Upload
jefri
View
51
Download
13
Embed Size (px)
DESCRIPTION
hchfj
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Farmasi adalah profesi kesehatan yang menghubungkan kesehatan ilmu
dengan ilmu kimia dan dibebankan dengan memastikan penggunaan yang aman dan
efektif dari obat farmasi. Farmasi didefinisikan sebagai profesi yang menyangkut seni
dan ilmu penyediaan bahan obat, dari sumber alam atau sintetik yang sesuai, untuk
disalurkan dan digunakan pada pengobatan dan pencegahan berbagai macam
penyakit. Farmasi mencakup pengetahuan mengenai identifikasi, pemilahan
(selection), aksi farmakologis, pengawetan, penggabungan, analisis, dan pembakuan
bahan obat (drugs) dan sediaan obat (medicine). Pengetahuan kefarmasian mencakup
pula penyaluran dan penggunaan obat yang sesuai dan aman, baik melalui resep
(prsecription) dokter berizin, dokter gigi, dan dokter hewan, maupun melalui cara lain
yang sah, misalnya dengan cara menyalurkan atau menjual langsung kepada pemakai.
Kata farmasi diturunkan dari bahasa Yunani “pharmakon”, yang berarti cantik atau
elok, yang kemudian berubah artinya menjadi racun, dan selanjutnya berubah lagi
menjadi obat atau bahan obat. Oleh karena itu seorang farmasis (Pharmacist) adalah
satu-satunya profesi yang mengetahui segala sesuatu tentang obat, karena untuk
mengerti, memahami dan memiliki keahlian tentang obat bukanlah hal yang mudah
tetapi memerlukan pengetahuan yang mendalam mengenai semua aspek kefarmasian.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Farmasi Masa Lalu ?
2. Bagaimana Farmasi Masa Kini ?
3. Bagaimana Farmasi Masa Depan ?
C. TUJUAN
1. Mengetahui bagaimana Farmasi Masa Lalu
2. Mengetahui bagaimana Farmasi Masa Kini
3. Mengetahui bagaimana Farmasi Masa Depan
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Farmasi Masa Lalu
Shaman merupakan profesi pertama dan tertua di dunia, shaman merupakan
leluhur yang tidak menjadi leluhur pihak medis modern (dokter) dan pendeta
agamawan, tetapi juga leluhur yang berhubungan langsung dengan tipe profesi
lainnya. Shaman ini dibutuhkan karena adanya bahaya yang tidak pernah terduga
seperti kematian, penyakit, ataupun bencana lainnya dan pada zaman dahulu shaman
merupakan orang yang mengakui memiliki pengetahuan dan kuasa untuk mengatasi
segala misteri tersebut termasuk penyakit.
Perkembangan selanjutnya adalah tradisi tabib seperti di Yunani, Cina, India, Mesir,
dan berbagai wilayah di Asia seperti di Timur Tengah, dimana pada zaman itu di
Yunani, pendeta dianggap sebagai orang yang mampu menjaga kesejahteraan jasmani
dan rohani rakyat . Pengobatan yang dilakukan para pendeta kuil di Yunani tersebut
masih berpusat pada sekitar hal yang bersifat supranatural . Namun lambat laun
peranan pendeta ini diambil alih oleh tabib yang memperoleh ilmu pengetahuan
secara intuitif dan empiris .
Pada tahun 400 SM terdapat sekolah kedokteran dengan alumninya yang terkenal
bernama Hipokrates (459-370 SM)(2,5). Hipokrates yang merupakan bapak
kedokteran, memiliki peranan penting dalam membebaskan pengobatan dan upaya
pembedahan dari dasar yang berbau mistis . Hipokrates menggunakan lebih dari 200
jenis tumbuhan dalam pengobatan yang dilakukannya .
Orang yang paling berjasa dalam mengilmiahkan efek obat adalah Johan Jakob
Wepfer (1620-1695). Dialah yang pertama kali berhasil melakukan verifikasi efek
farmakologi dan toksikologi obat pada hewan percobaan, ia mengatakan: “I pondered
at length, finally I resolved to clarify the matter by experiment”. Dalam Bahasa
Indonesia berarti: Saya menimbang lama, akhirnya saya menemukan jalan untuk
memperjelas masalah dengan penelitian”. Hal ini masih terus dilakukan oleh farmasis
2
sampai sekarang untuk menemukan dan mengembangkan penemuan obat baru, yaitu
secara ilmiah dan bukan lagi secara mistis seperti pada zaman dahulu kala.
Pada mulanya penggunaan obat dilakukan secara empiric dari tumbuhan, dan hanya
berdasarkan pada pengalaman . Hal ini dilakukan dengan hal yang masih berbau
mistis dan hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melakukan pengobatan seperti
kepala adat, kepala suku, ataupun shaman dan orang sakti lainnya yang dipercaya
memiliki kemampuan menyembuhkan dan menangkal segala yang jahat (1,3). Di
Mesir ditemukan beberapa macam jenis dan cara penggunaan obat dan semuanya itu
ditulis pada papyrus yang diketahui ditulis pada abad ke-16 SM bernama Ebers
Papyrus/Papyrus Ebers(1,4). Ini merupakan suatu kertas yang bertulisan yang
panjangnya 60 kaki dan lebarnya 1 kaki . Berisi lebih dari 800 formula atau resep
obatdan disamping itu disebutkan pula sekitar 700 jenis obat-obatan yang berbeda .
Selanjutnya, Paracelcus (1541-1493 SM) berpendapat bahwa untuk membuat sediaan
obat perlu pengetahuan kandungan zat aktifnya dan dia membuat dari bahan yang
sudah diketahui zat aktifnya . Paracelcus berpendapat bahwa: “No substance is poison
by itself. It is the dose (the amount of exposure) that make a substance a poison” dan
“the right dose differentiates a poison and a remedy” (terjemahannya: “tidak ada
suatu apapun yang menjadi beracun dengan sendirinya. Dosislah yang membuat
sesuatu menjadi beracun” dan “dosis yang tepat membedakan racun dan obat
penyembuh”). Hal inilah yang mendasari adanya penentuan dosis dalam obat-obatan
yang dipegang teguh oleh para farmasis di dunia ini. Semua obat adalah racun yang
membedakannya hanyalah dosis yang tepat.
Lain lagi dengan Dioscorides yang merupakan seorang dokter dari Yunani dan juga
sekaligus merupakan ahli botani. Dia merupakan orang pertama yang menggunakan
ilmu tumbuh-tumbuhan sebagai ilmu farmasi terapan. Hasil karyanya yakni De
Materia Medica yang membahas lebih dari 500 jenis , dianggap sebagai awal
pengembangan botani farmasi dan dalam penyelidikan bahan obat yang diperoleh dari
alam. (1,8) Materia Medica merupakan istilah lama dari zaman dimana semua obat
merupakan berbahan dasar tumbuh-tumbuhan, hewan, maupun mineral secara
langsung.
3
Selanjutnya adalah Claudius Galen (200-129 SM) yang menghubungkan penyakit
dengan teori kerja obat yang merupakan bidang ilmu farmakologi (5,8). De Materia
Medica dan hasil pola kerja dari Galen mendominasi sampai abad pertengahan, ketika
pengobatan dari tanaman tetap dilestarikan dalam dua aliran: oleh Bangsa Arab dan
Biarawan Kristen yang menanam rempah-rempah dan tanaman obat pada kebun-
kebun biara .
Pada sekitar abad ke-10, seorang ahli pengobatan terkenal bernama Abdullah Bin Sina
atau Ibnu Sina atau Avicenna telah menulis beberapa buku tentang pengumpulan dan
penyimpanan tumbuhan obat serta cara pembuatan beberapa sediaan obat seperti pil,
suppositoria, ataupun sirup. Beliau juga menggabungkan beberapa pengetahuan
pengobatan dari beberapa Negara seperti Yunani, India, Persia, dan Arab untuk
menghasilkan pengobatan yang baik . Salah satu karyanya yang paling termashyur
adalah Al-Qanun fi At Tibb yang merupakan buku kedokteran klasik yang paling
modern .
Sampai pada abad ke-19, ternyata obat masih berupa produk organik maupun
anorganik yang dikeringkan atau dibuat segar, bahan mineral atau hewan yang aktif
dalam penyembuhan penyakit tetapi dapat juga menimbulkan efek toksik bila
dosisnya terlalu tinggi atau pada kondisi tertentu penderita. Selain itu, obat-obatan
terbatas pada musim sehingga untuk menjaga ketersediaan obat dan menjamin khasiat
dari tanaman tersebut (dosis tumbuhan kering dalam pengobatan ternyata sangat
bervariasi tergantung pada tempat asal, waktu panen, kondisi dan lama penyimpanan
tanaman tersebut). Hal-hal tersebutlah yang melandasi adanya proses ekstraksi dan
isolasi dari suatu tanaman. Proses ini pertama kali dilakukan oleh F.W. Sertuerner
(1783-1841). Pada tahun 1804, Sertuerner mempelopori isolasi senyawa bioaktif dan
memurnikannya dan secara terpisah dilakukan sintesis secara kimia .
Pada permulaan abad ke-20, obat-obatan kimia sintetis mulai nampak kemajuannya
dengan ditemukannya obat-obat termashyur, yakni salvarsan dan aspirin . Aspirin
disintesis oleh Felix Hoffman dan didirikanlah perusahaan farmasi pertama di dunia :
Bayer (2). Tetapi pendobrakan sejati baru tercapai dengan penemuan dan penggunaan
kemoterapeutika yakni Sulfanilamid (1935) dan penisilin (1940). Khasiat dari obat-
4
obatan ini diteliti secara pasti oleh penemu Penisilin yakni Dr. Alexander Fleming
pada tahun 1928.
B. Farmasi Masa Kini
Sejarah industri farmasi modern dimulai 1897 ketika Felix Hoffman
menemukan cara menambahkan dua atom ekstra karbon dan lima atom ekstra karbon
dan lima atom ekstra hidrogen ke adlam sari pati kulit kayu willow. Hasil
penemuannya ini dikenal dengan nama Aspirin, yang akhirnya menyebabkan lahirnya
perusahaan industri farmasi modern di dunia, yaitu Bayer. Selanjutnya, perkembangan
(R & D) pasca Perang Dunia I. Kemudian, pada Perang Dunia II para pakar berusaha
menemukan obat-obatan secara massal, seperti obat TBC, hormaon steroid, dan
kontrasepsi serta antipsikotika.
Sejak saat itulah, dunia farmasi terus berkembang dengan didukung oleh berbagai
penemuan di bidang lain, misalnya penggunaan bioteknologi. Sekolah-sekolah
farmasi saat ini hampir dijumpai di seluruh dunia. Kiblat perkembangan ilmu, kalau
bolehh kita sebut, memang Amerika Serikat dan Jerman (karena di sanalah industri
obat pertama berdiri).
Dunia Farmasi masa kini telah banyak mengalami perkembangan yang sangat pesat
dengan majunya perkembangan dunia Iptek. Dulu, ketika manusia mulai mengerti dan
mendalami masalah kesehatan, terbentuklah satu profesi yang bertanggung jawab
dalam menanggulangi masalah ini yang sering kita sebut dengan dokter. Kemudian,
seiring berjalannya waktu, semakin banyak permasalah kesehatan yang ditemui.
sehingga tak mungkin bagi seorang dokter mendalami semua ilmu terkait bidang
kesehatan. Selanjutnya, banyak terjadi pemekaran bidang ilmu pengetahuan dari
bidang kesehatan, salah satunya adalah ilmu farmasi. Jika mendengar kata farmasi,
maka gambaran yang terbentuk di masyarakat adalah seorang ahli obat-obatan.
"tukang" buat obat- begitulah sebutan yang sering terdengar.
Benar memang, farmasi adalah bagian dari ilmu kesehatan yang mendalami masalah
terkait obat. Dulu, seorang farmasis berorientasi untuk membuat sediaan (seperti
sirup, tablet, kapsul,dan salep) obat sehingga diharapkan dengan obat tersebut, dapat
menyembuhkan penyakit atau paling tidak megurangi rasa sakit atau menghambat
5
progresifitas penyakit. Ahli farmasi berlomba-lomba dalam menemukan obat baru
atau memodifikasi obat sehingga dapat memberikan efek penyembuhan yang lebih
baik dari obat lain.
Namun ternyata, di lapangan ditemukan banyaknya masalah terkait penggunaan obat.
Seorang pasien menjadi "lebih sakit" akibat menggunakan obat-obatan tersebut.
Kenapa? Banyak hal yang menyebabkan hal itu. Cipolle, 1998- meerangkan dalam
bukunya bahwa ada 7 kategor masalah terkait obat, yaitu membutuhkan tambahan
terapi obat, terapi obat yang tidak perlu, terapi salah obat, dosis terlalu rendah, dosis
terlalu tinggi, reaksi obat yang merugikan, dan kepatuhan. Hal ini kemudian menjadi
permasalahan yang cukup menarik perhatian di dunia kesehatan. Berangkat dari
kejadian-kejadian di lapangan seperti di atas, maka sekitar tahun 80-an, konsentrasi
farmasi di Indonesia mulai melakukan pengembangan ke arah patient oriented atau
pelayanan yang berorientasi pada pasien yang ditekuni oleh ahli-ahli bidang farmasi
klinis. Sebenarnya di USA, farmasi klinis telah menjadi perhatian sejak sekitar tahun
60-an. Namun, di Indonesia farmasi klinis baru memperlihatkan perkembangan di
tahun 2000-an dengan tercetusnya PP 51 yang memuat peraturan standar pelayanan
kefarmasian.
Lalu, apa yang dikerjakan oleh farmasis klinis di lapangan? Ini juga menjadi
pertanyaan pertama saya ketika mendengar istilah farmasi klinis. Contoh terdekatnya,
selama ini ketika kita "singgah" ke apotek, kita tak pernah tau siapa apoteker yang
bertugas di apotek tersebut. Sehingga banyak masyarakat yang beranggapan bahwa
petugas yang selama ini melayani pembelian obat di apotek adalah apoteker atau
menyamakan antara asisten apoteker dengan apoteker. Selama ini, apoteker tak
pernah ada di tempat ketika apotek buka. Setelah PP 51 diberlakukan, apoteker wajib
berada di tempat selama apotek buka. Lalu, apa gunanya bagi masyarakat ? Nah, jika
Anda mengalami sakit ringan atau perlu informasi mengenai obat-obat yang Anda
konsumsi, jangan sungkan untuk berkonsultasi dengan apoteker di apotek Anda.
Dengan Anda mengetahui informasi seputar obat yang Anda konsumsi, Anda telah
mengurangi resiko terkena masalah terkait obat seperti di atas. Misalnya, ketika Anda
diresepkan Antibiotik oleh dokter, hal-hal yang harus Anda ketahui ialah bahwa
Antibiotik haruslah diminum dengan waktu yang teratur dan digunakan hingga obat
yang diresepkan habis. Penggunaan antibiotik tidak boleh dibarengi dengan antasida
6
(obat mag) dan pemberian susu dalam waktu yang berdekatan. Apoteker Anda akan
menjelaskan hal-hal lain yang perlu Anda ketahui. Obat akan menyembuhkan
penyakit ketika diberikan dengan dosis dan cara penggunaan yang tepat. Namun jika
tidak, obat justru bisa membunuh Anda secara spontan atau perlahan-lahan.
Pendidikan farmasi berkembang seiring dengan pola perkembangan teknologi agar
mampu menghasilkan produk obat yang memenuhi persyaratan dan sesuai dengan
kebutuhan. Kurikulum pendidikan bidang farmasi disusun lebih ke arah teknologi
pembuatan obat untuk menunjang keberhasilan para anak didiknya dalam
melaksanakan tugas profesinya.
Dilihat dari sisi pendidikan Farmasi, di Indonesia mayoritas farmasi belum
merupakan bidang tersendiri melainkan termasuk dalam bidang MIPA (Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam) yang merupakan kelompok ilmu murni (basic science)
sehingga lulusan S1-nya pun bukandisebut Sarjana Farmasi melainkan Sarjana Sains.
Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia (1997) dalam “informasi jabatan untuk
standar kompetensi kerja” menyebutkan jabatan Ahli Teknik Kimia Farmasi, (yang
tergolong sektor kesehatan) bagi jabatan yang berhubungan erat dengan obat-obatan,
dengan persyaratan, pendidikan Sarjana Teknik Farmasi.
Buku Pharmaceutical handbook menyatakan bahwa farmasi merupakan bidang yang
menyangkut semua aspek obat, meliputi : isolasi/sintesis, pembuatan, pengendalian,
distribusi dan penggunaan.
Silverman dan Lee (1974) dalam bukunya, “Pills, Profits and Politics”, menyatakan
bahwa :
1. Pharmacist lah yang memegang peranan penting dalam membantu dokter
menuliskan resep rasional. Membanu melihat bahwa obat yang tepat, pada waktu
yang tepat, dalam jumlah yang benar, membuat pasien tahu mengenai
“bagaimana,kapan,mengapa” penggunaan obat baik dengan atau tanpa resep
dokter.
2. Pharmacist lah yang sangat handal dan terlatih serta pakart dalam hal
produk/produksi obat yang memiliki kesempatan yang paling besar untuk
7
mengikuti perkembangan terakhir dalam bidang obat, yang dapat melayani baik
dokter maupun pasien, sebagai “penasehat” yang berpengalaman.
3. Pharmacist lah yang meupakan posisi kunci dalam mencegah penggunaan obat
yang salah, penyalahgunaan obat dan penulisan resep yang irrasional. Sedangkan
Herfindal dalam bukunya “Clinical Pharmacy and Therapeutics” (1992)
menyatakan bahwa Pharmacist harus memberikan “Therapeutic Judgement” dari
pada hanya sebagai sumber informasi obat.
Di Inggris, sejak tahun 1962, dimulai suatu era baru dalam pendidikan farmasi, karena
pendidikan farmasi yang semula menjadi bagian dari MIPA, berubah menjadi suatu
bidang yang berdiri sendiri secara utuh.rofesi farmasi berkembang ke arah “patient
oriented”, memuculkan berkembangnya Ward Pharmacy (farmasi bangsal) atau
Clinical Pharmacy (Farmasi klinik).
Di USA telah disadari sejak tahun 1963 bahwa masyarakat dan profesional lain
memerlukan informasi obat tang seharusnya datang dari para apoteker. Temuan tahun
1975 mengungkapkan pernyataan para dokter bahwa apoteker merupakan informasi
obat yang “parah”, tidak mampu memenuhi kebutuhan para dokter akan informasi
obat Apoteker yang berkualits dinilai amat jarang/langka, bahkan dikatakan bahwa
dibandingkan dengan apotekeer, medical representatif dari industri farmasi justru
lebih merupakan sumber informasi obat bagi para dokter.
Perkembangan terakhir adalah timbulnya konsep “Pharmaceutical Care” yang
membawa para praktisi maupun para “profesor” ke arah “wilayah” pasien. Secara
global terlihat perubahan arus positif farmasi menuju ke arah akarnya semula yaitu
sebagai mitra dokter dalam pelayanan pada pasien. Apoteker diharapkan setidak-
tidaknya mampu menjadi sumber informasi obat baik bagi masyarakat maupun
profesi kesehatan lain baik di rumah sakit, di apotek atau dimanapun apoteker berada.
C. Farmasi Masa Depan
Menurut Drs. M. Dani Pratomo, Apt, MM sebagai ketua IAI (ikatan apoteker
Indonesia) tahun 2005 mengatakan bahwa masih banyak masyarakat yang tidak
mengetahui apa tugas apoteker yang sebenarnya. Ini dikarenakan di Indonesia
penggunaan obat sudah terlalu mudah diakses oleh masyarakat padahal obat yang
8
sesungguhnya adalah racun yang memerlukan pengaturan yang tepat. Menurut
pandangan beliau juga apoteker tidak dilatih sesuai dengan pekerjaan yang
sebenarnya sesuai pharmaceutical care untuk menghadapi pasien. Sehingga mereka
kurang begitu terampil ketika lulus. Di Indonesia masyarakat umum mengenal
apoteker sebagai tenaga kedua setelah dokter. Ini terbukti dengan anggapan dan
pendapat masyarakat yang mengutarakan bahwa apoteker memiliki kerja sebagai
penerjemah resep, orang yang mempersiapkan obat dan penjaga apotek. Pandangan
seperti ini secara tidak langsung juga telah menurunkan mental dan menjadikan
pandangan orang lain tidak terlalu baik terhadap farmasi. Bila haltersebut
dibandingkan dengan beragamnya tugas farmasi yang sebenarnya diatas, maka
anggapan masyarakat yang seperti itu telah menjadi indikasi dan parameter bahwa
keberadaan farmasi kurang begitu dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Padahal
apoteker telah diakui sebagai profesi layaknya dokter gigi, dokter,perawat dan dokter
hewan. Sebuah profesi pastilah memiliki kualifikasi untuk bekerja secara professional
dan mempunyai undang-undang yang mendukung pekerjaannya. Bila dibandingkan
dengan keadaan tersebut,maka ini menjadi suatu masalah besar bagi farmasi untuk
diselesaikan.
BPOM adalah badan resmi di Indonesia yang berhak memberi ijin untuk beredarnya
produk obat, obat herbal, makanan dan minuman yang boleh beredar di Indonesia.
Namun dalam sebagian besar pertimbangan untuk regulasi dan pemilihan kepala yang
ada di lembaga tersebut bukanlah orang farmasi. Pekerjaan tersebut dilakukan oleh
menteri kesehatan yang diwakili oleh profesi kedokteran. Sehingga farmasi Indonesia
terasa belum bebas sepenuhnya dan diakui sebagai profesi yang mampu berkembang
walaupun banyak berdiri
pabrik-pabrik besar farmasi di negara ini. Di lain pihak bahwa sebagian besar mental-
mental lulusan farmasi Indonesia masih memikirkan pekerjaan teknis-teknis saja.
Belum begitu peduli terhadap isu-isu yang terjadi dunia kefarmasian, terhadap
regulasi yang mengatur kefarmasian dan bersedia untuk merangkap kerja untuk
bekerja di sector public sebagai pembuat konsep regulasi.
Oleh karena itulah maka lulusan farmasi yang ada di masa yang akan datang haruslah
berani membuka diri untuk menerima ilmu-ilmu lain di luar farmasi untuk
mendukung keprofesiannya. Seperti ilmuhukum untuk mendukung farmasi dari sisi
9
undang-undang. Ilmu manajemen untuk mendukung farmasi dari sisi kepemimpinan
dan manajerial. Sisi psikologi untuk mendukung farmasi dari sisi kepemimpinan dan
interaksi dengan orang lain, dan masih banyak ilmu-ilmu yang secara parsial
berhubungan dengan dunia kefarmasian seperti ilmu-ilmu medis, bioteknologi,
teknologi produksi dan lain-lain. Keterbukaan farmasi untuk mau belajar lebih
tersebut, akan membuat pencitraan farmasi akan dianggap baik dari segala sisi yang
saling mendukung. Karena pencitraan profesi ini tidaklah berhasil jika hanya ditinjau
dari satu sisi saja.
Namun tidak semua ilmu tersebut harus diberikan kepada mahasiswa dalam kuliah.
Hanya ilmu-ilmu tertentu saja yang sesuai untuk diberikan kepada mahasiswa yang
sudah memilki focus terhadap bidang pekerjaannya nanti. Sehingga spesialisasi
farmasi seharusnya juga menyesuaikan cabang pekerjaan farmasi yang ada tersebut.
Aktif dalam kegiatan pembahasan tentang isu-isu yang terjadi di dunia kefarmasian.
Seorangapoteker haruslah mengusahakan pembelajaran seumur hidup untuk
mengikuti kemajuan zaman, ilmupengetahuan dan teknologi. Serta
mempertimbangkan aspek nine star of pharmacist yang diajarkan di fakultas farmais
universitas airlangga bahwa farmasi adalah juga sebagai care giver,
decisionmaker,communicator,leader, manager, life long learner, teacher, researcher
dan pharmapreneur.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Di masa lalu pengobatan terhadap berbagai penyakit hanya dilakukan berdasarkan
pengalaman dan terkait dengan hal-hal yang berbau mistis. Seiring berjalannya
waktu muncullah beberapa ahli yang melakukan pengobatan berdasarkan ilmu
pengetahuan tentang kefarmasian.
2. Perkembangan farmasi yang semakin pesat diawali karena semakin banyaknya
masalah kesehatan yang tidak mungkin bagi seorang dokter untuk mendalami
semua masalah terkait dengan kesehatan, sehingga muncullah ilmu dalam bidang
kesehatan yaitu ilmu farmasi.
3. Dimasa yang akan datang farmasi diharapkan tidak lagi dianggap sebagai tenaga
kedua setelah kedokteran. Lulusan faramasi selanjutnya harus membuka diri
terhadap ilmu-ilmu lain untuk menunjang profesinya dan mengikuti
perkembangan isu-isu terkait dengan masalah kefarmasian.
B. Kritik dan Saran
Dalam pembuatan makalah ini tentunya masih banyak kekurangan, sehingga
diharapkan kritik dab saran dari Dosen dan para pembaca untuk memberikan kritik
dan saran yang membangun untuk membuat makalah yang lebih baik kedepannya.
11
DAFTAR PUSTAKA
http://nurhasanahismiatimukhsin.blogspot.com/2014/03/farmasi-masa-depan-dan-
masa-kini.html
http://apotikmakassar.wordpress.com/2011/09/23/kefarmasian/
12