15
ANALISA RESIKO BENCANA TANAH LONGSOR DI KABUPATEN TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR “Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Bencana Disusun oleh: KATRIN WINARSIH HAPSARI 14020110120027 15

Makalah Analis Resiko Tanah LOngsor

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah Analis Resiko Tanah LOngsor

ANALISA RESIKO BENCANA TANAH LONGSOR

DI KABUPATEN TRENGGALEK

PROVINSI JAWA TIMUR

“Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Bencana ”

Disusun oleh:

KATRIN WINARSIH HAPSARI

14020110120027

15

ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Page 2: Makalah Analis Resiko Tanah LOngsor

BAB I

PENDAHULUAN

Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan,

bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut. Material-material tersebut

bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor diawali dengan

meresapnya air ke dalam tanah yang kemudian akan menambah bobot tanah. Jika air

tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka

tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan

keluar lereng. Bencana tanah longsor ini dapat terjadi jika gaya pendorong pada lereng

lebih besar dari gaya penahan. Gaya pendorong diakibatkan oleh besarnya sudut

kemiringan lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan. Sedangkan penyebab gaya

penahan adalah kekuatan batuan dan kepadatan tanah.

Di Indonesia, terjadinya tanah longsor telah mengakibatkan kerugian yang besar,

misalnya kehilangan jiwa manusia, kerusakan harta benda, dan terganggunya ekosistem

alam. Dari data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sejak tahun 2002

sampai 2009, rata-rata tiap tahunnya terjadi 92 bencana tanah longsor. Dari gambaran

tersebut terlihat bahwa longsor merupakan bencana alam yang sangat mengancam dan

penting untuk diperhatikan setelah banjir, karena frekwensi kejadian dan jumlah korban

jiwa yang ditimbulkan cukup signifikan.

Kabupaten Trenggalek merupakan salah satu daerah yang sangat berpotensi

terjadi tanah longsor. Hal ini disebabkan topografi sebagian besar wilayahnya yang

berbukit dan bergunung. Di samping itu, juga disebabkan tingginya tingkat kepadatan

penduduk di wilayah perbukitan sehingga menimbulkan tekanan terhadap ekosistem.

Faktor lainnya yang menyebabkan cukup tingginya kerentanan bahaya tanah longsor di

Kabupaten Trenggalek adalah kesadaran lingkungan yang relatif rendah, serta

pemanfaatan lahan dan ruang yang kurang baik.

Oleh sebab itu, untuk menghindari jatuhnya korban yang lebih besar dan

banyak, diperlukan upaya-upaya yang mengarah kepada tindakan meminimalisir akibat

(mitigasi) yang akan ditimbulkan. Salah satu upayanya yakni dengan menganalisa

resiko bencana tanah longsor khususnya yang terjadi di Kabupaten Trenggalek, seperti

yang akan diuraikan pada bab berikutnya.

2

Page 3: Makalah Analis Resiko Tanah LOngsor

BAB II

PEMBAHASAN

A. Data Dasar

Kabupaten Trenggalek merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Jawa Timur

yang terletak di bagian selatan dari wilayah Propinsi Jawa Timur. Kabupaten ini terletak

pada koordinat 111ο 24’ hingga 112ο 11’ bujur timur dan 70ο 63’ hingga 80ο 34’ lintang

selatan. Luas wilayah : 1.261,40 Km². Kabupaten Trenggalek sebagian besar terdiri dari

tanah pegunungan dengan luas meliputi 2/3 bagian luas wilayah. Sedangkan sisa-nya

(1/3 bagian) merupakan tanah dataran rendah. Ketinggian tanahnya diantara 0 hingga

690 meter diatas permukaan laut. Dengan luas wilayah 126.140 Ha, Kabupaten

Trenggalek terbagi menjadi 14 Kecamatan dan 157 desa. Hanya sekitar 4 Kecamatan

yang mayoritas desanya dataran, yaitu: Kecamatan Trenggalek, Kecamatan Pogalan,

Kecamatan Tugu dan Kecamatan Durenan. Sedangkan 10 Kecamatan lainnya mayoritas

desanya Pegunungan. Menurut luas wilayahnya, 4 Kecamatan yang luas wilayahnya

kurang dari 50,00 Km² adalah Kecamatan Gandusari, Durenan, Suruh, dan Pogalan.

Sedangkan 3 Kecamatan yang luasnya antara 50,00 Km² – 100,00 Km² adalah

Kecamatan Trenggalek, Tugu, dan Karangan. Untuk 7 Kecamatan lainnya mempunyai

luas diatas 100,00 Km².

Kabupaten Trenggalek tidak mempunyai gunung berapi yang masih aktif, yang

ada hanya gunung-gunung kecil yang lebih mirip disebut perbukitan. Dari gunung-

gunung kecil tersebut banyak terkandung bahan tambang, misalnya marmer, mangan,

kaolin, dan lain-lain. Sedangkan sungai di Kabupaten Trenggalek terdiri atas 28

sungai dengan panjang antara 2,00 Km hingga 41,50 Km. Adapun sumber air yang

tercatat sejumlah 361 mata air yang tersebar di masing-masing kecamatan dan

sebagian besar sudah dimanfaatkan.

Landform Kabupaten Trenggalek dapat dikelompokkan menjadi 4 grup fisiografi

utama, yaitu :

1). Aluvial (A): Grup Aluvial terbentuk dari bahan endapan (aluvium/koluvium)

akibat pengaruh aliran air baik aktivitas sungai (fluvial) maupun gravitasi (koluvial).

Grup aluvial didominasi oleh aktivitas sungai yang ada dan hasil koluviasi dari daerah

perbukitan/pegunungan disekitarnya yang membentuk dataran aluvial/koluvial.

3

Page 4: Makalah Analis Resiko Tanah LOngsor

Penyebaran grup aluvial ini menempati areal sekitar sungai atau dataran banjir dan

mendekati daerah pantai. Bentuk wilayah agak cekung sampai datar dengan lereng

berkisar dari 0 sampai 8 %. Jenis tanah diklasifikasikan sebagai Typic Endoaquepts,

Typic Epiaquepts, Typic Dystrudepts, Vertic Epiaquepts, Vertic Epiaqualfs.;

2). Karst (K): Grup fisiografi ini menempati penyebaran di bagian selatan

Kecamatan Kampak, pantai timur dan barat Kecamatan Panggul, dan bagian tenggara

Kecamatan Panggul. Bentukan lahan umumnya bergelombang dan berbukit dengan

sebaran dari agak datar sampai bergunung, lereng yang bervariasi dari 1 sampai > 45%,

tanah umumnya dangkal dan berbatu. Jenis tanah Typic Hapludalf, dan Singkapan

batuan (Rock out crops).

3). Tektonik: Grup fisiografi ini merupakan landform yang terbentuk sebagai akibat

deformasi kulit bumi oleh proses angkatan, patahan, dan atau lipatan (proses tektonik).

Bentukan lahan ini menyusun sebagian besar wilayah Kecamatan Panggul. Bentuk

wilayahnya mulai dari agak datar, berombak, bergelombang, berbukit, dan bergunung,

kisaran lereng 1% sampai > 45%. Jenis tanah diklasifikasikan Typic Dystrudepts,

Humic Dystrudepts, Inceptic Hapludalfs, dan singkapan batuan (rock out cropss).

4). Vulkanik (V): grup fisiografi ini merupakan deretan gunung api yang sudah

tidak aktif, yang kemudian digolongkan ke dalam pegunungan vulkanik tua.

Pegunungan vulkanik tua menyusun hampir di seluruh wilayah survei, Kecamatan

Kampak, Munjungan, dan Panggul. Deretan pegunungan ini membentang dari timur ke

barat memisahkan ketiga lokasi survei tersebut. Bentuk wilayahnya mulai dari agak

datar, berombak, bergelombang, berbukit, dan bergunung, kisaran lereng 1% sampai >

45%. Jenis tanah diklasifikasikan Humic Dystrudepts, Typic Dystrudepts, Inceptic

Hapludalfs, Aquic Hapludalfs, Mollik Hapludalfs, Arenic Hapludalfs, Mollik

Epiaqualfs, Typic Udipsammments dan singkapan batuan (rock out crops).

Vulkano dipisahkan menjadi 8 kelas bentuk wilayah dan lereng. Dari hasil pengamatan

di lapangan menunjukkan bahwa kabupaten Trenggalek didominasi oleh wilayah

berbukit dengan lereng 15-45%, sekitar 50% dari luas wilayah dan bergunung dengan

lereng > 45%, sekitar 19% dari luas wilayah, sisanya adalah wilayah datar, berombak,

bergelombang, dan berbukit kecil, yang berlereng agak curam sampai curam, sekitar

0,12% dari total wilayah.

4

Page 5: Makalah Analis Resiko Tanah LOngsor

Untuk penggunaan lahan di Kabupaten Trenggalek diklasifikasikan menjadi 10

penggunaan, yaitu sawah irigasi, sawah tadah hujan, tanah ladang, hutan, kebun, semak

belukar, pemukiman, padang rumput/tanah kosong, air tawar, dan pasir pantai.

Penggunaan lahan yang paling banyak dijumpai adalah semak belukar, yaitu sekitar

28,89%, kemudian kebun (20,19%), dan hutan (19,14%). Sawah irigasi dan sawah tadah

hujan menutupi sekitar 7% areal lahan, sisanya dipergunakan untuk tanah ladang,

pemukiman, padang rumput/tanah kosong, air tawar, dan pasir pantai. Lahan sawah

yang umumnya terletak di dataran aluvial, dataran volkan, dan lereng volkan, terdiri

atas sawah irigasi irigasi sederhana, dan tadah hujan. Sawah irigasi dapat ditanami 2

kali setahun, kemudian digilir dengan palawija (jagung dan kedelai). Sawah tadah hujan

hanya ditanam padi sekali setahun, dan waktu kemarau ditanami palawija terutama

jagung.

Rata-rata curah hujan di Kabupaten Trenggalek juga dinilai cukup tinggi. Hal ini

berpotensi sebagai salah satu pemicu terjadinya bencana tanah longsor di Kabupaten

tersebut. Adapun penggambaran curah hujannya dapat dilihat dalam tabel berikut:

5

Page 6: Makalah Analis Resiko Tanah LOngsor

B. Data Bahaya

Data bahaya berkaitan dengan karakteristik bahaya dan faktor-faktor yang

menyebabkan terjadinya bencana tanah longsor. Karakteristik bahaya dapat dilihat dari

5 indikator berikut, antara lain:

1. Frekuensi

Frekuensi di sini berarti seberapa sering suatu bahaya atau ancaman tersebut

terjadi. Jika melihat kembali kondisi topografi Kabupaten Trenggalek serta rata-rata

curah hujan yang cukup tinggi, maka bukan tidak mungkin kalau bencana ini dapat

terjadi setiap tahunnya. Untuk itu diperlukan kehati-hatian dan penerapan langkah-

langkah pengurangan resiko bencana.

2. Intensitas

Di daerah yang terjal, kecepatan luncuran tanah longsor dapat mencapai 75

km/jam sehingga sulit bagi seseorang untuk menyelamatkan diri. Material yang terbawa

pada saat terjadinya tanah longsor selain tanah juga bisa berupa bebatuan dan lumpur. 

3. Dampak

Dampak  yang diakibatkan oleh  bencana tanah longsor adalah korban

meninggal dan hancurnya rumah yang tertimpa longsoran tanah. Dampak  negatif yang

lain yaitu rusaknya lahan hutan dan pertanian yang berada dilokasi tanah longsor.

Akibat longsoran tanah kadang menutup badan jalan sehingga terhambatnya arus lalu

lintas yang menghubungkan ke wilayah yang lain.

4. Keluasan

Hal ini berkaitan dengan luasnya daerah yang terkena dampak bencana tanah

longsor. Luas daerah tergantung dari seberapa parah bencana tanah longsor itu terjadi.

5. Komponen uluran waktu

Komponen uluran waktu berkaitan dengan rentang waktu peringatan gejala awal

hingga terjadinya bencana dan lamanya proses berlangsung.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya bencana tanah longsor di Kabupaten

Trenggalek antara lain:

1. Faktor lereng, bencana tanah longsor hanya terjadi pada zona-zona dengan

lereng yang cukup terjal (ekstrim), biasanya terjadi pada lereng > 45O, meskipun

dimungkinkan juga terjadi pada lereng yang tidak terlalu terjal (250 – 400). Kejadian

6

Page 7: Makalah Analis Resiko Tanah LOngsor

khusus ini dimungkinkan terjadi akibat faktor lain yakni ketebalan solum tanah yang

cukup tebal ditambah dengan adanya faktor intensitas hujan di atas normal

2. Faktor geologi, faktor ini berasosiasi dengan ketebalan solum tanah dan tingkat

pelapukannya. Semakin tebal solum tanah dan semakin tinggi tingkat pelapukan pada

suatu batuan, maka semakin besar pula tingkat resiko material tersebut bergerak (tidak

selalu dalam bentuk longsoran).

3. Faktor penggunaan lahan, merupakan faktor yang cukup berpengaruh dimana

penggunaan lahan areal terbuka pada tanah-tanah dengan kemiringan lereng terjal

memiliki resiko longsor lebih besar dibandingkan kondisi yang sama tetapi penutup

lahannya berupa vegetasi rapat. Meskipun demikian, dimungkinkan juga dengan kondisi

vegetasi (hutan) kerapatan tinggi pada areal lereng terjal justru dapat menjadi tambahan

beban pada tanah di bawahnya, sehingga pada kondisi tanah yang sangat lembab, resiko

terjadinya longsor ini juga cukup besar, sehingga diperlukan suatu proses penjarangan

vegetasi pada zona-zona seperti ini.

4. Faktor curah hujan, faktor ini merupakan kunci terhadap terjadinya proses tanah

longsor, karena frekuensinya yang relatif jarang maka pembobotannya juga lebih

rendah. Akan tetapi perlu digarisbawahi bahwa hampir keseluruhan kejadian tanah

longsor selalu didahului oleh adanya curah hujan tinggi yang mengakibatkan kondisi

tanah menjadi sangat lembab sehingga beban material menjadi semakin berat dan

mengakibatkan proses longsoran.

C. Data Kerentanan dan Kemampuan

Kerentanan adalah kondisi-kondisi yang ditentukan oleh faktor fisik, sosial,

ekonomi, dan lingkungan atau proses-proses, yang meningkatkan kerentanan

masyarakat terhadap dampak bahaya. Kerentanan terkait langsung dengan

pembangunan. Kekurangan-kekurangan dan batasan-batasan adalah cerminan defisiensi

sosial dan pembangunan fisik suatu kota atau wilayah. Inilah alasan kenapa dalam

banyak kasus yang paling lemah adalah orang-orang miskin yang biasa hidup dengan

menempati lokasi-lokasi informal, yang cenderung rawan bencana, dan yang tidak bisa

mengusahakan infrastruktur dasar dan pelayanan masyarakat.

1. Kerentanan: Material Fisik dan Sumber Daya

Lokasi dan tipe material rumah (location and type of housing materials)

7

Page 8: Makalah Analis Resiko Tanah LOngsor

Kegiatan ekonomi: matapencaharian, usaha produksi dan keterampilan yang

lain, lahan, sumber daya air, hewan/ternak, modal, dan usaha produktif lain -

akses dan kontrol (economic activities: means of livelihood, productive and

other skills, land, water, animals, capital, other means of production - access

and control)

Infranstuktur dan layanan: jalan, fasilitas kesehatan, sekolah, listrik,

komunikasi, transportasi, perumahan, dan lain-lain (infrastructure and

services: roads, health facilities, schools, electricity, communications,

transport, housing, etc.)

Modal SDM: kematian, penyakit, status gizi, jumlah penduduk yang bisa

membaca-menulis, kemampuan berhitung, tingkat kemiskinan (human

capital: mortality, diseases, nutritional status, population literacy, numeracy,

poverty levels)

Faktor lingkungan: daerah berhutan, kualitas tanah, erosi, dan lain-lain

(environment factors: forestation, soil quality, erosion, etc.)

2. Kerentanan: Motivasi/Sikap

Sikap menuju perubahan (attitude towards change)

Rasa mampu untuk mempengaruhi dunia mereka, lingkungan, mendapatkan

sesuatu terjadi (sense of ability to affect their world, environment, get things

done)

Ada atau tidaknya inisiatif (initiative or lack)

Keyakinan, tekad, semangat juang (faith, determination, fighting spirit)

Agama, kepercayaan (religious, beliefs)

Ideologi, paham (ideology)

Kebanggaan (pride)

Fatalisme (nasiblah yang menentukan), tidak ada harapan, keputusasaan, rasa

tidak bisa berbuat apa-apa (fatalism, hopelessness, despondency,

discouragement)

Tergantung atau tidak tergantung, percaya pada diri sendiri

(dependent/independent, self-reliant)

Kesadaran (consciousness/awareness)

8

Page 9: Makalah Analis Resiko Tanah LOngsor

Kekompakan, persatuan, solidaritas, kerja sama (cohesiveness, unity,

solidarity, cooperation)

Orientasi akan masa lalu, saat ini, dan masa depan (orientation towards: past,

present, future)

3. Kerentanan: Sosial dan Organisasi

Struktur keluarga: kuat atau lemah (family structures: strong/weak)

Struktur administrasi dan peraturan perudang-undangan (legislation and

administrative structures)

Struktur pembuat keputusan/pengambil kebijakan: siapa terlibat, efektifitas

(decision-making structures: who left in, out effectiveness)

Tingkat partisipasi: oleh siapa? (participation levels: by whom?)

Perpecahan/konflik: etnis, kelas, kasta, agama, ideologi, kelompok politik,

kelompok sebahasa, dan struktur untuk menengahi konflik (divisions/conflicts:

ethnic, class, caste, religion, ideology, political group, language group, and

structures for mediating conflicts)

Derajat keadilan/ketidakadilan, kesetaraan, akses terhadap proses politik

(degree of justice/injustice, equality, access to political process)

Organisasi masyarakat: formal/informal, tradisional, atau kepemerintahan

(community organizations: formal/informal, traditional or governmental)

Hubungan dengan pemerintah (relationship to government)

Keterisolasian atau tidak ada hubungan dengan dunia luar (isolation or

connectedness)

D. Analisa Paparan

E. Paparan Hasil Temuan / Langkah Pengesahan

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

9

Page 10: Makalah Analis Resiko Tanah LOngsor

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Munir, Moch. Geologi Lingkungan. 2006. Malang : Bayumedia Publishing.

Noor, Djauhari. Geologi Untuk Perencanaan. 2011. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Hadi Muhidin, Agus. Sistem Politik Indonesia Saat Ini. 13 Maret 2012.

http://agushadim.blogspot.com/2012/03/sistem-politik-indonesia-saat-ini.html. Diakses

pada tanggal 23 Mei 2012.

Toro, Kuncoro. Reformasi Birokrasi di Indonesia.

http://birokrasi.kompasiana.com/2011/10/04/reformasi-birokrasi-di-indonesia/. Diakses

pada tanggal 25 Mei 2012.

10