أ �غ�ن� �ل ب �ذ�ا ف�إ

Kemudian apabila telah habis ‘iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali)

membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut

Lafadh nikah pada dua ayat pertama menurut Abu Hanifah disandarkan pada wanita

dan khitabnya menunjuk pada azwaj, bukan wali. Sedangkan berdasarkan ayat

ketiga, dapat dipahami dengan jelas bahwa suami bagi wanita adalah kewenangan

mutlak mereka.

2) Saksi Nikah

Pada masalah saksi pernikahan, Imam Malik menyatakan bahwa keberadaan saksi

bukan merupakan keharusan, melainkan cukup dengan diberitakan atau asal

pernikahan tersebut sudah diketahui oleh khalayak. Senada dengan imam Malik,

Abu Thaur dan madzhab Syiah menyatakan bahwa pernikahan dianggap sah dengan

tanpa saksi, sebab pada hakikatnya pernikahan adalah akad dan akad tidak

memerlukan saksi, kehadiran saksi menjurut pendapat ini hanya sebatas sunnah saja

Pendapat tersebut diambil setidaknya berdasarkan dua hal.

Pertama : analogi terhadap jual beli. Allah dalam al-Qur’an memerintahkan adanya

saksi dalam jual beli, sedangkan saksi tidak diperintahkan dalam pernikahan. Oleh

karena itu, apabila saksi bukan merupakan syarat dalam sah jual beli, maka saksi

lebih tidak disyaratkan dalam pernikahan.

10

Page 14: makalah FIQH NIKAH SIRI.docx

Kedua : adanya hadits yang memerintahkan untuk memberitakan pernikahan.

Hadits tersebut adalah:

�ا �ن ح�د�ث ق�ال� ون� ه�ار� م�ن� �ا �ن أ �ه� م�ع�ت و�س� �ه� الل �د ع�ب ق�ال� وف� م�ع�ر� �ن� ب ون� ه�ار� �ا �ن ح�د�ث

�ن� ب �ه� الل �د� ع�ب �ن� ب ع�ام�ر� ع�ن� و�د� س�� األ� �ن� ب �ه� الل �د� ع�ب �ي �ن ح�د�ث ق�ال� و�ه�ب� �ن� ب �ه� الل �د� ع�ب

�اح� ;ك الن �وا �ن �ع�ل أ ق�ال� �م� ل و�س� �ه� �ي ع�ل �ه� الل ص�ل�ى �ي� �ب الن ن�� أ �يه� ب

� أ ع�ن� �ر� �ي ب الز�

Adanya perintah Rasulullah untuk memberitakan pernikahan diangap merupakan

esensi dari perintah adanya saksi. Dengan kata lain, adanya saksi bukan merupakan

syarat sah nikah, melainkan hanya agar pernikahan tersebut diketahui oleh

masyarakat. Apabila tujuan diketahui oleh khalayak tersebut telah terpenuhi, maka

saksi tidak lagi diperlukan.

Berlawanan dengan imam Malik, mayoritas ulama menyatakan bahwa saksi

merupakan syarat sah dalam pernikahan. Dengan demikian, akad pernikahan yang

dilaksanakan tanpa saksi hukumnya adalah tidak sah. Pendapat ini berdasarkan pada

beberapa hadits yang telah secara jelas menyebutkan disyaratkannya saksi dalam

nikah. Di antara hadits-hadits tersebut ialah:

, �ة� ;ن �ي ب �ر� �غ�ي ب ه�ن� �ف�س� �ن أ �ك�ح�ن� �ن ي �ي ت الال� �ا �غ�اي �ب ال ع�د�ل� اه�د�ى� و�ش� ��ى �و�ل ب � �ال إ �اح� �ك ن � � danال ال

�ن� اه�د�ي و�الش� و�ج� و�الز� �ى; �و�ل ال �ع�ة� ب ر�� أ م�ن� �اح� ;ك الن ف�ى �د� . ب

Selain itu, saksi harus hadir ketika akad nikah, dan tidak cukup hanya dengan

diberitakan saja. Menurut mereka, pernikahan merupakan hal yang berbeda dengan

jual beli. Tujuan dari jual beli adalah harta benda, sedangkan tujuan pernikahan

adalah memperoleh kenikmatan dan keturunan. Oleh karena itu, harus dilakukan

dengan hati-hati dengan cara menghadirkan dua saksi.

Adapun terkait dengan persyaratan adanya saksi dalam pernikahan, ulama sepakat

memberikan kriteria bagi orang-orang yang dijadikan saksi sebagai berikut:

(1). Islam, (2). Akil balig, (3). Berakal, (4). Mendengar rangkaian kalimat akad dan

memahaminya. Dengan demikian, anak kecil, orang gila atau mabuk dan non

Muslim tidak dapat diterima persaksiannya.

11

Page 15: makalah FIQH NIKAH SIRI.docx

Sehubungan dengan kriteria bagi saksi nikah, status saksi sebagai seorang yang adil

masih menjadi perdebatan di kalangan ulama.

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa saksi tidak harus orang yang adil. Siapapun

yang berhak menjadi wali nikah, maka ia juga berhak menjadi saksi. Menurut

kriteria ini, pernikahan dengan dua saksi yang fasiq dihukumi sah.

Ulama Shafi’iyah, Malikiyah dan Hanabilah menyatakan bahwa saksi haruslah

orang yang adil, sebagaimana tersebut dalam hadits د�ي� اه� و�ش� ل�ي ب�و� إ�ال� ن�كا�ح� ال�

.ع�د�ل�

Terlepas dari status adil maupun tidak, madhhab Shafi’i dan Hambali menyatakan

bahwa dua orang yang menjadi saksi harus laki-laki. Dengan demikian, persaksian

seorang laki-laki dan dua orang wanita tidak dapat diterima dalam pernikahan.

Pendapat ini berdasarkan pada hadits nabi :

” . , , الطالق في وال النكاح في وال الحدود في النساء شهادة يجوز ال أن

Sedangkan ulama Hanafiyah berpendapat bahwa persaksian satu orang laki-laki dan

dua orang perempuan dalam pernikahan diperbolehkan. Pendapat ini berangkat dari

persepsi bahwa saksi pernikahan sama dengan saksi dalam jual beli (harta benda).

Oleh karena perempuan dapat dijadikan saksi dalam masalah harta benda, maka ia

juga dapat menjadi saksi pernikahan1

3.3. Nikah Tanpa Dicatatkan Pada Lembaga Pencatatan Sipil

Adapun fakta pernikahan siri kedua, yakni pernikahan yang sah menurut ketentuan syariat

namun tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil; sesungguhnya ada dua hukum yang

harus dikaji secara berbeda; yakni

1. Hukum pernikahannya

2. Hukum tidak mencatatkan pernikahan di lembaga pencatatan negara

Dari aspek pernikahannya, nikah siri tetap sah menurut ketentuan syariat, dan pelakunya

tidak boleh dianggap melakukan tindak kemaksiyatan, sehingga berhak dijatuhi sanksi

hukum. Pasalnya, suatu perbuatan baru dianggap kemaksiyatan dan berhak dijatuhi sanksi

1 Kitabul Fiqh ‘Alaa Madzahibul Arba’ah Ta’lif Abdurrohman bin Muhammad ‘uwadl Al jazary, Bab. Saksi Hal. 29

12

Page 16: makalah FIQH NIKAH SIRI.docx

di dunia dan di akherat, ketika perbuatan tersebut terkategori ”mengerjakan yang haram”

dan ”meninggalkan yang wajib”. Seseorang baru absah dinyatakan melakukan

kemaksiyatan ketika ia telah mengerjakan perbuatan yang haram, atau meninggalkan

kewajiban yang telah ditetapkan oleh syariat.

Begitu pula orang yang meninggalkan atau mengerjakan perbuatan-perbuatan yang

berhukum sunnah, mubah, dan makruh, maka orang tersebut tidak boleh dinyatakan telah

melakukan kemaksiyatan; sehingga berhak mendapatkan sanksi di dunia maupun di

akherat. Untuk itu, seorang qadliy tidak boleh menjatuhkan sanksi kepada orang-orang

yang meninggalkan perbuatan sunnah, dan mubah; atau mengerjakan perbuatan mubah atau

makruh.

Seseorang baru berhak dijatuhi sanksi hukum di dunia ketika orang tersebut; 

1) Meninggalkan kewajiban, seperti meninggalkan sholat, jihad, dan lain sebagainya; 

2) Mengerjakan tindak haram, seperti minum khamer dan mencaci Rasul saw, dan lain

sebagainya; 

3) Melanggar aturan-aturan administrasi negara, seperti melanggar peraturan lalu lintas,

perijinan mendirikan bangunan, dan aturan-aturan lain yang telah ditetapkan oleh

negara.

Berdasarkan keterangan dapat disimpulkan; pernikahan yang tidak dicatatkan di lembaga

pencatatan negara tidak boleh dianggap sebagai tindakan kriminal sehingga pelakunya

berhak mendapatkan dosa dan sanksi di dunia. Pasalnya, pernikahan yang ia lakukan telah

memenuhi rukun-rukun pernikahan yang digariskan oleh Allah swt. 

3.4. Hal-Hal Positif yang Didapat dari Penyiaran Pernikahan

1. Untuk mencegah munculnya fitnah di tengah-tengah masyarakat;

2. Memudahkan masyarakat untuk memberikan kesaksiannya, jika kelak ada persoalan-

persoalan yang menyangkut kedua mempelai;

3. Memudahkan untuk mengidentifikasi apakah seseorang sudah menikah atau belum.

Hal semacam ini tentunya berbeda dengan pernikahan yang tidak disiarkan, atau

dirahasiakan (siri). Selain akan menyebabkan munculnya fitnah; misalnya jika perempuan

yang dinikahi siri hamil, maka akan muncul dugaan-dugaan negatif dari masyarakat

13

Page 17: makalah FIQH NIKAH SIRI.docx

terhadap perempuan tersebut; pernikahan siri juga akan menyulitkan pelakunya ketika

dimintai persaksian mengenai pernikahannya. Jika ia tidak memiliki dokumen resmi, maka

dalam semua kasus yang membutuhkan persaksian, ia harus menghadirkan saksi-saksi

pernikahan sirinya; dan hal ini tentunya akan sangat menyulitkan dirinya. Atas dasar itu,

anjuran untuk mencatatkan pernikahan di lembaga pencatatan negara menjadi relevan, demi

mewujudkan kemudahan-kemudahan bagi suami isteri dan masyarakat serta untuk

mencegah adanya fitnah.

3.5. Bahaya Terselubung Surat Nikah

Walaupun pencatatan pernikahan bisa memberikan implikasi-implikasi positif bagi

masyarakat, hanya saja keberadaan surat nikah acapkali juga membuka ruang bagi

munculnya praktek-praktek menyimpang di tengah masyarakat. Lebih-lebih lagi,

pengetahuan masyarakat tentang aturan-aturan Islam dalam hal pernikahan, talak, dan

hukum-hukum ijtimaa’iy sangatlah rendah, bahwa mayoritas tidak mengetahui sama

sekali.Diantara praktek-praktek menyimpang dengan mengatasnamakan surat nikah adalah;

Pertama, ada seorang suami mentalak isterinya sebanyak tiga kali, namun tidak

melaporkan kasus perceraiannya kepada pengadilan agama, sehingga keduanya masih

memegang surat nikah. Ketika terjadi sengketa waris atau anak, atau sengketa-sengketa

lain, salah satu pihak mengklaim masih memiliki ikatan pernikahan yang sah, dengan

menyodorkan bukti surat nikah. Padahal, keduanya secara syar’iy benar-benar sudah tidak

lagi menjadi suami isteri.

Kedua, surat nikah kadang-kadang dijadikan alat untuk melegalkan perzinaan atau

hubungan tidak syar’iy antara suami isteri yang sudah bercerai. Kasus ini terjadi ketika

suami isteri telah bercerai, namun tidak melaporkan perceraiannya kepada pengadilan

agama, sehingga masih memegang surat nikah. 

Ketika suami isteri itu merujuk kembali hubungan suami isteri –padahal mereka sudah

bercerai–, maka mereka akan terus merasa aman dengan perbuatan keji mereka dengan

berlindung kepada surat nikah. Sewaktu-waktu jika ia tertangkap tangan sedang melakukan

14

Page 18: makalah FIQH NIKAH SIRI.docx

perbuatan keji, keduanya bisa berdalih bahwa mereka masih memiliki hubungan suami

isteri dengan menunjukkan surat nikah.

Oleh karena itu, penguasa tidak cukup menghimbau masyarakat untuk mencatatkan

pernikahannya pada lembaga pencatatan sipil negara, akan tetapi juga berkewajiban

mendidik masyarakat dengan hukum syariat –agar masyarakat semakin memahami hukum

syariat–, dan mengawasi dengan ketat penggunaan dan peredaran surat nikah di tengah-

tengah masyarakat, agar surat nikah tidak justru disalahgunakan.

15

Page 19: makalah FIQH NIKAH SIRI.docx

BAB IV

PENUTUP

2.1. Kesimpulan

1. Bahwa penyiaran pernikahan dan adanya surat nikah lebih banyak menimbulkan hal

positif daripada hal negatif

2. Penguasa (dalam hal ini pemerintah) harus mengawasi dengan ketat penggunaan dan

peredaran surat nikah di tengah-tengah masyarakat, agar surat nikah tidak justru

disalahgunakan

3. Hadith yang ditakhrij oleh al-Daruqutni dari ’Aishah tentang pernikahan tanpa wali dan

saksi adalah hadith dhaif.

4. Selain ulama Hanafiyah, ulama sepakat bahwa wali merupakan syarat sah nikah.

Dengan kata lain, pernikahan tanpa adanya saksi adalah tidak sah. Bagi wanita yang

tidak memiliki wali, maka yang menjadi walinya adalah hakim.

5. Selain imam Malik dan madhhab Shi’ah, mayoritas ulama menyepakati bahwa saksi

juga merupakan syarat yang menentukan dalam sah atau tidaknya pernikahan. Dengan

demikian, tidak sah hukumnya pernikahan tanpa adanya dua orang saksi.

6. Pelaku nikah siri hendaknya tidak dipidanakan karena nikah siri dapat terjadi oleh

berbagai faktor dan secara syariat pernikahan tersebut sah apabila terdapat

a) Wali

b) Dua orang saksi, dan

c) Ijab qabul. 

2.2. Saran

Sebaiknya pembahasan mengenai nikah siri tidak hanya dilakukan oleh kalangan tertentu

saja namun akan lebih baik apabila disosialisasikan pada masyarakat baik-buruknya dan

berbagai pro-kontra yang terjadi agar masyarakat dapat terbantu dalam mengambil

keputusan dan mengurangi terjadinya pernikahan siri. Apabila sosialisasi agak sulit dapat

dilakukan dengan terjunnya berbagai pakar yang memahami detail hukum dan seluk-beluk

nikah siri ini untuk berdiskusi langsung dengan masyarakat.

16

Page 20: makalah FIQH NIKAH SIRI.docx

DAFTAR PUSTAKA

Artikel “Rancangan Undang-Undang Materil oleh Peradilan Agama Bidang Perkawinan”

Abdurrohman bin Muhammad ‘uwadl Al jazary, Kitabul Fiqh ‘Alaa Madzahibul Arba’ah

Maktabah al-Shamilah, Sunan al-Daruqutni no 3580

Ali, Ibn Umar al-Daruqutni.Sunan al-Daruqutni.Beirut: Dar al-Kitab al-’Alamiyah. 1985

Ali, Muhammad al-Shabuni.Tafsir ayat al-Ahkam. Syiria: Maktabah al-Ghazali, Juz II. 1988

17