47
Makalah Farmasi EPILEPSI Oleh : Annisa Wardhani G 99141044 1

Makalah Epilepsi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hjj

Citation preview

Page 1: Makalah Epilepsi

Makalah Farmasi

EPILEPSI

Oleh :

Annisa Wardhani

G 99141044

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI

S U R A K A R T A

2015

1

Page 2: Makalah Epilepsi

BAB I

PENDAHULUAN

Epilepsi merupakan salah satu masalah kesehatan yang menonjol di

masyarakat, karena permasalahan tidak hanya dari segi medik tetapi juga sosial dan

ekonomi yang menimpa penderita maupun keluarganya. Dalam kehidupan sehari-

hari, epilepsi merupakan stigma bagi masyarakat. Mereka cenderung untuk menjauhi

penderita epilepsi. Bagi orang awam, epilepsi dianggap sebagai penyakit menular

(melalui buih yang keluar dari mulut), penyakit keturunan, menakutkan dan

memalukan (Budiarto, 2007).

Epilepsi dapat terjadi pada laki-laki maupun wanita, tanpa memandang umur

dan ras. Jumlah penderita epilepsi meliputi 1 - 2 % populasi, secara umum diperoleh

gambaran bahwa insidens epilepsi menunjukkan pola bimodal, puncak insiden

terdapat pada golongan anak dan lanjut usia (Harsono, 2006).

Penelitian insidensi dan prevalensi telah dilaporkan oleh berbagai negara,

tetapi di Indonesia belum diketahui secara pasti. Para peneliti umumnya mendapatkan

insidens 20 - 70 per 100.000 per tahun dan prevalensi sekitar 0,5 - 2 per 100.000 pada

populasi umum. Sedangkan pada populasi anak diperkirakan 0,3 - 0,4 % di antaranya

menderita epilepsi. Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak dibandingkan

dengan perempuan. Epilepsi merupakan masalah pediatrik yang besar dan lebih

sering terjadi pada usia dini dibandingkan usia selanjutnya (WHO, 2001).

Pada epilepsi tidak ada penyebab tunggal. Banyak faktor yang dapat

mencederai sel-sel, saraf otak atau lintasan komunikasi antar sel otak. Lebih kurang

65% dari seluruh kasus epilepsi tidak diketahui faktor penyebabnya. Beberapa faktor

risiko yang sudah diketahui antara lain: trauma kepala, demam tinggi, stroke,

intoksikasi ( termasuk obat-obatan tertentu ), tumor otak, masalah kardiovaskuler

tertentu, gangguan keseimbangan elektrolit, infeksi ( ensefalitis, meningitis ) dan

infeksi parasit terutama cacing pita (Harsono, 2006).

2

Page 3: Makalah Epilepsi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Epilepsi didefinisikan sebagai gangguan kronis yang ditandai adanya

bangkitan epileptik berulang akibat gangguan fungsi otak secara intermiten

yang terjadi oleh karena lepas muatan listrik abnormal neuron-neuron secara

paroksismal akibat berbagai etiologi.

Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinis dari bangkitan serupa

(stereotipik) yang berlebihan dan abnormal, berlangsung secara mendadak dan

sementara, dengan atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh

hiperaktifitas listrik sekelompok sel saraf di otak yang bukan disebabkan oleh

suatu penyakit otak akut (unprovoked).

Sindrom epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinis epilepsi

yang terjadi bersama-sama meliputi berbagai etiologi, umur, onset, jenis

serangan, faktor pencetus, kronisitas. Pelepasan aktifitas listrik abnormal dari

sel-sel neuron diotak terjadi karena fungsi sel neuron terganggu. Gangguan

fungsi ini dapat berupa gangguan fisiologik, biokimia, anatomi dengan

manifestasi baik lokal maupun general. Gangguan tidak terbatas aktifitas

motor yang terlihat oleh mata, tetapi juga oleh aktifitas lain misalnya emosi,

pikiran dan persepsi (Oktaviana, 2008).

B. ETIOLOGI

Berdasarkan penyebabnya epilepsi dibagi menjadi dua tipe yaitu

epilepsi primer dan epilepsi sekunder (Stephen, 2005). Epilepsi primer adalah

epilepsi  yang  penyebabnya tidak diketahui secara pasti. Epilepsi primer juga

disebut dengan idiopatik epilepsi. Beberapa hal yang berhubungan dengan

epilepsi primer yaitu :

3

Page 4: Makalah Epilepsi

Adanya episode aktivitas listrik yang abnormal didalam otak yang

menyebabkan kejang

Ada beberapa area tertentu pada otak yang dipengaruhi oleh aktivitas

listrik yang abnormal yang menyebabkan beberapa tipe kejang

Jika semua area otak dipengaruhi oleh aktivitas listrik yang abnormal

kejang menyeluruh mungkin terjadi. Hal ini berarti bahwa kesadaran

mungkin hilang atau berkurang. Seringnya semua tangan dan kaki akan

menjadi kaku kemudian menyentak secara berirama.

Satu tipe kejang mungkin berkembang menjadi kejang tipe lain. Sebagai

contoh, kejang mungkin berawal sebagian meliputi muka atau tangan.

Kemudian aktivitas otot akan menyebar keseluruh tubuh. Pada saat ini,

kejang akan menjadi menyeluruh.

Kejang yang disebabkan oleh demam tinggi pada  anak mungkin tidak

dipertimbangkan sebagai epilepsi. Epilepsi sekunder adalah kejang yang

penyebabnya telah diketahui. Epilepsi sekunder disebut juga sebagai

epilepsi simtomatik. Ada beberapa penyebab yang biasa ditemukan pada

epilepsi sekunder yaitu:

1. Tumor 

2. Ketidakseimbangan metabolisme seperti hipoglikemi

3. Trauma kepala

4. Penggunaan obat-obatan

5. Kecanduan alkhohol

6. Stroke termasuk perdarahan

7. Trauma persalinan

C. PATOFISIOLOGI

Serangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di dalam otak lebih

dominan dari pada proses inhibisi. Perubahan-perubahan di dalam eksitasi

aferen, disinhibisi, pergeseran konsentrasi ion ekstraseluler, voltage-gated ion

4

Page 5: Makalah Epilepsi

channel opening, dan menguatnya sinkronisasi neuron sangat penting artinya

dalam hal inisiasi dan perambatan aktivitas serangan epileptik. Aktivitas

neuron diatur oleh konsentrasi ion di dalam ruang ekstraseluler dan

intraseluler, dan oleh gerakan keluar-masuk ion-ion menerobos membran

neuron.

Lima buah elemen fisiologi sel dari neuron–neuron tertentu pada

korteks mendatangkan kecurigaan terhadap adanya epilepsi:

1. Kemampuan neuron kortikal untuk bekerja pada frekuensi

tinggi dalam merespon depolarisasi diperpanjang akan

menyebabkan eksitasi sinaps dan inaktivasi konduksi Ca2+

secara perlahan.

2. Adanya koneksi eksitatorik rekuren (recurrent excitatory

connection), yang memungkinkan adanya umpan balik positif

yang membangkitkan dan menyebarkan aktivitas kejang.

3. Kepadatan komponen dan keutuhan sel-sel piramidal pada

daerah tertentu di korteks, termasuk pada hippocampus, yang

bisa dikatakan sebagai tempat paling rawan untuk terkena

aktivitas kejang. Hal ini menghasilkan daerah-daerah potensial

luas, yang kemudian memicu aktifitas penyebaran nonsinaptik

dan aktifitas elektrik.

4. Bentuk siap dari frekuensi terjadinya potensiasi (termasuk juga

merekrut respon NMDA) menjadi ciri khas dari jaras sinaptik

di korteks.

5. Efek berlawanan yang jelas (contohnya depresi) dari sinaps

inhibitor rekuren dihasilkan dari frekuensi tinggi peristiwa

aktifasi.

Serangan epilepsi akan muncul apabila sekelompok kecil neuron

abnormal mengalami depolarisasi yang berkepanjangan berkenaan dengan

cetusan potensial aksi secara tepat dan berulang-ulang. Cetusan listrik

5

Page 6: Makalah Epilepsi

abnormal ini kemudian “mengajak” neuron-neuron yang terkait di dalam

proses. Secara klinis serangan epilepsi akan tampak apabila cetusan listrik dari

sejumlah besar neuron abnormal muncul secara bersamasama membentuk

suatu badai aktivitas listrik di dalam otak.

Badai listrik tadi menimbulkan bermacam-macam serangan epilepsi

yang berbeda (lebih dari 20 macam), bergantung pada daerah dan fungsi otak

yang terkena dan terlibat. Dengan demikian dapat dimengerti apabila epilepsi

tampil dengan manifestasi yang sangat bervariasi.

Sebagai penyebab dasar terjadinya epilepsi terdiri dari 3 katagori yaitu :

1. Non Spesifik Predispossing Factor ( NPF ) yang membedakan

seseorang peka tidaknya terhadap serangan epilepsi dibanding orang

lain. Setiap orang sebetulnya dapat dimunculkan bangkitan epilepsi

hanya dengan dosis rangsangan berbeda-beda.

2. Specific Epileptogenic Disturbances (SED). Kelainan epileptogenik ini

dapat diwariskan maupun didapat dan inilah yang bertanggung jawab

atas timbulnya epileptiform activity di otak. Timbulnya bangkitan

epilepsi merupakan kerja sama SED dan NPF.

3. Presipitating Factor (PF). Merupakan faktor pencetus terjadinya

bangkitan epilepsy pada penderita epilepsi yang kronis. Penderita

dengan nilai ambang yang rendah, PF dapat membangkitkan reactive

seizure dimana SED tidak ada.

Ketiga hal di atas memegang peranan penting terjadinya epilepsi

sebagai hal dasar. Hipotesis secara seluler dan molekuler yang banyak dianut

sekarang adalah : Membran neuron dalam keadaan normal mudah dilalui oleh

ion kalium dan ion klorida, tetapi sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan ion

kalsium. Dengan demikian konsentrasi yang tinggi ion kalium dalam sel

( intraseluler ), dan konsentrasi ion natrium dan kalsium ekstraseluler tinggi.

Sesuai dengan teori dari Dean (Sodium pump), sel hidup mendorong ion

6

Page 7: Makalah Epilepsi

natrium keluar sel, bila natrium ini memasuki sel, keadaan ini sama halnya

dengan ion kalsium.

Bangkitan epilepsi karena transmisi impuls yang berlebihan di dalam

otak yang tidak mengikuti pola yang normal, sehingga terjadi sinkronisasi dari

impuls. Sinkronisasi ini dapat terjadi pada sekelompok atau seluruh neuron di

otak secara serentak, secara teori sinkronisasi ini dapat terjadi.

1. Fungsi jaringan neuron penghambat ( neurotransmitter GABA

dan Glisin ) kurang optimal hingga terjadi pelepasan impuls

epileptik secara berlebihan.

2. Keadaan dimana fungsi jaringan neuron eksitatorik (Glutamat

dan Aspartat) berlebihan hingga terjadi pelepasan impuls

epileptik berlebihan juga.

Fungsi neuron penghambat bisa kurang optimal antara lain bila

konsentrasi GABA ( gamma aminobutyric acid ) tidak normal. Pada otak

manusia yang menderita epilepsi ternyata kandungan GABA rendah.

Hambatan oleh GABA dalam bentuk inhibisi potensial postsinaptik ( IPSPs =

inhibitory post synaptic potentials) adalah lewat reseptor GABA. Suatu

hipotesis mengatakan bahwa aktifitas epileptik disebabkan oleh hilang atau

kurangnya inhibisi oleh GABA, zat yang merupakan neurotransmitter

inhibitorik utama pada otak. Ternyata pada GABA ini sama sekali tidak

sesederhana seperti yang disangka semula. Riset membuktikan bahwa

perubahan pada salah satu komponennya bisa menghasilkan inhibisi tak

lengkap yang akan menambah rangsangan.

Sinkronisasi dapat terjadi pada sekelompok kecil neuron saja,

sekelompok besar atau seluruh neuron otak secara serentak. Lokasi yang

berbeda dari kelompok neuron ini menimbulkan manifestasi yang berbeda

dari serangan epileptik. Secara teoritis ada 2 penyebabnya yaitu fungsi neuron

penghambat kurang optimal (GABA) sehingga terjadi pelepasan impuls

7

Page 8: Makalah Epilepsi

epileptik secara berlebihan, sementara itu fungsi jaringan neuron eksitatorik

(Glutamat) berlebihan.

Berbagai macam penyakit dapat menyebabkan terjadinya perubahan

keseimbangan antara neuron inhibitor dan eksitator, misalnya kelainan

heriditer, kongenital, hipoksia, infeksi, tumor, vaskuler, obat atau toksin.

Kelainan tersebut dapat mengakibatkan rusaknya faktor inhibisi dan atau

meningkatnya fungsi neuron eksitasi, sehingga mudah timbul epilepsi bila ada

rangsangan yang memadai.

Daerah yang rentan terhadap kerusakan bila ada abnormalitas otak

antara lain di hipokampus. Oleh karena setiap serangan kejang selalu

menyebabkan kenaikan eksitabilitas neuron, maka serangan kejang cenderung

berulang dan selanjutnya menimbulkan kerusakan yang lebih luas. Pada

pemeriksaan jaringan otak penderita epilepsi yang mati selalu didapatkan

kerusakan di daerah hipokampus. Oleh karena itu tidak mengherankan bila

lebih dari 50% epilepsi parsial, fokus asalnya berada di lobus temporalis

dimana terdapat hipokampus dan merupakan tempat asal epilepsi dapatan

(Rahardjo, 2007)

C. KLASIFIKASI

Klasifikasi menurut Commission on classification and terminology of the

international Leauge against Epilepsy :

1. Kejang parsial (fokal, lokal)

a. Kejang parsial sederhana (kesadaran tidak terganggu)

1) Dengan gejala motorik

a) Fokal motorik tidak menjalar

b) Fokal motorik menjalar (epilepsy Jackson)

c) Versif

d) Postural

8

Page 9: Makalah Epilepsi

e) Disertai gangguan fonasi

2) Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial (halusinasi

sederhana)

a) Somatosensoris

b) Visual

c) Auditoris

d) Olfaktoris

e) Gustatoris

f) Vertigo

3) Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium,

pucat, berkeringat, memberat, piloereksi, dilatasi pupil)

4) Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)

a) Disfasia

b) Demensia

c) Kognitif

d) Afektif

e) Ilusi

f) Halusinasi kompleks (berstruktur)

b. Kejang parsial kompleks (disertai gangguan kesadaran)

1) Awitan parsial sederhana diikuti penurunan kesadaran

a) Dengan gejala parsial sederhana

b) Dengan automatisme

2) Dengan penurunan kesadaran sejak awitan

a) Hanya dengan penurunan kesadaran

b) Dengan automatisme

c. Kejang parsial yang berkembang menajdi bangkitan umum (tonik-klonik,

tonik, klonik)

1) Kejang parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum

2) Kejang parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum

9

Page 10: Makalah Epilepsi

3) Kejang parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks

lalu berkembang menjadi bangkitan umum

2. Kejang umum (konvulsif atau nonkonvulsif)

a. Bangkitan lena (absence)

1) Hanya penurunan kesadaran

2) Dengan komponen klonik ringan

3) Dengan komponen atonik

4) Dengan komponen tonik

5) Dengan automatisme

6) Dengan komponen otonom

b. Lena tidak khas (atypical absence), dapat disertai :

1) Gangguan tonus yang lebih jelas

2) Awitan dan handekan yang tidak mendadak

c. Kejang mioklonik, kejang mioklonik sekali atau berulang

d. Kejang klonik

e. Kejang tonik

f. Kejang tonik klonik

g. Kejang atonik

3. Kejang tidak tergolongkan (Shih, 2007)

D. DIAGNOSIS

1. Anamnesa

A. Epilepsi umum :

- Major : grand mal (meliputi 75% kasus) meliputi tipe primer dan sekunder.

Epilepsi grand mal ditandai dengan hilang kesadaran dan bangkitan tonik-

klonik.

Manifestasi klinik : kedua golongan epilepsi grand mal tersebut sama,

perbedaan terletak pada ada tidaknya aura, yaitu gejala pendahulu atau

preiktal sebelum serangan kejang. Pada epilepsi grand mal simptomatik

10

Page 11: Makalah Epilepsi

selalu didahului aura yang memberi manifestasi sesuai letak fokus

epileptogen pada permukaan otak. Aura dapat berupa perasaan tidak enak,

melihat sesuatu, mencium bau-bauan tak enak, mendengar suara gemuruh,

mengecap sesuatu, sakit kepala, dan sebagainya. Bangkitan dimulai dengan

hilang kesadaran sehingga aktivitas pasien terhenti. Kemudian pasien

mengalami kejang tonik. Otot berkontraksi sangat hebat, pasien jatuh,

lengan fleksi dan tungkai ekstensi. Udara paru-paru terdorong keluar

dengan deras sehingga terdengar jeritan yang disebut jeritan epilepsi.

Kejang tonik disusul dengan kejang klonik yang seolah-olah

mengguncang-guncang dan membanting-banting tubuh ke tanah. Kejang

tonik-klonik berlangsung 2-3 menit. Selain kejang, telihat aktivitas

vegetatif seperti berkeringat, midriasis pupil, refleks cahaya negatif, mulut

berbuih, dan sianosis. Kejang berhenti secara berangsur-angsur dan pasien

bangun, termenung dan jika tidak diganggu akan tidur beberapa jam.

Frekuensi bangkitan dapat setiap jam sampai setahun sekali.

- Minor :

Epilepsi petit mal : yang sering disebut pykno epilepsi ialah epilepsi umum

yang idiopatik, meliputi kira-kira 3-4% kasus. Umumnya timbul pada anak

sebelum pubertas (4-5 tahun).

Manifestasi klinis : bangkitan berupa kehilangan kesadaran yang

berlangsung tidak lebih dari 10 detik. Sikap berdiri atau duduk sering kali

masih dapat dipertahankan kadang-kadang terlihat gerakan alis, kelopak,

dan bola mata. Setelah sadar biasanya pasien dapat melanjutkan aktivitas

semula. Bangkitan dapat berlangsung beberapa ratus kali dalam sehari.

Bangkitan petit mal yang tak diatasi 50% akan menjadi grand mal. Petit

mal yang tidak akan timbul lagi pada usia dewasa dapat diramalkan

berdasarkan 4 ciri, yaitu apabila kejang timbul pada usia 4-5 tahun dengan

taraf kecerdasan normal, harus murni dan hilang kesadaran hanya beberapa

11

Page 12: Makalah Epilepsi

detik, mudah ditanggulangi hanya dengan satu macam obat. Pola EEG khas

berupa gelombang runcing dan lambat dengan frekuensi 3/detik.

- Bangkitan mioklonus : bangkitan berupa gerakan involunter, misalnya

anggukan kepala, fleksi lengan yang terjadi berulang-ulang. Bangkitan

terjadi demikian cepat sehingga sulit diketahui adakah kehilangan

kesadaran atau tidak. Bangkitan ini sangat peka terhadap rangsang

sensorik.

- Bangkitan akinetik : bangkitan berupa kehilangan kelola sikap tubuh

karena menurunnya tonus otot dengan tiba-tiba dan cepat sehingga pasien

jatuh atau mencari pegangan dan kemudian dapat berdiri kembali.

Ketiga bangkitan di atas (petit mal, mioklonus, akinetik) dapat terjadi pada

seorang pasien dan disebut trias Lennox-Gastaut.

- Spasme infantil (sindroma West) : timbul pada bayi 3-6 bulan dan lebih

sering pada anak laki-laki. Penyebab yang pasti belum diketahui, tapi

selalu dihubungkan dengan kerusakan otak yang luas seperti degeneratif,

gangguan akibat trauma, infeksi, dan gangguan pertumbuhan. Bangkitan

berupa gerakan kepala ke depan atau ke atas, lengan ekstensi, tungkai

tertarik ke atas, kadang disertai teriakan atau tangisan, miosis atau

midriasis pupil, sianosis dan berkeringat.

- Bangkitan motorik : fokus epileptogen terletak di korteks motorik.

Bangkitan kejang pada salah satu atau sebagian anggota badan tanpa

disertai dengan hilang kesadaran. Pasien sering dapat melihat sendiri

gerakan otot yang misalnya dimulai pada ujung jari tangan, kemudian ke

lengan bawah dan kahirnya seluruh lengan. Manifestasi ini disebut

jacksonian marche.

B. Epilepsi parsial (20% kasus)

- Bangkitan sensorik : bangkitan yang terjadi tergantung dari letak fokus

epileptogen pada korteks sensorik. Bangkitan somatosensorik dengan

12

Page 13: Makalah Epilepsi

fokus terletak di gyrus post sentralis memberi gejala kesemutan, nyeri

pada salah satu bagian tubuh, perasaan posisi abnormal atau perasaan

kehilangan salah satu anggota badan. Aktivitas listrik pada bangkitan ini

dapat menyebar ke neuron sekitarnya dan mencapai korteks motorik

sehingga terjadi kejang.

- Epilepsi lobus temporalis : jarang terjadi pada usia sebelum 10 tahun;

memperlihatkan gejala fokalitas khas dan kompleks karena fokus terletak

di lobus temporalis dan bagian otak ini meliputi daerah pengecap,

pendengar, penghidu, dan asosiatif antara ketiga indera tersebut dengan

daerah penglihatan. Manifestasi yang komples ini bersifat psikomotorik.

Bangkitan psikis berupa halusinasi dan bangkitan motoriknya berupa

automatisme. Manifestasi klinisnya sebagai berikut : kesadaran hilang

sejenak, dalam keadaan hilang kesadaran ini pasien masuk ke alam pikiran

antara sadar dan mimpi (twilight state), dalam keadaan ini timbul gejala

fokalisasi yang terdiri atas halusinasi dan automatisme yang berlangsung

beberapa detik sampai beberapa jam. Halusinasi dan automatisme yang

mungkin timbul berupa halusinasi dengan automatisme pengecap,

membaca, penglihatan, pendengaran, atau perasaan aneh.

2. Pemeriksaan Fisik

a. Pada bayi

Pada pemeriksaan diselidiki apakah ada kelainan bawaan, asimetri

pada badan, ekstremitas, dicacat ukuran dan bentuk kepala dan keadaan

fontanel. Auskultasi dan transluminasi kepala. Kelainan yang mungkin

ditemukan : makrosefali, mikrosefali, hidrosefalus. Fontael akan menonjol

bila tekanan dalam rongga kepala meningkat. Pada pemeriksaan neurologis

harus diperiksa refleks moro, hisap, pegang, dan tonik leher.

13

Page 14: Makalah Epilepsi

b. Pada anak dan dewasa

Pemeriksaan umum dan neurologis dilakukan seperti biasa; mencari

kelainan bawaan, asimetri kepala, muka, tubuh, ekstremitas. Pada kulit

dicari adanya tanda neurofibromatosis berupa bercak coklat, putih, dan

adenoma sebaseum pada muka pada sklerosi tuberose. Hemangioma pada

muka dapat menjadi tanda penyakit Sturge-Weber. Pada toksoplasmosis,

fundus okuli mungkin menunjukkan tanda-tanda korio renitis.

3. Pemeriksaan Laboratorium

Perlu diperiksa kadar glukosa, K, Ca, Mg, Na, bilirubin, ureum dalam

darah. Yang memudahkan timbul kejang adalah keadaan hipoglikemia,

hipokalemia, hipomagnesemia, hipo/hipernatremia, hiperbilirubinemia, uremia.

Penting pula diperiksa pH darah karena alkalosis mungkin pula disertai kejang.

Pemeriksaan LCS dapat mengungkapkan adanya radang otak atau

meningennya, toksoplasmosis SSP, leukemia yang menyerang otak, metastase

Ca, adanya perdarahan otak atau subarakhnoid.

4. Pemeriksaan EEG

Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsy dan

merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk

rnenegakkan diagnosis epilepsi. Adanya kelainan fokal pada EEG

menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya

kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik

atau metabolik.

Rekaman EEG dikatakan abnormal.

1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua

hemisfer otak.

2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding

seharusnya misal gelombang delta.

14

Page 15: Makalah Epilepsi

3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal,

misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan

gelombang lambat yang timbul secara paroksimal.

Bentuk epilepsi tertentu mempunyai gambaran EEG yang khas, misalny

spasme infantile mempunyai gambaran EEG hipsaritmia, epilepsi petit mal

gambaran EEG nya gelombang paku ombak 3 siklus per detik (3 spd), epilepsi

mioklonik mempunyai gambaran EEG gelombang paku / tajam / lambat dan

paku majemuk yang timbul secara serentak (sinkron).

E. PENATALAKSANAAN

Tujuan pokok terapi epilepsi adalah membebaskan pasien dari serangan epilepsi,

tanpa mengganggu fungsi normal SSP agar pasien dapat menjalani kehidupannya

tanpa gangguan. Terapi dapat dibagi dalam 2 golongan (Utama dan Gan, 2007):

1. Terapi kausal

Terapi kausal dilakukan pada epilepsi simptomatik yang sebabnya dapat

ditemukan (sekunder), misalnya :

a. Pada meningoensefalitis, diberikan antibiotik

b. Pada neoplasma dan perdarahan intrakranial diperlukan tindakan operatif

c. Pada gangguan vaskularisasi otak diberi oksigen untuk mengatasi hipoksia

2. Terapi medikamentosa antikejang

Prinsip penanggulangan bangkitan epilepsi dengan terapi farmaka

mendasar pada beberapa faktor, antara lain blok kanal natrium, kalsium,

penggunaan potensi efek inhibisi seperti GABA dan menginhibisi transmisi

eksitatorik glutamat. Beberapa obat antiepilepsi yang dikenal sampai sekarang

ini antara lain :

a. Golongan hidantoin

15

Page 16: Makalah Epilepsi

Fenitoin merupakan yang sering dipakai. Fenitoin bekerja menginhibisi

hipereksitabilitas kanal natrium yang berperan dalam memblok loncatan

listrik sehingga mencegah penjalaran ke bagian otak yang lain.

Indikasi : epilepsi umum khusunya grandmal tipe tidur, epilepsi fokal, dan

dapat juga untuk epilepsi lobus temporalis.

Dosis : dewasa 300-600 mg/hari

Anak 4-8 mg/hari, maksimal 300 mg/hari

b. Golongan barbiturat

Fenobarbital merupakan golongan barbiturat yang long acting. Merupakan

agonis reseptor GABA, sehingga meningkatkan transmisi inhibitori dengan

mengaktifkan kerja reseptor GABA.

Indikasi : epilepsi umum khusus epilepsi grand mal tipe sadar, epilepsi

fokal.

Dosis : dewasa 200 mg/hari

Anak 3-5 mg/kgBB/hari

c. Golongan benzodiazepin

Diazepam dikenal sebagai obat penenang, tetapi merupakan obat pilihan

utama status epileptik. Memiliki cara kerja yang sama dengan golongan

barbiturate.

Dosis : dewasa 2-10 mg im/iv, dapat diulang stiap 4 jam

Anak > 5 tahun 5-10 mg im/iv

Anak 1 bulan-5 tahun 0,2-2 mg im/iv

d. Golongan suksinimid

Etosuksimid

Indikasi : epilepsi petit mal murni

Dosis : 20-30 mg/kgBB/hari

16

Page 17: Makalah Epilepsi

e. Golongan lain

Sodium valproat

Indikasi : epilepsi petit mal murni, dapat pula untuk epilepsi pada lobus

temporalis yang refrakter, sebagai kombinasi dengan obat lain.

Dosis : dewasa 0,8-1,4 g/hari dimulai dengan 600mg/hari

Anak 20-30 mg/kgBB/hari

Asetazolamid : dikenal sebagai diuretik, tetapi pada pengobatan epilepsi

mempunyai cara kerja menstabilkan keluar masuknya Na pada sel otak.

Indikasi : epilepsi petit mal, grand mal, dimana serangannya sering

berhubungan dengan siklus menstruasi

Dosis : sehari total 8-30 mg/kgBB

f. Karbamazepin

1. Sediaan : 200 mg/tab

2. Indikasi : epilepsi parsial dengan gejala kompleks dan sederhana

3. Farmakokinetik :

a. Kecepatan absorbsi berbeda-beda antar pasien, tetapi umumnya dapat

terabsorbsi secara sempurna. Obat lambat diabsorpsi jika diberikan

setelah makan.

b. Kadar puncak tercapai setelah 6-8 jam.

c. Waktu paruh 36 jam untuk pasien dosis tunggal pertama, kemudian

turun 20 jam untuk yang mendapatkan terapi berlanjut.

4. Farmakodinamik :

Pada membran permeabilitas menunjukkan bahwa CBZ menutup

saluran Na pada konsentrasi terapi dan dapat menstabilkan membran

neuron yang hiperaktif, menghalangi kerusakan neuron berulang dan

mengurangi perambatan sinaptik impuls yang berasal dari luar.

5. Efek samping

17

Page 18: Makalah Epilepsi

Efek sedasi, sakit kepala, pusing, mual, muntah dan ataksia, yang

bersifat sementara. Efek samping lainnya seperti anoreksia, demam,

dermatitis (perubahan pigmentasi kulit, eritema multiformis, SJS, TEN,

reaksi fotosensitivitas, urtikaria) dan gangguan psikis. Selain itu, obat ini

juga dapat mempengaruhi kardiovaskular, GIT, hepar, neuromuskular,

tulang, mata, dan telinga, menyebabkan gangguan darah seperti anemia

aplastik dan agranulositosis, hepatitis, dan SLE. Oleh karena itu, perlu

dilakukan pemeriksaan darah setiap minggu atau per bulan.

6. Dosis :

Awal anak : 15-25 mg/kgBB/hari

Dewasa : 1000-2000mg/hari

Maintenance anak 6-12 tahun : 400-800 mg/hari

Dewasa : 800-1000 mg/hari

Berikut adalah pemilihan obat AED berdasarkan jenis epilepsinya :

Jenis Bangkitan Pilihan Pertama Pilihan Kedua

ParsialSederhanaKompleksUmum Sekunder

FenitoinKarbamazepinFenobarbital

Klobazam,Gabapentin, Lamotrigin,Primidon, Tiagabin,Topiramat, Vigabatrin,Valproat

Serangan UmumTonik-klonik

FenitoinFenobarbitalValproatKarbamazepin

Vigabatrin,Klobazam, Gabapentin,Lamotrigin, Primidon,Tiagabin, Topiramat

Absans/Lena Valproat Etosuksimid

Asetazolamid, Klobazam,Felbamat, Lamotrigin,Topiramat

Tonik,atonik,klonik

Valproat Klobazam,Felbamat,Lamotrigin,Topiramat.

Mioklonik Valproat Asetazolamid,

18

Page 19: Makalah Epilepsi

klobazam,klonazepam, felbamat,lamotrigin, topiramat.

Juvenile Myoclonic Valproat Topiramat,lamotrigin

Sindrom Lennox-Gestaut

TopiramatFelbamatLamotrigin

Valproat,fenobarbital, BZDs,ZNS

Sindrom West HormonalValproatVigabatrin

Topiramat,lamotrigin, ZNS,BZDs,piridoksin

(Ropper, 2005)

BAB III

19

Page 20: Makalah Epilepsi

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS

Nama : Nn. F

Umur : 22 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Kadipiro, RT03/ RW 02, Surakarta

Suku : Jawa

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Pekerjaan : Mahasiswa

No. RM : 01 28 76 54

B. ANAMNESIS

1. Keluhan utama :

Kejang berulang

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke poli saraf RSDM bersama ayahnya dengan keluhan

kejang berulang. Pasien telah mendapat serangan kejang untuk yang ketiga

kalinya dalam setahun. Kejang terjadi saat pasien sedang menonton televisi.

Pasien mengaku pusing sebelum kejang. Kedua serangan kejang tersebut

diikuti dengan tidak sadar selama kira-kira 3 menit. Kemudian pasien sadar

kembali dan dapat beraktivitas seperti biasanya. Pasien tidak menderita

demam sebelumnya. Pasien belum pernah memeriksakan diri ke dokter

ataupun minum obat setelah serangan kejang yang pertama.

Sebelum berumur satu tahun, pasien sering mengalami kejang pada

saat badannya panas. Pada saat SD pasien sering pingsan saat mengikuti

upacara atau olah raga.

20

Page 21: Makalah Epilepsi

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat sakit jantung : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat alergi/asma : disangkal

Riwayat batuk lama : disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat merokok : disangkal

Riwayat minum jamu : disangkal

Riwayat minum minuman keras : disangkal

Riwayat olah raga teratur : disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum :

Keadaan umum : Keadaan umum sakit sedang, compos mentis, gizi

cukup.

Derajat kesadaran : compos mentis

2. Tanda vital

Nadi : 80x/menit, reguler, kuat, isi dan tegangan cukup

Respirasi : 18x/menit, reguler

Suhu : afebris

Tensi : 120/80 mmHg

3. Leher : limfonodi tidak membesar, JVP tidak meningkat.

4. Thoraks : retraksi (-), pelebaran sela iga (-)

5. Cor : Bunyi jantung I – II intensitas normal, reguler, ictus

cordis di SIC IV-V, bising (-)

21

Page 22: Makalah Epilepsi

6. Pulmo : pengembangan dada kanan/kiri sama, fremitus taktil

kanan/kiri sama, perkusi sonor/sonor, suara tambahan

(-), ronchi (-)

7. Abdomen

Inspeksi : dinding perut // dinding dada, venektasi (-)

Auskultasi : peristaltik (+) normal

Perkusi : timpani, shifting dullness (-)

Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

8. Ekstremitas :

Akral dingin - - edema - - sianosis - -

- - - - - -

Status Neurologis

Kesadaran : GCS E4V5M6

Fx luhur : dalam batas normal

Fx vegetatif : dalam batas normal

Fx sensorik :

a. N N

N N

Fx motorik

Kekuatan Tonus Ref. Fisiologis Ref. Patologis

Nervus Cranialis

N. II : dbn

N. III : RC (+/+), pupil isokor (3mm/3mm)

N.VII : dbn

N.XII : dbn

22

N N

N N

- -

- -

5 5

5 5

Page 23: Makalah Epilepsi

Tanda meningeal : (-)

Fx koordinasi : dismetria (-), disdiadokokinesia (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Elektroensefalografi (EEG)

Didapatkan hasil : latar belakang berupa irama alfa 10-11 spd, amplitudo sedang,

bereaksi dengan buka dan tutup mata. Tampak seringkali muncul kompleks paku

ombak 3 spd amplitudo tinggi bilateral sinkron terutama terlihat di daerah frontal

kanan depan (Fp2-F4) dan didahului di kanan depan. Tampak pula gelombang

tajam diikuti gelombang lambat delta-teta 3-4 spd, amplitudo tinggi di daerah

frontal kanan depan 9Fp2-f4).

Kesan : EEG abnormal berupa aktivitas epileptiform bilateral sinkron dengan

fokus di frontal kanan depan

E. DIAGNOSIS KERJA

Epilepsi lobus frontal

F. PLANNING

Cek darah rutin, gula darah, kolestrol, ureum, kreatinin, elektrolit

CT scan kepala

G. PENATALAKSANAAN

Terapi

Saat status epileptikus : diazepam 0,2 mg / kg BB dengan kecepatan 5 gr/menit,

iv lambat (2-10 mg selama 2-4 x / hari), ulangi 15 – 20 menit kemudian. Dosis

maksimal 20 – 30 mg.

Phenytoin 100 mg 3x1 kapsul

H. RESEP

23

Page 24: Makalah Epilepsi

R/ inj. Diazepam mg 5 amp. No. I

Cum dispsosible syringe cc 3 no I

∫ imm

R/ Fenitoin Na cap mg 100 No. XXI

∫ 3 dd cap I

Pro : Nn. F (22 tahun)

I. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanam : dubia ad malam

Ad fungsionam : dubia ad bonam

24

Page 25: Makalah Epilepsi

BAB IV

PEMBAHASAN OBAT

1. Obat anti epilepsi (OAE) mulai diberikan apabila diagnosis epilepsi sudah dipastikan,

terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun. Selain itu pasien dan keluarganya

harus terlebih dahulu diberi penjelasan mengenai tujuan pengobatan dan efek

samping dari pengobatan tersebut.

2. Terapi dimulai dengan monoterapi

3. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan secara bertahap

samapai dengan dosis efektif tercapai atau timbul efek samping obat.

4. Apabila dengan penggunakan OAE dosis maksimum tidak dapat mengontrol

bangkitan, maka ditambahkan OAE kedua dimana bila sudah mencapai dosis

terapi, maka OAE pertama dosisnya diturunkan secara perlahan.

5. Adapun penambahan OAE ketiga baru diberikan setelah terbukti bangkitan

tidak terkontorl dengan pemberian OAE pertama dan kedua.

Obat pilihan utama terdiri dari fenobarbital atau fenitoin. Dua-duanya

baik sekali dan murah harganya. Fenitoin mempunyai sifat-sifat yang unggul,

yaitu tidak membuat orang mengantuk, tidak akan menimbulkan manifestasi

overdose yang fatal dan bila dihentikan tidak akan membangkitkan status

epileptikus.

Bila serangan grand mal masih belum dapat diberantas dengan obat-

obat tersebut di atas baik secara kombinasi maupun obat tunggal, dapat

digunakan primidone (Sidharta, 2009).Primidone efektif untuk semua

bangkitan kecuali bangkitan lena. Efeknya baik untuk bangkitan tonik klonik

yang telah refrakter terhadap terapi yang lazim, dan lebih efektif lagi dalam

kombinasi dengan fenitoin (Utama dan Gan, 2007).Dosis untuk anak dibawah

umur 6 tahun ialah 10-25 mg/kgBB/hari. Sedangkan orang dewasa 300-600

mg/hari. Dosis permulaan harus rendah misalnya 100-150 mg/hari. Efek

25

Page 26: Makalah Epilepsi

samping primidone dapat berupa ngantuk, vertigo, ataksia, dermatitis, dan

anemia (Sidharta, 2009).

Di bawah ini merupakan penjelasan lebih lanjut mengenai fenobarbital dan

fenitoin:

1. Fenobarbital

Fenobarbital sebagai antiepilepsi bekerja dengan membatasi penjalaran

aktivitas dan bangkitan dan menaikkan ambang rangsang. Fenobarbital

merupakan obat antikonvulsi pilihan karena cukup efektif dan murah. Dosis

efektifnya relatif rendah. Efek samping yang terjadi adalah efek sedatif.

Fenobarbital merupakan obat pilihan utama untuk terapi kejang dan kejang

demam pada anak. Dosis anak ialah 100-300 mg/hari sedangkan dewasa dua

kali 120-250 mg/hari. (Utama dan Gan, 2007)

2. Fenitoin

Obat yang dipilih sebagai antiepilepsi pada kasus diatas adalah fenitoin.

Fenitoin merupakan golongan hidantoin yang merupakan obat utama untuk

hampir semua jenis epilepsi, kecuali bangkitan lena. Fenitoin diindikasikan

terutama untuk bangkitan tonik klonik dan bangkitan parsial.

Farmakodinamik

Sifat antikonvulsi fenitoin didasarkan pada penghambatan penjalaran

rangsang dari fokus ke bagian lain di otak. Fenitoin juga mempengaruhi

perpindahan ion melintasi membran sel, dalam hal ini, khususnya

menggiatkan pompa Na+, K+, Ca2+ neuron dan mengubah neurotranmitor

NEPI, asetilkolin, dan GABA.

Farmakokinetik

Pemberian secara per oral mengalami absorpsi secara lambat dan sesekali

tidak lengkap. Pemberian secara IM menyebabkan fenitoin mengendap

ditempat suntikan kira-kira 5 hari dan absorpsi berlangsung lambat. Fenitoin

terikat kuat pada jaringan saraf sehingga kerjanya bertahan lebih lama, tetapi

26

Page 27: Makalah Epilepsi

mula kerjanya lebih lambat daripada fenobarbital. Metabolit fenitoin akan di

ekskresi melalui ginjal.

Interaksi obat

Interaksi fenitroin dengan fenobarbital atau karbamazepin akan menyebabkan

fenitoin menurun kadarnya karena fenobarbital atau karbamazepin

menginduksi enzim mikrosom hati, tetapi kadang-kadang kadar fenitoin dapat

meningkat akibat inhibisi kompetitif dalam metabolisme.

Efek samping

Efek samping yang dapat ditimbulkan dari fenitoin adalah keracunan pada

SSP, saluran cerna, gusi dan kulit, sedangkan yang lebih berat mempengaruhi

kulit, hati, dan sumsum tulang.

Dosis

Kadar plasma untuk terapi fenitoin terdapat antara 10-20µg/ml. Ketika terapi

oral sudah dimulai, dosis dewasa biasanya 300 mg/hari tanpa memperlihatkan

berat badan. Jika kejang berlanjut, dosis yang lebih tinggi biasanya diperlukan

untuk mendapatkan kadar plasma dalam batas-batas terapi yang lebih tinggi.

(Utama dan Gan, 2007)

Sedangkan di bawah ini adalah alternatif obat yang digunakan untuk epilepsi

tonik klonik

1. Karbamazepin

Karbamazepin efektif terhadap bangkitan parsial kompleks dan bangkitan

tonik klonik. Efek samping karbamazepin cukup sering terjadi. Efek samping

yang terjadi setelah pemberian obat jangka lama berupa pusing, vertigo,

ataksia, diplopia, dan penglihatan kabur. Frekuensi bangkitan dapat meningkat

akibat dosis berlebih.

Dosis anak di bawah 6 tahun 100 mg/hari, 6-12 tahun 2x 100 mg/hari,

dewasa: dosis awal 2x 200 mg sehari pertama, selanjutnya dosis ditinggkat

27

Page 28: Makalah Epilepsi

secara bertahap. Dosis pemeliharaan 800-1200 mg.hari. (Utama dan Gan,

2007)

2. Asam valproat

Asam valproat terutama untuk terapi epilepsi umum dan kurang efektif

terhdap epilepsi fokal. Efek antikonvulsi valproat didasarkan meningkatnya

kadar GABA di dalam otak. Valproat efektif terhadap epilepsi umum yakni

bangkitan lena yang disertai oleh bangkitan tonik klonik. Sedangkan terhadap

epilepsi fokal lain efektivitasnya kurang memuaskan. Terapi dimulai dengan

dosis awal 3x 200 mg/hari dengan dosis harian berkisar 0,8-1,4 g. Valproat

telah diakui efektivitasnya sebagai obat untuk bangkitan lena, tetapi bukan

merupakan obat terpilih karena efek toksiknya terhadap hati. (Utama dan Gan,

2007)

3. Diazepam

Diazepam digunakan untuk terapi konvulsi rekuren, misalnya status

epileptikus. Untuk mengatasi bangkitan status epileptikus pada orang dewasa

disuntikkan 0,2 mg/kgBB dengan kecepatan 5 mg/menit diazepam IV secara

lambat. Dosis ini dapat diulang seperlunya dengan tenggang waktu 15-20

menit sampai beberapa jam. Dosis maksimal 20-30 mg.

Efek samping berat dan berbahaya yang menyertai penggunakan diazepam IV

ialah obstruksi saluran napas oleh lidah akibat relaksasi otot. Disamping itu

dapat terjadi depresi napas sampai henti napas, hipotensi, henti jantung, dan

kantuk. (Utama dan Gan, 2007)

Termasuk golongan benzodiazepin. Mekanismenya:

Potensiasi inhibisi neuron dengan GABA sebagai mediatornya

diazepam berikatan dengan reseptor GABA

Pembukaan kanal klorida

28

Page 29: Makalah Epilepsi

Cl- masuk ke dalam sel

meningkatnya potensial elektrik sepanjang membran

sel sukar tereksitasi

Sediaan : 10 mg/ml (injeksi) valium

ampul

5 mg/ml (injeksi) valdimex

BAB V

29

Page 30: Makalah Epilepsi

PENUTUP

A. Simpulan

1. Epilepsi merupakan suatu manifestasi klinis akibat lepasnya muatan listrik

abnormal, berlebihan, dan sinkron dari SSP, terutama korteks serebri, yang

berupa serangan paroksismal berulang dan timbul tanpa provokasi.

2. Pengobatan epilepsi terdiri atas pengobatan kausatif (terapi penyebab primer)

dan antikonvulsi. Pengobatan dilakukan dalam jangka panjang (tergantung

kondisi dan kepatuhan pasien) dan dihentikan setelah 2-5 tahun pasien bebas

kejang. Terapi farmaka harus dipantau karena efek samping dan reaksi

hipersensitivitas obat yand dapat terjadi pada pasien yang sensitif.

B. Saran

1. Melakukan pemeriksaan laboratorium darah dan CT scan kepala untuk

mengetahui penyebab kejang (menyingkirkan penyebab sekunder karena

penyakit lain, misalnya neoplasma, perdarahan intrakranial, metabolik)

2. Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai penyakit, terapi, dan prognosis

3. Edukasi untuk rutin kontrol dan minum obat secara teratur

4. Melakukan pemeriksaan laboratorium darah dan tes fungsi hepar karena efek

samping pengobatan dapat menyebabkan gangguan hepar dan kelainan darah.

DAFTAR PUSTAKA

30

Page 31: Makalah Epilepsi

Adrian T. Carbamazepin dalam Terapi Epilepsi Sebagai Penyebab Eritema

Multiformis Mayor. Skripsi. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra

Utara. 2009.

Budiarto.I. Beberapa Karateristik Kejang Demam Sebagai Faktor

Risiko Terjadinya Epilepsi. Tesis. Program Pendidikan Dokter

Spesialis I Ilmu Penyakit Saraf. FK UNDIP, Semarang. 2007

Harsono. Buku Ajar Neurologis Klinis . Edisi pertama. Yogyakarta.

Gadjah

Mada University Press. 2006

Ropper AH, Brown RH. Epilepsy and other seizure disorders In Adams and Victor’s

principles of neurology. 8th ed. USA: McGraw-Hill, 2005.

Shih T. Epilepsy and seizures. In: Brust JCM. Current diagnosis and treatment in

neurology. International ed. USA: McGraw-Hill,2007.

Sidharta P. 2009. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Jakarta: Penerbit Dian

Rakyat

Sudomo A. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Saraf. Surakarta: BEM FK UNS Press

Utama H. dan Gan V. 2007. Antiepilepsi dan Antikonvulsi. Dalam Farmakologi dan

Terapi Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI

Oktaviana F. Epilepsi : Permasalahan di Reseptor atau Neurotransmitter. Medicinus.

2008. Vol.21 (4) : 121-2.

World Health Organization. Epidemiology, Prevalence, Incidence,

Mortality of

Epilepsy. 2001. Fact Sheet. URL http : // www. who.in/ inf-fs/ en/

fact 165. html.

31