50
Makalah apendisitis BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Apendisitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendiks dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendiks disebut juga umbai cacing. Apendisitis sering disalah artikan dengan istilah usus buntu, karena usus buntu sebenarnya adalah caecum. Apendisitis akut merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor. Diantaranya hyperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan penyumbatan. Apendisitis kronik disebabkan fibrosis menyeluruh dinding apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju daripada negara berkembang. Namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna, yaitu 100 kasus

Makalah apendisitis

  • Upload
    endry

  • View
    60

  • Download
    3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

askep

Citation preview

Page 1: Makalah apendisitis

Makalah apendisitis

  BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-

15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di

bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk berbentuk kerucut, lebar pada

pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab

rendahnya insiden apendisitis pada usia itu.

Apendisitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendiks dan

merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendiks disebut juga

umbai cacing. Apendisitis sering disalah artikan dengan istilah usus buntu, karena usus buntu

sebenarnya adalah caecum. Apendisitis akut merupakan radang bakteri yang dicetuskan

berbagai faktor. Diantaranya hyperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing

ascaris dapat juga menimbulkan penyumbatan. Apendisitis kronik disebabkan fibrosis

menyeluruh dinding apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi

sel inflamasi kronik.

Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju daripada negara berkembang.

Namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna, yaitu 100

kasus tiap 100.000 populasi menjadi 52 tiap 100.000 populasi. Kejadian ini mungkin

disebabkan perubahan pola makan, yaitu negara berkembang berubah menjadi makanan

kurang serat. Menurut data epidemologi apendisitis akut jarang terjadi pada balita, meningkat

pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an, sedangkan angka

ini menurun pada menjelang dewasa. Insiden apendisitis sama banyaknya antara wanita dan

laki-laki pada masa prapuber, sedangkan pada masa remaja dan dewasa muda rationya

menjadi 3:2, kemudian angka yang tinggi ini menurun pada pria.

Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan pada pasien

dengan penyakit apendisitis untuk memudahkan kita sebagai calon perawat dalam merawat

pasien dengan penyakit apendisitis.

Page 2: Makalah apendisitis

2. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah diperoleh gambaran secara teoritis

dalam merawat pasien dengan apendisitis.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari pembuatan makalah ini adalah:

1. Mampu menguasai konsep teori penyakit apendisitis.

2. Mampu mengidentifikasi data-data yang perlu dikaji pada klien dengan apendisitis.

3. Mampu mengidentifikasi masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan

apendisitis.

4. Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan klien dengan apendisitis.

5. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan apendisitis.

6. Mampu melakukan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan apendisitis.

7. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan klien dengan apendisitis.

Page 3: Makalah apendisitis

BAB II

KONSEP DASAR

2.1 Pengertian

Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum

tepat dibawah katup ileocecal (Brunner dan Sudarth, 2002).

Appendisitis adalah suatu peradangan pada appendiks yang berbentuk cacing, yang

berlokasi dekat katup ileocecal (Long, Barbara C, 1996).

Apendisitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab

abdomen akut yang paling sering (Arif Mansjoer dkk, 2000).

Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus

ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan

penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi,

dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur (Anonim,

2007).

2.2 Anatomi Fisiologi

2.2.1 Anatomi

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-

15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di

bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk berbentuk kerucut, lebar pada

pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab

rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus, apendiks terletak

intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya

bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya.

Page 4: Makalah apendisitis

Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di

belakang kolon assendens, atau di tepi lateral kolon assendens. Gejala klinis apendisitis

ditentukan oleh letak apendiks.

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika

superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh

karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus.

Perdarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa

kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan

mengalami gangren.

Anatomi lokasi apendiks:

2.2.2 Fisiologi

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke

dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lender di muara apendiks

tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis.

Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid

Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks., ialah IgA.

Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian,

pengangkatan apendiks tidak memengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limfe

di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.

2.3 Epidemologi

Ada beberapa fakta-fakta dalam buku ilmiah bahwa pada tahun 1500-an para ahli

mengakui adanya hubungan yang sebenarnya dengan inflamasi yang membahayakan dari

daerah sekum yang disebut “pertyphilitist”. Meskipun dilaporkan keberhasilan apendiktomi

pertama pada tahun 1776, pada 1886 baru Reginal Flitz yang membantu membuat aturan

bedah dalam pengangkatan apendiks yang meradang sebagai pengobatan, yang sebelumnya

dianggap fatal. Pada tahun 1889, Charles McBurney mengenalkan laporan lama sebelum

New York Surgical Society mengemukakan akan pentingnya operasi apendisitis akut dini

serta kelembapan titik maksimum dari perut yang ditentukan dengan menekan satu-tiga jari di

garis yang menghubungkan antara spina iliaca anterior superior dengan umbilicus. Lima

tahun kemudian ia menemukan pemisahan otot dengan pemotongan yang kini dikenal dengan

namanya.

Page 5: Makalah apendisitis

4. Klasifikasi

Apendisitis terbagi menjadi 2, yaitu:

1. Apendisitis akut, dibagi atas:

1. Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur

lokal.

2. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.

1. Apendisitis kronis, dibagi atas:

1. Apendisitis kronis fokalis atau parsial, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur

lokal.

2. Apendisitis kronis obliteritiva, yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia

tua.

4. Etiologi

Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang

bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya hiperplasia jaringan

limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi mukosa

merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. namun ada beberapa faktor yang

mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya:

1. Faktor sumbatan

Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang

diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasia jaringan limfoid sub

mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya

sumbatan oleh parasit dan cacing. Obsrtruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui

pada bermacam-macam apendisitis akut diantaranya; fekalith ditemukan 40% pada kasus

apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan

90% pada kasus apendisitis akut dengan ruptur.

Page 6: Makalah apendisitis

2. Faktor Bakteri

Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada apendisitis akut. Adanya

fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan memperberat infeksi,

karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan

terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu

Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang

menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10%.

3. Kecenderungan familiar

Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ,

apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi

apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam keluarga terutama

dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekalith dan mengakibatkan obstruksi

lumen.

4. Faktor ras dan diet

Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari. Bangsa kulit

putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai risiko lebih tinggi dari Negara yang

pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih

telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru Negara berkembang

yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat, memiliki risiko

apendisitis yang lebih tinggi.

5. Faktor infeksi saluran pernapasan

Setelah mendapat penyakit saluran pernapasan akut terutama epidemi influenza dan

pneumonitis, jumlah kasus apendisitis ini meningkat. Namun, hati-hati karena penyakit

infeksi saluran pernapasan dapat menimbulkan seperti gejala permulaan apendisitis.

4. Patogenesis

Page 7: Makalah apendisitis

Apendisitis vermiformis merupakan sisa apeks sekum yang pada manusia fungsinya

tidak diketahui. Apendiks merupakan tabung panjang, sempit (sekitar 6 sampai 9 cm). Pada

apendiks ini terdapat arteria apendikularis yang merupakan end-artery.

Pada posisinya yang normal, apendiks terletak pada dinding abdomen di bawah titik

Mc Burney. Titik Mc Burney dicari dengan menarik garis dari spina iliaka superior kanan ke

umbilicus. Titik tengah garis ini merupakan tempat pangkal apendiks.

Apendisitis merupakan suatu peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan

dinding organ tersebut. Tanda patogenetik primer diduga karena obstruksi lumen, biasanya

oleh fekalith (feses keras). Pemyumbatan pengeluaran sekret mukus mengakibatkan

pembengkakkan, infeksi dan ulserasi. Peningkatan tekanan intraluminal dapat menyebabkan

oklusi end-artery apendikularis. Bila keadaan ini dibiarkan berlangsung terus, biasanya

mengakibatkan nekrosis, gangren, dan perforasi. Dalam penelitian terakhir telah ditemukan

bahwa ulserasi mukusa merupakan langkah awal dari terjadinya apendisitis pada lebih dari

separuh kasus, lebih sering daripada sumbatan pada lumen (Silen, 1991). Penyebab ulserasi

tidak diketahui, walaupun sampai sekarang telah dipostulasikan bahwa penyebabnya adalah

virus.

4. Patofisiologi

Etiologi

Obstruksi lumen (fekalit, tumor, dan lain-lain)

Mukus yang diproduksi mukosa akan mengalami bendungan

Peningkatan tekanan intra lumen/dinding apendiks

Aliran darah berkurang

Edema dan ulserasi mukosa Apendisitis akut fokal

Terputusnya aliran darah Nyeri epigastrium

Page 8: Makalah apendisitis

Obstruksi vena, edema bertambah

dan bakteri menembus dinding

Peradangan peritonium Apendisitis supuratif akut

Aliran arteri terganggu

Nyeri di daerah kanan

Infark dinding apendiks

Gangren Apendisitis gangrenosa

Dinding apendiks rapuh

Infiltrat Perforasi

Infiltrat apendikularis Apendisitis perforasi

4. Manifestasi Klinis

Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah

dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc Burney bila dilakukan tekanan.

Nyeri tekan lepas (hasil atau intensifikasi dari nyeri bila tekanan dilepaskan) mungkin

dijumpai. Derajat nyeri tekan spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak

tergantung pada beratnya infeksi dan lokal apendiks. Bila apendiks melingkar di belakang

sekum dan nyeri tekan dapat terasa didaerah lumbar; ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda

ini dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan ujung

apendiks berada dekat rektum; nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks

Page 9: Makalah apendisitis

dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus

kanan dapat terjadi.

Tanda Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang

secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa di kuadran kanan bawah. Apabila

apendiks telah ruptur, nyeri menjadi lebih menyebar; distensi abdomen terjadi akibat ileus

paralitik, dan kondisi pasien memburuk.

Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi. Tanda-tanda

tersebut dapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus atau proses penyakit lainnya.

Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai ia mengalami ruptur apendiks. Insidens

perforasi pada apendiks lebih tinggi pada lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari

bantuan perawatan kesehatan tidak secepat pasien-pasien yang lebih muda.

4. Komplikasi

Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks, yang dapat berkembang

menjadi peritonitis atau abses, insidens perforasi adalah 10% sampai 32%. Insiden lebih

tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri.

Gejala mencakup demam dengan suhu 37,70C atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri

atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu.

Komplikasi lain yang sering ditemukan adalah infeksi, perforasi, abses intra

abdominal/pelvis, sepsis, syok, dehisensi. Perforasi yang ditemukan baik perforasi bebas

maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan, sehingga membentuk

massa yang terdiri dari kumpulan apendiks, sekum dan keluk usus. Tujuan utama dari

pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat seperti komplikasi

intra-abdomen. Komplikasi utama adalah infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila

diperkirakan terjadi perforasi maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotik.

Pasca appendektomi diperlukan perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan lama

terapi disesuaikan dengan besar infeksi intra-abdomen.

4. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium: terdiri dari pemeriksaan darah lengkap

dan test protein reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah

Page 10: Makalah apendisitis

lengkap ditemukan jumlah leukosit antara10.000-

20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%,

sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang

meningkat.

1. Pemeriksaan darah: Akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis

akut terutama pada kasus dengan komplikasi. Pada appendicular infiltrat, LED akan

meningkat.

2. Pemeriksaan urine: Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin.

pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti

infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir

sama dengan appendisitis.

1. Radiologi: terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan

CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan

bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi

pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan

ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit

serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi

serta adanya pelebaran sekum.

1. Abdominal X-Ray: Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab

appendisitis. pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.

2. USG: Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG,

terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai

untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan

sebagainya.

3. Barium enema: Suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon

melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari

appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis

banding.

4. Laparoscopi: Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang

dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung.Tehnik

ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan

Page 11: Makalah apendisitis

ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung

dilakukan pengangkatan appendix.

4. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien dengan apendisitis akut meliputi terapi medis dan terapi

bedah. Terapi medis terutama diberikan pada pasien yang tidak mempunyai akses ke

pelayanan bedah, dimana pada pasien diberikan antibiotik. Namun sebuah penelitian

prospektif menemukan bahwa dapat terjadi apendisitis rekuren dalam beberapa bulan

kemudian pada pasien yang diberi terapi medis saja. Selain itu terapi medis juga berguna

pada pasien apendisitis yang mempunyai risiko operasi yang tinggi. Namun pada kasus

apendisitis perforasi, terapi medis diberikan sebagai terapi awal berupa antibiotik dan

drainase melalui CT-scan pada absesnya. The Surgical Infection Society menganjurkan

pemberian antibiotik profilaks sebelum pembedahan dengan menggunakan antibiotik

spektrum luas kurang dari 24 jam untuk apendisitis non perforasi dan kurang dari 5 jam untuk

apendisitis perforasi.

Penggantian cairan dan elektrolit, mengontrol sepsis, antibiotik sistemik adalah

pengobatan pertama yang utama pada peritonitis difus termasuk akibat apendisitis dengan

perforasi.

1. Cairan intravena

Cairan yang secara massive ke rongga peritonium harus di ganti segera dengan cairan

intravena, jika terbukti terjadi toxix sistemik, atau pasien tua atau kesehatan yang buruk harus

dipasang pengukur tekanan vena central. Balance cairan harus diperhatikan. Cairan atau

berupa ringer laktat harus di infus secara cepat untuk mengkoreksi hipovolemia dan

mengembalikan tekanan darah serta pengeluaran urin pada level yang baik. Darah di berikan

bila mengalami anemia dan atau dengan perdarahan secara bersamaan.

2. Antibiotik

Pemberian antibiotik intraven diberikan untuk antisipasi bakteri patogen, antibiotik

initial diberikan termasuk gegerasi ke 3 cephalosporins, ampicillin-sulbaktam dan

metronidazol atau klindanisin untuk kuman anaerob. Pemberian antibiotik postops harus di

Page 12: Makalah apendisitis

ubeah berdasarkan kulture dan sensitivitas. Antibiotik tetap diberikan sampai pasien tidak

demam dengan normal leukosit. Setelah memperbaiki keadaan umum dengan infus, antibiotik

serta pemasangan pipa nasogastrik perlu di lakukan pembedahan sebagai terapi definitif dari

appendisitis perforasi.

Perlu dilakukan insisi yang panjang supaya mudah dilakukan pencucian rongga

peritonium untuk mengangkat material seperti darah, fibrin serta dilusi dari bakteria.

Pencucian cukup dengan larutan kristaloid isotonis yang hangat, penambahan antiseptik dan

antibiotik untuk irigasi cenderung tidak berguna bahkan malah berbahaya karena

menimbulkan adhesive (misal tetrasiklin atau provine iodine), anti biotik yang diberikan

secara parenteral dapat mencapai rongga peritonium dalam kadar bakterisid.

Tapi ada juga ahli yang berpendapat bahwa dengan penambahan tetrasiklin 1 mg

dalam 1 ml larutan garam dapat mengendalikan sepsis dan bisul residual, pada kadar ini

antibiotik bersifat bakterisid terhadap kebanyakan organisme. Walaupun sedikit membuat

kerusakan pada permungkaan peritonial tapi tidak ada bukti bahwa menimbulkan resiko

perlengketan. Tapi zat lain seperti iodine tidak populer. Setelah pencucian seluruh cairan di

rongga peritonium seluruh cairan harus diaspirasi.

Terapi bedah meliputi apendiktomi dan laparoskopik apendiktomi. Apendiktomi

terbuka merupakan operasi klasik pengangkatan apendiks. Mencakup Mc Burney, Rocke-

Davis atau Fowler-Weir insisi. Dilakukan diseksi melalui oblique eksterna, oblique interna

dan transversal untuk membuat suatu muscle spreading atau muscle splitting, setelah masuk

ke peritoneum apendiks dikeluarkan ke lapangan operasi, diklem, diligasi dan dipotong.

Mukosa yang terkena dicauter untuk mengurangi perdarahan, beberapa orang melakukan

inversi pada ujungnya, kemudian sekum dikembalikan ke dalam perut dan insisi ditutup.

Prosedurnya, port placement terdiri dari pertama menempatkan port kamera di daerah

umbilikus, kemudian melihat langsung ke dalam melalui 2 buah port yang berukuran 5 mm.

Ada beberapa pilihan operasi, pertama apakah 1 port diletakkan di kuadran kanan bawah dan

yang lainnya di kuadran kiri bawah atau keduanya diletakkan di kuadran kiri bawah. Sekum

dan apendiks kemudian dipindahkan dari lateral ke medial. Berbagai macam metode tersedia

untuk pengangkatan apendiks, seperti dectrocauter, endoloops, stapling devices.

Mengenai pemilihan metode tergantung pada ahli bedahnya. Apendiks kemudian

diangkat dari abdomen menggunakan sebuah endobag. Laparoskopik apendiktomi

mempunyai beberapa keuntungan antara lain bekas operasinya lebih bagus dari segi kosmetik

dan mengurangi infeksi pascabedah.

Page 13: Makalah apendisitis

2.12 Asuhan Keperawatan

2.12.1 Pengkajian

1. Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan,

pekerjaan, pendapatan, alamat, nomor register.

2. Identitas penanggung riwayat kesehatan sekarang

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan,

pekerjaan, pendapatan, alamat.

3. Keluhan Utama

Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul

keluhan nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau

di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu. Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-

menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai

biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.

4. Riwayat kesehatan masa lalu, biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien

sekarang.

5. Pemeriksaan fisik keadaan umum, meliputi:

1. Sirkulasi: klien mungkin takikardia.

2. Respirasi: takipnea, pernapasan dangkal.

3. Aktivitas/istirahat: malaise.

4. Eliminasi: konstipasi pada awitan awal, diare kadang-

kadang.

5. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan,

penurunan atau tidak ada bising usus.

6. Nyeri/kenyamanan: nyeri abdomen sekitar epigastrium

dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi

Page 14: Makalah apendisitis

pada titik Mc. Burney (karena berjalan, bersin, batuk,

atau napas dalam).

7. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi

kaki kanan/posisi duduk tegak.

8. Keamanan: demam, biasanya rendah.

6. Data psikologis: klien tampak gelisah.

Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan, perasaan takut, penampilan yang tidak tenang.

2.12.2 Diagnosa Keperawatan

1. Risiko tinggi terhadap infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan utama; perforasi/ruptur

pada apendiks; peritonitis; pembentukan abses. Prosedur invasif, insisi bedah.

2. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b.d muntah praoperasi, pembatasan

pasca operasi (contoh puasa), status hipermetabolik (contoh demam, proses

penyembuhan), inflamasi peritoneum dengan cairan asing.

3. Nyeri (akut) b.d distensi jaringan usus oleh inflamasi, adanya insisi bedah.

4. Perubahan pola napas b.d nyeri akut.

5. Ansietas b.d kurang informasi mengenai proses penyakit.

6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan

pengobatan b.d kurang terpajan/mengingat; salah interpretasi informasi, tidak

mengenal sumber informasi.

3. Intervensi

Dx 1: Risiko tinggi terhadap infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan utama; perforasi/ruptur

pada apendiks; peritonitis; pembentukan abses. Prosedur invasif, insisi bedah.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 5x24 jam, risiko tinggi infeksi tidak terjadi.

Intervensi:

Mandiri:

1. Awasi tanda vital.perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan

mental,meningkatnya nyeri abdomen.

Rasional: dugaan adanya perluasan infeksi

Page 15: Makalah apendisitis

2. Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptik. Berikan perawatan

paripurna.

Rasional: Menurunkan resiko penyebaran bakteri

3. Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka/drein. Adanya eritema.

Rasional: Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi dan atau pengawasan

penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya.

4. Berikan informasi yang tepat, jujur pada pasien/orang terdekat.

Rasional: Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan emosi, membantu

menurunkan ansietas.

Kolaborasi:

1. Ambil contoh drainase bila diindikasikan.

Rasional: Kultur pewarnaan gram dan sensitifitas berguna untuk mengidentifikasi organisme

penyebab dan pilihan terapi.

2. Berikan antibiotik sesuai indikasi.

Rasional: Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah organisme (pada

infeksi yang telah ada sebelumnya) untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhan pada

rongga abdomen.

3. Bantu irigasi dan drainase bila diindikasikan.

Rasional: Dapat diperlukan untuk mengalirkan isi abses terlokalisir.

Dx 2: Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b.d muntah praoperasi, pembatasan

pasca operasi (contoh puasa), status hipermetabolik (contoh demam, proses penyembuhan),

inflamasi peritoneum dengan cairan asing.

Page 16: Makalah apendisitis

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 5x24 jam, risiko kekurangan cairan tidak

terjadi.

Intervensi:

Mandiri:

1. Awasi TD dan nadi.

Rasional: Tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi volume intravaskuler.

2. Lihat membran mukosa; kaji turgor kulit dan pengisian kapiler.

Rasional: Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler.

3. Awasi masukan dan haluaran; catat warna urine/konsentrasi, berat jenis.

Rasional: Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan berat jenis diduga

dehidrasi/kebutuhan peningkatan cairan.

4. Auskultasi bising usus. Catat kelancaran flatus, gerakan usus.

Rasional: Indikator terjadinya peristaltik, kesiapan untuk pemasukan per oral.

5. Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan per oral dimulai, dan

lanjutkan dengan diet sesuai toleransi.

Rasional: Menurunkan iritasi gaster/muntah untuk meminimalkan kehilangan cairan.

6. Berikan perawatan mulut sering dengan perhatian khusus pada perlindungan bibir.

Rasional: Dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut kering dan pecah-pecah.

Kolaborasi:

1. Pertahankan penghisapan gaster/usus.

Rasional: Selang NG biasanya dimasukan pada praoperasi dan dipertahankan pada fase

segera pasca operasi untuk dekompresi usus, meningkatkan istirahat usus, mencegah muntah.

Page 17: Makalah apendisitis

2. Berikan cairan IV dan elektrolit.

Rasional: Peritonium bereaksi terhadap iritasi/infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar

cairan yang dapat menurunkan volume sirkulasi darah, mengakibatkan hipovolemia.

Dehidrasi dan dapat terjadi ketidakseimbangan elektrolit.

Dx 3: Nyeri (akut) b.d distensi jaringan usus oleh inflamasi, adanya insisi bedah.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan 5x24 jam, nyeri teratasi.

Intervensi:

Mandiri:

1. Kaji nyeri, catat lokasi karakteristik, beratnya (skala 0-10). Selidiki dan laporkan

perubahan nyeri dengan tepat.

Rasional: Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan. Perubahan

pada karakteristik nyeri menunjukan terjadinya abses/peritonitis, memerlukan upaya evaluasi

medik dan intervensi.

2. Pertahankan istirahat dengan posisi semifowler.

Rasional: Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau pelvis,

menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang.

3. Dorong ambulasi dini.

Rasional: Meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh merangsang peristaltik dan

kelancaran flatus menurunkan ketidaknyamanan abdomen.

4. Berikan aktivitas hiburan.

Rasional: Fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi, dan dapat meningkatkan

kemampuan koping.

Kolaborasi:

Page 18: Makalah apendisitis

1. Pertahankan puasa/penghisapan NG pada awal.

Rasional: Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik usus dini dan iritasi gaster/muntah.

2. Berikan analgesik sesuai indikasi.

Rasional: Menghilangkan nyeri dan mempermudah kerjasama dengan intervensi terapi lain

contoh ambulasi, batuk.

3. Berikan kantong es pada abdomen.

Rasional: Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan rasa ujung saraf.

Catatan: Jangan lakukan kompres panas karena dapat menyebabkan kongesti jaringan.

Dx 4: Perubahan pola napas b.d nyeri (akut).

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatn 5x24 jam, pola napsa terpenuhi.

KH: Menunjukkan frekuensi pernapasan yang efektif, menyatakan gejala berkurang,

menyatakan factor-faktor penyebab, dan menyatakan cara koping adaptik.

Intervensi:

Mandiri:

1. Kaji factor-faktor penyebab, seperti:

- Takut

- Nyeri

- Aktivitas / Latihan

2. Hilangkan atau kurang factor-faktor

penyebab.

- Hilangkan penyebab rasa takut sedapat mungkin.

- Yakinkan pasien bahwa tindakan-tindakan akan segera dilakukan agar lebih nyaman.

Page 19: Makalah apendisitis

- Hilangkan pikiran ansietas klien dengan mempertahankan kontak mata dengan anda (atau

mungkin dengan orang lain yang dipercaya).

3. Nyeri

-Dorong melepaskan persepsi nyeri melalui konsentrasi yang lebih efisien pada pernapasan.

4. Latihan / kegiatan

-Dorong napas dalam perlahan,istirahat sejenak ketika ambulasi saat pertama setelah

imobilisasi atau pembedahan.

-Dorong kesadaran mengontrol napas selama latihan (napas perlahan, dalam, pernapasan

abdomen.

-Lihat Intoleransi aktifitas untuk intervensi tambahan

Dx 5: Ansietas b.d kurang informasi mengenai proses penyakit.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 5x24 jam, ansietas klien teratasi.

KH: Klien dapat mengekspresikan kecemasan secara konstruktif, klien dapat tidur dengan

tenang dan berkomunikasi dengan teman sekamarnya.

Intervensi:

1. Jelaskan keadaan proses penyebab dan penyakitnya.

Rasional: Dengan penjelasan diharapkan klien dapat mengerti sehingga klien menerima dan

beradaptasi dengan baik.

2. Jelaskan pengaruh psikologis terhadap fisiknya (Penyembuhan penyakit).

Rasional: Pengertian dan pemahamannya yang benar membantu klien berfikir secara

konstruktif.

3. Jelaskan tindakan perawatan yang akan diberikan.

Page 20: Makalah apendisitis

Rasional: Dengan penjelasan benar akan menambah keyakinan atau kepercayaan diri klien.

Dx 6: Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan

pengobatan b.d kurang terpajan/mengingat; salah interpretasi informasi, tidak mengenal

sumber informasi.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 5x24 jam, pengetahuan klien bertambah.

Intervensi:

Mandiri:

1. Kaji ulang pembatasan aktivitas pascaoperasi, contoh mengangkat berat, olahraga,

latihan, menyetir.

Rasional: Memberikan informasi pada pasien untuk merencanakan kembali rutinitas biasa

tanpa menimbulkan masalah.

2. Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahat periodik.

Rasional: Mencegah kelemahan, meningkatkan penyembuhan, perasaan sehat, dan

mempermudah kembali ke aktivitas normal.

3. Anjurkan menggunakan laksatif/pelembek feses ringan bila perlu dan hindari edema.

Rasional: Membantu kembali ke fungsi usus semula; mencegah mengejan saat defekasi.

4. Diskusikan perawat jahan insisi, termasuk mengganti balutan, pembatasan mandi, dan

kembali ke dokter untuk mengangkat jahitan/pengikat.

Rasional: Pemahaman meningkatkan kerja sama dengan program terapi, meningkatkan

penyembuhan dan proses perbaikan.

Page 21: Makalah apendisitis

5. Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh: peningkatan nyeri;

edema/eritema luka, adanya drainase, demam.

Rasioanl: Upaya intervensi menurunkan risiko komplikasi serius contoh lambatnya

penyembuhan, peritonitis.

4. Implementasi

Implementasi adalah melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah ditentukan.

Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan. Pada tahap ini, perawat

siap untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah dicatat dalam rencana

perawatan pasien. Bentuk implementasi keperawatan, yaitu:

1. Bentuk perawatan dan pengkajian untuk mengidentifikasi masalah baru atau

mempertahankan masalah yang ada.

2. Pendidikan kesehatan pada pasien untuk membantu menambah pengetahuan tentang

kesehatan.

3. Konseling pasien untuk memutuskan kesehatan pasien.

4. Konsultasi dengan tenaga profesional kesehatan lainnya sebagai bentuk perawatan

holistik.

5. Bentuk penatalaksanaan secara spesifik atau tindakan untuk memecahkan masalah

kesehatan.

6. Membantu pasien dalam melakukan aktivitas sendiri.

4. Evaluasi

Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam

pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau

intervensi keperawatan ditetapkan. Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan apendisitis

adalah:

Page 22: Makalah apendisitis

1. Klien dapat mempertahankan

keseimbangan cairan dalam

tubuh.

2. Klien dapat terhidar dari bahaya

infeksi.

3. Rasa nyeri akan dapat teratasi.

4. Klien sudah mendapat informasi

tentang perawatan dan

pengobatannya.

Page 23: Makalah apendisitis

BAB III

KASUS

Nn. C, 24 tahun datang ke UGD RS Lekas Sembuh dengan keluhan nyeri di perut seperti

ditusuk, pada saat kaki kanan diangkat, skala nyeri bertambah. TD 130/90 mmHg, HR

103x/menit, RR 25x/menit, S 39,2°C. Hb 11,3, Ht 33, leuksosit 18.200, trombosit 268.000,

skala nyeri saat ini 8. Pasien telah mendapat paracetamol 3x500 mg, cefriaxon 3x500 mg,

dexametason 3x500 mg, dzp 1x5 mg malam. Pasien dianjurkan untuk operasi apendektomi

segera.

Pertanyaan:

1. Buat data tambahan!

2. Buat analisa data!

3. Buat 3 diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas!

4. Buat intervensi dan rasional pada masing-masing diagnosa

minimal 5!

5. Buat evaluasi tiap diagnosa keperawatan!

Jawaban:

DS:

Klien mengatakan nyeri perut seperti ditusuk.

Klien mengatakan pada saat kaki kanan diangkat nyeri bertambah.

DO:

TD: 130/90 mmHg

HR: 103x/menit

RR: 25x/menit

S: 39,2°C

Page 24: Makalah apendisitis

Hb: 11,3

Ht: 33

Leukosit: 18.200

Trombosit: 268.000

Skala nyeri saat ini 8

Pasien telah mendapat paracetamol 3x500 mg, ceftriaxon 3x500 mg, dexametason

3x500 mg, Dzp 1x5 mg malam.

Pasien dianjurkan untuk operasi apendictomi segera.

Data Tambahan:

Eritema.

Mual dan muntah.

Diare.

Neutrofil 75 %.

Adanya drainase purulen.

Turgor kulit buruk.

Membran mukosa kering.

Mual & muntah.

Distensi abdomen.

Pernapasan takipnea.

Wajah tampak meringis.

Otot tegang

Sirkulasi takikardi

Klien sering terlihat memegang area abdomennya

Analisa Data

DS+DO Masalah Etiologi

DS:

1. Klien mengatakan nyeri di perut seperti ditusuk.

2. Pada saat kaki kanan

Risiko perluasan infeksi Terdapatnya infeksi pada apendiks

Page 25: Makalah apendisitis

diangkat.

DO:

1. TTV:

- S: 39,2˚C- TD: 130/90 mmHg- HR: 103x/menit- RR: 25x/menit

2. Leukosit: 18.2003. Skala nyeri 84. Pasien telah

mendapat Dexametason 3x500 mg, Ceftriaxon 3x500 mg

DT:

1. Eritema2. Mual dan muntah3. Diare4. Neutrofil 75 %5. Adanya drainase

purulen

DS:

1. Klien mengatakan nyeri di perut seperti ditusuk.

2. Pada saat kaki kanan diangkat.

DO:

1. TTV:

- S: 39,2˚C- HR: 103x/menit- RR: 25x/menit

2. Skala nyeri 83. Pasien telah

mendapat Dzp 1x5

Nyeri (akut) Distensi jaringan usus oleh inflamasi

Page 26: Makalah apendisitis

mg (malam)

DT:

1. Distensi abdomen2. Pernapasan takipnea3. Wajah tampak

meringis4. Otot tegang5. Eritema6. Pernapasan takipnea7. Sirkulasi takikardi8. Klien sering terlihat

memegang area abdomennya.

DS: -DO:

1. TTV:

- S: 39,2˚C- TD: 130/90 mmHg- HR: 103x/menit

2. Ht: 103x/menit3. Pasien mendapat

paracetamol 3x500 mg

DT:

1. Turgor kulit buruk2. Membran mukosa

kering3. Mual & muntah

Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan

Status hipermetabolik (demam)

Diagnosa Keperawatan

1. Risiko perluasan infeksi b.d terdapatnya infeksi pada apendiks.

2. Nyeri (akut) b.d distensi jaringan usus oleh inflamasi.

3. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b.d status hipermetabolik (demam).

Page 27: Makalah apendisitis

Intervensi

Dx 1: Risiko perluasan infeksi b.d terdapatnya infeksi pada apendiks.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 5x24 jam,risiko perluasan infeksi tidak

terjadi.

KH: Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar; bebas tanda infeksi/inflamasi, drainase

purulen, eritema, dan demam.

Intervensi:

Mandiri:

1. Awasi tanda vital.perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan

mental,meningkatnya nyeri abdomen.

Rasional: dugaan adanya perluasan infeksi.

2. Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptik. Berikan perawatan

paripurna.

Rasional: Menurunkan resiko penyebaran bakteri

3. Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka/drein. Adanya eritema.

Rasional: Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi dan atau pengawasan

penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya.

4. Berikan informasi yang tepat, jujur pada pasien/orang terdekat.

Rasional: Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan emosi, membantu

menurunkan ansietas.

Kolaborasi:

1. Ambil contoh drainase bila diindikasikan.

Rasional: Kultur pewarnaan gram dan sensitifitas berguna untuk mengidentifikasi organisme

penyebab dan pilihan terapi.

2. Berikan antibiotik sesuai indikasi.

Page 28: Makalah apendisitis

Rasional: Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah organisme (pada

infeksi yang telah ada sebelumnya) untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhan pada

rongga abdomen.

3. Bantu irigasi dan drainase bila diindikasikan.

Rasional: Dapat diperlukan untuk mengalirkan isi abses terlokalisir.

Dx 2: Nyeri (akut) b.d distensi jaringan usus oleh inflamasi.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 5x24 jam, nyeri teratasi.

KH: Melaporkan nyeri hilang/terkontrol, tampak rileks, mampu tidur/istirahat dengan tepat.

Intervensi:

Mandiri:

1. Kaji nyeri, catat lokasi karakteristik, beratnya (skala 0-10). Selidiki dan laporkan

perubahan nyeri dengan tepat.

Rasional: Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan. Perubahan

pada karakteristik nyeri menunjukan terjadinya abses/peritonitis, memerlukan upaya evaluasi

medik dan intervensi.

2. Pertahankan istirahat dengan posisi semifowler.

Rasional: Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau pelvis,

menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang.

3. Dorong ambulasi dini.

Rasional: Meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh merangsang peristaltik dan

kelancaran flatus menurunkan ketidaknyamanan abdomen.

4. Berikan aktivitas hiburan.

Page 29: Makalah apendisitis

Rasional: Fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi, dan dapat meningkatkan

kemampuan koping.

Kolaborasi:

1. Pertahankan puasa/penghisapan NG pada awal.

Rasional: Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik usus dini dan iritasi gaster/muntah.

2. Berikan analgesik sesuai indikasi.

Rasional: Menghilangkan nyeri dan mempermudah kerjasama dengan intervensi terapi lain

contoh ambulasi, batuk.

3. Berikan kantong es pada abdomen.

Rasional: Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan rasa ujung saraf.

Catatan: Jangan lakukan kompres panas karena dapat menyebabkan kongesti jaringan.

Dx 3: Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b.d status hipermetabolik (demam).

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 5x24 jam, risiko kekurangan cairan tidak

terjadi.

KH: Mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan oleh kelembaban membran mukosa,

turgor kulit baik, TTV stabil, dan secara individual haluaran urine adekuat.

Intervensi:

Mandiri:

1. Awasi TD dan nadi.

Rasional: Tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi volume intravaskuler.

2. Lihat membran mukosa; kaji turgor kulit dan pengisian kapiler.

Page 30: Makalah apendisitis

Rasional: Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler.

3. Awasi masukan dan haluaran; catat warna urine/konsentrasi, berat jenis.

Rasional: Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan berat jenis diduga

dehidrasi/kebutuhan peningkatan cairan.

4. Auskultasi bising usus. Catat kelancaran flatus, gerakan usus.

Rasional: Indikator terjadinya peristaltik, kesiapan untuk pemasukan per oral.

5. Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan per oral dimulai, dan

lanjutkan dengan diet sesuai toleransi.

Rasional: Menurunkan iritasi gaster/muntah untuk meminimalkan kehilangan cairan.

6. Berikan perawatan mulut sering dengan perhatian khusus pada perlindungan bibir.

Rasional: Dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut kering dan pecah-pecah.

Kolaborasi:

1. Pertahankan penghisapan gaster/usus.

Rasional: Selang NG biasanya dimasukan pada praoperasi dan dipertahankan pada fase

segera pasca operasi untuk dekompresi usus, meningkatkan istirahat usus, mencegah muntah.

2. Berikan cairan IV dan elektrolit.

Rasional: Peritonium bereaksi terhadap iritasi/infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar

cairan yang dapat menurunkan volume sirkulasi darah, mengakibatkan hipovolemia.

Dehidrasi dan dapat terjadi ketidakseimbangan elektrolit.

Evaluasi

Diagnosa 1:

S: Klien mengatakan nyeri di perut berkurang

Page 31: Makalah apendisitis

O:

TTV:

- S : 37˚C

- TD: 120/80 mmHg

- HR: 85x/menit

- RR: 20x/menit

Leukosit: 6000

Skala nyeri 4

Eritema berkurang

Mual dan muntah berkurang

A: Masalah teratasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi 3

Diagnosa 2:

S: Klien mengatakan nyeri di perut berkurang.

O:

TTV:

- S: 37˚C

- HR: 85x/menit

- RR: 20x/menit

Skala nyeri 4

Distensi abdomen berkurang

Wajah tampak lebih segar

Page 32: Makalah apendisitis

A: Masalah teratasi sebagian.

P: Lanjutkan intervensi 1.

Diagnosa 3:

S: -

O:

TTV:

- S: 37˚C

- TD: 120/80 mmHg

- HR: 85x/menit

Ht: 45 x/menit

Turgor kulit baik

Membran mukosa lembab

Mual dan muntah (-)

A: Masalah teratasi

P: Hentikan intervensi

Page 33: Makalah apendisitis

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus Apendisitis secara teori penyebab yang paling umum adalah inflamasi

akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen. Penyebab paling umum untuk bedah

abdomen darurat (Smeltzer,2001).

Menurut pembahasan dari kelompok didapat data bahwa klien mengalami apendisitis

akut. Dengan adanya akut abdomen yang memerlukan pembedahan segera untuk mencegah

komplikasi yang lebih buruk.

Dari teori didapatkan diagnosa keperawatan sebagai berikut: Risiko tinggi terhadap

infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan utama; perforasi/ruptur pada apendiks; peritonitis;

pembentukan abses. Prosedur invasif, insisi bedah, risiko tinggi terhadap kekurangan volume

cairan b.d muntah praoperasi, pembatasan pasca operasi (contoh puasa), status

hipermetabolik (contoh demam, proses penyembuhan), inflamasi peritoneum dengan cairan

asing, dan nyeri (akut) b.d distensi jaringan usus oleh inflamasi, adanya insisi bedah.

Dalam kasus didapatkan diagnosa sebagai berikut: Risiko perluasan infeksi b.d

terdapatnya infeksi pada apendiks, nyeri (akut) b.d distensi jaringan usus oleh inflamasi,

adanya insisi, dan risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b.d status hipermetabolik

(contoh demam).

Kelompok mengambil diagnosa pertama resiko perluasan infeksi b.d terdapatnya

infeksi pada apendiks karena leukosit klien 18.200 dan masalah harus segera ditangani atau

diatasi terlebih dahulu bila dibandingkan dengan diagnosa yang kedua dan ketiga.

Didalam teori maupun kasus didapatkan diagnosa keperawatan yang sama, hal ini

terjadi berdasarkan fakta yang muncul di dalam kasus.

Page 34: Makalah apendisitis

BAB V

PENUTUP

1. Simpulan

Dari pengertian diatas dapat simpulkan bahwa apendiks adalah termasuk ke dalam

salah satu organ sistem pencernaan yang terletak tepat dibawah dan melekat pada sekum

yang berfungsi sebagai imun. Apendisistis merupakan inflamasi akut pada apendiks yang

disebabkan oleh fekalit (massa keras dari feces), tumor atau benda asing di dalam tubuh,

namun ulserasi mukosa oleh parasit E. 

Histolytica juga dapat menyebabkan apendisitis. Gaya hidup individu pun dapat

menyebabkan terjadinya apendisitis, kebiasaan individu mengkonsumsi makanan rendah

serat dapat menyebabkan konstipasi yang akan menyebabkan meningkatnya tekanan

intraluminal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya

pertumbuhan kuman flora kolon biasa dan terjadilah apendisitis. 

2. Saran

Dalam menangani usus buntu sebaiknya jangan terlalu banyak makan zat non hidrohenik,

seperti cabai-cabaian. Bila sering makan satu cabai, maka zat ini akan awet dalam tubuh

sampai meninggal dunia, tidak keluar; kenyang terus; sehingga tidak ada gantian zat. Tetapi

bila cabai dibuat sambal dengan seluruh jenis cabai merah, cabai hijau, cabai kuning; cabai

hitam dan lain-lain, maka tidak berpengaruh terhadap kesehatan tubuh. Pasca operasi hindari

makan makanan yang dapat menyebabkan alergi, konsumsi makanan anti-oksidan (tomat,

dan lain-lain.) Hindari konsumsi makanan yang menstimulasi (kopi, alkohol, rokok), dan

minum air 6-8 gelas/hari.

Page 35: Makalah apendisitis

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, volume 2. Jakarta: EGC.

Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi, edisi 2. Jakarta: EGC.

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Guyton, AC dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 9 . Jakarta: EGC.

Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 6. Jakarta: EGC.

Rothrock, J.C. (2000), Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta: EGC.

Sjamsuhidajat, R. & Jong, W.D. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi revisi. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, volume 2. Jakarta:

EGC.

Sylvia A Price, Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, edisi 4

buku. Jakarta: EGC.

http://pusvahikari.blogspot.com/2009/06/asuhan-keperawatan-pada-klien-klien.html

http://iloveunair.blogspot.com/2010/12/appendicitis-tugas-makalah.html ( diposting pada

Rabu, 29-12-2010 pukul 14:45).

http://www.scribd.com/doc/20949965/ASUHAN-KEPERAWATAN-APENDISITIS

http://www.rajawana.com/artikel/kesehatan/437-apendisitis-radang-usus-buntu.html