Upload
zoemanta-athox
View
208
Download
20
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Aspek Sosial Budaya Persalinan
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang banyak membawa perubahan
terhadap kehidupan manusia baik dalam hal perubahan pola hidup maupun tatanan social termasuk
dalam bidang kesehatan yang sering dihadapkan dalam suatu hal yang berhubungan langsung
dengan norma dan budaya yang dianut oleh masyarakat yang bermukim dalam suatu tempat
tertentu.
Pengaruh social budaya dalam masyarakat memberikan peran penting dalam mencapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan social budaya dalam masyarakat merupakan
suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah tersebut telah mengalami suatu perubahan
dalam proses berfikir. Perubahan social dan budaya bisa memberikan dampak positif maupun
negative.
Hubungan antara budaya dan kesehatan sangatlah erat hubungannya sebagai salah satu contoh
suatu masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan dengan cara pengobatan tertentu sesuai
dengan tradisi mereka. Kebudayaan atau kultur dapat membentuk kebiasaan dan respons terhadap
kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat tanpa memandang tingkatannya. Karena itulah
penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat
mereka mengerti tentang proses terjadinya suatu penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan
atau budaya yang dianut hubungannya dengan kesehatan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.Apakah pengertian dari kebudayaan itu?
2. Bagaimanakah pengaruh social budaya terhadap pelayanan kesehatan?
1.3 TUJUAN PENULISAN
Untuk mengetahui apa saja hubungan antara kesehatan dan masalah social budaya yang ada di
masyarakat Indonesia.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN KEBUDAYAAN
Kebudayaan adalah sikap hidup yang khas dari sekelompok individu yang dipelajari secara turun
temurun, tetapi sikap hidup ini ada kalanya malah mengundang resiko bagi timbulnya suatu
penyakit. Kebudayaan tidak dibatasi oleh suatu batasan tertentu yang sempit, tetapi mempunyai
struktur-struktur yang luas sesuai dengan perkembangan dari masyarakat itu sendiri
Kebudayaan yaitu sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide
atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia,sehingga dalam kehidupan sehari-hari
kebudayaan bersifat abstrak.
Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak
dari (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Definisi dari budaya yaitu suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi selanjutnya.budaya terbentuk dari
unsure yang rumit, termasuk system agama dan politik, adat istiadat, bahasa,perkakas, pakaian,
bangunan dan karya seni.
2.2 HUBUNGAN ANTARA KEBUDAYAAN DAN KESEHATAN SEBELUM IBU MELAHIRKAN ( MASA
KEHAMILAN)
Di dalam masyarakat sederhana kebiasaan hidup dan adat istiadat dibentuk untuk mempertahankan
hidup diri sendiri dan kelangsungan hidup suku mereka. Berbagai kebiasaan dikaitkan dengan
kehamilan, kelahiran, pemberian makanan bayi yang bertujuan supaya reproduksi berhasil ibu dan
bayi selamat.
Dari sudut pandang modern tidak semua kebiasaan itu baik. Ada beberapa yang kenyataannya
malah merugikan. Contoh pada kebiasaan menyusukan bayi yang lama pada beberapa masyarakat
merupakan contoh yang baik kebiasaan yang bertujuan melindungi bayi. Tetapi bila air susu ibu
sedikit atau pada ibu-ibu lanjut usia, tradisi budaya ini dapat menimbulkan masalah tersendiri. Dia
berusaha menyusukan bayinya dan gagal. Bila mereka tidak mengetahui nutrisi mana yang
dibutuhkan bayi (biasanya demikian) bayi dapat mengalami malnutrisi dan mudah terserang infeksi.
2
Permasalahan yang sebenarnya cukup besar pengaruhnya yaitu pada kehamilan tepatnya pada
masalah gizi. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan-pantangan
terhadap beberapa makanan. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang ditambah lagi
dengan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenarnya sangat dibutuhkan
oleh wanita hamil tentunya akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin. Tidak heran
kalau anemia dan kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi terutama di daerah pedesaan.
Dikatakan pula bahwa penyebab utama dari tingginya angka anemia pada wanita hamil disebabkan
karena kurangnya zat gizi yang dibutuhkan untuk pembentukan darah.
Beberapa kepercayaan yang ada misalnya di Jawa Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil
pantang makan telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan
menyebabkan perdarahan yang banyak.
Sementara di salah satu daerah di Jawa Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja
harus mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan.
Di masyarakat Betawi berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena
dapat menyebabkan ASI menjadi asin.
Contoh lain di daerah Subang, ibu hamil pantang makan dengan menggunakan piring yang besar
karena khawatir bayinya akan besar sehingga akan mempersulit persalinan. Dan memang, selain
ibunya kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah. Tentunya hal ini sangat
mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi. Selain itu, larangan untuk memakan buah-buahan
seperti pisang, nenas, ketimun dan lain-lain bagi wanita hamil juga masih dianut oleh beberapa
kalangan masyarakat terutama masyarakat di daerah pedesaan. (Wibowo, 1993).
Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak untuk menolong
persalinan yang biasanya dilakukan di rumah. Data Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1992
rnenunjukkan bahwa 65% persalinan ditolong oleh dukun beranak. Beberapa penelitian yang pernah
dilakukan mengungkapkan bahwa masih terdapat praktek-praktek persalinan oleh dukun yang dapat
membahayakan si ibu.
Penelitian Iskandar dkk (1996) menunjukkan beberapa tindakan/praktek yang membawa resiko
infeksi seperti “ngolesi” (membasahi vagina dengan rninyak kelapa untuk memperlancar persalinan),
“kodok” (memasukkan tangan ke dalam vagina dan uterus untuk rnengeluarkan placenta) atau
“nyanda” (setelah persalinan, ibu duduk dengan posisi bersandardan kaki diluruskan ke depan
selama berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan pembengkakan).
3
Pemilihan dukun beranak sebagai penolong persalinan pada dasarnya disebabkan karena beberapa
alasan antara lain dikenal secara dekat, biaya murah, mengerti dan dapat membantu dalam upacara
adat yang berkaitan dengan kelahiran anak serta merawat ibu dan bayi sampai 40 hari.
Disamping itu juga masih adanya keterbatasan jangkauan pelayanan kesehatan yang ada. Walaupun
sudah banyak dukun beranak yang dilatih, namun praktek-praktek tradisional tertentu rnasih
dilakukan. lnteraksi antara kondisi kesehatan ibu hamil dengan kemampuan penolong persalinan
sangat menentukan hasil persalinan yaitu kematian atau bertahan hidup.
Secara medis penyebab klasik kematian ibu akibat melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan
eklamsia (keracunan kehamilan). Kondisi-kondisi tersebut bila tidak ditangani secara tepat dan
profesional dapat berakibat fatal bagi ibu dalam proses persalinan. Namun, kefatalan ini sering
terjadi tidak hanya karena penanganan yang kurang baik tepat tetapi juga karena ada faktor
keterlambatan pengambilan keputusan dalam keluarga. Umumnya, terutama di daerah pedesaan,
keputusan terhadap perawatan medis apa yang akan dipilih harus dengan persetujuan kerabat yang
lebih tua; atau keputusan berada di tangan suami yang seringkali menjadi panik melihat keadaan
krisis yang terjadi. Kepanikan dan ketidaktahuan akan gejala-gejala tertentu saat persalinan dapat
menghambat tindakan yang seharusnya dilakukan dengan cepat. Tidak jarang pula nasehat-nasehat
yang diberikan oleh teman atau tetangga mempengaruhi keputusan yang diambil.
Keadaan ini seringkali pula diperberat oleh faktor geografis, dimana jarak rumah si ibu dengan
tempat pelayanan kesehatan cukup jauh, tidak tersedianya transportasi, atau oleh faktor kendala
ekonomi dimana ada anggapan bahwa membawa si ibu ke rumah sakit akan memakan biaya yang
mahal. Selain dari faktor keterlambatan dalam pengambilan keputusan, faktor geografis dan kendala
ekonomi, keterlambatan mencari pertolongan disebabkan juga oleh adanya suatu keyakinan dan
sikap pasrah dari masyarakat bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan takdir yang tak dapat
dihindarkan.
2.3 HUBUNGAN ANTARA KEBUDAYAAN DAN KESEHATAN KETIKA IBU PERSALINAN (MELAHIRKAN)
Tradisi Masyarakat Jawa Ibu melahirkan Babaran, mbabar dapat diartikan: sudah selesai, sudah
menghasilkan dalam wujud yang sempurna. Babaran juga menggambarkan selesaianya proses karya
batik tradisional. Istilah babaran juga dipakai untuk seorang ibu yang melahirkan anaknya.
Ubarampe yang dibutuhkan untuk selamatan kelahiran adalah Brokohan. Ada macam macam
ubarampe Brokohan. Pada jaman ini Brokohan basanya terdiri dari :beras, telur, mie instan kering,
gula, teh dan sebagainya. Namun jika dikembalikan kepada makna yang terkandung dalam
selamatan bayi lahir, brokohan cukup dengan empat macam ubarampe saja yaitu:
4
1. kelapa, dapat utuh atau cuwilan
2. gula merah atau gula Jawa
3. dawet
4. telor bebek
Makna dari keempat macam ubarampe tersebut adalah:
Kelapa: daging kelapa yang berwarna putih adalah manifestasi dari sukra (bahasa Jawa kuna) yaitu
sperma, benihnya laki-laki, bapak
Gula Jawa: berwarna merah adalah manifestasi dari swanita (bahasa Jawa kuna) yaitu sel telur,
benihnya wanita, ibu.
Dawet : dawet terdiri dari tiga bahan yaitu:
1. santan kelapa, berwarna putih wujud dari sperma, benihnya Bapak.
2. juruh dari gula Jawa yang berwarna merah wujud dari sel telur, benihnya Ibu.
3. cendol dari tepung beras manifestasi dari jentik-jentik kehidupan.
Telor bebek, Ada dua alasan mengapa memakai telor bebek, tidak memakai telor ayam.
Alasan yang pertama: telor bebek kulitnya berwarna biru, untuk menggambarkan langit biru, alam
awang-uwung, kuasa dari atas.
Alasan kedua: biasanya telur bebek dihasilkan dari pembuahan bebek jantan tidak dari endog
lemu atau bertelur karena faktor makanan. Dengan demikian telor bebek kalau diengrami dapat
menetas, artinya bahwa ada roh kehidupan di dalam telor bebek.
Melalui keempat macam ubarampe untuk selamatan bayi lahir tersebut, para leluhur dahulu ingin
menyatakan perasaannya yang dipenuhi rasa sukur karena telah mbabar seorang bayi dalam proses
babaran.
Keempat ubarampe yang dikemas dalam selamatan Brokohan tersebut mampu menjelaskan bahwa
Tuhan telah berkenan mengajak kerjasama kepada Bapak dan Ibu untuk melahirkan ciptaan baru,
mbabar putra.
Melalui proses bersatunya benih bapak (kelapa) dan benihnya Ibu (gula Jawa) yang kemudian
membentuk jentik-jentik kehidupan, (dawet) Tuhan telah meniupkan roh kehidupan (telor bebek)
dan terjadilah kelahiran ciptaan baru (brokohan)
5
Jika pun dalam perkembangannya selamatan Brokohan untuk mengiring kelahiran bayi menjadi
banyak macam, terutama bahan-bahan mentah, hal tersebut dapat dipahami sebagai ungkapan rasa
syukur yang ingin dibagikan dari keluarga kepada para kerabat dan tetangga.. Namun keempat
ubarampe yang terdiri dari kelapa, gula Jawa, dawet dan telor bebek, masih perlu untuk disertakan
dan direnungkan, agar kelahiran manjadi lebih bermakna.empat.
Dalam budaya Jawa, kelahiran seorang anak manusia ke dunia, selain merupakan anugerah yang
sangat besar, juga mempunyai makna tertentu. Oleh karena itu, pada masa mengandung bayi hingga
bayi lahir, masyarakat Jawa mempunyai beberapa uapacara adat untuk menyambut kelahiran bayi
tersebut. Upacara-upacara tersebut antara lain adalah mitoni, upacara mendhem ari-ari, brokohan,
upacara puputan, sepasaran dan selapanan.
Selapanan dilakukan 35 hari setelah kelahiran bayi. Pada hari ke 35 ini, hari lahir si bayi akan
terulang lagi. Misalnya bayi yang lahir hari Rabu Pon (hari weton-nya), maka selapanannya akan
jatuh di Hari Rabu Pon lagi. Pada penanggalan Jawa, yang berjumlah 5 (Wage, Pahing, Pon, Kliwon,
Legi) akan bertemu pada hari 35 dengan hari di penanggalan masehi yang berjumlah 7 hari.
Logikanya, hari ke 35, maka akan bertemu angka dari kelipatan 5 dan 7. Di luar logika itu, selapanan
mempunyai makna yang sangat kuat bagi kehidupan si bayi. Berulangnya hari weton bayi, pantas
untuk dirayakan seperti ulang tahun. Namun selapanan utamanya dilakukan sebagai wujud syukur
atas kelahiran dan kesehatan bayi.
Yang pertama dilakukan dalam rangkaian selapanan, adalah potong rambut atau parasan.
Pemotongan rambut pertama-tama dilakukan oleh ayah dan ibu bayi, kemudian dilanjutkan oleh
sesepuh bayi. Di bagian ini aturannya, rambut bayi dipotong habis. Potong rambut ini dilakukan
untuk mendapatkan rambut bayi yang benar-benar bersih, diyakini rambut bayi asli adalah bawaan
dari lahir, yang masih terkena air ketuban. Alasan lainnya adalah supaya rambut bayi bisa tumbuh
bagus, oleh karena itu rambut bayi paling tidak digunduli sebanyak 3 kali. Namun pada tradisi
potong rambut ini, beberapa orang ada yang takut untuk menggunduli bayinya, maka pemotongan
rambut hanya dilakukan seperlunya, tidak digundul, hanya untuk simbolisasi.
Setelah potong rambut, dilakukan pemotongan kuku bayi. Dalam rangkaian ini, dilakukan
pembacaan doa-doa untuk keselamatan dan kebaikan bayi dan keluarganya. Upacara pemotongan
rambut bayi ini dilakukan setelah waktu salat Maghrib, dan dihadiri oleh keluarga, kerabat, dan
tetangga terdekat, serta pemimpin doa.
Acara selapanan dilakukan dalam suasana yang sesederhana mungkin. Sore harinya, sebelum
pemotongan rambut, masyarakat merayakan selapanan biasanya membuat bancaan yang dibagikan
6
ke kerabat dan anak-anak kecil di seputaran tempat tinggalnya. Bancaan mengandung makna agar si
bayi bisa membagi kebahagiaan bagi orang di sekitarnya.
Adapun makanan wajib yang ada dalam paket bancaan, yaitu nasi putih dan gudangan, yang
dibagikan di pincuk dari daun pisang. Menurut Mardzuki, seorang ustadz yang kerap mendoakan
acara selapanan, sayuran yang digunakan untuk membuat gudangan, sebaiknya jumlahnya ganjil,
karena dalam menurut keyakinan, angka ganjil merupakan angka keberuntungan. Gudangan juga
dilengkapi dengan potongan telur rebus atau telur pindang, telur ini melambangkan asal mulanya
kehidupan. Selain itu juga beberapa sayuran dianggap mengandung suatu makna tertentu, seperti
kacang panjang, agar bayi panjang umur, serta bayem, supaya bayi hidupanya bisa tentram.
Menjelang persalinan membutuhkan beberapa perlengkapan khusus, demikian pula bagi Suku Dayak
ada beberapa perlengkapan suku dayak menjelang persalinan atau proses melahirkan yang harus
dipersiapkan sedemikian rupa untuk menggelar beberapa ritual atau upacara adat suku Dayak dalam
menjelang dan menyambut kelahiran seorang bayi.
Kultur budaya suku Dayak Kalimantan Tengah menempatkan kaum wanita pada derajat yang tinggi.
Tak heran, kedudukan wanita dalam masyarakat dayak memang spesial, kaum perempuan selalu
mendapatkan perhatian penuh, terlebih saat proses menjelang persalinan.
Fase Melahirkan dalam budaya Suku Dayak mengisyaratkan perlunya sejumlah persiapan termasuk
persiapan perlengkapan suku dayak menjelang persalinan. Pada proses jelang melahirkan bayi atau
Awau, sang calon ibu dibaringkan pada sebuah dipan kecil dengan posisi miring terbuat dari kayu
yang disebut Sangguhan dengan motif ukiran Dayak di masing-masing sisi.
Kemudian saat melahirkan, disiapkan pula Botol Mau sebagai tempat untuk menungku perut ibu
agar darah kotor cepat keluar. Selain sebagai perlengkapan suku dayak menjelang persalinan Botol
Mau ini juga digunakan untuk menyiman air panas.
Selanjutnya, keluarga yang melahirkan juga perlu menyiapkan Kain Bahalai (Jarik dalam bahasa
Jawa) dengan lapisan yang berbeda. Tujuh lapis kain bahalai saat menyambut bayi laki-laki dan lima
lapis kain bahalai untuk bayi dengan jenis kelamin perempuan. Walaupun sebagai peralatan
penunjang, keberadaannya dalam persiapan prosesi persalinan menurut budaya Suku Dayak mutlak
diperlukan.
Pada fase ketika bayi telah lahir, maka tali pusar atau ari-ari bayi dipotong menggunakan sebuah
sembilu. Untuk tahap pertama dan pemotongan terakhir ari-ari dengan uang ringgit. Kedua
perlengkapan suku dayak menjelang persalinan tersebut disiapkan sejak awal dalam sebuah piring
atau Paraten. Sedangkan ari-ari yang terpotong tadi disimpan di dalam Kusak Tabuni.
7
Bayi (awau) yang baru lahir dimandikan dalam Kandarah, dan popok bayi yang digunakan disimpan
dalam Saok. Bagi sang ibu setelah melahirkan biasa menggunakan Stagen (Babat Kuningan) untuk
mengikat perut agar mengembalikan perut ibu ke kondisi semula dengan cepat. Tentunya untuk
menjaga tubuh ibu setelah melahirkan dan juga berfungsi untuk berjaga-jaga dalam kondisi yang
tidak terduga seperti sulitnya bayi keluar, masyarakat Dayak memiliki cara yang khas dan bernuansa
magis, yakni menggunakan buah kelapa yang bertunas untuk kemudian disentuhkan ke arah selaput
bayi. Tujuan perlengkapan suku dayak menjelang persalinan tersebut adalah agar dapat membuka
ruang sehingga bayi dapat keluar dengan mudah.
Tradisi Masyarakat NTT Ibu melahirkan
Proses melahirkandengan di urut oleh seseorang yang diangap ahli,Setelah ada kelahiran bayi
diadakan upacara atau ritual selamatan
Perlakuan masyarakat Nusa Tenggara Timur terhadap ari-ari
1. Tali pusar dipotong menggunakan kulit bambu.
2. Ditaruh sekitar 3 bulan di atas perapian sampai kering.
3. Selanjutnya di tanam di sertai doa dan alat-tulis.
2.4 HUBUNGAN ANTARA KEBUDAYAAN DAN KESEHATAN KETIKA IBU MULAI PASCA PERSALINAN
Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran masih diberlakukan juga pada masa
pasca persalinan. Pantangan ataupun anjuraan ini biasanya berkaitan dengan proses pemulihan
kondisi fisik misalnya, ada makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk memperbanyak
produksi ASI; ada pula makanan tertentu yang dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi
kesehatan bayi. Secara tradisional, ada praktek-praktek yang dilakukan oleh dukun beranak untuk
mengembalikan kondisi fisik dan kesehatan si ibu. Misalnya mengurut perut yang bertujuan untuk
mengembalikan rahim ke posisi semula; memasukkan ramuan-ramuan seperti daun-daunan
kedalam vagina dengan maksud untuk membersihkan darah dan cairan yang keluar karena proses
persalinan; atau memberi jamu tertentu untuk memperkuat tubuh (Iskandar et al., 1996).
8
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut:
Masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa, alamiah dan kodrati.
Mereka merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan ataupun dokter. Masih
banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan menyebabkan tidak
terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin dialami oleh mereka. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya informasi.
Kelancaran persalinan sangat tergantung faktor mental dan fisik si ibu. Faktor fisik berkaitan dengan
bentuk panggul yang normal dan seimbang dengan besar bayi. Sedangkan faktor mental
berhubungan dengan psikologis ibu, terutama kesiapannya dalam melahirkan. Bila ia takut dan
cemas, bisa saja persalinannya jadi tidak lancar hingga harus dioperasi. Ibu dengan mental yang siap
bisa mengurangi rasa sakit yang terjadi selama persalinan.
3.2. Saran
Saran yang kami berikan untuk para pembaca makalah ini, yaitu: setiap aspek sosial budaya yang
melintas atau menjadi dasar bagi pola kehidupan manusia sehari-hari hendaknya dapat disaring,
karena tidak setiap aspek sosial budaya yang masuk adalah postif.
9
DAFTAR PUSTAKA
http://mlamisland.blogspot.comhttp://wikipedia.com
http://franxiskusgaguknugraha.blogspot.com/2011/01/budaya-daerah-daerah-tentang-ibu.html
10