14
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang banyak membawa perubahan terhadap kehidupan manusia baik dalam hal perubahan pola hidup maupun tatanan social termasuk dalam bidang kesehatan yang sering dihadapkan dalam suatu hal yang berhubungan langsung dengan norma dan budaya yang dianut oleh masyarakat yang bermukim dalam suatu tempat tertentu. Pengaruh social budaya dalam masyarakat memberikan peran penting dalam mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan social budaya dalam masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah tersebut telah mengalami suatu perubahan dalam proses berfikir. Perubahan social dan budaya bisa memberikan dampak positif maupun negative. Hubungan antara budaya dan kesehatan sangatlah erat hubungannya sebagai salah satu contoh suatu masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan dengan cara pengobatan tertentu sesuai dengan tradisi mereka. Kebudayaan atau kultur dapat membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat tanpa memandang tingkatannya. Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka mengerti tentang proses terjadinya suatu penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan atau budaya yang dianut hubungannya dengan kesehatan. 1.2 RUMUSAN MASALAH 1.Apakah pengertian dari kebudayaan itu? 1

Makalah Aspek Sosial Budaya Dalam Persalinan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Aspek Sosial Budaya Persalinan

Citation preview

Page 1: Makalah Aspek Sosial Budaya Dalam Persalinan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang banyak membawa perubahan

terhadap kehidupan manusia baik dalam hal perubahan pola hidup maupun tatanan social termasuk

dalam bidang kesehatan yang sering dihadapkan dalam suatu hal yang berhubungan langsung

dengan norma dan budaya yang dianut oleh masyarakat yang bermukim dalam suatu tempat

tertentu.

Pengaruh social budaya dalam masyarakat memberikan peran penting dalam mencapai derajat

kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan social budaya dalam masyarakat merupakan

suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah tersebut telah mengalami suatu perubahan

dalam proses berfikir. Perubahan social dan budaya bisa memberikan dampak positif maupun

negative.

Hubungan antara budaya dan kesehatan sangatlah erat hubungannya sebagai salah satu contoh

suatu masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan dengan cara pengobatan tertentu sesuai

dengan tradisi mereka. Kebudayaan atau kultur dapat membentuk kebiasaan dan respons terhadap

kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat tanpa memandang tingkatannya. Karena itulah

penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat

mereka mengerti tentang proses terjadinya suatu penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan

atau budaya yang dianut hubungannya dengan kesehatan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.Apakah pengertian dari kebudayaan itu?

2. Bagaimanakah pengaruh social budaya terhadap pelayanan kesehatan?

1.3 TUJUAN PENULISAN

Untuk mengetahui apa saja hubungan antara kesehatan dan masalah social budaya yang ada di

masyarakat Indonesia.

1

Page 2: Makalah Aspek Sosial Budaya Dalam Persalinan

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN KEBUDAYAAN

Kebudayaan adalah sikap hidup yang khas dari sekelompok individu yang dipelajari secara turun

temurun, tetapi sikap hidup ini ada kalanya malah mengundang resiko bagi timbulnya suatu

penyakit. Kebudayaan tidak dibatasi oleh suatu batasan tertentu yang sempit, tetapi mempunyai

struktur-struktur yang luas sesuai dengan perkembangan dari masyarakat itu sendiri

Kebudayaan yaitu sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide

atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia,sehingga dalam kehidupan sehari-hari

kebudayaan bersifat abstrak.

Kata kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak

dari (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.

Definisi dari budaya yaitu suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah

sekelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi selanjutnya.budaya terbentuk dari

unsure yang rumit, termasuk system agama dan politik, adat istiadat, bahasa,perkakas, pakaian,

bangunan dan karya seni.

2.2 HUBUNGAN ANTARA KEBUDAYAAN DAN KESEHATAN SEBELUM IBU MELAHIRKAN ( MASA

KEHAMILAN)

Di dalam masyarakat sederhana kebiasaan hidup dan adat istiadat dibentuk untuk mempertahankan

hidup diri sendiri dan kelangsungan hidup suku mereka. Berbagai kebiasaan dikaitkan dengan

kehamilan, kelahiran, pemberian makanan bayi yang bertujuan supaya reproduksi berhasil ibu dan

bayi selamat.

Dari sudut pandang modern tidak semua kebiasaan itu baik. Ada beberapa yang kenyataannya

malah merugikan. Contoh pada kebiasaan menyusukan bayi yang lama pada beberapa masyarakat

merupakan contoh yang baik kebiasaan yang bertujuan melindungi bayi. Tetapi bila air susu ibu

sedikit atau pada ibu-ibu lanjut usia, tradisi budaya ini dapat menimbulkan masalah tersendiri. Dia

berusaha menyusukan bayinya dan gagal. Bila mereka tidak mengetahui nutrisi mana yang

dibutuhkan bayi (biasanya demikian) bayi dapat mengalami malnutrisi dan mudah terserang infeksi.

2

Page 3: Makalah Aspek Sosial Budaya Dalam Persalinan

Permasalahan yang sebenarnya cukup besar pengaruhnya yaitu pada kehamilan tepatnya pada

masalah gizi. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan-pantangan

terhadap beberapa makanan. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang ditambah lagi

dengan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenarnya sangat dibutuhkan

oleh wanita hamil tentunya akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan janin. Tidak heran

kalau anemia dan kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi terutama di daerah pedesaan.

Dikatakan pula bahwa penyebab utama dari tingginya angka anemia pada wanita hamil disebabkan

karena kurangnya zat gizi yang dibutuhkan untuk pembentukan darah.

Beberapa kepercayaan yang ada misalnya di Jawa Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil

pantang makan telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan

menyebabkan perdarahan yang banyak.

Sementara di salah satu daerah di Jawa Barat, ibu yang kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja

harus mengurangi makannya agar bayi yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan.

Di masyarakat Betawi berlaku pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena

dapat menyebabkan ASI menjadi asin.

Contoh lain di daerah Subang, ibu hamil pantang makan dengan menggunakan piring yang besar

karena khawatir bayinya akan besar sehingga akan mempersulit persalinan. Dan memang, selain

ibunya kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah. Tentunya hal ini sangat

mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi. Selain itu, larangan untuk memakan buah-buahan

seperti pisang, nenas, ketimun dan lain-lain bagi wanita hamil juga masih dianut oleh beberapa

kalangan masyarakat terutama masyarakat di daerah pedesaan. (Wibowo, 1993).

Di daerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak untuk menolong

persalinan yang biasanya dilakukan di rumah. Data Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1992

rnenunjukkan bahwa 65% persalinan ditolong oleh dukun beranak. Beberapa penelitian yang pernah

dilakukan mengungkapkan bahwa masih terdapat praktek-praktek persalinan oleh dukun yang dapat

membahayakan si ibu.

Penelitian Iskandar dkk (1996) menunjukkan beberapa tindakan/praktek yang membawa resiko

infeksi seperti “ngolesi” (membasahi vagina dengan rninyak kelapa untuk memperlancar persalinan),

“kodok” (memasukkan tangan ke dalam vagina dan uterus untuk rnengeluarkan placenta) atau

“nyanda” (setelah persalinan, ibu duduk dengan posisi bersandardan kaki diluruskan ke depan

selama berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan dan pembengkakan).

3

Page 4: Makalah Aspek Sosial Budaya Dalam Persalinan

Pemilihan dukun beranak sebagai penolong persalinan pada dasarnya disebabkan karena beberapa

alasan antara lain dikenal secara dekat, biaya murah, mengerti dan dapat membantu dalam upacara

adat yang berkaitan dengan kelahiran anak serta merawat ibu dan bayi sampai 40 hari.

Disamping itu juga masih adanya keterbatasan jangkauan pelayanan kesehatan yang ada. Walaupun

sudah banyak dukun beranak yang dilatih, namun praktek-praktek tradisional tertentu rnasih

dilakukan. lnteraksi antara kondisi kesehatan ibu hamil dengan kemampuan penolong persalinan

sangat menentukan hasil persalinan yaitu kematian atau bertahan hidup.

Secara medis penyebab klasik kematian ibu akibat melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan

eklamsia (keracunan kehamilan). Kondisi-kondisi tersebut bila tidak ditangani secara tepat dan

profesional dapat berakibat fatal bagi ibu dalam proses persalinan. Namun, kefatalan ini sering

terjadi tidak hanya karena penanganan yang kurang baik tepat tetapi juga karena ada faktor

keterlambatan pengambilan keputusan dalam keluarga. Umumnya, terutama di daerah pedesaan,

keputusan terhadap perawatan medis apa yang akan dipilih harus dengan persetujuan kerabat yang

lebih tua; atau keputusan berada di tangan suami yang seringkali menjadi panik melihat keadaan

krisis yang terjadi. Kepanikan dan ketidaktahuan akan gejala-gejala tertentu saat persalinan dapat

menghambat tindakan yang seharusnya dilakukan dengan cepat. Tidak jarang pula nasehat-nasehat

yang diberikan oleh teman atau tetangga mempengaruhi keputusan yang diambil.

Keadaan ini seringkali pula diperberat oleh faktor geografis, dimana jarak rumah si ibu dengan

tempat pelayanan kesehatan cukup jauh, tidak tersedianya transportasi, atau oleh faktor kendala

ekonomi dimana ada anggapan bahwa membawa si ibu ke rumah sakit akan memakan biaya yang

mahal. Selain dari faktor keterlambatan dalam pengambilan keputusan, faktor geografis dan kendala

ekonomi, keterlambatan mencari pertolongan disebabkan juga oleh adanya suatu keyakinan dan

sikap pasrah dari masyarakat bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan takdir yang tak dapat

dihindarkan.

2.3 HUBUNGAN ANTARA KEBUDAYAAN DAN KESEHATAN KETIKA IBU PERSALINAN (MELAHIRKAN)

Tradisi Masyarakat Jawa Ibu melahirkan Babaran, mbabar dapat diartikan: sudah selesai, sudah

menghasilkan dalam wujud yang sempurna. Babaran juga menggambarkan selesaianya proses karya

batik tradisional. Istilah babaran juga dipakai untuk seorang ibu yang melahirkan anaknya.

Ubarampe yang dibutuhkan untuk selamatan kelahiran adalah Brokohan. Ada macam macam

ubarampe Brokohan. Pada jaman ini Brokohan basanya terdiri dari :beras, telur, mie instan kering,

gula, teh dan sebagainya. Namun jika dikembalikan kepada makna yang terkandung dalam

selamatan bayi lahir, brokohan cukup dengan empat macam ubarampe saja yaitu:

4

Page 5: Makalah Aspek Sosial Budaya Dalam Persalinan

1. kelapa, dapat utuh atau cuwilan

2. gula merah atau gula Jawa

3. dawet

4. telor bebek

Makna dari keempat macam ubarampe tersebut adalah:

Kelapa: daging kelapa yang berwarna putih adalah manifestasi dari sukra (bahasa Jawa kuna) yaitu

sperma, benihnya laki-laki, bapak

Gula Jawa: berwarna merah adalah manifestasi dari swanita (bahasa Jawa kuna) yaitu sel telur,

benihnya wanita, ibu.

Dawet : dawet terdiri dari tiga bahan yaitu:

1. santan kelapa, berwarna putih wujud dari sperma, benihnya Bapak.

2. juruh dari gula Jawa yang berwarna merah wujud dari sel telur, benihnya Ibu.

3. cendol dari tepung beras manifestasi dari jentik-jentik kehidupan.

Telor bebek, Ada dua alasan mengapa memakai telor bebek, tidak memakai telor ayam.

Alasan yang pertama: telor bebek kulitnya berwarna biru, untuk menggambarkan langit biru, alam

awang-uwung, kuasa dari atas.

Alasan kedua: biasanya telur bebek dihasilkan dari pembuahan bebek jantan tidak dari endog

lemu atau bertelur karena faktor makanan. Dengan demikian telor bebek kalau diengrami dapat

menetas, artinya bahwa ada roh kehidupan di dalam telor bebek.

Melalui keempat macam ubarampe untuk selamatan bayi lahir tersebut, para leluhur dahulu ingin

menyatakan perasaannya yang dipenuhi rasa sukur karena telah mbabar seorang bayi dalam proses

babaran.

Keempat ubarampe yang dikemas dalam selamatan Brokohan tersebut mampu menjelaskan bahwa

Tuhan telah berkenan mengajak kerjasama kepada Bapak dan Ibu untuk melahirkan ciptaan baru,

mbabar putra.

Melalui proses bersatunya benih bapak (kelapa) dan benihnya Ibu (gula Jawa) yang kemudian

membentuk jentik-jentik kehidupan, (dawet) Tuhan telah meniupkan roh kehidupan (telor bebek)

dan terjadilah kelahiran ciptaan baru (brokohan)

5

Page 6: Makalah Aspek Sosial Budaya Dalam Persalinan

Jika pun dalam perkembangannya selamatan Brokohan untuk mengiring kelahiran bayi menjadi

banyak macam, terutama bahan-bahan mentah, hal tersebut dapat dipahami sebagai ungkapan rasa

syukur yang ingin dibagikan dari keluarga kepada para kerabat dan tetangga.. Namun keempat

ubarampe yang terdiri dari kelapa, gula Jawa, dawet dan telor bebek, masih perlu untuk disertakan

dan direnungkan, agar kelahiran manjadi lebih bermakna.empat.

Dalam budaya Jawa, kelahiran seorang anak manusia ke dunia, selain merupakan anugerah yang

sangat besar, juga mempunyai makna tertentu. Oleh karena itu, pada masa mengandung bayi hingga

bayi lahir, masyarakat Jawa mempunyai beberapa uapacara adat untuk menyambut kelahiran bayi

tersebut. Upacara-upacara tersebut antara lain adalah mitoni, upacara mendhem ari-ari, brokohan,

upacara puputan, sepasaran dan selapanan.

Selapanan dilakukan 35 hari setelah kelahiran bayi. Pada hari ke 35 ini, hari lahir si bayi akan

terulang lagi. Misalnya bayi yang lahir hari Rabu Pon (hari weton-nya), maka selapanannya akan

jatuh di Hari Rabu Pon lagi. Pada penanggalan Jawa, yang berjumlah 5 (Wage, Pahing, Pon, Kliwon,

Legi) akan bertemu pada hari 35 dengan hari di penanggalan masehi yang berjumlah 7 hari.

Logikanya, hari ke 35, maka akan bertemu angka dari kelipatan 5 dan 7. Di luar logika itu, selapanan

mempunyai makna yang sangat kuat bagi kehidupan si bayi. Berulangnya hari weton bayi, pantas

untuk dirayakan seperti ulang tahun. Namun selapanan utamanya dilakukan sebagai wujud syukur

atas kelahiran dan kesehatan bayi.

Yang pertama dilakukan dalam rangkaian selapanan, adalah potong rambut atau parasan.

Pemotongan rambut pertama-tama dilakukan oleh ayah dan ibu bayi, kemudian dilanjutkan oleh

sesepuh bayi. Di bagian ini aturannya, rambut bayi dipotong habis. Potong rambut ini dilakukan

untuk mendapatkan rambut bayi yang benar-benar bersih, diyakini rambut bayi asli adalah bawaan

dari lahir, yang masih terkena air ketuban. Alasan lainnya adalah supaya rambut bayi bisa tumbuh

bagus, oleh karena itu rambut bayi paling tidak digunduli sebanyak 3 kali. Namun pada tradisi

potong rambut ini, beberapa orang ada yang takut untuk menggunduli bayinya, maka pemotongan

rambut hanya dilakukan seperlunya, tidak digundul, hanya untuk simbolisasi.

Setelah potong rambut, dilakukan pemotongan kuku bayi. Dalam rangkaian ini, dilakukan

pembacaan doa-doa untuk keselamatan dan kebaikan bayi dan keluarganya. Upacara pemotongan

rambut bayi ini dilakukan setelah waktu salat Maghrib, dan dihadiri oleh keluarga, kerabat, dan

tetangga terdekat, serta pemimpin doa.

Acara selapanan dilakukan dalam suasana yang sesederhana mungkin. Sore harinya, sebelum

pemotongan rambut, masyarakat merayakan selapanan biasanya membuat bancaan yang dibagikan

6

Page 7: Makalah Aspek Sosial Budaya Dalam Persalinan

ke kerabat dan anak-anak kecil di seputaran tempat tinggalnya. Bancaan mengandung makna agar si

bayi bisa membagi kebahagiaan bagi orang di sekitarnya.

Adapun makanan wajib yang ada dalam paket bancaan, yaitu nasi putih dan gudangan, yang

dibagikan di pincuk dari daun pisang. Menurut Mardzuki, seorang ustadz yang kerap mendoakan

acara selapanan, sayuran yang digunakan untuk membuat gudangan, sebaiknya jumlahnya ganjil,

karena dalam menurut keyakinan, angka ganjil merupakan angka keberuntungan. Gudangan juga

dilengkapi dengan potongan telur rebus atau telur pindang, telur ini melambangkan asal mulanya

kehidupan. Selain itu juga beberapa sayuran dianggap mengandung suatu makna tertentu, seperti

kacang panjang, agar bayi panjang umur, serta bayem, supaya bayi hidupanya bisa tentram.

Menjelang persalinan membutuhkan beberapa perlengkapan khusus, demikian pula bagi Suku Dayak

ada beberapa perlengkapan suku dayak menjelang persalinan atau proses melahirkan yang harus

dipersiapkan sedemikian rupa untuk menggelar beberapa ritual atau upacara adat suku Dayak dalam

menjelang dan menyambut kelahiran seorang bayi.

Kultur budaya suku Dayak Kalimantan Tengah menempatkan kaum wanita pada derajat yang tinggi.

Tak heran, kedudukan wanita dalam masyarakat dayak memang spesial, kaum perempuan selalu

mendapatkan perhatian penuh, terlebih saat proses menjelang persalinan.

Fase Melahirkan dalam budaya Suku Dayak mengisyaratkan perlunya sejumlah persiapan termasuk

persiapan perlengkapan suku dayak menjelang persalinan. Pada proses jelang melahirkan bayi atau

Awau, sang calon ibu dibaringkan pada sebuah dipan kecil dengan posisi miring terbuat dari kayu

yang disebut Sangguhan dengan motif ukiran Dayak di masing-masing sisi.

Kemudian saat melahirkan, disiapkan pula Botol Mau sebagai tempat untuk menungku perut ibu

agar darah kotor cepat keluar. Selain sebagai perlengkapan suku dayak menjelang persalinan Botol

Mau ini juga digunakan untuk menyiman air panas.

Selanjutnya, keluarga yang melahirkan juga perlu menyiapkan Kain Bahalai (Jarik dalam bahasa

Jawa) dengan lapisan yang berbeda. Tujuh lapis kain bahalai saat menyambut bayi laki-laki dan lima

lapis kain bahalai untuk bayi dengan jenis kelamin perempuan. Walaupun sebagai peralatan

penunjang, keberadaannya dalam persiapan prosesi persalinan menurut budaya Suku Dayak mutlak

diperlukan.

Pada fase ketika bayi telah lahir, maka tali pusar atau ari-ari bayi dipotong menggunakan sebuah

sembilu. Untuk tahap pertama dan pemotongan terakhir ari-ari dengan uang ringgit. Kedua

perlengkapan suku dayak menjelang persalinan tersebut disiapkan sejak awal dalam sebuah piring

atau Paraten. Sedangkan ari-ari yang terpotong tadi disimpan di dalam Kusak Tabuni.

7

Page 8: Makalah Aspek Sosial Budaya Dalam Persalinan

Bayi (awau) yang baru lahir dimandikan dalam Kandarah, dan popok bayi yang digunakan disimpan

dalam Saok. Bagi sang ibu setelah melahirkan biasa menggunakan Stagen (Babat Kuningan) untuk

mengikat perut agar mengembalikan perut ibu ke kondisi semula dengan cepat. Tentunya untuk

menjaga tubuh ibu setelah melahirkan dan juga berfungsi untuk berjaga-jaga dalam kondisi yang

tidak terduga seperti sulitnya bayi keluar, masyarakat Dayak memiliki cara yang khas dan bernuansa

magis, yakni menggunakan buah kelapa yang bertunas untuk kemudian disentuhkan ke arah selaput

bayi. Tujuan perlengkapan suku dayak menjelang persalinan tersebut adalah agar dapat membuka

ruang sehingga bayi dapat keluar dengan mudah.

Tradisi Masyarakat NTT Ibu melahirkan

Proses melahirkandengan di urut oleh seseorang yang diangap ahli,Setelah ada kelahiran bayi

diadakan upacara atau ritual selamatan

Perlakuan masyarakat Nusa Tenggara Timur terhadap ari-ari

1. Tali pusar dipotong menggunakan kulit bambu.

2. Ditaruh sekitar 3 bulan di atas perapian sampai kering.

3. Selanjutnya di tanam di sertai doa dan alat-tulis.

2.4 HUBUNGAN ANTARA KEBUDAYAAN DAN KESEHATAN KETIKA IBU MULAI PASCA PERSALINAN

Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran masih diberlakukan juga pada masa

pasca persalinan. Pantangan ataupun anjuraan ini biasanya berkaitan dengan proses pemulihan

kondisi fisik misalnya, ada makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk memperbanyak

produksi ASI; ada pula makanan tertentu yang dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi

kesehatan bayi. Secara tradisional, ada praktek-praktek yang dilakukan oleh dukun beranak untuk

mengembalikan kondisi fisik dan kesehatan si ibu. Misalnya mengurut perut yang bertujuan untuk

mengembalikan rahim ke posisi semula; memasukkan ramuan-ramuan seperti daun-daunan

kedalam vagina dengan maksud untuk membersihkan darah dan cairan yang keluar karena proses

persalinan; atau memberi jamu tertentu untuk memperkuat tubuh (Iskandar et al., 1996).

8

Page 9: Makalah Aspek Sosial Budaya Dalam Persalinan

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Dari pembahasan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan, sebagai berikut:

Masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa, alamiah dan kodrati.

Mereka merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan ataupun dokter. Masih

banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan menyebabkan tidak

terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin dialami oleh mereka. Hal ini kemungkinan

disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya informasi.

Kelancaran persalinan sangat tergantung faktor mental dan fisik si ibu. Faktor fisik berkaitan dengan

bentuk panggul yang normal dan seimbang dengan besar bayi. Sedangkan faktor mental

berhubungan dengan psikologis ibu, terutama kesiapannya dalam melahirkan. Bila ia takut dan

cemas, bisa saja persalinannya jadi tidak lancar hingga harus dioperasi. Ibu dengan mental yang siap

bisa mengurangi rasa sakit yang terjadi selama persalinan.

3.2. Saran

Saran yang kami berikan untuk para pembaca makalah ini, yaitu: setiap aspek sosial budaya yang

melintas atau menjadi dasar bagi pola kehidupan manusia sehari-hari hendaknya dapat disaring,

karena tidak setiap aspek sosial budaya yang masuk adalah postif.

9

Page 10: Makalah Aspek Sosial Budaya Dalam Persalinan

DAFTAR PUSTAKA

http://mlamisland.blogspot.comhttp://wikipedia.com

http://franxiskusgaguknugraha.blogspot.com/2011/01/budaya-daerah-daerah-tentang-ibu.html

10