32
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di daerah tropis yang memiliki curah hujan yang tinggi. Hal ini dapat menjadi berkah, tapi di sisi lain dapat pula menjadi musibah jika tidak dikelola dengan baik. Terbukti dengan banyaknya terjadi fenomena banjir di Indonesia ini. Salah satunya adalah banjir yang acap kali terjadi di Ibukota Jakarta. Ketika kita perhatikan, masalah banjir ini bermula dari adanya kerusakan hutan. Selama ini, banyak orang yang membicarakan kerusakan hutan di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Jarang sekali mereka membicarakan kerusakan hutan di Jawa, terutama Jawa Barat, Mereka berfikir hutan di Jawa sudah habis dan tak perlu dibicarakan lagi. Jadi lebih baik mempersoalkan kerusakan hutan di luar Jawa. Mereka lupa bahwa di Jawa juga masih ada sedikit hutan, di mana yang sedikit itu kondisinya terus memburuk. FENOMENA BANJIR DI JAKARTA 1

Makalah Banjir Di Jakarta

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah Banjir Di Jakarta

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia terletak di daerah tropis yang memiliki curah hujan yang

tinggi. Hal ini dapat menjadi berkah, tapi di sisi lain dapat pula menjadi

musibah jika tidak dikelola dengan baik. Terbukti dengan banyaknya

terjadi fenomena banjir di Indonesia ini. Salah satunya adalah banjir yang

acap kali terjadi di Ibukota Jakarta.

Ketika kita perhatikan, masalah banjir ini bermula dari adanya

kerusakan hutan. Selama ini, banyak orang yang membicarakan kerusakan

hutan di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Jarang sekali mereka

membicarakan kerusakan hutan di Jawa, terutama Jawa Barat, Mereka

berfikir hutan di Jawa sudah habis dan tak perlu dibicarakan lagi. Jadi

lebih baik mempersoalkan kerusakan hutan di luar Jawa. Mereka lupa

bahwa di Jawa juga masih ada sedikit hutan, di mana yang sedikit itu

kondisinya terus memburuk.

Masalah ini hingga kini belum juga mampu teratasi dengan baik.

Padahal Ibukota Jakarta merupakan kota penting yang menjadi pusat

pemerintahan dan perdagangan. Sedangkan banjir yang terjadi di wilayah

ini cukup intensif sehingga menimbulkan kerugian yang teramat banyak.

Inilah masalah kita bersama dan sepatutnya kita fikirkan bersama. Oleh

karena itu sangat penting bagi kita untuk memahami dan secara bersama-

sama mencari solusinya.

B. Batasan Masalah

Dalam penulisan materi ini, saya membatasi ruang lingkup

permasalahan yaitu meliputi :

FENOMENA BANJIR DI JAKARTA 1

Page 2: Makalah Banjir Di Jakarta

1. Pengertian banjir

2. Faktor-faktor penyebab banjir

3. Peristiwa banjir di Jakarta

4. Kondisi daerah Jakarta

5. Kondisi curah hujan di daerah Jakarta

6. Solusi yang dapat direkomendasikan untuk menanggulangi masalah

banjir di Jakarta

C. Rumusan Masalah

Peristiwa banjir yang sering terjadi di DKI Jakarta ini

menimbulkan berbagai pertanyaan sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan banjir ?

2. Apa faktor-faktor yang mengakibatkan banjir ?

3. Bagaimana peristiwa banjir di Jakarta ?

4. Bagaimana kondisi di daerah Jakarta ?

5. Bagaimana kondisi curah hujan di Jakarta ?

6. Bagaimana solusi yang dapat kita rekomendasikan ?

D. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini yaitu agar dalam mata kuliah

Hidrologi mahasiswa mengenal dan memahami mengenai banjir dan

mampu menganalisa fenomena-fenomena banjir di Indonesia pada

umumnya dan Jakarta pada khususnya. Kemudian mampu

mendiskusikannya.

E. Metode Penulisan

Dalam menyusun makalah ini, saya menggunakan metode

Kepustakaan/Literatur, yaitu memperoleh materi pembahasan dari

buku dan media elektronik (internet)

FENOMENA BANJIR DI JAKARTA 2

Page 3: Makalah Banjir Di Jakarta

PEMBAHASAN

A. Pengertian Banjir

Ada tiga pengertian mengenai banjir, yaitu :

1. Banjir adalah aliran air sungai yang tingginya melebihi muka air normal

sehingga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan

pada lahan rendah disisi sungai. Aliran air limpasan tersebut yang

semakin meninggi, mengalir dan melimpas muka tanah yang biasanya

tidak dilewati aliran air

2. Banjir adalah gelombang banjir berjalan kearah hilir sistem sungai yang

berinteraksi dengan kenaikan muka air dimuara akibat badai.

3. Menurut SK SNI M-18-1989-F (1989) dalam (Suparta (2004), banjir

adalah aliran yang relatif tinggi, dan tidak tertampung oleh alur sungai

atau saluran.

Namun secara sederhana banjir dapat didefinisikan sebagainya hadirnya

air di suatu kawasan luas sehingga menutupi permukaan bumi kawasan tersebut.

B. Faktor-Faktor Penyebab Banjir

Secara garis besar, faktor-faktor yang mengakibatkan banjir dapat dibagi

menjadi dua, yaitu :

1. Faktor Alami

Dalam siklus hidrologi kita dapat melihat bahwa volume air yang

mengalir di permukaan bumi  dominan ditentukan oleh tingkat curah

hujan, dan tingkat peresapan air ke dalam tanah.

FENOMENA BANJIR DI JAKARTA 3

Page 4: Makalah Banjir Di Jakarta

Aliran Permukaan = Curah Hujan – Resapan ke dalam tanah

Secara sederhana, segmen aliran sungai itu dapat kita bedakan

menjadi :

Daerah hulu : Terdapat di daerah pegunungan, gunung atau perbukitan.

Lembah sungai sempit dan potongan melintangnya berbentuk huruf

“V”. Di dalam alur sungai banyak batu yang berukuran besar

(bongkah) dari runtuhan tebing, dan aliran air sungai mengalir di sela-

sela batu-batu tersebut. Air sungai relatif sedikit. Tebing sungai sangat

tinggi. Terjadi erosi pada arah vertikal yang dominan oleh aliran air

sungai.

Daerah tengah : Umumnya merupakan daerah kaki pegunungan, kaki

gunung atau kaki bukit. Alur sungai melebar dan potongan

melintangnya berbentuk huruf “U”. Tebing sungai tinggi. Terjadi erosi

pada arah horizontal, mengerosi batuan induk. Dasar alur sungai

melebar, dan di dasar alur sungai terdapat endapan sungai yang

berukuran butir kasar. Bila debit air meningkat, aliran air dapat naik

dan menutupi endapan sungai yang di dalam alur, tetapi air sungai

tidak melewati tebing sungai dan keluar dari alur sungai.

Daerah hilir : Umumnya merupakan daerah dataran. Alur sungai lebar

dan bisa sangat lebar dengan tebing sungai yang relatif sangat rendah

dibandingkan lebar alur. Alur sungai dapat berkelok-kelok seperti

huruf “S” yang dikenal sebagai “meander”. Di kiri dan kanan  alur

terdapat dataran yang secara teratur akan tergenang oleh air sungai

yang meluap, sehingga dikenal sebagai “dataran banjir”. Di segmen ini

terjadi pengendapan di kiri dan kanan alur sungai pada saat banjir yang

menghasilkan dataran banjir. Terjadi erosi horizontal yang mengerosi

endapan sungai itu sendiri yang diendapkan sebelumnya.

FENOMENA BANJIR DI JAKARTA 4

Page 5: Makalah Banjir Di Jakarta

Dari karakter segmen-segmen aliran sungai itu, maka dapat

dikatakan bahwa banjir merupakan bagian proses alami dalam

pembentukan daratan oleh aliran sungai. Dengan banjir, sedimen

diendapkan di atas daratan. Bila muatan sedimen sangat banyak, maka

pembentukan daratan juga terjadi di laut di depan muara sungai yang

dikenal sebagai “delta sungai.”

Banjir yang meluas hanya terjadi di daerah hilir dari suatu aliran

dan melanda dataran di kiri dan kanan aliran sungai. Di daerah tengah,

banjir hanya terjadi di dalam alur sungai.

Untuk banjir yang secara langsung berkaitan dengan aliran sungai,

secara sederhana dapat kita katakan bahwa manusia dapat terkena banjir

karena tinggal di dataran banjir. Secara alamiah, dataran banjir memang

tidak setiap saat dilanda banjir. Ada banjir tahunan, 5 tahunan, 10

tahunan, 25 tahunan, 50 tahunan atau bahkan 100 tahunan. Interval

tersebut tidak mesti sama untuk setiap sungai, dan hanya dapat diketahui

bila dilakukan pengamatan jangka panjang. Hal ini yang kadang tidak

disadari oleh manusia ketika memilih lokasi pemukiman. Apalagi bila

pendatang yang tidak mengenal karakter suatu daerah di sekitar aliran

sungai tertentu.

2. Faktor Tidak Alami

Perubahan Lingkungan

Perubahan lingkungan? Tidak bisa kita pungkiri, dengan

semakin meningkatnya populasi manusia telah menyebabkan

semakin terdesaknya kondisi lingkungan. Saat ini yang paling

hangat dibicarakan akibat dari perubahan lingkungan adalah

terjadinya pemanasan global, selain itu kita juga telah merubah

penggunaan lahan (yang juga perubahan lingkungan) yang

berakibat pada berkurangnya tutupan lahan. Semakin lama jumlah

vegetasi semakin berkurang, khususnya di daerah perkotaan.

FENOMENA BANJIR DI JAKARTA 5

Page 6: Makalah Banjir Di Jakarta

Akibat pemanasan global menyebabkan terjadinya

perubahan pada pola iklim yang akhirnya merubah pola curah

hujan, makanya jangan heran kalau sewaktu-waktu hujan bisa

sangat tinggi intensitasnya dan kadang sangat rendah. Berdasarkan

analisis statistik data curah hujan dari tahun 1900 sampai tahun

1989 terhadap variasi hujan dengan menggunakan uji F dihasilkan

bahwa telah terjadi perubahan intensitas hujan untuk lokasi

Ambon, Branti, Kotaraja, Padang, Maros, Kupang, Palembang, dan

Pontianak (Slamet dan Berliana, 2006). Berdasarkan kajian

LAPAN (2006), banjir yang terjadi di Jakarta Januari tahun 2002,

Juni 2004 dan Februari 2007 bertepatan dengan fenomena La Nina

dan MJO (Madden-Julian oscillation), kedua fenomena ini

menyebabkan terjadinya peningkatan curah hujan diatas normal.

Memang, berdasarkan kesimpulan penelitian tersebut bukan hanya

faktor iklim yang menyebabkan terjadinya banjir, tapi juga di

sebabkan oleh perubahan penggunaan lahan dan penyempitan

saluran drainase (sungai).

Perubahan penggunaan lahan dan otomatis juga terjadi

perubahan tutupan lahan (penggunaan lahan itu ada pemukiman,

sawah, tegalan, ladang dll. Sedangkan tutupan lahan itu vegetasi

yang tumbuh di atas permukaan bumi) menyebabkan semakin

tingginya aliran permukaan. Aliran permukaan terjadi apabila

curah hujan telah melampaui laju infiltrasi tanah. Menurut Castro

(1959) tingkat aliran permukaan pada hutan adalah 2.5%, tanaman

kopi 3%, rumput 18% sedangkan tanah kosong sekitar 60%.

Sedangkan berdasarkan penelitian Onrizal (2005) di DAS Ciwulan,

penebangan hutan menyebabkan terjadinya kenaikan aliran

permukaan sebesar 624 mm/th. Itu baru perhitungan yang di

lakukan pada daerah hutan yang ditebang di mana masih ada tanah

FENOMENA BANJIR DI JAKARTA 6

Page 7: Makalah Banjir Di Jakarta

yang bisa meresapkan air, lantas jika seandainya tanah-tanah sudah

tertutup beton pasti aliran permukaannya semakin bertambah.

Kembali lagi kita ke hutan yang digunakan sebagai sampel

apabila tidak ada vegetasi dan pengaruhnya terhadap aliran

permukaan dan debit sungai. Onrizal (2005) juga mengungkapkan

bahwa penebangan hutan menyebabkan berkurangnya air tanah

rata-rata sebesar 53.2 mm/bln. Sedangkan kemampuan peresapan

air pada DAS berhutan lebih besar 34.9 mm/bln di bandingkan

dengan DAS tidak berhutan. Selain itu hasil penelitiannya juga

menunjukkan bahwa apabila tanaman di bawah pohon hutan

(tanaman yang kecil-kecil) itu hilang akan menyebabkan

peningkatan aliran permukaan yang mencapai 6.7 m3/ha/blan.

Hasil penelitian Bruijnzeel (1982) dalam Onrizal (2005) yang di

lakukan pada areal DAS Kali Mondoh pada tanaman hutan

memperlihatkan bahwa debit sungai pada bulan Mei, Juli, Agustus

dan September lebih tinggi dari curah hujan yang terjadi pada saat

bulan-bulan tersebut, ini membuktikan bahwa vegetasi sebagai

pengatur tata air dimana pada saat hujan tanaman membatu proses

infiltrasi sehinggaa air disimpan sebagai air bawah tanah dan

dikeluarkan saat musim kemarau. Menurut Suroso dan Santoso

(2006) dalam WWF-Indonesia (2007) perubahan penggunaan

lahan sangat berpengaruh terhadap peningkatan debit sungai. Hasil

penelitian Fakhrudin (2003) dalam Yuwono (2005) menunjukkan

bahwa perubahan penggunaan lahan di DAS Ciliwung tahun 1990-

1996 akan meningkatkan debit puncak dari 280 m3/det menjadi 383

m3/det, dan juga meningkatkan persentase hujan menjadi direct

run-off dari 53 % menjadi 63 %. Yuwono (2005) juga

mengungkapkan pengurangan luas hutan dari 36% menjadi 25%,

FENOMENA BANJIR DI JAKARTA 7

Page 8: Makalah Banjir Di Jakarta

15% dan 0% akan menaikkan puncak banjir berturut-turut 12,7%,

58,7% dan 90,4%.

Sekarang kita coba hubungkan dengan erosi dan

sedimentasi. Saat terjadi perubahan penggunaan lahan dari hutan

menjadi tegalan, maka kemungkinan erosi akan semakin tinggi.

menurut Yuwono (2005) pengurangan luas hutan dari 36% menjadi

25%, 15%, dan 0% akan meningkatkan laju erosi sebesar 10%,

60% dan 90%. Akibat dari erosi ini tanah menjadi padat, proses

infiltrasi terganggu, banyak lapisan atas tanah yang hilang dan

terangkut ke tempat-tempat yang lebih rendah, tanah yang hilang

dan terangkut inilah yang menjadi sedimentasi yang dapat

mendangkalkan waduk-waduk, bendungan-bendungan dan sungai-

sungai. Setelah terjadi seperti itu, kapasitas daya tampung dari

saluran irigasi tersebut menjadi lebih kecil yang akhirnya dapat

menyebabkan banjir walaupun dalam kondisi curah hujan normal.

Menurut Priatna (2001) kerusakan tanah akibat terjadinya erosi

dapat menyebabkan bahaya banjir pada musim hujan,

pendangkalan sungai atau waduk-waduk serta makin meluasnya

lahan-lahan kritis.

Perubahan Masyarakat

Perubahan masyarakat di sini maksudnya adanya pertambahan

populasi penduduk yang terkadang memunculkan daerah-daerah

slump dan perubahan gaya hidup berupa tempat tinggal dengan

berlomba-lomba membangun tempat tinggal yang mewah, tapi

tanpa memperhatikan ekologi, sehingga mengakibatkan semakin

sempitnya lahan peresapan dari air hujan.

Adanya perubahan dari masyarakat petani menuju masyarakat

industri juga mempengaruhi keberadaan banjir. Dengan adanya

FENOMENA BANJIR DI JAKARTA 8

Page 9: Makalah Banjir Di Jakarta

perubahan ini menjadikan areal pertanian semakin sempit karena

banyak digunakan untuk mendirikan perusahaan-perusahaan

industri. Ini pun juga mempersempit daerah peresapan. Bahkan

keberadaan industri ini terkadang menghasilkan limbah buangan

berupa asap hasil pembakaran yang semakin memicu global

warming.

C. Fenomena Banjir di Jakarta

Jakarta serasa tak henti-hentinya dengan berita banjir yang

melanda kota tersebut. Setiap tahun ritual banjir di Jakarta nyaris tak

berubah. Daeraah yang tenggelam pun nyaris tak berubah.

Melihat ritual banjir di Jakarta yang nyaris tak berubah dari tahun

ke tahun, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tampaknya kesal.

Presiden mempertanyakan kenapa ruang terbuka hijau (RTH) yang

berfungsi sebagai resapan air di Jakarta terus menyusut. SBY tersadar

bahwa rupanya apa yang dilakukan Pemerintah Daerah (Pemda) DKI

untuk mengantisipasi banjir hanya berjalan di tempat.

Ini bukan berarti Pemda DKI tidak bekerja serius untuk mengatasi

banjir. Kerjanya serius sekali, tapi sayang geraknya kalah cepat dengan

gerak para pendatang yang merusak program-program antisipasi banjir.

Kasusnya hampir sama dengan problem jumlah penduduk DKI Jakarta.

Yang datang ke Jakarta jauh lebih banyak ketimbang yang keluar dari

Jakarta sehingga hasilnya penduduk Jakarta bertambah terus.

Lantas mengapa banjir dapat melanda Jakarta setiap tahunnya dan

belum didapati solusi hingga saat ini ? Hal inilah yang akan saya kupas

lebih lanjut.

1. Kondisi Daerah di Jakarta

Jakarta berlokasi di halaman utara pulau Jawa, di muara sungai

Ciliwung, Teluk Jakarta. Jakarta terletak di dataran rendah pada

FENOMENA BANJIR DI JAKARTA 9

Page 10: Makalah Banjir Di Jakarta

ketinggian rata-rata 8 meter d.p.l. Hal ini mengakibatkan Jakarta sering

dilanda banjir. Selatan Jakarta merupakan dataran tinggi yang dikenal

dengan daerah Puncak. Jakarta dialiri oleh 13 sungai yang kesemuanya

bermuara ke Teluk Jakarta. Sungai yang terpenting ialah Ciliwung,

yang membelah kota menjadi dua. Sebelah timur dan selatan Jakarta

berbatasan dengan provinsi Jawa Barat dan disebelah barat berbatasan

dengan provinsi Banten.

Kepulauan Seribu, sebuah kabupaten administratif, terletak di

Teluk Jakarta. Sekitar 105 pulau terletak sejauh 45 km (28 mil) sebelah

utara kota.

2. Kondisi Curah Hujan di Daerah Jakarta

Jakarta memiliki suhu udara yang panas dan kering atau beriklim

tropis. Terletak di bagian barat Indonesia, Jakarta mengalami puncak

musim penghujan pada bulan Januari dan Februari dengan rata-rata

curah hujan 350 milimeter (14 inchi) dengan suhu rata-rata 27 °C.

Curah hujan antara bulan Januari dan awal Februari sangat ekstrim,

pada saat itulah Jakarta dilanda banjir setiap tahunnya, dan puncak

musim kemarau pada bulan Agustus dengan rata-rata curah hujan 60

milimeter (2,4 inchi). Bulan September dan awal oktober adalah hari-

hari yang sangat panas di Jakata, suhu udara dapat mencapai 40 °C.

Suhu rata-rata tahunan berkisar antara 25°-38 °C (77°-100 °F)

Hal tersebut di atas menunjukkan adanya potensi banjir akibat

curah hujan tinggi di Jakarta. Tentunya saya tidak ingin

mengenyampingkan tentang faktor manusia dengan aktifitas

pembangunan yang jauh lebih cepat berubah sehingga alam dalam hal

ini curah hujan tinggi hanya berperan stimulus (mempercepat)

perubahan kondisi lingkungan tersebut, hingga menyebabkan

terjadinya banjir di Jakarta.

FENOMENA BANJIR DI JAKARTA 10

Page 11: Makalah Banjir Di Jakarta

Untuk memprediksi apakah benar Jakarta berpotensi banjir, maka

beberapa instansi terkait, yaitu Badan Meteorologi, Klimatologi dan

Geofisika (BMKG) dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

(LAPAN), telah memberikan hasil analisisnya. Termasuk Badan

Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) juga telah mengeluarkan

prediksinya dalam media ini beberapa waktu yang lalu, tentang potensi

banjir Jakarta.

Berdasarkan data curah hujan Jakarta Februari 2009, BMKG

mengidentifikasi Jakarta berpotensi mengalami curah hujan tinggi

dengan intensitas 300-400 mm/bulan. Intensitas hujan sebesar itu

dinilai cukup tinggi dan berpeluang untuk terjadinya genangan atau

banjir di Jakarta.

LAPAN juga tidak kalah tepatnya memberikan analisisnya.

LAPAN mengidentifikasi curah hujan di sekitar Indonesia, khususnya

di wilayah Jawa mengalami intensitas curah hujan sekitar 300-350

mm/bulan. Begitu juga dengan Jakarta, diperkirakan mengalami curah

hujan yang kurang lebih sama pada kisaran intensitas tersebut.

Kedua data curah hujan ini memberikan suatu wacana bagi kita,

bahwa Jakarta berpotensi mengalami curah hujan yang cukup tinggi.

Pegangan kita tentang informasi cuaca dari BMKG dan analisis cuaca

dari  LAPAN dan BPPT menjadi tumpuan kita bersama.

Selanjutnya, Institut Teknologi Bandung (ITB), sebagai universitas

riset, juga telah banyak memproduksi berbagai model prediksi cuaca di

Indonesia sebagai model eksperimental, baik dengan model dinamis

yang lebih komplek ataupun melalui pendekatan model statis tetapi

ketepatan yang lebih baik yaitu dengan Model Proyeksi Curah Hujan

Resolusi Tinggi seperti terlihat pada gambar ini. Model tersebut

dikembangkan dengan model matematis khusus yang merupakan

gabungan antara model canggih Fast Fouries Transform (FFT) dan

FENOMENA BANJIR DI JAKARTA 11

Page 12: Makalah Banjir Di Jakarta

model simpangan datanya. Penemuan 4 nilai frekuensi dalam

persamaan khusus tersebut sangat menentukan ketepatan hasil model

dengan data, sehingga model matematis khusus tersebut dapat

digunakan untuk proyeksi mendatang. Model ini dikembangkan oleh

berbagai ahli dengan berbagai latar belakang keahlian yang berbeda,

kerjasama ahli informatika, matematika, penginderaan jauh dan ahli

tentunya ahli meteorologi telah merampung model eksperimental

curah hujan untuk wilayah Jakarta.

(a) (b)

Gambar 3. (a) Proyeksi curah hujan Jakarta bulan Februari 2008, (b)

Proyeksi curah hujan Jakarta bulan Februari 2009

FENOMENA BANJIR DI JAKARTA 12

Page 13: Makalah Banjir Di Jakarta

Peta curah hujan yang beresolusi lebih tinggi ini memperlihatkan

bahwa wilayah Jakarta mengalami curah hujan cukup tinggi pada

bulan Februari, terutama wilayah Jakarta bagian Utara, Jakarta Pusat,

Jakarta bagian Selatan, dan Jakarta bagian Timur. Sementara di bagian

Selatan Jakarta curah hujan tinggi dimulai dari wilayah Bogor,

sedangkan di wilayah lainnya sekitar Jakarta, seperti Tangerang, curah

hujan cenderung lebih rendah (lihat Gambar 3.b).

Terlihat juga bahwa, jika kita bandingkan proyeksi curah hujan

tahun 2008 (Gambar 3.a) dengan proyeksi curah hujan tahun 2009

(Gambar 3.b), maka terlihat bahwa curah hujan ini mengalami

distribusi curah hujan hujan lebih tinggi akan tetapi cakupan luas

wilayahnya lebih sempit di banding wilayah cakupan curah hujan

tahun lalu. Hasil model tersebut memberikan gambaran bahwa Jakarta

berpotensi banjir dengan intensitas hujan yang sangat tinggi pada

beberapa wilayah.

Sebenarnya kejadian genangan atau banjir di Jakarta dapat disebabkan

oleh tiga kejadian, yaitu :

a. Kenaikan suhu bumi (global warming) yang mengakibatkan pencairan es

abadi di kutub. Ini pun menimbulkan peningkatan permukaan air

laut.Wilayah Jakarta yang berada di dataran rendah mudah sekali

terpengaruh oleh naiknya permukaan air laut. Dalam kasus banjir

belakangan ini Jakarta dihantam air bah, baik yang berasal dari

pegunungan di Bopunjur maupun yang berasal dari pantai utara (rob).

Kejadian banjir pasang (rob) oleh gelombang pasang laut sebagai akibat

curah hujan yang tinggi di laut atau kejadian rob juga bisa diakibatkan

oleh pasang laut karena gerhana bulan. Biasanya kejadian banjir pasang

(rob) akibat gerhana bulan tersebut terjadi dalam hitungan waktu 12

sampai 24 jam sedangkan rob akibat curah hujan tinggi relatif lebih

FENOMENA BANJIR DI JAKARTA 13

Page 14: Makalah Banjir Di Jakarta

singkat waktunya. Daerah genangan biasanya terpusat di wilayah rendah

di wilayah utara Jakarta.

b. Genangan atau banjir bisa terjadi akibat limpahan air hujan dari wilayah

Bogor ke daerah aliran sungai di wilayah Jakarta. Selanjutnya masyarakat

sering mengidentifikasikan banjir ini sebagai ”banjir kiriman”. Daerah

aliran sungai (DAS) yang dilalui oleh “banjir kiriman” tersebut akan

terkena genangan, terutama daerah yang yang rendah di wilayah Jakarta

dan banjir akan berlangsung 1-2 hari, tergantung lamanya dan intensitas

hujan di wilayah Bogor. Hal ini, karena perubahan peruntukan lahan yang

semula untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) kini menjadi ruang yang

tertutup bangunan (RTB). Dampaknya, alih-alih tumbuh hutan kota untuk

resapan air,yang muncul hutan beton yang menahan air. Sejak 2000,

misalnya, RTH Jakarta sudah di bawah 10%. Idealnya, minimum 27,5%.

Di pihak lain, daerah-daerah hulu sungai yang mengalir di Jakarta,yaitu

daerah sekitar Bopunjur (Bogor, Puncak, Cianjur) juga mengalami

konversi lahan dari kawasan RTH menjadi kawasan RTB yang sangat

mengkhawatirkan. Akibatnya, air hujan yang jatuh di Bopunjur tak bisa

terserap dan membanjiri Jakarta.

c. Banjir atau genangan di Jakarta akan bisa terjadi akibat pergeseran pola

curah hujan dari bagian selatan (wilayah Bogor) ke arah Utara, memasuki

wilayah Jakarta, artinya terjadi perubahan pola curah hujan yang bergerak

dari Selatan menuju Utara dari wilayah Bogor ke wilayah Jakarta.

Adanya wilayah hujan yang baru dengan perubahan pola ini disinyalir

akan menyebabkan munculnya daerah genangan baru yang mungkin

belum pernah ada sebelumnya di wilayah Jakarta dan sekitarnya.

Biasanya curah hujan yang menyebabkan genangan akan terjadi dalam

waktu 1-3 hari.

Masing-masing kejadian tersebut berpotensi menyebabkan banjir di

Jakarta. Tetapi, kejadian banjir yang jauh lebih besar akan mungkin terjadi dan

FENOMENA BANJIR DI JAKARTA 14

Page 15: Makalah Banjir Di Jakarta

menyebabkan banjir apalagi ketiga kejadian tersebut terjadi pada saat yang

bersamaan atau dalam selang waktu yang kurang dari 6-12 jam. Lebih kurang

kejadian seperti itulah yang terjadi di Jakarta pada awal Februari 2 tahun yang lalu

(tahun 2007).

Selain ketiga hal utama tersebut, banjir di Jakarta juga disebabkan oleh :

a. Berkurangnya situ atau rawa di Jabodetabek. Di kawasan Depok saja, dari

60 situ yang ada kini tinggal enam buah. Menurut Pusat Penelitian

Limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, di Jabodetabek dulu,

tahun 1960-an, ada 218 situ. Kini tinggal 50-an saja.Kawasan situ yang

sangat penting fungsinya untuk menampung limpahan air hujan, baik di

daerah hilir maupun hulu Jakarta, kini telah berubah menjadi perumahan,

pertokoan, dan lain-lain.

b. Sempadan tiga belas sungai yang ada di Jakarta makin menyempit.

Sempadan sungai yang seharusnya steril dari bangunan, banyak yang

berubah jadi perumahan. Sampai 2005 saja, misalnya, 60% sempadan

sungai-sungai di Jakarta telah berubah menjadi bangunan perumahan dan

pertokoan penduduk. Kondisinya sekarang pasti lebih parah. Banjir di

sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung adalah akibat

menyempitnya lahan sempadan tersebut.

c. Morfologi tanah wilayah Jakarta relatif rendah, rata-rata, hanya 10 meter

di atas permukaan air laut. Bahkan belakangan kondisinya lebih rendah

lagi karena penyedotan air tanah yang berlebihan. Di sebagian wilayah

Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan, contohnya, permukaan tanahnya sudah

lebih rendah dari permukaan laut.

d. Sampah rumah tangga yang tidak terurus. Setiap hari, di Jakarta ada

tambahan 10.000-an ton sampah, yang ironisnya 30% di antaranya

dibuang ke sungai dan got-got yang ada di Jakarta.Tumpukan sampah

inilah yang sering memacetkan aliran air drainase di perkotaan yang

mengakibatkan banjir.

FENOMENA BANJIR DI JAKARTA 15

Page 16: Makalah Banjir Di Jakarta

e. Hilangnya lahan basah seperti hutan kota dan hutan mangrove yang

berfungsi sebagai resapan dan reservoir air.Lahan hutan kota dan hutan

mangrove telah banyak berubah menjadi lahan real estat dan pertokoan.

D. Solusi Yang Dapat DirekomendasikanSelama ini pemerintah memang telah melakukan upaya untuk

menanggulangi masalah banjir ini. Salah satunya dengan banjir kanal. Banjir

Kanal Jakarta adalah kanal yang dibuat agar aliran sungai Ciliwung melintas di

luar Batavia, tidak di tengah kota Batavia. Banjir kanal ini merupakan gagasan

Prof H van Breen dari Burgelijke Openbare Werken atau disingkat BOW, cikal

bakal Departemen PU, yang dirilis tahun 1920. Studi ini dilakukan setelah banjir

besar melanda Jakarta dua tahun sebelumnya. Inti konsep ini adalah pengendalian

aliran air dari hulu sungai dan mengatur volume air yang masuk ke kota Jakarta.

Termasuk juga disarankan adalah penimbunan daerah-daerah rendah.

Antara tahun 1919 dan 1920, gagasan pembuatan Banjir Kanal dari

Manggarai di kawasan selatan Batavia sampai ke Muara Angke di pantai utara

sudah dilaksanakan. Sebagai pengatur aliran air, dibangun pula Pintu Air

Manggarai dan Pintu Air Karet.

Dengan bantuan Netherlands Engineering Consultants, tersusunlah "Master Plan

for Drainage and Flood Control of Jakarta" pada Desember 1973. Berdasarkan

rencana induk ini, seperti yang ditulis Soehoed dalam Membenahi Tata Air

Jabotabek, pengendalian banjir di Jakarta akan bertumpu pada dua terusan yang

melingkari sebagian besar wilayah kota.

Terusan itu akan menampung semua arus air dari selatan dan dibuang ke

laut melalui bagian- bagian hilir kota. Kelak, terusan itu akan dikenal dengan

nama Banjir Kanal Barat dan Banjir Kanal Timur. Ini adalah salah satu upaya

pengendalian banjir Jakarta di samping pembuatan waduk dan penempatan pompa

pada daerah-daerah yang lebih rendah dari permukaan air laut.

Di dalam rencana induk itu dirancang sistem pengendalian dengan

membuat kanal yang memotong aliran sungai atau saluran di wilayah Jakarta

FENOMENA BANJIR DI JAKARTA 16

Page 17: Makalah Banjir Di Jakarta

Barat. Kanal ini adalah perluasan terusan banjir peninggalan Van Breen, yang

kemudian beken disebut sebagai Banjir Kanal Barat (BKB). Tetapi, karena

sebagian besar alur kanal ini melintasi daerah permukiman padat, untuk

pembebasan tanahnya dibutuhkan persiapan dan pelaksanaan yang panjang.

Akibatnya, pembuatan perluasan BKB tersebut pun tertunda.

Setelah terjadi banjir di wilayah Jakarta Barat pada Januari 1979,

pemerintah pusat bersama Pemerintah Daerah DKI Jakarta mencari jalan

pemecahan untuk mengurangi potensi terjadinya genangan pada masa yang akan

datang. Rencana perluasan BKB pun diganti dengan pembuatan jaringan

pengendali banjir lainnya, yakni jaringan kanal dan drainase yang dinamakan

Sistem Drainase Cengkareng. Saluran banjir Cengkareng selesai dibuat pada

tahun 1983.

Memang cukup bagus telah adanya upaya tersebut. Namun hal tersebut

menjadi kurang berarti jika belum juga selesai direalisasikan karena kendala dari

masalah pembebasan tanah. Oleh karena itu, saya merekomendasikan beberapa

solusi untuk masalah banjir di Jakarta, yaitu :

1. Pemda DKI Jakarta perlu juga memikirkan bagaimana menghidupkan

kembali situ-stu yang rusak atau mati. Bila perlu, Pemda DKI

membuat situ-situ baru di wilayah tertentu seperti dilakukan Pemda

Kota Metropolitan Bangkok, Thailand, yang telah berhasil

menghidupkan kembali situ-situ di sana.

2. Pemda DKI Jakarta juga bisa mengubah secara radikal RTH yang ada

untuk mengatasi banjir. Misalnya dengan membuat hutan mangrove di

sepanjang pantai utara. Hutan mangrove yang ada di Jakarta sekarang

ini jumlahnya masih terlalu sedikit dibanding problem daerah serapan

air hujan, penampungan air, dan penangkalan ombak atau rob air laut.

Jangan sampai hutan mangrove yang ada tersebut malah diserobot

peruntukannya menjadi perumahan.

FENOMENA BANJIR DI JAKARTA 17

Page 18: Makalah Banjir Di Jakarta

3. Sebetulnya Pemda DKI Jakarta juga sudah memiliki peraturan daerah

yang amat bagus untuk mengatasi banjir, yaitu peraturan daerah

tentang keharusan membuat sumur resapan untuk satu satuan luas

tertentu bangunan gedung atau rumah. Sayangnya peraturan tersebut

tidak dilaksanakan secara serius dan banyak pihak yang melanggarnya.

Padahal, sumur resapan ini sangat besar manfaatnya untuk resapan air

dan menjaga stabilitas volume air tanah Jakarta yang terus berkurang.

Jika masalah sumur resapan diprioritaskan dan ditegakkan hukumnya,

niscaya banjir besar di wilayah-wilayah seperti Cawang, Gatot

Soebroto, dan Kota, bisa dikurangi. Oleh karena itu perlunya realisasi

ketat mengenai peraturan ini.

4. Perlu adanya perlindungan hutan, kebun, dan konservasi lahan secara

intensif.

5. Kinerja bersama untuk rehabilitasi DAS dan lahan kritis.

6. Pengendalian terhadap pemanfaatan ruang yang mengganggu fungsi

hidrologi serta kelestarian fungsi lingkungan hidup.

7. Adanya subsidi silang hulu-hilir

PENUTUP

FENOMENA BANJIR DI JAKARTA 18

Page 19: Makalah Banjir Di Jakarta

Banjir sebenarnya merupakan suatu proses alami dari pembentukan

dataran. Namun banjir ini akan menjadi masalah jika manusia tidak dapat

menempatkan diri dalam membangun pemukiman serta intensitas banjir tersebut

terlalu sering dan besar. Masalah banjir ini jika kita turut-turut, manusialah

tentunya yang akan menjadi tersangka sebagai biang keladi timbulnya banjir.

Bagaimanapun upaya yang kita usahakan akan sulit terwujud tanpa adanya

kontribusi positif dari berbagai pihak untuk menanganinya. Tentunya hal tersebut

bermula dari kesadaraan kita masing-masing. Oleh karena itu, perlu adanya

tidakan penanganan secara komprehensif dari berbagai kalangan dan secara

berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

FENOMENA BANJIR DI JAKARTA 19

Page 20: Makalah Banjir Di Jakarta

Ali Kodra, Hadi S., Syaukani. Bumi Makin Panas, Banjir Makin Luas. 2004.

Bandung :Yayasan Nuansa Cendekia

Asy Syakur (20 Februari 2007). Apa sih Banjir ? Diambil pada tanggal 27 Maret

2010 dari http://asy-syakur.wordpress.com

Asy Syakur (20 Februari 2007). Faktor Penyebab Banjir (1). Diambil pada tanggal

27 Maret 2010 dari http://asy-syakur.wordpress.com

Asy Syakur (20 Februari 2007). Faktor Penyebab Banjir (2). Diambil pada tanggal

27 Maret 2010 dari http://asy-syakur.wordpress.com

Banjir. Diambil pada tanggal 27 Maret 2010 dari http://www.wikipedia.com

Banjir Kanal. Diambil pada tanggal 27 Maret 2010 dari

http://www.wikipedia.com

Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Diambil pada tanggal 27 Maret 2010 dari

http://www.wikipedia.com

FENOMENA BANJIR DI JAKARTA 20