34
Ikterus Neonatorum yang Disebabkan oleh Inkompatibilitas Golongan Darah ABO Wendy Yudija Limbong Allo Fakultas Kedokteran Ukrida Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510 Pendahuluan Masa kehidupan neonatus yang berlangsung 4 minggu merupakan masa hidup yang paling kritis karena paling banyak terjadi kematian, khususnya beberapa hari setelah persalinan. Masa kritis kebanyakan disebabkan oleh kegagalan neonatus untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru, yang merupakan perubahan dari kehidupan intrauteri dalam air menjadi di luar uterus. Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi. Ikterus neonatorum bisa diakibatkan oleh pemecahan eritrosit yang berlebihan, gangguan clearance (transport) metabolisme, gangguan konjugasi, atau gangguan ekskresi bersama air. Inkompatibilitas ABO merupakan salah satu penyebab dari penyakit hemolitik pada neonatus. Biasanya, kasus ini terjadi pada janin dengan golongan darah A atau B dari ibu yang bergolongan darah O, karena antibodi yang ditemukan pada golongan darah O ibu adalah dari kelas IgG yang dapat menembus plasenta. Pada inkompatibilitas ABO, jika tidak ditangani menjadi cukup berat dan menyebabkan kern ikterus bahkan kematian.

Makalah blok 24

Embed Size (px)

DESCRIPTION

inkompabilitas ABO

Citation preview

Page 1: Makalah blok 24

Ikterus Neonatorum yang Disebabkan oleh Inkompatibilitas Golongan Darah ABO

Wendy Yudija Limbong Allo

Fakultas Kedokteran Ukrida

Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510

Pendahuluan

Masa kehidupan neonatus yang berlangsung 4 minggu merupakan masa hidup yang

paling kritis karena paling banyak terjadi kematian, khususnya beberapa hari setelah

persalinan. Masa kritis kebanyakan disebabkan oleh kegagalan neonatus untuk beradaptasi

dengan lingkungan yang baru, yang merupakan perubahan dari kehidupan intrauteri dalam air

menjadi di luar uterus. Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai

oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi.

Ikterus neonatorum bisa diakibatkan oleh pemecahan eritrosit yang berlebihan, gangguan

clearance (transport) metabolisme, gangguan konjugasi, atau gangguan ekskresi bersama air.

Inkompatibilitas ABO merupakan salah satu penyebab dari penyakit hemolitik pada

neonatus. Biasanya, kasus ini terjadi pada janin dengan golongan darah A atau B dari ibu

yang bergolongan darah O, karena antibodi yang ditemukan pada golongan darah O ibu

adalah dari kelas IgG yang dapat menembus plasenta. Pada inkompatibilitas ABO, jika tidak

ditangani menjadi cukup berat dan menyebabkan kern ikterus bahkan kematian. Tetapi,

hanya 10% - 20% dari janin dengan inkompatibilitas ABO yang mengalami ikterus.

Skenario yang didapatkan: seorang bayi usia 38 minggu lahir normal per vaginam,

tampak kuning setelah 12 jam dilahirkan. Bayi tampak kurang aktif, menangis lemah, dan

tidak mau menyusu. Warna kuning tampak di wajah pada usia 12 jam, menjalar cepat ke

seluruh tubuh pada usia 24 jam. Pada PF: jaundice + seluruh tubuh, TTV dbn. Oleh karena

itu, pada makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai cara pemeriksaan fisik pada bayi

dan hal-hal yang berhubungan dengan kuning pada bayi tersebut atau biasa disebut juga

dengan ikterus neonatorum (ikterus fisiologis dan patologis).

Anamnesis

Karena pada kasus ini, pasien merupakan bayi yang baru lahir, maka

anamnesis seyogyanya ditanyakan kepada ibunya (anamnesis dilakukan

secara allo-anamnesis). Pada anamnesis perlu ditanyakan:

Page 2: Makalah blok 24

Riwayat kehamilan ibu yaitu kesehatan ibu saat kehamilan, pernah sakit atau tidak,

makan obat-obatan, atau tetanus toxoid.1

Riwayat kelahiran, yaitu :

- Tanggal & tempat lahir,

- Ditolong oleh siapa,

- Cara kelahiran,

- Kehamilan ganda,

- Keadaan segera setelah lahir, pasca lahir, hari-hari pertama kehidupan,

- Masa kehamilan,

- Berat badan & panjang badan lahir (apakah sesuai dengan masa kehamilan,

kurang atau besar)

Riwayat pertumbuhan, yaitu kurva berat badan dan panjang badan terhadap umur.1

Riwayat perkembangan, yaitu patokan perkembangan pada bidang motor kasar, motor

halus, dan sosial-personal.

Riwayat imunisasi

Riwayat makanan

Riwayat penyakit yang pernah diderita

Riwayat keluarga

Corak reproduksi ibu biasanya ditanyakan: Graviditas (G) adalah jumlah total

kehamilan, termasuk kehamilan intrauterin normal dan abnormal, abortus, kehamilan

ektopik, kehamilan multipel dihitung sebagai satu kali kehamilan. Paritas (P) adalah

kelahiran satu atau lebih bayi dengan berat >500 gram, hidup atau mati. Jika berat bayi

tidak diketahui, gunakan usia kehamilan >24 minggu. Kehamilan multipel sekali lagi

dihitung sebagai satu kali kehamilan. Nullipara adalah wanita yang belum pernah

melahirkan keturunan dengan berat >500 gram atau kehamilan <24 minggu. Abortus

(A) adalah kehamilan yang berakhir pada usia kehamilan <24 minggu atau berat janin

<500 gram.

Data perumahan1

Pemeriksaan Fisik

Komponen yang penting dalam pemeriksaan fisik bayi meliputi pengukuran besar

tubuh (tinggi badan, berat badan dan lingkar kepala) dan tanda-tanda vital (tekanan darah,

denyut nadi, frekuensi pernapasan serta suhu tubuh). Neonatus berada dalam keadaan paling

responsif selama 1-2 jam setelah menyusu.2 Pemeriksaan dimulai dengan melepaskan pakaian

Page 3: Makalah blok 24

bayi. Pemeriksaan dilakukan sehingga rangsangan dan gerakan yang dapat membangunkan

bayi dari tidurnya terjadi secara bertahap.

Pada inspeksi umum, kebanyakan bayi lahir dengan menangis keras lalu cenderung

tetap terjaga selama setengah jam atau lebih dan sangat aktif selama waktu tersebut. Mata

bayi terbuka dan mereka memperlihatkan gerakan menghisap, mengunyah, serta menelan.

Bayi mungkin menyeringai, menangis singkat, atau mendadak melakukan gerakan fleksi dan

ekstensi berulang pada lengan atau tungkai mereka.3 Jadi, jika bayi tersebut berada dalam

keadaan lemah, tidak mau menyusu, dan kurang aktif, hal ini bisa menjadi tanda-tanda

adanya abnormalitas pada bayi yang harus kita observasi selanjutnya.

Pemeriksaan penting lainnya yang berhubungan dengan skenario ini adalah

pemeriksaan warna kulit bayi. Normalnya berwarna merah muda. Pucat bisa disebabkan oleh

anemia atau perfusi yang buruk, seperti yang sering dijumpai pada asfiksia, syok, dan

kelainan jantung kongenital.4 Jika berwarna kuning atau ikterus hingga jingga, disebabkan

oleh peningkatan bilirubin indirek. Derajat ikterus seorang BBL akan lebih mudah dinilai

dengan memberi tekanan singkat menggunakan jari ke kulit bayi dan kemudian mengamati

warna di daerah yang memucat tersebut. Tindakan ini bermanfaat terutama pada bayi yang

berkulit gelap. Derajat hiperbilirubinemia pada keadaan normal dapat diperkirakan secara

kasar lewat sebuah sistem yang ditemukan oleh Kramer. Tetapi, sistem ini tidak valid jika

bayi sudah mendapatkan fototerapi.

Gambar 1. Skala intensitas ikterus menurut Kramer5

Sebenarnya ada 1 cara lagi untuk mengestimasi transcutaneous bilirubin pada

neonatus, yaitu dengan membandingkan warna kulit dari bayi dengan sebuah skala warna.

Pada tahun 1960, Gosset memperkenalkan untuk pertama kalinya penggunaan icterometer

untuk mengetahui ikterus pada bayi.5 Gosset memetakannya pada garis-garis transversal

sebanyak 5 buah dengan 5 warna kuning yang berbeda, dan ditempatkan pada strip plastik.

Page 4: Makalah blok 24

Alat ini kemudian agak ditekankan pada hidung bayi, kemudian warna kuning yang muncul

disesuaikan dengan skor jaundice yang terletak pada strip tersebut. Jika warna kuning

terdapat di antara 2 skor berbeda, dapat diberikan poin 0,5 untuk hal tersebut. Untuk setiap

poin yang diperoleh, ada nilai rerata dari TSB dan 2 standar deviasi di atas rerata tersebut.

Sebagai alat skrining, icterometer dapat menjadi alat yang cukup baik digunakan untuk bayi

yang tergolong usia aterm dan preterm, dan biasa digunakan oleh perawat dan orang tua di

rumah karena cukup praktis.

Pengukuran antropometrik pada bayi baru lahir:

1. Panjang Badan

Bagi anak <2 tahun, pengukuran panjang badan dilakukan dengan menempatkan bayi

dalam posisi berbaring telentang pada papan pengukur (infantometer).

2. Berat Badan

Lakukan penimbangan berat badan bayi secara langsung dengan alat timbang bayi

(infant scale). Bayi berada dalam keadaan telanjang. Berikut ini merupakan klasifikasi

menurut berat lahir, yaitu:6

1. Bayi berat lahir ekstrim rendah: <1000 gram

2. Bayi berat lahir sangat rendah: <1500 gram

3. Bayi berat lahir rendah: berat <2500 gram tanpa memandang masa gestasi.

4. Bayi berat lahir cukup/normal: berat >= 2500 - 4000 gram.

5. Bayi berat lahir lebih: berat >4000 gram.

Usia kehamilan (gestasional) ditentukan berdasar tanda-tanda neuromuskular yang

khas dan ciri-ciri fisik yang berubah menurut maturitas kehamilannya. Jika usia

kehamilan <37 minggu (<259 hari), bayi tergolong prematur. Jika usia kehamilan

berada antara 37-42 minggu, bayi tergolong aterm. Dan jika usia kehamilan >42

minggu, bayi termasuk postmatur.

3. Lingkar Kepala

Lingkar kepala harus diukur selama usia 2 tahun pertama. Lingkar kepala pada bayi

mencerminkan pertumbuhan cranium & otak. Untuk mengukur lingkar kepala, pita

pengukur ditempatkan pada prominensia oksipitalis & frontalis sehingga didapatkan

hasil yang maksimal. Pengukuran pada bayi paling baik didapatkan ketika bayi dalam

posisi telentang.6

Page 5: Makalah blok 24

Tanda-tanda Vital:

1. Tekanan darah

Bayi akan mengalami peningkatan tekanan darah pada saat melakukan

aktivitas fisik seperti menangis dan berada dalam keadaan cemas. Hasil pengukuran

yang tinggi harus selalu dikonfirmasi dengan beberapa kali pengukuran berikutnya.2,3

Pengukuran tekanan darah sistolik yang paling mudah dilakukan pada bayi adalah

dengan menggunakan metode Doppler yang akan mendeteksi getaran aliran darah

arterial (hasil pemeriksaan ini kemudian dikonversi secara otomatis oleh alat Doppler

menjadi tingkat tekanan darah sistolik dan kemudian alat tersebut meneruskan hasil

pengukurannya ke alat pembaca digital.

2. Denyut nadi

Frekuensi jantung pada bayi dan anak cukup bervariasi. Frekuensi jantung

pada usia ini lebih sensitif terhadap pengaruh keadaan sakit, aktivitas fisik, dan

keadaan emosi dibanding pada orang dewasa. Berikut ini merupakan daftar frekuensi

jantung rata-rata pada bayi dan anak saat istirahat:3

Lahir: 140 kali/menit

6 bulan pertama: 130 kali/menit

6-12 bulan: 115 kali/menit

1-2 tahun: 110 kali/menit

2-6 tahun: 103 kali/menit

6-10 tahun: 95 kali/menit

10-14 tahun: 85 kali/menit

3. Frekuensi napas

Seperti halnya frekuensi jantung, frekuensi napas pada bayi & anak memiliki

kisaran yang lebih lebar serta bersifat lebih responsif terhadap keadaan sakit, aktivitas

dan emosi bila dibandingkan dengan frekuensi pernapasan orang dewasa. Frekuensi

pernapasan per menit berkisar antara 30-60x pada neonatus.3 Pola napas diamati

selama 60 detik. Pada masa bayi, pernapasan diafragma terlihat paling dominan.

4. Suhu tubuh

Page 6: Makalah blok 24

Pada bayi yang berusia <2 bulan, pengukuran suhu rektal lebih disenangi

karena pedoman klinis untuk evaluasi terhadap infeksi bakteri yang berat harus

menggunakan suhu rektal sebagai kriteria utamanya.3

Selain pemeriksaan keadaan umum seperti cara-cara di atas, terdapat pula

pemeriksaan neonatus yang berguna untuk menilai tingkat perkembangan neonatus. Terdapat

beberapa sistem skoring yang digunakan untuk mengetahui bayi tersebut digolongkan dalam

tingkat tertentu. Dengan adanya tingkat tersebut, dokter dapat mengetahui apakah bayi

tergolong normal atau tidak.

Skor Apgar

Merupakan pemeriksaan paling awal & penting untuk bayi yang baru lahir.

Pemeriksaan ini terdiri atas 5 komponen untuk menggolongkan pemulihan status neurologi

neonatus dari proses kelahirannya & kemampuan adaptasinya yang segera terhadap

kehidupan ekstra uteri.

Penilaian 0 1 2

Appearance (warna

kulit)

Seluruh tubuh bayi

berwarna kebiru-

biruan atau pucat

Warna kulit tubuh

normal, tetapi

tangan dan kaki

berwarna kebiruan

Warna kulit seluruh

tubuh normal

Pulse (denyut

jantung)

Tidak ada denyut

jantung

Denyut jantung

kurang dari 100 kali

per menit

Denyut jantung

lebih atau di atas

100 kali per menit

Grimace (respon

refleks)

Tidak ada respon

terhadap stimulasi

Wajah meringis saat

distimulasi

Meringis, menarik,

batuk, atau bersin

saat distimulasi

Activity (tonus otot)Lemah, tidak ada

gerakan

Lengan dan kaki

dalam keadaan

fleksi dengan sedikit

gerakan

Bergerak aktif dan

spontan

Respiration

(pernapasan)Tidak bernapas

Menangis lemah,

seperti merintih,

pernapasan lambat

dan tidak teratur

Menangis kuat,

pernapasan baik dan

teratur

Page 7: Makalah blok 24

Tabel 1. Skor Apgar3

Skor Apgar dalam 1 menit, jika angkanya:

o 0-4: menunjukkan bahwa bayi mengalami depresi berat & memerlukan resusistasi

segera

o 5-7: bayi mengalami depresi saraf

o 8-10: normal

Skor Apgar dalam 5 menit, jika angkanya:

o 0-7: berisiko tinggi untuk terjadinya disfungsi selanjutnya pada system saraf pusat dan

organ lain

o 8-10: normal

Skor Ballard

Bertujuan untuk memperkirakan usia kehamilan dengan estimasi waktunya berkisar

antara 2 minggu. Sistem ini dapat digunakan pada bayi dengan prematuritas yang ekstrim.

Penilaian dengan menggunakan skor Ballard ini menguji nilai-nilai dari 6 tanda

neurolomuskular dan 6 tanda psikologis bayi.

Gambar 2. Skor Ballard7

Pemeriksaan Penunjang

Page 8: Makalah blok 24

Pada pemeriksaan bayi baru lahir, pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah:

1. TORCH atau pemeriksaan terhadap infeksi Toxoplasma virus, Rubella virus,

Cytomegalovirus dan Herpesvirus. Pemeriksaan TORCH di laboratorium dilakukan

dengan memeriksa adanya antibodi dalam darah berupa IgG dan IgM. Nilai normal

pemeriksaan TORCH adalah:

- Anti Toxoplasma IgG : <4 negatif, ≥4-<8 equivocal, ≥8 positif.

- Anti Toxoplasma IgM : <0.55 negatif, ≥0.55-<0.65 equivocal, ≥0.65 positif

- Anti Rubella IgG : <10 negatif, ≥10-<15 equivocal, ≥15 positif

- Anti Rubella IgM : <0.8 negatif, 1.2 ≥0.8-<1.2 equivocal, ≥1.2 positif

- Anti CMV IgG : <4 negatif, ≥4-<6 equivocal, ≥6 positif

- Anti CMV IgM : <0.7negatif, ≥0.7-<0.9 equivocal, ≥0.9 positif

- Anti Herpers I IgG : <16 negatif, ≥16-<21 equivocal, ≥21 positif

- Anti Herpes I IgM : <0.8 negatif, ≥0.8-<1.1 equivocal, ≥1.1 positif

- Anti Herpes II IgG : <16 negatif, ≥16-<21 equivocal, ≥21 positif

- Anti Herpes II IgM : <0.8 negatif, ≥0.8-<1.1 equivocal, ≥1.1 positif

Jika pada pemeriksaan pertama kali mendapat hasil equivocal (nilai ambang batas,

terlalu tinggi untuk dikatakan negatif tetapi terlalu kecil untuk dikatakan positif)

biasanya akan diminta pemeriksaan ulang dengan rentang waktu tertentu.

2. Skrining TSH Neonatus

Skrining pada bayi dilakukan pada bayi sehat dan cukup umur pengambilan

sampel pada usia 72-120 jam sejak lahir. Bayi prematur atau yang sakit dirawat di RS

hingga usia 7 hari. Skrining yang dianjurkan pada bayi yang baru lahir adalah TSH

neonatus. Tes tersebut dipilih karena dampak yang ditimbulkan sangat berbahaya dan

angka kejadiannya tinggi. Hormon tiroid adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar

tiroid yang terletak di bagian depan leher dan berperan besar dalam: proses

pertumbuhan, fungsi metabolisme & pengaturan cairan tubuh. Pada keadaan normal,

hormon tiroid bernilai 40 mU/L.7 Hipotiroid bawaan (Congenital Hipothyroidism)

merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh tidak adanya/kurangnya hormon

tiroid sejak lahir. Ini dapat menyebabkan keterbelakangan mental padahal hal ini

dapat dicegah secara mudah dengan pengobatan yang dilakukan dari awal. Penyebab

hipotiroid bawaan dibagi menjadi 2 yaitu:

Page 9: Makalah blok 24

- Permanen (jika hasil >90%), karena kegagalan pembentukan kelenjar tiroid secara

total atau parsial atau karena kelenjar tiroid tumbuh ditempat yang salah.

Penanganannya dilakukan dengan memberikan hormon pengganti seumur hidup

dan diberikan sedini mungkin pada usia 0-3 tahun.

- Sementara (jika hasil <20%), karena ibu hamil menggunakan obat-obatan yang

menekan produksi hormon tiroid. Penanganannya tidak diperlukan pengobatan

karena fungsi kelenjar tiroid akan kembali normal dalam waktu bervariasi

tergantung penyebabnya.

3. Tes kadar bilirubin

Pengambilan sampel darah kapiler melalui tusukan tumit. Pengambilan darah

ini dapat digunakan untuk pemeriksaan hematokrit, analisis gas darah, kadar gula

darah, skrining sepsis, kadar bilirubin, dan kimia darah. Pada neonatus matur dalam

keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat adalah sebesar 1-3

mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dl/24 jam. Ikterus

baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanya mencapai puncaknya antara hari ke 2-4,

dengan kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadarnya lebih rendah

dari 2 mg/dl antara lain pada hari ke 5-7 kehidupan. Ikterus akibat perubahan ini

dinamakan ikterus fisiologis dan diduga sebagai akibat hancurnya sel darah merah

janin yang disertai pembatasan sementara pada konjugasi dan ekskresi bilirubin oleh

hati.

4. Coomb’s Test

Test Coomb ini memiliki 2 jenis tes yaitu Direct Coomb’s Test atau Direct

Antiglobulin Test (DAT) dan Indirect Coomb’s Test atau Indirect Antiglobulin Test

(IAT). Kedua tes ini dilakukan berdasarkan kepada fakta bahwa anti-human

antibody (yang dihasilkan oleh non-manusia, dalam hal ini hewan, dengan serum

manusia) akan berikatan pada human antibody, di mana hal ini bisa menyebabkan

munculnya antigen pada permukaan eritrosit yang dapat menuju pada aglutinasi dari

eritrosit itu sendiri. Penggunaan klinis dari Coomb’s Test ini penting pada saat

skrining ibu hamil sebelum melahirkan dan deteksi antibody untuk mendiagnosa

anemia hemolitik immune-mediated. Coomb’s Test dilakukan dengan cara

mengambil serum darah dari sample darah vena (dengan venepuncture).

Page 10: Makalah blok 24

DAT bisa digunakan untuk memeriksa adanya anemia hemolitik tipe

autoimun, misalnya pada kondisi di mana hitung sel darah merahnya menurun oleh

karena system imun yang melisiskan eritrosit sehingga menyebabkan destruksi

eritrosit. Prosedur tes ini adalah, sample darah diambil kemudian eritrosit “dicuci”

(maksudnya, plasma darah pasien disingkirkan) dan kemudian diinkubasi dengan

antihuman globulin (yang dikenal dengan reagen Coomb’s). Jika hal ini

menimbulkan adanya aglutinasi eritrosit, DAT bernilai positif dan hal ini dapat

menjadi indikasi bahwa antibody menempel pada permukaan eritrosit.

Sedangkan, IAT biasa digunakan dalam pemeriksaan ibu hamil sebelum

melahirkan, memeriksa pasien sebelum melakukan transfuse darah. IAT dapat

mendeteksi antibodi yang menyerang eritrosit (eritrosit yang tidak terikat pada

serum pasien). Dalam kondisi ini, serum pasien diekstraksi dari sample darah

pasien. Kemudian, serum tsb diinkubasi dengan eritrosit yang diambil dari sample

darah pasien yang lain. Jika terjadi aglutinasi, IAT bernilai positif.

Diagnosis Banding

1. Ikterus neonatorum ec infeksi TORCH

Keempat jenis penyakti infeksi TORCH berbahaya bagi janin bila infeksi

diderita oleh ibu hamil. Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh Toxoplasma gondii.

Pada umumnya, infeksi dapat terjadi tanpa disertai gejala yang spesifik. Hanya 10-

20% kasus Toxoplasma yang bergejala ringan, mirip gejala influenza, bisa timbul

lelah, malaise, demam, dan umumnya tidak menimbulkan masalah. Infeksi ini

berbahaya bila terjadi saat ibu sedang hamil atau pada orang dengan sistem kekebalan

tubuh terganggu (misalnya penderita AIDS, pasien transpalasi organ yang

mendapatkan obat penekan respon imun). Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma

maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus spontan atau keguguran (4%), lahir

mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan. pada Toxoplasmosis bawaan,

gejala dapat muncul setelah dewasa, misalnya kelainan mata dan telinga, retardasi

mental, kejang-kejang dan ensefalitis. Diagnosis Toxoplasmosis secara klinis sukar

ditentukan karena gejala-gejalanya tidak spesifik atau bahkan tidak menunjukkan

gejala (subklinik). Oleh karena itu, pemeriksaan laboratorium mutlak diperlukan

untuk mendapatkan diagnosis yang tepat. Pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah

Anti-Toxoplasma IgG, IgM dan IgA, serta Aviditas Anti-Toxoplasma IgG.

Page 11: Makalah blok 24

Pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi

Toxoplasma.

Infeksi Rubella ditandai dengan demam akut, ruam pada kulit dan pembesaran

kelenjar getah bening. Diagnosis infeksi ini perlu ditegakkan dengan bantuan

pemeriksaan lab. Pemeriksaan lab yang dilakukan meliputi pemeriksaan Anti-Rubella

IgG dan IgM.

Infeksi CMV disebabkan oleh Cytomegalovirus yang tergolong dalam famili

Herpesvirus. CMV merupakan salah satu penyebab infeksi yang berbahaya bagi janin

bila infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi terjadi saat ibu sedang hamil. Jika

ibu hamil terinfeksi, maka janin yang dikandung mempunyai risiko tertular sehingga

mengalami gangguan misalnya pembesaran hati, kuning, pengapuran otak, tuli,

retardasi mental. Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk mengetahui

infeksi akut atau infeski berulang, dimana infeksi akut mempunyai risiko yang lebih

tinggi. Pemeriksaan laboratorium yang silakukan meliputi Anti CMV IgG dan IgM,

serta Aviditas Anti-CMV IgG.

Infeksi herpes pada alat genital (kelamin) disebabkan oleh Virus Herpes

Simpleks tipe II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam bentuk laten, menjalar

melalui serabut syaraf sensorik dan berdiam diganglion sistem saraf otonom. Bayi

yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HSV II biasanya memperlihatkan lepuh pada

kulit, tetapi hal ini tidak selalu muncul sehingga mungkin tidak diketahui. Infeksi

HSV II pada bayi yang baru lahir dapat berakibat fatal. Pemeriksaan laboratorium,

yaitu Anti-HSV II IgG dan IgM sangat penting untuk mendeteksi secara dini terhadap

kemungkinan terjadinya infeksi oleh HSV II dan mencegah bahaya lebih lanjut pada

bayi bila infeksi terjadi pada saat kehamilan. Jadi, untuk menyingkirkan diagnosa

banding dari TORCH, maka harus dilihat dari pemeriksaan serologi untuk TORCH.

2. Ikterus neonatorum ec defisiensi enzim G6PD

Dilihat dari penyebabnya, sebenarnya defisiensi enzim glucose-6-phosphate

dehydrogenase ini sudah termasuk golongan HDN tipe yang non imun.9 Jadi pada

hasil Coomb’s Test didapatkan hasil yang negatif, kemudian Tes MCV (Mean

Corpuscular Volume) didapatkan hasil yang normal atau tinggi, setelah itu didapatkan

hasil yang abnormal pada apusan darah tepi. Defek ini dapat mengakibatkan

hemolysis juga dalam masa neonates dan hiperbilirubinemia. Tetapi, ikterus muncul

sesudah lebih dari 24 jam dan kelainan ini merupakan penyakit familiar.

Page 12: Makalah blok 24

3. Ikterus neonatorum ec inkompatibilitas Rh

Bayi Rh positif dari ibu Rh negatif tidak selalu menunjukkan gejala-gejala

klinik pada waktu lahir. Gejala klinik yang dapat terjadi adalah ikterus pada hari

pertama. Ikterus tersebut semakin lama semakin berat disertai dengan anemia.

apabila sebelum kelahiran terdapat hemolisis yang berat, maka bayi dapat lahir

dengan edema umum disertai ikterus dan perbesaran hepar dan lien.

Terapi ditujukan untuk memperbaiki anemia dan mengeluarkan bilirubin dalam serum

yang berlebihan, untuk mencegah kern-ikterus.Penyakit ini sangat mirip dengan

inkompatibilitas ABO, tetapi memiliki perbedaan yang cukup signifikan.

Perbedaannya dapat dilihat dalam tabel berikut.

Perbedaan Rh ABO

Gol darah ibu Negatif O

Bayi Positif A atau B

Jenis antibody Tidak lengkap (7S) Imun

Aspek klinis yang tampak

pada anak pertama

4% 40-50%

Progresivitas pada kelahiran

berikutnya

Biasanya Tidak

Lahir mati/hidrops Sering Jarang

Anemia berat +++ +

Hepatosplenomegali +++ +

Test Coomb direk + +/-

Antibodi maternal Selalu ada Tidak jelas

Sferosit _ +

Terapi memerlukan

“antenatal measures”

Ya Tidak

Transfusi tukar

- frekuensi

- golongan darah

donor

- kira-kira 2/3

- Rh negative

dengan gol

darah sesuai

- kira-kira 1/10

- Rh, sesuai

dengan

golongan darah

Page 13: Makalah blok 24

O

Insiden “late anemia” Sering Jarang

Diagnosis Kerja

Inkompatibilitas antigen golongan darah utama A dan B merupakan kausa tersering

penyakit hemolitik pada neonatus. Sekitar 20 persen bayi mengalami inkompatibilitas

golongan darah ABO dengan ibunya, dan 5 persen mengalami gejala klinis. Untungnya,

inkompatibilitas ABO hampir selalu menyebabkan penyakit yang ringan yang bermanifestasi

sebagai ikterus neonatus atau anemia, tetapi bukan eritoblastosis fetalis (hidrops imun) dan

terapi umumnya hanya berupa fototerapi. Inkompatibilitas ABO berbeda dengan

inkompatibilitas Rh (antigen CDE) karena beberapa alasan :7

1. Penyakit ABO sering dijumpai pada bayi yang lahir pertama

2. Penyakitnya hampir selalu lebih ringan daripada isoimunisasi Rh dan jarang

menyebabkan anemia yang bermakna

3. Sebagian besar isoantibodi A dan B adalah immunoglobulin M, yang tidak dapat

menembus plasenta dan melisiskan eritrosit janin. Oleh karena itu, meskipun dapat

menyebabkan penyakit hemolitik pada neonatus, namun isoimunisasi ABO tidak

menyebabkan hidrops fetalis dan lebih merupakan penyakit pediatri daripada obstetris

4. Inkompatibilitas ABO dapat mempengaruhi kehamilan mendatang, tetapi tidak seperti

penyakit Rh CDE, jarang menjadi semakin parah

Tidak diperlukan deteksi antenatal. Induksi persalinan dini, atau amniosentesis,

karena inkompatibilitas ABO tidak menyebabkan anemia janin yang parah. Akan tetapi, pada

masa neonatus diperlukan perawatan yang cermat karena dapat terjadi hiperbilirubinemia

yang membutuhkan terapi. Kriteria yang lazim digunakan untuk menegakkan hemolisis

neonatus akibat inkompatibilitas ABO adalah seperti ibu memiliki golongan darah O dengan

antibody anti-A dan anti-B di dalam serumnya, sedangkan janin memiliki golongan darah

A,B, atau AB; ikterus dengan awitan dalam 24 jam pertama; terdapat anemia, retikulositosis,

dan eritroblastosis dengan derajat bervariasi; dan kausa hemolisis yang lain telah disingkirkan

dengan teliti.7

Diagnosis pasti inkompatibilitas ABO adalah dengan menemukan immunoglobulin G

ibu yang bereaksi dengan eritrosit pada bayi. Akan tetapi hal ini sulit dilakukan sehingga

diagnosis dapat ditegakkan dengan adanya anemia hemolitik pada bayi dengan golongan

Page 14: Makalah blok 24

darah A atau B yang lahir dari ibu golongan darah O, adanya test Coombs direk dan indirek

yang positif serta didukung dengan peningkatan mikrosferosit pada darah tepi bayi.

Disamping tes Coombs, diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat bayi yang dilahirkan

sebelumnya, ikterus yang timbul dalam 24 jam pasca persalinan, kadar hemoglobin darah tali

pusat < 15 gr%, kadar bilirubin dalam darah tali pusat > 5 mg%, hepatosplenomegali dan

kelainan pada pemeriksaan darah tepi.7

Etiologi

Ikterus pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala fisiologis atau dapat berupa

gejala yang patologis misalnya seperti pada skenario yang didapatkan yaitu berupa

inkompatibilitas ABO. Sebelum membahas lebih dalam mengenai ikterus yang terjadi pada

skenario ini, ada baiknya jika dijelaskan terlebih dahulu mengenai jalur pembentukan

bilirubin, pengertian ikterus fisiologis dan apa yang menjadi syarat pasien sehingga dapat

dikatakan mengalami ikterus yang patologis.8

Jalur pembentukan bilirubin dimulai dari adanya pemecahan sel darah merah yang

terdiri dari Hemoglobin, menjadi heme dan globin. Heme kemudian teroksidase oleh enzim

heme oksigenase menjadi biliverdin. Pada reaksi tersebut juga terbentuk besi yang digunakan

kembali untuk pembentukan hemoglobin dan karbon monoksida yang diekskresikan ke dalam

paru. Biliverdin kemudia berubah menjadi bilirubin tidak terkonjugasi (yang sering disebut

dengan B1) di dalam darah. B1 bersifat larut dalam lemak dan ada yang bebas dan yang

terikat. B1 bebas dapat menembus sawar darah otak. Oleh karena itu, jika didapatkan kadar

B1 yang berlebih dalam kadar yang toksik, B1 bisa mempengaruhi ganglia basalis sehingga

bisa muncul kern icterus pada bayi. Sedangkan B1 diikat oleh albumin untuk kemudian

dikonjugasikan oleh enzim uridine diphosphate glucoronyl transferase (UDPG-T) di dalam

hati menjadi bilirubin terkonjugasi (biasa disebut B2). Melalui kanalikulus empedu di dalam

hepar, B2 dibawa menuju usus lewat duktus choledocus. Di dalam usus besar, terdapat enzim

β-glukoronidase yang akan mengubah B2 tadi menjadi urobilinogen. Urobilinogen ini

kemudian yang menjadi sterkobilinogen yang merupakan pigmen pada feses. Sebagian dari

B2 yang masuk ke dalam usus halus mengalami reabsorbsi dan kemudian diubah menjadi B1

kembali. Proses ini kemudian termasuk ke dalam siklus enterohepatik. Terdapat perbedaan

antara neonatus dan orang dewasa, yaitu pada mukosa usus halus & feses bayi baru lahir

mengandung enzim β-glukoronidase yang dapat menghidrolisa monoglukoronida dan

diglukoronida kembali menjadi B1 yang selanjutnya dapat diabsorbsi kembali.6 Selain itu,

Page 15: Makalah blok 24

pada neonates, lumen usus halusnya steril sehingga B2 tidak dapat diubah menjadi

sterkobilin. Penelitian in vitro tentang enzim UDPG-T pada neonatus didapatkan adanya

defisiensi aktivitas enzim, tetapi setelah 24 jam kehidupan, enzim ini meningkat melebihi

bilirubin yang masuk ke hati sehingga konsentrasi bilirubin serum akan menurun.6 Hal inilah

yang kemudian mendasari diferensiasi dari ikterus yang fisiologis dan patologis.

Ikterus fisiologis merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi yang kurang

maupun cukup bulan selama minggu pertama kehidupan. Untuk beberapa bayi, fenomena ini

tergolong ringan dan tidak butuh pengobatan untuk sembuh. Ikterus fisiologis disebabkan

oleh karena belum optimalnya hepar bayi bekerja sehingga enzim UDPG-T belum dihasilkan

seutuhnya.9 Sehingga terdapat kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan apakah bayi

tergolong ikterus yang fisiologis, yaitu:

Ikterus muncul setelah 24 jam kelahiran

Total bilirubin meningkat kurang dari 5 mg/dL per hari

Bilirubin tertinggi terdapat pada saat bayi berumur 3-5 hari dengan total bilirubin

tidak lebih dari 15 mg/dL

Warna kuning hilang dalam waktu 14 hari dengan tidak memerlukan pengobatan

Sedangkan, kriteria bayi mengalami ikterus yang patologis adalah:

Ikterus muncul dalam waktu 24 jam kelahiran (sebelum ikterus fisiologis muncul dan

sebelum bayi tsb menerima ASI dari ibunya)

Bilirubin mengalami kenaikan kadar lebih dari 5 mg/dL

Kadar bilirubin total serum lebih dari 15 mg/dL dengan bilirubin direk didapatkan

lebih dari 2 mg/dL

Warna kuning berlangsung lebih dari 14 hari

Warna feses bayi seperti dempul dan urin seperti the

Ikterus pada bayi baru lahir (BBL) dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang

menyebabkan peningkatan bilirubin.

1. Produksi yang berlebihan

Page 16: Makalah blok 24

Merupakan keadaan dimana tidak seimbangnya antara produksi dan ekskresi, dimana

produksi tidak diimbangi dengan ekskresi sehingga terjadi penumpukan dalam tubuh.

Ikterus dapat terjadi pada keadaan dimana ada peningkatan hemolisis.

Keadaan tersebut misalnya pada inkompatibilitas darah Rh, ABO, golongan darah

lain, defisiensi enzim G6PD, pituvat kinase, pendarahan tertutup, dan sepsis.6

2. Gangguan transportasi

Bilirubin yang terdapat dalam darah akan diangkut oleh albumin dan akan

dibawa ke hepar. Namun, ikatan antara bilirubin dan albumin dapat diganggu

dengan obat-obatan seperti salisilat, sulfafurazole. Selain gangguan ikatan

tersebut, dapat pula disebabkan oleh defisiensi albumin itu sendiri.6

3. Adanya gangguan pada proses uptake dan konjugasi di hepar

Terganggunya proses uptake dan konjugasi di hepar dapat disebabkan oleh

imaturitas hepar; gangguan fungsi hepar oleh asidosis, hipoksia maupun infeksi;

kurangnya enzim glukuronil transferase baik secara total maupun tidak total;

kurangnya protein ‘Y’ dalam hepar.6

4. Gangguan ekskresi

Gangguan ekskresi bilirubin dari hepar juga dapat menimbulkan

penumpukan bilirubin. Gangguan ekskresi ini bisa dari dalam hepar sendiri atau

dari luar hepar.6

Epidemiologi

65% bayi baru lahir mengalami ikterus dengan kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dalam

minggu pertama masa kehidupannya. Bilirubin merupakah antioxidan yang poten yang dapat

membantu bayi, yang mengalami defisiensi zat-zat antioxidan seperti vit E, katalase, dan

superoxide dismutase, untuk menghindarkan adanya toksisitas oksigen selama hari-hari

setelah bayi tersebut lahir. Sedangkan, untuk kejadian di mana ditemukannya kadar bilirubin

yang sangat tinggi di mana Total Serum Bilirubin (TSB) >20 mg/dL ada sekitar 1-2%

neonatus.9 Ada 0,16% yang memiliki TSB >25 mg/dL, dan 0,03 % yang memiliki TSB >30

mg/dL.7 Dengan kadar yang sangat tinggi seperti itu, bayi bisa mengalami ensefalopati yang

lebih dikenal dengan nama kern icterus.

Page 17: Makalah blok 24

Patogenesis

Adanya peningkatan pada kedua jenis bilirubin bisa disebabkan oleh berbagai

keadaan. Karena pada skenario ini yang dibahas adalah mengenai BBL, maka yang akan

dibahas lebih lanjut adalah hiperbilirubinemia bilirubin indirek (unconjugated

hyperbilirubinemia). Penyebabnya antara lain:

1. Produksi bilirubin yang berlebih

a. Peningkatan kecepatan hemolysis

b. Pasien dengan Coomb’s Test negatif

2. Menurunnya kecepatan konjugasi

Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi terlihat berwarna kuning, keadaan ini timbul akibat

akumulasi pigmen bilirubin yang berwarna ikterus pada sclera dan kulit.6 Pada masa transisi

setelah lahir, hepar belum berfungsi secara optimal, sehingga proses glukoronidasi bilirubin

tidak terjadi secara maksimal. Keadaan ini akan menyebabkan dominasi B1 dalam darah.

Inkompatibilitas ABO merupakan salah satu contoh ikterus yang berdasarkan pada

Hemolytic Disease of The Newborn (HDN). HDN dapat disebabkan oleh 1 hal lagi yaitu

inkompatibilitas Rh. Inkompatibilitas ABO ini sering ditemukan biasanya tidak berat dan

dapat menyertai kehamilan apapun pada ibu yang bergolongan darah O.9 Tingkat

keparahannya tidak dapat diprediksi karena hal ini tergantung pada variabilitas dari

banyaknya anti A atau anti B IgG antibody di tubuh ibu. Bayi yang memiliki golongan darah

A atau B dapat terkena. Berbeda dengan penyakit Rh, penyakit hemolitik ABO tidak menjadi

lebih berat pada kehamilan berikutnya.10 Hemolisis yang terjadi lebih ringan karena antibodi

anti-A atau anti-B dapat melekat pada sel non-eritrosit yang mengandung antigen A atau B

atau karena eritrosit janin mempunyai determinan antigenic A atau B lebih sedikit daripada

determinan Rh.10 Sekitar 15% dari neonates memiliki faktor resiko mengalami

inkompatibilitas ABO, tetapi hanya 0,3-2,2% yang penyakitnya berkembang hingga

menimbulkan manifestasi klinik. Pada pemeriksaan laboraturium, kemungkinan besar

penderita inkompatibilitas ABO memiliki hasil Coomb’s Test positif dan adanya spherosit

pada apusan darah.11 Hemoglobin mungkin normal, tetapi tidak tertutup kemungkinan

didapatkan 10-12 g/dL.11 Retikulosit mungkin meningkat hingga 10-15%.11

Eritrosis dari fetus saat dalam kandungan, bisa mencapai sirkulasi darah ibu saat

trimester akhir kehamilan (di mana sititrofoblas tidak lagi dapat muncul sebagai barrier atau

Page 18: Makalah blok 24

pelindung, atau saat kelahiran bayi itu sendiri).12 Tubuh ibu kemudian menjadi tersensitisasi

oleh karena adanya antigen asing di dalam sirkulasi darahnya. Kebanyakan anti-A dan anti-B

antibodi tergolong ke dalam tipe IgM, yang oleh karena itu tidak dapat menembus plasenta.12

Bayi bergol darah A atau B yang dilahirkan dari ibu bergol darah O, dengan alasan yang

masih diperdabatkan oleh para ilmuwan, beberapa ibu gol darah O mengeluarkan IgG

antibodi yang menyerang antigen A atau B anak, walaupun tanpa adanya sensitisasi

(penyerangan dari antigen tersebut).12

Manifestasi Klinik

Gejala klinik yang muncul pada bayi yang mengalami ikterus akibat inkompatibilitas

ABO adalah anemia yang bermakna dan hiperbilirubinemia.10 Kriteria yang lazim digunakan

untuk menegakkan hemolisis neonatus akibat inkompatibilitas ABO adalah:10

1. Ibu memiliki golongan darah O dengan antibody anti-A dan anti-B di dalam

serumnya, sedangkan janin memiliki golongan darah A, B, atau AB.

2. Ikterus dengan awitan dalam 24 jam pertama.

3. Terdapat anemia, retikulosis, dan eritriblastosis dengan derajat bervariasi.

4. Kausa hemolisis yang lain telah disingkirkan dengan teliti.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan non-medikamentosa dapat berupa informasi yang bersifat edukatif

terhadap orang tua bayi yang bersangkutan. Informasi tersebut dapat berupa info gizi, peran

imunisasi, dan pentingnya kasih sayang orang tua terhadap tumbuh kembang bayi. Perlunya

diberikan edukasi kepada orang tua supaya kebutuhan anaknya dapat terpenuhi dengan baik.

Penatalaksanaan medicamentosa digunakan untuk mengelola hiperbilirubinemia

dengan merangsang induksi sel-sel hati guna mepengaruhi penghancuran heme atau untuk

mengikat bilirubin dalam usus halus sehingga reabsorbsi enterohepatik menurun. Di

antaranya adalah penggunaan Imunoglobulin I.V pada bayi dengan inkompatibilitas ABO

untuk menekan hemolisis isoimun dan menurunkan tindakan transfusi tukar. Penggunaan

immunoglobulin iv 0,5-1 g/kg selama 2 jam dan boleh diulang bila perlu 12 jam kemudian

hanya dilakukan jika bayi mengalami penyakit autoimun hemolitik dan kadar bilirubin total

meningkat walaupun telah dilakukan foto terapi intensif atau dalam 2-3 mg/dL kadar

transfusi tukar.

Page 19: Makalah blok 24

Yang harus diperhatikan sebelum melakukan fototerapi intensif dan atau transfusi

tukar adalah Bilirubin total & direk, golongan darah (ABO, Rh), Coomb’s Test, serum

albumin, pemeriksaan darah tepi lengkap dengan hitung jenis dan morfologi, dan jumlah

retikulosit. Fototerapi diperbolehkan untuk dilakukan di rumah sakit atau di rumah pada

kadar bilirubin total 2-3 mg/dL untuk bayi dengan usia >= 38 minggu dan sehat. Fototerapi

intensif adalah fototerapi dengan menggunakan sinar blue-green spectrum (panjang

gelombang 430-490 nm) dengan kekuatan 30 uW/cm2.6 Bayi harus ditutup matanya, dalam

keadaan telanjang dan dalam jarak 45 cm antara sinar dan bayi. Berikan ASI tiap 2 jam, ukur

suhunya tiap 4 jam, dan cek kadar bilirubin tiap 12 jam. Jika kadarnya sudah <10 mg/dL

makan hentikan terapi sinar. Tetapi bila konsentrasi bilirubin tidak juga turun atau justru

cenderung mengalami kenaikan pada bayi yang mendapat fototerapi intensif, kemungkinan

besar telah terjadi hemolisis. Beberapa efek samping fototerapi adalah perubahan suhu tubuh

bayi, konsumsi oksigen, laju napas, dapat timbul kemerahan jika terlalu panas (Bronze Baby

Syndrome), dan hilangnya cairan tubuh (insensible loss).6

Transfusi tukar dilakukan jika fototerapi intensif gagal dilakukan. Pada kasus-kasus

yang berat dan jarang terjadi, di mana untuk mengoreksi tingkat anemia atau

hiperbilirubinemia yang sudah berbahaya, penatalaksanaan untuk bayi adalah dengan cara

melakukan transfusi tukar dengan gol darah O yang memiliki tipe Rh sama dengan bayi.11

Transfusi tukar memiliki efek samping untuk bayi, di antaranya bayi bisa mengalami

hipokalsemia, hipoglikemia, gangguan keseimbangan asam basa, pendarahan, infeksi,

hemolysis, dan bisa menyebabkan gangguan kardiovaskular.6

Komplikasi

Komplikasi terberat ikterus pada bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin, atau

kernikterus. Kernikterus terjadi pada keadaan hiperbilirubinemia indirek yang sangat tinggi,

cedera sawar darah-otak, dan adanya molekul yang berkompetisi dengan bilirubin untuk

mengikat albumin. Adanya keadaan berikut ini, seperti hipoksemia, hiperkarbia, hipotermia,

hipoglikemia, hipoalbuminemia, dan hiperosmolalitas, dapat menurunkan ambang toksisitas

bilirubin dengan cara membuka sawar darah otak. Pada bayi cukup bulan tanpa hemolisis,

kernikterus jarang dijumpai pada kadar hemoglobin kurang dari 25 mg/dl (428 µmol/l).

Semakin rendah berat lahir bayi, semakin rendah kadar toksik.13

Pada bayi cukup bulan, ensefalopati bilirubin biasanya bermanifestasi pada hari ke-2

dan ke-5. Gambaran klinis ensefalopati bilirubin tidak dapat dibedakan dari sepsis, asfiksia,

Page 20: Makalah blok 24

perdarahan intraventrikular, dan hipoglikemia. Gejala ensefalopati bilirubin meliputi letargi,

tidak mau makan, dan refleks Moro yang lemah. Pada akhir minggu pertama kehidupan, bayi

menjadi demam dan hipertonik disertai tangisan bernada tinggi (high-pitched cry). Refleks

tendon dan respirasi menjadi terdepresi. Bayi akan mengalami opistotonus disertai

penonjolan dahi ke anterior. Dapat mulai terjadi kejang tonik-klonik umum. Jika bayi dapat

bertahan hidup, gambaran-gambaran klinis ini akan menghilang dalam usia dua bulan,

kecuali sisa kekakuan otot, opistotonus, gerakan irregular, dan kejang. Pada akhirnya anak

tersebut mengalami koreoatetosis, tuli sensorineural, strabismus, kelainan pandangan ke atas,

dan disartria.13

Prognosis

Pengukuran titer antibodi dengan tes Coombs indirek < 1:16 berarti bahwa janin mati

dalam rahim akibat kelainan hemolitik tak akan terjadi dan kehidupan janin dapat

dipertahankan dengan perawatan yang tepat setelah lahir. Titer yang lebih tinggi menunjukan

kemungkinan adanya kelainan hemolitik berat. Titer pada ibu yang sudah mengalami

sensitisasi dalam kehamilan berikutnya dapat naik meskipun janinnya Rhesus negatif. Jika

titer antibodi naik sampai secara klinis bermakna, pemeriksaan titer antibodi diperlukan. Titer

kritis tercapai jika didapatkan nilai 1:16 atau lebih. Jika titer di dibawah 1:32, maka prognosis

janin diperkirakan baik. Prognosis inkompatibilitas ABO adalah dubia ad bonam.14

Kesimpulan

Bayi usia 38 minggu yang pada saat usianya 12 jam terdapat warna kuning yang

menjalar dari muka hingga ke seluruh badannya dalam waktu 24 jam mengalami ikterus

neonatorum yang termasuk keadaan patologis karena munculnya ikterus kurang dari 24 jam.

Selain itu, pembuktian bahwa bayi ini tergolong ikterus patologis adalah dengan cara

memeriksa kadar bilirubinnya. Kemudian, untuk mengetahui penyebabnya, diperlukan

adanya pemeriksaan penunjang seperti Tes Coomb. Karena bayi ini baru lahir, penyebab

tersering ikterus ini adalah ketidakcocokan golongan darah bayi dengan golongan darah ibu,

sehingga untuk terapinya, tergantung dari keparahan anemia yang ditimbulkan (akibat adanya

hemolysis) dan hiperbilirubinemia pada bayi. Ada beberapa pilihan terapi, di antaranya

immunoglobulin, fototerapi, transfusi tukar, atau jika sudah sangat parah kombinasi antara

transfusi tukar dengan fototerapi.

Page 21: Makalah blok 24

Daftar Pustaka

1. Hassan R, Alatas H, ed. Ilmu kesehatan anak. Edisi ke-4. Jakarta: Infomedika; 2007.

h.1051-165.

2. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC;

2009.h.77-89.

Page 22: Makalah blok 24

3. Bickley LS, Szilagyi PG. Bates buku ajar pemeriksaan fisik dan

riwayat kesehatan. Edisi ke-8. Jakarta: EGC; 2009.h.649-54.

4. Alpers A, Rudolph AM, et al. Buku ajar pediatric rudolph. Edisi ke-20. Jakarta: EGC,

2006.h.245.

5. Maisels MJ. Historical perspectives: transcutaneous bilirubinometry. Neoreviews

[internet]. 2006 [cited 2013 June 17]; 7(5): 217-25. doi: 10.1542/neo.7-5-e217.

Available from: http://neoreviews.aappublications.org/content/7/5/e217/F3.full.

6. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku ajar

neonatologi. Edisi ke-1. Jakarta: IDAI, 2008.h.11-21, 147-69.

7. Skor ballard. 22 Januari 2010. Diunduh dari

http://www.uichildrens.org/childrens-content.aspx?id=234004. 18

Juni 2013.

8. American Academy of Family Physicians. Updated AAP guidelines on newborn

screening and therapy for congenital hypothyroidism [internet]. 2007 [cited 2013 June

17]. Available from: http://www.aafp.org/afp/2007/0801/p439.html.

9. Sydor AM, Lebowitz H, Carr P, ed. Current pediatric diagnosis & treatment. 18 th ed.

USA: McGraw-Hill, 2007.p.14.

10. Behrman, Richard E. Esensi pediatri nelson. Edisi ke-4. Jakarta: EGC, 2003.h.242.

11. Kliegman RM, et al. Nelson textbook of pediatrics. 18th ed. Philadelphia: Saunders

Elsevier, 2007.p.772.

12. Kumar V, et al. Robbins and cotran pathologic basis of disease. 8th ed. Philadelphia:

Saunders Elsevier, 2010.p.460-1.

13. Schwartz MW.Pedoman klinis pediatri.Jakarta : EGC;2005.h.483-4

14. Insley J. Vade mecum pediatri ed 13. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005.

h.249.