Makalah Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik

Embed Size (px)

Citation preview

Asuhan Keperawatan pada Pasien Gagal Ginjal KronisDisusun untuk melengkapi penilaian mata kuliah Sistem Urinari II Disusun oleh: Kelompok Tutorial 4 Erita Yunistisia Rosdani Evelin Aprilianty Fitria Nurjannah Laela Ghaniya Fatra Nela Fardilah Nonny Tentia Maulida Rosma Diar Suci Puspitasari Wanda Karroma Aristya W S Qonita Nur Miladi Astri Mutiar 220110090039 220110090040 220110090032 220110090034 220110090031 220110090037 220110090036 220110090042 220110090035 220110090046 220110090138 220110090043

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2012

1

Chair Sciber 1 Sekretaris

: Erita Yunistisia Rosdani (220110090039) : Astri Mutiar : Wanda Karroma (220110090043) (220110090035)

Kasus Step 1 Step 2 Step 3 Step 4 Step 5 LO Step 6 Self study

Step 7 Reporting

2

KONSEP

I.

Anatomi Fisiologi. Potongan Longitudinal Ginjal Secara fungsional, membran glomerulus dapat dengan mudah melewatkanzat bermuatan netral yang berdiameter sampai 4 nanometer dan hampir tidak dapat melewatkan zat yang berdiameter lebih dari 8 nanometer. Selain besarnya,muatan molekul juga mempengaruhi kemudahannya untuk masuk ke dalamkapsula browman. Jumlah luas seluruh endotel kapiler glomerulus tempatdilaluinya filtrasi pada manusia kira-kira 0,8 m Panjang tubulus kontortus proksimal manusia kira-kira 15mm dengandiameter 55 mikrometer. Dindingnya terdiri dari selapis sel yang saling berinterdigitasi dan membentuk tight junction didaerah apikal. Didaerah basis sel,

antara 2 sel yang bersebelahan terdapat ruang perluasan ekstra sel yang disebutruang intersel lateral. Tepi sel yang menghadap ke lumen memiliki garis-garis brush border karena terdapat sangat banyak mikrofili yang berukuran 1 x 0,7mikrometer. Bagian tubulus proksimal yang bergelung (pars konvoluta)mengalirkan cairan filtrate kedalam bagian yang lurus (pars rekta) yangmembentuk awal dari ansa henle. Tubulus proksimal berakhir di segmen tipis parsdesendens ansa henle, yang epitelnya terdiri dari sel-sel tipis dan gepeng. Nefronyang glomerulusnya berada di korteks bagian luar3

mempunyai ansa henle yang pendek (nefron kortikal) sedangkan yang glomerulusnya terletak di daerah jukstamedularis korteks (nefron jukstamedularis) memiliki ansa henle yang panjang sampai mencapai piramid medulla. Hanya 15% nefron manusia yangmemiliki ansa henle yang panjang. Panjang segmen tipis ansa henle berkisar antara 2-14 mm. segmen ini beakhir di segmen tebal pars asendes yang panjangnya kira-kira 12mm. sel tebal pars asendens ini berbentuk kubus. Sel inimemiliki banyak mitokondria dan bagian basis membran selnya sangat berlekuk-lekuk (invaginasi).Segmen tebal pars asendens ansa henle akan mencapai glomerulus nefrontempat asal tubulus dan berjalan berdekatan dengan arteriol aferen dan arterioleferennya. Dinding arteriol aferen mengandung sel jukstaglomerulus yang akanmensekresikan renin. Sel jukstaglomerulus, makula densa dan lasis yang berdekatan akan membentuk satu kesatuan yang disbut sebagai apparatus jukstaglomerulus. Panjang tubulus kontortus distal kira-kira 5 mikrometer epitelnya lebih tipis daripada epitel tubulus proksimal. Epitel ini mengandungsedikit mikrovili tanpa brush border yang jelas. Beberapa tubulus distal akan bersatu membentuk duktus koligentes yang panjangnya kira-kira 20mm. duktuskoligentes akan melalui korteks dan medulla ginjal serta mengalirkan cairanfiltrate kedalam pelvis renalis yang berada ditiap apeks piramis medulla. Epiteldinding duktus koligentes terdiri dari sel principal (sel P) dan sel interkalasi (selI). sel P merupakan sel yang terbanyak relative lebih tinggi dan mengandungsedikit organel. Sel ini berperan dalam reabsorpsi Na+ dan reabsorpsi air yangdirangsang oleh hormone vaso presin. Sel I yang lebih sedikit jumlahnya juga terdapat dinding tubulus distal. Sel ini memiliki banyak mikrovili, vesikelsitoplasma dan mitokondria. Sel I berperan dalam sekresi asam dan transportHCO3-. Panjang seluruh nefron, termasuk duktus koligentis, berkisar antara 45-65mm.

KORTEKS Korteks ginjal terdiri atas banyak tubulus kontortus dan badan-badan bulat yang dikenalsebagai korpus renal atau korpus Malpighi. Korteks tidak hanya membentuk bagian luar ginjal, tetapi pada tempattempat tertentu menyusup diantara bagian medula danmembentuk apa yang disebut kolom Bertini atau kolom Renal. MEDULA

4

Massa medula utama terdiri atas 8 sampai 18 piramid medula. Bagian dasarnya yanglebar berhubungan dengan bagian korteks dan bagian puncak (apeks) yang membulat danmenonjol ke dalam kaliks minor. NEFRON Parenkim ginjal terdiri atas nefron atau tubulus uriniferus yang berhimpit padat. Nefronmerupakan satuan fungsional ginjal yang bertugas menghasilkan urine. Diantara tubulusini tedapat pembuluh darah dan sedikit jaringan ikat. Tubulus ini bermuara ke dalamtubulus penampung (duktus koligens), kemudian ke tubulus penampung besar (duktus papilaris Bellini), yang mengcurahkan urine ke dalam pelvis dan ureter melalui kaliksminor dan mayor. Nefron terdiri atas: a.Korpus renal yang bertugas menyaring substansi dari plasma, dan

b.Tubulus renal yang bertugas mengadakan resorpsi selektif terhadap substansi dari filtratglomerulus, sampai mendapatkan komposisi urine.

KORPUS RENAL (KORPUS MALPIGHI) Korpus renal merupakan badan bulat berdiameter 0,2 mm yang terdapat pada bagiankorteks dan kolom renal. Terdapat 1 juta atau lebih korpus renal pada setiap ginjal. 1korpus renal terdiri atas 2 bagian, glomerulus di pusat dan suatu kapsula glomerulus, yang berupa pelebaran tubulus renal mirip kantung, yang disebut kapsula Bowman.

a.GlomerulusGlomerulus terdiri atas gelung-gelung kapiler yang terdapat diantara arteriolaferen dan arteriol eferen. Daerah tempat arteriol aferen masuk dan arteriol eferenkeluar disebut kutub vaskular. Setelah masuk dalam glemerulus, arteriol aferenmemecah menjadi 4 atau 5 kapiler yang relatif besar. Masing- masing kapiler inimenjadi sejumlah kapiler yang lebih kecil yang membentuk lengkung-lengkung tidak teratur menuju ke arteriol eferen. Arteriol eferen lebih kecil dari arteriolaferen. Perbedaan ukuran ini ada kaitan dengan fungsinya . pembuluh eferenmengangkut lebih sedikit cairan bila dibandingkan dengan pembuluh aferen,karena cukup banyak cairan tersaring dari darah selama melalui

kapiler glomerulus. Akibat adanya perbedaan ukuran maka tekanan di dalam aliranglomerulus tetap diperahankan dan hal ini membantu penyaringan plasma.5

b.Kapsula Bowman Kapsula ini terdapat lapisan dalam atau viseral yang melapis glomerulus, dansuatu lapisan luar atau parietal. Lapisan viseral secara langsung membungkusglomerulus, dan terdiri atas selapis sel epitel gepeng diatas membran basal, yangtelah menyatu dengan membran basal epitel kapiler glomerulus. Jadi epitelviseral dan endotel kapiler hanya terpisah oleh suatu membran basal tipis. Membran basal ini tebalnya hanya 0,3m, tediri atas srat-serat halus dan disebutmembran basal glomerulus. Lapisan parietal kapsula Bowman terdiri atas selapissel epitel gepeng. Celah diantara lapian viseral dan parietal disebut ruang urineatau ruang Bowman.Sel-sel gepeng lapisan viseral kapsula Bowman mempunyai struktur khusus, dan sel itudisebut podosit. Podosit ini gepeng, merangkul sel endotel kapiler. Juluran-juluran kakiatau pedikelnya menempel pada membran basal dan berselisih dengan pedikel-pedikel podosit sebelahnya. Podosit merupakan sel yang sangat aktif yang tercermin dari banyaknya metokondria, vakuola dan mikrotubul di dalam sitoplasma. Endotel kapiler yang terdapat disini memiliki tingkap yang kecilkecil. Pori-pori ditutup fragma khusus.Pedikel-pedikel podosit yang berbaris paralel dan berselisip dengan pedikel podosit berdekatan, mirip susunan kancing-rigi (resleting). Keadaan ini membentuk sawar selektif. Sel Mesangial Sel ini merupakan sel fagositik, berupa perisit pada lengkung kapiler golmerulus. Selmesangial membersihkan sisa sel mati dan kompleks imun, yang bila dibiarkan akanmenyumbat saringan urin. Jadi fungsinya adalah sebagai pembersih saringan.

TUBULUS RENAL Tubulus renal terdiri atas:

(1)Kapsula Bowman (2)Tubulus kontortus proksimal (3)Ansa Henle pars desnden, yang terletak dalam bagian piramid medula yang membalik dan membentuk Ansa Henle pars asenden, menuju dan masuk kembali ke korteks dan melanjutkan diri sebagai

Tubulus kontortus distal, yang bagian akhirnya melurus dan membentuk.

6

Tubulus penghubung, yang berakhir dengan bermuara pada duktus koligens. Diantara tubulus kontortus distal dan tubulus penghubung terdapat suatu segmen bersudut pendek, tubulu berbiku (zig-zag). Duktus koligens mulai dari bagiankorteks dan pada jarak-jarak pendek saling berhubungan dan akhirnya bermuarake dalam saluran lebar yang disebut duktus Bellini, yang akan bermuara pada puncak piramid yang menonjol ke dalam kaliks minor.

1.Tubulus kontortus Tubulus ini merupakan segmen nefron yang paling besar dan paling berkelok dan membentuk sebagian besar korteks. Panjangnya lebih kurang 14 mm dengangaris tengah 50-60um. Dilapisi selapis sel-sel silindris rendah atau piramidterpancung, dengan inti bulat, dan sitoplasma bergranula yang terpulas gelapdengan eosin. Permukaan bebas sel-sel epitel dilengkapi mikrosili yangmembentuk semacam Brush Border. Mitokondria berderet-deret pada agian basal sel yang memberinya corak bergaris. Bagian sel dekat Brush Bordermengandung fosfatase alkali. 2.Ansa Henle Pars Desenden Bagian ini mempunyai susunan sama dengan yang terdapat pada tubulus kontortus proksimal, kecuali Brush Border nya yang disini kurang berkembang. 3.Ansa Henle Segmen Tipis Bagan ansa henle ini mempunyai gais tengah 15m, dilapisi selapis sel epiteliol pipih dngan ini menonjol ke dalam lumen. Mikrofili yang membentukBruh Border disini lebih sedikit dan lebih pendek. Mitokondria dalam sel jugakurang. 4.Ansa Henle Pars Asenden Panjang bagian ini 9 mm dengan garis tengah 30m. Bagian ini naik menujukorteks dan menghampiri kutub atau polus vaskular glomerulus asalnya. Padatempat ini saluran

7

telah menjadi tubulus kontortus distal. Bagian saluran inidibatasi sel kuboid yang terletak diatas membran sel. 5.Tubulus Kontortus Distal Berawal dekat kutub vaskular glomerulus dan berakhir saat menyatu denganduktus koligens bagian melengkung. Panjangnya 4 -5 mm, dengan garistengah 22-50 m. Dilapisi sel kuboid. Pada bagian distal yang berdekatandengan ateriol aferen, sel-sel yang berbatasan dengan ateriol aferen, sel-sel yang berbatasan dengan ateriol itu mengalami perubahan menjadi berbentuk silindris.Bagian tubulus distal yang mengalami perubahan ini disebut Macula densa.Sel-sel ini membentuk aparat yuksta-glomerular bernama sel-sel

epiteloid.padatunika media arteriol aferen yang bersebelahan. Sel terakhir ini menghasilkan renin. 6. Duktus Koligens Bagian ini dilapisi epitel selapis kuboid. Fungsi Tubulus Renal: Glomerulus Mempertahankan adanya tegangan dalam aliran. 2.Membran Basal Glomerulus dan Podosit Viseral Menyaring selektif 3.Tubulus Kontortus Proksimal Resorpsi selektif terhadap Na, Cl, HCO3 , ion Ca, asam amino, sejumlah proteinglukosa dan air. Sel-sel yang banyak mikrovili pada permukaan lumen danlipatan-lipatan membran sel bagian basal. Lipatan-lipatan basal ini jalannya paralel satu sama lain dan berhimpitan. Banyak mitokondria terselip di dalamlipatan-lipatan itu. Jadi kedua permukaan membran sel membentuk permukaanreabsorpsi yang cukup luas. Di dalam sitoplasma terdapat terdapat mikrotubuldan mikrofilamen untuk transpor aktif. Sel-sel banyak mengandung8

enzimseperti adenosin trifosfat oksidase sitokrom, dehidrogenase suksinat, fosfatase asam (di dalam benda-benda lisosom), glukose 6 fosfatase dan leusin amino peptidase yang membantu resorpsi. 4.Ansa Henle Pars Desenden Mensekresi ion H dan kreatinin ke dalam urin. 5Ansa Henle Pars Asenden Resorpsi ion Na dan Ca.

6Tubulus Kontortus Distal Dipengaruhi hormon aldosteron.Mengabsorpsi kembali ion Ca, PO, Na danmenyekresi ion K, H, dan NH Duktus Koligens Dipengaruhi hormon ADH dan menyerap air. Dinding kapiler glomerular membuat rintangan untuk pergerakan air dansolute menyebrangi kapiler glomerular. Tekanan hidrostatik darah didalam kapiler dan tekanan oncotik dari cairan di dalam bowman space merupakan kekuatnuntuk proses filtrasi. Normalnya tekanan oncotik di bowman space tidak adakarena molekul protein yang medium-besar tidak tersaring. Rintangan untuk filtrasi ( filtration barrier ) bersifat selektiv permeable. Normalnya komponenseluler dan protein plasmatetap didalam darah, sedangkan air dan larutan akan bebas tersaring (Guyton.1996).Pada umumnya molekul dengan raidus 4nm atau lebih tidak tersaring,sebaliknya molekul 2 nm atau kurang akan tersaring tanpa batasan.Bagaimanapun karakteristik juga mempengaruhi kemampuan dari komponendarah untuk menyebrangi filtrasi. Selain itu beban listirk (electric charged ) darisretiap molekul juga mempengaruhi filtrasi. Kation ( positive ) lebih mudahtersaring dari pada anionBahan-bahan kecil yang dapat terlarut dalam plasma,seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat, garam lain, danurea melewati saringan dan menjadi bagian dari endapan.Hasil penyaringan diglomerulus berupa filtrat glomerulus (urin primer) yang komposisinya serupadengan darah tetapi tidak mengandung protein (Guyton.1996).9

2. Penyerapan ( Absorsorbsi)Tubulus proksimal bertanggung jawab terhadap reabsorbsi bagian terbesar dari filtered solute. Kecepatan dan kemampuan reabsorbsi dan sekresi dari tubulusrenal tiak sama. Pada umumnya pada tubulus proksimal bertanggung jawab untuk mereabsorbsi ultrafiltrate lebih luas dari tubulus yang lain. Paling tidak 60%kandungan yang tersaring di reabsorbsi sebelum cairan meninggalkan

tubulus proksimal. Tubulus proksimal tersusun dan mempunyai hubungan dengan kapiler peritubular yang memfasilitasi pergherakan dari komponen cairan tubulus melalui2 jalur : jalur transeluler dan jalur paraseluler. Jalur transeluler, kandungan (substance ) dibawa oleh sel dari cairn tubulus melewati epical membrane plasma dan dilepaskan ke cairan interstisial dibagian darah dari sel, melewati basolateral membrane plasma (Sherwood, 2001).Jalur paraseluler, kandungan yang tereabsorbsi melewati jalur paraseluler bergerakdari vcairan tubulus menuju zonula ocludens yang merupakan struktur permeable yang mendempet sel tubulus proksimal satu daln lainnya. Paraselluler transport terjadi dari difusi pasif. Di tubulus proksimal terjadi transport Namelalui Na, K pump. Di kondisi optimal, Na, K, ATPase pump manekan tiga ion Na kedalam cairan interstisial dan mengeluarkan 2 ion K ke sel, sehinggakonsentrasi Na di sel berkurang dan konsentrasi K di sel bertambah. Selanjutnya disebelah luar difusi K melalui canal K membuat sel polar. Jadi interior sel bersifat negative . pergerakan Na melewati sel apical difasilitasi spesifik transporters yang berada di membrane. Pergerakan Na melewati transporter ini berpasangan dengan larutan lainnya dalam satu pimpinan sebagai Na (contransport ) atau berlawanan pimpinan ( countertransport ) (Sherwood, 2001).Substansi diangkut dari tubulus proksimal ke sel melalui mekanisme ini (secondary active transport ) termasuk gluukosa, asam amino, fosfat, sulfat, danorganic anion. Pengambilan active substansi ini menambah konsentrasiintraseluler dan membuat substansi melewati membrane plasma basolateral dankedarah melalui pasif atau difusi terfasilitasi. Reabsorbsi dari bikarbonat olehtubulus proksimal juga di pengaruhi gradient Na (Sherwood, 2001) 3. Penyerapan Kembali ( Reabsorbsi )Volume urin manusia hanya 1% dari filtrat glomerulus. Oleh karena itu,99% filtrat glomerulus akan direabsorbsi secara aktif pada tubulus kontortus proksimal dan terjadi penambahan zat-zat sisa serta urea pada tubulus kontortusdistal. Substansi yang masih berguna seperti glukosa dan asam aminodikembalikan ke darah. Sisa sampah kelebihan garam, dan bahan lain pada filtratedikeluarkan dalam urin. Tiap hari tabung ginjal mereabsorbsi lebih dari 178 liter air, 1200 g garam, dan 150 g glukosa. Sebagian besar10

dari zat-zat ini direabsorbsi beberapa kali (Sherwood.2001).Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder yang komposisinya sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang bersifat racun bertambah, misalnya ureum dari 0,03 ,dalam urin primer dapat mencapai 2% dalam urin sekunder. Meresapnya zat padatubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam mino meresap melalui peristiwadifusi, sedangkan air melalui peristiwa osn osis. Reabsorbsi air terjadi padatubulus proksimal dan tubulus distal (Sherwood.2001).4. AugmentasiAugmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulaiterjadi di tubulus kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter adalah 96% air, 1,5% garam, 2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmenempedu yang berfungsi memberi warm dan bau pada urin. Zat sisa metabolismeadalah hasil pembongkaran zat makanan yang bermolekul kompleks. Zat sisa inisudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme antara lain, CO2, H20, NHS, zat warna empedu, dan asam urat (Cuningham, 2002).Karbon dioksida dan air merupakan sisa oksidasi atau sisa pembakaran zatmakanan yang berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Kedua senyawatersebut tidak berbahaya bila kadarnya tidak berlebihan. Walaupun CO2 berupazat sisa namun sebagian masih dapat dipakai sebagai dapar (penjaga kestabilanPH) dalam darah. Demikian juga H2O dapat digunakan untuk

berbagaikebutuhan, misalnya sebagai pelarut (Sherwood.2001). Proses Pembentukan Urine : Mula-mula darah yang mengandung air, garam, glukosa, urea, asam amino, dan amonia mengalir ke dalam glomerulus untuk menjalani proses filtrasi. Proses ini terjadi karena adanya tekanan darah akibat pengaruh dari mengembang dan mengerutnya arteri yang memanjang menuju dan meninggalkan glomerulus. Akhir filtrasi dari glomerulus ditampung oleh kapsul Bowman dan menghasilkan filtrat glomerulus atau urine primer. Secara normal, setiap hari kapsul Bowman dapat menghasilkan 180 L filtrat glomerulus. Filtrat glomerulus atau urine primer masih banyak mengandung zat yang diperlukan tubuh antara lain glukosa, garam-garam, dan asam amino. Perhatikan Tabel 8.1. Filtrat glomerulus ini kemudian diangkut oleh tubulus kontortus proksimal. Di tubulus kontortus proksimal zat-zat yang masih berguna direabsorpsi. Seperti asam amino, vitamin, dan beberapa ion yaitu Na+, Cl, HCO3, dan K+.11

Sebagian ionion ini diabsorpsi kembali secara transpor aktif dan sebagian yang lain secara difusi.

Proses reabsorpsi masih tetap berlanjut seiring dengan mengalirnya filtrat menuju lengkung Henle dan tubulus kontortus distal. Pada umumnya, reabsorpsi zat-zat yang masih berguna bagi tubuh seperti glukosa dan asam amino berlangsung di tubulus renalis. Akan tetapi, apabila konsentrasi zat tersebut dalam darah sudah tinggi, tubulus tidak mampu lagi mengabsorpsi zat-zat tersebut. Apabila hal ini terjadi, maka zat-zat tersebut akan diekskresikan bersama urine. Perhatikan Gambar untuk lebih memahami mengenai proses reabsorpsi.

Selain reabsorpsi, di dalam tubulus juga berlangsung sekresi. Seperti K+, H+, NH4+ disekresi dari darah menuju filtrat. Selain itu, obat-obatan seperti penisilin juga disekresi dari darah. Sekresi ion hidrogen (H+) berfungsi untuk mengatur pH dalam darah. Misalnya dalam darah terlalu asam maka ion hidrogen disekresikan ke dalam urine.

Sekresi K+ juga berfungsi untuk menjaga mekanisme homeostasis. Apabila konsentrasi K+ dalam darah tinggi, dapat menghambat rangsang impuls serta menyebabkan kontraksi otot dan jantung menjadi menurun dan melemah. Oleh karena itu, K+ kemudian disekresikan dari darah menuju tubulus renalis dan dieksresikan bersama urine.

Pada saat terjadi proses reabsorpsi dan sekresi di sepanjang tubulus renalis secara otomatis juga berlangsung pengaturan konsentrasi pada urine. Sebagai contoh, konsentrasi garam diseimbangkan melalui proses reabsorpsi garam. Di bagian lengkung Henle terdapat NaCl dalam konsentrasi tinggi. Keberadaan NaCl ini berfungsi agar cairan di lengkung Henle senantiasa dalam keadaan hipertonik. Dinding lengkung Henle descending bersifat permeabel untuk air, akan tetapi impermeabel untuk Na dan urea. Konsentrasi Na yang tinggi ini menyebabkan filtrat terdorong ke lengkung Henle bagian bawah dan air bergerak keluar secara osmosis.Di lengkung Henle bagian bawah, permeabilitas dindingnya berubah. Dinding lengkung Henle bagian bawah menjadi permeabel terhadap garam dan impermeabel terhadap air. Keadaan ini mendorong filtrate untuk bergerak ke lengkung Henle ascending.Air yang bergerak keluar dari lengkung Henle descending dan air yang bergerak masuk saat di12

lengkung Henle ascending membuat konsentrasi filtrat menjadi isotonik. Setelah itu, filtrat terdorong dari tubulus renalis menuju duktus kolektivus. Duktus kolektivus bersifat permeabel terhadap urea. Di sini urea keluar dari filtrat secara difusi. Demikian juga dengan air yang bergerak keluar dari filtrat secara osmosis. Keluarnya air ini menyebabkan konsentrasi urine menjadi tinggi. Dari duktus kolektivus urine dibawa ke pelvis renalis. Dari pelvis renalis, urine mengalir melalui ureter menuju vesika urinaria (kantong kemih) yang merupakan tempat penyimpanan sementara bagi urine.

Simaklah Tabel 8.2 berikut ini agar lebih mudah memahami proses pembentukan urine.

Di dalam urine tidak lagi terdapat protein dan glukosa. Apabila di dalam urine terdapat senyawa-senyawa tersebut, menunjukkan adanya gangguan pada ginjal. II. Definisi Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjalmengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekalidalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangancairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi urine.Penyakit gagal ginjal ini dapat menyerang siapa saja yang menderita penyakitserius atau terluka dimana hal itu berdampak langsung pada ginjal itu sendiri.Penyakit gagal ginjal lebih sering dialamai mereka yang berusia dewasa,terlebih pada kaum lanjut usia.

13

Gagal ginjal adalah tergangunya ginjal untuk melakukan fungsinya secaraoptimal. Pada gagal ginjal kemampuan ginjal untuk membuang zat-zat sisa dancairan yang berlebihan dari dalam tubuh akan menurun. Pada akhirnya, kondisiini dapat menyebabkan perlunya penanganan dengan jenis terapi tertentu,seperti transplantasi atau dialisis. Kesimpulan kelompok kami dari pengertian diatas, gagal ginjal adalah penurunanfungsi

ginjal sehingga ginjal tidak mampu berfungsi secara optimal terutamauntuk mempertahankan metabolisme keseimbangan cairan dan elektrolit.

III. Etiologi dan Faktor Resiko Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes). (Doenges, 1999; 626) Penyebab GGK menurut Price, 1992; 817, dibagi menjadi delapan kelas, antara lain: Infeksi misalnya pielonefritis kronik Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra IV. Epidemiologi Kita tidak dapat mengetahui dengan tepat prevalensi Gagal Ginjal Kronis (GGK) sebetulnya oleh karena banyak pasien yang tak bergejala atau dirujuk. Angka yang lebih tepat adalah banyaknnya pasien GGK yang masuk fase terminal oleh karena memerlukan atau sedang menjalani dialisis. Dari data yang didasarkan atas kreatini14

serum abnormal, saat ini diperkirakan pasien GGK adalah sekitar 2000 per juta penduduk (PJP). Kebanyakan diantara pasien ini tidak memerlukan pengobatan pengganti, karena sudah lebih dahulu meninggal oleh sebab lain. Dibandingkan dengan penyakit jantung koroner, stroke, diabetes melitus, dan kanker, angka ini jauh lebih kecil, akan tetapi menimbulkan masalah besar oleh karena biaya pengobatannya amat mahal. Dari data negara maju (Jepang, Australia, Amerika Serikat, Inggris) didapatkan variasi yang cukup besar pada insidensi dan prevalensi GGK terminal. Insidensi berkisar antara 77-283 per juta penduduk (PJP), sedangkan prevalensi yang menjani dialisis antara 476-1150 per juta penduduk (PJP). Perbedaan ini disebabkan antara lain perbedaan kriteria, geografis, etnik, dan fasilitas kesehatan yang disediakan. (Suhardjono, 2003)

V. Manifestasi Klinis Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular (Sukandar, 2006). Kelainan hemopoeisis Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik.Anemia yang terjadi sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit. Kelainan saluran cerna Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal.Patogenesis mual dam muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia.Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika. Kelainan mata Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal ginjal kronik.Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis.Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris.Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal15

ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier. Kelainan kulit Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost Kelainan selaput serosa Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal.Kelainan selaput serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis. Kelainan neuropsikiatri Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik.Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada pasien GGK.Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas). Kelainan kardiovaskular Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat kompleks.Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung. Manifestasi Klinik Menurut Stadium Pada gagal ginjal kronis, gejala-gejalanya berkembang secara perlahan. Pada awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari pemeriksaan laboratorium.

Pada gagal ginjal kronis ringan sampai sedang, gejalanya ringan meskipun terdapat peningkatan urea dalam darah. Pada stadium ini terdapat:nokturia, penderita sering berkemih di malam hari karena16

ginjal tidak dapat menyerap air dari air kemih, sebagai akibatnya volume air kemih bertambah tekanan darah tinggi, karena ginjal tidak mampu membuang kelebihan garam dan air. Tekanan darah tinggi bisa menyebabkan stroke atau gagal jantung. Sejalan dengan perkembangan penyakit, maka lama-lama limbah metabolik yang tertimbun di darah semakin banyak.Pada stadium ini, penderita menunjukkan gejalagejala, letih, mudah lelah, kurang siaga, kedutan otot, kelemahan otot, kram, perasaan tertusuk jarum pada anggota gerak, hilangnya rasa di daerah tertentu, kejang terjadi jika tekanan darah tinggi atau kelainan kimia darah menyebabkan kelainan fungsi otak, nafsu makan menurun, mual, muntah, peradangan lapisan mulut (stomatitis), rasa tidak enak di mulut, malnutrisi, penurunan berat badan.

Pada stadium yang sudah sangat lanjut, penderita bisa menderita ulkus dan perdarahan saluran pencernaan.Kulitnya berwarna kuning kecoklatan dan kadang konsentrasi urea sangat tinggi sehingga terkristalisasi dari keringat dan membentuk serbuk putih di kulit (bekuan uremik).Beberapa penderita merasakan gatal di seluruh tubuh. VI. Klasifikasi Gagal ginjal dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :

1. Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif yang akhirnya akan mencapai gagal ginjal terminal.

2. Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah suatu sindrom akibat kerusakan metabolik atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang mendadak dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu dengan atau tanpa oliguria sehingga mengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeotasis tubuh. (Suzanne C. Smeltzer, 2002)

VII.Stadium Penyakit Gagal Ginjal Kronik (GGK) ditandai dengan tiga tahap, yaitu : 1. Berkurangnya Cadangan Ginjal17

Fase pertama ditandai dengan kadar BUN dan kreatinin normal dan tidak terlihat gejala apapun. Fase ini disebabkan oleh berkurangnya aliran darah yang menuju ke ginjal atau oleh kondisi-kondisi yang menyebabkan kerusakan ginjal, seperti misalnya gagal ginjal akut yang tidak diberikan perawatan, atau sebagai perkembangan dari gagal ginjal akut. Awal mula dan durasinya seringkali tidak terdeteksi karena tidak adanya gejala. 2. Gangguan Ginjal Fase gagal ginjal kronis yang kedua adalah gangguan ginjal. Ini terjadi jika GFR berada pada posisi 25% dari normal (McCarley & Lewis, 1996), dan kadar BUN serta kreatinin mengalami peningkatan. Manifestasi klinis yang nampak adalah lelah, lemah, sakit kepala, mual, dan pruritus. Pasien mungkin juga mengalami nokturia dan poliuria yang disebabkan oleh penurunan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan urin. 3. ESRD (End Stage Renal Disease) Fase ketiga adalah ESRD atau uremia. Ini terjadi jika GFR kurang dari 5-10ml/menit (McCarley & Lewis, 1996). Dengan semakin parahnya gagal ginjal kronis, zat-zat yang tertinggal dalam organ tubuh mengalami kerusakan, yang akhirnya menyebabkan gangguan multisistem. Manifestasi kinis ESRD adalah defisit neurologi, defisit hematologis, gangguan GI, gangguan pernafasan, gangguan pada cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan asam basa, dan kerusakan integritas kulit. (Reeves, 2001) The U.S. National Kidney Foundations Kidneys Disease Outcomes Quality Initiative telah mengalami revisi dan menjelaskan stadium penyakit ginjal kronis. Stadium dibuat berdasarkan ada tidaknya gejala dan progesivitas penurunan Glomerulus Filtrate Rate (GFR), yang dikoreksi per uukuran tubuh (per 1,73 m2). GFR normal pada orang dewasa sehat kira-kira 120 sampai 130 ml per menit. Stadium penyakit ginjal tersebut adalah : 1. Stadium 1 :

Kerusakan ginjal (kelainan atau gejala dari patologi kerusakan, mencakup kelainan dalam pemeriksaan darah atau urin atau dalam pemeriksaan pencitraan) dengan laju filtrasi glomerulus (GFR) normal atau hampir normal, tepat atau di atas 90 ml per menit ( 75% dari nilai normal). 2. Stadium 2 :18

Laju filtrasi glomerulus antara 60 dan 89 ml per menit (kira-kira 50% dari nilai normal), dengan tanda-tanda kerusakan ginjal. Stadium ini dianggap sebagai salah satu tanda penurunan cadangan ginjal. Nefron yang tersisa dengan sendirinya sangat rentan mengalami kegagalan fungsi saat terjadi kelebihan beban. Gangguan ginjal lainnya mempercepat penurunan ginjal. 3. Stadium 3 :

Laju filtrasi glomerulus antara 30 dan 59 ml per menit (25% sampai 50% dari nilai normal). Insufisiensi ginjal dianggap terjadi pada stadium ini. Nofron terus-menerus mengalami kematian. 4. Stadium 4 :

Laju filtrasi glomerulus antara 15 dan 29 ml per menit (12% sampai 24% dari nilai normal) dengan hanya sedikit nefron yang tersisa. 5. Stadium 5 :

Gagal ginjal stadium lanjut; laju filtrasi glomerulus kurang dari 15 ml per menit ( < 12% dari nilai normal). Nefron yang masih berfungsi tinggal beberapa. Terbentuk jaringan parut dan atrofi tubulus ginjal. (Elizabeth J. Corwin, 2009)

VIII. Pemeriksaan PEMERIKSAAN LABORATORIUM Urin: Volume: biasanya berkurang dari 400ml/24jam (oliguria) atau urin tak ada (anuria). Warna: secara abnormal urin keruh mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, atau urat. Sedimen kotor, kecoklatan, menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin. Berat jenis: kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat). Osmolalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular,dan rasio urin/ serum sering 1:1. Klirens kreatinin: agak menurun Natrium: meningkat, lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorpsi natrium.19

Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat menunjukkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.

Darah: BUN/ kreatinin: meningkat, > 100 mg sehubungan dengan sindrom uremik. Kadar kreatinin 10 mg/dL atau lebih besar mengindikasikan sindrom uremik. Hitung darah lengkap: Ht menurun pada adanya anemia, Hb biasanya kurang dari 7-8 g/dL. SDM: waktu hidup menurun pada defisiensi eritropoetin seperti pada azotemia. GDA: menunjukkan asidosis metabolic (pH < 7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengekskresi hydrogen dan ammonia atau hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun. PCO2 menurun. Natrium serum: mungkin rendah (bila ginjal kehabisan natrium) atau normal (menunjukkan status dilusi hipernatremia). Kalium: meningkat sehubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan selular (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis SDM). Pada tahap akhir, perubahan EKG mungkin tidak terjadi sampai kalium 6,5 mEq atau lebih besar. Magnesium/fosfat: meningkat. Kalsium: menurun. Osmolaritas serum: menunjukkan > 285 mOsm/kg. Protein (khususnya albumin): kadar serum menurun dapat menunjukkan kehilangan protein melalui urin, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, atau penurunan sintesis karena kurang asam amino esensial. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK a. EKG : melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda

perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemia dan hipokalsemia) b. Ultrasonografi (USG) renogram : menilai besar dan bentuk ginjal, tebal orteks ginjal, kepadatan parenkim gnjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih, serta prostat. Untuk melihat adanya obstruksi akibat batu atau massa tumor

20

c. Foto polos abdomen : menilai bentuk dan besar ginjal. Dan apakah terdapat batu atau obstruksi lain. Foto polos disertai tomogram memberi keterangan yang lebih baik. Dilarang berpuasa. d. Biopsy ginjal : pada klien dengan gagal ginjal tahap awal, yang masih bisa diiobati. e. Pemeriksaan foto dada : dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali, dan efusi pericardial. Tak jarang di temukan juga infeksi spesifik oleh karena imunitas tubuh yang menurun f. Pemeriksaan radiografi tulang : melihat adanya osteodistrofi g. Pielografi intravena: menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter h. Pielografi retrograde: dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible i. Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi

ekstravaskuler, massa. j. KUB foto: menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung kemih dan adanya obstruksi. k. Foto kaki, tengkorak, kolumna spinal, dan tangan: dapat menunjukkan demineralisasi, kalsifikasi.

Karsinoma kandung kemih perlu dibedakan dari tumor ureter yang menonjol dalam kandung kemih, karsinoma prostat,dan hipertrofi prostat lobus median prostat. Untuk membedakan kelainan ini dibutuhkan endoskopi dan biopsi, urografi atau IVP, CT Scan, USG dan sitoscopy. a. Pemeriksaan Urografi (IVP) Menggunakan sinar x untuk mengevaluasi sistem saluran kemih. b. CT scan/MRI Merupakan teknik non invasive yang akan memberikan gambar penampang ginjal serta salurah kemih sangat jelas. Pemeriksaan ini memberikan informasi tentang luasnya lesi invasive pada ginjal.Untuk menentukan diagnosis dan stadium karsinoma sel ginjal. CT urogram menyediakan pemandangan tiga dimensi ginjal dan sistem urin. Selain itu dapat melihat organ-organ lain, seperti hati atau kelenjar getah bening, untuk memastikan bahwa tumor dari kandung kemih belum menyebar ke organ lainnya. c. Ultrasonografi (USG)21

Test ini mengunakan alat yang dipegang dan diletakkan di atas permukaan kulit untuk memeriksa kandung kemih dan struktur di pelvis dengan bantuan gelombang suara. Test ini menunjukan hubungan tumor dan penyebaran tumor. d. Endoskopi Dilakukan untuk melihat bentuk dan besar tumor. e. Sistokopi Adalah pemeriksaan pada kandung kemih dan prostat dengan menggunakan alat yang dinamakan sistoskop, untuk mendeteksi penyebab sumbatan pada kandung kemih. f. Systoreustroskopi Dilakukan untuk melihat posisi tumor. IX. Penatalaksanaan Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostatis selama mungkin. Pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama terdiri dari tindakan konservatif yang ditujukan untuk meredakan atau memperlambat perburukan progresif gangguan fungsi ginjal. Tindakan konservatif dimulai bila penderita mengalami azotemia. Tahap kedua pengobatan dimulai kertika tindakan konservatif tidak lagi efektif dalam mempertahankan kehidupan. a. Penatalaksanaan Konservatif Prinsip-prinsip dasar penatalaksanaan konservatif sangat sederhana dan didasarkan pada pemahaman mengenai batas-batas eksresi yang dapat dicapai oleh ginjal yang terganggu. Selain itu, terapi di arahkan pada pencegahan dan pengobatan komplikasi yang terjadi. a) Pengaturan Diet Protein Penderita azotemia biasanya dibatasi asupan proteinnya meskipun masih diperdebatkan seberapa jauh pembatasan harus dilakukan. Protein dibatsi karena urea, asam urat, dan asam organic-hasil pemecahan makanan dan protein jaringan-akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat gangguan pada klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus memi;liki nilai biologis tinggi (produk susu, telur, daging). Protein yang mengandung nilai22

biologis yang tinggi adalah substansi protein lengkap dan menyuplai asam amino utama yang diperlukan untuk penambahan dan perbaikan sel. Jumlah protein yang diperbolehkan adalah 0,6 g/kg/hari untuk pasien gagal ginjal berat pradialisis yang stabil (GFR< 24ml/menit). Sedangkan jumlah protein yang diperbolehkan untuk pasien yang menerima dialysis yang teratur dapat dibebaskan hingga 1g/kg/hari. Selain itu, suplemen karbohidrat dapat diberikan untuk memastikan kalori yang memedai untuk mencegah pemecahan protein tubuh. Suplemen vitamin B kompleks, piridoksin, dan asam askorbat harus diberikan bersama regimen ini. Oleh karena itu, status nutrisi pasien harus dipantua untuk memastikan bahwa berat bdan dan indicator lainnyan seperti albumin serum tetap stabil (3 g/dL). b) Pengaturan Diet Kalium Jumlah yang diperbolehkan dalam diet adalah 40-80 mEq/hari. Tindakan yang harus dilakukan adalah dengan tidak memberikan obat-obatan atau maaknan yang tinggi kandungan kalium seperti tambahan garam (yang mengandung ammonium klorida dan kalium klorida), ekspektoran, kaloium sitrat, dan makanan sup, pisang, dan jus buah murni. c) Pengaturan Diet Natrium dan Cairan Jumlah natrium yang biasanya diperbolehkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2 g natrium), tetapi asupan natrium yuang optimal harus ditentukan secara individual pada setiap pasien untuk mempertahankan hidrasi yang baik. Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan terjadinya retensi cairan, edema perifer, edema paru, hipertensi, dan gagal jantung kongestif. Asupan cairan membantu regulasi yang hati-hati dalam gagal ginjal lanjut, karena haus pasien merupakan panduan yang tidak dapat diyakini mengenai keadaan hidrasi pasien. Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan kelebihan beban sirkulasi, edem, dan intoksitasi cairan. Sedangkan asupan yang kurang dari optimal dapat menyebabkan dehidrasi, hipotensi, dan pemburukan fungsi ginjal. Biasanya cairan yang diperbolehkan adalah 500600ml untuk 24 jam. d) Pencegahan dan Pengobatan Komplikasi Hipertensi

23

Ditangani dengan berbagai medikasi antihipertensif kontrol volume intravaskuler. Obat penghambat ACE (missal, kaptopril) dapat bermanfaat untuk pasien hipertensi esensial. Obat tersebut juga dapat menurunkan proteinuria, tekanan intraglomerulus dan memperlambat perkembangan gagal ginjal kronis Bila penderita sedang menjalani hemodialisis, maka perlu menghentikan pemberian obat antihipetensi sebelum pengobatan untuk mencegah hipotensi dan syok dengan keluarnya cairan intravaskuler melalui vasoknstriksi vascular yang normal. Penambahan obat antihipertensi lain seperti penyekat kanal kalsium atau minoksidil (Linoten) biasanya dapat mengontrol tekanan darah. Bila semua cara gagal, masih dapat dipertimbangkan nefrektomi bilateral sebagai saran terakhir. Namun, tindakan tersebut dapat memperberat anemia karena ginjal stadium akhir masih memproduksi sedikit eritropoetin. Akhirnya, penatalaksanaan yang paling efektif yaitu dengan mengatur asupan natrium dan cairan serta dialysis intermiten, karena hipertensi pada kebanyakan pasien uremia disebebkan oleh kelebihan beban cairan. Hiperkalemia Hiperkalemia biasanya dicegah dengan penanganan dialysis yangadekuat disertai pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat terhadap kandungan kalium pada seluruh medikasi oral maupun intravena. Pasien diharuskan diet rendah kalium. Kadang-kadang Kayexelate, perlu diberikan secara oral. Anemia Anemia pada gagal ginjal ditangani dengan Epogen (Eritropoetin manusia rekombinana, EPO). Terapi epogen diberikan utnuk memperoleh nilai hematokrit sebesar 33-38%, yang biasanya memulihkan gejala anemia. Epogen diberikan secara intravena atau subkutan (25-125 U/kgBB) tiga kali seminggu. Naiknya hemtokrit memerlukan waktu 2-6minggu, sehingga Epogen tidak diindiaksikan untuk pasien yang memerlukan koreksi anemia dengan segera. Efek samping terapi ini mencakup hipertensi (terutama tahap awal penanganan), peningkatan bekuan pada tempat akses vaskuler, kejang dan penipisan cadangan besi tubuh. Asidosis Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronis biasanya tanpa gejala dan tidak memerlukan penanganan; namun demikian, suplemen natrium bikarbonat atau24

dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis jika kondisi ini menimbulkan gejala. Asidosis metabolik kronik yang ringan pada penderita uremia biasanya akan menjadi stabil pada kadar bikarbonat plasma 16-20 mEq/l. Osteodistrofi ginjal Untuk mencegah timbulnya hiperparatiroidisme sekunder dan segala akibatnya adalah dengan diet rendah fosfat dengan pemberian agen yang dapat mengikat fosfat dalam usus. Diet rendah protein biasanya juga rendah fosfat.dahulu, gel antasida alumunium sering digunakan untuk pengobatan. Namun demikian, sekarang diketahui bahwa regimen ini dapat menimbulkan intoksikasi aluminium akibat penimbunan bertahap aluminium dalam jaringan, dengan gejala neurologis dan osteomalasia. Sehingga diganti dengan pemberian natrium karbonat dosis tinggi. Antasid mengandung magnesium juga harus dihindari untuk mencegah toksisitas magnesium. Kalsium karbonat (1-2g) dan antasid pengikat fosfat harus diminum bersama dengan makanan agar efektif. Komplikasi utama pada pasien yang meminum kalsium karbonat sebagi pengikat fosfat adalah timbulnya hiperkalsemia. Sehingga kadar fosfat serum harus dipantau setidaknya setiap bulan untuk memastikan bahwa hasil akhir kalsium fofat dalam rentang normal (