81
MAKALAH FILSAFAT FILSAFAT, ILMU DAN KEBENARAN 1

MAKALAH FILSAFAT

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: MAKALAH FILSAFAT

MAKALAH FILSAFAT

FILSAFAT, ILMU DAN

KEBENARAN

OLEH

1

Page 2: MAKALAH FILSAFAT

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa

ragu-ragu, dan berfilsafat dimulai dengan kedua-duanya. Berfilsafat didorong

untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang belum kita tahu.

Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan pernah kita ketahui

dalam kesemestaan yang tak terbatas ini. Demikian juga berfilsafat berarti

mengkoreksi diri, semacam keberanian untuk berterus terang, seberapa jauh

sebenarnya kebenaran yang dicari telah kita jangkau.

Ilmu merupakan pengetahuan yang kita gumuli sejak kita lahir sampai kita

meninggal. Berfilsafat tentang ilmu berarti kita berterus terang pada diri kita

sendiri, apakah sebenarnya yang saya ketahui tentang ilmu?apakah ciri-ciri yang

hakiki yang membedakan ilmu dari pengetahuan-pengetahuan lainnya yang bukan

ilmu?bagaimana saya ketahui bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang benar?

kriteria apa yang kita pakai dalam menentukan kebenaran ilmu?mengapa kita

mesti mempelajari ilmu?dan seterusnya.

Seorang yang berfilsafat berarti berendah hati mengevaluasi segenap

pengetahuan yang telah diketahuinya, mengakui kelemahan dan sempitnya ilmu

yang dimilikinya. Dia diumpamakan seorang yang berpijak dibumi sedang

menengadah kelangit yang penuh bintang. Dia ingin mengetahui hakikat dirinya

dalam kesemestaan galaksi. Atau seorang yang berada dipuncak gunung

memandang lembah dan jurang dibawahnya. Dia ingin menyimak kehadirannya

dengan kesemestaan yang ditatapnya.

Karakteristik berfikir filsafat yang pertama adalah sifat menyeluruh. Seorang

ilmuwan tidak puas lagi mengenal ilmu hanya dari segi pandang ilmu itu sendiri.

Dia ingin melihat hakikat ilmu dalam konsentrasi pengetahuan yang lain. Dia

2

Page 3: MAKALAH FILSAFAT

ingin tahu kaitan ilmu dengan moral. Kaitan ilmu dengan agama dan ingin yakin

apakah ilmu itu membawa kebahagiaan.

B. TUJUAN

Dalam makalah ini, penyusun mencoba untuk mengkaji keterkaitan antara

filsafat, ilmu dan kebenaran, dengan menguraikan masing-masing pengertiannya

untuk mencapai sebuah kesinambungan yang sinergi antara filsafat, ilmu dan

kebenaran.

3

Page 4: MAKALAH FILSAFAT

BAB II

PEMBAHASAN

A. FILSAFAT

Filsafat , philosophy, dalam bahasa Inggeris, atau philosophya dalam Yunani

mempunyai arti cinta akan kebijaksanaan. Philos (cinta) atau philia (persahabatan,

tertarik kepada) dan sophos (kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan,

pengalaman praktis, inteligensi. Secara etimologi, filsafat berarti kecintaan

terhadap kebijaksanaan. Filsuf atau filosof berarti orang yang cinta akan

kebijaksanaan. Kata “kebijaksanaan” dalam pengertian filsafat umumnya adalah

“kebenaran sejati”. Sehingga filsafat diartikan sebagai suatu tindakan berpikir

yang menggunakan akal budi untuk mencari dan menemukan kebenaran hakiki.

Dari pengertian tersebut filsafat sebenarnya amat dekat dengan realitas

kehidupan kita. Untuk mengerti apa filsafat itu, orang perlu menggunakan akal

budinya untuk merenungkan relaitas hidupnya, “apa itu hidup? Mengapa saya

hidup? Akan kemana saya hidup? Tentunya pertanyaan tersebut sejatinya muncul

alamiah bila akal budi kita dibiarkan bekerja. Persoalannya, apakah orang atau

peminat filsafat sudah membiarkan akal budinya bekerja dengan baik memandang

relaitas? Aristoteles menyebut manusia sebagai “binatang berpikir”.

1. Berbagai Pengertian Filsafat, Diantaranya :

a) Dalam kamus besar Bahasa Indonesia edisi ketiga, filsafat diartikan dalam

tiga definisi:

o Pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat

segala yang ada, sebab, asal, dan hukum-hukumnya.

o Teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan.

o Ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemologi.

b) Sonny Keraf dan Mikhael Dua mengartikan ilmu filsafat sebagai ilmu

tentang bertanya atau berpikir tentang segala sesuatu (apa saja dan bahkan

4

Page 5: MAKALAH FILSAFAT

tentang pemikiran itu sendiri) dari segala sudut pandang. Thinking about

thinking.

c) Beberapa filsuf mengajukan beberapa definifi pokok seperti:

o Upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik

serta lengkap tentang seluruh realitas

o Upaya untuk melukiskan hakekat realitas akhir dan dasar serta

nyata,

o Upaya untuk menentukan batas-batas jangkauan pengetahuan:

sumbernya, hakekatnya, keabsahannya, dan nilainya.

o Penyelidikan kritis atas pengandaian-pengandaian dan pernyataan-

pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan

o Disiplin ilmu yang berupaya untuk membantu anda melihat apa

yang ada katakan dan untuk mengatakan apa yang anda lihat.

d) Penulis sendiri mendefinisikan ilmu filsafat sebagai disiplin ilmu yang

mencari dan menggeluti segala yang ada sehingga sampai pada suatu

kebijaksanaan universal dengan mengunakan akal budi guna

merumuskanya secara sistematis, metodis dan dapat

dipertanggungjawabkan secara akal budi pula.

2. Ciri-Ciri Filsafat

Bila dilihat dari aktivitasnya filsafat merupakan suatu cara berfikir

yang mempunyai karakteristik tertentu. Sementara itu Sidi Gazalba (1976)

yang dikutip oleh oleh Uhar Suharsaputra (2004) menyatakan bahwa ciri ber-

Filsafat atau berfikir Filsafat adalah : radikal, sistematik, dan universal.

Radikal bermakna berfikir sampai ke akar-akarnya (Radix artinya akar), tidak

tanggung-tanggung sampai dengan berbagai konsekwensinya dengan tidak

terbelenggu oleh berbagai pemikiran yang sudah diterima umum, Sistematik

artinya berfikir secara teratur dan logis dengan urutan-urutan yang rasional

5

Page 6: MAKALAH FILSAFAT

dan dapat dipertanggungjawabkan, Universal artinya berfikir secara

menyeluruh tidak pada bagian-bagian khusus yang sifatnya terbatas.

Sementara itu menurut Sudarto (1996) yang dikutip oleh Uhar

Suharsaputra (2004) menyatakan bahwa ciri-ciri berfikir Filsafat adalah :

a. Metodis : menggunakan metode, cara, yang lazim digunakan oleh filsuf

(ahli filsafat) dalam proses berfikir

b. Sistematis : berfikir dalam suatu keterkaitan antar unsur-unsur dalam

suatu keseluruhan sehingga tersusun suatu pola pemikiran Filsufis.

c. Koheren : diantara unsur-unsur yang dipikirkan tidak terjadi sesuatu yang

bertentangan dan tersusun secara logis

d. Rasional : mendasarkan pada kaidah berfikir yang benar dan logis (sesuai

dengan kaidah logika)

e. Komprehensif : berfikir tentang sesuatu dari berbagai sudut

(multidimensi).

f. Radikal : berfikir secara mendalam sampai ke akar-akarnya atau sampai

pada tingkatan esensi yang sedalam-dalamnya

g. Universal : muatan kebenarannya bersifat universal, mengarah pada

realitas kehidupan manusia secara keseluruhan

Dengan demikian berfilsafat atau berfikir filsafat bukanlah sembarang

berfikir tapi berfikir dengan mengacu pada kaidah-kaidah tertentu secara

disiplin dan mendalam. Pada dasarnya manusia adalah homo sapien, hal ini

tidak serta merta semua manusia menjadi Filsuf, sebab berfikir filsafat

memerlukan latihan dan pembiasaan yang terus menerus dalam kegiatan

berfikir sehingga setiap masalah/substansi mendapat pencermatan yang

mendalam untuk mencapai kebenaran jawaban dengan cara yang benar

sebagai manifestasi kecintaan pada kebenaran.

3. Objek Filsafat

Pada dasarnya filsafat atau berfilsafat bukanlah sesuatu yang asing dan

terlepas dari kehidupan sehari-hari, karena segala sesuatu yang ada dan yang

6

Page 7: MAKALAH FILSAFAT

mungkin serta dapat difikirkan bisa menjadi objek filsafat apabila selalu

dipertanyakan, difikirkan secara radikal guna mencapai kebenaran.

Lapangan kerja filsafat itu bukan main luasnya yaitu meliputi segala

pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang ingin diketahui manusia. E.C.

Ewing dalam bukunya Fundamental Questions of Philosophy (1962) yang

dikutip oleh Uhar Suharsaputra (2004) menyatakan bahwa pertanyaan-

pertanyaan pokok filsafat (secara tersirat menunjukan objek filsafat) ialah : Truth

(kebenaran), Matter (materi), Mind (pikiran), The Relation of matter and mind

(hubungan antara materi dan pikiran), Space and Time (ruang dan waktu),

Cause (sebab-sebab), Freedom (kebebasan), Monism versus Pluralism (serba

tunggal lawan serba jamak), dan God (Tuhan)

Pendapat-pendapat tersebut di atas menggambarkan betapa luas dan

mencakupnya objek filsafat baik dilihat dari substansi masalah maupun sudut

pandang nya terhadap masalah, sehingga dapat disimpulkan bahwa objek

filsafat adalah segala sesuatu yang maujud dalam sudut pandang dan kajian

yang mendalam (radikal). Secara lebih sistematis para akhli membagi objek

filsafat ke dalam objek material dan obyek formal. Obyek material adalah

objek yang secara wujudnya dapat dijadikan bahan telaahan dalam berfikir,

sedangkan obyek formal adalah objek yang menyangkut sudut pandang dalam

melihat obyek material tertentu.

Menurut Endang Saefudin Anshori (1981) yang dikutip oleh Uhar

Suharsaputra (2004) objek material filsafat adalah sarwa yang ada (segala

sesuatu yang berwujud), yang pada garis besarnya dapat dibagi atas tiga

persoalan pokok yaitu : 1). Hakekat Tuhan; 2). Hakekat Alam; dan 3).

Hakekat manusia, sedangkan objek formal filsafat ialah usaha mencari

keterangan secara radikal terhadap objek material filsafat. Dengan demikian

objek material filsafat mengacu pada substansi yang ada dan mungkin ada

yang dapat difikirkan oleh manusia, sedangkan objek formal filsafat

menggambarkan tentang cara dan sifat berfikir terhadap objek material

tersebut, dengan kata lain objek formal filsafat mengacu pada sudut pandang

yang digunakan dalam memikirkan objek material filsafat.

B. PEMIKIRAN DAN PRODUK FILSAFATI

7

Page 8: MAKALAH FILSAFAT

1. Sejarah Singkat Filsafat

Sejarah filsafat dapat diperiodisasi ke dalam empat periode (Sudarto.

1996) yang dikutip oleh Uhar Suharsaputra (2004) yaitu :

a. Tahap/masa Yunani kuno (Abad ke-6 S.M

sampai akhir abad ke-3 S.M)

b. Tahap/masa Abad Pertengahan (akhir abad ke-3

S.M sampai awal abad ke-15 Masehi)

c. Tahap/masa Modern (akhir abad ke-15 M

sampai abad ke-19 Masehi)

d. Tahap/masa dewasa ini/filsafat kontemporer

(abad ke-20 Masehi)

Sementara itu K. Bertens dalam bukunya Ringkasan Sejarah Filsafat

(1976) yang dikutip oleh Uhar Suharsaputra (2004) menyusun topik-topik

pembahasannya sebagi berikut :

a. Masa Purba Yunani

b. Masa Patristik dan Abad pertengahan

c. Masa Modern

Pembagian periodisasi yang nampaknya lebih rinci, dikemukakan oleh

Susane K. Langer (Donny Gahral Adian, 2002) yang membagi sejarah filsafat

ke dalam enam tahapan yaitu :

a. Yunani Kuno (+ 600 SM)

b. Filsuf-filsuf Manusia Yunani

c. Abad Pertengahan (300 SM –1300M)

d. Filsafat Modern (17-19 M)

e. Positivisme (Abad 20 M)

f. Alam Simbolis

Masa Yunani Kuno. Pada tahap awal kelahirannya filsafat

menampakkan diri sebagi suatu bentuk mitologi, serta dongeng-dongeng yang

dipercayai oleh Bangsa Yunani, baru sesudah Thales (624-548 S.M)

8

Page 9: MAKALAH FILSAFAT

mengemukakan pertanyaan aneh pada waktu itu, filsafat berubah menjadi

suatu bentuk pemikiran rasional (logos). Pertanyaan Thales yang

menggambarkan rasa keingintahuan bukanlah pertanyaan biasa seperti apa

rasa kopi ?, atau pada tahun keberapa tanaman kopi berbuah ?, pertanyaan

Thales yang merupakan pertanyaan filsafat, karena mempunyai bobot yang

dalam sesuatu yang ultimate (bermakna dalam) yang mempertanyakan tentang

Apa sebenarnya bahan alam semesta ini (What is the nature of the world

stuff ?), atas pertanyaan ini indra tidak bisa menjawabnya, sains juga terdiam,

namun Filsuf berusaha menjawabnya. Thales menjawab Air (Water is the

basic principle of the universe), dalam pandangan Thales air merupakan

prinsip dasar alam semesta, karena air dapat berubah menjadi berbagai wujud

Kemudian silih berganti Filsuf memberikan jawaban terhadap bahan

dasar (Arche) dari semesta raya ini dengan argumentasinya masing-masing.

Anaximandros (610-540 S.M) mengatakan Arche is to Apeiron, Apeiron

adalah sesuatu yang paling awal dan abadi, Pythagoras (580-500 S.M)

menyatakan bahwa hakekat alam semesta adalah bilangan, Demokritos (460-

370 S.M) berpendapat hakekat alam semesta adalah Atom, Anaximenes (585-

528 S.M) menyatakan udara, dan Herakleitos (544-484 S.M) menjawab asal

hakekat alam semesta adalah api, dia berpendapat bahwa di dunia ini tak ada

yang tetap, semuanya mengalir. Variasi jawaban yang dikemukakan para filsuf

menandai dinamika pemikiran yang mencoba mendobrak dominasi mitologi,

mereka mulai secara intens memikirkan tentang Alam/Dunia, sehingga sering

dijuluki sebagai Philosopher atau akhli tentang Filsafat Alam (Natural

Philosopher), yang dalam perkembangan selanjutnya melahirkan Ilmu-ilmu

kealaman.

Pada perkembangan selanjutnya, disamping pemikiran tentang Alam,

para akhli fikir Yunani pun banyak yang berupaya memikirkan tentang hidup

kita (manusia) di Dunia. Dari titik tolak ini lahir lah Filsafat moral (atau

filsafat sosial) yang pada tahapan berikutnya mendorong lahirnya Ilmu-ilmu

sosial. Diantara filsuf terkenal yang banyak mencurahkan perhatiannya pada

kehidupan manusia adalah Socrates (470-399 S.M), dia sangat menentang

ajaran kaum Sofis

9

Page 10: MAKALAH FILSAFAT

Yang cenderung mempermainkan kebenaran, Socrates berusaha

meyakinkan bahwa kebenaran dan kebaikan sebagai nilai-nilai yang objektif

yang harus diterima dan dijunjung tinggi oleh semua orang. Dia mengajukan

pertanyaan pada siapa saja yang ditemui dijalan untuk membukakan batin

warga Athena kepada kebenaran (yang benar) dan kebaikan (yang baik). Dari

prilakunya ini pemerintah Athena menganggap Socrates sebagai penghasut,

dan akhirnya dia dihukum mati dengan jalan meminum racun.

Sesudah Socrates meninggal, filsafat Yunani terus berkembang dengan

Tokohnya Plato (427-347 S.M), salah seorang murid Socrates. Diantara

pemikiran Plato yang penting adalah berkaitan dengan pembagian relaitas ke

dalam dua bagian yaitu realitas/dunia yang hanya terbuka bagi rasio, dan dunia

yang terbuka bagi pancaindra, dunia pertama terdiri dari idea-idea, dan dunia

ke dua adalah dunia jasmani (pancaindra), dunia ide sifatnya sempurna dan

tetap, sedangkan dunia jasmani selalu berubah. Dengan pendapatnya tersebut,

menurut Kees Berten (1976), Plato berhasil mendamaikan pendapatnya

Herakleitos dengan pendapatnya Permenides, menurut Herakleitos segala

sesuatu selalu berubah, ini benar kata Plato, tapi hanya bagi dunia Jasmani

(Pancaindra), sementara menurut Permenides segala sesuatu sama sekali

sempurna dan tidak dapat berubah, ini juga benar kata Plato, tapi hanya

berlaku pada dunia idea saja.

Dalam sejarah Filsafat Yunani, terdapat seorang filsuf yang sangat

legendaris yaitu Aristoteles (384-322 S.M), seorang yang pernah belajar di

Akademia Plato di Athena. Setelah Plato meninggal Aristoteles menjadi guru

pribadinya Alexander Agung selama dua tahun, sesudah itu dia kembali lagi

ke Athena dan mendirikan Lykeion, dia sangat mengagumi pemikiran-

pemikiran Plato meskipun dalam filsafat, Aristoteles mengambil jalan yang

berbeda (Aristoteles pernah mengatakan-ada juga yang berpendapat bahwa ini

bukan ucapan Aristoteles- Amicus Plato, magis amica veritas – Plato memang

sahabatku, tapi kebenaran lebih akrab bagiku – ungkapan ini terkadang

diterjemahkan bebas menjadi “Saya mencintai Plato, tapi saya lebih mencintai

kebenaran”)

Aristoteles mengkritik tajam pendapat Plato tentang idea-idea, menurut

Dia yang umum dan tetap bukanlah dalam dunia idea akan tetapi dalam benda-

10

Page 11: MAKALAH FILSAFAT

benda jasmani itu sendiri, untuk itu Aristoteles mengemukakan teori

Hilemorfisme (Hyle = Materi, Morphe = bentuk), menurut teori ini, setiap

benda jasmani memiliki dua hal yaitu bentuk dan materi, sebagai contoh,

sebuah patung pasti memiliki dua hal yaitu materi atau bahan baku patung

misalnya kayu atau batu, dan bentuk misalnya bentuk kuda atau bentuk

manusia, keduanya tidak mungkin lepas satu sama lain, contoh tersebut

hanyalah untuk memudahkan pemahaman, sebab dalam pandangan Aristoteles

materi dan bentuk itu merupakan prinsip-prinsip metafisika untuk

memperkukuh dimungkinkannya Ilmu pengetahuan atas dasar bentuk dalam

setiap benda konkrit. Teori hilemorfisme juga menjadi dasar bagi

pandangannya tentang manusia, manusia terdiri dari materi dan bentuk, bentuk

adalah jiwa, dan karena bentuk tidak pernah lepas dari materi, maka

konsekwensinya adalah bahwa apabila manusia mati, jiwanya (bentuk) juga

akan hancur.

Disamping pendapat tersebut Aristoteles juga dikenal sebagai Bapak

Logika yaitu suatu cara berpikir yang teratur menurut urutan yang tepat atau

berdasarkan hubungan sebab akibat. Dia adalah yang pertama kali

membentangkan cara berpikir teratur dalam suatu sistem, yang intisarinya

adalah Sylogisme (masalah ini akan diuraikan khusus dalam topik Logika)

yaitu menarik kesimpulan dari kenyataan umum atas hal yang khusus

(Mohammad Hatta, 1964).

Abad Pertengahan. Semenjak meninggalnya Aristoteles, filsafat terus

berkembang dan mendapat kedudukan yang tetap penting dalam kehidupan

pemikiran manusia meskipun dengan corak dan titik tekan yang berbeda.

Periode sejak meninggalnya Aristoteles (atau sesudah meninggalnya

Alexander Agung (323 S.M) sampai menjelang lahirnya Agama Kristen oleh

Droysen (Ahmad Tafsir. 1992) disebut periode Hellenistik (Hellenisme adalah

istilah yang menunjukan kebudayaan gabungan antara budaya Yunani dan

Asia Kecil, Siria, Mesopotamia, dan Mesir Kuno). Dalam masa ini Filsafat

ditandai antara lain dengan perhatian pada hal yang lebih aplikatif, serta

kurang memperhatikan Metafisika, dengan semangat yang Eklektik

(mensintesiskan pendapat yang berlawanan) dan bercorak Mistik.

11

Page 12: MAKALAH FILSAFAT

Di dunia Islam (Umat Islam) lahir filsuf-filsuf terkenal seperti Al Kindi

(801-865 M), Al Farabi (870-950 M), Ibnu Sina (980-1037 M), Al Ghazali

(1058-1111 M), dan Ibnu Rusyd (1126-1198), sementara itu di dunia Kristen

lahir Filsuf-filsuf antara lain seperti Peter Abelardus (1079-1180), Albertus

Magnus (1203-1280 M), dan Thomas Aquinas (1225-1274). Mereka ini

disamping sebagai Filsuf juga orang-orang yang mendalami ajaran agamanya

masing-masing, sehingga corak pemikirannya mengacu pada upaya

mempertahankan keyakinan agama dengan jalan filosofis, meskipun dalam

banyak hal terkadang ajaran Agama dijadikan Hakim untuk memfonis benar

tidaknya suatu hasil pemikiran Filsafat (Pemikiran Rasional).

Masa Modern. Para filsuf zaman modern menegaskan bahwa

pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau ajaran agama, tidak juga dari

para penguasa, tetapi dari diri manusia sendiri. Namun tentang aspek mana

yang berperan ada beda pendapat. Aliran rasionalisme beranggapan bahwa

sumber pengetahuan adalah rasio: kebenaran pasti berasal dari rasio (akal).

Aliran empirisme, sebaliknya, meyakini pengalamanlah sumber pengetahuan

itu, baik yang batin, maupun yang inderawi. Lalu muncul aliran kritisisme,

yang mencoba memadukan kedua pendapat berbeda itu.

Aliran rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650 M).

Dalam buku Discourse de la Methode tahun 1637 ia menegaskan perlunya ada

metode yang jitu sebagai dasar kokoh bagi semua pengetahuan, yaitu dengan

menyangsikan segalanya, secara metodis. Kalau suatu kebenaran tahan

terhadap ujian kesangsian yang radikal ini, maka kebenaran itu 100% pasti dan

menjadi landasan bagi seluruh pengetahuan.

Tetapi dalam rangka kesangsian yang metodis ini ternyata hanya ada

satu hal yang tidak dapat diragukan, yaitu "saya ragu-ragu". Ini bukan

khayalan, tetapi kenyataan, bahwa "aku ragu-ragu". Jika aku menyangsikan

sesuatu, aku menyadari bahwa aku menyangsikan adanya. Dengan lain kata

kesangsian itu langsung menyatakan adanya aku. Itulah "cogito ergo sum",

aku berpikir (= menyadari) maka aku ada. Itulah kebenaran yang tidak dapat

disangkal lagi. -- Mengapa kebenaran itu pasti? Sebab aku mengerti itu dengan

"jelas, dan terpilah-pilah" -- "clearly and distinctly", "clara et distincta".

12

Page 13: MAKALAH FILSAFAT

Artinya, yang jelas dan terpilah-pilah itulah yang harus diterima sebagai benar.

Dan itu menjadi norma Descartes dalam menentukan kebenaran.

Descartes menerima 3 realitas atau substansi bawaan, yang sudah ada

sejak kita lahir, yaitu (1) realitas pikiran (res cogitan), (2) realitas perluasan

(res extensa, "extention") atau materi, dan (3) Tuhan (sebagai Wujud yang

seluruhnya sempurna, penyebab sempurna dari kedua realitas itu). Pikiran

sesungguhnya adalah kesadaran, tidak mengambil ruang dan tak dapat dibagi-

bagi menjadi bagian yang lebih kecil. Materi adalah keluasan, mengambil

tempat dan dapat dibagi-bagi, dan tak memiliki kesadaran. Kedua substansi

berasal dari Tuhan, sebab hanya Tuhan sajalah yang ada tanpa tergantung pada

apapun juga. Descartes adalah seorang dualis, menerapkan pembagian tegas

antara realitas pikiran dan realitas yang meluas. Manusia memiliki keduanya,

sedang binatang hanya memiliki realitas keluasan: manusia memiliki badan

sebagaimana binatang, dan memiliki pikiran sebagaimana malaikat. Binatang

adalah mesin otomat, bekerja mekanistik, sedang manusia adalah mesin

otomat yang sempurna, karena dari pikirannya ia memiliki kecerdasan. (Mesin

otomat jaman sekarang adalah komputer yang tampak seperti memiliki

kecerdasan buatan).

Descartes adalah pelopor kaum rasionalis, yaitu mereka yang percaya

bahwa dasar semua pengetahuan ada dalam pikiran.

Aliran empririsme nyata dalam pemikiran David Hume (1711-1776), yang

memilih pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan. Pengalaman itu

dapat yang bersifat lahirilah (yang menyangkut dunia), maupun yang batiniah

(yang menyangkut pribadi manusia). Oleh karena itu pengenalan inderawi

merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas dan sempurna. Dua hal

dicermati oleh Hume, yaitu substansi dan kausalitas. Hume tidak menerima

substansi, sebab yang dialami hanya kesan-kesan saja tentang beberapa ciri

yang selalu ada bersama-sama. Dari kesan muncul gagasan. Kesan adalah

hasil penginderaan langsung, sedang gagasan adalah ingatan akan kesan-kesan

seperti itu. Misal kualami kesan: putih, licin, ringan, tipis. Atas dasar

pengalaman itu tidak dapat disimpulkan, bahwa ada substansi tetap yang

misalnya disebut kertas, yang memiliki ciri-ciri tadi. Bahwa di dunia ada

realitas kertas, diterima oleh Hume. Namun dari kesan itu mengapa muncul

13

Page 14: MAKALAH FILSAFAT

gagasan kertas, dan bukan yang lainnya? Bagi Hume, "aku" tidak lain

hanyalah "a bundle or collection of perceptions (= kesadaran tertentu)".

Kausalitas. Jika gejala tertentu diikuti oleh gejala lainnya, misal batu

yang disinari matahari menjadi panas, kesimpulan itu tidak berdasarkan

pengalaman. Pengalaman hanya memberi kita urutan gejala, tetapi tidak

memperlihatkan kepada kita urutan sebab-akibat. Yang disebut kepastian

hanya mengungkapkan harapan kita saja dan tidak boleh dimengerti lebih dari

"probable" (berpeluang). Maka Hume menolak kausalitas, sebab harapan

bahwa sesuatu mengikuti yang lain tidak melekat pada hal-hal itu sendiri,

namun hanya dalam gagasan kita. Hukum alam adalah hukum alam. Jika kita

bicara tentang "hukum alam" atau "sebab-akibat", sebenarnya kita

membicarakan apa yang kita harapkan, yang merupakan gagasan kita saja,

yang lebih didikte oleh kebiasaan atau perasaan kita saja. Hume merupakan

pelopor para empirisis, yang percaya bahwa seluruh pengetahuan tentang

dunia berasal dari indera. Menurut Hume ada batasan-batasan yang tegas

tentang bagaimana kesimpulan dapat diambil melalui persepsi indera kita.

Dengan kritisisme Imanuel Kant (1724-1804) mencoba mengembangkan suatu

sintesis atas dua pendekatan yang bertentangan ini. Kant berpendapat bahwa

masing-masing pendekatan benar separuh, dan salah separuh. Benarlah bahwa

pengetahuan kita tentang dunia berasal dari indera kita, namun dalam akal kita

ada faktor-faktor yang menentukan bagaimana kita memandang dunia sekitar

kita. Ada kondisi-kondisi tertentu dalam manusia yang ikut menentukan

konsepsi manusia tentang dunia. Kant setuju dengan Hume bahwa kita tidak

mengetahui secara pasti seperti apa dunia "itu sendiri" ("das Ding an sich"),

namun hanya dunia itu seperti tampak "bagiku", atau "bagi semua orang".

Namun, menurut Kant, ada dua unsur yang memberi sumbangan kepada

pengetahuan manusia tentang dunia. Yang pertama adalah kondisi-kondisi

lahirilah ruang dan waktu yang tidak dapat kita ketahui sebelum kita

menangkapnya dengan indera kita. Ruang dan waktu adalah cara pandang dan

bukan atribut dari dunia fisik. Itu materi pengetahuan. Yang kedua adalah

kondisi-kondisi batiniah dalam manusia mengenai proses-proses yang tunduk

kepada hukum kausalitas yang tak terpatahkan. Ini bentuk pengetahuan.

14

Page 15: MAKALAH FILSAFAT

Demikian Kant membuat kritik atas seluruh pemikiran filsafat,

membuat suatu sintesis, dan meletakkan dasar bagi aneka aliran filsafat masa

kini. Filsafat zaman modern berfokus pada manusia, bukan kosmos (seperti

pada zaman kuno), atau Tuhan (pada abad pertengahan). Dalam zaman

modern ada periode yang disebut Renaissance ("kelahiran kembali").

Kebudayaan klasik warisan Yunani-Romawi dicermati dan dihidupkan

kembali; seni dan filsafat mencari inspirasi dari sana. Filsuf penting adalah N

Macchiavelli (1469-1527), Thoman Hobbes (1588-1679), Thomas More

(1478-1535) dan Francis Bacon (1561-1626). Periode kedua adalah zaman

Barok, yang menekankan akal budi. Sistem filsafatnya juga menggunakan

menggunakan matematika. Para filsuf periode ini adalah Rene Descrates,

Barukh de Spinoza (1632-1677) dan Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1710).

Periode ketiga ditandai dengan fajar budi ("enlightenment" atau

"Aufklarung"). Para filsuf katagori ini adalah John Locke (1632-1704), G

Berkeley (1684-1753), David Hume (1711-1776). Dalam katagori ini juga

dimasukkan Jean-Jacques Rousseau (1712-1778) dan Immanuel Kant.  Masa

kini (1800-sekarang).

Filsafat masa kini merupakan aneka bentuk reaksi langsung atau

taklangsung atas pemikiran Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831).

Hegel ingin menerangkan alam semesta dan gerak-geriknya berdasarkan suatu

prinsip. Menurut Hegel semua yang ada dan semua kejadian merupakan

pelaksanaan-yang-sedang-berjalan dari Yang Mutlak dan bersifat rohani.

Namun celakanya, Yang Mutlak itu tidak mutlak jika masih harus

dilaksanakan, sebab jika betul-betul mutlak, tentunya maha sempurna, dan jika

maha sempurna tidak menjadi. Oleh sebab itu pemikiran Hegel langsung

ditentang oleh aliran pemikiran materialisme yang mengajarkan bahwa yang

sedang-menjadi itu, yang sering sedang-menjadi-lebih-sempurna bukanlah ide

("Yang Mutlak"), namun adalah materi belaka. Maksudnya, yang

sesungguhnya ada adalah materi (alam benda); materi adalah titik pangkal

segala sesuatu dan segala sesuatu yang mengatasi alam benda harus

dikesampingkan. Maka seluruh realitas hanya dapat dibuat jelas dalam alur

pemikiran ini. Itulah faham yang dicetuskan oleh Ludwig Andreas Feuerbach

(1804-1872). Sayangnya, materi itu sendiri tidak bisa menjadi mutlak, karena

15

Page 16: MAKALAH FILSAFAT

pastilah ada yang-ada-di-luar-materi yang "mengendalikan" proses dalam

materi itu untuk materi bisa menjadi-lebih-sempurna-dari-sebelumnya.

Kesalahan Hegel adalah tidak menerima bahwa Yang Mutlak itu

berdiri sendiri dan ada-diatas-segalanya, dalam arti tidak dalam satu realitas

dengan segala yang sedang-menjadi tersebut. Dengan mengatakan Yang

Mutak itu menjadi, Hegel pada dasarnya meniadakan kemutlakan. Dalam cara

sama, dengan mengatakan bahwa yang mutlak itu materi, maka materialisme

pun jatuh dalam kubangan yang sama.

Dari sini dapat difahami munculnya sejumlah aliran-aliran penting

dewasa ini: Positivisme menyatakan bahwa pemikiran tiap manusia, tiap ilmu

dan suku bangsa melalui 3 tahap, yaitu teologis, metafisis dan positif ilmiah.

Manusia muda atau suku-suku primitif pada tahap teologis" dibutuhkan figur

dewa-dewa untuk "menerangkan" kenyataan. Meningkat remaja dan mulai

dewasa dipakai prinsip-prinsip abstrak dan metafisis. Pada tahap dewasa dan

matang digunakan metode-metode positif dan ilmiah. Aliran positivisme

dianut oleh August Comte (1798-1857), John Stuart Mill (1806-1873) dan H

Spencer (1820-1903), dan dikembangkan menjadi neo-positivisme oleh

kelompok filsuf lingkaran Wina.

Marxisme (diberi nama mengikuti tokoh utama Karl Marx, 1818-1883)

mengajarkan bahwa kenyataan hanya terdiri atas materi belaka, yang

berkembang dalam proses dialektis (dalam ritme tesis-antitesis-sintesis). Marx

adalah pengikut setia Feuerbach (sekurangnya pada tahap awal). Feuerbach

berpendapat Tuhan hanyalah proyeksi mausia tentang dirinya sendiri dan

agama hanyalah sarana manusia memproyeksikan cita-cita (belum terwujud!)

manusia tentang dirinya sendiri. Menurut Feuerbach, yang ada bukan Tuhan

yang mahaadil, namun yang ada hanyalah manusia yang ingin menjadi adil.

Dari sini dapat difahami mengapa Marx berkata, bahwa "agama adalah candu

bagi rakyat", karena agama hanya membawa manusia masuk dalam "surga

fantasi", suatu pelarian dari kenyataan hidup yang umumnya pahit.

Selanjutnya Marx menegaskan bahwa filsafat hanya memberi interpretasi atas

perkembangan masyarakat dan sejarah. Yang justru dibutuhkan adalah aksi

untuk mengarahkan perubahan dan untuk itu harus dikembangkan hukum-

hukum obyektif mengenai perkembangan masyarakat.

16

Page 17: MAKALAH FILSAFAT

[Catatan. Soekarno mengklim telah mencetuskan marhaenisme sebagai

marxisme diterapkan dalam situasi dan kondisi Indonesia. Kualifikasi

"penerapan dalam situasi dan kondisi Indonesia" (apapun itu) pastilah tidak

membuat faham marhaenisme sebagai suatu aliran filsafat dan pastilah tidak

harus sama dengan faham marxisme sebagai diterapkan di dalam lingkungan

masyarakat lain.]

Ditangan Friedrich Engels (1820-1895), dan lebih-lebih oleh Lenin,

Stalin dan Mao Tse Tung, aliran filsafat Marxisme ini menjadi gerakan

komunisme, yaitu suatu ideologi politik praktis Partai Komunis di negara

mana saja untuk merubah dunia. Sangat nyata bahwa dimana saja Partai

Komunis itu menjalankan praktek-praktek yang nyatanya mengingkari hak-

hak azasi manusia, dan karena itu tidak berperikemanusiaan (dan tak ber

keTuhanan pula!).

Eksistensialime merupakan himpunan aneka pemikiran yang memiliki

inti sama, yaitu keyakinan, bahwa filsafat harus berpangkal pada adanya

(eksistensi) manusia konkrit, dan bukan pada hakekat (esensi) manusia-pada-

umumnya. Manusia-pada-umumnya tidak ada, yang ada hanya manusia ini,

manusia itu. Esensi manusia ditentukan oleh eksistensinya. Tokoh aliran ini J

P Sartre (1905-1980), Kierkegaard (1813-1855), Friederich Nietzche (1844-

1900), Karl Jaspers (1883-1969), Martin Heidegger (1889-1976), Gabriel

Marcel (1889-1973).

Fenomenologi merupakan aliran (tokoh penting: Edmund Husserl,

1859-1938) yang ingin mendekati realitas tidak melalui argumen-argumen,

konsep-konsep, atau teori umum. "Zuruck zu den sachen selbst" -- kembali

kepada benda-benda itu sendiri, merupakan inti dari pendekatan yang dipakai

untuk mendeskripsikan realitas menurut apa adanya. Setiap obyek memiliki

hakekat, dan hakekat itu berbicara kepada kita jika kita membuka diri kepada

gejala-gejala yang kita terima. Kalau kita "mengambil jarak" dari obyek itu,

melepaskan obyek itu dari pengaruh pandangan-pandangan lain, dan gejala-

gejala itu kita cermati, maka obyek itu "berbicara" sendiri mengenai

hakekatnya, dan kita memahaminya berkat intuisi dalam diri kita.

17

Page 18: MAKALAH FILSAFAT

Fenomenologi banyak diterapkan dalam epistemologi, psikologi, antropologi,

dan studi-studi keagamaan (misalnya kajian atas kitab suci).

Pragmatisme tidak menanyakan "apakah itu?", melainkan "apakah

gunanya itu?" atau "untuk apakah itu?". Yang dipersoalkan bukan "benar atau

salah", karena ide menjadi benar oleh tindakan tertentu. Tokoh aliran ini: John

Dewey (1859-1914).

Neo-kantisme dan neo-thomisme merupakan aliran-aliran yang merupakan

kelahiran kembali dari aliran yang lama, oleh dialog dengan aliran lain.

Disamping itu masih ada aliran filsafat analitik yang menyibukkan diri

dengan analisis bahasa dan analisis atas konsep-konsep. Dalam berfilsafat,

jangan katakan jika hal itu tidak dapat dikatakan. "Batas-batas bahasaku

adalah batas-batas duniaku". Soal-soal falsafi seyogyanya dipecahkan melalui

analisis atas bahasa, untuk mendapatkan atau tidak mendapatkan makna

dibalik bahasa yang digunakan. Hanya dalam ilmu pengetahuan alam

pernyataan memiliki makna, karena pernyataan itu bersifat faktual. Tokoh

pencetus: Ludwig Wittgenstein (1889-1952).

Akhirnya sejak 1960 berkembang strukturalisme yang menyelidiki

pola-pola dasar yang tetap yang terdapat dalam bahasa-bahasa, agama-agama,

sistem-sistem dan karya-karya kesusasteraan.

C. FILSAFAT DAN ILMU

1. Pengertian Ilmu (Ilmu Pengetahuan)

Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun

secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan

untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu

(Kamus Besar Bahasa Indonesia)

2. Ciri-Ciri Ilmu (Ilmu Pengetahuan)

Secara umum dari pengertian ilmu dapat diketahui apa sebenarnya

yang menjadi ciri dari ilmu, meskipun untuk tiap definisi memberikan titik

berat yang berlainan. Menurut The Liang Gie secara lebih khusus

menyebutkan ciri-ciri ilmu sebagai berikut :

18

Page 19: MAKALAH FILSAFAT

1. Empiris (berdasarkan pengamatan dan percobaan)

2. Sistematis (tersusun secara logis serta mempunyai hubungan saling

bergantung dan teratur)

3. Objektif (terbebas dari persangkaan dan kesukaan pribadi)

4. Analitis (menguraikan persoalan menjadi bagian-bagian yang terinci)

5. Verifikatif (dapat diperiksa kebenarannya)

3. Tujuan Ilmu (Ilmu Pengetahuan)

Sheldon G. Levy yang dikutip oleh Uhar Suharsaputra (2004)

menyatakan bahwa science has three primary goals. The first is to be able to

understand what is observed in the world. The second is to be able to predict

the events and relationships of the real world. The third is to control aspects

of the real world, sementara itu Kerlinger menyatakan bahwa the basic aim of

science is theory.dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa tujuan dari ilmu

adalah untuk memahami, memprediksi, dan mengatur berbagai aspek kejadian

di dunia, disamping untuk menemukan atau memformulasikan teori, dan teori

itu sendiri pada dasarnya merupakan suatu penjelasan tentang sesuatu

sehingga dapat diperoleh kefahaman, dan dengan kepahaman maka prediksi

kejadian dapat dilakukan dengan probabilitas yang cukup tinggi, asalkan teori

tersebut telah teruji kebenarannya

4. Struktur Ilmu

Struktur ilmu menggambarkan bagaimana ilmu itu tersistimatisir

dalam suatu lingkungan (boundaries), di mana keterkaitan antara unsur-unsur

nampak secara jelas. Menurut Savage & Amstrong, struktur ilmu merupakan

A scheme that has been devided to illustrate relationship among facts,

concepts, and generalization. Dengan demikian struktur ilmu merupakan

ilustrasi hubungan antara fakta, konsep serta generalisasi, keterkaitan tersebut

membentuk suatu bangun struktur ilmu, sementara itu menurut H.E. Kusmana

struktur ilmu adalah seperangkat pertanyaan kunci dan metoda penelitian yang

akan membantu memperoleh jawabannya, serta berbagai fakta, konsep,

generalisasi dan teori yang memiliki karakteristik yang khas yang akan

mengantar kita untuk memahami ide-ide pokok dari suatu disiplin ilmu yang

bersangkutan.

19

Page 20: MAKALAH FILSAFAT

Dengan demikian nampak dari dua pendapat di atas bahwa terdapat

dua hal pokok dalam suatu struktur ilmu yaitu :

a. A body of Knowledge (kerangka ilmu) yang terdiri dari fakta, konsep,

generalisasi, dan teori yang menjadi ciri khas bagi ilmu yang

bersangkutan sesuai dengan boundary yang dimilikinya

b. A mode of inquiry. Atau cara pengkajian/penelitian yang mengandung

pertanyaan dan metode penelitian guna memperoleh jawaban atas

permasalahan yang berkaitan dengan ilmu tersebut.

Kerangka ilmu terdiri dari unsur-unsur yang berhubungan, dari mulai

yang konkrit yaitu fakta sampai level yang abstrak yaitu teori, makin ke fakta

makin spesifik, sementara makin mengarah ke teori makin abstrak karena

lebih bersifat umum. Bila digambarkan akan nampak sebagai berikut :

TEORI

GENERALISASI

KONSEP-KONSEP

FAKTA-FAKTA

Gambar 2.1. Bagan Stuktur Ilmu

Dari gambar tersebut nampak bahwa bagian yang paling dasar adalah

fakta-fakta, fakta-fakta tersebut akan menjadi bahan atau digunakan untuk

mengembangkan konsep-konsep, bila konsep-konsep menunjukan ciri

keumuman maka terbentuklah generalisasi, untuk kemudian dapat

diformulasikan menjadi teori. Fakta-fakta sangat dibatasi oleh nilai transfer

waktu, tempat dan kejadian. Konsep dan generalisasi memiliki nilai transfer

yang lebih luas dan dalam, sementara itu teori mempunyai jangkauan yang

lebih universal, karena cenderung dianggap berlaku umum tanpa terikat oleh

waktu dan tempat, sehingga bisa berlaku universal artinya bisa berlaku dimana

20

Increasing transfervalue

Increasing specificity

Page 21: MAKALAH FILSAFAT

saja (hal ini sebenarnya banyak dikritisi para akhli). Namun demikian

keberlakuannya memang perlu juga memperhatikan jenis ilmunya.

5. Objek Ilmu

Setiap ilmu mempunyai objeknya sendiri-sendiri, objek ilmu itu sendiri

akan menentukan tentang kelompok dan cara bagaimana ilmu itu bekerja

dalam memainkan perannya melihat realitas. Secara umum objek ilmu adalah

alam dan manusia, namun karena alam itu sendiri terdiri dari berbagai

komponen, dan manusiapun mempunyai keluasan dan kedalam yang berbeda-

beda, maka mengklasifikasikan objek amat diperlukan. Terdapat dua macam

objek dari ilmu yaitu objek material dan objek formal.

Objek material adalah seluruh bidang atau bahan yang dijadikan

telaahan ilmu, sedangkan objek formal adalah objek yang berkaitan dengan

bagaimana objek material itu ditelaah oleh suatu ilmu, perbedaan objek setiap

ilmu itulah yang membedakan ilmu satu dengan lainnya terutama objek

formalnya. Misalnya ilmu ekonomi dan sosiologi mempunyai objek material

yang sama yaitu manusia, namun objek formalnya jelas berbeda, ekonomi

melihat manusia dalam kaitannya dengan upaya memenuhi kebutuhan

hidupnya, sedangkan sosiologi dalam kaitannya dengan hubungan antar

manusia.

6. Pembagian/Pengelompokan Ilmu

Semakin lama pengetahuan manusia semakin berkembang, demikian

juga pemikiran manusia semakin tersebar dalam berbagai bidang kehidupan,

hal ini telah mendorong para akhli untuk mengklasifikasikan ilmu ke dalam

beberapa kelompok dengan sudut pandangnya sendiri-sendiri, namun seara

umum pembagian ilmu lebih mengacu pada obyek formal dari ilmu itu sendiri,

sedangkan jenis-jenis di dalam suatu kelompok mengacu pada obyek

formalnya. Pada tahap awal perkembangannya ilmu terdiri dari dua bagian

yaitu :

1. trivium yang terdiri dari :

a. gramatika, tata bahasa agar orang berbicara benar

b. dialektika, agar orang berfikir logis

c. retorika, agar orang berbicara indah

21

Page 22: MAKALAH FILSAFAT

2. quadrivium yang terdiri dari :

a. aritmetika, ilmu hitung

b. geometrika, ilmu ukur

c. musika, ilmu musik

d. astronomis, ilmu perbintangan

pembagian tersebut di atas pada dasarnya sesuai dengan bidang-

bidang ilmu yang menjadi telaahan utama pada masanya, sehingga ketika

pengetahuan manusia berkembangan dan lahir ilmu-ilmu baru maka

pembagian ilmupun turut berubah, sementara itu Mohammad Hatta membagi

ilmu pengetahuan ke dalam :

a. ilmu alam (terbagi dalam teoritika dan praktika)

b. ilmu sosial (juga terbagi dalam teoritika dan praktika)

c. ilmu kultur (kebudayaan)

sementara itu Stuart Chase membagi ilmu pengetahuan sebagai berikut :

1. ilmu-ilmu pengetahuan alam (natural sciences)

a.biologi

b. antropologi fisik

c.ilmu kedokteran

d. ilmu farmasi

e.ilmu pertanian

f. ilmu pasti

g. ilmu alam

h. geologi

i. dan lain sebagainya

2. Ilmu-ilmu kemasyarakatan

a. Ilmu hukum

b. Ilmu ekonomi

c. Ilmu jiwa sosial

d. Ilmu bumi sosial

e. Sosiologi

f. Antropologi budaya an sosial

g. Ilmu sejarah

22

Page 23: MAKALAH FILSAFAT

h. Ilmu politik

i. Ilmu pendidikan

j. Publisistik dan jurnalistik

k. Dan lain sebagainya

3. Humaniora

a. Ilmu agama

b. Ilmu filsafat

c. Ilmu bahasa

d. Ilmu seni

e. Ilmu jiwa

f. Dan lain sebagainya

dalam pembagian ilmu sebagaimana dikemukakan di atas, Endang

Saifudin Anshori menyatakan bahwa hal itu hendaknya jangan dianggap tegas

demikian/mutlak, sebab mungkin saja ada ilmu yag masuk satu kelompok

namun tetap bersentuhan dengan ilmu dalam kelompok lainnya.

Ada juga yang berpendapat bahwa pembagian ilmu pengetahuan

sebaiknya didasarkan pada objeknya atau sasaran persoalannya, dia membagi

ilmu ke dalam dua kelompok yaitu :

1. ilmu yang cosmologis, yaitu ilmu yang objek materilnya bersifat jasadi,

misalnya fisika, kimia dan ilmu hayat.

2. ilmu yang noologis, yaitu ilmu yang objek materilnya bersifat rohaniah

seperti ilmu jiwa.

Herbert Spencer, membagi ilmu atas dasar bentuk pemikirannya/objek formal,

atau tujuan yang hendak dicapai, dia membagi ilmu ke dalam dua kelompok

yaitu :

1. ilmu murni (pure science). Ilmu murni adalam ilmu yang maksud

pengkajiannya hanya semata-mata memperoleh prinsi-prinsip umum atau

teori baru tanpa memperhatikan dampak praktis dari ilmu itu sendiri,

dengan kata lain ilmu untuk ilmu itu sendiri.

2. ilmu terapan (applied science), ilmu yang dimaksudkan untuk diterapkan

dalam kehidupan paraktis di masyarakat.

Pembagian ilmu sebagaimana dikemukakan di atas mesti dipandang

sebagai kerangka dasar pemahaman, hal ini tidak lain karena pengetahuan

manusia terus berkembang sehingga memungkinkan tumbuhnya ilmu-ilmu

23

Page 24: MAKALAH FILSAFAT

baru, sehingga pengelompokan ilmu pun akan terus bertambah seiring dengan

perkembangan tersebut, yang jelas bila dilihat dari objek materilnya ilmu

dapat dikelompokan ke dalam dua kelompok saja, yaitu ilmu yang

mengkaji/menelaah alam dan ilmu yang menelaah manusia, dementara variasi

penamaannya tergantung pada objek formal dari ilmu itu sendiri.

7. Hubungan Filsafat Dengan Ilmu

Meskipun secara historis antara ilmu dan filsafat pernah merupakan

suatu kesatuan, namun dalam perkembangannya mengalami divergensi,

dimana dominasi ilmu lebih kuat mempengaruhi pemikiran manusia, kondisi

ini mendorong pada upaya untuk memposisikan ke duanya secara tepat sesuai

dengan batas wilayahnya masing-masing, bukan untuk mengisolasinya

melainkan untuk lebih jernih melihat hubungan keduanya dalam konteks lebih

memahami khazanah intelektuan manusia

Harold H. Titus mengakui kesulitan untuk menyatakan secara tegas

dan ringkas mengenai hubungan antara ilmu dan filsafat, karena terdapat

persamaan sekaligus perbedaan antara ilmu dan filsafat, disamping dikalangan

ilmuwan sendiri terdapat perbedaan pandangan dalam hal sifat dan

keterbatasan ilmu, dimikian juga dikalangan filsuf terdapat perbedaan

pandangan dalam memberikan makna dan tugas filsafat.

Adapaun persamaan (lebih tepatnya persesuaian) antara ilmu dan

filsafat adalah bahwa keduanya menggunakan berfikir reflektif dalam upaya

menghadapi/memahami fakta-fakta dunia dan kehidupan, terhadap hal-hal

tersebut baik filsafat maupun ilmu bersikap kritis, berfikiran terbuka serta

sangat konsern pada kebenaran, disamping perhatiannya pada pengetahuan

yang terorganisisr dan sistematis.

Sementara itu perbedaan filsafat dengan ilmu lebih berkaitan dengan

titik tekan, dimana ilmu mengkaji bidang yang terbatas, ilmu lebih bersifat

analitis dan deskriptif dalam pendekatannya, ilmu menggunakan observasi,

eksperimen dan klasifikasi data pengalaman indra serta berupaya untuk

menemukan hukum-hukum atas gejala-gejala tersebut, sedangkan filsafat

berupaya mengkaji pengalaman secara menyeluruh sehingga lebih bersifat

inklusif dan mencakup hal-hal umum dalam berbagai bidang pengalaman

24

Page 25: MAKALAH FILSAFAT

manusia, filsafat lebih bersifat sintetis dan sinoptis dan kalaupun analitis maka

analisanya memasuki dimensi kehidupan secara menyeluruh dan utuh, filsafat

lebih tertarik pada pertanyaan kenapa dan bagaimana dalam mempertanyakan

masalah hubungan antara fakta khusus dengan skema masalah yang lebih luas,

filsafat juga mengkaji hubungan antara temuan-temuan ilmu dengan klaim

agama, moral serta seni.

Dengan memperhatikan ungkapan di atas nampak bahwa filsafat

mempunyai batasan yang lebih luas dan menyeluruh ketimbang ilmu, ini

berarti bahwa apa yang sudah tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat

berupaya mencari jawabannya, bahkan ilmu itu sendiri bisa dipertanyakan atau

dijadikan objek kajian filsafat (Filsafat Ilmu), namun demikian filsafat dan

ilmu mempunyai kesamaan dalam menghadapi objek kajiannya yakni berfikir

reflektif dan sistematis, meski dengan titik tekan pendekatan yang berbeda.

Dengan demikian, Ilmu mengkaji hal-hal yang bersifat empiris dan

dapat dibuktikan, filsafat mencoba mencari jawaban terhadap masalah-

masalah yang tidak bisa dijawab oleh Ilmu dan jawabannya bersifat spekulatif,

sedangkan Agama merupakan jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak

bisa dijawab oleh filsafat dan jawabannya bersifat mutlak/dogmatis. Menurut

Sidi Gazlba (1976), Pengetahuan ilmu lapangannya segala sesuatu yang dapat

diteliti (riset dan/atau eksperimen) ; batasnya sampai kepada yang tidak atau

belum dapat dilakukan penelitian. Pengetahuan filsafat : segala sesuatu yang

dapat dipikirkan oleh budi (rasio) manusia yang alami (bersifat alam) dan

nisbi; batasnya ialah batas alam namun demikian ia juga mencoba memikirkan

sesuatu yang diluar alam, yang disebut oleh agama “Tuhan”. Sementara itu

Oemar Amin Hoesin (1964) mengatakan bahwa ilmu memberikan kepada kita

pengetahuan, dan filsafat memberikan hikmat. Dari sini nampak jelas bahwa

ilmu dan filsafat mempunyai wilayah kajiannya sendiri-sendiri

Meskipun filsafat ilmu mempunyai substansinya yang khas, namun dia

merupakan bidang pengetahuan campuran yang perkembangannya tergantung

pada hubungan timbal balik dan saling pengaruh antara filsafat dan ilmu, oleh

karena itu pemahaman bidang filsafat dan pemahaman ilmu menjadi sangat

penting, terutama hubungannya yang bersifat timbal balik, meski dalam

25

Page 26: MAKALAH FILSAFAT

perkembangannya filsafat ilmu itu telah menjadi disiplin yang tersendiri dan

otonom dilihat dari objek kajian dan telaahannya

8. Pengertian Filsafat Ilmu

Dilihat dari segi katanya filsafat ilmu dapat dimaknai sebagai filsafat

yang berkaitan dengan atau tentang ilmu. Filsafat ilmu merupakan bagian dari

filsafat pengetahuan secara umum, ini dikarenakan ilmu itu sendiri merupakan

suatu bentuk pengetahuan dengan karakteristik khusus, namun demikian untuk

memahami secara lebih khusus apa yang dimaksud dengan filsafat ilmu, maka

diperlukan pembatasan yang dapat menggambarkan dan memberi makna

khusus tentang istilah tersebut.

Para akhli telah banyak mengemukakan definisi/pengertian filsafat

ilmu dengan sudut pandangnya masing-masing, dan setiap sudut pandang

tersebut amat penting guna pemahaman yang komprehensif tentang makna

filsafat ilmu, berikut ini akan dikemukakan beberapa definisi filsafat ilmu :

The philosophy of science is a part of philosophy which attempts to do for

science what philosophy in general does for the whole of human

experience (Peter Caws)

The philosophy of science attemt, first, to elucidate the elements involved

in the process of scientific inquiry-observational procedures, patterns of

argument, methods of representation and calculation, metaphysical

presupposition, and so on, and then to evaluate the grounds of their

validity from the points of view of formal logic, practical methodology anf

metaphysics (Steven R. Toulmin).

Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific

thinking and tries to determine the value and significance of scientific

enterprise as a whole (L. White Beck)

Philosophy of science.. that philosophic discipline which is the systematic

study of the nature of science, especially of its methods, its concepts and

presupposition, and its place in the general scheme of intelectual

discipline (A.C. Benyamin)

26

Page 27: MAKALAH FILSAFAT

Philosophy of science.. the study of the inner logic of scientific theories,

and the relations between experiment and theory, i.e of scientific method

(Michael V. Berry)

Pengertian-pengertian di atas menggambarkan variasi pandangan

beberapa akhli tentang makna filsafat ilmu. Peter Caw memberikan makna

filsafat ilmu sebagai bagian dari filsafat yang kegiatannya menelaah ilmu

dalam kontek keseluruhan pengalaman manusia, Steven R. Toulmin

memaknai filsafat ilmu sebagai suatu disiplin yang diarahkan untuk

menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan prosedur penelitian ilmiah,

penentuan argumen, dan anggapan-anggapan metafisik guna menilai dasar-

dasar validitas ilmu dari sudut pandang logika formal, dan metodologi praktis

serta metafisika. Sementara itu White Beck lebih melihat filsafat ilmu sebagai

kajian dan evaluasi terhadap metode ilmiah untuk dapat difahami makna ilmu

itu sendiri secara keseluruhan, masalah kajian atas metode ilmiah juka

dikemukakan oleh Michael V. Berry setelah mengungkapkan dua kajian

lainnya yaitu logika teori ilmiah serta hubungan antara teori dan eksperimen,

demikian juga halnya Benyamin yang memasukan masalah metodologi dalam

kajian filsafat ilmu disamping posisi ilmu itu sendiri dalam konstelasi umum

disiplin intelektual (keilmuan).

Menurut The Liang Gie, filsafat ilmu adalah segenap pemikiran

reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut

landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi kehidupan manusia.

Pengertian ini sangat umum dan cakupannya luas, hal yang penting untuk

difahami adalah bahwa filsafat ilmu itu merupakan telaah kefilsafatan

terhadap hal-hal yang berkaitan/menyangkut ilmu, dan bukan kajian di dalam

struktur ilmu itu sendiri. Terdapat beberapa istilah dalam pustaka yang

dipadankan dengan Filsafat ilmu seperti : Theory of science, meta science,

methodology, dan science of science, semua istilah tersebut nampaknya

menunjukan perbedaan dalam titik tekan pembahasan, namun semua itu pada

dasarnya tercakup dalam kajian filsafat ilmu .

Sementara itu Gahral Adian mendefinisikan filsafat ilmu sebagai

cabang filsafat yang mencoba mengkaji ilmu pengetahuan (ilmu) dari segi ciri-

ciri dan cara pemerolehannya. Filsafat ilmu selalu mengajukan pertanyaan-

pertanyaan yang mendasar/radikal terhadap ilmu seperti tentang apa ciri-ciri

27

Page 28: MAKALAH FILSAFAT

spesifik yang menyebabkan sesuatu disebut ilmu, serta apa bedanya ilmu

dengan pengetahuan biasa, dan bagaimana cara pemerolehan ilmu, pertanyaan

- pertanyaan tersebut dimaksudkan untuk membongkar serta mengkaji asumsi-

asumsi ilmu yang biasanya diterima begitu saja (taken for granted), Dengan

demikian filsafat ilmu merupakan jawaban filsafat atas pertanyaan ilmu atau

filsafat ilmu merupakan upaya penjelasan dan penelaahan secara mendalam

hal-hal yang berkaitan dengan ilmu, apabila digambarkan hubungan tersebut

nampak sebagai berikut :

Menjawab

Bertanya

Gambar 4.1. Hubungan Filsafat, Ilmu dan Filsafat Ilmu

Secara historis filsafat merupakan induk ilmu, dalam

perkembangannya ilmu makin terspesifikasi dan mandiri, namun mengingat

banyaknya masalah kehidupan yang tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka

filsafat menjadi tumpuan untuk menjawabnya, filsafat memberi penjelasan

atau jawaban substansial dan radikal atas masalah tersebut, sementara ilmu

terus mengembangakan dirinya dalam batas-batas wilayahnya, dengan tetap

dikritisi secara radikal, proses atau interaksi tersebut pada dasarnya merupakan

bidang kajian Filsafat Ilmu, oleh karena itu filsafat ilmu dapat dipandang

sebagai upaya menjembatani jurang pemisah antara filsafat dengan ilmu,

sehingga ilmu tidak menganggap rendah pada filsafat, dan filsafat tidak

memandang ilmu sebagai suatu pemahaman atas alam secara dangkal.

9. Bidang Kajian Dan Masalah-Masalah Dalam Filsafat Ilmu

Bidang kajian filsafat ilmu ruang lingkupnya terus mengalami

perkembangan, hal ini tidak terlepas dengan interaksi antara filsafat dan ilmu

yang makin intens. Bidang kajian yang menjadi telaahan filsafat ilmu pun

berkembang dan diantara para akhli terlihat perbedaan dalam menentukan

28

FILSAFATFILSAFAT ILMU

ILMU

Page 29: MAKALAH FILSAFAT

lingkup kajian filsafat ilmu, meskipun bidang kajian iduknya cenderung sama,

sedang perbedaan lebih terlihat dalam perincian topik telaahan. Berikut ini

beberapa pendapat akhli tentang lingkup kajian filsafat ilmu :

1. Edward Madden menyatakan bahwa lingkup filsafat ilmu adalah:

a. Probabilitas

b. Induksi

c. Hipotesis

2. Ernest Nagel

a. Logical pattern exhibited by explanation in the sciences

b. Construction of scientific concepts

c. Validation of scientific conclusions

3. Scheffer

a. The role of science in society

b. The world pictured by science

c. The foundations of science

Dari beberapa pendapat di atas nampak bahwa semua itu lebih bersifat

menambah terhadap lingkup kajian filsafat ilmu, sementara itu Jujun S.

Suriasumantri menyatakan bahwa filsafat ilmu merupakan bagian dari

epistemology yang secara spesifik mengkaji hakekat ilmu. Dalam bentuk

pertanyaan, pada dasar filsafat ilmu merupakan telahaan berkaitan dengan

objek apa yang ditelaah oleh ilmu (ontologi), bagaimana proses pemerolehan

ilmu (epistemologi), dan bagaimana manfaat ilmu (axiologi), oleh karena itu

lingkup induk telaahan filsafat ilmu adalah :

1. ontologi

2. epistemologi

3. axiologi

Ontologi berkaitan tentang apa obyek yang ditelaah ilmu, dalam kajian

ini mencakup masalah realitas dan penampakan (reality and appearance), serta

bagaimana hubungan ke dua hal tersebut dengan subjek/manusia.

Epistemologi berkaitan dengan bagaimana proses diperolehnya ilmu,

bagaimana prosedurnya untuk memperoleh pengetahuan ilmiah yang benar.

29

Page 30: MAKALAH FILSAFAT

Axiologi berkaitan dengan apa manfaat ilmu, bagaimana hubungan

etika dengan ilmu, serta bagaimana mengaplikasikan ilmu dalam kehidupan.

Ruang lingkup telaahan filsafat ilmu sebagaimana diungkapkan di atas

di dalamnya sebenarnya menunjukan masalah-masalah yang dikaji dalam

filsafat ilmu, masalah-masalah dalam filsafat ilmu pada dasarnya menunjukan

topik-topik kajian yang pastinya dapat masuk ke dalam salahsatu lingkup

filsafat ilmu. Adapun masalah-masalah yang berada dalam lingkup filsafat

ilmu adalah (Ismaun) :

1. masalah-masalah metafisis tentang ilmu

2. masalah-masalah epistemologis tentang ilmu

3. masalah-masalah metodologis tentang ilmu

4. masalah-masalah logis tentang ilmu

5. masalah-masalah etis tentang ilmu

6. masalah-masalah tentang estetika

Metafisika merupakan telaahan atau teori tentang yang ada, istilah

metafisika ini terkadang dipadankan dengan ontologi jika demikian, karena

sebenarnya metafisika juga mencakup telaahan lainnya seperti telaahan

tentang bukti-bukti adanya Tuhan. Epistemologi merupakan teori pengetahuan

dalam arti umum baik itu kajian mengenai pengetahuan biasa, pengetahuan

ilmiah, maupun pengetahuan filosofis, metodologi ilmu adalah telaahan atas

metode yang dipergunakan oleh suatu ilmu, baik dilihat dari struktur

logikanya, maupun dalam hal validitas metodenya. Masalah logis berkaitan

dengan telaahan mengenai kaidah-kaidah berfikir benar, terutama berkenaan

dengan metode deduksi. Problem etis berkaitan dengan aspek-aspek moral dari

suatu ilmu, apakah ilmu itu hanya untuk ilmu, ataukah ilmu juga perlu

memperhatikan kemanfaatannya dan kaidah-kaidah moral masyarakat.

Sementara itu masalah estetis berkaitan dengan dimensi keindahan atau nilai-

nilai keindahan dari suatu ilmu, terutama bila berkaitan dengan aspek

aplikasinya dalam kehidupan masyarakat.

D. ILMU DAN KEHIDUPAN

30

Page 31: MAKALAH FILSAFAT

Lahirnya dan berkembangnya Ilmu Pengetahuan telah banyak

membawa perubahan dalam kehidupan manusia, terlebih lagi dengan makin

intensnya penerapan Ilmu dalam bentuk Teknologi yang telah menjadikan

manusia lebih mampu memahami berbagai gejala serta mengatur Kehidupan

secara lebih efektif dan efisien. Hal itu berarti bahwa ilmu mempunyai

dampak yang besar bagi kehidupan manusia, dan ini tidak terlepas dari fungsi

dan tujuan ilmu itu sendiri

Kerlinger dalam melihat fungsi ilmu, terlebih dahulu mengelompokan

dua sudut pandang tentang ilmu yaitu pandangan statis dan pandangan

dinamis. Dalam pandangan statis, ilmu merupakan aktivitas yang memberi

sumbangan bagi sistimatisasi informasi bagi dunia, tugas ilmuwan adalah

menemukan fakta baru dan menambahkannya pada kumpulan informasi yang

sudah ada, oleh karena itu ilmu dianggap sebagai sekumpulan fakta, serta

merupakan suatu cara menjelaskan gejala-gejala yang diobservasi, berarti

bahwa dalam pandangan ini penekanannya terletak pada keadaan

pengetahuan/ilmu yang ada sekarang serta upaya penambahannya baik hukum,

prinsip ataupun teori-teori. Dalam pandangan ini, fungsi ilmu lebih bersifat

praktis yakni sebagai disiplin atau aktivitas untuk memperbaiki sesuatu,

membuat kemajuan, mempelajari fakta serta memajukan pengetahuan untuk

memperbaiki sesuatu (bidang-bidang kehidupan).

Pandangan ke dua tentang ilmu adalah pandangan dinamis atau

pandangan heuristik (arti heuristik adalah menemukan), dalam pandangan ini

ilmu dilihat lebih dari sekedar aktivitas, penekanannya terutama pada teori dan

skema konseptual yang saling berkaitan yang sangat penting bagi penelitian.

Dalam pandangan ini fungsi ilmu adalah untuk membentuk hukum-hukum

umum yang melingkupi prilaku dari kejadian-kejadian empiris atau objek

empiris yang menjadi perhatiannya sehingga memberikan kemampuan

menghubungkan berbagai kejadian yang terpisah-pisah serta dapat secara tepat

memprediksi kejadian-kejadian masa datang, seperti dikemukakan oleh

Braithwaite dalam bukunya Scientific Explanation bahwa the function of

science… is to establish general laws covering the behaviour of the empirical

events or objects with which the science in question is concerned, and thereby

31

Page 32: MAKALAH FILSAFAT

to enable us to connect together our knowledge of the separately known

events, and to make reliable predictions of events as yet unknown.

Dengan memperhatikan penjelasan di atas nampaknya ilmu

mempunyai fungsi yang amat penting bagi kehidupan manusia, Ilmu dapat

membantu untuk memahami, menjelaskan, mengatur dan memprediksi

berbagai kejadian baik yang bersifat kealaman maupun sosial yang terjadi

dalam kehidupan manusia. Setiap masalah yang dihadapi manusia selalu

diupayakan untuk dipecahkan agar dapat dipahami, dan setelah itu manusia

menjadi mampu untuk mengaturnya serta dapat memprediksi (sampai batas

tertentu) kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi berdasarkan

pemahaman yang dimilikinya, dan dengan kemampuan prediksi tersebut maka

perkiraan masa depan dapat didesain dengan baik meskipun hal itu bersifat

probabilistik, mengingat dalam kenyataannya sering terjadi hal-hal yang

bersifat unpredictable.

E. KEHIDUPAN DAN ALAM

Manusia yang berfungsi daya nalarnya (akalnya) selain mengenali dirinya

sendiri, ia sudah dapat mengenal lingkungannya. Orang-orang yang ada di

sekitarnya, demikian pula benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang dapat ia lihat

dan rasakan, semua itu membentuk dalam benaknya konsep "alam" dan

"kehidupan". Konsep ini berkembang menuju suatu kesempurnaan melalui ajaran

kepercayaan atau agama yang dianut masyarakatnya terutama orang tuanya, dan

melalui pendidikan dan penga¬jaran yang diterimanya kemudian.

Dewasa ini pengetahuan manusia tentang "alam" sudah sangat luas, dan

ilmu serta teknologi sudah sedemikian majunya, seakan-akan manusia sudah

mampu menguasai alam raya dengan keberhasilannya menerobos angkasa luar

dan memecahkan atom, seandainya tiada gempa bumi hebat yang mengguncang

Armenia, angin taufan dahsyat yang menyapu pantai-pantai Amerika dan Jepang,

banjir-banjir besar yang melanda Anak Benua India, dan lain-lain bencana alam

dan penyakit-penyakit aneh seperti AIDS yang semua itu mempertunjukkan

kelemahan kekuasaan dan keterbatasan pengetahuan manusia itu. Sejauh

32

Page 33: MAKALAH FILSAFAT

perkem¬bangan yang sudah begitu majunya, kehidupan manusia tetap saja

menjadi masalah misterius seperti sediakala.

Alam raya ini, yang sukar digambarkan luasnya dan banyaknya, serta

makhluk manusia yang sangat menonjol di antara seluruh makhluk yang mengisi

alam raya ini, sudah menjalani proses kehidupan sekian kurun waktu lamanya

sehingga sukar digambarkan dengan bilangan abad atau diukur dengan tahun

cahaya.

Manusia yang mempunyai kemampuan tinggi untuk menalar dengan

akalnya sudah cukup banyak mengetahui proses kehidupan itu, sekalipun mereka

tidak mampu mengetahui hakekat dari kehidupan itu sendiri. Di dalam

pengetahuan manusia yang begitu luas dan berkembang terus, minat untuk

mengetahui pangkal dan ujung (mabda' dan ma'ad) kehidupan itu, kurang

seimbang dengan minat dan upaya mengetahui proses kehidupan itu. Sehingga

pada umumnya pengetahuan manusia itu menjadi pincang dan tidak utuh. Upaya

mengetahui proses kehidupan yang berkembang sepanjang sejarah peradaban

manusia, telah mengantarkan manusia mengenal adanya hukum-hukum yang pasti

dan teliti menguasai alam raya ini.

Gambaran yang nyata dari pengetahuan ini terlihat dengan jelas dalam ilmu-

ilmu fisika, kimia, biologi dan astronomi. Ilmu-ilmu tersebut mengungkapkan

betapa alam raya ini tercipta secara teratur dan terkontrol sedemikian teliti dengan

hukum-hukum yang pasti. Ilmu pengetahuan astronomi memperkenalkan betapa

teraturnya gerakan bintang-bintang pada garis edarnya masing-masing.

Bumi tempat kita hidup, yang berputar pada sumbunya dan beredar pada

orbitnya di sekeliling matahari dalam jangka waktu tertentu dan pasti

menyebabkan silih bergantinya siang dan malam, dan bertukarnya satu musim ke

musim yang lain dengan sangat teratur, semuanya berjalan secara eksakta (tepat)

dan dapat dihitung secara matematik. Selanjutnya ilmu pengetahuan alam

memperkenalkan adanya hukum fisika, kimia, serta biologi, seperti hukum

propors, hukum konservasi, hukum gerak, hukum gravitasi, hukum relativitas,

hukum Pascal, kode genetik, hukum reproduksi dan embriologi.

Penemuan hukum-hukum alam (natuurwet) sebagaimana disinggung di atas

memberikan informasi yang jelas betapa alam raya ini mulai dari bagian-

bagiannya yang terkecil seperti partikel-partikel dalam inti atom yang sukar

dibayangkan kecilnya sampai kepada galaksi-galaksi yang tak terbayangkan besar

33

Page 34: MAKALAH FILSAFAT

dan luasnya, semua bergerak menurut ketentuan-ketentuan hukum alam yang

mengaturnya. Dan yang lebih dekat dapat diamati ialah pada tubuh jasmani kita

sendiri. Ilmu pengetahuan mengungkapkan bahwa tubuh manusia terdiri dari 50

juta sel, jumlah panjang jaringan pembuluh darahnya sampai 100.000 km dan

lebih 500 macam proses kimiawi terjadi di dalam hati.

Tubuh manusia jauh lebih rumit dan lebih menakjubkan daripada pesawat

komputer. Fungsi-fungsi tubuh yang tidak tampak, lebih mengesankan lagi. Tanpa

kita sadari tubuh mengatur suhu badan kita, tekanan darah kita, pencernaan dan

tugas-tugas lain yang tidak terbilang banyaknya. Pusat pengatur tubuh, yakni otak,

memiliki daya rekam dan kemampuan menyimpan lebih banyak informasi

dibandingkan dengan pesawat apapun. Organ-organ tubuh itu bekerja secara

otomatis di luar kehendak dan pengetahuan kita. Peredaran darah, paru-paru,

jantung, ginjal dan pernafasan terus bekerja secara rutin dengan teliti, meskipun

tidak diperintahkan sang manusia itu sendiri. Bahkan mungkin sekali ia tidak

mengetahui betapa sibuknya organ-organ tubuh itu melaksanakan tugasnya

masing-masing, demi kelangsungan hidup manusia.

Perkembangan mutakhir dari ilmu pengetahuan, yang ditandai dengan

lahirnya ilmu-ilmu sosial, bermuara kepada suatu kesimpulan yang sama, bahwa

manusia dan masyarakatnya dikuasai juga oleh hukum-hukum yang teliti dan

pasti, tidak ada bedanya dengan alam di luar manusia. Ilmu-ilmu ini

mengungkapkan bahwa kehidupan dan perilaku manusia diatur oleh ketentuan-

ketentuan yang ada di luar kemauan manusia itu, seperti hukum-hukum ekologi

(pengaruh lingkungan), dorongan naluriah, warisan genetik, kekuatan

supranatural, dan hukum sejarah.

Di balik penemuan-penemuan ilmiah tersebut di atas muncul suatu teori

ilmiah baru yang disebut "deteminisme ilmiah" (al-jabriyah al-`ilmiyah) yang

melukiskan manusia sebagai pion-pion nasib (sesuatu yang sudah ditentukan

semula). Stoicisme melihat bahwa manusia bahkan seluruh alam telah ditentukan

secara rasional oleh akal universal (ini istilah filsafat yang berarti kekuatan yang

merupakan sumber pengaturan alam semesta). Menurut teori ini, tugas manusia

hanyalah memahami dan menempatkan dirinya dalam kerangka akal universal

terseb ut.

Adanya sejumlah ketentuan yang pasti dan berlaku sebagai hukum yang

mengatur segala makhluk dan gerak di alam raya ini, biasanya dalam bahasa ilmu

34

Page 35: MAKALAH FILSAFAT

pengetahuan disebut `natuurwet' atau hukum alam. Di dalam bahasa Alquran,

kadangkala disebut "sunnatullah" seperti dalam surat al-Fathir ayat 43: Maka

sekali-kali kamu tidak akan mendapat ergantian bagi sunnatullah itu dan sekali-

kali kamu tidak pula menemui penyimpangan dari sunnatullah itu.

Dalam terminologi teologi, hal semacam itu termasuk dalam kategori qadha

dan qadar (takdir). Namun istilah ini lebih mendominasi hal-hal yang

bersangkutan dengan perilaku manusia, dan seringkali secara kurang hati-hati

dianggap identik dengan faham Jabariah (teori determinisme). Sumber,

http://mubarok-institute.blogspot.com

F. PERMASALAHAN FILSAFAT :

1. Persoalan Filsafat

Ada enam persoalan yang selalu menjadi bahan perhatian para filsuf dan

memerlukan jawaban secara radikal, dimana tiap-tiapnya menjadi salah satu

cabang dari filsafat yaitu : ada, pengetahuan, metode, penyimpulan, moralitas,

dan keindahan.

a. Tentang ”Ada”

Persoalan tentang ”äda” ( being ) menghasilkan cabang filsafat metafisika;

dimana sebagai salah satu cabang filsafat metafisika sendiri mencakup

persoalan ontologis, kosmologi ( perkembangan alam semesta ) dan

antropologis ( perkembangan sosial budaya manusia ). Ketiga hal tersebut

memiliki titik sentral kajian tersendiri.

b. Tentang ”Pengetahuan” ( knowledge )

Persoalan tentang pengetahuan ( knowledge ) menghasilkan cabang filsafat

epistemologi ( filsafat pengetahuan ). Istilah epistemologi sendiri berasal

dari kata episteme dan logos. Episteme berarti pengetahuan dan logos

berarti teori. Jadi, epistemologi merupakan salah satu cabang filsafat yang

mengkaji secara mendalam dan radikal tentang asal mula pengetahuan,

struktur, metode dan validitas pengetahuan.

35

Page 36: MAKALAH FILSAFAT

c. Tentang ”Metode”( method )

Persoalan tentang metode ( method ) menghasilkan cabang filsafat

metologi atau kajian / telaah dan penyusunan secara sistematik dari

beberapa proses dan azas-azas logis dan percobaan yang sistematis yang

menuntun suatu penelitian dan kajian ilmiah; atau sebagai penyusun ilmu-

ilmu vak.

d. Tentang ”Penyimpulan”

Logika ( logis ) yaitu ilmu pengetahuan dan kecakapan untuk berpikir

tepat dan benar. Dimana berpikir adalah kegiatan pikiran atau akal budi

manusia. Logika sendiri dapat dibagi menjadi 2, yaitu logika ilmiah dan

logika kodratiah. Logika bisa menjadi suatu upaya untuk menjawab

pertanyaan-pertanyaan seperti : Adakah metode yang dapat digunakan

untuk meneliti kekeliruan pendapat? Apakah yang dimaksud pendapat

yang benar? Apa yang membedakan antara alasan yang benar dengan

alasan yang salah? Filsafat logika ini merupakan cabang yang timbul dari

persoalan tentang penyimpulan.

e. Tentang ”Moralitas” ( morality )

Moralitas menghasilkan cabang filsafat etika ( ethics ). Etika sebagai salah

satu cabang filsafat menghendaki adanya ukuran yang bersifat universal.

f. Tentang ”Keindahan”

Estetika adalah salah satu cabang filsafat yang lahir dari persoalan tentang

keindahan. Merupakan kajian kefilsafatan mengenai keindahan dan

ketidakindahan. Lebih jauhnya lagi, mengenai sesuatu yang indah terutama

dalam masalah seni dan rasa serta norma-norma nilai dalam seni.

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/

2. Makna

36

Page 37: MAKALAH FILSAFAT

Definisi ”makna” berdasarkan kesepakatan kelompok diskusi adalah :

Interpretasi/penafsiran subjektif terhadap sesuatu (bersifat internal/eksternal)

yang dihasilkan dari proses berfikir rasional/irrasional sehingga dapat

memberikan manfaat.

Makna merupakan salah satu unsur sarana ilmiah yang harus dikuasai

oleh seorang ilmuwan, supaya dalam uraian ilmiahnya mudah dipahami dan

tidak menimbulkan kesalahpahaman. Oleh karena itu istilah-istilah yang

digunakan harus dimaknai untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan

istilah-istilah tersebut, harus jelas dan singkat serta mudah dipahami.

3. Kebenaran Dalam Perspektif Filsafat Ilmu

Berbicara tentang kebenaran ilmiah tidak bisa dilepaskan dari makna

dan fungsi ilmu itu sendiri sejauh mana dapat digunakan dan dimanfaatkan

oleh manusia. Di samping itu proses untuk mendapatkannya haruslah melalui

tahap-tahap metode ilmiah.

Kriteria ilmiah dari suatu ilmu memang tidak dapat menjelaskan fakta

dan realitas yang ada. Apalagi terhadap fakta dan kenyataan yang berada

dalam lingkup religi ataupun yang metafisika dan mistik, ataupun yang non

ilmiah lainnya. Di sinilah perlunya pengembangan sikap dan kepribadian yang

mampu meletakkan manusia dalam dunianya.

Penegasan di atas dapat kita pahami karena apa yang disebut ilmu

pengetahuan diletakkan dengan ukuran, pertama, pada dimensi fenomenalnya

yaitu bahwa ilmu pengetahuan menampakkan diri sebagai masyarakat, sebagai

proses dan sebagai produk. Kedua, pada dimensi strukturalnya, yaitu bahwa

ilmu pengetahuan harus terstruktur atas komponen-komponen, obyek sasaran

yang hendak diteliti (begenstand), yang diteliti atau dipertanyakan tanpa

mengenal titik henti atas dasar motif dan tata cara tertentu, sedang hasil-hasil

temuannya diletakkan dalam satu kesatuan sistem (Wibisono, 1982).

Tampaknya anggapan yang kurang tepat mengenai apa yang disebut ilmiah

telah mengakibatkan pandangan yang salah terhadap kebenaran ilmiah dan

fungsinya bagi kehidupan manusia. Ilmiah atau tidak ilmiah kemudian

dipergunakan orang untuk menolak atau menerima suatu produk pemikiran

manusia.

37

Page 38: MAKALAH FILSAFAT

a. Hakekat Kebenaran

Mencari hakekat kebenaran mungkin sering kita ucapkan, tapi susah

dilaksanakan. Yang pasti bahwa benar” itu pasti “tidak salah”. Pertanyaan-

pertanyaan kritis kita di masa kecil, misalnya mengapa gajah berkaki

empat, mengapa burung bisa terbang, dsb kadang tidak terjawab secara

baik oleh orang tua kita. Sehingga akhirnya kita  sering menganggap

sesuatu sebagai yang memang sudah demikian wajarnya. Banyak para ahli

yang memaparkan ide tentang sudut pandang kebenaran termasuk

bagaimana membuktikannya. Masalah hakekat kebenaran ini bisa diulas

dari tiga sudut pandang yaitu: kebenaran ilmiah, kebenaran non-ilmiah dan

kebenaran filsafat.

Harus kita pahami lebih dahulu bahwa meskipun kebenaran ilmiah

sifatnya lebih sahih, logis, terbukti, terukur dengan parameter yang jelas,

bukan berarti bahwa kebenaran non-ilmiah atau filsafat selalu salah. Malah

bisa saja kebenaran non-ilmiah dan kebenaran filsafat terbukti lebih

“benar” daripada kebenaran ilmiah yang disusun dengan logika,

penelitian dan analisa ilmu yang matang. Contoh menarik adalah kasus

patung Kouros yang telah diteliti dan dibuktikan keasliannya oleh puluhan

pakar selama lebih dari 1,5 tahun di tahun 1983, bahkan juga dianalisa

dengan berbagai alat canggih seperti mikroskop elektron, mass

spectrometry, x-ray diffraction, dsb. Namun beberapa pakar lain (George

Despinis, Angelos Delivorrias) menggunakan pendekatan intuitif sebagai

ahli geologi dan mengatakan bahwa patung tersebut palsu karenaterlalu

fresh, seolah tidak pernah terkubur, kelihatan janggal. Akhirnya patung itu

dibeli dengan harga tinggi oleh museum J. Paul Getty di California dengan

asumsi kebenaran ilmiah lebih bisa dipertanggungjawabkan. Kenyataan

kemudian membuktikan bahwa semua dokumen tentang surat tersebut

palsu, dan patung itu dipahat disebuah bengkel tempa di Roma tahun 1980.

Cerita ini menjadi pengantar buku bestseller berjudul Blink karya Malcolm

Gladwell.

Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki tentang asal,

sifat, metode dan batasan pengetahuan manusia. Epistemologi berkaitan

dengan penguasaan pengetahuan dan lebih fundamental lagi bersangkutan

38

Page 39: MAKALAH FILSAFAT

dengan kriteria bagi penilaian terhadap kebenaran dan kepalsuan, sehingga

tepat apabila dihubung-hubungkankan dengan metodologi.

Metode; adalah tata cara dari suatu kegiatan berdasarkan perencanaan

yang matang dan mapan, sistematis dan logis. Pada dasarnya metode

ilmiah dilandasi:

Kerangka pemikiran yang logis.

Penjabaran hipotesis yang merupakan deduksi dan

kerangka pemikiran.

Verifikasi terhadap hipotesis untuk menguji kebenarannya secara faktual.

Jujun S Suriasumantri, mengemukakan akronim metode ilmiah yang

dikenal sebagai logicohypotetico verifikasi, kerangka pemikiran yang logis

mengandung argumentasi yang dalam menjabarkan penjelasannya

mengenai suatu gejala bersifat rasional. Lanigan, mengatakan bahwa

dalam prosesnya yang progresif dari kognisi menuju afeksi yang

selanjutnya menuju konasi, epistemology berpijak pada salah satu atau

lebih teori kebenaran.

b. Teori Kebenaran

Tidak semua manusia mempunyai persyaratan yang sama terhadap apa

yang dianggapnya benar. Oleh sebab itu ada beberapa teori yang

dicetuskan dalam melihat kriteria kebenaran. Yang pertama adalah teori

koherensi. Teori ini merupakan menyatakan bahwa pernyataan dan

kesimpulan yang ditarik harus konsinten dengan pernyataan dan

kesimpulan terdahulu yang dianggap benar. Secara sederhana dapat

disimpulkan bahwa berdsarkan teori koherensi suatu pernyatan dianggap

benar bila pernyataan tersebut bersifat koheren atau konsisten dengan

pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Matematika

adalah bentuk pengetahuan yang penyusunannya dilakukan pembuktian

berdsarkan teori koheren

Paham lain adalah kebenaran yang didasarkan pada teori

korespondensi. Bagi penganut teori korespondensi, suatu pernyataan

adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu

berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh

39

Page 40: MAKALAH FILSAFAT

pernyataan tersebut. Maksudnya jika seseorang menyatakan bahwa “

ibukota republik Indonesia adalah Jakarta” maka pernyataan itu adalah

benar sebab pernyataan itu dengan obyek yang bersifat factual yakni

Jakarta memang ibukota republik Indonesia.

Teori Pragmatis dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1924) dalam

sebuah makalah yang terbit tahun 1878 yang berjudul “How to make Our

Ideas Clear.” Teori ini kemudian dikembangkan oleh para filsuf Amerika.

Bagi seorang pragmatis, kebenaran suatau pernyataan diukur dengan

kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungisional dalam kehidupan

praktis. Artinya, suatu pernyataan adalah benar, jika pernyataan itu atau

konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam

kehidupan umat manusia. Kaum pragmatis berpaling kepada metode

ilmiah sebagai metode untuk mencari pengetahuan tentang alam ini yang

dianggapnya fungisional dan berguna dalam menafsirkan gejala-gejala

alamiah. Kriteria pragmatisme ini juga dipergunakan oleh ilmuwan dalam

menentukan kebenaran dilihat dari perspektif waktu.

c. Kebenaran Ilmiah

Kebenaran yang diperoleh secara mendalam berdasarkan proses

penelitian dan penalaran logika ilmiah. Kebenaran ilmiah ini dapat

ditemukan dan diuji dengan pendekatan pragmatis, koresponden, koheren.

Kebenaran Pragmatis: Sesuatu (pernyataan) dianggap

benar apabila memiliki kegunaan/manfaat praktis dan bersifat

fungsional dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, Yadi mau bekerja

di sebuah perusahaan minyak karena diberi gaji tinggi. Yadi bersifat

pragmatis, artinya mau bekerja di perusahaan tersebut karena ada

manfaatnya bagi dirinya, yaitu mendapatkan gaji tinggi.

Kebenaran Koresponden: Sesuatu (pernyataan)

dianggap benar apabila materi pengetahuan yang terkandung

didalamnya berhubungan atau memiliki korespondensi dengan obyek

yang dituju oleh pernyataan tersebut. Teori koresponden menggunakan

logika induktif, artinya metode yang digunakan dalam berpikir dengan

bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Dengan kata lain kesimpulan

akhir ditarik karena ada fakta-fakta mendukung yang telah diteliti dan

40

Page 41: MAKALAH FILSAFAT

dianalisa sebelumnya. Contohnya, Jurusan teknik elektro, teknik

mesin, dan teknik sipil Undip ada di Tembalang. Jadi Fakultas Teknik

Undip ada di Tembalang.

Kebenaran Koheren: Sesuatu (pernyataan) dianggap

benar apabila konsisten dan memiliki koherensi dengan pernyataan

sebelumnya yang dianggap benar. Teori koheren menggunakan logika

deduktif, artinya metode yang digunakan dalam berpikir dengan

bertolak dari hal-hal umum ke khusus. Contohnya, seluruh mahasiswa

Undip harus mengikuti kegiatan Ospek. Luri adalah mahasiswa Undip,

jadi harus mengikuti kegiatan Ospek.

d. Kebenaran non-Ilmiah

Berbeda dengan kebenaran ilmiah yang diperoleh berdasarkan penalaran

logika ilmiah, ada juga kebenaran karena faktor-faktor non-ilmiah.

Beberapa diantaranya adalah:

Kebenaran Karena Kebetulan: Kebenaran yang didapat

dari kebetulan dan tidak ditemukan secara ilmiah. Tidak dapat

diandalkan karena kadang kita sering tertipu dengan kebetulan yang

tidak bisa dibuktikan. Namun satu atau dua kebetulan bisa juga

menjadi perantara kebenaran ilmiah, misalnya penemuan kristal Urease

oleh Dr. J.S. Summers.

Kebenaran karena Akal Sehat (Common Sense): Akal

sehat adalah serangkaian konsep yang dipercayai dapat memecahkan

masalah secara praktis. Kepercayaan bahwa hukuman fisik

merupakan alat utama untuk pendidikan adalah termasuk kebenaran

akal sehat ini. Penelitian psikologi kemudian membuktikan hal itu

tidak benar. 

Kebenaran Agama dan Wahyu: Kebenaran mutlak dan

asasi dari Allah dan Rasulnya. Beberapa hal masih bisa dinalar

dengan panca indra manusia, tapi sebagian hal lain tidak.

41

Page 42: MAKALAH FILSAFAT

Kebenaran Intuitif: Kebenaran yang didapat dari proses

luar sadar tanpa menggunakan penalaran dan proses berpikir.

Kebenaran intuitif sukar dipercaya dan tidak bisa dibuktikan,

hanya sering dimiliki oleh orang yang berpengalaman lama dan

mendarah daging di suatu bidang. Contohnya adalah kasus

patung Kouros dan museum Getty diatas.

Kebenaran Karena Trial dan Error: Kebenaran yang

diperoleh karena mengulang-ulang pekerjaan, baik metode,

teknik, materi dan paramater-parameter sampai akhirnya

menemukan sesuatu. Memerlukan waktu lama dan biaya tinggi.

Kebenaran Spekulasi: Kebenaran karena adanya

pertimbangan meskipun kurang dipikirkan secara matang.

Dikerjakan dengan penuh resiko, relatif lebih cepat dan biaya

lebih rendah daripada trial-error.

Kebenaran Karena Kewibawaan: Kebenaran yang diterima

karena pengaruh kewibawaan seseorang. Seorang tersebut bisa

ilmuwan, pakar atau ahli yang memiliki kompetensi dan otoritas

dalam suatu bidang ilmu. Kadang kebenaran yang keluar darinya

diterima begitu saja tanpa perlu diuji. Kebenaran ini bisa benar

tapi juga bisa salah karena tanpa prosedur ilmiah.

e. Kebenaran Filsafat

Kebenaran yang diperoleh dengan cara merenungkan atau memikirkan

sesuatu sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya, baik sesuatu itu ada atau

mungkin ada. Kebenaran filsafat ini memiliki proses penemuan dan

pengujian kebenaran yang unik dan dibagi dalam beberapa kelompok

(madzab). Bagi yang tidak terbiasa (termasuk saya) mungkin terminologi

yang digunakan cukup membingungkan. Juga banyak yang oportunis alias

menganut madzab dualisme kelompok, misal mengakui kebenaran

realisme dan naturalisme sekaligus.

Realisme: Mempercayai sesuatu yang ada di dalam dirinya

sendiri dan sesuatu yang pada hakekatnya tidak terpengaruh oleh

seseorang.

42

Page 43: MAKALAH FILSAFAT

Naturalisme: Sesuatu yang bersifat alami memiliki makna,

yaitu bukti berlakunya hukum alam dan terjadi menurut kodratnya

sendiri.

Positivisme: Menolak segala sesuatu yang di luar fakta, dan

menerima sesuatu yang dapat ditangkap oleh pancaindra. Tolok

ukurnya adalah nyata, bermanfaat, pasti, tepat dan memiliki

keseimbangan logika.

Materialisme Dialektik: Orientasi berpikir adalah materi,

karena materi merupakan satu-satunya hal yang nyata, yang terdalam

dan berada diatas kekuatannya sendiri. Filosofi resmi dari ajaran

komunisme.

Idealisme: Idealisme menjelaskan semua obyek dalam alam

dan pengalaman sebagai pernyataan pikiran.

Pragmatisme: Hidup manusia adalah perjuangan hidup terus

menerus, yang sarat dengan konsekuensi praktis. Orientasi berpikir

adalah sifat praktis, karena praktis berhubungan erat dengan makna

dan kebenaran.

4. Mencari Kebenaran

Penalaran merupakan suatu proses penemuan kebenaran di mana

tiap-tiap jenis penalaran mempunyai kriteria kebenaran masing-masing.

a) Definisi Penalaran

Kemampuan menalar menyebabkan manusia mampu mengembangkan

pengetahuan yang merupakan rahasia kekuasaan-kekuasaannya. Secara

simbolik manusia memakan buah pengetahuan lewat Adam dan Hawa, dan

setelah itu manusia harus hidup berbekal pengetahuannya itu. Dia

mengetahui apa yang benar dan apa yang salah, mana yang baik dan mana

yang buruk, serta mana yang indah dan mana yang jelek. Secara terus

menerus dia selalu hidup dalam pilihan.

Manusia adalah satu-satunya mahluk yang mengembangkan

pengetahuan ini sungguh-sungguh. Binatang juga mempunyai

pengetahuan, namun pengetahuan ini terbatas untuk kelangsungan

43

Page 44: MAKALAH FILSAFAT

hidupnya. Manusia mengembangkan pengetahuannya mengatasi

kebutuhan-kebutuhan kelangsungan hidup ini. Dan memikirkan hal-hal

baru, menjelajah ufuk baru, karena dia hidup bukan sekedar untuk

kelangsungan hidupnya, namun lebih dari pada itu. Manusia

mengembangkan kebudayaan; memberi makna bagi kehidupan; manusia

‘memanusiakan” diri dalam dalam hidupnya. Intinya adalah manusia di

dalam hidupnya mempunyai tujuan tertentu yang lebih tinggi dari sekedar

kelangsungan hidupnya. Inilah yang membuat manusia mengembangkan

pengetahuannya dan pengetahuan ini mendorong manusia menjadi

makhluk yang bersifat khas.

Pengetahuan ini mampu dikembangkan manusia disebabkan oleh dua

hal utama;

Bahasa; manusia mempunyai bahasa yang mampu

mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatar

belakangi informasi tersebut.

Kemampuan berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir

tertentu. Secara garis besar cara berpikir seperti ini disebut penalaran.

Dua kelebihan inilah yang memungkinkan manusia mengembangkan

pengetahuannya yakni bahasa yang bersifat komunikatif dan pikiran yang

mampu menalar.

b) Hakekat Penalaran

Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu

kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya

merupakan mahluk yang berpikir, merasa, bersikap, dan bertindak. Sikap

dan tindakan yang bersumber pada pengetahuan yang didapatkan lewat

kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang

dikaitkan dengan kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran menghasilkan

pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan dengan

perasaan.

Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan

yang benar. Apa yang disebut benar bagi tiap orang adalah tidak sama oleh

sebab itu kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang

benar itupun berbeda-beda dapat dikatakan bahwa tiap jalan pikiran

mempunyai apa yang disebut sebagai kriteria kebenaran, dan kriteria

44

Page 45: MAKALAH FILSAFAT

kebenaran ini merupakan landasan bagi proses kebenaran tersebut.

Penalaran merupakan suatu proses penemuan kebenaran di mana

tiap-tiap jenis penalaran mempunyai kriteria kebenaran masing-

masing.

Sebagai suatu kegiatan berpikir maka penalaran mempunyai ciri-

ciri tertentu

Ciri yang pertama ialah adanya suatu pola berpikir yang secara luas dapat

disebut logika, dan tiap penalaran mempunyai logika tersendiri atau dapat

juga disimpulkan bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu kegiatan

berpikir logis, dimana berpikir logis di sini harus diartikan sebagai

kegiatan berpikir menurut suatu pola tertentu atau logika tertentu.

Ciri yang kedua dari penalaran adalah sifat analitik dari proses

berpikirnya. Penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang

menyandarkan diri kepada suatu analisis dan kerangka berpikir yang

digunakan untuk analisis tersebut adalah logika penalaran yang

bersangkutan. Artinya penalaran ilmiah merupakan kegiatan analisis yang

mempergunakan logika ilmiah, dan demikian juga penalaran lainnya yang

mempergunakan logikanya tersendiri. Sifat analitik ini merupakan

konsekuensi dari suatu pola berpikir tertentu.

c) Logika

Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan

pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai

dasar kebenaran maka proses berpikir ituharus dilakukan cara tertentu.

Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap sahih (valid) kalau proses

penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara. Cara penarikan

kesimpulan ini disebut logika, di mana logika secara luas dapat

didefenisikan sebagai “pengkajian untuk berpikir secara sahih.”

Terdapat bermacam-macam cara penarikan kesimpulan, namun untuk

sesuai dengan dengan tujuan studi yang memusatkan diri kepada penalaran

maka hanya difokuskan kepada dua jenis penarikan kesimpulan, yakni

logika induktif dan logika deduktif. Logika induktif erat hubungannya

dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi

kesimpulan bersifat umum. Sedangkan logika deduktif, menarik

45

Page 46: MAKALAH FILSAFAT

kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat

individual (khusus).

d) Induksi

Induksi merupakan cara berpikir di mana ditarik dari suatau

kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individu.

Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-

pernyataan yang bersifat khas dan dan terbatas dalam menyusun

argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum.

Kesimpulan yang bersifat umum ini penting artinya karena mempunyai

dua keuntungan.

a) Bersifat ekonomis.

b) Dimungkinkannya proses penalaran selanjutnya.

e) Deduksi

Penalaran deduktif adalah kegiatan berpikir yang sebalikny dari

penalaran induktif. Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan

yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan

kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola berpikir yang

dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua buah pertanyaan dan

satu kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogismus ini disebut

premis yang kemudian dapat dibedakan sebagai premis mayor dan premis

minor. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran

deduktif berdasarkan kedua premis tersebut. Jadi ketepatan penarikan

kesimpulan tergantung pada tiga hal yakni kebenaran premis mayor,

kebenaran premis minor, dan keabsahan penarikan kesimpulan. Sekiranya

salah satu dari ketiga unsur tersebut persyaratannya tidak dipenuhi maka

kesimpulan yang akan ditariknya akan salah. Matematika adalah

pengetahuan yang disusun secara deduktif.

f) Mendapatkan Pengetahuan yang Benar

Kebenaran adalah pernyataan tanpa ragu, baik logika deduktif

maupun logika induktif, dalam proses penalarannya, mempergunakan

premis-premis yang berupa pengetahuan yang dianggapnya benar.

Kenyataan ini membawa kita kepada pertanyaan; bagaimana kita

mendapatkan pengetahuan yang benar tersebut. Pada dasarnya terdapat

46

Page 47: MAKALAH FILSAFAT

dua cara pokok bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar.

Yang pertama adalah mendasarkan diri kepada rasio dan yang kedua

mendasarkan diri kepada pengalaman. Kaum rasionalis mendasarkan diri

kepada rasio dan kaum empirisme mendasarkan diri kepada

pengalaman.

Kaum rasionalis mempergunakan metode deduktif dalam menyusun

pengetahuannya. Premis yang dipakai dalam penalarannya didapatkan dari

ide yang dianggapnya jelas dan dapat diterima. Ide ini menurut mereka

bukanlah ciptaan pikiran manusia. Prinsip itu sendiri sudah ada jauh

sebelum manusia memikirkannya. Paham ini dikenal dengan nama

idealisme. Fungsi pikiran manusia hanyalah mengenali prinsip tersebut

yang lalu menjadi pengetahuannya. Prinsip itu sendiri sudah ada dan

bersifat apriori dan dapat diketahui manusia lewat kemampuan berpikir

rasionalnya. Pengalaman tidaklah membuahkan prinsip justru sebaliknya,

hanya dengan mengetahui prinsip yang didapat lewat penalaran rasionil

itulah maka kita dapat mengerti kejadian-kejadian yang berlaku dalam

alam sekitar kita. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ide bagi kaum

rasionalis adalah bersifat apriori dan pengalaman yang didapatkan manusia

lewat penalaran rasional.

Berlainan dengan kaum rasionalis maka kaum empiris berpendapat

bahwa pengetahuan manusia itu bukan didapatkan lewat penalaran yang

abstrak namun lewat penalaran yang konkret dan dapat dinyatakan lewat

tangkapan panca indra.

Disamping rasionalisme dan empirisme masih terdapat cara untuk

mendapatkan pengetahuan yang lain. Yang penting untuk kita ketahui

adalah intuisi dan wahyu. Sampai sejauh ini, pengetahuan yang

didapatkan secara rasional dan empiris, kedua-duanya merupakan induk

produk dari sebauh rangkaian penalaran.

Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses

penalaran tertentu. Seseorang yang sedang terpusat pemikirannya pada

suatu masalah tiba-tiba mendapat jawaban atas permasalah tersebut. Tanpa

melaui proses berliku-liku dia sudah mendapatkan jawabannya.. intuisi

juga bisa bekerja dalam keadaan tidak sepenuhnya sadar, artinya jawaban

atas suatu permasalahan ditemukan jawabannya tidak pada saat sesorang

47

Page 48: MAKALAH FILSAFAT

itu secara sadar sedang menggelutinya. Intuisi bersifat personal dan tidak

bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara

teratur maka intuisi ini tidak dapat diandalkan. Pengetahuan inuitif dapat

digunakan sebagai hipotesa bagi analisis selanjutnya dalam menentukan

benar atau tidaknya suatu penalaran.

Wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada

manusia. Pengetahuan ini disalurkan lewat nabi-nabi yang diutusnya

sepanjang zaman. Agama merupakan pengetahuan bukan saja mengenai

kehidupan sekarang yang terjangkau pengalaman, namun juga mencakup

masalah yang bersifat transedental kepercayaan kepada Tuhan yang

merupakan sumber pengetahuan, kepercayaan kepada nabi sebagai suatu

pengantara dan kepercayaan terhadap suatu wahyu sebagai cara

penyampaian merupakan titik dasar dari penyusunan pengetahuan ini..

kepercayaan merupakan titik tolak dalam agama. Suatau pernyataan harus

dipercaya dulu baru bisa diterima. Dan pernyataan ini bisa saja dikaji lewat

metode lain. Secara rasional bisa dikaji umpamanya apakah pernyataan-

pernyataan yang terkandung didalamnya konsisten atau tidak.di pihak lain

secara empiris bisa dikumpulkan fakta-fakta yang mendukung pernyataan

tersebut.

Dalam memulai mencari kebenaran, pada tahap ini kita akan

menghadapi pertanyaan ”what” dan ”when” (apa dan kapan). Kemudian

jalan pembuktiannya kita lakukan. Dalam pembuktian ini kita memasuki

tahap ”why” dan ”how” (mengapa dan bagaimana). Karena pencarian

kebenaran sampai pada tahap ini maka dalam mencari kebenaran kita

harus menggunakan alur rasio kita (thinking), dengan melibatkan seluruh

panca indera kita (feeling), disertai dengan mengerahkan kemampuan

untuk merasakan sesuatu (sensing) sampai batas menemukan suatu

kebenaran dan pembenaran yang hakiki (believing). Dan pada akhirnya

akhir ataupun ujung dari proses pencarian/menemukan suatu kebenaran ini

sangat bersifat relatif bergantung masing-masing individu sesuai dengan

kapasitas ilmu pengetahuan yang dimilikinya, karena setiap orang

memiliki persepsi yang sangat berbeda tentang kebenaran.

48

Page 49: MAKALAH FILSAFAT

G. KETERKAITAN ANTARA FILSAFAT, ILMU DAN KEBENARAN

Dari uraian diatas dapat kita lihat bahwa filsafat berkembang demikian

luas sejak jaman Yunani kuno sampai dengan jaman modern ini. Pada intinya

setiap orang yang berfilsafat berupaya untuk menemukan kebenaran yang

hakiki. Untuk menemukan kebenaran ternyata sangat relatif sekali, yaitu

tergantung kapasitas ilmu yang dimiliki oleh orang tersebut.

Adapaun persamaan (lebih tepatnya persesuaian) antara ilmu dan

filsafat adalah bahwa keduanya menggunakan berfikir reflektif dalam upaya

menghadapi/memahami fakta-fakta dunia dan kehidupan, terhadap hal-hal

tersebut baik filsafat maupun ilmu bersikap kritis, berfikiran terbuka serta

sangat konsern pada kebenaran, disamping perhatiannya pada pengetahuan

yang terorganisisr dan sistematis.

Meskipun filsafat ilmu mempunyai substansinya yang khas, namun dia

merupakan bidang pengetahuan campuran yang perkembangannya tergantung pada

hubungan timbal balik dan saling pengaruh antara filsafat dan ilmu, oleh karena itu

pemahaman bidang filsafat dan pemahaman ilmu menjadi sangat penting, terutama

hubungannya yang bersifat timbal balik, meski dalam perkembangannya filsafat ilmu

itu telah menjadi disiplin yang tersendiri dan otonom dilihat dari objek kajian dan

telaahannya

Dalam memperoleh kebenaran yang bermakna dan makna yang benar setiap

individu harus menggunakan cara memperoleh kebenaran dengan menggunakan

empat alur pemikiran filsafati yaitu : Alur rasional (thingking), Empirik (sensing),

intuisi (feeling), dan Autoritarian atau kepercayaan (believing). Oleh karena itu

kebenaran yang diperoleh manusia adalah relatif, tergantung cara memperoleh

kebenaran yang dipakai, sedang kebenaran yang berasal dari tuhan bersifat hakiki.

49

Page 50: MAKALAH FILSAFAT

BAB III

KESIMPULAN

Berfilsafat bisa dilakukan oleh setiap orang. Seseorang yang berfilsafat pada

hakikatnya sedang mempelajari dirinya sendiri. Karena seseorang yang berfilsafat

pada penghujung petualangannya dengan suatu tindakan berpikir yang menggunakan

akal budi untuk mencari dan menemukan menemukan kebenaran hakiki. Tetapi

kebenaran ini sangat bersifat relatif bergantung kapasitas ilmu dan pengetahuan yang

dimilikinya. Semakin kaya seseorang dengan ilmu dan pengalaman maka semakin

luas pula ruang lingkup filsafat yang akan dia jangkau.

Dengan berfilsafat seharusnya seseorang akan lebih mengerti hakikat

kehadirannya dalam kehidupan didunia ini, yang pada akhirnya akan menyadarkan

bahwa dirinya adalah makhluk kecil yang tiada berdaya dengan segala keterbatasan

ditengah semesta keluasan dan kemahakuasaan Tuhan yang Maha Esa. Seorang teman

pernah mengatakan ”seseorang tak akan bisa menguasai semuanya, tetapi ”sesuatu”

pasti dimiliki setiap orang.

50

Page 51: MAKALAH FILSAFAT

DAFTAR PUSTAKA

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/

http://duaberita.blog.friendster.com

http://cacau.blogsome.com/

http://mawardiumm.blogspot.com/

h http://mubarok-institute.blogspot.com

http://purmadi.wordpress.com/2007/09/15/filsafat-dan-pembagiannya/

http://uharsputra.files.wordpress.com/2007/04/fllsafat-ilmu.doc

Jujun S. Suriasumantri (2007). Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta :Pustaka Sinar Harapan

Misnal Munir (2004). Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Saidihardjo (2006). Diktat Kuliah Filsafat Ilmu. UNY

51