33
MAKALAH DAKWAH DI ERA MODEREN DISUSUN OLEH : ------------------------------ NIM : 000 000 000

MAKALAH DAKWAH DI ERA MODEREN

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Perkembangan Dakwah di era moderen dan tantanggannya

Citation preview

MAKALAH

DAKWAH DI ERA MODEREN

DISUSUN OLEH :

------------------------------NIM : 000 000 000

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH MUHAMMADIYAH

TANJUNG REDEB - BERAU

2011

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur, penyusun panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan

Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan rahman-Nya sehingga penyusun dapat

menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.

Harapan saya sebagai penyusun adalah bahwa makalah ini bermanfaat

bagi kita semua dan dapat menambah wawasan atau keintelektualan kita tentang

berbagai hal yang ada di dunia ini.

Penulis menyadari, tanpa bantuan dari berbagai pihak, rasanya mustahil

dan sungguh terasa sangat berat untuk bisa menyelesaikan makalah ini. Karena

itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan

kepada semua pihak yang telah memberikan masukan dan kontribusinya kepada

saya dalam proses pembuatan makalah ini. Semoga kita semua dapat menarik

manfaat dari isi makalah ini.

Apabila dalam penyajian makalah saya ini terdapat kesalahan dan

kekurangan saya mohon maaf dan saya menunggu kritik dan saran dari pembaca

sehingga dapat memperbaiki kesalahan yang ada.

Tanjung Redeb, Nopember 2011

Penyusun

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang..........................................................................................1

B. Tujuan.......................................................................................................5

C. Metode Penulisan......................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................6

A. Pengertian Dakwah dan Moderen.............................................................6

1. Dakwah...............................................................................................6

2. Moderen..............................................................................................6

B. Metode Dakwah di Era Moderen..............................................................7

C. Gerakan Dakwah di Era Moderen.............................................................8

1. Respon Umat.......................................................................................9

2. Revitalisasi........................................................................................10

D. Tantangan Dakwah di Era Moderen.......................................................12

BAB III PENUTUP..............................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................18

iv

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada era moderen ini kita menyaksikan terjadinya persaingan—kalau tidak

dapat dikatakan pertarungan—yang tidak seimbang antara apa yang

dikelompokkan sebagai Barat dan Timur, atau Utara dan Selatan. Dari segi ilmu

pengetahuan, teknologi dan pandangan hidup, dunia dibagi menjadi Barat dan

Timur. Barat untuk negara-negara yang maju ilmu pengetahuan dan teknologinya

serta punya pandangan hidup rasional dan sekuler; Timur sebaliknya. Sedangkan

dari segi ekonomi, dunia dibagi menjadi Utara dan Selatan. Utara untuk negara-

negara yang maju ekonominya, sedangkan Selatan untuk negara-negara

berkembang dan terbelakang. Letak geografis sama sekali tidak menjadi

pertimbangan. Maroko yang terletak di Barat dimasukkan dalam kelompok

Timur, sementara Jepang yang terletak di Timur dmasukkan dalam kelornpok

Utara. Australia yang terletak di Selatan dimasukkan kelompok Utara. Seluruh

negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI),

termasuk Indonesia, masuk dalam kelompok negara-negara Timur dan Selatan.

Dengan kemajuan teknologi komunikasi yang demikian hebat, masing-

masing anggota masyarakat dunia dapat bekerja sama, bersaing dan saling

mempengaruhi dengan bebas. Sekat-sekat geografis dan jarak yang berjauhan

tidak lagi menjadi hambatan. Dari segi ekonomi, setelah pasar bebas ASEAN

(AFTA) kita juga menyaksikan pasar bebas Asia Pasifik (APEC) dan terakhir

pasar bebas Dunia (WTO). Tetapi karena kekuatan modal, sumber daya manusia,

manajemen, teknologi dan industri dikuasai oleh negara-negara Utara. Akibatnya

persaingan yang terjadi persaingan yang tidak seimbang. Khusus Indonesia,

jangankan untuk tingkat dunia, tingkat ASEAN pun kita kesulitan untuk

memenangi persaingan.

Begitu juga dari segi budaya—dan ini yang lebih berbahaya lagi—

bermacam-macam ideologi, paham dan gaya hidup akan saling mempengaruhi

1

dengan cepat, mengubah dengan cepat pula tatanan masyarakat. Sekali lagi,

walaupun secara teoritis semua anggota masyarakat dunia saling mempengaruhi,

karena kekuatan yang tidak seimbang, yang akan menguasai dan memaksakan

pandangannya adalah negara-negara Barat. Sebagai ilustrasi, kalau kita pergi ke

Eropa atau Amerika, sudah dapat dipastikan kita tidak akan dapat menonton

acara-acara televisi dari Indonesia. Tetapi sebaliknya jika kita buka stasiun TV

Indonesia mana pun, dengan mudah akan kita dapatkan acara-acara produk Barat.

Khusus untuk Indonesia, tidak hanya film-film Hollywood yang mudah kita

tonton, bahkan film-film Bollywood dan Amerika Latin pun tidak pernah absen

muncul di TV-TV kita! Sadar atau tidak, pengaruhnya sangat besar dalam

pertarungan budaya. Pandangan dan gaya hidup yang bertentangan dengan ajaran

Islam akan mempengaruhi anak-anak kita, bahkan mungkin juga orang dewasa.

Sebagai akibat dan pertarungan budaya yang tidak seimbang di atas, maka

kita dapat menyaksikan tcerjadinya perubahan-perubahan alam pikiran yang

cenderung pragmatis, materialis, dan hedonis, menumbuhkan budaya inderawi

(kebudayaan duniawi yang sekuler) dalam kehidupan modern abad ke-20 yang

disertai dengan gaya hidup modern memasuki era baru abad ke-21 atau abad kc-

15 Hijriah sekarang ini. Penetrasi budaya dan multikulturalisme yang dibawa oleh

moderen akan makin nyata dalam kehidupan bangsa.

Mau tidak mau, suka tidak suka, setiap negara atau bangsa akan masuk

dalam arus moderen. Yang tidak dapat berenang akan tenggelam dalam pusaran

arus yang sangat deras tersebut. Apalagi negara-negara Barat atau Utara

menghendaki moderen tentu saja bukan tanpa kepentingan nasional masing-

masing, baik ekonomi, budaya maupun ideologi atau paling kurang pandangan

hidup. Dunia Islam yang semuanya tanpa kecuali masuk Timur atau Selatan tentu

saja tidak akan mampu menahan laju moderen itu, apalagi menghentikannya.

Karena itu, moderen sudah merupakan realitas sejarah yang tidak dapat ditolak.

Moderen adalah konsekuensi logis dari kemajuan teknologi komunikasi.

Moderen sendiri sebenarnya sejalan dengan ajaran Islam, ajaran atau

agama yang diturunkan sebagai rahmat alam semesta. Jika moderen digunakan

untuk menduniakan nilai-nilai moral Islami, baik yang bersifat personal (personal

2

morality) maupun yang publik (public morality), maka kehidupan umat manusia

di dunia dapat berjalan dengan tertib, aman, damai dan sejahtera. Ringkasnya,

secara normatif moderen sebenarnya netral, tergantung siapa dan untuk apa

digunakan.

Dapatkah umat Islam memanfaatkan moderen untuk kepentingan dakwah

Islam? Mungkin banyak yang pesimis, apalagi melihat betapa tidak berdayanya

umat Islam menghadapi tekanan negara-negara Barat atau Utara dalam berbagai

aspek kehidupan. Invasi Amerika Serikat (AS) dan sekutunya ke Irak adalah bukti

betapa tidak berdayanya umat Islam menghadapi kekuatan negara maju, utamanya

AS sebagai satu-satunya super power sekarang ini setelah Uni Soviet runtuh.

Pertanyaan yang relevan dan mendesak sekarang ini adalah bukan “dapatkah umat

Islam memanfaatkan moderen untuk kepentingan dakwah” tapi “dapatkah umat

Islam bertahan menghadapi serangan moderen.” Apakah umat Islam akan

tenggelam atau masih mampu menggapai-gapai untuk sekedar tidak tenggelam

atau memperlambat kehancurannya?

Umat Islam memiliki potensi yang apabila dikelola dengan baik dapat

membantu setidaknya pertahanan diri, syukur-syukur mempengaruhi pandangan

dan gaya hidup masyarakat dunia. Kita memiliki: (1) jumlah penduduk Muslim

yang besar (1,2 Milyar untuk dunia Islam, dan sekitar 200 juta untuk Indonesia);

(2) sumber daya alam yang sangat menggiurkan negara-negara Barat; (3) pernah

mengalami sejarah masa lalu yang gemilang (Indonesia bagian dari imperium

Islam yang pernah menguasai sepertiga dunia); dan (4) ajaran Islam yang sejalan

dan mendorong kemajuan dalam berbagai kehidupan serta memberi pegangan

moral yang kuat.

Masalahnya, jumlah penduduk dunia Islam baru besar dari segi kuantitas

tapi lemah dari segi kualitas. Yang berpendidikan tinggi relatif masih kecil—

Indonesia misalnya, masih di bawah 10 %. Lemahnya kualitas sumber daya

manusia itu berakibat lemahnya penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam;

belum lagi mental korup yang dimiliki para penguasa dan pengelola kekayaan

alam. Selain itu berakibat tidak adanya persatuan umat Islam dunia dalam arti

yang sebenarnya. Memang ada beberapa organisasi dunia Islam, baik yang

3

bersifat resmi antarpemerintah (seperti OKI) ataupun yang swasta (seperti

Rabithah 'Alam Islami), tetapi belum efektif disebabkan berbagai kepentingan

atau ego para pemimpinnya. Belum lagi pada dataran umat, banyaknya aliran

teologi, mazhab fikih, organisasi massa, dan partai politik terkadang bisa

menyebabkan kekuatan umat menjadi tidak ada berarti. Umat Islam juga kerap

tidak banyak belajar dari sejarah. Buku-buku sejarah Islam dipenuhi oleh kisah-

kisah suksesi para penguasa, bukan kisah-kisah kemajuan dalam berbagai bidang

kehidupan. Padahal tidak jarang suksesi itu terjadi secara berdarah, yang oleh

sebagian pengikut setia aliran atau kelompok tertentu luka lamanya itu dipelihara

hingga sekarang bahkan diwariskan turun-temurun.

Tentu saja penyebab semua masalah di atas adalah semakin jauhnya umat

Islam dari ajaran Islam. Padahal ajaran Islam dalam sejarah sudah terbukti

memberikan kekuatan yang luar biasa dengan kekomprehensifan, keseimbangan,

menghidupkan dan berpandangan jauh kedepannya. Bangsa Arab sebagai contoh,

tanpa Islam mereka hanyalah suku-suku nomaden yang sama sekali tidak

diperhitungkan dunia. Tetapi dengan Islam mereka ke luar dari jazirah Arabia

mengalahkan dua imperium raksasa waktu itu (Romawi dan Persia) hingga

menguasai sepertiga dunia. Mari kita lihat sekarang, tatkala banyak negara Timur

Tengah mengusung ideologi arabisme dan sosialisme atau sekulerisme dengan

meninggalkan Islam, mereka menjadi bulan-bulanan Amerika dan sekutunya

tanpa dapat berbuat apa-apa. Sejarah Turki juga dapat menjadi pelajaran bagi kita,

bahwa tanpa Islam, Turki hanyalah sebuah negara berkembang yang banyak utang

dengan laju inflasi yang sangat tinggi pula.

Untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan di atas, dan mengatasi

kelemahan-kelemahan yang dihadapi dalam rangka menghadapi tantangan

moderen, salah satu alternatifnya adalah menguatkan dakwah Islam baik dari segi

materi, pesan yang disampaikan maupun dari segi metode yang digunakan.

Dakwah Islam tidak boleh hanya menyentuh kulit-kulit ajaran Islam semata, tetapi

juga masuk ke inti dan esensi ajarannya.

Karena ajaran Islam bersifat komprehensif, maka dakwah Islam pun

haruslah bersifat komprehensif. Pemahaman dan penerapan Islam secara parsial

4

menyebabkan kekuatan agama ini tidak kelihatan bahkan tidak efektif. Untuk ini,

metode dakwah harus diperbarui agar sesuai dengan perkembangan zaman.

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi harus dapat dimanfaatkan dengan

sebaik-baiknya. Dakwah tidak hanya terbatas menggunakan media tradisional

(mimbar) tapi juga menggunakan multimedia. Begitu juga jaringan dakwah harus

diperkuat; kerja sama antar lembaga dakwah dunia harus ditingkatkan. Perbedaan-

perbedaan aliran, mazhab atau pendekatan dakwah harus disikapi secara bijak.

Lakukanlah kerja sama dalam hal-hal yang disepakati, bertoleransilah dalam hal-

hal yang berbeda pendapat!

Selain itu pendidikan tidak boleh diabaikan. Ini adalah aspek paling

penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Umat Islam harus

dapat memadukan dua sumber ilmu yang dua-duanya berasal dan Allah: ilmu-

ilmu kewahyuan dan ilmu-ilmu kealaman. Khazanah Islam digali, kemajuan ilmu

pengetahuan Barat dimanfaatkan. Sistem pendidikan diperbarui dan

disempurnakan.

B. Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu untuk mengetahui

tentang metode dan tantangan dakwah di era moderen atau era moderen.

C. Metode Penulisan

Dalam penulisan makalah manusia dan lingkungan ini tim penulis

menggunakan metode kajian pustaka dengan menggunakan media pustaka dan

berbagai sumber media elektronik atau internet yang dewasa ini berkembang

dengan pesatnya.

5

BAB IIPEMBAHASAN

A. Pengertian Dakwah dan Moderen

1. Dakwah

Dakwah adalah kegiatan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil

orang untuk beriman dan taat kepada Allah Subhaanahu wa ta'ala sesuai dengan

garis aqidah, syari'at dan akhlak Islam. Kata dakwah merupakan masdar (kata

benda) dari kata kerja da'a yad'u yang berarti panggilan, seruan atau ajakan.

Kata dakwah sering dirangkaikan dengan kata "Ilmu" dan kata "Islam",

sehingga menjadi "Ilmu dakwah" dan Ilmu Islam" atau ad-dakwah al-Islamiyah.

Ilmu dakwah adalah suatu ilmu yang berisi cara-cara dan tuntunan untuk

menarik perhatian orang lain supaya menganut, mengikuti, menyetujui atau

melaksanakan suatu ideologi, agama, pendapat atau pekerjaan tertentu. Orang

yang menyampaikan dakwah disebut "Da'i" sedangkan yang menjadi obyek

dakwah disebut "Mad'u". Setiap Muslim yang menjalankan fungsi dakwah Islam

adalah "Da'i".

Tujuan utama dakwah ialah mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan

hidup di dunia dan di akhirat yang diridai oleh Allah. Nabi Muhammad SAW

mencontohkan dakwah kepada umatnya dengan berbagai cara melalui lisan,

tulisan dan perbuatan. Dimulai dari istrinya, keluarganya, dan teman-teman

karibnya hingga raja-raja yang berkuasa pada saat itu. Di antara raja-raja yang

mendapat surat atau risalah Nabi SAW adalah kaisar Heraklius dari Byzantium,

Mukaukis dari Mesir, Kisra dari Persia (Iran) dan Raja Najasyi dari Habasyah

(Ethiopia).

2. Moderen

Untuk memahami konsep modern akan lebih mudah  kalau dilacak dari

akar katanya. Secara etimologis term modern berasal dari bahasa Latin “moderna”

yang berarti sekarang, baru, atau saat ini. Atas dasar itu, manusia dikatakan

modern  sejauh kekinian menjadi pola kesadarannya. 

6

Dalam bahasa Indonesia istilah modern sendiri adalah adjektive (kata

sifat), di mana dalam gramatikal Indonesia sebuah adjektive apabila ditambahi

dengan  “isasi”  berarti mempunyai makna proses, jadi  modernisasi merupakan

sebuah proses modern. Kata sifat ini akan mempunyai arti lain lagi, bila dibubuhi 

dengan “isme”. Karena menunjukkan paham, kredo, atau aliran, maka

modernisme mempunyai makna paham tentang modernitas. Kalau sudah

mengkrucut menjadi paham (modernisme), maka unsur-unsur nilai di dalamnya

sudah cenderung idiologis. Idiologi modern inilah yang nantinya menjadikan

sebuah gerakan modernisasi.

Namun yang perlu diketahui bahwa modernitas tidak hanya menyangkut 

soal waktu, tetapi juga tentang pembaharuan. Artinya, selain seseorang

menjadikan kekinian sebagai basis kesadarannya, ia juga harus mempunyai pola-

pola pembaharuan dalam kehidupannya. Karena modernisasi secara implikatif,

cenderung merupakan proses yang di dalamnya komitmen   pola-pola lama

dikikis, kemudian menyuguhkan pola-pola baru dan pola-pola baru inilah yang

diberi status modern.

Modernisme dalam masyarakat Barat mengandung arti fikiran, aliran,

gerakan dan usaha untuk mengubah faham-faham, adat-istiadat, institusi-institusi

lama dan sebagainya, untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan

oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Pikiran dan aliran ini

segera memasuki lapangan agama dan modernisme dalam hidup keagamaan di

Barat mempunyai tujuan untuk menyesuaikan ajaran-ajaran yang terdapat dalam

agama Katholik dan Protestan dengan ilmu pengetahuan dan filsafat modern.

Aliran ini akhirnya membawa kepada timbulnya sekularisme di masyarakat Barat.

B. Metode Dakwah di Era Moderen

Sebelum membicarakan dakwah modernitas, sebaiknya apabila lebih

dahulu membahas tentang komponen/unsur-unsur pokok dakwah sebagai sistem

komunikasi yang efektif dalam proses pelaksanaan dakwah. Oleh karena itu,

dakwah modernitas adalah dakwah yang dilaksanakan dengan memperhatikan

unsur-unsur penting dakwah tersebut, kemudian subjek atau juru dakwah

7

menyesuaikan materi, metode, dan media dakwah dengan kondisi masyarakat

modern (sebagai objek dakwah) yang mungkin saja situasi dan kondisi  yang

terjadi di zaman modern terutama dalam bidang keagamaman, tidak pernah terjadi

pada zaman sebelumnya, terutama di zaman klasik.

Dengan demikian, berarti dakwah di era modern adalah dakwah yang

pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi dan keadaan masyarakat modern,

baik dari segi materi, metode, dan media yang akan digunakan. Sebab mungkin

saja materi yang disampaikan itu bagus, tetapi metode atau media yang digunakan

tidak sesuai dengan kondisi masyarakat modern, maka dakwah akan mengalami

kegagalan. Begitu pula sebaliknya, mungkin saja media atau metode yang

digunakan sesuai dengan kondisi masyarakat modern, akan tetapi materi yamg

disampaikan kurang tepat, apalagi bila tampilan kemasannya kurang menarik,

juga dakwah akan mengalami kegagalan.

Oleh karenanya, untuk mencapai tujuan dakwah  yang efektif di era

modern maka Juru dakwah seyogainya adalah orang yang memiliki pengetahuan

dan wawasan yang luas, menyampaikan  materi atau isi pesan dakwah yang

aktual, dengan menggunakan metode yang tepat dan relevan dengan kondisi

masyarakat modern, serta menggunakan media komunikasi yang sesuai dengan

kondisi dan kemajuan masyarakat modern yang dihadapinya.

C. Gerakan Dakwah di Era   Moderen

Pergulatan pemikiran di lembaga dakwah adalah hal biasa. Konteks sosial

dan politik serta perubahan di sekeliling gerakan dakwah itu sering mewarnai

berbagai pandangan yang muncul. Oleh karena itu, sebuah pemikiran seyogyanya

bisa ditempatkan dalam horison yang lebih luas supaya bisa menempatkannya

dalam kerangka dinamika dakwah umat Islam di muka bumi. Jika kajian gerakan

itu ditarik ke arah yang lebih sempit dan terisolasi dari ruang sejarah yang

bermunculan di sekitarnya, sulit bisa melahirkan sebuah gerakan yang

kontekstual.

Dengan kata lain, gerakan dakwah itu tidak lepas dari determinasi waktu.

Namun demikian nilai-nilai sebuah gerakan karena sosialisasi yang luas dan

8

terbuka mungkin muncul pada waktu dan tempat yang berbeda. Oleh karena itu

untuk melihat sebuah gerakan dan aksi pemikiran yang merupakan aktualisasi dari

tafsiran sebuah nilai normatif perlu dilihat pula perjalanan sejarah gerakan yang

mengangkat Islam di muka bumi. Pemihakan yang berlebihan terhadap sebuah

gerakan yang tidak lepas dari kontinum waktu akan menyebabkan mandeknya

berpikir dan pengkultusan sehingga suatu saat tidak tahan lagi terhadap arus

perubahan zaman.

1. Respon Umat

Kalau kita sejenak melacak akar-akar pemikiran dan kelembagaan gerakan

Islam sejak dibawakan Nabi Muhammad Rasulullah kemudian dilanjutkan oleh

Khulafaur Rasyidin dan diikuti dengan lahirnya Dinasti Umayah dan Abasiyah

dengan ujung kekhalifahan tahun 1927 di Turki, maka kita akan mendapat

gambaran yang lebih besar tentang upaya umat Islam untuk menegakkan nilai-

nilai yang diyakininya. Kita bisa menginterpretasikan perjalanan umat Islam

bahwa gerakan-gerakan pembaruan dan penyegaran Islam itu lahir karena krisis

sosial, ekonomi atau mungkin politik. Ketidakpuasan terhadap lingkungan yang

berkembang baik dalam penafsiran, penerapan atau aplikasi nilai Islam dalam

kehidupan telah melahirkan berbagai respon dari kalangan umat Islam. Respon itu

ada yang berbentuk sebuah gerakan dakwah yang kemudian terlembagakan dalam

bentukan unit politik yang disebut negara. Namun ada pula yang meniupkan

kebangkitan Islam untuk lepas dari kebodohan, kemiskinan dan penindasan

penjajah dari Barat. Dari tabel itu terlihat bahwa upaya umat Islam untuk bangkit

tidak hanya muncul di Indonesia. Gerakan itu sudah muncul di berbagai wilayah

di muka bumi yang dihuni umat Islam.      

Dengan kata lain, gerakan Islam itu bukan eksklusif pertama kali di

Indonesia, bukan pula hanya di Indonesia dan umat di tempat lain tidak pernah

melakukan hal yang diinginkan seperti umat di Tanah Air. Apalagi kalau rentang

waktu dibentangkan sejak Nabi Muhammad membawa obor yang jadi Rahmat

Seluruh Alam, maka kita akan menyaksikan betapa gerakan dakwah yang ada di

Indonesia itu hanyalah satu titik dari rangkaian seluruh perjuangan umat Islam

untuk menyelamatkan umat manusia. Jika gerakan di Indonesia itu diletakkan

9

dalam kerangka waktu sejarah umat manusia sejak Nabi Adam, maka tiadalah

artinya. Titiknya bahkan tidak terlihat lagi karena Indonesia sebagai sebuah

negara nasional atau unit politik modern yang mengikuti pola Barat baru lahir

tahun 1945. Jika kita meneropong sebuah peta pemikiran yang teraktualisasikan

dalam lembaga-lembaga dakwah modern maka kita juga bisa menyaksikan

berbagai tipologi respon umat terhadap tantangan jaman. Respon itu ada yang

berbentuk kultural sosial dan ada pula yang berbentuk struktural sebagai sebuah

pendekatan untuk menegakkan citra Islam di masyarakatnya. Kembali kita lihat

bahwa sesungguhnya respon terhadap lingkungan itu menjadi sebuah makna

apabila pimpinan gerakan dan elit di sekitarnya mampu menterjemahkan nilai-

nilai normatif itu menjadi sebuah petunjuk praktis untuk menyelesaikan persoalan

hidup zamannya. Persoalan hidup pada era moderen sekarang telah melahirkan

banyak tantangan bagi gerakan dakwah namun masih kurang tersentuh karena

sebagian belum menemukan format yang tepat dengan perubahan lingkungan

yang merupakan ayat-ayat yang seharusnya dipikirkan dengan akal budi manusia.

2. Revitalisasi

Dari kenyataan sejarah itu timbul pertanyaan apakah kita akan menafikan

gerakan dakwah yang muncul di berbagai kawasan dan di kurun waktu yang

berbeda untuk menekankan pemilikan sejarah kita ? Atau kita akan terjatuh dalam

pengkultusan sejarah kurun waktu tertentu dan menghapus sejarah perjuangan

umat Islam lainnya ? Atau mungkin kita hanya berasyik masyuk dengan persoalan

sepele tetapi melupakan asas yang sebenarnya tentang dakwah yang membawa

rahmat bagi seluruh alam ? Jika kita kaji secara lebih dalam dan dengan semangat

mencari kebenaran dan serta sadar akan keterbatasan dalam mencari kebenaran

itu, maka kita akan melihat sesungguhnya penerimaan terhadap struktur,

pemikiran dan sejarah sebuah lembaga dakwah seyogyanya ditempatkan dalam

kerangka gerakan dakwah dunia. Artinya keterlibatan dalam lembaga dakwah itu

bukan soal menerima setengah, sepenuhnya tau menolak setengah dan

sepenuhnya melainkan keterlibatan spiritual terhadap misi yang dibawa para Nabi

dan Rasul sejak Nabi Adam sampai Rasullah SAW. Mahkamah sejarah nanti akan

menyaksikan bahwa keterlibatan itu tidak didasari sebuah pandangan yang

10

menolak eksistensi dan kiprah gerakan dakwah yang muncul di mancanegara

dalam kurun waktu yang berbeda-beda. Namun sebuah penghayatan yang

kemudian menimbulkan kekaguman, takjub dan tasbih kepada Sang Maha

Pencipta bahwa seluruh proses penegakan itu memang hasil perjuangan umat

Islam dari generasi ke generasi sampai akhir jaman.Aktualisasi dalam bentuk

budaya organisasi atau budaya bernegara itu hanyalah bagian dari manifestasi

kebudayaan manusia, bukan sesuatu yang abadi.

Dari jaman ke jaman bentuk komunitas sosial, politik, ekonomi dan

budaya mengalami perubahan. Oleh sebab itu kita akan melihat karya-karya

manusia – sehebat dan sebesar apapun, kecuali karya para Nabi dan Rasul – tetap

tidak lepas dari konteks sejarah. Karena pada dasarnya manusia itu tidak lepas

dari kesempurnaan perjalanan waktu, maka karya-karya dan monumen umat Islam

itu harus dimekarkan dan dikembangkan bukan untuk dibawa-bawa sampai lupa

bahwa alat organisasi yang berkonteks budaya dan sejarah itu bukan tujuan akhir,

tapi sasaran antara.

Lalu bagaimana kita menempatkan sebuah pemikiran dan aktualisasinya

berupa organisasi? Kembali kepada pesan Qur’ani untuk membawa Rahmat Bagi

Seluruh Alam dalam rangka memakmurkan bumi Ilahi ini maka penghayatan

terhadap organisasi itu tetap berada dalam pagar-pagar Islami. Artinya tidak ada

yang mutlak selain penafsiran yang dikeluarkan oleh Allah SWT dan para Rasul.

Penafsiran manusia sesuci apapun tetap terkurung waktu dan jaman sehingga

berkembangnya pemikiran itu adalah sesuatu yang wajar. Jika kita terjemahkan

lebih jauh lagi, bermain mutlak-mutlakan apalagi disertai dengan statement yang

kaku akan melahirkan perpecahan dan friksi yang tanpa henti. Perbedaan tidak

menjadi rahmat melainkan malapetaka. Hal itu mungkin berakar dari penempatan

akal dan pemikirannya dalam menafsirkan nilai-nilai abadi itu secara harga mati.

Yang lebih esensial dari perdebatan itu sebenarnya apakah proses dialog itu

melahirkan sebuah karya dan aksi yang akan membawa kepada manifestasi nilai-

nilai Ilahiah dalam diri, kelompok, masyarakat lokal dan desa global. Jika

pencarian ijtihad itu berhenti dan nilai mutlak ditetapkan sebagai final dari seluruh

perjalanan umat, maka kita seperti mengingkari Sunatullah dimana manusia silih

11

berganti mengisi gerakan dakwah itu. Komitmen terhadap misi dasar yang sudah

dijalankan dari sejak awal oleh para pendakwah mungkin akan memudahkan

dalam mencairkan kebekuan pemikiran baik terhadap sesuatu yang sudah diangkat

sakral dalam sejarah atau respon terhadap peristiwa kontemporer seperti friksi

dalam lembaga dakwah atau persoalan sosial dan ekonomi yang timbul akibat

gaya berorganisasi dan gaya berdakwah.

D. Tantangan Dakwah di Era Moderen

Teknologi modern yang kecanggihannya terus berkembang, ringkas kata,

membuat manusia kian mampu memecahkan problema-problema hidup, kian

memudahkan pencapaian taraf hidup yang lebih maju. Namun di saat yang sama

manusia pun menghadapi tantangan berat agar tidak terjebak ke dalam proses

penghambaan diri terhadap kemajuan-kemajuan iptek dan perubahan-perubahan

yang diakibatkannya. Mobilitas yang sangat tinggi akibat teknologi transportasi,

gaya hidup yang beragam yang digelarkan televisi dan media komunikasi lainnya,

membuat orang bersentuhan dengan nilai-nilai Yang mungkin amat berbeda

dengan apa yang dianutnya selama ini.

Perubahan-perubahan mendasar akibat kemajuan iptek antara lain adalah

terjadinya globalisasi, Profesionalisasi, individualisasi, materialisasi dan bahkan

sekularisasi. Manusia semakin percaya pada kemampuannya. Kecenderungan-

kecenderungan ini tentu saja memiliki unsur positif dan negatif.

Dalam menghadapi serbuan macam-macam nilai, keragaman pilihan

hidup, dan sejumlah janji-janji kenikmatan duniawi, dakwah diharapkan bisa

menjadi suluh dengan fungsi-fungsi antara lain sebagai faktor pengimbang,

penyaring dan pemberi arah dalam hidup.

Sebagai faktor pengimbang, mestinya dakwah bisa membantu kita untuk

tidak hanya berkhidmat pada kehidupan duniawi yang kian dimegahkan oleh

kemajuan teknologi canggih, tapi tetap menyeimbangkannya dengan kehidupan

rohaniah (akhirat). Sebagai penyaring berarti bahwa ia diharapkan dapat

membantu kita untuk dapat menetapkan pilihan-pilihan nilai yang lebih

manusiawi dan islami, dalam arus perubahan yang terjadi akibat penemuan dan

12

penerapan berbagai teknologi modern. Sebagai pengarah dakwah diharapkan

dapat membimbing kita untuk memahami makna hidup yang sesungguhnya.

Dengan dakwah, ummat diharapkan tidak mengalami proses kebingungan atau

disoriented dalam rumah peradaban dunia yang penuh dinamika.

Dakwah dikatakan menghadapi tantangan besar bukan saja karena kian

beragamnya tantangan dan intensitas perubahan zaman yang setiap kali

memunculkan pertanyaan dan kajian baru. Tetapi juga mengingat

multidimensionalitas kebutuhan maupun kepentingan manusia yang kini

cenderung lebih kritis akibat keluasan informasi dan pengalamannya. Kajian

dakwah yang multidisipliner menjadi sangat dibutuhkan. Namun dalam era ini

peluang berdakwah juga menjadi besar karena jasa iptek (teknologi komunikasi)

dapat dipakai bukan saja dalam penyelenggaraan kegiatan berdakwah, tetapi

sekaligus dalam proses peyakinan kita akan kemahabesaran dan kemahaesaan

Allah SWT dengan memanfaatkan iptek sebagai instrumennya.

Dalam konteks ini, inti kegiatan berdakwah adalah bagaimana dengan

rupa-rupa teknologi modern dan dalam gaya hidup modern, cinta kita pada Allah

SWT. dan kepada sesama manusia kian terasa. Kalau begitu bagaimana kegiatan

dakwah mesti berkiprah?

Pertama, orientasi dakwah harus lebih mengacu pada penunjukan dan

pembuktian kemahabesaran Allah SWT. dengan cara-cara yang bisa diterima akal

sehat. Untuk itu kajian-kajian syariat mungkin perlu disejajarkan dengan kajian-

kajian nonsyariat. Jika kajian syariat memakai aturan tertulis dan sunnah sebagai

rujukan utama, maka segi nonsyariat bisa merujuk pada kemajuan-kemajuan iptek

dalam memahami ataupun menguasai sunnatullah.

Dengan demikian dakwah akan terasa lebih fungsional dan lebih

berdayaguna dalam mengembangkan benih-benih pengenalan dan kecintaan kita

kepada Yang Maha Pencipta. Dengan instrumen iptek, misalnya hukum gravitasi,

kita mengetahui bahwa sesungguhnya setiap benda, dengan caranya masing-

masing "bersujud" pada-Nya (QS 16: 49). Kemahabesaran Allah dapat dilihat

mulai dari benda ciptaan-Nya berupa alam semesta yang dapat diintip dengan

teleskop sampai pada alam sub-atom yang pengenalannya hanya mungkin

13

dideteksi lewat mikroskop. Semua ini memperlihatkan keteraturan yang luar

biasa; mengisyaratkan adanya kemampuan tak tertandingi dari Yang Maha

Pengatur.

Pengenalan, kekaguman dan kecintaan kepada Allah SWT lewat dakwah

seperti itu niscaya akan membantu kita untuk menemukan wujud-wujud

ketundukan kepada-Nya dalam kehidupan kita sehari-hari.

Kedua, kecintaan kepada sesama manusia juga merupakan inti dari

kegiatan berdakwah. Kecintaan ini dapat dicapai lewat keyakinan bahwa kita

semua sesungguhnya bersaudara, dan dengan demikian kita harus Saling

mengenal. Pengenalan dimanifestasikan dalam berbagai bentuk hubungan yang

positif. Sehingga kita dapat saling menghargai, karena kita semua adalah ciptaan

yang unik dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dari sini akan lahir

berbagai rasa santun, karena kita menyadari posisi kemanusiaan kita yang sejajar.

Kegiatan berdakwah dalam beberapa hal dapat dilihat sebagai kegiatan

komunikasi. Dalam kegiatan komunikasi hendaknya disadari bahwa faktor

kecanggihan medium - sebagai imbas perkembangan teknologi komunikasi -

bukanlah satu-satunya determinan yang menentukan sukses tidaknya suatu

aktivitas komunikasi. Sebab, dalam setiap proses komunikasi, setidak-tidaknya

ada lima komponen komunikasi yang harus diperhatikan, yaltu: komunikator, isi

pesan, medium, komunikan danfeedback (umpan balik). Dalam komunikasi dua

arah atau multi-arah komunikan juga adalah komunikator.

Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana meningkatkan efektifitas

dakwah, atau bagaimana proses dakwah tersebut bisa mencapai tujuannya.

Beberapa hal di bawah ini mungkin perlu di perhatikan.

Pertama, makna komunikator harus diperluas. Kalau selama ini kita

cenderung melihat komunikator atau penyampai pesan hanyalah mereka yang

dapat disebut ulama, atau mubaligh di majelis taklim, mimbar-mimbar masjid dan

musholla, maka makna itu sebaiknya diperbesar. Kita harus mempersepsikan

bahwa sesungguhnya kita semua mempunyai tugas keda'ian. Seorang dokter yang

menyadari kebesaran Allah SWT lewat kesempurnaan struktur tubuh manusia

dapat berdakwah dengan menyampaikan "kesadarannya" itu pada pasiennya.

14

Negarawan, peneliti, teknolog dan sebagainya semuanya dapat melaksanakan

peran-peran keda'ian pada bidang keahlian dan tekunannya masing-masing.

Kedua, isi pesan juga perlu terus diperluas. Isi pesan dakwah diharapkan

tidak hanya merujuk ke AI-Quran, hadis, sunnah, dalam arti sumber baku, tetapi

juga pada sumber-sumber dinamis berupa "Al-Quran besar" yaitu universum,

langit dan bumi serta segala yang ada di antara keduanya. Jika dulu dan bahkan

juga sekarang mubaligh dominan berbicara tentang akhirat, sorga dan neraka,

maka materi dakwah kini perlu diperluas untuk juga menggeluti masalah-masalah

dunia dan kekinian. Dengan kata lain, dakwah harus dapat mengembangkan

kiprah manusia pada tuntutan hidup yang bersifat kekinian dan yang bersifat

keakhiratan.

Ketiga, media untuk menyampaikan pesan dakwah juga perlu diperluas

maknanya. Semua jenis media massa, seperti radio, televisi, surat kabar, majalah

dan seterusnya mestinya dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan dakwah. Tentu

saja kontak interpersonal tak kalah pentingnya. Perbuatan atau prestasi baik dalam

satuan-satuan kerja dan pengabdian kita pun dapat dijadikan sebagai suatu media

dakwah.

Keempat, khalayak atau target audience juga perlu diperluas maknanya.

Selain di masjid, langgar, musholla, majelis taklim, juga mereka yang berada di

tempat-tempat lain seperti di kantor, perusahaan, rumah sakit dan sebagainya.

Tentu saja dengan cara ataupun pendekatan yang berbeda-beda. Semua anggota

masyarakat, sebagai individu atau kelompok, yang kaya dan miskin, di kota

metropolitan dan di desa terpencil, seharusnya terjangkau oleh dakwah dengan

medium dan materi yang sesuai. Dengan kata lain jaringan (networking) dakwah

tingkat lokal, tingkat nasional dan bahkan tingkat internasional perlu dibangun.

Semua ini tentu saja memerlukan manajemen yang baik dan penanganan yang,

katakanlah, professional.

Terakhir, dalam kegiatan berdakwah, seperti halnya dalam proses

komunikasi, feedback amat penting diperhatikan. Kesadaran dan kepekaan kita

dalam mendeteksi feedback akan membuat proses berdakwah lebih efektif. Kita

misalnya bisa mengubah model dakwah setelah melihat umpan balik dari

15

khalayak. Feedback juga memungkinkan munculnya dialog yang lebih produktif.

Tak seorang pun di antara kita yang patut berpretensi serba tahu tentang segala

hal.

16

BAB III PENUTUP

Jika kita belajar dari perjalanan umat lebih arif lagi, ternyata salah satu

dari sekian butir hikmah yang muncul adalah bahwa dalam perjalanan dakwah,

umat selalu diingatkan kepada nilai-nilai dasar dan aktualisinya dalam kehidupan

masyarakat.

Di sinilah sikap dewasa dan bijaksana itu diminta kepada para pimpinan

umat yang menduduki posisi penting dan membawa aspirasi umat. Dalam era

moderen seperti sekarang, arus pengetahuan, informasi, modal dan teknologi hilir

mudik dengan cepat dari satu kawasan ke kawasan lain, dari satu negeri ke negeri

lain. Sepertinya gerakan dakwah mendapat tantangan baru untuk merespon secara

tepat tentang bagaimana arus global itu dihadapi dan ditanggapi. Namun tentu saja

perlu diidentifikasi lebih dahulu apa yang baik dan buruk untuk terciptanya

masyarakat yang penuh rahmat dan diridhai-Nya.

Dari uraian di atas dapat kita katakan bahwa kegiatan dakwah dapat lebih

efektif dan efisien dalam ikut mewarnai proses transformasi sosial di Indonesia

jika semua unsur yang terkait dalam kegiatan komunikasi mendapat perhatian

yang seimbang. Ini berarti perhatian tidak boleh hanya terpaku pada teknologi

komunikasi (unsur media), tapi juga mesti diarahkan pada upaya untuk

memperluas makna dan kredibilitas komunikator, komunikan serta isi pesan atau

materi yang disampaikan.

17

DAFTAR PUSTAKA

http://creative-communica.blogspot.com/2010/04/tantangan-dakwah-di-era-globalisasi.html

http://religitainment.wen9.com/kisahparawali/mukadimah.htm

ikhwahmuda.wordpress.com/.../gerakan-dakwah-di-era-globalisasi/

altajdidstain.blogspot.com/.../metode-dakwah-di-era-globalisasi.html

id.wikipedia.org/wiki/Dakwah

18