Makalah Bersama (Dari Anggit Fix)

Embed Size (px)

Citation preview

(Penelitian Eksperimental Laboratoris)

diajukan guna melengkapi tugas akhir

Praktek Kerja Lapangan IKGM IV

Oleh

Yuniwati Sarwo Endah

071611101055

Endiki Surya Wira Pratama071611101064

Anggitmas Dwindana G.J

071611101082BAGIAN ILMU KEDOKTERAN GIGI MASYARAKATFAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS JEMBER

2013BAB 1. PENDAHULUANLatar Belakang

Penyakit gigi dan mulut menduduki urutan pertama dari daftar 10 besar penyakit yang paling sering dikeluhkan masyarakat Indonesia. Persepsi dan perilaku masyarakat Indonesia terhadap kesehatan gigi dan mulut masih buruk. Ini terlihat dari masih besarnya angka karies gigi dan penyakit mulut di Indonesia yang cenderung meningkat (http://www.garutkab.go.id/ download.pdf).Penyakit karies gigi adalah penyakit multifaktorial meliputi faktor utama yaitu gigi mikroorganisme, karbohidrat dan sebagai faktor tambahan. Ketiga faktor tersebut saling berkaitan dan saling mempengaruhi sehingga apabila salah satu faktor tidak ditemukan, maka tidak akan terjadi penyakit karies gigi. Hingga saat ini sudah banyak hasil penelitian yang menggambarkan terjadinya penyakit karies gigi yang mudah difermentasi oleh mikroorganisme (Nurlaila, 2005).Sementara ada dua penyakit mulut yang sering dialami masyarakat yaitu karies gigi dan periodental, karies gigi adalah sebuah penyakit infeksi yang merusak struktur gigi. Penyakit ini menyebabkan gigi berlubang. Jika tidak ditangani, penyakit ini dapat menyebabkan nyeri, penanggalan gigi, infeksi, berbagai kasus berbahaya, dan bahkan mematikan nderung meningkat (http://www.garutkab.go.id/ download.pdf).Masalah kesehatan gigi dan mulut di Indonesia merupakan hal yang penting. Indikator derajat kesesahatan gigi dan mulut yang harus dicapai telah ditetapkan dalam rangka mencapai tujuan program kesehatan yaitu Indonesia Sehat 2010 (Setyorini, 2006:5). Namun penyakit gigi dan jaringan pendukung gigi masih banyak di jumpai pada masyarakat Indonesia yang diawali dengan karies gigi, serta cenderung meningkat setiap dasawarsa (Harmono, 2006:20).

Penyakit Periodental itu sendiri merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang terakumulasi di dalam calculus (karang gigi) yang biasanya terdapat pada leher gigi. Penyakit periodontal ini dapat ringan seperti gingivitis (peradangan hanya pada gusi), biasanya gigi bewarna merah dan mudah berdarah. Pada keadaan yang lebih berat dapatterjadi kerusakan tulang pendukung gigi dan juga abses periodontal (http://www.garutkab.go.id/download.pdf).

Penyakit gigi dan mulut yang paling sering dijumpai pada masyarakat Indonesia adalah gigi berlubang (karies gigi) dan penyakit periodontal. Karies gigi merupakan penyakit endemik yang tidak bisa disembuhkan, bahkan salah satu usaha pencegahannya yang berupa pemberian imunisasi sekalipun tidak dapat mencegah terjadinya karies. Hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 1994 di Indonesia menunjukkan anak di kota pada usia 8 tahun yang menderita penyakit gigi berlubang mencapai 45,2 persen. Sedangkan di desa hanya 39,8 persen, sementara pada kelompokusia 14 tahun mencapai 73,2 persen. Persentase yang semakin tinggi terlihat pada kelompok usia 35-44 tahun di kota mampu mencapai 87,1 persen penderita penyakit gigi berlubang (Joelimar, 2002).

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bidang kedokteran gigi, periodontitis dapat diartikan sebagai penyakit infeksi, yang mengakibatkan inflamasi (peradangan) lokal di dalam struktur-struktur pendukung gigi. Periodontitits menjurus pada kerusakan yang progresif pada ligamen periodontal dan tulang alveolar sehingga terbentuk pocket periodontal (Draidi, 2009). Tingkat keparahan kehilangan tulang (bone loss) umumnya berhubungan dengan kedalaman pocket. Kedalaman pocket merupakan jarak antara dasar pocket dan puncak margin gingiva (Carranza dkk., 2006). Diagnosis periodontitis umumnya didasarkan pada pemeriksaan klinis, temuan-temuan radiografik dan data riwayat. Radiografik intraoral periapikal merupakan alat yang berguna untuk membantu dalam diagnosis penyakit periodontal, penentuan prognosis, dan evaluasi hasil perawatan. Radiografik intraoral periapikal umumnya digunakan untuk mendeteksi kehilangan tulang alveolar yang terkait dengan penyakit periodontal (Khocht dkk., 2010).

Perawatan penyakit periodontal meliputi terapi anti infeksi, terapi rekonstruksi dan terapi pemeliharaan. Dalam fase rekonstruksi diharapkan terjadinya regenerasi jaringan yang mengalami kerusakan. Pada permulaan terapi bedah periodontal diperkenalkan, rekonstruksi atau regenerasi jaringan diharapkan terjadi melalui proses kesembuhan murni. Kemudian diperkenalkan bahan-bahan bantu regenerasi (graft) seperti penggunaan tulang alveolar, atau bahan-bahan lain untuk memperoleh regenerasi tulang alveolar yang lebih baik (Nevins, 2009). Pengamatan klinis yang biasanya dipakai untuk mengetahui hasil peningkatan regenerasi tulang alveolar adalah dengan mengukur ketinggian bone graft menggunakan jangka sorong pada radiografik intraoral periapikal yang diambil setelah dilakukan tindakan bedah periodontal (Khocht dkk., 2010).Jaringan periodontal adalah jaringan yang mengelilingi gigi dan berfungsi sebagai penyangga gigi, terdiri dari gingiva, sementum, ligamen periodontal dan tulang alveolar. Sebelum memahami kerusakan jaringan periodontal, sebaiknya dimulai dengan gingiva yang sehat dan tulang pendukung yang normal. Gingiva yang sehat dapat menyesuaikan diri dengan keadaan gigi (Khocht dkk., 2010).Permulaan terjadinya kerusakan biasanya timbul pada saat plak bakterial terbentuk pada mahkota gigi, meluas disekitarnya dan menerobos sulkus gingiva yang nantinya akan merusak gingiva disekitarnya. Plak menghasilkan sejumlah zat yang secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam perkembangan penyakit periodontal. Peradangan pada gingiva dan perkembangannya pada bagian tepi permukaan gigi terjadi ketika koloni mikroorganisme berkembang (Khocht dkk., 2010).Penyakit periodontal dibagi atas dua golongan yaitu gingivitis dan periodontitis. Bentuk penyakit periodontal yang paling sering dijumpai adalah proses inflamasi dan mempengaruhi jaringan lunak yang mengelilingi gigi tanpa adanya kerusakan tulang, keadaan ini dikenal dengan gingivitis. Apabila penyakit gingiva tidak ditanggulangi sedini mungkin maka proses penyakit akan terus berkembang mempengaruhi tulang alveolar, ligamen periodontal atau sementum, keadaan ini disebut dengan Periodontitis (Khocht dkk., 2010).Massler menyatakan bahwa gingivitis merupakan fenomena bifase. Pada anak-anak bersifat akut, sementara dan cenderung mengenai papila, sedangkan pada orang dewasa bersifat kronis dan progresif. Hal ini sesuai dengan pengamatan klinis dari Zappler yang melihat bahwa reaksi jaringan gingiva anak-anak terhadap gingivitis lebih cepat dan jelas bila dibandingkan dengan orang dewasa. Cohen dan Goldman melihat kecendrungan terjadinya hiperplasia papila (Khocht dkk., 2010).II.1. Klasifikasi Penyakit Periodontal

Penyakit periodontal dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu gingivitis dan periodontitis. Konsep patogenesis penyakit periodontal yang diperkenalkan oleh Page dan Schroeder terdiri dari 4 (empat) tahap yaitu : Permulaan, Dini, Menetap dan Parah Tiga tahap pertama yaitu permulaan, dini dan menetap merupakan tahap pada diagnosa gingivitis dan tahap parah merupakan diagnosa periodontitis (Trijoedani Widodo, 2005).

Klasifikasi penyakit periodontal secara klinik dan histopatologi pada anak-anak dan remaja dapat dibedakan atas 6 (enam) tipe :

1. Gingivitis kronis

2. Periodontitis Juvenile Lokalisata (LPJ)

3. Periodontitis Juvenile Generalisata (GJP)

4. Periodontitis kronis

5. Akut Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG)

6. Periodontitis Prepubertas (Trijoedani Widodo, 2005).II.2 Gejala KlinisUntuk mengungkapkan gejala-gejala penyakit periodontal dapat dinilai melalui pemeriksaan secara klinis dan histopatologis (http:/aldoneves.blogspot. com/gangrene radix .html).

2.2.1 Gingivitis KronisPrevalensi gingivitis pada anak usia 3 tahun dibawah 5 %, pada usia 6 tahun 50 % dan angka tertinggi yaitu 90 % pada anak usia 11 tahun. Sedangkan anak usia diantara 11-17 tahun mengalami sedikit penurunan yaitu 80- 90 %. Gingivitis biasanya terjadi pada anak saat gigi erupsi gigi sulung maupun gigi tetap dan menyebabkan rasa sakit. Pada anak usia 6-7 tahun saat gigi permanen sedang erupsi, gingival marginnya tidak terlindungi oleh kontur mahkota gigi. Keadaan ini menyebabkan sisa makanan masuk ke dalam gingiva dan menyebabkan peradangan. Terjadi inflamasi gingiva tanpa adanya kehilangan tulang atau perlekatan jaringan ikat (http:/aldoneves.blogspot.com/gangrene radix .html).

Tanda pertama dari inflamasi adanya hiperamie, warna gingiva berubah dari merah muda menjadi merah tua, disebabkan dilatasi kapiler, sehingga jaringan lunak karena banyak mengandung darah. Gingiva menjadi besar (membengkak), licin, berkilat dan keras, perdarahan gingiva spontan atau bila dilakukan probing, gingiva sensitif, gatalgatal dan terbentuknya saku periodontal akibat rusaknya jaringan kolagen. Muncul perlahan-lahan dalam jangka lama dan tidak terasa nyeri kecuali ada komplikasi dengan keadaan akut. Bila peradangan ini dibiarkan dapat berlanjut menjadi periodontitis (http:/aldoneves.blogspot.com/gangrene radix .html).

2.2.2 Periodontitis Juvenile Lokalisata (LJP)

Penderita biasanya berumur 12-26 tahun, tetapi bisa juga terjadi pada umur 10-11 tahun.

Perempuan lebih sering diserang daripada laki-laki (3 : 1)

Gigi yang pertama dirusak molar satu dan insisivus.

Angka karies biasanya rendah.

Netrofil memperlihatkan kelainan khemotaksis dan fagositosis

Sangat sedikit dijumpai plak atau kalkulus yang melekat pada gigi, tetapi pada tempat yang dirusak dijumpai kalkulus subgingiva.

Gingiva bisa kelihatan normal tetapi dengan probing bisa terjadi perdarahan dan gigi yang dikenai akan terlihat goyang (http:/aldoneves. blogspot.com/gangrene radix .html).

2.2.3 Periodontitis Juvenile Generalisata (GJP)

GJP ini mirip dengan LJP, tetapi GJP terjadi secara menyeluruh pada gigi permanen dan dijumpai penumpukan plak yang banyak serta inflamasi gingiva yang nyata. Melibatkan keempat gigi molar satu dan semua insisivus serta dapat merusak gigi lainnya (C, P, M2) (http:/aldoneves.blogspot.com/gangrene radix .html).

2.2.4 Acute Necrotizing Ulcerative Gingivitis (ANUG)

Adanya lesi berbentuk seperti kawah (ulkus) pada bagian proksimal dengan daerah nekrosis yang luas, ditutupi / tidak ditutupi lapisan pseudomembran berwarna putih keabu-abuan (http:/aldoneves. blogspot.com/gangrene radix .html).

Lesi yang mengalami inflamasi akut menambah serangan rasa sakit yang cepat, perdarahan dan sangat sensitif bila disentuh.

Gingiva berkeratin, edematus dan epitelnya terkelupas.

Mulut berbau, kerusakan kelenjar limpa , lesu dan perasaan terbakar.

Penyakit ini sangat besar kemungkinan dipengaruhi beberapa faktor etiologi sekunder seperti stress dan kecemasan. Dapat juga dipengaruhi faktor-faktor lain seperti kelelahan, daya tahan tubuh yang menurun, kekurangan gizi, merokok, infeksi virus, kurang tidur, disamping dipengaruhi faktor lokal lainnya (http:/aldoneves.blogspot.com/gangrene radix .html).

2.2.5 Periodontitis Prepubertas

Periodontitis prepubertas ada dua bentuk terlokalisir dan menyeluruh. Bentuk terlokalisir biasanya dijumpai pada usia 4 tahun dan mempengaruhi hanya beberapa gigi saja, sedangkan bentuk menyeluruh dimulai saat gigi tetap mulai erupsi dan mempengaruhi semua gigi desidui.

Pasien di bawah umur 12 tahun (4 atau 5 tahun). Perbandingan jenis kelamin hampir sama. Angka karies biasanya rendah.

Plak dan kalkulus yang melekat pada gigi biasanya sedikit

Kehilangan tulang dan lesi furkasi (furcation involment) terlihat secara radiografis.

Kerusakan jaringan periodontal lebih cepat pada bentuk generalisata dari pada bentuk terlokalisir (http:/aldoneves.blogspot.com/gangrene radix .html).

2.2.6 Periodontitis Kronis

Periodontitis kronis merupakan suatu diagnosa yang digunakan untuk menyebut bentuk penyakit periodontal destruktif, namun tidak sesuai dengan kriteria periodontitis juvenile generalisata, lokalisata maupun prepubertas. Penyakit ini mirip dengan gingivitis kronis, akan tetapi terjadi kehilangan sebagian tulang dan perlekatan jaringan ikat. Perbandingan penderita antara perempuan dan laki-laki hampir sama Angka karies biasanya tinggi. Respon host termasuk fungsi netrofil dan limposit normal (http:/aldoneves.blogspot.com/gangrene radix .html).

II.3 Etiologi

Faktor penyebab penyakit periodontal dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu faktor lokal (ekstrinsik) dan faktor sistemik (intrinsik). Faktor lokal merupakan penyebab yang berada pada lingkungan disekitar gigi, sedangkan faktor sistemik dihubungkan dengan metabolisme dan kesehatan umum. Kerusakan tulang dalam penyakit periodontal terutama disebabkan oleh faktor lokal yaitu inflamasi gingiva dan trauma dari oklusi atau gabungan keduanya. Kerusakan yang disebabkan oleh inflamasi gingiva mengakibatkan pengurangan ketinggian tulang alveolar, sedangkan trauma dari oklusi menyebabkan hilangnya tulang alveolar pada sisi permukaan akar (Walton R. E., & Torabijad, M., 2003).

2.3.1 Faktor Lokal

1. Plak bakteri

2. Kalkulus

3. Impaksi makanan

4. Pernafasan mulut

5. Sifat fisik makanan

6. Iatrogenik Dentistry

7. Trauma dari oklusi (Walton R. E., & Torabijad, M., 2003).1. Plak Bakteri

Plak bakteri merupakan suatu massa hasil pertumbuhan mikroba yang melekat erat pada permukaan gigi dan gingiva bila seseorang mengabaikan kebersihan mulut. Berdasarkan letak huniannya, plak dibagi atas supra gingival yang berada disekitar tepi gingival dan plak sub-gingiva yang berada apikal dari dasar gingival. Bakteri yang terkandung dalam plak di daerah sulkus gingiva mempermudah kerusakan jaringan. Hampir semua penyakit periodontal berhubungan dengan plak bakteri dan telah terbukti bahwa plak bakteri bersifat toksik (Walton R. E., & Torabijad, M., 2003). Bakteri dapat menyebabkan penyakit periodontal secara tidak langsung dengan jalan :

Meniadakan mekanisme pertahanan tubuh.

Mengurangi pertahanan jaringan tubuh

Menggerakkan proses immuno patologi (Walton R. E., & Torabijad, M., 2003).

Meskipun penumpukan plak bakteri merupakan penyebab utama terjadinya gingivitis, akan tetapi masih banyak faktor lain sebagai penyebabnya yang merupakan multifaktor, meliputi interaksi antara mikroorganisme pada jaringan periodontal dan kapasitas daya tahan tubuh (Walton R. E., & Torabijad, M., 2003).

2. Kalkulus

Kalkulus terdiri dari plak bakteri dan merupakan suatu massa yang mengalami pengapuran, terbentuk pada permukaan gigi secara alamiah. Kalkulus merupakan pendukung penyebab terjadinya gingivitis (dapat dilihat bahwa inflamasi terjadi karena penumpukan sisa makanan yang berlebihan) dan lebih banyak terjadi pada orang dewasa, kalkulus bukan penyebab utama terjadinya penyakit periodontal. Faktor penyebab timbulnya gingivitis adalah plak bakteri yang tidak bermineral, melekat pada permukaan kalkulus, mempengaruhi gingiva secara tidak langsung (Walton R. E., & Torabijad, M., 2003).

3. Impaksi makanan

Impaksi makanan (tekanan akibat penumpukan sisa makanan) merupakan keadaan awal yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit periodontal. Gigi yang berjejal atau miring merupakan tempat penumpukan sisa makanan dan juga tempat terbentuknya plak, sedangkan gigi dengan oklusi yang baik mempunyai daya self cleansing yang tinggi (Walton R. E., & Torabijad, M., 2003).

Tanda-tanda yang berhubungan dengan terjadinya impaksi makanan yaitu :

a. Perasaan tertekan pada daerah proksimal.

b. Rasa sakit yang sangat dan tidak menentu.

c. Inflamasi gingiva dengan perdarahan dan daerah yang terlibat sering berbau.

d. Resesi gingiva.

e. Pembentukan abses periodontal menyebabkan gigi dapat bergerak dari soketnya, sehingga terjadinya kontak prematur saat berfungsi dan sensitif terhadap perkusi.

f. Kerusakan tulang alveolar dan karies pada akar (Walton R. E., & Torabijad, M., 2003).

4. Pernafasan Mulut

Kebiasaan bernafas melalui mulut merupakan salah satu kebiasaan buruk. Hal ini sering dijumpai secara permanen atau sementara. Permanen misalnya pada anak dengan kelainan saluran pernafasan, bibir maupun rahang, juga karena kebiasaan membuka mulut terlalu lama. Sementara misal pasien penderita pilek dan pada beberapa anak yang gigi depan atas protrusi sehingga mengalami kesulitan menutup bibir. Keadaan ini menyebabkan viskositas (kekentalan) saliva akan bertambah pada permukaan gingiva maupun permukaan gigi, aliran saliva berkurang, populasi bakteri bertambah banyak, lidah dan palatum menjadi kering dan akhirnya memudahkan terjadinya penyakit periodontal (Walton R. E., & Torabijad, M., 2003).

5. Sifat fisik makanan

Sifat fisik makanan merupakan hal yang penting karena makanan yang bersifat lunak seperti bubur atau campuran semiliquid membutuhkan sedikit pengunyahan, menyebabkan debris lebih mudah melekat disekitar gigi dan bisa berfungsi sebagai sarang bakteri serta memudahkan pembentukan karang gigi. Makanan yang mempunyai sifat fisik keras dan kaku dapat juga menjadi massa yang sangat lengket bila bercampur dengan ludah. Makanan yang demikian tidak dikunyah secara biasa tetapi dikulum di dalam mulut sampai lunak bercampur dengan ludah atau makanan cair, penumpukan makanan ini akan memudahkan terjadinya penyakit. Makanan yang baik untuk gigi dan mulut adalah yang mempunyai sifat self cleansing dan berserat yaitu makanan yang dapat membersihkan gigi dan jaringan mulut secara lebih efektif, misalnya sayuran mentah yang segar, buah-buahan dan ikan yang sifatnya tidak melekat pada permukaan gigi (Walton R. E., & Torabijad, M., 2003).

6. Iatrogenik Dentistry

Iatrogenik Dentistry merupakan iritasi yang ditimbulkan karena pekerjaan dokter gigi yang tidak hati-hati dan adekuat sewaktu melakukan perawatan pada gigi dan jaringan sekitarnya sehingga mengakibatkan kerusakan pada jaringan sekitar gigi. Dokter gigi harus memperhatikan masa depan kesehatan jaringan periodontal pasien, misalnya :

Waktu melakukan penambalan pada permukaan proksimal (penggunaan matriks) atau servikal, harus dihindarkan tepi tambalan yang menggantung (kelas II amalgam), tidak baik adaptasinya atau kontak yang salah, karena hal ini menyebabkan mudahnya terjadi penyakit periodontal.

Sewaktu melakukan pencabutan, dimulai dari saat penyuntikan, penggunaan bein sampai tang pencabutan dapat menimbulkan rusaknya gingiva karena tidak hati hati.

Penyingkiran karang gigi (manual atau ultra skeler) juga harus berhati hati, karena dapat menimbulkan kerusakan jaringan gingiva (Walton R. E., & Torabijad, M., 2003).

7. Trauma dari oklusi

Trauma dari oklusi menyebabkan kerusakan jaringan periodonsium, tekanan oklusal yang menyebabkan kerusakan jaringan disebut traumatik oklusi. Trauma dari oklusi dapat disebabkan oleh :

Perubahan-perubahan tekanan oklusal Misal adanya gigi yang elongasi, pencabutan gigi yang tidak diganti, kebiasaan buruk seperti bruksim, clenching.

Berkurangnya kapasitas periodonsium untuk menahan tekanan oklusal

Kombinasi keduanya (Walton R. E., & Torabijad, M., 2003).

2.3.2 Faktor Sistemik

Respon jaringan terhadap bakteri, rangsangan kimia serta fisik dapat diperberat oleh keadaan sistemik. Untuk metabolisme jaringan dibutuhkan material-material seperti hormon, vitamin, nutrisi dan oksigen. Bila keseimbangan material ini terganggu dapat mengakibatkan gangguan lokal yang berat. Gangguan keseimbangan tersebut dapat berupa kurangnya materi yang dibutuhkan oleh sel-sel untuk penyembuhan, sehingga iritasi lokal yang seharusnya dapat ditahan atau hanya menyebabkan inflamasi ringan saja, dengan adanya gangguan keseimbangan tersebut maka dapat memperberat atau menyebabkan kerusakan jaringan periodontal (Tarigan, R., 2002).

Faktor-faktor sistemik ini meliputi :

1. Demam yang tinggi

2. Defisiensi vitamin

3. Drugs atau pemakaian obat-obatan

4. Hormonal (Tarigan, R., 2002).1. Demam yang tinggi

Pada anak-anak sering terjadi penyakit periodontal selama menderita demam yang tinggi, (misal disebabkan pilek, batuk yang parah). Hal ini disebabkan anak yang sakit tidak dapat melakukan pembersihan mulutnya secara optimal dan makanan yang diberikan biasanya berbentuk cair. Pada keadaan ini saliva dan debris berkumpul pada mulut menyebabkan mudahnya terbentuk plak dan terjadi penyakit periodontal (Tarigan, R., 2002).

2. Defisiensi vitamin

Di antara banyak vitamin, vitamin C sangat berpengaruh pada jaringan periodontal, karena fungsinya dalam pembentukan serat jaringan ikat. Defisiensi vitamin C sendiri sebenarnya tidak menyebabkan penyakit periodontal, tetapi adanya iritasi lokal menyebabkan jaringan kurang dapat mempertahankan kesehatan jaringan tersebut sehingga terjadi reaksi inflamasi (defisiensi memperlemah jaringan) (Tarigan, R., 2002).

3. Drugs atau obat-obatan

Obat-obatan dapat menyebabkan hiperplasia, hal ini sering terjadi pada anak-anak penderita epilepsi yang mengkomsumsi obat anti kejang, yaitu phenytoin (dilantin). Dilantin bukan penyebab langsung penyakit jaringan periodontal, tetapi hiperplasia gingiva memudahkan terjadinya penyakit. Penyebab utama adalah plak bakteri (Tarigan, R., 2002).

4. Hormonal

Penyakit periodontal dipengaruhi oleh hormon steroid. Peningkatan hormon estrogen dan progesteron selama masa remaja dapat memperhebat inflamasi margin gingiva bila ada faktor lokal penyebab penyakit periodontal (Tarigan, R., 2002).

II.4 Pencegahan

Pencegahan penyakit periodontal merupakan kerja sama yang dilakukan oleh dokter gigi, pasien dan personal pendukung. Pencegahan dilakukan dengan memelihara gigi-gigi dan mencegah serangan serta kambuhnya penyakit. Pencegahan dimulai pada jaringan periodontal yang sehat yang bertujuan untuk memelihara dan mempertahankan kesehatan jaringan periodontal dengan mempergunakan teknik sederhana dan dapat dipakai di seluruh dunia Umumnya penyakit periodontal dan kehilangan gigi dapat dicegah karena penyakit ini disebabkan faktor-faktor lokal yang dapat ditemukan, dikoreksi dan dikontrol. Sasaran yang ingin dicapai adalah mengontrol penyakit gigi untuk mencegah perawatan yang lebih parah (http:/aldoneves.blogspot.com/gangrene radix.html). Pencegahan penyakit periodontal meliputi beberapa prosedur yang saling berhubungan satu sama lain yaitu :

1. Kontrol Plak

2. Profilaksis mulut

3. Pencegahan trauma dari oklusi

4. Pencegahan dengan tindakan sistemik

5. Pencegahan dengan prosedur ortodontik

6. Pencegahan dengan pendidikan kesehatan gigi masyarakat

7. Pencegahan kambuhnya penyakit (http:/aldoneves.blogspot.com/gangrene radix.html).2.4.1. Kontrol Plak

Kontrol plak merupakan cara yang paling efektif dalam mencegah pembentukan kalkulus dan merupakan dasar pokok pencegahan penyakit periodontal, tanpa kontrol plak kesehatan mulut tidak dapat dicapai atau dipelihara. Setiap pasien dalam praktek dokter gigi sebaiknya diberi program kontrol plak (http:/aldoneves.blogspot.com/gangrene radix.html). Bagi pasien dengan jaringan periodonsium yang sehat, kontrol plak berarti pemeliharaan kesehatan.

Bagi penderita penyakit periodontal, kontrol plak berarti penyembuhan.

Bagi pasien pasca perawatan penyakit periodontal, kontrol plak berarti mencegah kambuhnya penyakit ini. Metode kontrol plak dibagi atas dua yaitu secara mekanis dan kimia

Secara mekanis merupakan cara yang paling dapat dipercaya, meliputi penggunaan alat-alat fisik dengan memakai sikat gigi, alat pembersih proksimal seperti dental floss, tusuk gigi dan kumur-kumur dengan air.

Kontrol plak secara kimia adalah memakai bahan kumur - kumur seperti chlorhexidine (Betadine, Isodine) (http:/aldoneves.blogspot.com/gangrene radix.html).2.4.2 Profilaksis mulutProfilaksis mulut merupakan pembersihan gigi di klinik, terdiri dari penyingkiran materi alba, kalkulus, stain dan pemolisan gigi. Untuk memberikan manfaat yang maksimum bagi pasien, profilaksis mulut harus lebih luas dan meliputi hal-hal berikut :

Memakai larutan pewarna (disclosing solution) untuk mendeteksi plak. Gincu kue warna ros dapat dipakai untuk mendeteksi plak pada anak-anak.

Penyingkiran plak, kalkulus (supra dan sub gingiva) pada seluruh permukaan.

Membersihkan dan memolis gigi, menggunakan pasta pemolis/pasta gigi

Memakai zat pencegah yang ada dalam pasta pemolis/pasta gigi.

Memeriksa tambalan gigi, memperbaiki tepi tambalan yang menggantung.

Memeriksa tanda dan gejala impaksi makanan (http:/aldoneves.blogspot.com/gangrene radix.html).2.4.3 Pencegahan trauma dari oklusi

Menyesuaikan hubungan gigi-gigi yang mengalami perubahan secara perlahanlahan (akibat pemakaian yang lama). Hubungan tonjol gigi asli dengan tambalan gigi yang tidak tepat dapat menimbulkan kebiasaan oklusi yang tidak baik seperti bruxim atau clenching (http:/aldoneves.blogspot.com/gangrene radix.html).2.4.4 Pencegahan dengan tindakan sistemik

Cara lain untuk mencegah penyakit periodontal adalah dengan tindakan sistemik sehingga daya tahan tubuh meningkat yang juga mempengaruhi kesehatan jaringan periodontal. Agen pencedera seperti plak bakteri dapat dinetralkan aksinya bila jaringan sehat (http:/aldoneves.blogspot.com/gangrene radix.html).2.4.5 Pencegahan dengan prosedur ortodontik

Prosedur ortodontik sangat penting dalam pencegahan penyakit periodontal. Tujuan koreksi secara ortodontik ini adalah untuk pemeliharaan tempat gigi tetap pengganti, letak gigi dan panjang lengkung rahang (http:/aldoneves.blogspot.com/gangrene radix.html).2.4.6 Pendidikan kesehatan gigi masyarakat

Agar pencegahan penyakit periodontal menjadi efektif, tindakan pencegahan harus diperluas dari klinik gigi kepada masyarakat. Hal yang penting diketahui masyarakat ialah bukti bahwa penyakit periodontal dapat dicegah dengan metode yang sama atau lebih efektif dari metode pencegahan karies gigi. Pendidikan kesehatan gigi masyarakat adalah tanggung jawab dokter gigi, organisasi kedokteran gigi dan Departemen Kesehatan. Pengajaran yang efektif dapat diberikan di klinik. Sedangkan untuk masyarakat dapat diberikan melalui kontak pribadi, aktivitas dalam kelompok masyarakat, media cetak maupun elektronik, perkumpulan remaja, sekolah dan wadah lainnya (http:/aldoneves.blogspot.com/gangrene radix.html).Perlu diluruskan adanya pertentangan psikologis pada masyarakat, seperti :

Menerangkan bahwa kerusakan yang disebabkan penyakit periodontal pada orang dewasa dimulai pada masa anak-anak.

Menghilangkan dugaan bahwa pyorrhea (gusi berdarah) tidak dapat dielakkan dan disembuhkan. Juga menghilangkan pendapat masyarakat bahwa kehilangan gigi selalu terjadi bila mereka sudah tua.

Menegaskan bukti bahwa seperti karies gigi, penyakit periodontal biasanya tidak menimbulkan rasa sakit pada awalnya sehingga masyarakat tidak menyadarinya. Pemeriksaan gigi dan mulut secara teratur diperlukan untuk mengetahui adanya karies gigi dan penyakit periodontal secepatnya kemudian segera merawatnya bila ditemukan adanya penyakit.

Memberi penjelasan bahwa perawatan periodontal yang efektif adalah bila segera dirawat sehingga lebih besar kemungkinan berhasil disembuhkan. Disamping itu waktu yang digunakan lebih sedikit dan merupakan cara yang paling ekonomis daripada menanggulangi penyakit.

Menegaskan manfaat pencegahan dengan higine mulut yang baik dan perawatan gigi yang teratur.

Menerangkan bahwa tindakan pencegahan penyakit gigi dan mulut harus merupakan inti dari perencanaan kesehatan gigi masyarakat (http:/aldoneves.blogspot.com/gangrene radix.html).2.4.7 Pencegahan kambuhnya penyakit

Setelah kesehatan jaringan tercapai, diperlukan program yang positif untuk mencegah kambuhnya penyakit periodontal. Ini merupakan tanggung jawab bersama antara dokter gigi dan pasien (untuk pasien anak peran orang tua juga dibutuhkan). Pasien harus mentaati pengaturan untuk menjaga higine mulut dan kunjungan berkala, dokter gigi harus membuat kunjungan berkala sebagai pelayanan pencegahan yang bermanfaat (http:/aldoneves.blogspot. com/gangrene radix.html).

II.5 Perawatan Penyakit Periodontal

Sering dijumpai pasien datang ke dokter gigi, dengan kasus yang dialami telah lanjut, sehingga tidak mungkin menghambat penyakit tersebut. Keadaan ini merupakan pengalaman yang menyebabkan trauma bagi pasien usia remaja bila mereka dihadapkan dengan kenyataan bahwa mereka mempunyai penyakit periodontal dan akan kehilangan satu atau semua gigi-giginya bila tidak segera dirawat. Pada kasus ini, pasien harus ditenangkan dari keputusasaan dan diyakinkan bahwa walaupun penyakit tidak dapat dirawat, masih banyak usaha yang dapat dilakukan untuk mempertahankan gigi selama bertahun-tahun. Dengan perawatan banyak gigi dapat dipertahankan sampai pasien mencapai dewasa (http://aniekart.blogspot.com/).

Penyakit periodontal harus ditemukan secepatnya dan dirawat sesegera mungkin setelah penyebab penyakit itu ditemukan. Tujuan dari perawatan ini adalah untuk mencegah kerusakan jaringan yang lebih parah dan kehilangan gigi. Menurut Glickman ada empat tahap yang dilakukan dalam merawat penyakit periodontal yaitu :

1. tahap jaringan lunak

2. tahap fungsional

3. tahap sistemik

4. tahap pemeliharaan (http://aniekart.blogspot.com/).2.5.1 Tahap jaringan lunak

Pada tahap ini dilakukan tindakan untuk meredakan inflamasi gingiva, menghilangkan saku periodontal dan faktor-faktor penyebabnya. Disamping itu juga untuk mempertahankan kontur gingiva dan hubungan mukogingiva yang baik. Pemeliharaan kesehatan jaringan periodontal dapat dilakukan dengan penambalan lesi karies, koreksi tepi tambalan proksimal yang cacat dan memelihara jalur ekskursi makanan yang baik (http://aniekart.blogspot.com/).2.5.2 Tahap fungsional

Hubungan oklusal yang optimal adalah hubungan oklusal yang memberikan stimulasi fungsional yang baik untuk memelihara kesehatan jaringan periodontal. Untuk mencapai hubungan oklusal yang optimal, usaha yang perlu dan dapat dilakukan adalah : occlusal adjustment, pembuatan gigi palsu, perawatan ortodonti, splinting (bila terdapat gigi yang mobiliti) dan koreksi kebiasaan jelek (misal bruksim atau clenching) (http://aniekart. blogspot.com/).

2.5.3 Tahap sistemik

Kondisi sistemik memerlukan perhatian khusus pada pelaksanaan perawatan penyakit periodontal, karena kondisi sistemik dapat mempengaruhi respon jaringan terhadap perawatan atau mengganggu pemeliharaan kesehatan jaringan setelah perawatan selesai. Masalah sistemik memerlukan kerja sama dengan dokter yang biasa merawat pasien atau merujuk ke dokter spesialis (http://aniekart.blogspot.com/).

2.5.4 Tahap pemeliharaan

Prosedur yang diperlukan untuk pemeliharaan kesehatan periodontal yang telah sembuh yaitu dengan memberikan instruksi higine mulut (kontrol plak), kunjungan berkala ke dokter gigi untuk memeriksa tambalan, karies baru atau faktor penyebab penyakit lainnya (http://aniekart.blogspot.com/).

BAB 3. PERIODONTITIS KRONIS3.1 Definisi Periodontitis

Periodontitis adalah seperangkat peradangan penyakit yang mempengaruhi periodontium yaitu jaringan yang mengelilingi dan mendukung gigi. Periodontitis melibatkan hilangnya progresif dari tulang alveolar di sekitar gigi dan jika tidak diobati dapat menyebabkan melonggarnya jaringan periodontium serta kehilangan gigi (Afrianti S., 2011).Merupakan suatu penyakit jaringan penyangga gigi yaitu yang melibatkan gingiva, ligamen periodontal, sementum, dan tulang alveolar karena suatu proses inflamasi. Inflamasi berasal dari gingiva (gingivitis) yang tidak dirawat, dan bila proses berlanjut maka akan menginvasi struktur di bawahnya sehingga akan terbentuk poket yang menyebabkan peradangan berlanjut dan merusak tulang serta jaringan penyangga gigi, akibatnya gigi menjadi goyang dan akhirnya harus dicabut. Karekteristik periodontitis dapat dilihat dengan adanya inflamasi gingiva, pembentukan poket periodontal, kerusakan ligamen periodontal dan tulang alveolar sampai hilangnya sebagian atau seluruh gigi (Afrianti S., 2011).Periodontitis kronis didefinisikan sebagai penyakit infeksi dikarenakan inflamasi pada jaringan lunak dari gigi, kehilangan jaringan ikat secara progresif dan kehilangan tulang. Definisi ini menggaris bawahi tanda-tanda klinis dan etiologi dari penyakit, susunan mikrobial plak, inflamasi periodontal dan hilangnya jaringan ikat serta hilangnya tulang alveolar (Afrianti S., 2011).

Gambar 1. Periodontitis kronis

(Sumber : http://i.ehow.com/images/GlobalPhoto/5098170/232728-main_Full.jpg)3.2 Etiologi Periodontitis kronis

Etiologi penyakit periodontal sangat kompleks. Para ahli mengemukakan bahwa etiologi penyakit periodontal dapat dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor lokal dan faktor sistemik sangat erat hubungannya dan berperan sebagai penyebab terjadinya kerusakan jaringan periodontal. Umumnya, penyebab utama penyakit periodontal adalah faktor lokal, keadaan ini dapat diperberat oleh keadaan sistemik yang kurang menguntungkan dan memungkinkan terjadinya keadaan yang progresif (Afrianti S., 2011).Faktor lokal adalah faktor yang berakibat langsung pada jaringan periodonsium serta dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu faktor iritasi lokal dan fungsi lokal. Yang dimaksud dengan faktor lokal adalah plak bakteri sebagai penyebab utama. Dan faktor-faktor lainnya antara lain adalah bentuk gigi yang kurang baik dan letak gigi yang tidak teratur, maloklusi, over hanging restoration dan bruksism (Afrianti S., 2011).Faktor sistemik sebagai penyakit periodontal antara lain adalah pengaruh hormonal pada masa pubertas, kehamilan, menopause, defisiensi vitamin, diabetes mellitus dan lain-lain. Dalam hal ini dikemukakan bahwa hormon kelamin berperan penting dalam proses patogenesis penyakit periodontal (Afrianti S., 2011).Adapun etiologi dari periodontitis kronis, yaitu : Akumulasi plak dan kalsifikasi kalkulus (tartar) diatas (supra) dan/atau dibawah (subgingiva) pada batas gingiva (Afrianti S., 2011). Organisme penyebab periodontitis kronis, antara lain :

a. Porphiromonas gingivais (P.gingivais)

b. Prevotella intermedia (P.intermedia)

c. Capnocytophaga

d. A.actinomycetem comitans (A.a)

e. Eikenella corrodens

f. Campylobacter rectus (C.rectus) (Afrianti S., 2011). Reaksi inflamasi yang diawali dengan adanya plak yang berhubungan dengan kehilangan yang progressif dari ligamen periodontal dan tulang alveolar, dan pada akhirnya akan terjadi mobilitas dan tanggalnya gigi :

a. Perlekatan gingiva dari gigi.b. Membrane periodontal dan tulang alveolar mengalami kerusakan.

c. Celah yang abnormal (poket) yang berkembang antara gigi dan gingiva.

d. Debris dan poket yang dihasilkan oleh poet (pyorrhea) (Afrianti S., 2011). Subjek cenderung rentan karena faktor genetik dan/atau lingkungan seperti:

a. Merokok

b. Polimorf gen interleukin-1

c. Depresi imun

d. Diabetes

e. Osteoporosis (Afrianti S., 2011).

3.3 Gambaran Klinis Periodontitis kronis bisa terdiagnosis secara klinis dengan mendeteksi perubahan inflamasi kronis pada marginal gingival, kemunculan poket periodontal dan kehilangan perlekatan secara klinis. Penyebab periodontal ini besifat kronis, kumulatif, progresif dan bila telah mengenai jaringan yang lebih dalam akan menjadi irreversible. Secara klinis pada mulanya terlihat peradangan jaringan gingiva disekitar leher gigi dan warnanya lebih merah daripada jaringan gingiva sehat. Pada keadaan ini sudah terdapat keluhan pada gusi berupa perdarahan spontan atau perdarahan yang sering terjadi pada waktu menyikat gigi (Afrianti S., 2011).Bila gingivitis ini dibiarkan melanjut tanpa perawatan, keadaan ini akan merusak jaringan periodonsium yang lebih dalam, sehingga cement enamel junction menjadi rusak, jaringan gingiva lepas dan terbentuk periodontal poket. Pada beberapa keadaan sudah terlihat ada peradangan dan pembengkakan dengan keluhan sakit bila tersentuh. Bila keparahan telah mengenai tulang rahang, maka gigi akan menjadi goyang dan mudah lepas dari soketnya (Afrianti S., 2011).

Gambar 2. Periodontitis kronis secara klinis(Sumber : http://www.implantdentist.co.nz/Periodontitis%2525201.jpg&zoom)Tanda klinik dan karakteristik periodontitis kronis:a. Umumnya terjadi pada orang dewasa namun dapat juga terlihat pada remaja.

b. Jumlah kerusakan sesuai dengan jumlah faktor lokal.

c. Kalkulus subgingiva sering ditemukan.

d. Berhubungan dengan pola mikroba.e. Kecepatan progresi lambat tetapi memiliki periode eksaserbasi dan remisi.

f. Dapat diklasifikasikan lebih lanjut berdasarkan perluasan dan keparahannya.

g. Dapat dihubungkan dengan faktor predisposisi lokal (seperti relasi gigi atau faktor iatrogenik).

h. Mungkin dimodifikasi oleh dan atau berhubungan dengan kelainan sistemik (seperti diabetes mellitus, infeksi HIV).

i. Dapat dimodifikasi oleh faktor selain kelainan sistemik seperti merokok dan stres emosional (Afrianti S., 2011).3.4 Gambaran Radiografi

Di dalam rongga mulut terdapat beberapa jaringan, yaitu jaringan keras dan jaringan lunak. Yang termasuk jaringan keras gigi diantaranya tulang alveolar dan gigi (enamel dan dentin). Sedangkan yang termasuk jaringan lunak meliputi mukosa (labial, bukal, palatal, ginggival), lidah dan jaringan penyangga gigi (Afrianti S., 2011).Kelainan dapat terjadi pada jaringan keras dan jaringan lunak dalam rongga mulut. Suatu kelainan yang terjadi baik pada jaringan keras maupun jaringan lunak pada rongga mulut dapat diketahui melalui pemeriksaan obyektif dan ditunjang oleh pemeriksaan radiografi. Dengan pemeriksaan radiografi operator bisa melihat kondisi jaringan yang terletak dibawah mukosa yang tidak dapat dilihat secara langsung. Sehingga dapat memastikan kelainan yang terjadi di daerah tersebut (Afrianti S., 2011).Salah satu kelainan pada jaringan lunak gigi yang dapat dilihat pada pemeriksaan radiografi adalah kelainan yang terjadi pada jaringan penyangga gigi, seperti periodontitis. Dengan pemeriksaan radiografi dapat diketahui bagaimana gambaran periodontitis dan bagaimana membedakannya dengan kelainan yang lain (Afrianti S., 2011).

Gambar 3. Periodontitis kronis secara Radiografi(Sumber: www.crowthornedentist.co.uk/.../page16.html)3.5 Prevalensi

Prevalensi periodontitis kronis meningkat dan keparahannya sejalan dengan usia, umumnya mempengaruhi laki-laki dan perempuan dengan frekuensi yang sama. Periodontitis disebut age associated, bukan age-related. Dengan kata lain, bukan usia dari individu yang meningkatkan prevalensi penyakit tetapi durasi dari jaringan periodontal oleh akumulasi kronik dari plak (Afrianti S., 2011).3.6 Perawatan

Perawatan periodontitis kronis dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu: Fase I : Fase terapi inisial, merupakan fase dengan cara menghilangkan beberapa faktor etiologi yang mungkin terjadi tanpa melakukan tindakan bedah periodontal atau melakukan perawatan restoratif dan prostetik. Berikut ini adalah beberapa prosedur yang dilakukan pada fase I :

1. Memberi pendidikan pada pasien tentang kontrol plak.

2. Scaling dan root planning.3. Perawatan karies dan lesi endodontik.4. Menghilangkan restorasi gigi yang over kontur dan over hanging.5. Penyesuaian oklusal (occlusal ajustment).6. Splinting temporer pada gigi yang goyah.7. Perawatan ortodontik.8. Analisis diet dan evaluasinya.9. Reevaluasi status periodontal setelah perawatan tersebut diatas (Afrianti S., 2011). Fase II : Fase terapi korektif, termasuk koreksi terhadap deformitas anatomikal seperti poket periodontal, kehilangan gigi dan disharmoni oklusi yang berkembang sebagai suatu hasil dari penyakit sebelumnya dan menjadi faktor predisposisi atau rekurensi dari penyakit periodontal. Berikut ini adalah bebertapa prosedur yang dilakukun pada fase ini:

1. Bedah periodontal, untuk mengeliminasi poket dengan cara antara lain: kuretase gingiva, gingivektomi, prosedur bedah flap periodontal, rekonturing tulang (bedah tulang) dan prosedur regenerasi periodontal (bone and tissue graft).2. Penyesuaian oklusi.3. Pembuatan restorasi tetap dan alat prostetik yang ideal untuk gigi yang hilang (Afrianti S., 2011). Fase III: fase terapi pemeliharaan, dilakukan untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada penyakit periodontal. Berikut ini adalah beberapa prosedur yang dilakukan pada fase ini:

1. Riwayat medis dan riwayat gigi pasien.2. Reevalusi kesehatan periodontal setiap 6 bulan dengan mencatat scor plak, ada tidaknya inflamasi gingiva, kedalaman poket dan mobilitas gigi.

3. Melekukan radiografi untuk mengetahui perkembangan periodontal dan tulang alveolar tiap 3 atau 4 tahun sekali.

4. Scalling dan polishing tiap 6 bulan seksli, tergantung dari evektivitas kontrol plak pasien dan pada kecenderungan pembentukan kalkulus.5. Aplikasi tablet fluoride secara topikal untuk mencegah karies (Afrianti S., 2011).3.7 Macam-Macam Bakteri pada Penderita Periodontitis Kronis.

3.7.1. Actinobacillus Actinomycetemcomitan

Actinobacillus Actinomycetemcomitans adalah bakteri gram-negatif, capnophilip fermentasi coccobacillus yang terlibat dalam pathogenesis dari beberapa bentuk penyakit periodontal (Hafadah, F. & Robert, L., 2008).Bakteri ini kecil, non motil, gram negative, saccharolityc, capnophilic, batang yang berakhiran bulat, membentuk koloni kecil berbentuk konveks dengan bagian tengah menyerupai bintang ketika dibiakkan dalam blood agar. Spesies ini pertama kali dikenal sebagai pathogen periodontal dikarenakan peningkatan jumlah yang dideteksi disertai tingginya angka kejadian lesi localized juvenile periodontitis bila dibandingkan dengan jumlah plak sampel dari kondisi klinis lainnya termasuk periodontitis, gingivitis, dan periodontal yang sehat (Hafadah, F. & Robert, L., 2008).

Gambar 4. Bakteri Actinobacillus actinomycetemcomitans(Sumber : www.wellcome.ac.uk/en/bia/gallery.html?image=6)3.7.2. Porphyromonas gingivalisPorphyromonas gingivalis adalah anaerob gram-negatif dalam mulut individu. Bakteri ini merupakan sumber utama penyakit penyakit periodontal. Telah ditemukan juga bahwa disamping menebabkan infeksi pada manusia bakteri ini juga menyebabkan banyak resistensi antibiotik (Hafadah, F. & Robert, L., 2008).Porphyromonas gingivalis merupakan bakteri kedua pathogen periodontal. Setelah diisolasi diketahui bahwa bakteri ini merupakan bakteri gram negatif, anaerob, non motil, asaccharolytic yang biasanya terlihat berbentuk kokus dengan morfologi yang pendek. P. gingivalis adalah anggota Bacteroides pigmen hitam. Organism dari kelompok ini bervariasi warnanya dari coklat hingga hitam, dikembangkan dalam blood agar dan awalnya dikelompokkan dalam spesies tunggal (Hafadah, F. & Robert, L., 2008).

Gambar 5. Bakteri Porphyromonas gingivalis

(Sumber : en.citizendium.org/wiki/Porphyromonas_gingivalis)3.7.3 Bacteroides Forsythus

Patogen periodontal yang ketiga, Bacteroides forsythus, pertama kali diperkenalkan pada tahun 1979 sebagai bacteroides fusiform. Spesies ini sulit untuk berkembang, biasanya membutuhkan 7 hingga 14 hari bagi koloni untuk berkembang. Organisme ini adalah gram negative anaerobic, berbentuk spindel, batang pleomorfik, pertumbuhan organisme ini ditingkatkan oleh adanya ikatan dengan Fusobacterium nucleatum dan tentu saja terjadi pada daerah subgingiva. Organisme ini ditemukan dalam jumlah yang lebih besar pada daerah penyakit periodontal yang mengalami proses destruktif atau pada abses periodontal dibandingkan pada gingivitis ataupun daerah yang sehat (Hafadah, F. & Robert, L., 2008).

Sebagai tambahan, Bacteoides forsythus ditemukan lebih banyak pada lesi periodontal aktif dibandingkan dengan lesi inaktif. Lebih jauh lagi, subjek yang memiliki Bacteroides forsythus memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami kehilangan tulang alveolar, kehilangan perlekatan, dan kehilangan gigi dibandingkan dengan subjek yang tidak terdeteksi memiliki Bacteroides forsythus (Hafadah, F. & Robert, L., 2008).Pada awalnya Bacteroides forsythus diperkirakan sebagai spesies subgingival yang jarang ditemukan. Namun, studi yang dikemukakan oleh Gmur dkk (1989) menggunakan antibodi monoclonal untuk menghitung spesies secara langsung pada sampel plak, menggambarkan bahwa spesies ini lebih banyak ditemukan sebelumnya dibandingkan yang ditemukan pada studi kultur dan level ini secara kuat diasumsikan berhubungan dengan peningkatan kedalaman poket (Hafadah, F. & Robert, L., 2008).Bacteroides forsythus termasuk spesies baru dari mulut manusia, memiliki ultrastruktur dinding sel yang berbeda dan satu set unik antigen permukaan sel. Dalam studi terpisah, pasien yang sebelumnya dirawat karena sedang mengalami periodontitis parah dimonitor selama 12 bulan untuk bukti kekambuhan penyakit (Hafadah, F. & Robert, L., 2008).

Gambar 6. Bakteri Bacteroides forsythus

(Sumber : http://www.morgellons-uk.net/?p=715)3.7.4 Prevotella Intermedia

Provetella intermedia merupakan bakteri pigmen hitam kedua yang mendapat cukup banyak perhatian. Bakteri yang merupakan organisme gram negative, pendek, berakhiran bulat, batang anaerobic ini diperlihatkan mengalami peningkatan pada penyakit ANUG, yang merupakan salah satu bagian dari periodontitis (Hafadah, F. & Robert, L., 2008).

Spesies ini memiliki sifat virulensi mirip dengan Porphyromonas gingivalis dan terlihat menginduksi infeksi campuran saat diinjeksikan pada hewan percobaan laboratorium. Organisme ini juga menunjukkan aktivitas invasi terhadap sel epitel oral secara in vitro. Peningkatan serum antibodi dari spesies ini terjadi pada beberapa tapi tidak pada semua subjek dengan refractory periodontitis (Hafadah, F. & Robert, L., 2008).

Gambar 7: Bakteri provetella intermedia

(Sumber: http://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Prevotella)3.7.5 Campylobacter Rectus

Campylobacter rectus adalah bakteri gram negatif, anaerobik, pendek, motil vibrio. Organisme ini biasanya memanfaatkan H2 atau membentuknya sebagai sumber energi. Bakteri ini merupakan kelompok bakteri yang vibrio corrodes, bakteri pendek yang tidak termasuk dalam kelompok batang dan membentuk cembungan kecil, dry spreading, atau corroding dalam blood agar (Hafadah, F. & Robert, L., 2008).

Compylobacter rectus banyak ditemukan dengan jumlah yang tinggi pada pada daerah yang mengalami penyakit periodontal dibandingkan daerah sehat. Selain itu, ditemukan pula dalam jumlah yang lebih besar dan lebih sering pada daerah yang mengalami kerusakan periodontal aktif atau merupakan berkebalikan antara periodontal sehat dan yang berpenyakit (Hafadah, F. & Robert, L., 2008).

Gambar 8. Bakteri Campylobcter rectus(Sumber: en.wikipedia.org/wiki/Campylobacteriosis)3.7.6 Fusobacterium nucleatum

Fusobacterium nucleatum adalah bakteri anaerobic Gram-negatif non-spreforming yang ditemukan pada flora normal mulut, yang memainkan peran dalam penyakit periodontal. Meskipun ia tidak dianggap sebagai bakteri patogen utama yang memberikan kontribusi terhadap perkembangan periodontitis (Hafadah, F. & Robert, L., 2008).

Bakteri ini adalah bakteri gram negatif, anaerobik, bentuk spindel, yang dikenal sebagai bagian dari mikroba subgingival selama lebih dari 100 tahun. Spesies ini dapat diisolasi dari kultur plak subgingiva, dan terdiri dari 7-10% dari total kultur yang dapat diisolasi dari berbagai keadaan klinis yang berbeda. Fusobacterium nucleatum banyak ditemukan pada subjek periodontitis dan abses periodontal (Hafadah, F. & Robert, L., 2008).

Gambar 9. Bakteri Fusobacterium nucleatum

(Sumber: www.icb.usp.br/~mariojac)

DAFTAR PUSTAKA

Neves aldo. Gangrene radix. Available http:/aldoneves.blogspot.com/gangrene radix .html.diases tanggal 21 april 20013

Kartini A. gangren pulpa. Available at http://aniekart.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 21 april 2013

Grossman IL, Oliet S, Rio CED.Ilmu endodontik dalam praktik. Ed.11. Jakarta : EGC, 1995

Tarigan R. 2002. Perawatan Pulpa Gigi (Edodonti). Jakarta: Penerbit Buku KedokteranEGC.

Walton R. E. dan Torabijad M. 2003.Prinsip dan Praktik Ilmu Edodonsia. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Trijoedani Widodo, 2005. Respon imun humural pada pulpitis.fakultas kedokteran gigi airlangga bagian ilmu konservasi.