40
ALIRAN-ALIRAN DALAM AGAMA ISLAM (jangan jadikan kami jablay) www.ppmdt.org Dibuat khusus untuk ustadz mardais al hilaly 1 | Page

makalah aqidah ppm lanjutan ikhwan

  • Upload
    hlokot

  • View
    671

  • Download
    16

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: makalah aqidah ppm lanjutan ikhwan

ALIRAN-ALIRAN DALAM AGAMA ISLAM(jangan jadikan kami jablay)

www.ppmdt.org

Dibuat khusus untuk ustadz mardais al hilaly

by : temen2 santri ppm lanjutan ikhwan

1 | P a g e

Page 2: makalah aqidah ppm lanjutan ikhwan

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANGAkidah bagi setiap muslim merupakan salah satu aspek ajaran Islam yang wa-

jib diyakini. Dalam al-Qur’an akidah disebut dengan al-Iman (percaya) yang sering digan-dengkan dengan al-Amal (perbuatan baik) tampaknya kedua unsur ini menggambarkan suatu integritas dalam ajaran Islam. Dasar-dasar akidah Islam telah dijelaskan Nabi Muhammad Saw melalui pewahyuan al-Qur’an dan kumpulan sabdanya untuk umat manusia generasi muslim awal binaan Rasullullah Saw telah meyakini dan menghayati akidah ini meski belum diformulasikan sebagai suatu ilmu lantaran rumusan tersebut belum diperlukan. Pada periode selanjutnya, persoalan akidah secara ilmiah dirumuskan oleh sarjana muslim yang dikenal dengan nama mutakallimun, hasil rumusan mu-takallimun itu disebut kalam, secara harfiah disebut sabda Tuhan ilmu kalam berarti pembahasan tentang kalam Tuhan (al-Qur’an) jika kalam diartikan dengan kata manusia itu lantaran manusia sering bersilat lidah dan berdebat dengan kata-kata untuk mem-pertahankan pendapat masing-masing.

Kata kalam berkaitan dengan kata logos dalam bahasa Yunani yang berarti alasan atau argumen Ahmad Mahmud Shubhi mengutip defenisi ilmu kalam versi Ibnu Khaldun bahwa ilmu kalam ialah ilmu yang membahas tetang persoalan-persoalan dasar keimanan dengan menggunakan dalil akal dan menolak unsur-unsur bid’ah. Dari defenisi dapat dipahami bahwa pembahasan ilmu kalam adalah untuk mempertahankan akidah. Dasar-dasar akidah yang termaktub di dalam al-Qur’an dianalisa dan dibahas lebih lanjut dengan menggunakan logika untuk mendapatkan keyakinan yang lebih kokoh. Persoalan kalam lainnya yang menjadi bahan perdebatan diantara aliran-aliran kalam adalah masalah perbuatan tuhan dan perbuatan manusia. Masalah ini muncul sebagai buntut dari perdebatan ulama kalam mengenai iman.

Ketika sibuk menyoroti siapa yang masih dianggap beriman dan siapa yang kafir diantara pelaku tahkim, para ulama kalam kemudian mencari jawaban atas per-tanyaan siapa sebenarnya yang mengeluarkan perbuatan manusia, apakah Allah sendiri ? atau manusia sendiri ? atau kerja sama antara keduanya. Masalah ini kemudian memunculkan Aliran Fatalis (predestination) yang diwakili oleh Qadariah dan Mu’tazilah, sedangkan aliran Asy’ariah dan Maturidiyah mengambil sikap pertengahan. Persoalan ini kemudian meluas dengan mempermasalahkan apakah Tuhan memiliki kewajiban-kewa-jiban tertentu atau tidak? apakah perbuatan itu tidak terbatas pada hal-hal yang baik saja, ataukah perbuatan Tuhan itu terbatas pada hal-hal yang baik saja, tetapi juga men-cakup kepada hal-hal yang buruk.

B. RUMUSAN MASALAHDalam makalah ini, kami akan memaparkan pembahasan tentang

perbandingan antar aliran, yaitu membahas tentang “Perbuatan Tuhan dan Perbuatan Manusia” dan permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut:1. Bagaimana perbuatan Tuhan menurut aliran-aliran Kalam?2. Bagaimana perbuatan manusia menurut aliran-aliran Kalam?

2 | P a g e

Page 3: makalah aqidah ppm lanjutan ikhwan

BAB IIPEMBAHASANALIRAN MU’AZILAH, QADARIYAH, ASYARIYAH,MATHRURIDIYAH

A. PERBUATAN TUHANSemua aliran dalam pemikiran kalam berpandangan bahwa Tuhan melakukan

perbuatan. Perbuatan disini dipandang sebagai konsekuensi logis dari dzat yang memilki kemampuan untuk melakukannya.1

1. Aliran Mu’tazilahAliran Mu’tazilah, sebagai aliran kalam yang bercorak Rasional, berpendapat bahwa

perbuatan Tuhan hanya terbatas pada hal-hal yang dikatakan baik. Namun, ini tidak berarti bahwa tuhan tidak mampu melakukan perbuatan buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan buruk karena ia mengetahui keburukan dari perbuatan buruk itu. Di dalam al-Qur’an pun jelas dikatakan bahwa tuhan tidaklah berbuat zalim. Ayat-ayat al-Qur’an yang dijadikan dalil oleh Mu’tazilah untuk mendukung pendapatnya diatas adalah surat al-Anbiyaa (21):23 dan surat ar-Rum (30) : 8.

Qadi Abd al-Jabar, seorang tokoh Mu’tazilah mengatakan bahwa ayat tersebut memberi petunjuk bahwa Tuhan hanya berbuat baik dan yang Maha suci dari perbuatan buruk. Dengan demikian, Tuhan tidak perlu ditanya. Ia menambahkan bahwa seseorang yang dikenal baik, apabila secara nyata berbuat baik, tidak perlu ditanya mengapa ia melakukan perbuatan baik itu adapun ayat yang kedua, menurut al-Jabar mengandung petunjuk bahwa Tuhan tidak pernah dan tidak akan melakukan perbuatan-perbuatan buruk, pernyataan bahwa ia menciptakan langit dan bumi serta segala isinya dengan hak, tentulah tidak benar atau merupakan berita bohong.

Dasar pemikiran tersebut serta konsep tentang keadilan Tuhan yang berjalan sejajar dengan paham adanya batasan-batasan bagi kekuasaan dan kehendak Tuhan, mendorong kelompok Mu’tazilah untuk berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kewajiban terhadap manusia kewajiban-kewajiban tersebut dapat disimpulkan dalam satu hal yaitu kewajiban berbuat terhadap manusia. Paham kewajiban Tuhan berbuat baik, bahkan yang terbaik (ash-shalah wa al-ashlah) mengonsekuensikan aliran Mu’tazilah memunculkan paham kewajiban Allah berikut ini :a. Kewajiban tidak memberikan beban diluar kemampuan manusia.

Memberi beban di luar kemampuan manusia (taklif ma la yutaq) adalah bertentangan dengan faham berbuat baik dan terbaik. Hal ini bertentangan dengan faham mereka tentang keadilan Tuhan. Tuhan akan bersifat tidak adil kalau Ia memberikan beban yang terlalu berat kepada manusia.b. Kewajiban mengirimkan Rasul

Bagi aliran Mu’tazilah, dengan kepercayaan bahwa akal dapat mengetahui hal-hal gaib, pengiriman Rasul tidaklah begitu penting. Namun, mereka memasukkan pengiriman Rasul kepada umat manusia menjadi salah satu kewajiban Tuhan. Argumentasi mereka adalah kondisi akal yang tidak dapat mengetahui setiap apa yang harus diketahui manusia tentang Tuhan dan alam ghaib. Oleh karena itu, Tuhan berkewajiban berbuat baik dan terbaik bagi manusia dengan cara mengirim Rasul. Tanpa Rasul, manusia tidak akan memperoleh hidup

1 DR. Abdul Rozak, M.Ag., Ilmu Kalam, (Cet. II; Bandung: Pustaka Setia, 2006) h.153

baik dan terbaik di dunia dan di akhirat nanti.c. Kewajiban menepati janji (al-wa’d) dan ancaman (wa’id)

Janji dan ancaman merupakan salah satu dari lima dasar kepercayaan aliran Mu’tazilah. Hal ini erat hubungannya dengan dasar keduanya, yaitu keadilan. Tuhan akan bersifat tidak adil jika tidak menepati janji untuk memberikan pahala kepada orang yang berbuat baik dan menjalankan ancaman bagi orang-orang yang berbuat jahat. Selanjutnya keadaan tidak menepati janji dan tidak menjalankan ancaman bertentangan dengan maslahat dan kepentingan manusia. Oleh karena itu menepati janji dan menjalankan ancaman adalah wajib bagi Tuhan.2. Aliran Asy’ariah

Menurut aliran Asy’ariyah, faham kewajiban Tuhan berbuat baik dan terbaik bagi manusia (ash-shalah wa al-ashlah), sebagaimana dikatakan aliran Mu’tazilah, tidak dapat diterima karena bertentangan dengan faham kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Hal ini ditegaskan al-Ghazali ketika mengatakan bahwa Tuhan tidak berkewajiban berbuat dan yang terbaik bagi manusia. Dengan demikian aliran Asy’ariyah tidak menerima faham Tuhan mempunyai kewajiban. Tuhan dapat bebuat sekehendak hati-Nya terhadap makhluk. Sebagaimana yang dikatakan al-Ghazali, perbuatan Tuhan bersifat tidak wajib (Ja’iz) dan tidak satu pun darinya yang mempunyai sifat wajib.

Karena percaya kepada kekuasaan mutlak Tuhan dan berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban apa-apa, aliran Asy’ariyah menerima faham pemberian beban di luar kemampuan manusia, Asya’ari sendiri dengan tegas mengatakan dalam al-Luma, bahwa Tuhan dapat meletakkan beban yang tidak dapat dipikul pada manusia. Menurut faham Asy’ariah perbuatan manusia pada hakitkatnya adalah perrbuatan tuhan dan diwujudkan dengan daya Tuhan bukan dengan daya manusia, ditinjau dari sudut faham ini, pemberian beban yang tidak dapat dipikul tidaklah menimbulkan persoalan bagi aliran Asy’ariah, manusia dapat melaksanakan beban yang tak terpikul karena yang mewujudkan perbuatan manusia bukanlah daya manusia yang terbatas, tetapi daya Tuhan yang tak terbatas.3. Aliran Maturidiyah

Mengenai perbuatan Allah ini, terdapat perbedaan pandangan antara Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah Bukhara. Aliran Maturidiyah Samarkand, yang juga memberikan batas pada kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, mereka berpendapat bahwa perbuatan Tuhan hanyalah menyangkut hal-hal yang baik saja, dengan demikian Tuhan berkewajiban melakukan yang baik bagi manusia. Demikian halnya dengan pengiriman Rasul Maturidiyah Samarkand sebagai kewajiban Tuhan.

Adapun Maturidiyah Bukhara memiliki pandangan yang sama dengan Asy’ariyah mengenai faham bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban. Namun, sebagaimana dijelaskan oleh al-Bazdawi, bahwa Tuhan pasti menepati janji-Nya, seperti memberi upah orang yang telah berbuat kebaikan. Adapun pandangan Maturidiyah Bukhara sesuai dengan faham mereka tentang kekuasaan Tuhan dan kehendak mutlak Tuhan, tidaklah bersifat wajib dan hanya bersifat mungkin saja.

B. PERBUATAN MANUSIA

Masalah perbuatan manusia bermula dari pembahasan sederhana yang dilakukan oleh kelompok Jabariyah dan kelompok Qadariyah, yang kemudian dilanjutkan dengan pembahasan lebih mendalam oleh aliran Mu’tazilah, Asyi’ariyah dan Maturidiyah.

3 | P a g e

Page 4: makalah aqidah ppm lanjutan ikhwan

Akar dari permasalahan perbuatan manusia adalah keyakinan bahwa Tuhan adalah pencipta alam semesta, termasuk di dalamnya manusia sendiri. Tuhan bersifat Maha kuasa dan mempunyai kehendak yang bersifat mutlak. Maka di sini timbullah pertanyaan, sampai di manakah manusia sebagai ciptaan Tuhan tergantung kepada kehendak dan kekuasaan Tuhan dalam menentukan perjalanan hidup?, dan apakah manusia terikat seluruhnya kepada kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan?.2

1. Aliran JabariyahDalam pembahasan mengenai perbuatan manusia tampaknya ada perbedaan

pandangan antara Jabariyah Ekstrim dan Jabariyah Moderat. Jabariyah Ekstrim berpendapat bahwa segala perbuatan manusia bukanlah merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, tetapi kemauan yang dipaksakan atas dirinya. Salah seorang tokoh Jabariyah Ekstrim, mengatakan bahwa manusia tidak mampu berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan.

Jabariyah Moderat mengatakan bahwa Tuhan menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik, tetapi manusia mempunyai peranan di dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya. Inilah yang dimaksud dengan kasab (acquisition), menurut faham kasab manusia tidaklah majbur. Tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan. Tetapi manusia itu memperoleh perbuatan yang diciptakan oleh Tuhan.2. Aliran Qadariyah

Aliran Qadariyah menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatannya atas kehendaknya sendiri, baik itu berbuat baik maupun berbuat jahat. Karena itu ia berhak menentukan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak memperoleh hukuman atas kejahatan yang telah ia perbuat.

Faham takdir dalam pandangan Qadariyah, takdir itu adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya untuk alam semesta beserta seluruh isinya yang dalam istilah al-Qur’an adalah Sunatullah.

Aliran Qadariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang tepat menyandarkan segala perbuatan manusia kepada perbuatan Tuhan. Doktrin-doktrin ini mempunyai tempat pijakan dalam doktrin Islam sendiri banyak ayat al-Qur’an yang mendukung pendapat ini misalnya dalam surat al-Kahfi ayat ke-29 yang artinya : “Katakanlah, kebenaran dari Tuhanmu, barang siapa yang mau, berimanlah dia, dan barang siapa yang ingin kafir maka kafirlah ia”3. Aliran Mu’tazilah

Aliran Mu’tazilah memandang manusia mempunyai daya yang besar dan bebas. Oleh karena itu, Mu’tazilah menganut faham Qadariyah atau free wil.l Menurut tokoh Mu’tazilah manusia yang menciptakan perbuatan-perbuatannya. Mu’tazilah dengan tegas menyatakan bahwa daya juga berasal dari manusia. Daya yang terdapat pada diri manusia adalah tempat terciptanya perbuatan. Jadi Tuhan tidak dilibatkan dalam perbuatan manusia.

Aliran Mu’tazilah mengecam keras faham yang mengatakan bahwa Tuhanlah yang

2 Sarjoni, ILMU KALAM “Perbandingan Antar Aliran : Perbuatan Tuhan dan Perbuatan Manusia”, (Online) 2010. (http://sarjoni.wordpress.com/2010/01/01/ilmu-kalam-perbandingan-antar-aliran-perbuatan-tuhan-dan-perbuatan-manusia/., diakses tanggal 19 April 2010)

menciptakan perbuatan. Menurut mereka bagaimana mungkin dalam satu perbuatan akan ada dua daya yang menentukannya.

Aliran Mu’tazilah mengaku Tuhan sebagai pencipta awal, sedangkan manusia berperan sebagai pihak yang berkreasi untuk mengubah bentuknya.4. Aliran Asy’ariyah

Dalam faham Asy’ari, manusia ditempatkan pada posisi yang lemah. Ia diibaratkan anak kecil yang tidak memiliki pilihan dalam hidupnya. Oleh karena itu Aliran ini lebih dekat dengan faham jabariyah daripada faham Mu’tazilah. Untuk menjelaskan dasar pijakannya, Asy’ari memakai teori Al-kasb (acquisition, perolehan), segala sesuatu terjadi dengan perentaraan daya yang diciptakan, sehingga menjadi perolehan dari muktasib (yang memperoleh kasb) untuk melakukan perbuatan, dimana manusia kehilangan keaktifan, yang mana manusia hanya bersikap pasif dalam perbuatan-perbuatannya. Untuk membela keyakinan tersebut Al-Asy’ari mengemukan dalil Al-qur’an yang artinya : “Tuhan menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat” (Q.S. Ash-shaffat : 96)

Aliran Asy’ariyah berpendapat bahwa perbuatan manusia diciptakan Allah, sedangkan daya manusia tidak mempunyai efek untuk mewujudkannya, dengan demikian Kasb mempunyai pengertian penyertaan perbuatan dengan daya manusia yang baru. Ini implikasi bahwa perbuatan manusia dibarengi kehendaknya, dan bukan atas daya kehendaknya.5. Aliran Maturidiyah

Mengenai perbuatan manusia ini, terdapat perbedaan pandangan antara Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah bukhara. Kelompok pertama lebih dekat dengan faham mu’tazilah, sedangkan kelompok kedua lebih dekat dengan faham Asy’ariya. Kehendak dan daya buat pada diri manusia manurut Maturidiyah Samarkand adalah kehendak dan daya manusia dalam arti kata sebenarnya, dan bukan dalam arti kiasan. Perbedaannya dengan Mu’tazilah adalah bahwa daya untuk berbuat tidak diciptakan sebelumnya, tetapi bersama-sama dengan perbuatannya. Daya yang demikian posisinya lebih kecil daripada daya yang terdapat dalam faham Mu’tazilah. Oleh karena itu, manusia dalam faham Al-Maturidi, tidaklah sebebas manusia dalam faham Mu’tazilah.

Maturidiyah bukhara dalam banyak hal sependapat dengan Maturidiyah Samarkand. Hanya saja golongan ini memberikan tambahan dalam masalah daya menurutnya untuk perwujudan perbuatan, perlu ada dua daya. Manusia tidak mempunyai daya untuk melakukan perbuatan yang telah diciptakan Tuhan baginya.

Ajaran tasawuf dalam islam

Tasawuf (Tasawwuf) atau Sufisme (bahasa arab: تصوف , ) adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi. Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan zuhud (menjauhi hal duniawi) dalam Islam, dan dalam perkembangannya melahirkan tradisi mistisme Islam. Tarekat (pelbagai aliran dalam Sufi) sering dihubungkan dengan Syiah, Sunni, cabang Islam yang lain, atau kombinasi dari beberapa tradisi[rujukan?]. Pemikiran Sufi muncul di Timur Tengah pada abad ke-8, sekarang tradisi ini sudah tersebar ke seluruh belahan dunia.

Etimologi

4 | P a g e

Page 5: makalah aqidah ppm lanjutan ikhwan

Ada beberapa sumber perihal etimologi dari kata "Sufi". Pandangan yang umum adalah kata itu berasal dari Suf (صوف), bahasa Arab untuk wol, merujuk kepada jubah seder-hana yang dikenakan oleh para asetik Muslim. Namun tidak semua Sufi mengenakan jubah atau pakaian dari wol. Teori etimologis yang lain menyatakan bahwa akar kata dari Sufi adalah Safa (صفا), yang berarti kemurnian. Hal ini menaruh penekanan pada Sufisme pada kemur-nian hati dan jiwa. Teori lain mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata Yunani theosofie artinya ilmu ketuhanan.

Yang lain menyarankan bahwa etimologi dari Sufi berasal dari "Ashab al-Suffa" ("Sahabat Be-randa") atau "Ahl al-Suffa" ("Orang orang beranda"), yang mana dalah sekelompok muslim pada waktu Nabi Muhammad yang menghabiskan waktu mereka di beranda masjid Nabi, mendedikasikan waktunya untuk berdoa.

Sejarah paham

Banyak pendapat pro dan kontra mengenai asal-usul ajaran tasawuf, apakah ia be-rasal dari luar atau dari dalam agama Islam sendiri. Berbagai sumber mengatakan bahwa ilmu tasauf sangat lah membingungkan. Sebagian pendapat mengatakan bahwa paham tasawuf merupakam paham yang sudah berkembang sebelum Nabi Muhammad menjadi Rasulullah[1]. Dan orang-orang Islam baru di daerah Irak dan Iran (sekitar abad 8 Masehi) yang sebelumnya merupakan orang-orang yang memeluk agama non Islam atau menganut paham-paham ter-tentu. Meski sudah masuk Islam, hidupnya tetap memelihara kesahajaan dan menjauhkan diri dari kemewahan dan kesenangan keduniaan. Hal ini didorong oleh kesungguhannya untuk mengamalkan ajarannya, yaitu dalam hidupannya sangat berendah-rendah diri dan berhina-hina diri terhadap Tuhan. Mereka selalu mengenakan pakaian yang pada waktu itu termasuk pakaian yang sangat sederhana, yaitu pakaian dari kulit domba yang masih berbulu, sampai akhirnya dikenal sebagai semacam tanda bagi penganut-penganut paham tersebut. Itulah se-babnya maka pahamnya kemudian disebut paham sufi, sufisme atau paham tasawuf. Semen-tara orang penganut paham tersebut disebut orang sufi.

Sebagian pendapat lagi mengatakan bahwa asal-usul ajaran tasawuf berasal dari zaman Nabi Muhammad. Berasal dari kata "beranda" (suffa), dan pelakunya disebut dengan ahl al-suffa, seperti telah disebutkan di atas. Mereka dianggap sebagai penanam benih paham tasawuf yang berasal dari pengetahuan Nabi Muhammad [2].Pendapat lain menyebutkan ta-sawuf muncul ketika pertikaian antar umat Islam di zaman Khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, khususnya karena faktor politik.Pertikaian antar umat Islam karena karena fak-tor politik dan perebutan kekuasaan ini terus berlangsung dimasa khalifah-khalifah sesudah Utsman dan Ali. Munculah masyarakat yang bereaksi terhadap hal ini. Mereka menganggap bahwa politik dan kekuasaan merupakan wilayah yang kotor dan busuk. Mereka melakukan gerakan ‘uzlah , yaitu menarik diri dari hingar-bingar masalah duniawi yang seringkali menipu dan menjerumuskan. Lalu munculah gerakan tasawuf yang di pelopori oleh Hasan Al-Bashiri pada abad kedua Hijriyah. Kemudian diikuti oleh figur-figaur lain seperti Shafyan al-Tsauri dan Rabi’ah al-‘Adawiyah.[3]

Beberapa definisi sufisme:

Yaitu paham mistik dalam agama Islam sebagaimana Taoisme di Tiongkok dan ajaran Yoga di India (Mr. G.B.J Hiltermann & Prof.Dr.P.Van De Woestijne).

Yaitu aliran kerohanian mistik (mystiek geestroming) dalam agama Islam (Dr. C.B. Van Haeringen).

Pendapat yang mengatakan bahwa sufisme/tasawuf berasal dari dalam agama Islam:

Asal-usul ajaran sufi didasari pada sunnah Nabi Muhammad. Keharusan untuk bersungguh-sungguh terhadap Allah merupakan aturan di antara para muslim awal, yang bagi mereka adalah sebuah keadaan yang tak bernama, kemudian menjadi disiplin tersendiri ketika mayoritas masyarakat mulai menyimpang dan berubah dari keadaan ini. (Nuh Ha Mim Keller, 1995) [4]

Seorang penulis dari mazhab Maliki, Abd al-Wahhab al-Sha'rani mendefinisikan Sufisme sebagai berikut: "Jalan para sufi dibangun dari Qur'an dan Sunnah, dan didasarkan pada cara hidup berdasarkan moral para nabi dan yang tersucikan. Tidak bisa disalahkan, kecuali apabila melanggar pernyataan eksplisit dari Qur'an, sunnah, atau ijma." [11. Sha'rani, al-Tabaqat al-Kubra (Kairo, 1374), I, 4.] [5].

Pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari luar agama Islam:

Sufisme berasal dari bahasa Arab suf, yaitu pakaian yang terbuat dari wol pada kaum asketen (yaitu orang yang hidupnya menjauhkan diri dari kemewahan dan kesenangan). Dunia Kristen, neo platonisme, pengaruh Persi dan India ikut menentukan paham tasawuf sebagai arah asketis-mistis dalam ajaran Islam (Mr. G.B.J Hiltermann & Prof.Dr.P.Van De Woestijne).

(Sufisme)yaitu ajaran mistik (mystieke leer) yang dianut sekelompok kepercayaan di Timur terutama Persi dan India yang mengajarkan bahwa semua yang muncul di dunia ini sebagai sesuatu yang khayali (als idealish verschijnt), manusia sebagai pancaran (uitvloeisel) dari Tuhan selalu berusaha untuk kembali bersatu dengan DIA (J. Kramers Jz).

Al Quran pada permulaan Islam diajarkan cukup menuntun kehidupan batin umat Muslimin yang saat itu terbatas jumlahnya. Lambat laun dengan bertambah luasnya daerah dan pemeluknya, Islam kemudian menampung perasaan-perasaan dari luar, dari pemeluk-pemeluk yang sebelum masuk Islam sudah menganut agama-agama yang kuat ajaran kebatinannya dan telah mengikuti ajaran mistik, keyakinan mencari-cari hubungan perseorangan dengan ketuhanan dalam berbagai bentuk dan corak yang ditentukan agama masing-masing. Perasaan mistik yang ada pada kaum Muslim abad 2 Hijriyah (yang sebagian diantaranya sebelumnya menganut agama Non Islam, semisal orang India yang sebelumnya beragama Hindu, orang-orang Persi yang sebelumnya beragama Zoroaster atau orang Siria yang sebelumnya beragama Masehi) tidak ketahuan masuk dalam kehidupan kaum Muslim karena pada mereka masih terdapat kehidupan batin yang ingin mencari kedekatan diri pribadi dengan Tuhan. Keyakinan dan gerak-gerik (akibat paham mistik) ini makin hari makin luas mendapat sambutan dari kaum Muslim, meski mendapat tantangan dari ahli-ahli dan guru agamanya. Maka dengan jalan demikian berbagai aliran mistik ini yang pada permulaannya ada yang berasal dari aliran mistik Masehi, Platonisme, Persi dan India perlahan-lahan mempengaruhi aliran-aliran di daam Islam (Prof.Dr.H.Abubakar Aceh).

5 | P a g e

Page 6: makalah aqidah ppm lanjutan ikhwan

Paham tasawuf terbentuk dari dua unsur, yaitu (1) Perasaan kebatinan yang ada pada sementara orang Islam sejak awal perkembangan Agama Islam,(2) Adat atau kebiasaan orang Islam baru yang bersumber dari agama-agama non-Islam dan berbagai paham mistik. Oleh karenanya paham tasawuf itu bukan ajaran Islam walaupun tidak sedikit mengandung unsur-unsur Ajaran Islam, dengan kata lain dalam Agama Islam tidak ada paham Tasawuf walaupun tidak sedikit jumah orang Islam yang menganutnya (MH. Amien Jaiz, 1980)[6].

Tasawuf dan sufi berasal dari kota Bashrah di negeri Irak. Dan karena suka mengenakan pakaian yang terbuat dari bulu domba (Shuuf), maka mereka disebut dengan "Sufi". Soal hakikat Tasawuf, ia itu bukanlah ajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam dan bukan pula ilmu warisan dari Ali bin Abi Thalib Radiyallahu ‘anhu. Menurut Asy Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir rahimahullah berkata: “Tatkala kita telusuri ajaran Sufi periode pertama dan terakhir, dan juga perkataan-perkataan mereka baik yang keluar dari lisan atau pun yang terdapat di dalam buku-buku terdahulu dan terkini mereka, maka sangat berbeda dengan ajaran Al Qur’an dan As Sunnah. Dan kita tidak pernah melihat asal usul ajaran Sufi ini di dalam sejarah pemimpin umat manusia Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam , dan juga dalam sejarah para shahabatnya yang mulia, serta makhluk-makhluk pilihan Allah Ta’ala di alam semesta ini. Bahkan sebaliknya, kita melihat bahwa ajaran Sufi ini diambil dan diwarisi dari kerahiban Nashrani, Brahma Hindu, ibadah Yahudi dan zuhud Buddha" - At Tashawwuf Al Mansya’ Wal Mashadir, hal. 28.(Ruwaifi’ bin Sulaimi, Lc) [7].

Tokoh tasawuf di Indonesia

Tokoh –tokoh yang mempengaruhi tasawuf di Indonesia yaitu: Hamzah Al-Fasuri, Nurddin Ar-Raniri, Syekh Abdurrauf As-Sinkili, [[Syekh Yusuf Al-Makasari]].[8]

Contoh paham

Berikut contoh paham Sufi atau paham tasauf :

Paham kesatuan wujud

Paham ini berisi keyakinan bahwa manusia dapat bersatu dengan Tuhan. Penganut paham ke-satuan wujud ini mengambil dalil Al Quran yang dianggap mendukung penyatuan antara ruh manusia dengan Ruh Allah dalam penciptaan manusia pertama, Nabi Adam AS:

“...Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya (As Shaad; 72)”

Sehingga ruh manusia dan Ruh Allah dapat dikatakan bersatu dalam salat karena salat adalah me-mi'rajkan ruh manusia kepada Ruh Allah Azza wa Jalla . Atas dasar pengaruh 'penyatuan' inilah maka kezuhudan dalam sufi dianggap bukan sebagai kewajiban tetapi lebih kepada tun-tutan bathin karena hanya dengan meninggalkan/ tidak mementingkan dunia lah kecintaan

kepada Allah semakin meningkat yang akan bepengaruh kepada 'penyatuan' yang lebih men-dalam.

Paham ini dikalangan penganut paham kebatinan juga dikenal sebagai paham manunggaling kawula lan gusti yang berarti bersatunya antara hamba dan Tuhan.

Kedudukan syariat dalam empat tingkatan spiritual

Empat tingkatan kedalaman beragama

Syari'at dalam perspektif faham tasawuf ada yang menggambarkannya dalam bagan Empat Tingkatan Spiritual Umum dalam Islam, syariat, tariqah atau tarekat, hakikat. Tingkatan keempat, ma'rifat, yang 'tak terlihat', sebenarnya adalah inti dari wilayah hakikat, sebagai esensi dari kempat tingkatan spiritual tersebut.

Sebuah tingkatan menjadi fondasi bagi tingkatan selanjutnya, maka mustahil mencapai tingkatan berikutnya dengan meninggalkan tingkatan sebelumnya. Sebagai contoh, jika seseo-rang telah mulai masuk ke tingkatan (kedalaman beragama) tarekat, hal ini tidak berarti bahwa ia bisa meninggalkan syari'at. Yang mulai memahami hakikat, maka ia tetap melak-sanakan hukum-hukum maupun ketentuan syariat dan tarekat.

Kekuatan tasawuf

Tasawuf merupakan suatu kekuatan. Hal itu karena jiwa kaum sufi tiada harganya di jalan Al-lah. Mereka merelakan jiwa mereka untuk menegakan kalimat tuhan. Mereka membebani diri dengan kepayahan untuk menyebarkan agama (khususnya) Islam di wilayah-wilayah Afrikadan negri-negri yang belum di taklukan oleh pasukan Islam. Pengaruh mereka

6 | P a g e

Page 7: makalah aqidah ppm lanjutan ikhwan

cukup besar dalam menyebarkan Islam di negri Melayu(Indonesia, Malaysia, Thailand, Filip-ina). Juga negri-negri lainnya di dunia.[9]

Tasawuf dan ilmu pengetahuan

Ilmu yang di zaman Yunani kuno diberi citra, bahkan diidentikkan dengan filsafat. tasawuf sebagai ilmu juga diarahkan untuk kepentinganagama (Kristiani), baru memperoleh sifat kemandiriannya semenjak adanya gerakan Renaisessance dan [[Aufklarung]. Semenjak itu pula manusia merasa bebas, tidak mempunyai komitmen dengan apa atau siapapun (agama, tradisi, sistem pemerintahan, otoritas politik dan lain sebagainya) selain komitmen dengan dirinya sendiri untuk mempertahankan kebebasannya dalam menentukan cara dan sarana menuju kehidupan yang hendak dicapai.[10]

Kesenian sufi

Sufisme telah menyumbang cukup banyak puisi dalam Bahasa Arab, Bahasa Turki, Bahasa Farsi, Bahasa Kurdi, Bahasa Urdu, Bahasa Punjab, Bahasa Sindhi, yang paling dikenal mencakup karya dari Jalal al-Din Muhammad Rumi, Abdul Qader Bedil, Bulleh Shah, Amir Khusro, Shah Abdul Latif Bhittai, Sachal Sarmast, Sultan Bahu, tradisi-tradisi dan tarian persembahan seperti Sama dan musik seperti Qawalli.

Lihat pula

mistik suluk salik tarekat Tariqat & Tasawwuf

KHAWARIJ,SYIAH,AHMADIYAH

Khawarij, cikal bakal penyimpangan dalam aqidah islamSituasi yang kacau

Dimulai dengan terbunuhnya Sayidina Utsman Bin Affan, Kholifah ke III pada tahun 35 H/ 656 M oleh suatu kelompok pemberontak yang datang dari perbagai daerah kekhalifahan Islam. Kejadian ini diyakini tercipta karena adanya seorang penyusup dan

penghasut yakni ABDULLAH BIN SABA’, seorang tokoh Yahudi yang masuk Islam, dan merasa marah dan geram karena permintaannya terhadap suatu jabatan ditolak mentah- mentah oleh Umar bin Khottob. Sakit hatinya ditumpahkan dengan membentuk dan mempengaruhi serta menghasut beberapa kelompok masyarakat agar bersifat opposan dan membangkang terhadap kekhalifahan Utsman dengan menonjolkan issu nepotisme dan korupsi pemerintahan Khalifah Utsman kepermukaan, satu tuduhan yang mengada- ada, diantaranya dengan meng- ekpose bukti- bukti diangkatnya beberapa kerabat dekat beliau sebagai pejabat pemerintahan, termasuk dengan ditetapkannya Mu’awiyah sebagai gubernur di Damaskus, Syria (Syam, sebutan waktu itu). Yang jadi masalah dan menjadi fitnah terbesar adalah bahwa mereka itu mengatas namakan diri mereka sebagai PENDUKUNG ALI (bahasa Arab: “Syi’ah Ali”— dikemudian hari disingkat: Syi’ah), dengan tuntutan agar Utsman yang saat itu sudah berumur 82 tahun, harus segera lengser dan digantikan dengan Ali, yang berarti mereka secara sengaja membenturkan dan mengadu domba antara Ali dan Utsman bin Affan, dua orang sahabat setia Nabi sekaligus sebagai menantu beliau. Inilah muslihat terbesar sepanjang sejarah Islam, sebuah KUDA TROYA dari orang- orang Yahudi yang sengaja disusupkan ketengah kaum muslimin untuk menghancurkan kaum muslimin dengan memecah belahnya dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan kepentingan S. Ali..

Gerakan oposisi ini mendapat dukungan beberapa aneka kelompok masyarakat muslim baru yang berasal dari beberapa daerah kekhalifahan Islam waktu itu yang telah meluas sampai benua Afrika dan Afganistan. Sedang para sahabat nabi yang setia pada saat kejadian berada jauh dan tersebar luas diseluruh daerah Islam, jauh dari Madinah sebagai pusat pemerintahan. Kelompok pembunuh ini nanti hanya satu nama yang dapat diidentifikasi, namanya adalah :Al- Ghofiqi, dan karena luas dan tersebarnya asal suku kebangsaan para pemberontak ini, maka implikasi politik atas penanganan yang sembrono akan menjadi sangat luas dan berbahaya. Beberapa saat kemudian Sayidina.Ali terpilih oleh penduduk Madinah sebagai Khalifah ke IV untuk mengisi kekosongan agar kekhalifahan Islam tidak terlalu lama mengalami vacuum tanpa pemimpin. Namun ternyata Mu’awiyah sebagai kerabat S. Utsman yang merasa berhak menuntut balas atas kematian S.Utsman, saudaranya itu sebagaimana adat istiadat Arab yang sangat melindungi kerabatnya, tidak mau membai’at S. Ali sebelum S.Ali membekuk semua pembunuh S.Utsman. Dan ini tentu sulit dilakukan Oleh Ali yang baru berkuasa, karena asal suku kebangsaan para pemberontak ini tersebar luas dari seluruh wilayah kekuasaan Islam.

Pertempuran Shiffiin (37 H/ 657 M)

Akhirnya karena S. Ali tak mampu membekuk pembunuh S. Utsman dalam waktu yang ditentukan oleh Mu’awiyah, maka Mu’awiyahpun memproklamirkan diri sebagai Khalifah yang berkedudukan di Damaskus, Syria. Pemerintahan Madinah yang kemudian dipindahkan ke Kufah menganggap ini adalah suatu tindakan pemberontakan (BUGHOT) terhadap pemerintahan yang sah – sesuai Qur’an Surat Al- Hujurot yang harus diperangi. Namun demikian S.Ali masih berusaha melakukan ISLAH, diplomasi dan negosiasi agar perpecahan tak berlanjut, namun rupanya Mu’awiyah merasa cukup kuat dan menolak segala islah dan diplomasi Ali. Pertempuran pun pecah di sebuah tempat bernama Shiffin dipinggiran sungai Euphrat, dengan melibatkan 90.000 tentara pasukan Ali melawan 120.000 tentara pasukan Mu’awiyah. Pertempuran ini sebetulnya bukan merupakan pertempuran pertama antara sesama muslim, karena sebelumnya telah terjadi pula pertempuran dan perang saudara

7 | P a g e

Page 8: makalah aqidah ppm lanjutan ikhwan

sesama muslim. Yakni setahun sebelumnya, tepatnya pada tahun 36 H/ 656 di Basrah, terjadi peperangan JAMAL antara tentara dibawah pimpinan A’isyah istri Nabi yang sedang berusaha mencari dan menangkap para pembunuh Utsman, melawan tentara dibawah Ali. Sebabnya adalah hasutan Abdullah bin Saba’ juga, yang mampu membangkitkan luka lama antara Ali dan A’isyah saat terjadi HADIITSUL IFKI, yang kisah dramatisnya tidak akan dikisahkan disini, suatu peperangan sia- sia yang mengorbankan lebih 10.000 tentara kaum muslimin yang bersaudara.

Tahkim (Badan Arbitrase)

Pertempuran Shiffin pun berkecamuk dengan hebat dan segera nampak kemenangan sudah diambang pintu bagi pihak Ali. Korban telah jatuh dari kedua belah pihak. Dari pihak Ali 25.000 tentara telah terbunuh sedang dari pihak Mu’awiyah 45.000 tentara telah tewas. Mu’awiyahpun menyadari hal itu dan segera melakukan siasat dengan mengangkat 500 copy Al-Qur’an pada ujung- ujung tombak tentara mereka sebagai tanda mereka mau Islah secara Qur’any. Pada awalnya Ali tak mempedulikan hal itu karena beliau tahu itu hanya sekedar siasat licik dari Mu’awiyah, namun atas desakan para sahabat yang lain (terutama dari kelompok cikal bakal khowarij), akhirnya Ali menyetujui Islah.Kemudian diadakan kesepakatan agar masing masing mengangkat seorang delegasi yang memiliki wewenang penuh untuk menentukan dan mengambil keputusan final untuk menyelesaikan fitnah tersebut. Kesepakatan ini disebut TAHKIIM (Arbitrasse). Pihak Ali mengangkat Sahabat Abu Musa Al- Asy’ary yang jujur dan lugu, ditemani oleh sahabat Abdullah bin Abbas, sedang pihak Mu’awiyah diwakili oleh Sahabat Amr bin Ash, seorang ahli siasat yang ulung.

Disaat inilah mulai muncul ketidak puasan dari sejumlah kelompok tentara berjumlah kurang lebih 12.000 orang yang m, sebelumnya pendukung setia Ali dari kabilah Bani Hanifah dan Bani Tamim, yang menganggap S.Ali sudah TIDAK BERHUKUM DENGAN QUR’AN karena menerima tahkim karena menurut mereka Qur’an menyatakan bahwa kaum bughot/ pemberontak harus diperangi, sampai mereka sadar kembali. Mereka menganggap dengan menerima TAHKIM berarti Ali telah melanggar ayat: “Waman lam yahkum bimaa anzalallohu fa’ulaaika humul Kaafiruun/Dhoolimuun/ Faasiquun.” (Al- Ma’idah 44- 47)Abu Musa Al’Asy’ary pun diterima dengan baik dan ramah tamah oleh Amr bin Ash. Sahabat Abdullah bin Abbas sudah memperingatkan kepada Abu Musa Al- Asy’ary agar hati- hati menghadapi sikap ramah tamah Amr bin Ash, mungkin ada siasat yang sedang Amr persiapkan. Amr pun me- loby Abu Musa agar lebih baik mereka memakzulkan/ melengserkan kedua- dua Khalifah tersebut yang telah membuat kaum muslimin terbelah. Lebih baik mencari pemimpin lain yang tidak tersangkut kasus fitnah besar tersebut atas dasar pemilihan secara demokratis dari perwakilan yang ditunjuk (Ahlul Halli Wal- Aqdi). Rupanya siasat ini termakan oleh Abu Musa yang tua dan jujur itu, maka merekapun mempersiapkan sebuah pertemuan besar untuk mengumumkan IMPECHMENT itu.

Kemudian pada hari PEMAKZULAN ditentukan dan sejumlah besar perwakilan kaum muslimin berkumpul di DUMMATUL JANDAL pada tanggal 21- Romadhon 37 H/ February- 658 M, secara bergantian Amr bin Ash dan Abu Musa Al- Asy’ary nanti akan mengumumkan pemakzulan kedua Khalifah itu. Dengan halus dan sopan Amr bin Ash mempersilahkan Abu Musa Al- Asy’ary yang lebih tua agar mengumumkan pemakzulan Ali

terlebih dulu sebagai penghormatan. Siasat ini sungguh tidak disadari oleh Abu Musa yang lugu itu.Ia pun menerima kehormatan mengumumkan lebih dulu pemakzulan Ali. Dia naik ke mimbar dan berkata: ” Dengan ini kami memakzulkan Ali dari jabatan Khalifah”.Pada saat itu juga Amr bin Ash kemudian Amr bin Ash segera naik kemimbar dan membuat pengumuman yang mengejutkan dan tidak disangka- sangka bagi Abu Musa:” Maka dengan ini Khalifah yang sah adalah Mu’awiyah !!!”.Gegerlah seluruh masyarakat, namun sebagian mereka percaya dan menganggap memang itulah keputusan TAHKIM yang telah disepakati, yang berarti Ali sudah tidak memiliki legitimasi lagi sebagai Khalifah yang sah.Sekitar 12.000 tentara yang mulanya setia kepada Ali dan memang sejak awal sudah tidak puas dengan dibentuknya badan arbitrase kemudian menyatakan diri WALK OUT (KHOWARIJ) dan menganggap mereka semua yang terlibat tahkim telah KAFIR, termasuk S.Ali dan Mu’awiyah.

Inilah cikal bakal kelompok ekstrim dan radikal dalam Islam. Mereka kemudian berkumpul dan menyusun kekuatan di sebuah desa yang bernama Khoruroh, sehingga mereka sering juga disebut golongan KHORURIYAH, atau KHOWARIJ karena mereka KELUAR dari jama’ah kaum muslimin yang telah menerima tahkim. Sering juga mereka disebut KHORIJI lafadh Mufrod dari Khowarij atau kadang disebut juga AL- MUHAKKAMAH yang artinya : hanya mengakui hukum- hukum Allah, atau NAHRAWANDI karena mereka pernah dihancurkan oleh S. Ali dalam peperangan hebat di Nahrawand, Persia pada tahun 38 H/ 658 MAkidah sesat utama kaum Khowarij. Semua orang yang menerima tahkim adalah KAFIR dan WAJIB DIPERANGI, serta boleh

dibunuh, termasuk S. Ali dan Mu’awiyah, Abu Musa Al- Asy’ary dan Amr bin Ash, serta hartanya adalah harta FAI’ yang boleh dirampas/ diambil paksa.

Demikian juga semua yang terlibat perang Jamal adalah KAFIR seperti Aisyah istri Nabi, Sahabat Tolhah dan Zubair. Ini berakibat semua hadist yang diriwayatkan oleh semua sahabat Nabi tersebut dianggap cacat hukum dan tidak bisa dipakai.

Hanya boleh tunduk pada pemerintah yang seratus persen menggunakan hukum- hukum Allah (“Laa Hukma Illallah”). Bila pemerintahan mulai menyimpang, maka wajib hukumnya untuk melawan pemerintah, memberontak bahkan membunuh pemimpinnya (Terutama ideology Khowarij sekte Az- Zariqoh). Ini pernah dilakukan dengan mengirim seorang Khoriji yang bernama ABDURRAHMAN BIN MULJAM untuk membunuh S. Ali. Usaha ini berhasil dilakukan pada bulan Romadhon tahun 40 H/ 661 M.

Pelaku dosa besar bila mati belum bertobat adalah kafir. Tempatnya adalah neraka. Kaum muslimin yang lainnya khususnya kaum SUNNY menganggap pelaku dosa besar dihukum secukupnya dineraka setelah itu BA’DAL HISAB masuk kesorga selama- lamanya.

Pertanyaan menggelitik: Melihat cara- cara mereka bertindak seperti Takfir, Tabdi’, menghalalkan perampokan dan pembunuhan, adakah pelaku terror sekarang ini adalah sisa- sisa pengikut Khowarij? Atau paling tidak mereka telah meng- adopsi ideology mereka? Wallohu A’lam.Yang jelas kalau melihat Aqidah Sunny maupun Syi’ah, hukum harta rampasan (FAI’) itu hanya berlaku pada saat terjadi peperangan di DAARUL HARBY (di medan perang), tidak di DAARUL AMNI LIL MUSLIMIN seperti sekarang ini di Indonesia, dan bagi kafir DZIMMY (orang kafir yang terikat perjanjian damai dengan orang Islam), kedudukan harta dan jiwanya dimata hukum Islam adalah sama seperti kedudukan harta dan jiwa kaum muslimin, yang harus dilindungi, tak boleh dirampas, tak boleh dirampok, tak boleh dianiaya. Nabi bersabda: Barang siapa

8 | P a g e

Page 9: makalah aqidah ppm lanjutan ikhwan

menganiaya kafir Dzimmy, berarti ia telah menganiaya aku”

Mazhab Syi’ah Ja’fariyah

1. Mazhab Syiah Ja’fariyah adalah sebuah kelompok besar dari umat Islam pada masa sekarang ini, dan jumlah mereka diperkirakan ¼ jumlah umat Islam. Latar belakang sejarahnya bermuara pada masa permulaan Islam, yaitu saat turunnya firman Allah swt. surat Al-Bayyinah ayat 7 :

�ن� �ذ�ين إ �وا ال �وا آمن �حات� وعم�ل �ك الص�ال ئ و�ل� �ر� ه�م� أ ي �ة خ ر�ي �ب ال

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, mereka adalah sebaik-baiknya penduduk bumi. (QS. Al Bayyinah [98]:7)

Selekas itu, Rasulullah saw. meletakkan tangannya di atas pundak Ali bin Abi Thalib a.s., sedang para sahabat hadir dan menyaksikannya, seraya bersabda: “Hai Ali!, Kau dan para syi’ahmu adalah sebaik-baiknya penduduk bumi”. [1]

Dari sinilah, kelompok ini disebut dengan nama “syi’ah”, dan dinisbatkan kepada Ja’far Ash-Shadiq a.s. karena mengikuti beliau dalam bidang fiqih.

2. Banyak dari kelompok ini yang tinggal di Iran, Irak, Palestina, Afganistan, India, dan tersebar secara luas ke negara-negara republik yang memisahkan diri dari Rusia, juga ke negara-negara Eropa, seperti Inggris, Jerman, Perancis, Amerika, dan Benua Afrika serta Asia timur. Mereka memiliki masjid-masjid, Islamic Center, pusat-pusat kegiatan budaya dan sosial.

3. Kaum Syi’ah Ja’fariyah terdiri dari bangsa, suku, bahasa dan warna yang berbeda-beda. Mereka hidup secara berdampingan dengan saudara-saudara muslim yang lain dari golongan dan mazhab yang berbeda dengan penuh kedamaian dan kasih sayang. Dan mereka saling mem-bantu dan bekerja sama di segala bidang dengan penuh

�ما �ن �ون إ �م�ؤ�م�ن �خ�وة) ال إ

Sesungguhya orang-orang mukmin adalah saudara. (QS. Al-Hujurat [49]:10)

Dan firman Allah swt.:

� �وا عاون �بر- على وت �ق�وى ال والت

Saling tolong-menolonglah dalam kebaikan dan taqwa”. (QS. Al-Maidah [5]: )

Dan berpegang teguh pada sabda Nabi saw.: “Orang-orang muslim - satu sama lainnya-

laksana tangan yang satu”. [2] Juga sabda yang lain dari beliau: “Orang-orang mukmin (satu sama lainnya) seperti satu tubuh”.[3]

4. Sepanjang sejarah Islam, mereka memiliki sikap disegani dan posisi yang cemerlang dalam membela Islam dan kaum muslimin. Mereka juga telah mampu mendirikan pemerintahan-pemerintahan dan negara-negara yang ber-khidmat pada peradaban Islam. Begitu juga, mereka memiliki ulama-ulama serta ahli-ahli yang telah menyum-bangkan tenaga dan seluruh pikiran mereka untuk memperkaya warisan-warisan Islam; dengan cara menulis ratusan ribu karangan, buku-buku kecil dan besar di bidang tafsir Al-Quran, hadis, akidah, fiqih, ushul fiqih, akhlak, dirayah, rijal, filsafat, nasihat-nasihat, sistem pemerintahan dan kemasyarakatan, bahasa dan sastra bahkan kedokteran, fisika, kimia, matematika, astronomi, ilmu-ilmu biologi, dan cabang-cabang ilmu lainnya. Dalam berbagai disiplin ilmu mereka memainkan peran sebagai perintis dan pencetus berbagai bidang keilmuan.[4]

5. Mereka percaya kepada Allah Yang Maha Esa, tempat bergantung segala sesuatu, yang tidak beranak, tidak pula diperanakkan, serta tak ada sekutu bagi-Nya. Mereka menafikan dari Dzat Allah swt. segala sifat-sifat kebendaan, anak, tempat, zaman, perubahan, gerak, naik dan turun, dan lain sebagainya yang tidak layak bagi keagungan, kesucian, kesempurnaan dan keindahan-Nya. Mereka juga meyakini bahwa hanya Dialah yang layak disembah, bahwa hukum serta syariat hanyalah milik dan hak-Nya, dan bahwa kemusyrikan dengan segala macam-nya, secara terbuka maupun rahasia—adalah kezaliman yang amat besar dan dosa yang tak terampunkan.

Mereka percaya akan semua ini dapat dibuktikan atas dasar akal yang sehat yang sejalan dengan Al-Quran dan hadits shahih; dari manapun sumbernya. Mereka tidak bersandar pada hadis-hadis Israiliyat dalam bidang akidah, tidak pula mengambil ajaran dari hadis-hadis yang diriwayatkan oleh orang-orang Majusi; yang menggam-barkan Allah swt. dalam bentuk manusia, menyerupakan-Nya dengan makhluk-makhluk, atau menyandarkan perbuatan zalim dan kesia-siaan kepada-Nya. Sesung-guhnya Allah Maha Suci dan Maha Luhur dari apa yang mereka duga atau menisbatkan perbuatan tercela kepada para nabi a.s. secara mutlak.

6. Mereka meyakini bahwa Allah swt. Maha Adil dan Maha Bijaksana. Dia menciptakan alam semesta atas dasar keadilan dan kebijaksanaan. Dia tidak pernah mencip-takan sesuatu secara sia-sia, baik benda-benda mati, tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia, langit atau bumi, karena kesia-siaan itu bertentangan dengan keadilan dan kebijaksanaan, juga bertentangan dengan sifat-Nya yang melazimkan setiap kesempurnaan yang niscaya dimiliki-Nya, serta melazimkan penafian segala kekurangan dari Dzat-nya.

7. Mereka meyakini bahwa Allah swt.—dengan keadilan dan kebijasanaan-Nya—telah mengutus kepada manusia para nabi dan rasul yang diangkat sebagai manusia-manusia maksum dan memiliki pengetahuan yang luas, yang bersumber dari wahyu untuk memberi hidayah kepada manusia, membantu mereka mencapai kesem-purnaan yang diharapkan, dan mengarahkan mereka kepada ketaatan yang menurunkan surga, dan menyam-paikan mereka kepada rahmat dan keridhaan Allah swt.

9 | P a g e

Page 10: makalah aqidah ppm lanjutan ikhwan

Di antara para nabi dan rasul itu adalah Adam a.s., Nuh a.s., Ibrahim a.s., Musa a.s. dan nama-nama lainnya yang telah disebutkan oleh Al-Quran, atau yang ada disebutkan nama dan keadaan-keadaan mereka dalam hadis-hadis yang mulia..

8. Mereka percaya bahwa siapa yang taat kepada Allah swt. dan melaksanakan perintah-perintah dan aturan-aturan-Nya di segala bidang kehidupan, ia akan selamat dan beruntung, serta layak mendapatkan pujian dan pahala,. meskipun ia hamba sahaya dari Afrika. Dan sebaliknya, siapa yang bermaksiat kepada Allah swt. dan pura-pura bodoh terhadap segala perintah-Nya dan menerapkan hukum-hukum selain hukum-hukum Allah, ia akan rugi dan binasa, dan layak mendapatkan hujatan dan siksa, meskipun ia seorang tuan atau sayyid dari bangsa Quraisy, sebagaimana yang terdapat dalam hadis Nabi saw.

Mereka meyakini bahwa tempat pahala dan siksa adalah Hari kiamat, yang di dalamnya terdapat hari perhitungan, timbangan, surga, dan neraka. Dan hal itu akan terjadi setelah melewati alam kubur dan alam barzakh. Mereka juga menolak reinkarnasi (tanâsukh) yang dianut oleh sebagian pengingkar Hari Kebangkitan, karena mempercayainya berarti mendustakan Al-Quran dan hadis-hadis Nabi saw.

9. Mereka meyakini bahwa nabi, rasul terakhir dan yang paling utama adalah Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muthalib saw., yang telah dijaga dari kesalahan dan ketergelinciran, dan Allah telah memeliharanya dari segala maksiat, baik yang besar maupun yang kecil, sebelum dan sesudah menjadi nabi, dalam tablig maupun di luar tablig. Dan Allah swt. telah menurunkan kepada-nya Al-Quran untuk dijadikan sebagai pedoman hidup manusia sepanjang masa. Nabi saw. telah meyampaikan risalah-Nya dan menunaikan amanat-Nya dengan benar dan ikhlas. Kaum Syi'ah mempunyai puluhan ribu karya di bidang penulisan siroh nabawi, kepribadian, sifat-sifat, keistimewaan dan mukjizat-mukjizat Nabi saw. [5]

10. Mereka meyakini bahwa Al-Quran yang diturunkan kepada Rasulullah saw. melalui Jibril a.s. dan ditulis oleh sekelompok sahabat-sahabat besar generasi pertama. Di antara mereka adalah Ali bin Abi Thalib a.s. pada masa Nabi saw. dan melakukan penulisan wahyu di bawah pengawasannya. Dan karena perintah dan petunjuknya, mereka menghafal dan menyempurnakannya, menghitung huruf-hurufnya, kata-katanya, surat-surat dan ayat-ayatnya. Dan mereka menurunkan ke generasi berikutnya. Kitab suci inilah yang dibaca umat Islam saat ini dengan berbagai macam kelompok, siang dan malam, tanpa ada penambahan, pengurangan dan perubahan. Dan kaum Syi’ah dalam bidang ini memiliki karya-karya tulis yang banyak, baik yang besar maupun yang kecil.[6]

11. Mereka meyakini bahwa tatkala Rasulullah saw. sudah dekat ajalnya, beliau mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah dan pemimpin umat Islam sepening-galnya secara politis dan mengarahkan mereka kepada Ali untuk mengikutinya, baik dalam pemikiran atau dalam pemecahan persoalan hidup mereka, dan mene-ruskan pendidikan dan pembinaan mereka. Pengang-katan itu atas dasar perintah dari Allah di sebuah tempat yang dikenal dengan nama “Ghadir Khum” di akhir usia dan haji terakhirnya, dan di tengah kumpulan manusia yang ikut berhaji dengan Nabi saw. Menurut sebagian riwayat, jumlah mereka lebih dari 100 ribu orang.

Pada kesempatan itu beberapa ayat Al-Quran telah turun, di antaranya:

ا 3ها ي ي س�ول� أ -غ� الر� ل نز�ل ما ب

� �ك أ ي �ل -ك م�ن إ ب �ن ر� �م� وإ ف�عل� ل �غ�ت فما ت ل ه� ب ت ال ?ه� ر�س ع�ص�م�ك والل م�ن ي

�اس� �ن� الن ?ه إ الل ه�د�ي ال �قو�م ي اف�ر�ين ال �ك ال

“Hai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan jika engkau itdak melaksanakannya berarti engkau tidak menyampai-kan risalah. Dan Allah akan melindungimu dari manusia. Sesungguhnya Allah tidak akan memberi pentunjuk kepada kaum yang kafir.” (QS. Al Maidah [5]:67)

و�م �ي �ت� ال �مل ك �م� أ ك �م� ل ك �مم�ت� د�ين ت

�م� وأ �ك ي �ع�مت�ي عل ض�يت� ن �م� ور ك م ل ال ��س Lا اإل د�ين

“Pada hari ini Aku sempurnakan untukmu agamamu dan aku cukupkan nikmat-Ku kepadamu dan Aku relakan Islam sebagai agamamu.” (QS. Al-Maidah [5]: 3)

و�م �ي �س ال ئ �ذ�ين ي � ال وا فر� �م� م�ن ك �ك د�ين و�ه�م� فال خ�ش و�ن� ت واخ�ش

“Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa dari agamamu, maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku.” (QS Al-Maidah [5]:3)

ل أ �ل) س ائ �عذابR س اف�رين واق�عR ب �ك -ل �س ل ي ه� ل داف�ع) ل

“Seorang penanya bertanya tentang suatu kejadian ke atas orang-orang kafir, azab yang tidak ada penghalang (langsung).” (QS. Al-Ma'arij [70]:1-2)

Begitu juga Nabi saw. meminta orang-orang untuk berbaiat kepada Ali dengan berjabat tangan. Maka merekapun segera berbaiat. Dan orang pertama dari mereka adalah tokoh-tokoh Muhajirin dan Anshar, serta sahabat-sahabat ternama.[7]

12. Mereka meyakini bahwa imam setelah Rasulullah saw. harus melakukan apa-apa yang pernah dilakukan Nabi saw. semasa hidup beliau, yaitu tugas-tugas memimpin dan memberikan petunjuk, pendidikan dan pengajaran, menjelaskan hukum-hukum, mengatasi problematika pemikiran, serta mejelaskan urusan sosial yang penting. Maka, imam juga harus menjadi kepercayaan umat, agar mereka bisa diarahkan pada ketentraman. Oleh karena itu, seorang imam menyerupai Nabi dalam kemampuan dan sifat, di antaranya kemaksuman ('ishmah) dan ilmu yang luas. Karena, imam sama seperti Nabi dalam kewenangan dan tanggung jawab kecuali menerima wahyu dan kenabian, sebab kenabian telah tertutup dan berakhir pada Rasulullah saw., beliau adalah penutup para nabi dan rasul. Agamanya adalah pemungkas seluruh agama, syariatnya pemungkas seluruh syariat, kitabnya pemungkas seluruh syariat, kitabnya pemungkas seluruh kitab. Tidak ada nabi setelahnya, tidak ada agama setelah agamanya, tidak ada syariat setelah syariatnya. Dan Syi’ah dalam hal ini memiliki karya-karya tulis yang banyak dan berbagai corak..

10 | P a g e

Page 11: makalah aqidah ppm lanjutan ikhwan

13. Mereka meyakini bahwa kebutuhan umat terhadap pemimpin yang laik dan maksum, mengharuskan agar tidak cukup dengan penunjukan Ali a.s. saja sebagai khalifah dan pemimpin setelah Nabi, tetapi ini harus berkesinambungan sampai masa yang panjang dan sampai akar-akar Islam mengokoh dan dasar-dasar syariat terjaga, serta pilar-pilarnya terpelihara dari segala bahaya yang mengancam setiap akidah dan aturan-aturan Tuhan. Hendaknya para imam dapat memberikan contoh praktis dan program yang sesuai dengan kondisi-kondisi yang akan dialami umat Islam setelahnya.

14. Mereka meyakini bahwa karena sebab tersebut di atas dan karena adanya hikmah yang tinggi, dengan perintah Allah swt. Nabi saw. telah menentukan 11 Imam setelah Imam Ali bin Abi Thalib a.s. Dengan demikian, jumlah mereka adalah 12 imam. Jumlah ini bahkan nama etnis mereka (Quraisy) telah disinggung—meski tidak disebut-kan nama dan ciri-ciri khasnya—dalam kitab Shahih Bukhori, Shahih Muslim, dengan redaksi yang berbeda-beda, seperti yang diriwayatkan dari Rasulullah saw. Bahwa: “Sesungguhnya agama ini akan senantiasa berjalan, tegak, mulia dan kuat selama di antara umat ada dua belas pemimpin atau khalifah yang semuanya berasal dari Quraisy”. (atau Bani Hasyim, sebagaimana yang terdapat dalam sebagian kitab). Bahkan disebutkan pula nama-nama mereka dalam sebagian kitab selain Kutub As-Sittah, yaitu buku-buku tentang keutamaan (manâqib), syair dan sastra. Meskipun hadis-hadis ini tidak secara langsung menye-butkan dan menentukan dua belas Imam, yaitu Ali dan 11 Imam dari keturunannya, hanya saja hadis-hadis tersebut tidak bisa dimaknai kecuali keyakinan Syi’ah Ja’fariyah. Dan tidak ada penafsiran yang relevan untuk hadis-hadis tersebut kecuali penafsiran mereka.[8]

15. Syi’ah Ja’fariyah meyakini bahwa 12 imam itu ialah :

1. Imam Ali bin Abi Thalib Al-Mujtaba a.s.

2. Imam Hasan Al-Mujtaba a.s.

3. Imam Husain Sayyid Asy-Syuhada a.s. (keduanya adalah putra Imam Ali dan Sayidah Fatimah a.s. dan cucunda Nabi saw.

4. Imam Ali Zainal Abidin As-Sajjad a.s.

5. Imam Muhammad bin Ali Al-Bagir a.s.

6. Imam Ja’far bin Muhammad Al-Shadiq a.s.

7. Imam Musa bin Ja’far Al-Khadzim a.s.

8. Imam Ali bin Musa Ar-Ridha a.s.

9. Imam Muhammad bin Ali Al-Jawad-At-Taqi a.s.

10. Imam Ali bin Muhammad Al-Hadi- An-Naqi) a.s.

11. Imam Hasan bin Ali Al-‘Askari a.s.

12. Imam Muhammad bin Hasan Al-Mahdi Al-Muntazhar a.s. yang dijanjikan dan dinantikan.

Para ahli sastra unggulan dari luar mazhab Syi’ah, baik dari kalangan Arab ataupun Ajam, telah membuat bait-bait syair secara terinci yang memuat nama-nama 12 imam seperti: Haskafi, Ibnu Thulun, Fadhl bin Ruz Dahan, Al-Jamiy’ Athar Naisyabur dan Maulawi mereka dari pengikut Abu Hanifah, Syafi’i dan selainnya. Di sini kami hanya sebutkan dua kasidah sebagai contoh: pertama kasidah Haskafi Al-Hanafi, ulama abad ke-6 Hijriah:

“Haidar (gelar imam Ali) dan setelahnya Hasan dan Husain, kemudian,

Ali Zainal Abidin dan putranya Muhammad Al-Bagir.

Ja’far Al-Shadiq dan putranya Musa Al-Khazim, dan setelahnya.

Ali (Ar-Ridha) yang menjadi waliyul Ahad, kemudian putranya Muhammad (Al-Jawad).

Kemudian Ali (Al-Hadi) dan putranya yang benar dan jujur, Hasan (Al-Askari).

Yang selanjutnya Muhammad bin Hasan yang di yakini oleh orang-orang bahwa mereka adalah imam-imamku, tuanku.

Meskipun orang-orang mencaciku dan mendustakannya dan mencaci para imam, ketahuilah, muliakanlah mereka para imam yang namanya telah terjaga dan tidak bisa ditolak.

Mereka itu hujah-hujah Allah atas hamba-hamba-Nya mereka adalah jalan dan tempat tujuan.

Mereka di waktu siang berpuasa untuk Tuhan, dan di malam hari mereka ruku' dan sujud di hadapanTuhan-Nya”.

Qasidah yang kedua dari Syamsuddin bin Muhammad bin Thulun Ulama abad ke-10 Hijriah, ia mengatakan :

“Kalian harus berpegang pada 12 imam dari keluarga Musthafa Rasul, sebaik-baik manusia , yaitu...

11 | P a g e

Page 12: makalah aqidah ppm lanjutan ikhwan

Abu Thurab (imam Ali), Hasan dan Husain.

Ketahuilah, membenci Ali Zainal Abidin perbuatan tercela…

Muhammad Al-Bagir yang mengetahui betapa banyak ilmu…

Ash-Shadiq yang dipanggil Ja’far di antara manusia …

Musa yang diberi gelar Al-Khazim dan putranya Ali.

Ar-Ridha yang tinggi kedudukannya.

Muhammad At-Taqi yang hatinya penuh dan makmur dengan cahaya dan hikmah.

Ali Al-Naqi yang mutiara-mutiaranya tersebar.

Hasan Al-Askaryi yang telah disucikan.

Dan muhammad Al-Mahdi yang akan muncul.

Sesungguhnya mereka adalah Ahlul Bait, yang berdasar-kan perintah Allah swt, telah ditentukan oleh Nabi saw. sebagai pemimpin umat Islam, karena kemaksuman dan kesucian mereka dari kesalahan dan dosa, dan karena ilmu mereka yang luas yang telah mereka warisi dari sang datuk Nabi saw. yang telah memerintahkan kita untuk mencintai dan mengikuti mereka. Dalam hal ini Allah swt. berfiman:

�م� ال� ق�ل �ك ل أ �س

�ه� أ ي ا عل Lر�ج �ال� أ �مود�ة إ بى ف�ي ال ��ق�ر ال

“Katakan hai Muhammad, Aku tidak meminta kepada kalian upah atas apa yang aku lakukan kecuali kecintaan kepada keluargaku.” (QS. Al-Syura [42]:23)

Dan dalam ayat yang lain Allah berfirman:

ا 3ها ي ي �ذ�ين أ � ال �وا � آمن �ق�وا ?ه ات � الل �وا �ون الص�اد�ق�ين مع وك

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kalian bersama orang-orang yang benar.” (QS. At-Taubah [9]:119)

16. Syi’ah Ja’fariyah meyakini bahwa para imam suci—yang sejarah belum pernah mencatat dari mereka penyele-wengan atau kemaksiatan, baik dalam ucapan atau pun perbuatan—dengan bekal ilmu yang luas telah berkhid-mat kepada umat Islam dan

memperkaya mereka dengan pengetahuan yang dalam serta pandangan yang benar dalam akidah, syariat, akhlak, sastra, tafsir, sejarah serta cakrawala masa depan. Demikian juga, mereka telah mendidik atau membina melalui ucapan atau perbuatan sekelompok laki-laki dan perempuan yang unggul di mana semua orang telah mengenal mereka dengan keutamaannya, ilmunya dan kebaikan prilakunya.

Syi’ah Ja’fariyah memandang bahwa meskipun mereka para imam telah dijauhkan dari kedudukan kepemim-pinan politis, tetapi mereka telah menunaikan dan menyampaikan misi intelektual dan tugas sosial mereka dengan sebaik-baiknya, karena mereka telah menjaga dasar-dasar akidah dan pilar-pilar syariat dariancaman penyimpangan.

Sekiranya umat islam memberikan kesempatan kepada mereka untuk melakukan peran politik yang telah Rasul berikan kepadanya atas dasar perintah Allah swt., niscaya umat Islam akan mencapai kebahagian dan kemuliaan, serta keagungannya secara penuh, dan mereka akan menjadi satu, bersatu, dan tidak mengalami perpecahan, ikhtilaf dan pertentangan, peperangan, saling bunuh-membunuh, dan mereka tidak hina dan diremahkan.

17. Dengan menunjuk pada dalil-dalil Naqli dan Aqli, yang begitu banyak disebutkan dalam buku-buku Akidah, mereka meyakini bahwa umat Islam hendaknya mengikuti Ahlul Bait Nabi, dan senantiasa berada di jalannya, karena jalan Ahlul Bait adalah jalan yang telah digariskan oleh Rasulullah saw. untuk umat dan beliau telah mewasiatkan kepada umat agar menapaki jalan mereka dan berpegang teguh pada mareka, sebagaimana dalam hadis “Tsaqalain” yang mutawatir, seraya berkata :

“Sesungguhnya aku telah tinggalkan untuk kalian dua pusaka; kitabullah (Al-Quran) dan keturunanku Ahlul Bait. Selama berpegang teguh pada keduanya,kalian tidak akan tersesat”.

Hadis ini telah diriwayatkan oleh Muslim dalam shahih-nya dan oleh puluhan ahli-ahli hadis dan ulama-ulama disetiap abad.

Begitu pula, pengangkatan khalifah dan pewasiatan seperti ini adalah hal yang lumrah dalam kehidupan para nabi-nabi terdahulu.

18. Syi’ah Ja’fariyah meyakini bahwa umat Islam hendaknya mendiskusikan dan mempelajari masalah-masalah seperti ini dengan menjauhkan diri dari caci maki, tuduhan yang tak beralasan dan melakukan fitnah. Dan hendaknya para ulama dan cendikiawan dari seluruh kelompok dan golongan umat Islam ber-kumpul dalam muktamar-muktamar ilmiah, mem-pelajari dengan lapang dada dan ikhlas serta dengan semangat persau-daraan dan obyektifitas tentang klaim-klaim saudara-saudara mereka dari kaum Syi’ah Ja’fariah, serta dalil-dalil yang mereka bawakan untuk membuktikan pandangan-pandangannya berdasarkan Al-Quran, hadis mutawatir dari Rasulullah saw., akal sehat, pertimbangan sejarah, keadaan politik dan sosial secara umum pada masa Nabi dan setelahnya.

12 | P a g e

Page 13: makalah aqidah ppm lanjutan ikhwan

19. Syi’ah Ja’fariyah meyakini bahwa para sahabat dan orang-orang yang berada di sekeliling Nabi dari kaum laki-laki dan perempuan telah berkhidmat kepada Islam dan mereka telah mengerahkan seluruh jiwa raganya di jalan penyebaran Islam.

Hendaknya umat Islam menghormati mereka, meng-hargai perjuangan dan bakti mereka dan memohon kerelaan mereka. Hanya saja, hal ini tidak berarti menganggap mereka semua sebagai manusia-manusia yang mutlak adil, tidak pula berarti sebagian sikap dan perbuatan-perbuatan mereka tidak bisa dikritik, karena mereka adalah manusia yang bisa salah dan bisa benar.

Sejarah telah menyebutkan bahwa sebagian mereka telah menyimpang dari jalan yang benar meskipun di masa hidup Nabi saw. Bahkan Al-Quran secara eksplisit menyebutkan adanya penyimpangan itu di sebagian surat dan ayat-ayatnya, seperti surat Al-Munafiqun, Al-Ahzab, Al-Hujarat, At-Tahrim, Fath, Muhammad dan At-Taubah.

Kritik yang sehat terhadap suatu golongan tidaklah dinyatakan kafir, karena tolak ukur iman dan kufur sangat jelas, yaitu mengakui atau menafikan tauhid dan kenabian, serta hal-hal yang sangat mudah dimengerti (badihi) dari masalah agama, seperti kewajiban shalat, puasa, haji, haramnya arak, khamar, judi dan hokum-hukum lainnya.

Memang, lidah harus dijaga dari perbuatan mencaci maki, juga pikiran harus dijaga dari cara bernalar yang dangkal, karena hal ini bukanlah karakter seorang muslim yang terdidik, yang mengikuti prilaku Nabi Muhammad saw. Bagaimanapun kebanyakan para sahabat itu adalah orang-orang baik yang layak untuk dihormati dan dimuliakan. Tetapi perlu diketahui bahwa ketundukan mereka pada Qaidah Jarah wa Ta’dil (yaitu sebuah kaidah ilmu Rijal yang mempertimbangkan kualitas kepribadian para perawi hadis, -peny.), yaitu:

Meneliti hadis-hadis Nabi yang shahih, yang dianggap kuat, padahal telah diketahui pula akan banyaknya kebohongan-kebohongan yang telah dinisbatkan kepada Nabi saw., sebagaimana yang telah banyak diketahui. Dan Nabi saw. sendiri telah mengkhabarkan akan terjadinya hal itu, dan kalian pula yang mendorong ulama-ulama kedua kelompok (Sunnah-Syi’ah) seperti; Suyuthi, Ibnu Jauzi dan lain-lain untuk menulis buku-buku yang berbobot yang dapat menyaring antara hadis-hadis yang benar-benar keluar dari Nabi dan hadis-hadis maudhu’ atau palsu.

20. Syi’ah Ja’fariyah meyakini adanya Imam Mahdi a.s. yang dinanti berdasarkan riwayat-riwayat yang begitu banyak dari Nabi saw. yang menyebutkan, bahwa dia dari keturunan Fatimah, dan dia keturunan yang kesembilan dari Imam Husain a.s., karena anak atau keturunan yang kedelapan dari Imam Husain adalah Imam Hasan Al-Askari, yang telah meninggal pada tahun 260 H sedangkan beliau tidak mempunyai anak kecuali anak yang diberi nama Muhammad. Dialah Imam Mahdi a.s. yang diberi panggilan nasab Abul Qasim. Banyak orang-orang terpercaya dari umat Islam yang telah melihatnya. Dan mereka telah meng-kabarkan akan kelahirannya, cirri-ciri khasnya, keimamahannya dan nas dari ayahnya yang me-nunjukkan kepemimpinannya.

Dia telah gaib setelah 50 tahun dari kelahirannya, karena musuh-musuh ingin membunuhnya. Oleh karena itu, Allah swt. menyimpannya untuk menegakkan pemerintahan yang adil, universal pada akhir zaman, dan mensucikan bumi dari kezaliman dan kerusakan setelah dipenuhi oleh keduanya.

Maka tidak aneh dan tidak pula mengherankan akan panjangnya usia beliau dan masih hidup sampai sekarang, meskipun sudah melampaui abad 20 dari kelahirannya. Sebagaimana Nabi Nuh a.s. pernah hidup sampai 950 tahun di tengah umatnya, dan menyeru mereka kepada Allah,atau Nabi Haidir a.s. yang sampai saat ini masih hidup.

Allah swt. Mahakuasa atas segala sesuatu, dan kehendaknya berjalan tanpa ada yang bisa mencegah dan menolaknya. Bukankah Allah swt. telah menegaskan ihwal Nabi Yunus a.s. dalam firmannya:

و�ال �ه� فل ن ان أ -ح�ين م�ن� ك ب �م�س �ث ال ب ل �ه� ف�ي ل ط�ن �لى ب � إ و�م �ون ي �عث �ب ي

Maka, sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai Hari Kebangkitan. (QS. Al-Shaffat [ 37]:143-144).

Sebagian besar ulama Ahli Sunnah meyakini kelahiran Imam Mahdi a.s. dan keberadaannya, dan mereka menyebutkan nama kedua orang tuanya, serta sifat-sifatnya, di antara mereka ialah:

1. Abdul Mu’min Syablanji Al-Syafi’i dalam kitabnya, Al-Abshor fi Manaqibi Nabi al-Muchtar.

2. Ibnu Hajar Haitami Makki Asy-Syafi’i dalam kitabnya Ashowaiq al Muhriqah, seraya menga-takan; Abul Qasim Muhammad Al-Hujjah, ditinggal wafat oleh ayahnya pada usia lima tahun. tetapi Allah swt. memberikan hikmah padanya. Dia juga disebut sebagai “Al-Qaim Al-Muntazhar”.

3. Al-Qunduzi Al-Hanafi Al-Balkhi dalam bukunya, Yanabi al Mawaddah, yang dicetak di ibukota Turki masa Dinasti Otoman.

4. Sayyid Muhammad Shidiq Hasan Al-Qonuji Al-Bukhori dalam kitabnya, Al-Izhaa’ah Liman Kana waman Yakunu baina Yaday Assaa’ah.

Mereka ini termasuk ulama-ulama terdahulu. Adapun dari ulama-ulama mutakhir, seperti; Dr. Musthafa Rafi’i dalam bukunya Islamuna, telah memaparkan masalah ini secara panjang lebar dan menjawab seluruh kritik seputar masalah ini.

21. Kaum Syi’ah Ja’fariyah melakukan shalat, puasa, haji, membayar khumus (1/5) pendapatan mereka, haji ke Mekkah yang mulia, melaksanakan manasik umrah dan haji

13 | P a g e

Page 14: makalah aqidah ppm lanjutan ikhwan

seumur hidup sekali, sedangadapun dari itu adalah sunnah, memerintahkan yang makruf dan melarang yang munkar, berpihak kepada wali-wali Allah dan Nabinya, dan memusuhi musuh-musuh Allah dan musuh-musuh Nabi-Nya, berjihad di jalan Allah terhadap setiap orang kafir atau musyrik yang terang-terangan memerangi Islam, dan terhadap setiap orang yang berbuat makar terhadap umat Islam.

Mereka melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi, sosial, keluarga, seperti jual beli, penyewaan, nikah, talak, warisan, pendidikan, menyusui, hijab dan lain sebagainya, sesuai dengan hukum-hukum Islam yang benar dan lurus. Mereka mengamalkan hukum-hukum ini dari proses ijtihad yang dilakukan oleh ulama-ulama ahli fiqih mereka yang warak dengan berdasarkan pada hadis yang shahih, hadis-hadis Ahlul Bait, akal dan konsensus (ijma’) ulama.

22. Mereka percaya bahwa setiap kewajiban yang bersifat harian, memiliki waktu tertentu, dan waktu-waktu shalat harian adalah Subuh, Zuhur, Ashar, Magrib dan Isya. Yang paling penting adalah melakukan setiap shalat pada waktunya yang khusus. Hanya saja, mereka melakukan jamak antara dua shalat Zuhur dan Ashar dan antara Magrib dan Isya karena Rasulullah saw. melakukan jamak dua shalat tanpa uzur, tanpa sakit dan tanpa berpergian, sebagaimana yang disebutkan dalam Shahih Muslim dan kitab hadis lainnya, “Sebagai keringanan untuk umat serta untuk mempermudah bagi mereka”. Dan itu telah menjadi masalah biasa pada masa kita sekarang ini.

23. Mereka mengumandangkan azan sebagaimana azannya umat Islam yang lain. hanya saja mereka sebutkan setelah hayya ‘alal falah dengan redaksi hayya ‘ala khairil ‘amal, karena telah ada sejak zaman Nabi saw. Hanya saja, pada zaman Umar bin Khaththab, kalimat itu dihapus atas dasar ijtihad pribadinya, dengan alasan bahwa hal itu dapat memalingkan umat Islam dari berjihad. Padahal mereka tahu bahwa shalat adalah sebaik-baik perbuatan (sebagaimana pengakuan Allamah Qusyji Al-Asy‘ari dalam kitab Syarah Tajrid Al-I'tiqad,Al-Mushannaf, karya Al-Kindi, Kanz Al-Ummal karya Muttaqi Hindi, dll. Umar bin Khaththab telah manambahkan sebuah redaksi Ashalatul khairul minanauum sementara kalimat itu tidak pernah ada pada zaman Nabi saw.

Dan sesungguhnya ibadah, dan muqaddimah-muqaddimahnya dalam Islam itu harus berdasarkan kepada perintah dan izin syariat yang suci. Artinya, segalanya harus berlandaskan pada nas yang khusus ataupun yang umum dari Al-Quran dan hadis. Bila tidak, maka hal itu dikatakan sebagai bid’ah yang harus ditolak.

Oleh karena itu, dalam ibadah, bahkan dalam setiap masalah syariat tidak boleh ada penambahan atau pengurangan dengan pendapat pribadi.

Adapun apa yang ditambahkan Syi’ah Ja’fariyah setelah syahadah kepada Rasulullah saw. (Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah),berupa kalimat Asyhadu anna Aliyan waliyullah karena adanya riwayat-riwayat dari Nabi saw. dan Ahli Baitnya a.s. yang menjelaskan bahwa tidaklah disebutkan kalimat Muhammad Rasulullah atau tidaklah ditulis kalimat tersebut di atas pintu surga, kecuali diikuti dengan kalimat (‘Aliyan waliyullah), yaitu sebuah kalimat yang

menjelaskan bahwa Syi’ah tidak mempercayai kenabian Ali bin Abi Thalib, apa lagi sampai mengatakan ketuhanannya. Karenanya, diperbolehkan untuk membaca kalimat itu setelah dua syahadat, dengan niat bahwa itu tidak termasuk bagian atau kewajiban dari azan. Inilah pendapat mayoritas ulama-ulama ahli fiqih Syi’ah Ja'fariyah.

Oleh sebab itu,kalimat tambahan yang dibaca ini bukan bagian dari azan sebagaimana yang telah kami katakan, dengan demikian bukan termasuk dari yang tidak ada pada mulanya dalam syariat, tidak pula termasuk bid’ah.

24. Mereka sujud di atas tanah , debu, kerikil, atau di atas batu dan apa saja yang termasuk bagian dari bumi atau tanah dan yang tumbuh di atasnya, seperti tikar yang bukan terbuat dari kain dan bukan pula yang dimakan, dan yang manis. Karena ada banyak riwayat di dalam sumber-sumber Syi’ah dan Ahli Sunnah, bahwa kebiasaan Rasul saw. adalah sujud di atas debu atau tanah, bahkan memerintahkan kaum muslimin untuk mengikutinya.

Suatu hari, Bilal sedang sujud di atas serban (ammamah), karena takut akan panas yang menyengat. Maka Nabi menarik ammamah dari dahinya dan berkata: “Ratakan dahimu dengan tanah wahai Bilal !”. Begitu juga, Nabi pernah mengatakan pada Shuhaib dan Rabah dalam sabdanya: “Ratakan wajahmu wahai Shuhaib dan ratakan pula wajahmu wahai Rabah !”.

Sebagaimana yang disebutkan dalam Bukhari dan lainnya, Nabi saw. juga bersabda: “Bumi atau tanah ini telah dijadikan untukku sebagai tempat sujud yang suci”.

Oleh karena sujud dan meletakkan dahi di atas tanah, tatkala sujud merupakan hal yang paling layak dihadapan Allah swt, karena hal itu menghantarkan kepada kekhusyukan dan sarana terdekat untuk merendahkan diri di depan Tuhan, juga dapat mengingatkan manusia akan asal wujudnya. Bukankah Allah swt. berfiman:

�ها �م� م�ن اك ق�ن ل �م� وف�يها خ �ع�يد�ك �ها ن �م� وم�ن �خ�ر�ج�ك ةL ن ار خ�رى ت� أ

Dari bumi (tanah) itulah kami menjadikan kamu dan kepadanya kami akan kembalikan kamu sekalian, serta darinya kami akan mengeluarkan (membangkitkan) kamu pada kali yang lain. (QS. Thaha [20]:55)

Sesungguhnya sujud adalah puncak ketundukan yang tidak bisa terealisir dengan sujud di atas sajadah, karpet atau batu-batuan permata yang berharga. Puncak ketundukan itu hanya terealisir dengan meletakkan anggota badan yang paling mulia yaitu dahi, di atas benda yang paling murah dan sederhana, yaitu tanah.[9]

Tentunya, debu tersebut harus suci. Orang-orang Syi’ah selalu membawa sepotong dari tanah yang sudah dipres dan sudah jelas kesuciaannya. Mungkin juga tanah ini diambil dari tanah yang penuh berkah, seperti tanah Karbala. Di sanalah Imam Husain (cucu Rasulullah saw.) gugur sebagai syahid sehingga tanah itu penuh berkah. Sebagaimana sebagian sahabat

14 | P a g e

Page 15: makalah aqidah ppm lanjutan ikhwan

Nabi menjadikan batu Mekkah sebagai tempat sujud dalam perjalanan-perjalanan mereka dan untuk mendapatkan berkahnya.

Meski demikian, Syi’ah Ja’fariyah tidak memaksakan hal itu, juga tidak menyatakannya sebagai suatu keharusan. mereka hanya membolehkan Sujud diatas batu apa saja yang bersih dan suci seperti lantai masjid Nabawi yang mulia dan lantai Masjidil Haram.

Begitu juga, tidak bersedekap (meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri) sewaktu shalat, karena Nabi saw. tidak pernah melakukan hal itu, juga karena tidak ada nas yang kuat dan jelas yang menganjurkan hal itu. Karenanya, penganut mazhab Maliki tidak melakukan sedekap tersebut.[10]

25. Syi’ah Ja’fariyah berwudhu dengan membasuh kedua tangan; dari siku-siku sampai ujung jari-jari, bukan kebalikannya, karena mereka mengambil cara berwudhu para imam Ahlul Bait yang telah mengambilnya dari Nabi saw. Tentunya, para imam lebih mengetahui dari pada yang lainnya terhadap apa yang dilakukan oleh kakek mereka. Rasulullah saw. Telah berwudhu dengan cara demikian itu, dan tidak menafsirkan kata (Ilaa/ (الی dalam ayat wudhu (Al-Maidah [5]: 6) dengan kata (ma’a/ (مع hal ini juga ditulis Imam Syafi’i dalam kitabnya, Nihâyatul Muhtaj. Begitu juga, mengusap kaki dan kepala mereka atau tidak membasuhnya ketika berwudhu, dengan alasan yang sama yang telah dijelaskan di atas. Juga karena Ibnu Abbas mengatakan: “Wudhu itu dengan dua basuhan dan dua usapan”.[11]

26. Syi’ah Ja’fariyah membolehkan nikah mut’ah berdasar-kan nash Al-Quran, sebagaimana dalam firman-Nya:

�م فما ع�ت م�ت ت ��ه� اس �ه�ن� ب �وه�ن� م�ن ه�ن� فآت ج�ور� أ

Maka istri-istri yang telah kalian nikmati di antara mereka, berikanlah mahar mereka sebagai suatu kewajiban.(QS. An-Nisa [4]:24)

Di samping itu, para sahabat dan orang-orang Islam pada masa Rasulullah saw. sampai pertengahan masa khilafah Umar bin Khaththab telah melakukan nikah mut’ah.

Mut’ah adalah pernikahan syar’i yang persyaratannya sama dengan nikah permanen atau da’im, yaitu:

b. Hendaknya pihak wanita tersebut tidak bersuami, dan membaca shighah ijab, se-mentara pihak laki-laki melaksanakan shighah Kabul.

c. Pihak laki-laki wajib memberikan harta kepada wanita, yang disebut mahar dalam nikah da’im dan dalam nikah mut’ah disebut upah, sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Quran.

d. Wanita harus menjalani iddah (setelah cerai dengan suaminya).

e. Wanita harus menjalani ‘iddah setelah masa mut’ahnya habis. apabila ia melahirkan seorang anak, maka, nasab anak itu ikut kepada ayahnya. Juga seorang wanita hanya dapat memiliki satu suami saja.

f. Dalam pewarisan antara anak dan ayahnya, anak dan ibunya dan begitu juga se-baliknya.

Yang membedakan nikah da’im dengan nikah mut’ah adalah bahwa dalam nikah mut’ah terdapat penentuan masa, tidak adanya kewajiban memberikan nafkah dan masa gilir atas suami untuk sang istri mut’ah, tidak adanya saling mewarisi antara suami dan istri, tidak perlu adanya talak, tetapi cukup dengan habisnya masa yang telah ditentukan, atau menghibahkan sisa masa yang telah di tentukan tersebut.

Hikmah disyariatkannya nikah semacam ini adalah tuntunan yang disyariatkan dan bersyarat untuk kebutuhan biologis laki-laki dan perempuan yang tidak mampu menjalankan setiap kewajiban-kewajiban dalam nikah da’im (permanen), atau karena adanya halangan dari istri yang terjadi akibat kematian atau sebab yang lainnya, begitu pula sebaliknya. Semua ini masih dalam rangka membina kehidupan yang terhormat dan mulia. Maka itu, nikah mut’ah adalah solusi tingkat pertama bagi kebanyakan problematika sosial yang cukup serius dan berbahaya, dan juga untuk mencegah terperosoknya masyarakat Islam dalam kerusakan den-gan menghalalkan segala macam cara.

Terkadang, nikah mut’ah digunakan dengan tujuan agar kedua calon suami istri saling mengenal sebelum memasuki jenjang pernikahan permanen. Hal ini dapat mencegah per-jumpaan yang diharamkan, zina, meng-kebiri, atau cara-cara lain yang diharamkan seperti onani, bagi orang yang tidak sabar atas satu orang istri atau lebih dari satu, misalnya, secara ekonomi dan nafkahnya , serta pada saat yang sama dia tidak ingin terjerumus kepada yang haram.

Yang jelas, nikah mut’ah bersandar pada Al-Quran dan sunnah, dan sahabat pernah melakukan itu selama beberapa masa. Kalau sekiranya mut’ah itu adalah zina, maka itu be-rarti Al-Quran, Nabi dan para sahabat telah menghalalkan zina dan para pelakunya telah berbuat zina dalam masa yang cukup lama. Kami berlindung kepada Allah dari keyakinan seperti ini.

Di samping itu juga, penghapusan hukum nikah mut’ah tersebut tidak berdasarkan Al-Quran dan sunnah, dan tidak ada dalil yang kuat dan jelas.[12]

Akan tetapi, meskipun Syi’ah Ja'fariyah menghalal-kan nikah seperti inu, dengan adanya nash Al-Quran dan sunnah, mereka sangat menganjurkan dan mengutama-kan nikah daim dan menegakkan nilai-nilai keluarga, karena hal itu adalah dasar dan pilar masyarakat

15 | P a g e

Page 16: makalah aqidah ppm lanjutan ikhwan

yang kuat dan sehat, dan tidak condong kepada nikah sementara yang dalam bahasa syariat dinamakan mut’ah, meskipun halal dan disyariatkan.

Sehubungan dengan itu, Syi’ah Imamiyah bersandar pada Al-Quran, hadis dan pen-didikan serta nasehat-nasehat Imam-Imam Ahlul Bait a.s. yang menyembunyi-kan segala penghormatan untuk wanita dan memberikan nilai yang besar kepadanya, dan di bidang ke-dudukan wanita, masalah-masalahnya serta hak-haknya, terutama dalam pergaulan etika bersamanya, seperti; kepemilikan, nikah, talak, pengasuhan, penyusuan, ibadah, mu’amalat (hukum-hukum syar’i yang mengatur hubungan kepen-tingan individual dan layak untuk di cermati dalam riwayat-riwayat para imam dan fiqih mereka).

27. Syi’ah Ja’fariyah mengharamkan zina, homoseks, riba, membunuh orang yang ter-hormat, minuman arak, judi, melanggar janji, penipuan, pemalsuan, penimbunan, penyelewengan, ghasab, pencurian, khianat, dendam, bernyanyi dan menari, memfitnah dan menuduh, adu domba, berbuat kerusakan, mengganggu orang mukmin, mengumpat, men-caci-maki, berdusta dan dosa-dosa lainnya,baik yang kecil ataupun yang besar.

Mereka selalu berusaha untuk selalu menjauhi semua itu, dan mengerahkan segala up-ayanya untuk mencegah itu, agar tidak sampai menimpa masyarakat dengan berbagai sarananya, seperti menyebarkan buku-buku dan masalah-masalah etika dan pendidikan, serta mendirikan acara-acara pengajian, khotbah jum’at dan lain sebagainya.

28. Mereka peduli pada keutamaan dan kemuliaan akhlak, selalu menyambut nasehat dan antusias dalam mende-ngarkannya. Mereka mengadakan majelis-majelis dan acara-acara di rumah-rumah, masjid-masjid dan tempat-tempat lainya dalam acara peringatan-peringatan hari-hari besar dan peringatan-peringatan lainnya untuk tujuan tersebut, karena kecintaan mereka akan nasehat. Karena itu, mereka mencurahkan doa-doa yang memiliki manfaat yang besar, kandungannya agung, yang datang dari Rasulullah saw. dan para Imam yang suci a.s. Ahlul Bait Nabinya, seperti; doa Kumail, doa Abu Hamzah, doa Simaat, dan Jausyan Kabir (doa yang mencakup seribu nama dari nama-nama Allah swt.), doa Makarimul Akhlak, doa Iftitah (yang dibaca setiap bulan Ramadhan). Mereka membaca doa-doa dan munajat-munajat yang amat agung kandungannya ini dengan penuh kekhusyu-kan dan dalam suasana yang penuh dengan tangisan dan kerendahan diri, karena hal itu dapat membersihkan jiwa-jiwa mereka, serta dapat mendekatkan mereka kepada Allah swt.[13]

29. Mereka memberikan perhatian besar pada kuburan-kuburan Nabi saw., para imam Ahlul Bait Nabi, yang dikubur di Baqi’, Madinah Al-Munawarah yang mana disana ada kuburan Imam Hasan Al-Mujtaba, Imam Ali Zainal Abidin, Imam Muhammad Al-Bagir dan Imam Ja’far Ash-Shadiq a.s.

Di Najaf, Irak, terdapat kuburan Imam Ali bin Abi Thalib a.s, dan di Karbala, kuburan Imam Husain bin Ali a.s. beserta saudara-saudaranya, anak-anaknya, anak-anak pamannya dan para sahabatnya yang syahid bersamanya pada Hari Asyura. Juga di Samarra terdapat kuburan Imam Al-Hadi a.s. dan Imam Hasan Al-Askari a.s.

Di Kazhimain terdapat kuburan Imam Al-Jawad a.s. dan Imam Musa Al-Kazhim a.s. Se-mua itu berada di Irak. Dan di kota Masyhad-Iran, terdapat pusara Imam Ali Al-Ridha a.s., serta di kota Qom dan Syiraz kuburan putra-putri beliau. Di Damaskus, Syiria, ada kuburan pahlawan wanita Karbala yaitu Sayyidah Zainab a.s. Di Kairo, Mesir, ada kuburan Sayyidah Nafisah a.s. Hal itu karena penghormatan mereka kepada Rasulullah saw, karena seorang laki-laki itu terjaga dalam keturunannya, dan mengormati keturunan tersebut berarti menghor-mati orang tersebut, Al-Quran telah menyanjung mereka dan sebagian mereka ada yang bukan Nabi, Al-Quran mengatakan:

Lة� ي ع�ض�ها ذ�ر- ع�ضR م�ن ب ب

Yaitu serta keturunan yang sebagiannya (keturunan) dan yang lain. (QS Ali Imran [3]:34).

Yaitu, kami akan membangun dan mendirikan di atas kuburan-kuburan Ashabul Kahfi tempat peribadatan untuk menyembah Allah swt. di sisi mereka. Dan Al-Quran mensifati per-buatan mereka dengan syirik, pertama, karena seorang muslim yang beriman akan berukuk dan bersujud hanya kepada Allah dan menyembah hanya kepada-Nya semata.

Seorang mukmin tidak akan datang ke makam wali-wali Allah yang telah Allah sucikan, kecuali karena kemuliaan dan kesucian tempat tersebut dengan adanya mereka, sebagaimana yang terjadi pada makam Ibarahim a.s. yang memiliki kesucian dan kemuliaan, Allah swt. dalam surat Al-Baqarah ayat 125 berfirman:

� �خ�ذ�وا � م�ن وات اه�يم م�قام �ر �ب م�صلى إ

Dan jadikanlah maqam Ibrahim (tempat berdiri Nabi Ibrahim diwaktu membangun Ka’bah) tempat mendirikan shalat. (QS. Al Baqarah [2]:125)

Tidak orang yang shalat di belakang makam itu berarti telah menyembah makam, juga orang yang beribadah kepada Allah swt. dengan Sa’i (lari-lari kecil dalam haji) antara bukit Shafa dan Marwah bukanlah orang yang menyembah dua gunung. Sesungguhnya Allah swt. memiliki tempat yang suci dan penuh berkah untuk beribadah kepada-Nya, karena hal itu di nisbatkan kepada Allah swt. sendiri dalam kembali kepada-Nya.

Begitu juga waktu-waktu dan tempat itu juga memiliki kesucian, seperti hari Arafah, tanah Mina. Sebab kesucian tempat-tempat dan hari-hari itu adalah karena dinisbatkan kepada Allah swt.

30. Karena sebab ini pula, Syi’ah Ja’fariyah mempunyai perhatian sebagaimana umat Islam lainnya, yang sadar dan mengerti kedudukan Rasullah saw. beserta keluarga beliau yang suci, yaitu dengan berziarah ke kuburan Ahlul Bait Nabi karena kemuliaan mereka, dan mengam-bil pelajaran dari mereka, serta memperbaharui bai’at kepada mereka dan sebagai pengokohan perjuangan mereka dan tugas-tugas mereka. Karena, mereka telah mencapai

16 | P a g e

Page 17: makalah aqidah ppm lanjutan ikhwan

kesyahidan saat menjaga nilai-nilai luhur ter-sebut. Para penziarah makam-makam ini akan mengingat dan mengenang keutamaan-keutamaan sahabat yang disebutkan dalam riwayat tersebut, juga tentang perjuangan mereka, penegakan mereka terhadap shalat, zakat dan tu-gas yang mereka pikul, dan bersabar atas gangguan dan siksaan dalam mengemban tugas tersebut. Di samping itu, melakukan demikian karena keikut-sertaan dalam kesedihan Nabi lantaran kemazluman (keteraniayaan) keturunan beliau.

Bukankah beliau yang mengatakan dalam peristiwa kesyahidan Hamzah “akan tetapi, Hamzah tak ada seorang yang menangisinya”, sebagaimana tercatat dalam buku-buku sejarah. Dan bukankah Nabi Muhammd saw. telah menangis saat kematian putra beliau; Ibrahim?, bukankah Nabi saw. sering pergi ke Baqi’ untuk ber-ziarah?. Bukankah Nabi saw. telah mengatakan: “Ziarahilah kubur! karena itu mengingatkan kalian kepada akherat”.[14]

Memang, menziarahi kubur para Imam Ahlul Bait a.s. dan apa yang telah disebutkan dalam sejarah mereka, sikap jihad dan perjuangan mereka mengingatkan dan memberikan pendidikan kepada generasi-generasi beri-kutnya tentang apa yang telah disumbangkan oleh para orang besar mereka di jalan Islam dan kaum muslim, dan tentang pengorbanan mereka yang begitu besar. Begitu juga, hal itu dapat menanamkan ruh dan jiwa kesatria serta jiwa pengorbanan dan kesyahidan di jalan Allah swt.

Sesungguhnya hal itu adalah suatu perbuatan manusiawi yang berperadaban dan logis. Maka tidaklah aneh bila umat-umat itu berupaya mengabadikan tokoh-tokoh besar dan para pencetus peradaban mereka, serta menghidupkan acara-acara yang mengenang jasa mereka dengan segala bentuk dan coraknya. Karena demikian itu dapat membangkitkan kebanggaan dan penghormatan terhadap perjuangan mereka, mengundang umat-umat yang lain untuk bergabung bersamanya.

Dan itulah yang diharapkan Al-Quran ketika menjadikan ayat-ayatnya kepada tempat-tempat para Nabi, wali, dan orang-orang shalihin serta menyebutkan kisah-kisahnya.

31. Syi’ah Ja’fariyah meminta syafaat kepada Rasulullah saw. dan para Imam Ahlul Bait yang suci, serta berwasilah melalui mereka kepada Allah swt. untuk pengampunan dosa-dosa, pengkabulan hajat, penyembuhan orang-orang yang sakit, karena Al-Quran yang mem-bolehkan hal itu dan bahkan menganjurkannya, seraya berfirman:

�و �ه�م� ول ن �ذ أ � إ م�وا ه�م� ظ�ل نف�س � جآؤ�وك أ وا غ�فر� ت �?ه فاس غ�فر الل ت �ه�م� واس س�ول� ل � الر� وجد�وا ?ه ل Lا الل و�اب ت

ح�يمLا ر�

Sesungguhnya jika mereka ketika menganiaya dirinya sendiri (berhakim kepada selain dari Nabi) datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah dan Rosul pun memo-honkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha penerima taubat lagi Maha penyayang.(QS. Al Nisa [4]:64)

Dan dalam ayat yang lain juga di sebutkan :

و�ف س �ع�ط�يك ول 3ك ي ب ر�ضى ر فت

Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu hati kamu menjadi puas. [QS. Al Dhuha/93: 5] Yakni kedudukan syafaat.

Bagaimana masuk akal Allah swt. akan memberikan kepada Nabi-Nya kedudukan syafa’at untuk orang-orang berdosa dan memberikan maqam wasilah (perantara) bagi orang-orang yang memiliki hajat kemudian dia menolak manusia yang meminta syafa’at darinya, atau dia akan melarang Nabi-Nya untuk menggunakan kedudukan ini?!

Bukankah Allah telah menceritakan kepada anak-anak Ya’qub, yaitu di saat mereka meminta syafaat dari orang tuanya dan berkata:

ا ا ي ان ب غ�ف�ر� أ ت �ا اس ن ا ل ن �وب �ا ذ�ن �ن �ا إ �ن �ين ك خاط�ئ

Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesung-guhnya kami adalah orang-orang yang bersalah. (QS. Yusuf [12]:97)

Maka, Nabi Ya’qub tidak menolak permohonan mereka, dan menjawab:

و�ف غ�ف�ر� س ت �س �م� أ ك ل

Aku akan memohonkan ampun untuk kalian kepada tuhanku. (QS. Yusuf [12]:98)

Tidak mungkin seseorang mengatakan bahwa Nabi saw. dan para Imam Maksum a.s. adalah orang-orang yang telah mati, lantas orang itu meminta doa dari mereka kemudian tidak ada faedahnya. Mengapa?, karena para Nabi saw. itu hidup, khususnya Rasulullah saw. Yang telah dinyatakan di dalam Al-Quran:

�ك ذل �م� وك اك �ن عل م�ةL ج� � وسطLا أ �وا �ون ك -ت هداء ل �اس� على ش� �ون الن ك س�ول� وي �م� الر� �ك ي ه�يدLا عل ش

Dan demikian pula kami telah menjadikan kalian sebagai umat yang adil dan pilihan agar kalian menjadi saksi atas perbuatan manusia dan agar Rasulullah menjadi saksi atas per-buatan kalian. (QS. Al-Baqarah [ 2]:143)

Juga ditegaskan:

� وق�ل� �وا رى اع�مل ي ?ه� فس �م� الل ك �ه� عمل ول س� �ون ور �م�ؤ�م�ن وال

Dan berbuatlah, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman akan melihat pekerjaanmu itu .(QS. Al-Taubah[9]:105)

17 | P a g e

Page 18: makalah aqidah ppm lanjutan ikhwan

Ayat-ayat ini akan terus berlaku sampai Hari Kiamat, selama matahari dan bulan beredar, serta malam dan siang silih berganti. Di samping itu, karena Nabi dan para imam Ahlul Bait a.s. adalah orang-orang yang syahid (penyaksi), dan dalam pandangan Al-Quran, mereka hidup sebagaimana Allah swt. mengatakannya dalam banyak ayat.

32. Syi’ah Ja’fariyah mengadakan peringatan atas kelahiran Nabi dan para Imam Ahlul Baitnya. Mereka mendirikan peringatan atas hari wafat manusia-manusia suci itu mereka dengan tujuan mengenang keutamaan mereka, kebajikan mereka dan sikap mereka yang bi-jak dan terpuji, sebagaimana disebutkan dalam riwayat yang sahih dan sesuai dengan apa yang telah disebutkan oleh Al-Quran dalam menunjukkan kebajikan dan keutamaan Nabi saw. dan para rasul lainnya. Al-Quran telah memuji mereka serta mengarahkan perhatian umat is-lam kepada mereka supaya bisa mencontoh, mengikuti dan mengambil pelajaran dari mereka.

Memang, Syi’ah Ja’fariyah dalam acara-acara ini sangat menghindari perbuatan-perbu-atan yang diharamkan, seperti percampuran majelis antara laki-laki dan perempuan, makanan dan minuman yang diharamkan, berlebihan dalam memuji, yakni mengangkat manusia sam-pai kepada tingkat pengultusan, atau menyakini bahwa dia dapat berbuat sesuatu di luar ke-hendak Tuhan, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Yahudi dan Nasrani, dan lain seba-gainya dari tindakan-tindakan dan kepercayaan-kepercayaan yang berten-tangan dengan ruh syariat Islam yang suci, dan melampui batas-batas yang sudah jelas, atau tidak sesuai dengan ayat atau riwayat yang sahih, atau tidak sesuai dengan kaidah umum yang telah disimpulkan dari Al-Quran dan hadis, secara benar.

33. Syi’ah Ja’fariyah mengunakan buku-buku hadis yang mencakup hadis Nabi saw. dan Ahlul Baitnya a.s. seperti Al-Kâfi karya Kulaini, Al-Istibshar dan Tahdzib karyaThusi, serta Man La Yahduru Al Faqih oleh Syeikh Shaduq. Buku-buku tersebut sangat bernilai sekali di bidang hadis. Hanya saja, meskipun buku-buku tersebut mencakup hadis-hadis sahih. Para penulis atau pengarangnya dan orang-orang Syi’ah Ja’fariyah sendiri tidak memutlak-kan den-gan judul shahih, karena para ulama fiqih tidak meyakini kesahihan seluruh hadisnya, mereka hanya mengambil hadis-hadis tersebut bila dari beberapa sudut pandang telah terbukti ke-sahihannya dan meninggalkan riwayat-riwayat yang tidak dianggap sahih, atau akan mengam-bil hadis-hadis tersebut yang, menurut ilmu Dirayah, ilmu Rijal dan kaidah-kaidah ilmu Hadis, tidak bermasalah dan tidak cacat.

34. Begitu juga di bidang Akidah, Fiqih, Doa dan Akhlak, mereka menggunakan buku-buku lain yang di dalamnya terdapat aneka macam riwayat dari imam-imam Ahlul Bait a.s. seperti kitab Nahj Al-Balâghah yang dicatat oleh Sayyid Murtadha dari kumpulan-kumpulan khutbah Imam Ali, surat-suratnya, hikmah-hikmah pendeknya, Risâlah Al-Huquq, Shahifah Saj-jadiyah karya imam Ali Zainal Abidin a.s. At-Tauhid, Al-Khisyâ, ‘Ilâlu Asy-Syara’i dan Ma’ani Al-Akhbâr karya Syeikh Shaduq.

35. Terkadang, Syi’ah Ja’fariyah bersandar pada hadis-hadis shahih Rasulullah saw. yang terdapat di dalam buku-buku atau sumber-sumber hadis Ahli Sunnah wal Jamaah. Perlu diketahui pula, bahwa Syi’ah Imamiah juga seperti Ahli Sunnah; mereka mengambil apa-apa

yang datang dari Nabi, baik berupa ucapan, perbuatan atau-pun restu Nabi, termasuk juga ri -wayat tentang wasiat Nabi berkenaan dengan hak Ahlul Baitnya. Dan mereka berpegang teguh kepadanya, baik di bidang akidah maupun di bidang fiqih. Bukti yang paling jelas adalah adanya buku-buku hadis mereka, khususnya yang baru diterbitkan akhir-akhir ini, dalam ben-tuk Ensiklopedia terperinci yang terdiri lebih dari 10 jilid, mencakup riwayat-riwayat Nabi saw. dari sumber-sumber Syi’ah yang diberi nama Sunan Nabi (sunnah-sunnah Nabi saw.) dalam berbagai bidang tanpa fanatisme buta juga sebagai bukti, adanya karangan-karangan mereka baik yang dahulu maupun yang baru.

Dan banyak didapati hadis-hadis dari sahabat-sahabat Nabi saw., istri beliau, saha-bat-sahabat yang masyhur serta perawi-perawi besar, seperti Abu Hurairah, Anas bin Malik dan nama-nama lainnya dengan syarat shahih dan tidak bertentangan dengan Al-Quran dan riwayat shahih lainya, juga tidak bertentangan dengan akal budi dan ijma’ ulama.

36. Syi’ah Ja’fariyah memandang bahwa bencana yang telah menimpah umat Islam dahulu maupun sekarang adalah disebabkan dua fakta:

Pertama: Umat Islam tidak mengenal Ahlul Bait Nabi a.s. sebagai pemimpin yang memiliki kelayakan untuk memimpin, dan juga karena mereka tidak mengetahui Ahlul Bait se-bagai pembimbing dan pengajar memberi pengetahuan, khususnyasebagai penafsir Al-Quran.

Kedua: Adanya perpecahan di antara mazhab dan golongan-golongan Islam.

Karena itu, Syi’ah Ja’fariyah berupaya selalu untuk menyatukan barisan umat Islam dan mengulurkan jabat persaudaraan dan cinta kasih kepada sesama, dengan cara menghormati hasil-hasil ijtihad ulama dari golongan dan mazhab serta menghormati kesimpulan hokum mereka.

Dalam hal ini, ulama Syi’ah Ja’fariyah sejak abad pertama telah terbiasa dalam mem-bawakan pendapat-pendapat ulama fiqih selain Syi’ah dalam karya-karya tulis mereka, baik di bidang Fiqih, Tafsir maupun Teologi, seperti buku Al-Khilaf (di bidang fiqih) karya Syaikh Thusi, Majma Al Bayan (di bidang tafsir) karya Thabarsi yang telah mendapatkan pujian ulama Al-Azhar, juga Tajrid Al-‘Itiqad (di bidang teologi karya Nashiruddin Thusi yang telah diberi syarah oleh Alauddin Al-Qusyji Al-Asy’ari dari ulama Ahli Sunnah.

37. Ulama Syi’ah Ja’fariyah memandang penting adanya dialog di antara ulama berba-gai mazhab di bidang Fiqih, Akidah dan Syariat, juga memandang penting upaya saling mema-hami untuk mengatasi problema-problema umat Islam dewasa ini, menjauhi segala bentuk tuduhan yang tak beralasan, serta menjauhi sikap saling mencaci-maki, sehingga tercipta kon-disi yang stabil guna mewu-judkan pendekatan yang logis antara golongan-golongan umat Is-lam, dan guna menutup jalan bagi musuh-musuh Islam dan muslimin yang selalu mencari celah-celah yang tepat untuk menghantam habis seluruh umat Islam.

18 | P a g e

Page 19: makalah aqidah ppm lanjutan ikhwan

Oleh karena itu, dalam Islam, Syi’ah Ja’fariyah tidak mengkafirkan seorang pun dari ahli kiblat, apapun mazhab fiqih dan aliran akidahnya, kecuali dalam perkara yang umat Islam sep-akat atas pengkafirannya. Syi’ah Ja’fariyah tidak memusuhi mereka, tidak mengizinkan untuk menguasai mereka, menghormati ijtihad masing-masing golongan dan mazhab. Syi’ah Ja’fariyah meman-dang benar perbuatan orang yang berpindah mazhabnya kepada Syi’ah Ja’fariyah, dan telah gugur dari kewaji-bannya jika perbuatan-perbuatannya sesuai dengan mazhab sebelumnya dalam shalat, puasa, haji, zakat, nikah, talak, jual-beli dan lainnya, serta tidak wajib mengqadha kewajiban-kewajiban yang lalu. Syi’ah juga tidak mewa-jibkannya un-tuk memperbaharui akad nikah atau talaknya selama pelaksanaan dua hal ini pada mulanya sesuai dengan mazhab yang dianutnya.

Kaum Syi’ah hidup bersama-sama dengan saudara-saudara muslim yang lain di setiap tempat, sebagaimana layaknya saudara dan kerabat sendiri.

Memang, mereka tidak sepakat dengan mazhab penjajah, seperti aliran Bahaiyah dan Qodiani, atau mazhab-mazhab yang serupa dengan mereka, bahkan berupaya memerangi mereka dan mengharamkan untuk bergabung dengan mereka.

Dan Syi’ah Ja’fariyah menggunakan taqiyah, yaitu menyembunyikan sesuatu yang penting dari ajaran mazhab dan keyakinannya, dan itu sering dilakukan oleh mazhab-mazhab yang lain dalam situasi kemelut antara golongan yang penting. Taqiyah dilakukan karena dua faktor:

Pertama: menjaga jiwa dan darah mereka supaya tidak tertumpahkan begitu saja.

Kedua: menjaga persatuan umat Islam dan tidak menimbulkan perpecahan.

38. Syi’ah Ja’fariyah memandang bahwa di antara sebab-sebab kemunduran umat Is-lam dewasa ini ialah kemunduran pemikiran, budaya, pengetahuan, sains dan teknologi. Dan jalan keluarnya adalah menyadarkan umat Islam, baik laki-laki maupun perempuan, serta mengang-kat taraf pemikiran, budaya dan sainsnya dengan cara menciptakan pusat-pusat pengembangan ilmiah, seperti universitas-universitas, pesantren-pesantren, serta meng-gu-nakan hasil-hasil ilmu modern dalam mengatasi persoalan ekonomi, pembangunan fisik dan teknologi, serta menanamkan kepercayaan diri pada jasa-jasa putra bangsa untuk ikut serta terjun di lapangan dan aktif hingga terwujud swasembada dan kemandirian dan mengikis ke-bergantungan kepada Barat.

Oleh karena itu, Syi’ah Jafariyah di mana saja mereka berada, telah pembangunan pusat-pusat ilmiah, pendi-dikan dan mendirikan lembaga-lembaga pendidikan untuk melahirkan ahli-ahli dan para pakar di berbagai cabang ilmu, sebagaimana mereka telah ma-suk di berbagai universitas dan di berbagai lembaga pendidikan di seluruh negara, dan seba-gian telah menghasilkan ulama-ulama dan pakar-pakar di berbagai bidang dan kancah kehidu-pan yang telah menjadi pusat-pusat ilmiah tersebut.

39. Syi’ah Ja’fariyah senantiasa menjalin hubungan dengan ulama-ulama dan ahli-ahli fiqih mereka lewat apa yang dinamakan “taqlid” dibidang hukum-hukum. Mereka merujukkan problem-problem fiqihnya kepada para mujtahid, dan mereka beramal dalam seluruh aspek kehidupan mereka sesuai dengan fatwa-fatwa ahli-ahli fiqih mereka. Karena, ahli-ahli fiqih dalam pandangan mereka adalah wakil-wakil Imam Zaman a.s. Oleh karena itu, ulama-ulama dan fuqaha mereka tidak bersandar kepada negara-negara dan pemerintahan-pemerintahan dalam urusan kehidupan dan ekonomi. Mereka mendapatkan kepercayaan yang besar dari para pengikut mazhab yang besar ini.

Perekonomian hauzah-hauzah (pesantren) ilmiah dan pusat pendidikan agama dalam rangka menghasilkan para fuqaha ditanggung dan ditutupi dari khumus dan zakat yang ditu-naikan oleh masyarakat kepada para fuqaha, sebagai kewajiban dari sekian kewajiban syariat lainnya, seperti shalat dan puasa.

Dalam masalah kewajiban membayar khumus dari keuntungan usaha, Syi’ah Ja’fariyah memiliki dalil-dalil yang jelas yang termuat dalam sejumlah kitab-kitab shahih dan sunan.[15]

40. Syi’ah Ja’fariyah memandang bahwa termasuk hak umat Islam ialah hidup dibawah naungan pemerintahan-pemerintahan Islam yang member-lakukan huku-hukum sesuai den-gan Al-Quran dan hadis, menjaga hal-hak kaum muslimin dan menyelenggarakan hubungan yang adil dan bersih dengan negara-negara lain. Selain itu, Pemerintahan Islam juga berupaya menjaga batas-batasnya dan menjamin kebebasan umat Islam dalam kegiatan budaya, ekonomi, dan politik supaya mereka bisa hidup secara mulia, sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah inginkan dalam firman-Nya:

�ه� �ل ة� ول �ع�ز� �ه� ال ول س� �ر �ين ول �م�ؤ�م�ن �ل ول

Segala kemulyaan hanyalah milik Allah dan Rasulnya dan orang-orang yang beriman. (QS. Al-Munafiqun [63]:8)

Juga dalam firmannya:

�وا وال ه�ن ت �وا وال ن ح�ز �م� ت نت و�ن وأ ع�ل

�ن األ �م إ �نت �ين ك م3ؤ�م�ن

Janganlah kamu merasa lemah, jangan pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya, jika kamu benar-benar orang yang beriman. (QS. Ali Imran [3]:139)

Syi’ah Ja'fariyah Imamiyah memandang bahwa Islam sebagai agama yang sempurna dan paripurna yang mengandung program yang sangat tepat mengenai sistem perundang-un-dangan. Dan ulama Islam harus berkumpul untuk membahas program ini untuk men-jelaskan gambaran yang sempurna tentang undang-undang ini, supaya umat Islam ini keluar dari ke-bim-bangan dan dari problem yang terus berkepanjangan. Hanya Allah swt. sebagai pembela dan penolong,

19 | P a g e

Page 20: makalah aqidah ppm lanjutan ikhwan

�ن وا إ نص�ر� �ه ت �م� الل ك �نص�ر -ت� ي ب �ث �م� وي ق�دامك أ

Bila kalian menolong Allah, Dia akan menolong kalian dan mengokohkan langkah-langkah kalian. (QS. Muhammad [47]:7)

Dalam pandangan Syi’ah Imamiah, ini merupakan paling jelasnya langkah dan rencana di bidang akidah dan syariat atau dikenal juga dengan sebutan Syi’ah Jafariyah.

Saat ini para pengikut Syi’ah Imamiyah hidup berdampingan dengan saudara muslim yang lainya di seluruh negara-negara Islam, dan mereka gigih dalam menjaga dan memperta-hankan eksistensi umat Islam dan kemuliaannya. Mereka juga telah siap untuk menyum-bangkan dan mengorbankan jiwa dan harta bendanya di jalan Allah swt.[]

[1] . Lihat Tafsir Thabari, Jami Al-Bayan dan Suyuthi Asy-Syafi’i atau dalam tafsirnya Ad-Dur Al-Mantsur, Alusyi Al-Bagdadi asy-Syafi’i dalam tafsirnya Ruh Al-Ma’ani, sekaitan dengan tafsir ayat tersebut.

[2] . Musnad Ahmad: jilid 1, hal 215.

[3] . Shahih Bukhâri- kitab al- adab: 27.

[4] . Lihat buku Ta’sisu Syi’ah lil ulum Al-Islami, karya Sayyid Hasan Ash-Shadr dan Zari’ah ilaa Tashonif karya Aghâ Buzurg, yang terdiri dari 29 jilid, Kasyfu Zhunuun karya Afandy, Mu’jam lil Muallifiin karya Kuhala, dan A’yanu Syi’ah karya Sayyid Muhsin Al-Amin Amuli dan lain-lainnya.

[5] . Lihat kitab Al-Irsyâd, karya Syeikh Mufid, I’lâmul Warâ bi A’lâinil Huda, karya Thabarsi dan Ensiklopedia Bihâr Al-Anwâr, karya Majlisi, dan Enseklopedia Rasulullah saw. karya Sayid Muhsin Khatami akhir-akhir ini.

[6] . Lihat buku Târikh Al-Qurân, karya Zanjani, al-Tamhid fil Ulumil Qurân, karya Muhammad Hadi Ma’rifat dan sumber-sunber lainnya.

[7] . Lihat Al-Ghadir karya Allamah Amini, yang dinukil dari sumber-sumber Islam di bidang Tafsir dan Sejarah.

[8] . Lihat, Khulafa An-Nabi, karya Al-Haa’iry Al-Bahrani).

[9] . Lihat Yaqut wa Jawâhir , karya Sya’rani Al-Anshori Al-Mishri.

[10] . Lihat shahih Bukhori dan shahih Muslim, dan Sunan Baihaqi, sedangkan pendapat mazhab Maliki, bisa dilihat dari buku Bidayatul Mujtahid, karya Ibnu Rusdy Al-Qurthubi Al-Ma-liki dan buku-buku lainnya.

[11] . Lihat kitab-kitab Sunan dan Musnad, juga lihat tafsir Fakhrurazi dalam menaf-sirkan ayat wudhu.

[12] . Lihat hadis-hadis mut’ah dalam kitab-kitab Shahih, Sunan dan Musnad yang oten-tik menurut mazhab-mazhab Islam.

[13] . Doa-doa ini ada dalam ensiklopedia dengan judul ensiklopedia doa-doa sem-purna, yang diterbitkan akhir-akhir ini. Sebagaimana juga termuat dalam buku-buku doa yang sudah ada di tengah-tengah mereka yang sudah terkenal, seperti; Mafatihul Jinan, Muntakhab Husainiah dll.

[14] . Syifa As-Saqâm, karya Subhi Asyafi’I hal. 107 dan Sunan Ibn Majah jilid 1, hal. 117.

[15] . Lihat buku-buku pembahasan khumus dengan dalil-dalilnya dalam pandangan fuqaha Syi’ah.

Apa perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah ImamiyahItsna Asyariyah ? Banyak orang yang menyangka bahwa perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) dianggap sekedar dalam masalah khilafiyah Furu’iyah, seperti perbedaan antara NU dengan Muhammadiyah, antara Madzhab Safi’i dengan Madzhab Maliki.Karenanya dengan adanya ribut-ribut masalah Sunni dengan Syiah, mereka berpendapat agar perbedaan pendapat tersebut tidak perlu dibesar-besarkan. Selanjutnya mereka berharap, apabila antara NU dengan Muhammadiyah sekarang bisa diadakan pendekatan-pendekatan demi Ukhuwah Islamiyah, lalu mengapa antara Syiah dan Sunni tidak dilakukan ?.Oleh karena itu, disaat Muslimin bangun melawan serangan Syiah, mereka menjadi penonton dan tidak ikut berkiprah.Apa yang mereka harapkan tersebut, tidak lain dikarenakan minimnya pengetahuan mereka mengenai aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah). Sehingga apa yang mereka sampaikan hanya terbatas pada apa yang mereka ketahui.Semua itu dikarenakan kurangnya informasi pada mereka, akan hakikat ajaran Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah). Disamping kebiasaan berkomentar, sebelum memahami persoalan yang sebenarnya.Sedangkan apa yang mereka kuasai, hanya bersumber dari tokoh-tokoh Syiah yang sering berkata bahwa perbedaan Sunni dengan Syiah seperti perbedaan antara Madzhab Maliki dengan Madzahab Syafi’i.Padahal perbedaan antara Madzhab Maliki dengan Madzhab Syafi’i, hanya dalam masalah Furu’iyah saja. Sedang perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah

20 | P a g e

Page 21: makalah aqidah ppm lanjutan ikhwan

Itsna Asyariyah (Ja’fariyah), maka perbedaan-perbedaannya disamping dalam Furuu’ juga dalam Ushuul.Rukun Iman mereka berbeda dengan rukun Iman kita, rukun Islamnya juga berbeda, begitu pula kitab-kitab hadistnya juga berbeda, bahkan sesuai pengakuan sebagian besar ulama-ulama Syiah, bahwa Al-Qur'an mereka juga berbeda dengan Al-Qur'an kita (Ahlussunnah).Apabila ada dari ulama mereka yang pura-pura (taqiyah) mengatakan bahwa Al-Qur'annya sama, maka dalam menafsirkan ayat-ayatnya sangat berbeda dan berlainan.Sehingga tepatlah apabila ulama-ulama Ahlussunnah Waljamaah mengatakan : Bahwa Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) adalah satu agama tersendiri.Melihat pentingnya persoalan tersebut, maka di bawah ini kami nukilkan sebagian dari perbedaan antara aqidah Ahlussunnah Waljamaah dengan aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah). 1. Ahlussunnah : Rukun Islam kita ada 5 (lima)a) Syahadatainb) As-Sholahc) As-Shoumd) Az-Zakahe) Al-HajSyiah : Rukun Islam Syiah juga ada 5 (lima) tapi berbeda:a) As-Sholahb) As-Shoumc) Az-Zakahd) Al-Haje) Al wilayah 2. Ahlussunnah : Rukun Iman ada 6 (enam) :a) Iman kepada Allahb) Iman kepada Malaikat-malaikat Nyac) Iman kepada Kitab-kitab Nyad) Iman kepada Rasul Nyae) Iman kepada Yaumil Akhir / hari kiamatf) Iman kepada Qadar, baik-buruknya dari Allah.Syiah : Rukun Iman Syiah ada 5 (lima)*a) At-Tauhidb) An Nubuwwahc) Al Imamahd) Al Adlue) Al Ma’ad 3. Ahlussunnah : Dua kalimat syahadatSyiah : Tiga kalimat syahadat, disamping Asyhadu an Laailaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah, masih ditambah dengan menyebut dua belas imam-imam mereka. 4. Ahlussunnah : Percaya kepada imam-imam tidak termasuk rukun iman. Adapun jumlah imam-imam Ahlussunnah tidak terbatas. Selalu timbul imam-imam, sampai hari kiamat.

Karenanya membatasi imam-imam hanya dua belas (12) atau jumlah tertentu, tidak dibenarkan.Syiah : Percaya kepada dua belas imam-imam mereka, termasuk rukun iman. Karenanya orang-orang yang tidak beriman kepada dua belas imam-imam mereka (seperti orang-orang Sunni), maka menurut ajaran Syiah dianggap kafir dan akan masuk neraka. 5. Ahlussunnah : Khulafaurrosyidin yang diakui (sah) adalah :a) Abu Bakarb) Umarc) Utsmand) Ali Radhiallahu anhumSyiah : Ketiga Khalifah (Abu Bakar, Umar, Utsman) tidak diakui oleh Syiah. Karena dianggap telah merampas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib (padahal Imam Ali sendiri membai'at dan mengakui kekhalifahan mereka).

6. Ahlussunnah : Khalifah (Imam) adalah manusia biasa, yang tidak mempunyai sifat Ma’shum.Berarti mereka dapat berbuat salah/ dosa/ lupa. Karena sifat Ma’shum, hanya dimiliki oleh para Nabi.Syiah : Para imam yang jumlahnya dua belas tersebut mempunyai sifat Ma'’hum, seperti para Nabi. 7. Ahlussunnah : Dilarang mencaci-maki para sahabat.Syiah : Mencaci-maki para sahabat tidak apa-apa bahkan Syiah berkeyakinan, bahwa para sahabat setelah Rasulullah SAW wafat, mereka menjadi murtad dan tinggal beberapa orang saja. Alasannya karena para sahabat membai'at Sayyidina Abu Bakar sebagai Khalifah. 8. Ahlussunnah : Siti Aisyah istri Rasulullah sangat dihormati dan dicintai. Beliau adalah Ummul Mu’minin.Syiah : Siti Aisyah dicaci-maki, difitnah, bahkan dikafirkan. 9. Ahlussunnah : Kitab-kitab hadits yang dipakai sandaran dan rujukan Ahlussunnah adalah Kutubussittah :a) Bukharib) Muslimc) Abu Daudd) Turmudzie) Ibnu Majahf) An Nasa’i(kitab-kitab tersebut beredar dimana-mana dan dibaca oleh kaum Muslimin sedunia).Syiah : Kitab-kitab Syiah ada empat :a) Al Kaafib) Al Istibshorc) Man Laa Yah Dhuruhu Al Faqihd) Att Tahdziib

21 | P a g e

Page 22: makalah aqidah ppm lanjutan ikhwan

(Kitab-kitab tersebut tidak beredar, sebab kebohongannya takut diketahui oleh pengikut-pengikut Syiah). 10. Ahlussunnah : Al-Qur'an tetap orisinilSyiah : Al-Qur'an yang ada sekarang ini menurut pengakuan ulama Syiah tidak orisinil. Sudah dirubah oleh para sahabat (dikurangi dan ditambah). 11. Ahlussunnah : Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang taat kepada Allah dan Rasul Nya.Neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang tidak taat kepada Allah dan Rasul Nya.Syiah : Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang cinta kepada Imam Ali, walaupun orang tersebut tidak taat kepada Rasulullah.Neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang memusuhi Imam Ali, walaupun orang tersebut taat kepada Rasulullah. 12. Ahlussunnah : Aqidah Raj’Ah tidak ada dalam ajaran Ahlussunnah. Raj’ah adalah besok diakhir zaman sebelum kiamat, manusia akan hidup kembali. Dimana saat itu Ahlul Bait akan balas dendam kepada musuh-musuhnya.Syiah : Raj’ah adalah salah satu aqidah Syiah. Dimana diceritakan : bahwa nanti diakhir zaman, Imam Mahdi akan keluar dari persembunyiannya. Kemudian dia pergi ke Madinah untuk membangunkan Rasulullah, Imam Ali, Siti Fatimah serta Ahlul Bait yang lain.Setelah mereka semuanya bai'at kepadanya, diapun selanjutnya membangunkan Abu Bakar, Umar, Aisyah. Kemudian ketiga orang tersebut disiksa dan disalib, sampai mati seterusnya diulang-ulang sampai ribuan kali. Sebagai balasan atas perbuatan jahat mereka kepada Ahlul Bait.Keterangan : Orang Syiah mempunyai Imam Mahdi sendiri. Berlainan dengan Imam Mahdinya Ahlussunnah, yang akan membawa keadilan dan kedamaian.13. Ahlussunnah : Mut’ah (kawin kontrak), sama dengan perbuatan zina dan hukumnya haram.Syiah : Mut’ah sangat dianjurkan dan hukumnya halal. Halalnya Mut’ah ini dipakai oleh golongan Syiah untuk mempengaruhi para pemuda agar masuk Syiah. Padahal haramnya Mut’ah juga berlaku di zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib. 14. Ahlussunnah : Khamer/ arak tidak suci.Syiah : Khamer/ arak suci. 15. Ahlussunnah : Air yang telah dipakai istinja’ (cebok) dianggap tidak suci.Syiah : Air yang telah dipakai istinja’ (cebok) dianggap suci dan mensucikan. 16. Ahlussunnah : Diwaktu shalat meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri hukumnya sunnah.Syiah : Diwaktu shalat meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri membatalkan shalat.(jadi shalatnya bangsa Indonesia yang diajarkan Wali Songo oleh orang-orang Syiah dihukum tidak sah/ batal, sebab meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri). 17. Ahlussunnah : Mengucapkan Amin diakhir surat Al-Fatihah dalam shalat adalah sunnah.

Syiah : Mengucapkan Amin diakhir surat Al-Fatihah dalam shalat dianggap tidak sah/ batal shalatnya.(Jadi shalatnya Muslimin di seluruh dunia dianggap tidak sah, karena mengucapkan Amin dalam shalatnya). 18. Ahlussunnah : Shalat jama’ diperbolehkan bagi orang yang bepergian dan bagi orang yang mempunyai udzur syar’i.Syiah : Shalat jama’ diperbolehkan walaupun tanpa alasan apapun. 19. Ahlussunnah : Shalat Dhuha disunnahkan.Syiah : Shalat Dhuha tidak dibenarkan.(padahal semua Auliya’ dan salihin melakukan shalat Dhuha).

Demikian telah kami nukilkan perbedaan-perbedaan antara aqidah Ahlussunnah Waljamaah dan aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah). Sengaja kami nukil sedikit saja, sebab apabila kami nukil seluruhnya, maka akan memenuhi halaman-halaman buku ini. Harapan kami semoga pembaca dapat memahami benar-benar perbedaan-perbedaan tersebut. Selanjutnya pembaca yang mengambil keputusan (sikap). Masihkah mereka akan dipertahankan sebaga Muslimin dan Mukminin ? (walaupun dengan Muslimin berbeda segalanya). Sebenarnya yang terpenting dari keterangan-keterangan diatas adalah agar masyarakat memahami benar-benar, bahwa perbedaan yang ada antara Ahlussunnah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) itu, disamping dalam Furuu’ (cabang-cabang agama) juga dalam Ushuul (pokok/ dasar agama).Apabila tokoh-tokoh Syiah sering mengaburkan perbedaan-perbedaan tersebut, serta memberikan keterangan yang tidak sebenarnya, maka hal tersebut dapat kita maklumi, sebab mereka itu sudah memahami benar-benar, bahwa Muslimin Indonesia tidak akan terpengaruh atau tertarik pada Syiah, terkecuali apabila disesatkan (ditipu).

Oleh karena itu, sebagian besar orang-orang yang masuk Syiah adalah orang-orang yang tersesat, yang tertipu oleh bujuk rayu tokoh-tokoh Syiah. Akhirnya, setelah kami menyampaikan perbedaan-perbedaan antara Ahlussunnah dengan Syiah, maka dalam kesempatan ini kami menghimbau kepada Alim Ulama serta para tokoh masyarakat, untuk selalu memberikan penerangan kepada umat Islam mengenai kesesatan ajaran Syiah. Begitu pula untuk selalu menggalang persatuan sesama Ahlussunnah dalam menghadapi rongrongan yang datangnya dari golongan Syiah. Serta lebih waspada dalam memantau gerakan Syiah didaerahnya. Sehingga bahaya yang selalu mengancam persatuan dan kesatuan bangsa kita dapat teratasi. Selanjutnya kami mengharap dari aparat pemerintahan untuk lebih peka dalam menangani masalah Syiah di Indonesia. Sebab bagaimanapun, kita tidak menghendaki apa yang sudah mereka lakukan, baik di dalam negri maupun di luar negri, terulang di negara kita.Semoga Allah selalu melindungi kita dari penyesatan orang-orang Syiah dan aqidahnya. Amin.

Ahmadiyyah

Sejarah Ahmadiyah

(Urdu: احمدی Ahmadiyyah) atau sering pula disebut Ahmadiyah, adalah Ja-maah Muslim yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908) pada tahun 1889 di satu desa kecil yang bernama Qadian, Punjab, India. Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai Mu-jaddid, al Masih dan al Mahdi. [1] Jemaat Ahmadiyah Indonesia adalah bagian dari Jamaah

22 | P a g e

Page 23: makalah aqidah ppm lanjutan ikhwan

Muslim Ahmadiyah Internasional. Di Indonesia, organisasi ini telah berbadan hukum dari-Menteri Kehakiman Republik Indonesia sejak 1953 (SK Menteri Kehakiman RI No. JA 5/23/13 Tgl. 13-3-1953) [2]. Atas nama Pemerintah Indonesia, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri dan Jaksa Agung pada tanggal 9 Juni 2008 telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama, yang memerintahkan kepada penganut Ahmadiyah untuk menghentikan kegiatan-nya yang bertentangan dengan Islam.[3]

TUJUAN PENDIRIAN

Jemaat Muslim Ahmadiyah adalah satu organisasi keagamaan Internasional yang telah tersebar ke lebih dari 185 negara di dunia [4]. Pergerakan Jemaat Ahmadiyah dalam Islam adalah suatu organisasi keagamaan dengan ruang lingkup internasional yang memiliki cabang di 174 negara tersebar di Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia, Australia dan Eropa. Saat ini jumlah keanggotaannya di seluruh dunia lebih dari 150 juta orang. [5] Jemaat Ahmadiyah Internasional juga telah menerjemahkan al Quran ke dalam bahasa-bahasa besar di dunia dan sedang merampungkan penerjemahan al Quran ke dalam 100 bahasa di dunia. Sedangkan Jemaat Ahmadiyah di Indonesia telah menerjemahkan al Quran dalam bahasa Indonesia, Sunda, dan Jawa.

Ahmadiyah Qadian dan Lahore

Terdapat dua kelompok Ahmadiyah. Keduanya sama-sama mempercayai bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah Isa al Masih yang telah dijanjikan Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi dua kelompok tersebut memiliki perbedaan prinsip:

1. Ahmadiyah Qadian, di Indonesia dikenal dengan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (berpusat di Bogor[6]), yakni kelompok yang mempercayai bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah seorangmujaddid (pembaharu) dan seorang nabi yang tidak membawa syariat baru.

2. Ahmadiyah Lahore, di Indonesia dikenal dengan Gerakan Ahmadiyah Indonesia (berpusat di Yogyakarta). Secara umum kelompok ini tidak menganggap Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi, melainkan hanya sekedar mujaddid dari ajaran Islam [7].

Selengkapnya, Ahmadiyah Lahore mempunyai keyakinan bahwa mereka:

1. Percaya pada semua aqidah dan hukum-hukum yang tercantum dalam al Quran dan Hadits, dan percaya pada semua perkara agama yang telah disetujui oleh para ulama salaf dan ahlus-sunnah wal-jama'ah, dan yakin bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi yang terakhir.

2. Nabi Muhammad SAW adalah khatamun-nabiyyin. Sesudahnya tidak akan datang nabi lagi, baik nabi lama maupun nabi baru.

3. Sesudah Nabi Muhammad SAW, malaikat Jibril tidak akan membawa wahyu nubuwat kepada siapa pun.

4. Apabila malaikat Jibril membawa wahyu nubuwwat (wahyu risalat) satu kata saja kepada seseorang, maka akan bertentangan dengan ayat: walâkin rasûlillâhi wa khâtamun-nabiyyîn (QS 33:40), dan berarti membuka pintu khatamun-nubuwwat.

5. Sesudah Nabi Muhammad SAW silsilah wahyu nubuwwat telah tertutup, akan tetapi silsilah wahyu walayat tetap terbuka, agar iman dan akhlak umat tetap cerah dan segar.

6. Sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW, bahwa di dalam umat ini tetap akan datang auliya Allah, para mujaddid dan para muhaddats, akan tetapi tidak akan datang nabi.

7. Mirza Ghulam Ahmad adalah mujaddid abad 14 H. Dan menurut Hadits, mujaddid akan tetap ada. Dan kepercayaan kami bahwa Mirza Ghulam Ahmad bukan nabi, tetapi berkedudukan sebagaimujaddid.

8. Percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad bukan bagian dari Rukun Islam dan Rukun Iman, maka dari itu orang yang tidak percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad tidak bisa disebut kafir.

9. Seorang muslim, apabila mengucapkan kalimah thayyibah, dia tidak boleh disebut kafir. Mungkin dia bisa salah, akan tetapi seseorang dengan sebab berbuat salah dan maksiat, tidak bisa disebut kafir.

10. Ahmadiyah Lahore berpendapat bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah pelayan dan pengemban misi Nabi Muhammad SAW.[8]

Sejarah penyebaran di Indonesia

Ahmadiyah Qadian

Tiga pemuda dari Sumatera Tawalib yakni suatu pesantren di Sumatera Barat meninggalkan negerinya untuk menuntut Ilmu. Mereka adalah (alm) Abubakar Ayyub, (alm) Ahmad Nuruddin, dan (alm)Zaini Dahlan. Awalnya meraka akan berangkat ke Mesir, karena saat itu Kairo terkenal sebagai Pusat Studi Islam. Namun Guru mereka menyarankan agar pergi ke India karena negara tersebut mulai menjadi pusat pemikiran Modernisasi Islam. Sampailah ketiga pemuda Indonesia itu di Kota Lahore dan bertemu dengan Anjuman Isyaati Islam atau dikenal dengan nama Ahmadiyah Lahore. Setelah beberapa waktu disana, merekapun ingin melihat sumber dan pusat Ahmadiyah yang ada di desa Qadian. Dan setelah mendapatkan penjelasan dan keterangan, akhirnya mereka Bai'at di tangan Hadhrat Khalifatul Masih II r.a., Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad r.a. Kemudian tiga pemuda itu memutuskan untuk belajar di Madrasah Ahmadiyah yang kini disebut Jamiah Ahmadiyah. Merasa puas dengan pengajaran disana, Mereka mengundang rekan-rekan pelajar di Sumatera Tawalib untuk belajar di Qadian. Tidak lama kemudian duapuluh tiga orang pemuda Indonesia dariSumatera Tawalib bergabung dengan ketiga pemuda Indonesia yang terdahulu, untuk melanjutkan studi juga baiat masuk ke dalam Jemaat Ahmadiyah. Dua tahun setelah peristiwa itu, para pelajar Indonesia menginginkan agar Hadhrat Khalifatul Masih II r.a. berkunjung ke Indonesia. Hal ini disampaikan (alm) Haji Mahmud - juru bicara para pelajar Indonesia dalam Bahasa Arab. Respon positif terlontar dari Hadhrat Khalifatul Masih II r.a.. Ia meyakinkan bahwa meskipun beliau sendiri tidak dapat mengunjungi Indonesia, beliau akan mengirim wakil beliau ke Indonesia. Kemudian, (alm)Maulana Rahmat Ali HAOT dikirim

23 | P a g e

Page 24: makalah aqidah ppm lanjutan ikhwan

sebagai muballigh ke Indonesia sebagai pemenuhannya. Tanggal 17 Agustus 1925, Maulana Rahmat Ali HAOT dilepas Hadhrat Khalifatul Masih II r.a berangkat dari Qadian.

Tepatnya tanggal 2 Oktober 1925 sampailah Maulana Rahmat Ali HAOT di Tapaktuan, Aceh. Kemudian berangkat menuju Padang, Sumatera Barat. Banyak kaum intelek dan orang orang biasa menggabungkan diri dengan Ahmadiyah. Pada tahun 1926, Disana, Jemaat Ahmadiyah mulai resmi berdiri sebagai organisasi. [9] Tak beberapa lama, Maulana Rahmat Ali HAOT berangkat keJakarta, ibukota Indonesia. Perkembangan Ahmadiyah tumbuh semakin cepat, hingga dibentuklah Pengurus Besar (PB) Jemaat Ahmadiyah dengan (alm) R. Muhyiddin sebagai Ketua pertamanya. Terjadilah Proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Di dalam meraih kemerdekaan itu tidak sedikit para Ahmadi Indonesia yang ikut berjuang dan meraih kemerdekaan. Misalnya (alm) R. Muhyiddin. Beliau dibunuh oleh tentara Belanda pada tahun 1946 karena beliau merupakan salah satu tokoh penting kemerdekaan Indonesia. Juga ada beberapa Ahmadi yang bertugas sebagai prajurit di Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan mengorbankan diri mereka untuk negara. Sementara para Ahmadi yang lain berperan di bidang masing-masing untuk kemerdekaan Indonesia, seperti (alm) Mln. Abdul Wahid dan (alm) Mln. Ahmad Nuruddin berjuang sebagai penyiar radio, menyampaikan pesan kemerdekaan Indonesia ke seluruh dunia. Sementara itu, muballigh yang lain (alm) Mln. Sayyid Syah Muhammad merupakan salah satu tokoh penting sehingga Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia, di kemudian hari menganugerahkan gelar veteran kepada beliau untuk dedikasi beliau kepada negara.

Di tahun lima puluhan, Jemaat Ahmadiyah Indonesia mendapatkan legalitas menjadi satu Organisasi keormasan di Indonesia. Yakni dengan dikeluarkannya Badan Hukum oleh Menteri Kehakiman RI No. JA. 5/23/13 tertanggal 13-3-1953. Ahmadiyah tidak pernah berpolitik, meskipun ketegangan politik di Indonesia pada tahun 1960-an sangat tinggi. Pergulatan politik ujung-ujungnya membawa kejatuhan Presiden pertama Indonesia, Soekarno, juga memakan banyak korban. Satu lambang era baru di Indonesia pada masa itu adalah gugurnya mahasiswa kedokteran Universitas Indonesia, Arif Rahman Hakim, yang tidak lain melainkan seorang khadim Ahmadiyah. Dia terbunuh di tengah ketegangan politik masa itu dan menjadi simbol bagi era baru pada masa itu. Oleh karena itu iapun diberikan penghargaan sebagai salah satu Pahlawan Ampera. Di Era 70-an, melalui Rabithah Alam al Islami semakin menjadi-jadi di awal 1970-an, para ulama Indonesia mengikuti langkah mereka. Maka ketika Rabithah Alam al Islami menyatakan Ahmadiyah sebagai non muslim pada tahun 1974, hingga MUI memberikan fatwa sesat terhadap Ahmadiyah. Sebagai akibatnya, Banyak mesjid Ahmadiyah yang dirubuhkan oleh massa yang dipimpin oleh ulama. Selain itu, banyak Ahmadi yang menderita serangan secara fisik. Periode 90-an menjadi periode pesat perkembangan Ahmadiyah di Indonesia bersamaan dengan diluncurkannya Moslem Television Ahmadiyya (MTA). Ketika Pengungsi Timor Timur yang membanjiri wilayah Indonesia setelah jajak pendapat dan menyatakan bahwa Timor Timur ingin lepas dari Indonesia, hal ini memberikan kesempatan kepada Majelis Khuddamul Ahmadiyah Indonesia untuk mengirimkan tim Khidmat Khalq untuk berkhidmat secara terbuka. Ketika Tahun 2000, tibalah Hadhrat Mirza Tahir Ahmad ke Indonesia datang dari London menuju Indonesia. Ketika itu beliau sempat bertemu dan mendapat sambuatan baik dari Presiden Republik Indonesia, Abdurahman Wahid dan Ketua MPR, Amin Rais. [10]

Ahmadiyah Lahore

Tahun 1924 dua pendakwah Ahmadiyah Lahore Mirza Wali Ahmad Baig dan Maulana Ahmad, datang ke Yogyakarta. Minhadjurrahman Djojosoegito, seorang sekretaris di organisasi Muhammadiyah, mengundang Mirza dan Maulana untuk berpidato dalam Muktamar ke-13 Muhammadiyah, dan menyebut Ahmadiyah sebagai "Organisasi Saudara Muhammadiyah". [11]Pada tahun 1926, Haji Rasul mendebat Mirza Wali Ahmad Baig, dan selanjutnya pengajaran paham Ahmadiyah dalam lingkup Muhammadiyah dilarang. Pada Muktamar Muhammadiyah 18 di Solo tahun 1929, dikeluarkanlah pernyataan bahwa "orang yang percaya akan Nabi sesudah Muhammad adalah kafir". Djojosoegito yang diberhentikan dari Muhammadiyah, lalu membentuk dan menjadi ketua pertama dari Gerakan Ahmadiyah Indonesia, yang resmi berdiri 4 April 1930.[11]

Status di Berbagai Negara

Pakistan

Di Pakistan, parlemen telah mendeklarasikan pengikut Ahmadiyah sebagai non-muslim. Pada tahun 1974, pemerintah Pakistan merevisi konstitusinya tentang definisi Muslim, yaitu "orang yang meyakini bahwa Nabi Muhammad adalah nabi terakhir.[12] Penganut Ahmadiyah, baik Qadian maupun Lahore, dibolehkah menjalankan kepercayaannya di Pakistan, namun harus mengaku sebagai agama tersendiri di luar Islam.[13]

Indonesia

Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan Ahmadiyah sebagai aliran sesat semenjak tahun 1980 [14], lalu ditegaskan kembali pada fatwa MUI yang dikeluarkan tahun 2005. [15]

Malaysia

Di Malaysia Ahmadiyah telah lama dilarang.[16]

Brunei Darussalam

Sebagaimana di Malaysia, di Brunei Darussalam pun status terlarang ditetapkan untuk Ahmadiyah.[17]

Kontroversi ajaran Ahmadiyah

Menurut sudut pandang umum umat Islam, ajaran Ahmadiyah (Qadian) dianggap melenceng dari ajaran Islam sebenarnya karena mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi yaitu Isa al Masih dan Imam Mahdi, hal yang bertentangan dengan pandangan umumnya kaum muslim yang mempercayai Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir walaupun juga mempercayai kedatangan Isa al Masih dan Imam Mahdi setelah Beliau saw(Isa al Masih dan Imam Mahdi akan menjadi umat Nabi Muhammad SAW) [18].Perbedaan Ahmadiyah dengan kaum Muslim pada umumnya adalah karena Ahmadiyah menganggap bahwa Isa al Masih dan Imam Mahdi telah datang ke dunia ini seperti yang telah dinubuwwatkan Nabi Muhammad SAW. Namun umat Islam pada umumnya mempercayai bahwa Isa al Masih dan Imam Mahdi

24 | P a g e

Page 25: makalah aqidah ppm lanjutan ikhwan

belum turun ke dunia. Sedangkan permasalahan-permasalahan selain itu adalah perbedaan penafsiran ayat-ayat al Quran saja.[rujukan?]

Ahmadiyah sering dikait-kaitkan dengan adanya kitab Tazkirah. Sebenarnya kitab tersebut bukanlah satu kitab suci bagi warga Ahmadiyah, namun hanya merupakan satu buku yang berisi kumpulan pengalaman ruhani pendiri Jemaat Ahmadiyah, layaknya diary. Tidak semua anggota Ahmadiyah memilikinya, karena yang digunakan sebagai pegangan dan pedoman hidup adalah Al Quran-ul-Karimsaja. [19]

Ada pula yang menyebutkan bahwa Kota suci Jemaat Ahmadiyah adalah Qadian dan Rabwah. Namun tidak demikian adanya, kota suci Jemaat Ahmadiyah adalah sama dengan kota suci umat Islam lainnya, yakni Mekkah dan Madinah.[20]

Sedangkan Ahmadiyah Lahore mengakui bahwa Mirza Ghulam Ahmad hanyalah mujaddid dan tidak disetarakan dengan posisi nabi, sesuai keterangan Gerakan Ahmadiyah Indonesia (Ahmadiyah Lahore) untuk Indonesia yang berpusat di Yogyakarta.

Ahmadiyah menurut pengikutnya

Pada tahun 1835, di sebuah desa bernama Qadian, di daerah Punjab, India, lahir seorang anak laki-laki bernama Ghulam Ahmad. Orang tuanya Muslim dan ia tumbuh dewasa menjadi seorang Muslim yang luar biasa. Sejak awal kehidupannya, Mirza Ghulam Ahmad sudah amat tertarik pada telaah dan khidmat agama Islam. Ia sering bertemu dengan individual Kristiani, Hindu ataupun Sikh dalam perdebatan publik, serta menulis dan bicara tentang mereka. Hal ini menjadikan lingkungan keagamaan menjadi tertarik kepadanya dan ia dikenal baik oleh para pimpinan komunitas. Mirza Ghulam Ahmad mulai menerima wahyu Ilahi sejak usia muda dan dengan berjalannya waktu maka pengalaman perwahyuannya berlipat kali secara progresif. Setiap wahyu yang diterimanya kemudian terpenuhi pada saatnya, sebagian di antaranya yang berkaitan dengan masa depan masih menunggu pemenuhannya. Dakwahnya menyatakan diri sebagai Imam Mahdi dan Masih Mau'ud (al Masih) dilakukan di akhir tahun 1890, dan dipublikasikan ke seluruh dunia. Pernyataannya, seperti juga halnya para pembaharu Ilahiah lainnya seperti Nabi Isa dan Nabi Muhammad SAW, langsung mendapat tentangan luas. Sebelum menyatakan dirinya sebagai Masih Mau'ud, Allah SWT telah menjanjikan kepada Mirza Ghulam Ahmad melalui wahyu bahwa:

“ Aku akan membawa pesanmu sampai ke ujung-ujung dunia.— Mirza Ghulam Ahmad ”

Wahyu ini memberikan janji akan adanya dukungan Ilahi dalam penyebaran ajaran Jemaat yang telah dimulainya di dalam Islam. Mentaati perintah Tuhan, Mirza Ghulam Ahmad menyatakan diri sebagai Al-Masih bagi umat Kristiani, sebagai Imam Mahdi bagi umat Muslim, sebagai Krishna bagi umat Hindu, dan lain sebagainya. Jelasnya, ia adalah "Nabi Yang Dijanjikan" bagi masing-masing bangsa, dan ditugaskan untuk menyatukan umat manusia di bawah bendera satu agama. Nabi Muhammad SAW sebagai nabi umat Islam adalah seorang nabi yang membawa ajaran yang bersifat universal; dan sosok Mirza Ghulam Ahmad yang menyatakan diri sebagai al Masih yang dijanjikan juga menyatakan dirinya tunduk dan menjadi refleksi dari Muhammad, Khataman Nabiyin. Menjelaskan tentang tujuan diutusnya wujud

Masih Mau'ud, ia menjelaskan:

“ Tugas yang diberikan Tuhan kepadaku ialah agar aku dengan cara menghilangkan hambatan di antara hamba dan Khalik-nya, menegakkan kembali di hati manusia, kasih dan pengabdian kepada Allah. Dan dengan memanifestasikan kebenaran lalu mengakhiri semua perselisihan dan perang agama, sebagai fondasi dari kedamaian abadi serta memperkenalkan manusia kepada kebenaran ruhaniah yang telah dilupakannya selama ini. Begitu juga aku akan menunjukkan kepada dunia makna kehidupan keruhanian yang hakiki yang selama ini telah tergeser oleh nafsu duniawi. Dan melalui kehidupanku sendiri, memanifestasikan kekuatan Ilahiah yang sebenarnya dimiliki manusia namun hanya bisa nyata melalui doa dan ibadah. Di atas segalanya adalah aku harus menegakkan kembali Ketauhidan Ilahi yang suci, yang telah sirna dari hati manusia, yang bersih dari segala kekotoran pemikiran polytheistik.

Mirza Ghulam Ahmad ”

Menyusul wafatnya Mirza Ghulam Ahmad pada tahun 1908, para Muslim Ahmadi memilih seorang pengganti sebagai Khalifah. Sosok Khalifah merupakan pimpinan keruhanian dan administratif dari Jemaat Islam Ahmadiyah. Pimpinan tertinggi dari Jemaat Ahmadiyah di seluruh dunia pada saat ini (2007) adalah Hadhrat Mirza Masroor Ahmad yang berkedudukan di London, dan terpilih sebagai Khalifah kelima. Ia banyak berkunjung ke berbagai negara dan cermat mengamati budaya dan masyarakat lainnya.

Dengan bimbingan seorang Khalifah, Jemaat Ahmadiyah berada di barisan terdepan dalam khidmat dan kesejahteraan kemanusiaan. Banyak sekolah-sekolah, klinik dan rumah sakit yang didirikan di berbagai negeri, dimana mereka yang papa dan miskin dirawat secara gratis. Saat terjadi bencana alam, Jemaat Ahmadiyah membantu secara sukarela secara finansial ataupun fisik tanpa membedakan agama, warna kulit atau pun bangsa. Jemaat Ahmadiyah telah memiliki jaringan televisi global yang bernama "MTA (Muslim Television Ahmadiyya) International", yang mengudara dua puluh empat jam sehari dalam beberapa bahasa dunia. Layanan ini diberikan tanpa memungut biaya. Jemaat Ahmadiyah telah menyebar ke lebih dari 170 negara di dunia dan populasinya diperkirakan sudah mencapai 80 juta manusia yang telah berbai'at ke dalam Jemaat pada tahun 2001.

Bai'at dalam Jemaat Ahmadiyah

Bulan Desember 1888, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad mengaku telah menerima ilham Ilahi untuk mengambil bai'at dari orang-orang. Bai'at yang pertama diselenggarakan di kota Ludhiana pada tanggal 23 Maret 1889 di rumah seorang mukhlis bernama Mia Ahmad Jaan. Dan orang yang bai'at pertama kali adalah Hadhrat Maulvi Nuruddin (yang nantinya menjadi Khalifah pertama Jemaat Ahmadiyah). Pada hari itu kurang lebih 40 orang telah bai'at. [22].

Sepuluh syarat Bai'at

25 | P a g e

Page 26: makalah aqidah ppm lanjutan ikhwan

1. Orang yang bai'at, berjanji dengan hati jujur bahwa dimasa yang akan datang hingga masuk ke dalam kubur, senantiasa akan menjauhi syirik.

2. Akan senantiasa menghindarkan diri dari segala corak bohong, zina, pandangan birahi terhadap bukan muhrim, perbuatan fasik, kejahatan, aniaya, khianat, huru-hara, pemberontakan; serta tidak akan dikalahkan oleh gejolak-gejolak hawa nafsunya meskipun bagaimana juga dorongan terhadapnya.

3. Akan senantiasa mendirikan salat lima waktu tanpa putus-putusnya, semata-mata karena mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya. Dan dengan sekuat tenaga akan senantiasa mengerjakan salat tahajjud, dan mengirimkan shalawat kepada Yang Mulia Rasulullah saw, dan memohon ampun dari kesalahan dan memohon perlindungan dari dosa; akan ingat setiap saat kepada nikmat-nikmat Allah, lalu mensyukuri dengan hati tulus, serta memuji dan menjunjung-Nya dengan hati yang penuh kecintaan.

4. Tidak akan kesusahan apapun yang tidak pada tempatnya terhadap makhluk Allah umumnya dan kaum Muslimin khususnya karena dorongan hawa nafsunya, baik dengan lisan atau dengan tangan atau dengan cara papaun juga.

5. Akan tetap setia terhadap Allah Taala baik dalam segala keadaan susah ataupun senang, dalam duka atau suka, nikmat dan musibah; pendeknya, akan rela atas putusan Allah. Dan senatiasa akan bersedia menerima segala kehinaan dan kesusahan di dalam jalan Allah. Tidak akan memalingkan mukanya dari Allah Taala ketika ditimpa suatu musibah, bahkan akan terus melangkah ke muka.

6. Akan berhenti dari adat yang buruk dan dari menuruti hawa nafsu. Dan benar-benar akan menjunjung tinggi perintah al Quran Suci atas dirinya. Firman Allah dan sabda Rasul-Nya itu akan menjadi pedoman baginya dalam setiap langkahnya.

7. Meninggalkan takabur dan sombong; akan hidup dengan merendahkan diri, beradat lemah lembut, berbudi pekerti halus, dan sopan santun.

8. Akan menghargai agama, kehormatan agama dan mencintai Islam lebih dari pada jiwanya, hartanya, anak-anaknya, dan dari segala yang dicintainya.

9. Akan selamanya menaruh belas kasihan terhadap makhluk Allah umumnya, dan akan sejauh mungkin mendatangkan faedah kepada umat manusia dengan kekuatan dan nikmat yang dianugerahkan Allah Taala kepadanya.

10. Akan mengikat tali persaudaraan dengan hamba ini "Imam Mahdi dan al Masih Mau'ud", semata-mata karena Allah dengan pengakuan taat dalam hal ma'ruf dan akan berdiri di atas perjanjian ini hingga mautnya, dan menjunjung tinggi ikatan perjanjian ini melebihi ikatan duniawi, baik ikatan keluarga, ikatan persahabatan, ataupun ikatan kerja. Para Pemimpin Ahmadiyah sepeninggal Hazrat Mirza Ghulam Ahmad

Khalifah Ahmadiyah Qadiyan

1. Hadhrat Hakim Maulana Nur-ud-Din, Khalifatul Masih I, 27 Mei 1908 - 13 Maret 1914

2. Hadhrat Alhaj Mirza Bashir-ud-Din Mahmood Ahmad, Khalifatul Masih II, 14 Maret 1914 - 7 November 1965

3. Hadhrat Hafiz Mirza Nasir Ahmad, Khalifatul Masih III, 8 November 1965 - 9 Juni 1982

4. Hadhrat Mirza Tahir Ahmad, Khalifatul Masih IV, 10 Juni 1982 - 19 April 20035. Hadhrat Mirza Masroor Ahmad, Khalifatul Masih V, 22 April 2003 - sekarang

Amir Gerakan Ahmadiyah (AAIIL)

Gerakan Ahmadiyah (Ahmadiyah Movement) atau Ahmadiyah Lahore tidak mengenal khalifah sebagai pemimpin, akan tetapi seorang Amir yang diangkat sebagai pemimpin.

Adapun para Amir tersebut adalah sbb:

1. Hazrat Maulana Hakim Nurudin2. Maulana Muhammad Ali MA. LLB.3. Maulana Sadrudin4. Dr. Saed Ahmad Khan5. Prof. Dr. Asghar Hamid Ph.D6. Prof. Dr.Abdul Karim Saeed

Media elektronik

Salah satu media elektronik milik Ahmadiyah yang terbesar adalah televisi. Mereka telah membuat satu televisi yang mereka namai MTA, yaitu Moslem Television Ahmadiyya. Proyek ini dirintis oleh Khalifah Ahmadiyah yang ke-empat, Mirza Tahir Ahmad [23].

Ringkasan beberapa pergerakan dan keorganisasian islam di indonesia dan dunia internasional

Muhammadiyah Muhamadiyah merupakan salah satu orgnisasi Islam pembaharu di Indonesia. Gerakan Muhammadiyah yang dibangun oleh K.H. Ahmad Dahlan sesungguhnya merupakan salah satu mata rantai yang panjang dari gerakan pembaharuan Islam yang dimulai sejak tokoh pertamanya, yaitu Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim al-Jauziyah, Muhammad bin Abdul Wahab, Sayyid Jamaludin al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan sebagainya. Pengaruh gerakan pembaharuan tersebut terutama berasal dari Muhammad Abduh melalui tafsirnya, al-Manar, suntingan dari Rasyid Ridha serta majalah al-Urwatul Wustqa.

Penunjang Aktivitas Dakwah di Asia Tenggara; Seputar Peranan Organisasi Islam Menghadapi Serangan Budaya Zaman

Di kawasan Asia Tenggara dewasa ini, di mana berbagai kekuatan giat untuk menggunting dan berusaha melemahkan Islam, maka Dakwah Islamiyah dituntut untuk memiliki kesadaran dan pemahaman yang jernih dan utuh terhadap berbagai upaya dan rencana yang diletakkan oleh berbagai kekuatan yang ingin menjegal penyebaran Islam.

Rabithah Alam Islami

26 | P a g e

Page 27: makalah aqidah ppm lanjutan ikhwan

Ini adalah organisasi Islam Internasional yang berdiri di Makkah pada Zulhijjah 1381 H/Mei 1962 M. PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) mengelompokkanya sebagai organisasi non pemerintah dan termasuk anggota Unesco serta anggota pengamat OKI (Organisasi Konprensi Islam).

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Sebuah Tinjauan Sejarah

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah sebuah organisasi Islam milik kalangan mahasiswa muslim Indonesia. Organisasi ini begitu strategisnya di era sekarang ini sehingga sebagian besar nama-nama besar politikus Muslim di Indonesia berasal dari HMI. Dengan pengaruh dari tokoh-tokoh yang berlatar pendidikan sekular, organisasi ini telah berubah sifatnya dari sejak pendirian semula yaitu menjadi organisasi yang bersifat sekular.

Jama'ah Tabligh

Jama'ah Tabligh adalah sebuah jama'ah Islamiyah yang dakwahnya berpijak kepada penyampaian (tabligh) tentang keutamaan-keutamaan ajaran Islam kepada setiap orang yang dapat dijangkau. Jama'ah ini menekankan kepada setiap pengikutnya agar meluangkan sebagian waktunya untuk menyampaikan dan menyebarkan dakwah dengan menjauhi bentuk-bentuk kepartaian dan masalah-masalah politik. Barangkali cara demikian lebih cocok mengingat kondisi ummat Islam di India yang merupakan minoritas dalam sebuah masyarakat besar.

Hizib Al-Tahrir (Hizbut Tahrir)

Hizbut Tahrir adalah sebuah partai politik yang berideologi Islam. Politik merupakan kegiatannya, dan Islam adalah ideologinya. Hizbut Tahrir bergerak di tengah-tengah umat, dan bersama-sama mereka berjuang untuk menjadikan Islam sebagai permasalahan utamanya, serta membimbing mereka untuk mendirikan kembali sistem Khilafah dan menegakkan hukum yang diturunkan Allah dalam realitas kehidupan.

Al-Irsyad Al-Islamiyyah

Muhammadiyah, Al-Irsyad dan Persatuan Islam (Persis) merupakan tiga serangkai organisasi Islam pembaharu yang paling berpengaruh di Indonesia. Pada awal abad XX telah lahir sejumlah tokoh elit Muslim. Mereka memiliki semangat pembaharuan dalam pemikiran keagamaan.

The Bilalians

Adalah sebuah gerakan atau organisasi keagamaan di AS yang berasal dari akidah atau agama kepercayaan berkembang menuju kepada aqidah Islam. Dalam perkembangannya gerakan atau organisasi ini menuju kapada yang benar, sedikit-demi sedikit; maka lebih tepatnya

sebagai suatu gerakan keagamaan yang sedang mencari bentuk menuju suatu yang haq menuju Islam yang benar. Oleh karena itu lebih tepat dikelompokan kedalam organisasi keagamaan Islam.

Jama'at Islami (Di Anak Benua India - Pakistan)

adalah sebuah jama'ah Islam modern yang memfokuskan aktifitasnya untuk menegakkan syari'at Islam dan menerapkannya dalam kehidupan nyata. Jama'at Islami tergolong gigih membendung berbagai bentuk aliran sekuleristik yang berusaha keras mendominasi seluruh negeri.

Al-Ikhwan Al-Muslimun

Al-Ikhwan al-Muslimun adalah sebuah gerakan Islam terbesar di zaman modern ini. Seruannya ialah kembali kepada Islam sebagaimana yang termaktub di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah serta mengajak kepada penerapan syari'at Islam dalam kehidupan nyata. Dengan tegar gerakan ini telah mampu membendung arus sekularisasi di dunia Arab dan Islam

Nahdatul ulama

Sebagai “kebangkitan kaum ulama”, Nahdlatul Ulama berdiri untuk mempertahankan kehidupan keagamaan berdasarkan empat mazhab, tapi juga untuk membendung sikap kaku kaum Wahabi.

BAB IIIPENUTUP

A. KESIMPULANPersoalan kalam lain yang menjadi bahan perdebatan di antara aliran-aliran

kalam adalah masalah perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia. Tentang perbuatan Tuhan semua aliran dalam pemikiran kalam berpandangan bahwa Tuhan melakukan perbuatan. Perbuatan di sini dipandang sebagai konsekuensi logis dari dzat yang memiliki kemampuan untuk melakukannya.

Masalah perbuatan manusia bermula dari pembahasan sederhana yang dilakukan oleh kelompok Jabariyah (pengikut Ja’d bin Dirham dan Jahm bin Shafwan) dan kelompok Qadariyah (pengikut Ma’bad al-Jauhari dan Ghailan ad-Dimsyaqi).

Akar dari masalah perbuatan manusia adalah keyakinan bahwa Tuhan adalah pencipta alam semesta, termasuk di dalamnya manusia sendiri.

27 | P a g e

Page 28: makalah aqidah ppm lanjutan ikhwan

DAFTAR PUSTAKA

Rozak, Abdul,. Ilmu Kalam, (Cet. II; Bandung: Pustaka Setia, 2006)

Sarjoni, ILMU KALAM “Perbandingan Antar Aliran : Perbuatan Tuhan dan Perbuatan Manusia”, (Online) 2010. (http://sarjoni.wordpress.com/2010/01/01/ilmu-kalam-perbandingan-antar-aliran-perbuatan-tuhan-dan-perbuatan-manusia/., diakses tanggal 19 April 2010)

Wikipedia indonesia,

1. ^ http://www.alislam.org/introduction/index.html2. ^ http://www.thepersecution.org/world/indonesia/05/jai_pr2108.html3. ^ "SKB Ahmadiyah diterbitkan". BBCIndonesia.com. Kesalahan: waktu tidak valid.

Diakses pada 26 Agustus 2008.4. ^ http://alislam.org/introduction/index.html5. ^ "Bukan Sekedar Hitam Putih", [1] halaman 16. ^ http://www.ahmadiyya.or.id/kontak7. ^ http://www.ahmadiyah.org/8. ^ http://www.ahmadiyah.org/index.php9. ^ Subjek "Mengundang Ahmadiyah ke Indonesia", Diskusi Sdr.Nadri Saaduddin, [2]10. ^ [3]11. ^ a b Beck, Herman (2005). The rupture between the muhammadiyah and the

ahmadiyya. Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde (BKI) 161-2/3 (2005):210-246

12. ^ http://www.pakistani.org/pakistan/constitution/amendments/2amendment.html

13. ^ http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=319274&kat_id=314. ^ http://www.mui.or.id/mui_in/fatwa.php?id=3315. ^ http://www.mui.or.id/mui_in/fatwa.php?id=13116. ^ http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=319274&kat_id=317. ^ http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=319274&kat_id=318. ^ http://www.halalguide.info/index.php?

option=com_content&task=view&id=111&Itemid=2919. ^ Buku: klarifikas Tazkirah20. ^ buku: Kami Orang Islam21. ^ Khutbah Islamiah, h. 3422. ^ http://www.ahmadiyya.or.id/pustaka/buku/riwayatahmad/ahmad2.php

23. ^ Hakekat tasawuf oleh Qardhawi24. ^ Asal-usul Ajaran Sufisme25. ^ Solihin, M. Anwar, M Rosyid. Akhlak Tasawuf (Bandung: Nuansa 2005) hlm. 17726. ^ Place of Tasawwuf in Traditional Islam27. ^ Islamic Spirituality, the forgotten revolution

28. ^ Masalah Mistik Tasawuf & Kebatinan, MH. Amien Jaiz, PT Alma'arif - 1980 Bandung

29. ^ Hakekat Tasawuf dan Sufi[1]30. ^ Anwar, Rosihan. Akhlak Tasawuf (Bandung: CV Pustaka Setia 2009) hlm. 22531. ^ Mahmud, Abdul Halim. Tasawuf di Dunia Islam (Bandung: Pustaka Setia 2001)

hlm. 29832. ^ Asmaran. Pengantar Studi Tasawuf (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2002)

hlm.2333.

28 | P a g e