Upload
balqis-kamalia-fikria
View
161
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
filsafat pancasila
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara Indonesia, bukan terbentuk
secara mendadak serta bukan hanya diciptakan oleh seseorang sebagaimana yang
terjadi pada ideologi-ideologi lain di dunia, namun ideologi Indonesia ini
terbentuk melalui proses yang cukup panjang dalam sejarah bangsa Indonesia
sehingga mampu membangun sebuah ideologi yang menyatukan kearifan lokal
dari seluruh suku, kebijaksanaan dari seluruh agama dan kepercayaan,
dikolaborasikan dan saling bertoleransi dalam satu wadah bernama Pancasila.
Indonesia menjadikan Pancasila sebagai ideologi dasar negara yang
menjadi pedoman dasar pembentukan suatu kebijakan konstitusional. Berbeda
dengan negara lain yang mengembangkan sistem politik, keuangan, dan agama
sebagai ideologi mereka, justru Indonesia menciptakan suatu ideologi baru yang
mempersatukan perbedaan. Para pendiri negara ini tidak menghendaki sistem
politik menjadi sebuah ideologi karena akan berakibat pada feodalisme, mereka
juga tidak menghendaki sistem pasar dan keuangan menjadi ideologi karena akan
hanya menguntungkan para pemodal kuat, mereka juga menolak agama menjadi
ideologi karena begitu beragamnya agama yang dimiliki.
Namun pada kenyataanya, hubungan antara agama dan negara dalam
konteks Indonesia-tidak dipungkiri-kerap menjadi perdebatan sengit, bahkan
dalam suasana sigmatis. Perdebatan itu tak hanya terjadi di tingkat wacana,
melainkan telah diikuti tuntutan riil tentang konsep agama Islam yang perlu
dibumikan di Indonesia. Sejarah mencatat, sejak Indonesia merdeka tuntutan
untuk menjadikan Islam sebagai ideologi dan dasar negara itu seperti tidak
pernah surut. Padahal dari sisi pengamalannya, Pancasila menetapkan kebaikan
bukan sebagai aturan yang wajib diikuti, namun merupakan sebuah keharusan
yang dikarenakan kebutuhan manusiawi. Sekali lagi pada dasarnya Pancasila
terbentuk dari seluruh kearifan yang ada diseluruh bumi pertiwi termasuk
kearifan-kearifan yang terkandung dalam agama, termasuk Islam, dengan kata lain
1
butir-butir Pancasila merupakan penghayatan intisari ajaran Islam, pelanggaran
terhadap Pancasila, maka sama dengan pelanggaran terhadap Syariat Islam.
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengertian dari Pancasila sebagai Ideologi Nasional?
2. Bagaimana hubungan antara Ideologi Nasional dan Ideologi Agama Islam?
C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan Makalah
1. Tujuan Penulisan Makalah
a. Untuk mengetahui Pengertian dari Pancasila sebagai Ideologi Nasional.
b. Untuk mengetahui hubungan antara Ideologi Nasional dan Ideologi
Agama Islam.
2. Kegunaan Penulisan Makalah
a. Bagi Penulis
Penulisan makalah ini disusun sebagai salah satu pemenuhan tugas
terstruktur dari mata kuliah filsafat Pancasila.
b. Bagi pihak lain
Makalah ini diharapkan dapat menambah referensi pustaka yang
berhubungan antara Pancasila dengan Agama islam
D. Batasan Masalah
Makalah ini hanya membahas uraian tentang Pancasila sebagai ideologi
nasional bangsa Indonesia, serta korelasinya dengan ideologi agama Islam.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pancasila Sebagai Ideologi Nasional Bangsa dan Negara Indonesia
A. Pengertian Ideologi
Berdasarkan etimologinya, Ideologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri
dari dua kata yaitu Idea berarti raut muka, perawakan, gagasan dan buah pikiran
dan Logia berarti ajaran. Dengan demikian ideologi adalah ajaran atau ilmu
tentang gagasan dan buah pikiran atau science des ideas.
Pengertian Ideologi secara umum adalah suatu kumpulan gagasan, ide,
keyakinan serta kepercayaan yang bersifat sistematis yang mengarahkan tingkah
laku seseorang dalam berbagai bidang kehidupan seperti:
1) Bidang politik, termasuk bidang hukum, pertahanan dan keamanaan.
2) Bidang sosial
3) Bidang kebudayaan
4) Bidang keagamaan
B. Ideologi Terbuka dan Ideologi Tertutup
Pancasila dalam kedudukannya sebagai ideologi terbuka, diharapkan
mampu menjadi filter untuk menyerap pengaruh perubahan zaman di era
globaslisasi ini. Keterbukaan ideologi Pancasila terutama ditujukan dalam
penerapan yang berbentuk pola pikir yang dinamis dan konseptual. Ideologi
negara merupakan hasil refleksi manusia atas kemampuannya mengadakan
distansi (menjaga jarak) dengan dunia kehidupannya. Anatara ideologi dan
kenyataan hidup masyarakat terdapat hubungan dialektis, sehingga terjadi
pengaruh timbal balik yang terwujud dalam interaksi yang di satu pihak memacu
ideologi agar makin realistis dan di lain pihak mendorong masyarakat agar makin
mendekati bentuk yang ideal. Ideologi mencerminkan cara berfikir masyarakat
dan juga membentuk masyarakat menuju cita-cita.
Perbedaan antara ideologi terbuka dan ideologi tertutup:
3
Ideologi
Aspek
Terbuka Tertutup
Ciri khas
Hubungan Rakyat
dan Penguasa
- Nilai-nilai dan cita-cita
digali dari kekayaan adat
istiadat, budaya dan
religius masyarakatnya.
- Menerima reformasi
- Penguasa bertanggung
jawab pada masyarakat
sebagai pengemban
amanah rakyat
- Nilai-nilai dan cita-
cita dihasilkan dari
pemikiran individu
atau kelompok yang
berkuasa dan
masyarakat
berkorban demi
ideologinya.
- Menolak reformasi
- Masyarakat harus
taat kepada ideologi
elite penguasa.
- Totaliter
C. Ideologi Partikular dan Ideologi Komprehensif
Menurut Karl Manheim yang beraliran Mark secara sosiologis ideologi
dibedakan menjadi dua yaitu ideologi yang bersifat Partikular dan ideologi
yang bersifat Komprehensif.
Ideologi
Partikular Komprehensif
4
Aspek
Ciri khas
Hubungan rakyat dan
penguasa
- Nilai-nilai dan cita-cita
merupakan suatu
keyakinan-keyakinan
yang tersusun secara
sistematis dan terkait
erat dengan kepen
tingan kelas sosial
tertentu.
- Negara komunis
membela kaum
proletar.
- Negara liberal
membela kebebasan
individu.
- Mengakomodasi
nilai-nilai dan cita-
cita yang bersifat
menyeluruh tanpa
berpihak pada
golongan tertentu
atau melakukan
transformasi sosial
secara besar-besaran
menuju bentuk
tertentu.
- Negara
mengakomodasi
berbagai idealisme
yang berkembang
dalam masya rakat
yang bersifat
majemuk seperti
Indonesia dengan
Ideologi Pancasila.
Menurut Alfian kekuatan ideologi tergantung pada kualitas tiga dimensi
yang ada pada ideologi tersebut yaitu :
5
Dimensi realita, yaitu bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam
ideologi tersebut secara riil hidup di dalam serta bersumber dari budaya
dan pengalaman sejarah masyarakat atau bangsanya.
Dimensi idealisme, yaitu bahwa nilai-nilai dasar ideologi tersebut
mengandung idealisme yang memberi harapan tentang masa depan yang
lebih baik melalui pengalaman dalam praktik kehidupan bersama sehari-
hari.
Dimensi fleksibilitas/dimensi pengembangan, yaitu ideologi tersebut
memiliki keluwesan yang memungkinkan dan merangsang
pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan dengan ideologi
bersangkutan tanpa menghilangkan atau mengingkari jati diri yang
terkandung dalam nilai-nilai dasarnya.
Dengan demikian Pancasila memenuhi ketiga syarat tersebut sehingga
ideologi Pancasila senantiasa hidup, tahan uji dan fleksibel terhadap perubahan
jaman dari masa ke masa.
Karena nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan nilai-nilai
yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dan bangsa Indonesia sebagai
Pandangan hidup dan kepribadiannya maka menempatkan Pancasila sebagai
ideologi bangsa sekaligus sebagai ideologi negara. Pancasila sebagai ideologi
negara memiliki makna :
Mempunyai derajat yang tinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan
kenegaraan.
Mewujudkan satu azas kerohanian pandangan dunia, pandangan hidup
yang harus dipelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarikan kepada
generasi penerus bangsa, diperjuangkan dan dipertahankan dengan
semangat nasionalisme.
Dalam proses Reformasi, MPR melalui sidang istimewa tahun 1998,
kembali menegaskan kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara Republik
Indonesia yang tertuang dalam TAP MPR No. XVIII/MPR/1998. Oleh karena
6
itu segala agenda dalam proses reformasi, yang meliputi rakyat (Sila keempat)
juga harus mendasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Reformasi tidak mungkin menyimpang dari nilai Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan , Kerakyatan dan Keadilan
Pancasila sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namun
bersifat reformatif, dinamis dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi
Pancasila adalah bersifat aktual, dinamis, antisipatif dan senantiasa mampu
menyesuaikan dengan perkembangan jaman, ilmu pengetahuan dan teknologi
serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat. Keterbukaan ideologi
Pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai dasar yang terkandung di
dalamnya, namun mengeksplisitkan wawasannya secara lebih konkrit,
sehingga memiliki kemampuan yang reformatif untuk memecahkan masalah-
masalah aktual yang selalu berkembang.
D. Pancasila Sebagai Ideologi Nasional
Suatu sistem filsafat pada tingkat perkembangan tertentu melahirkan
ideologi. Biasanya ideologi lebih mengutamakan asas-asas kehidupan politik
dan kenegaraan sebagai satu kehidupan nasional yang esensinya adalah
kepemimpinan, kekuasaan dan kelembagaan dengan tujuan kesejahteraan.
Secara filosofis, ideologi bersumber pada suatu sistem filsafat dikembangkan
dan dilaksanakan oleh suatu ideologi. Berdasarkan asas teoritis demikian, maka
nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila adalah falsafah hidup yang
berkembang dalam sosio-budaya Indonesia. Nilai Pancasila yang telah
terkristalisasi dianggap sebagai nilai dasar dan puncak (sari-sari) budaya
bangsa.
Sedemikian mendasarnya nilai-nilai Pancasila dalam menjiwai dan
memberikan watak (kepribadian, identitas), pengakuan atas kedudukan
Pancasila sebagai filsafat adalah wajar. Sebagai ajaran filsafat, Pancasila
mencerminkan nilai dan pandangan mendasar dan hakikat rakyat Indonesia
dalam hubungannya dengan : Ketuhanan, Kemanusiaan, Kenegaraan,,
Kekeluargaan dan Musyawarah, serta Keadilan Sosial.
7
Nilai dan fungsi filsafat Pancasila telah ada jauh sebelum Indonesia
merdeka. Ini berarti, dengan kemerdekaan yang diperoleh bangsa dan negara
Indonesia, secara melembaga dan formal, kedudukan dan fungsi Pancasila
ditingkatkan. Dari keudukannya sebagai filsafat hidup ditingkatkan menjadi
filsafat negara “dari kondisi sosio-budaya yang terkristalisasi menjadi nilai
filosofis-ideologis yang kontinental” (dikukuhkan berdasarkan Undang-
Undang Dasar 1945)
Ideologi nasional erat hubungannya dengan dasar negara. Apabila dasar
negara menekankan kepada pengertian negara sebagai perubahan bangsa, maka
ideologi nasional lebih menekankan kepada keseluruhan pancaran pondamen
kedalam cita-cita yang mengisi perubahan bangsa.
Oleh karena itu, ideologi negara dalam arti cita-cita yang menjadi basis
bagi suatu sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa yang
bersangkutan pada hakekatnya merupakan asas kerohanian yang antara lain
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Mempunyai derajat yang tinggi sebagai nilai hidup kebangsaan dan
kenegaraan
b. Oleh karena itu mewujudkan suatu asas kerohaniaan, pandangan dunia,
pandangan hidup, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara,
dikembangkan, diamalkan, dilestarisakan kepada generasi berikutnya,
diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban.
2. Hubungan Pancasila Sebagai Ideologi Nasional dengan Ideologi Islam
A. Negara Pancasila adalah Negara Kebangsaan yang Berketuhanan Yang Maha
Esa
Sesuai dengan makna negara kebangsaan Indonesia yang berdasarkan
Pancasila adalah kesatuan integral dalam kehidupan bangsa dan negara, maka
memiliki sifat kebersamaan, kekeluargaan serta religiusitas. Dalam pengertian
inilah maka Negara Pancasila pada hakikatnya adalah negara kebangsaan yang
Berketuhanan Yang Maha Esa.
8
Rumusan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana terdapat dalam
Pembukaan UUD 1945, telah memberikan sifat yang khas kepada Negara
Kebangsaan Indonesia, yaitu bukan merupakan negara sekuler yang
memisahkan antara agama dengan negara demikian juga bukan merupakan
negara agama yaitu negara yang mendasarkan atas agama tertentu.
Negara tidak memaksa dan tidak memaksakan agama karena agama
adalah merupakan suatu keyakinan bathin yang tercermin dalam hati sanubari
dan tidak dapat dipaksakan. Kebebasan beragama dan kebebasan agama adalah
merupakan hak asasi manusia yang paling mutlak, karena langsung bersumber
pada martabat manusia yang berkedudukan sebagai makhluk pribadi dan
makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu agama bukan
pemberian negara atau golongan tetapi hak beragama dan kebebasan beragama
merupakan pilihan pribadi manusia dan tanggung jawab pribadinya.
Hubungan negara dengan agama menurut Negara Pancasila adalah
sebagai berikut :
a. Negara adalah berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
b. Bangsa Indonesia adalah sebagai bangsa yang Berketuhanan Yang
Maha Esa.
c. Tidak ada tempat bagi Atheisme dan Sekulerisme karena hakikatnya
manusia berkedudukan kodrat sebagai makhluk Tuhan.
d. Tidak ada tempat pertentangan agama, golongan agama, antar dan inter
pemeluk agama serta antar pemeluk agama.
e. Tidak ada tempat bagi pemaksaan agama karena ketaqwaan itu bukan
hasil paksaan bagi siapapun juga.
f. Oleh karena itu harus memberikan toleransi terhadap orang lain dalam
menjalankan agama dan negara.
g. Segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara harus
sesuai dengan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa terutama norma-
norma hukum positif maupun norma moral, baik moral negara maupun
moral para penyelenggara negara.
9
h. Negara pada hakikatnya adalah merupakan “ . . . . .berkat Rahmat Allah
Yang Maha Esa.
B. Butir-Butir Penghayatan Pancasila
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
(1) Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
(2) Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.
(3) Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara
pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
(4) Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
(5) Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah
yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha
Esa.
(6) Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan
ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
(7) Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa kepada orang lain.
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
(1) Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
(2) Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap
manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan,
jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
(3) Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
(4) Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
(5) Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
10
(6) Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
(7) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
(8) Berani membela kebenaran dan keadilan.
(9) Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat
manusia.
(10) Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan
bangsa lain.
3. Persatuan Indonesia
(1) Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan
keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas
kepentingan pribadi dan golongan.
(2) Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila
diperlukan.
(3) Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
(4) Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air
Indonesia.
(5) Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.
(6) Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
(7) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
(1) Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia
mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
(2) Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
(3) Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
(4) Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
11
(5) Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai
sebagai hasil musyawarah.
(6) Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan
hasil keputusan musyawarah.
(7) Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas
kepentingan pribadi dan golongan.
(8) Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani
yang luhur.
(9) Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral
kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan
kesatuan demi kepentingan bersama.
(10) Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk
melaksanakan pemusyawaratan.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
(1) Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan
suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
(2) Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
(3) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
(4) Menghormati hak orang lain.
(5) Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
(6) Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan
terhadap orang lain.
(7) Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan
gaya hidup mewah.
(8) Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan
kepentingan umum.
(9) Suka bekerja keras.
(10) Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan
dan kesejahteraan bersama.
12
(11) Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang
merata dan berkeadilan sosial.
Berdasarkan butir-butir pancasila di atas, telah diketahui bahwa tidak
ada satu butir Pancasila pun yang melanggar Syariat Islam ataupun ajaran
agama lain. Lagi pula penghayatan Islam di Indonesia begitu beragam, karena
begitu banyaknya sekte-sekte serta paham pemikiran yang berkembang di
Indonesia, ada Sunni, Syiah, Salafi, Suffi, lalu jika Islam sebagai ideologi
negara, itu sama saja menjerumuskan Islam kedalam perang saudara
memperebutkan kekuasaan.
Sejarah telah membuktikan bahwa ketika Islam dicampur adukan
dengan kekuasaan, yang terjadi justru perpecahan. Kita tidak boleh
menyamakan keadaan sekarang seperti saat Baginda Rasulullah SAW masih
ada, dimana saat ini sudah tidak ada lagi sosok yang mampu mempersatukan
golongan-golongan yang berbeda pemahaman dan pemikiran, bahkan pada saat
kekhalifahan Islam masih berdiripun (Paska kepemimpinan Khulafaur
Rasyidin), mereka saling menyerang dan menghancurkan kekhalifahan lawan
demi mendapat eksistensi sebagai Amirul Mukminin, walaupun cara yang
ditempuhnya justru berlawanan dengan sikap seorang mukmin.
Pada dasarnya, Islam dan pancasila adalah dua hal yang tak dapat
dipisahkan sebab keduanya bertujuan mewujudkan perdamaian di muka bumi.
Untuk itu perlu ada rumusan dan diplomasi baru guna menjadikan keduanya
sebagai ruh bangsa Indonesia. Indonesia yang dapat membentuk
masyarakatnya dapat berbangsa tanpa merasa berdosa kepada Tuhannya,
demikian pula dapat beragama tanpa merasa mengkhianati bangsanya.
Menjadikan agama untuk mengisi pancasila agar tidak bertentangan secara
vertical kepada Tuhan. Yakinlah bahwa pancasila merupakan impelementasi
atau turunan dari ajaran Islam melalui ajaran hablun minannas (hubungan
kepada sesame manusia). Begitu pula melalui ajaran persaudaraan sesama
manusia (ukhuwah basyariyah) dan persaudaraan sesama anak bangsa
(ukhuwah wathoniyah).
13
Jadi mengamalkan Pancasila adalah bagian dari ibadah yang sesuai
dengan ajaran Islam dan mengamalkan Islam adalah bentuk pengabdian dan
kesetiaan kepada bangsa Indonesia. Sebaliknya, melanggar ketentuan Pancasila
dapat melanggar nilai-nilai dari ajaran Islam dan tidak melaksanakan Islam
adalah pengkhianatan kepada bangsa Indonesia.
C. Alasan-alasan Ideologi Pancasila Sesuai dengan Ideologi Agama Islam
Pancasila itu sendiri tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Dari sila
yang pertama sampai sila yang ke lima, satupun tidak ada yang bertentangan
dengan ajaran Islam, malah kedua ideologi ini seakan memiliki korelasi kuat
yang tidak dapat terpisahkan.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Dalam kebebasan berkeyakinan dan berpendapat, Islam tidak memaksa
seseorang untuk merubah keyakinannya dan memeluk Islam. Walaupun
Islam menyerukan untuk itu, namun seruan kepada Islam adalah satu hal
dan memaksa memeluk Islam ialah hal lain. Yang pertama disyariatkan dan
yang kedua dilarang:
�ن� إ حس�ن�� أ ه�ي� �ي �ت �ال ب ه�م اد�ل و�ج� �ة� ن ح�س� ال م�وع�ظ�ة� و�ال م�ة� ح�ك �ال ب !ك� ب ر� �يل� ب س� �ل�ى إ ادع�
�د�ين� م�هت �ال ب �م� عل� أ و�ه�و� �ه� �يل ب س� ع�ن ض�ل� �م�ن ب �م� عل
� أ ه�و� �ك� ب ر�
Artinya : Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk. (An-Nahl : 125)
Allah juga berfirman tentang paksaan :
�ؤم�ن و�ي �الط�اغ�وت� ب ف�ر �ك ي ف�م�ن غ�ي! ال م�ن� د� ش الر8 �ن� �ي �ب ت ق�د الد!ين� ف�ي اه� ر� �ك إ ال
�يم< ع�ل م�يع< س� �ه� و�الل �ه�ا ل ف�ص�ام� ان ال ق�ى و�ث ال و�ة� ع�ر �ال ب �مس�ك� ت اس ف�ق�د� �ه� �الل ب
Artinya : Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena
itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah,
maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat
14
yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
(Al-Baqarah : 256)
Salah satu prinsip yang ditetapkan syariat Islam ialah, kita biarkan
mereka dan juga agama yang mereka anut. Jadi, pemerintah Islam tidak
memusuhi non muslim baik keyakinannya maupun ibadatnya. Seperti
halnya tempat-tempat ibadat Yahudi dan Nasrani tetap terpelihara dalam
pemerintahan Islam di sepanjang masa, tidak juga mengalami kerusakan,
tidak dari kaum Muslimin dan tidak juga dari negara. Bahkan negara
melindunginya dan para pemiliknya diperbolehkan melakukan ibadat di
tempat itu.
Perlindungan fiqh Islam terhadap kebebasan akidah telah mencapai
taraf yang kita soalan masuk islamnya salah seorang dari suami isteri yang
non muslim, Imam Syafi’i (pendiri mazhab Syafi’i dalam fiqh)
mengatakan, tidak boleh menampakkan keislamannya kepada pasangannya.
Berbeda dengan mazhab Hanafi yang memperbolehkannya. Imam Syafi’i
beralasan : Sesungguhnya dalam penampakan keislaman ini terdapat (kesan)
permintaan masuk Islam kepada mereka (non muslim), padahal kita telah
menjamin dengan perjanjian tanggungan untuk tidak memaksa mereka. Jadi
Imam Syafi’i melihat bahwa menampakkan keislaman kepada pasangan
yang belum masuk Islam merupakan salah satu bentuk permintaan dan
pemaksaan kepadanya untuk masuk Islam, hingga tidak diperbolehkan.
Taraf yang begitu tinggi yang telah dicapai oleh fiqh Islam dalam
melindungi kebebasan akidah.
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Sila ke-dua ini sesuai dengan ayat Al-Qur’an:
FALA TATTABIUL HAWAA – ANTA’DILUU (QS.An Nisaa 135).
Artinya: Maka janganlah kamu mengikuti hawa, hendaklah kamu jadi
manusia yang adil.
3. Persatuan Indonesia
Sila ke-tiga Pancasila ini, sesuai dengan ayat Al-Qur’an:
WAJA ALNAAKUM SYU-‘UUBA WA QOBAILA LITA’AROFU
(QS.Alhujrot:13)
15
Artinya: Dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal mengenal.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan
Sila Pancasila ini memiliki kesesuaian dengan ayat Al-Qur’an:
WA AFROHUM SYUU ROO BAINAHUM (QS. Asy Syuraa 38)
Artinya: Dan perkara mereka dimusyawaratan antara mereka.
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Ayat yang sesuai dengan sila Pancasila ini adalah:
INNALLOOHA YA’MURUKUM BIL’ADLI WA IKHSAN (QS.An Nahl 90).
Artinya: Sesungguhnya Alloh Ta’ala itu menyuruh kamu dengan adil dan
baik
16
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan latar belakang, serta pembahasan di atas, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
- Pancasila adalah ideologi yang sangat baik untuk diterapkan di negara
Indonesia yang terdiri dari berbagai macam agama, suku, ras dan bahasa.
Sehingga jika ideologi Pancasila diganti oleh ideologi yang berlatar
belakang agama, akan terjadi ketidaknyamanan bagi rakyat yang memeluk
agama di luar agama yang dijadikan ideologi negara tersebut.
- Dengan mempertahankan ideologi Pancasila sebagai dasar negara, jika
melaksanakannya dengan baik, maka perwujudan untuk menuju negara
yang aman dan sejahtera pasti akan terwujud.
- Terdapatnya korelasi yang jelas antara Pancasila sebagai ideologi nasional
Bangsa Indonesia, dengan ideologi Agama Islam. Dimana keduanya
adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan, sebab keduanya bertujuan
mewujudkan perdamaian di muka bumi.
- Pancasila merupakan impelementasi atau turunan dari ajaran Islam melalui
ajaran hablun minannas (hubungan kepada sesame manusia). Begitu pula
melalui ajaran persaudaraan sesama manusia (ukhuwah basyariyah) dan
persaudaraan sesama anak bangsa (ukhuwah wathoniyah). Jadi
mengamalkan Pancasila adalah bagian dari ibadah yang sesuai dengan
ajaran Islam dan mengamalkan Islam adalah bentuk pengabdian dan
kesetiaan kepada bangsa Indonesia. Sebaliknya, melanggar ketentuan
Pancasila dapat melanggar nilai-nilai dari ajaran Islam dan tidak
melaksanakan Islam adalah pengkhianatan kepada bangsa Indonesia.
B. IMPLIKASI
Untuk semakin memperkokoh rasa bangga terhadap Pancasila, maka
perlu adanya peningkatan pengamalan butir-butir Pancasila khususnya sila
ke-1. Salah satunya dengan saling menghargai antar umat beragama.
17
Untuk menjadi sebuah negara Pancasila yang nyaman bagi rakyatnya, diperlukan
adanya jaminan keamanan dan kesejahteraan setiap masyarakat yang ada di
dalamnya. Khususnya jaminan keamanan dalam melaksanakan kegiatan
beribadah.
C. SARAN
Untuk mengembangkan nilai-nilai Pancasila dan memadukannya dengan
agama, diperlukan usaha yang cukup keras. Salah satunya kita harus memiliki rasa
nasionalisme yang tinggi. Selain itu, kita juga harus mempunyai kemauan yang
keras guna mewujudkan negara Indonesia yang aman, makmur dan nyaman bagi
setiap orang yang berada di dalamnya.
18
DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat. 1980. Manusia dan Agama. Jakarta: PT. Gramedia.
Nopirin. 1980. Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila, Cet. 9. Jakarta:
Pancoran Tujuh.
Drs.SZS Pangeran alhaj.1984. Pendidikan Pancasila, Cet. 1. Jakarta: Depdikbut
Uneversitas Terbuka
Salam, H. Burhanuddin, 1998. Filsafat Pancasilaisme. Jakarta: Rineka Cipta
Al Hikmah, 2007. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: CV Penerbit
Diponegoro
SumberLain:
http://www.asmakmalaikat.com/go/artikel/filsafat/index.htm
http://www.google.co.id http://www.goodgovernancebappenas.go.id/
artikel_148.htm
http:// www.teoma.com
http:// www.kumpulblogger.com
19