Upload
idayeppeoyo
View
96
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
ABORSI
DALAM PANDANGAN ISLAM
Oleh :
1. RICHA MANDILLA (G2B009011)
2. RAHAYU FITRIANINGTYAS (G2B009018)
3. RINA AKHIRIANI (G2B009046)
4. RETYANINGSIH IDA Y (G2B009056)
5. SAFINA AFRIANI (G2B009059)
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG, 2009
0
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Membahas persoalan aborsi sudah bukan merupakan rahasia umum dan
hal yang tabu untuk dibicarakan. Hal ini dikarenakan aborsi yang terjadi dewasa
ini sudah menjadi hal yang aktual dan peristiwanya dapat terjadi dimana-mana
dan bisa saja dilakukan oleh berbagai kalangan, apakah hal itu dilakukan oleh
remaja yang terlibat pergaulan bebas ataupun para orang dewasa yang tidak mau
dibebani tanggung jawab dan tidak menginginkan kelahiran sang bayi ke dunia
ini. Kelahiran anak yang seharusnya dianggap sebagai suatu anugerah yang tidak
terhingga dari Allah SWT sebagai Sang Pencipta justru dianggap sebagai suatu
beban yang kehadirannya tidak diinginkan. Ironis sekali, karena di satu sisi sekian
banyak pasangan suami isteri yang mendambakan kehadiran seorang anak selama
bertahun-tahun masa perkawinan, namun di sisi lain ada pasangan yang
membuang anaknya bahkan janin yang masih dalam kandungan tanpa
pertimbangan nurani kemanusiaan.
Sebagian orang memandang bagaimana kedudukan hukum aborsi di
Indonesia sangat perlu dilihat kembali apa yang menjadi tujuan dari perbuatan
aborsi tersebut. Mereka mempunyai pendapat yang berbeda-beda. Namun,
sebagian dari mereka cenderung berpendapat bahwa aborsi adalah suatu perbuatan
yang tidak terpuji dan bisa dikategorikan sebagai perbuatan pidana. Namun,
dalam hukum positif di Indonesia, tindakan aborsi pada sejumlah kasus tertentu
dapat dibenarkan apabila merupakan abortus provokatus medicialis. Sedangkan
aborsi yang digeneralisasi menjadi suatu tindak pidana lebih dikenal sebagai
abortus provokatus criminalis. Terlepas dari persoalan apakah pelaku aborsi
melakukannya atas dasar pertimbangan kesehatan (abortus provokatus medicialis)
atau memang melakukannya atas dasar alasan lain yang kadang kala tidak dapat
diterima oleh akal sehat, seperti kehamilan yang tidak dikehendaki (hamil diluar
1
nikah) atau takut melahirkan ataupun karena takut tidak mampu membesarkan
anak karena minimnya kondisi perekonomian keluarga, tetap saja angka kematian
akibat aborsi begitu mencengangkan dan sangat memprihatinkan. Data WHO
(World Health Organization) menyebutkan bahwa 15-50% kematian ibu
disebabkan oleh pengguguran kandungan yang tidak aman. Dari 20 juta
pengguguran kandungan tidak aman yang dilakukan tiap tahun, ditemukan 70.000
perempuan meninggal dunia. Dengan kata lain, 1 dari 8 ibu meninggal dunia
akibat aborsi yang tidak aman.1
Di luar negeri, khususnya di Amerika Serikat, dua badan utama, yaitu
Federal Centers for Disease Control (FCDC) dan Alan Guttmacher Institute
(AGI), telah mengumpulkan data aborsi yang menunjukkan bahwa jumlah nyawa
yang dibunuh dalam kasus aborsi di Amerika -- yaitu hampir 2 juta jiwa -- lebih
banyak dari jumlah nyawa manusia yang dibunuh dalam perang mana pun dalam
sejarah negara itu. Sebagai gambaran, jumlah kematian orang Amerika Serikat
dari tiap-tiap perang adalah: Perang Vietnam 58.151 jiwa, Perang Korea 54.246
jiwa, Perang Dunia II 407.316 jiwa, Perang Dunia I 116.708 jiwa, Civil War
(Perang Sipil) 498.332 jiwa. Secara total, dalam sejarah dunia, jumlah kematian
karena aborsi jauh melebihi jumlah orang yang meninggal dalam semua perang
jika digabungkan sekaligus (www.genetik2000.com).
Data tersebut ternyata sejalan dengan data statistik yang menunjukkan
bahwa mayoritas orang Amerika (62 %) berpendirian bahwa hubungan seksual
dengan pasangan lain, sah-sah saja dilakukan. Mereka beralasan toh orang lain
melakukan hal yang serupa dan semua orang melakukannya (James Patterson dan
Peter Kim, 1991, The Day America Told The Thruth dalam Dr. Muhammad Bin
Saud Al Basyr, Amerika di Ambang Keruntuhan, 1995, hal. 19).
Di Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim ini, sayang sekali ada
gejala-gejala memprihatinkan yang menunjukkan bahwa pelaku aborsi jumlahnya
juga cukup signifikan. Memang frekuensi terjadinya aborsi sangat sulit dihitung
secara akurat, karena aborsi buatan sangat sering terjadi tanpa dilaporkan kecuali
jika terjadi komplikasi, sehingga perlu perawatan di rumah sakit. Akan tetapi,
berdasarkan perkiraan dari BKBN, ada sekitar 2.000.000 kasus aborsi yang terjadi
2
setiap tahunnya di Indonesia. Berarti ada 2.000.000 nyawa yang dibunuh setiap
tahunnya secara keji tanpa banyak yang tahu (Aborsi.net). Pada 9 Mei 2001
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (waktu itu) Dra. Hj. Khofifah Indar
Parawansa dalam Seminar 'Upaya Cegah Tangkal terhadap Kekerasan Seksual
Pada Anak Perempuan' yang diadakan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jatim
di FISIP Universitas Airlangga Surabaya menyatakan, 'Angka aborsi saat ini
mencapai 2,3 juta dan setiap tahun ada trend meningkat.” (www.indokini.com).
Ginekolog dan Konsultan Seks, dr. Boyke Dian Nugraha, dalam seminar
”Pendidikan Seks bagi Mahasiswa” di Universitas Nasional Jakarta, akhir bulan
April 2001 lalu menyatakan, setiap tahun terjadi 750.000 sampai 1,5 juta aborsi di
Indonesia (www.suarapembaruan.com). Dan ternyata pula, data tersebut selaras
dengan data-data pergaulan bebas di Indonesia yang mencerminkan dianutnya
nilai-nilai kebebasan yang sekularistik. Mengutip hasil survei yang dilakukan
Chandi Salmon Conrad di Rumah Gaul binaan Yayasan Pelita Ilmu Jakarta, Prof.
Dr. Fawzia Aswin Hadis pada Simposium Menuju Era Baru Gerakan Keluarga
Berencana Nasional, di Hotel Sahid Jakarta mengungkapkan ada 42 % remaja
yang menyatakan pernah berhubungan seks; 52 % di antaranya masih aktif
menjalaninya. Survei ini dilakukan di Rumah Gaul Blok M, melibatkan 117
remaja berusia sekitar 13 hingga 20 tahun. Kebanyakan dari mereka (60 %) adalah
wanita. Sebagian besar dari kalangan menengah ke atas yang berdomisili di
Jakarta Selatan (www.kompas.com).
Masalah aborsi di Indonesia sering dibicarakan dalam suatu forum diskusi
yang diselenggarakan oleh berbagai pihak yang terkait dengan masalah aborsi.
Sebagai contoh adalah forum simposium yang diselenggarakan oleh Ikatan
Dokter Indonesia (IDI) di Jakarta pada bulan Desember 1964. dalam forum
tersebut yang dibicarakan adalah masalah aborsi yang ditinjau dari berbagai
aspek/sudut yaitu sudut susila kedokteran, sudut sosial kemasyarakatan, sudut
hukum psikiater, sudut agama islam dan sudut agama katholik.
Kemudian tahun 1973 diadakan lagi suatu forum diskusi yang
diselenggarakan oleh Ikatan Mahasiswa Jakarta di Jakarta. Dalam diskusi tersebut
diusulkan pembentukan suatu tim Advokasi aborsi di Jakarta (Indonesia).
3
Membahas persoalan aborsi di Indonesia dikaitkan dengan profesi medis
atau dunia kedokteran serta dunia hukum, sepertinya belum ada titik terang dalam
sistem penegakan hukum. Dunia hukum seakan menutup mata atas persoalan ini
sekaligus diperparah lagi oleh dunia kedokteran yang seolah-olah menyelubungi
praktek-praktek aborsi yang nyata-nyata bertentangan dengan sumpah jabatan.
Untuk membahas permasalahan tersebut, ada baiknya kita menelusuri kembali
bagaimana sebenarnya kedudukan aborsi dalam pandangan Islam dan hukum
positif di Indonesia.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui hukum abortus dalam Islam
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian abortus
b. Mengetahui alasan dilakukannya aborsi
c. Mengetahui pandangan aborsi dari beberapa segi
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PENGERTIAN ABORSI
Dalam mendefenisikan aborsi, terdapat sejumlah pendapat yang berbeda
satu sama lain, diantaranya adalah: Pertama, menurut Fact About Abortion,info
Kit on Woman.s Healt h,aborsi didefenisikan sebagai penghentian kehamilan
setelah tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi dalam rahim (uterus),
sebelum usia janin (fetus) mencapai usia 20 minggu. Kedua, terjadinya keguguran
janin; melakukan abortus sebagai melakukan pengguguran (dengan sengaja
karena tidak menginginkan bakal bayi yang dikandung itu).2 Abortus menurut
pendapat Prof. M.A.Hanafiah berarti keluarnya isi rahim ibu yang telah
mengandung (hamil) hidup insani sebelum waktunya.
Secara umum istilah aborsi diartikan sebagai pengguguran kandungan,
yaitu dikeluarkannya janin sebelum waktunya, baik itu secara sengaja ataupun
tidak. Biasanya dilakukan saat janin masih berusia muda (sebelum bulan keempat
masa kehamilan).
Sedangkan di dalam hukum pidana Islam, aborsi yang dikenal sebagai
tindak pidana atas janin atau pengguguran kandungan terjadi apabila terdapat
suatu perbuatan \ maksiat yang mengakibatkan terpisahnya janin dari ibunya.
5
BAB III
PEMBAHASAN
Membahas persoalan aborsi sudah bukan merupakan rahasia umum dan
hal yang tabu untuk dibicarakan. Hal ini dikarenakan aborsi yang terjadi dewasa
ini sudah menjadi hal yang aktual dan peristiwanya dapat terjadi dimana-mana
dan bisa saja dilakukan oleh berbagai kalangan, apakah hal itu dilakukan oleh
remaja yang terlibat pergaulan bebas ataupun para orang dewasa yang tidak mau
dibebani tanggung jawab dan tidak menginginkan kelahiran sang bayi ke dunia
ini. Kelahiran anak yang seharusnya dianggap sebagai suatu anugerah yang tidak
terhingga dari Allah SWT sebagai Sang Pencipta justru dianggap sebagai suatu
beban yang kehadirannya tidak diinginkan. Ironis sekali, karena di satu sisi sekian
banyak pasangan suami isteri yang mendambakan kehadiran seorang anak selama
bertahun-tahun masa perkawinan, namun di sisi lain ada pasangan yang
membuang anaknya bahkan janin yang masih dalam kandungan tanpa
pertimbangan nurani kemanusiaan.
Sebagian orang memandang bagaimana kedudukan hukum aborsi di Indonesia
sangat perlu dilihat kembali apa yang menjadi tujuan dari perbuatan aborsi
tersebut. Mereka mempunyai pendapat yang berbeda-beda. Namun, sebagian dari
mereka cenderung berpendapat bahwa aborsi adalah suatu perbuatan yang tidak
terpuji dan bisa dikategorikan sebagai perbuatan pidana.
Aborsi sebagai suatu pengguguran kandungan yang dilakukan oleh wanita
akhir-akhir ini mempunyai sejumlah alasan yang berbeda-beda. Banyak alasan
mengapa wanita melakukan aborsi, diantaranya disebabkan oleh hal-hal sebagai
berikut :
1. Alasan sosial ekonomi untuk mengakhiri kehamilan dikarenakan tidak
mampu membiayai atau membesarkan anak.
6
2. Adanya alasan bahwa seorang wanita tersebut ingin membatasi atau
menangguhkan perawatan anak karena ingin melanjutkan pendidikan
atau ingin mencapai suatu karir tertentu.
3. Alasan usia terlalu muda atau terlalu tua untuk mempunyai bayi.
4. Akibat adanya hubungan yang bermasalah (hamil diluar nikah) atau
kehamilan karena perkosaan dan incest sehingga seorang wanita
melakukan aborsi karena menganggap kehamilan tersebut merupakan
aib yang harus ditutupi.
5. Alasan bahwa kehamilan akan dapat mempengaruhi kesehatan baik
bagi si ibu maupun bayinya. Mungkin untuk alasan ini aborsi
Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu:
1. Aborsi Spontan/ Alamiah atau Abortus Spontaneus
Aborsi spontan/ alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun.
Kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan
sel sperma.
2. Aborsi Buatan/ Sengaja atau Abortus Provocatus Criminalis
Aborsi buatan/ sengaja/ Abortus Provocatus Criminalis adalah
pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 20 minggu atau berat
janin kurang dari 500 gram sebagai suatu akibat tindakan yang
disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi
(dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak).
3. Aborsi Terapeutik/ Medis atau Abortus Provocatus Therapeuticum
Aborsi terapeutik / Abortus Provocatus therapeuticum adalah
pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik.
Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai
penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang
dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang
dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang
dan tidak tergesa-gesa (www.genetik2000.com).
Pelaksanaan aborsi adalah sebagai berikut. Kalau kehamilan lebih muda,
lebih mudah dilakukan. Makin besar makin lebih sulit dan resikonya makin
7
banyak bagi si ibu, cara-cara yang dilakukan di kilnik-klinik aborsi itu bermacam-
macam, biasanya tergantung dari besar kecilnya janinnya:
1. Abortus untuk kehamilan sampai 12 minggu biasanya dilakukan
dengan MR/ Menstrual Regulation yaitu dengan penyedotan (semacam
alat penghisap debu yang biasa, tetapi 2 kali lebih kuat).
2. Pada janin yang lebih besar (sampai 16 minggu) dengan cara Dilatasi
& Curetage.
3. Sampai 24 minggu. Di sini bayi sudah besar sekali, sebab itu biasanya
harus dibunuh lebih dahulu dengan meracuni dia. Misalnya dengan
cairan garam yang pekat seperti saline. Dengan jarum khusus, obat itu
langsung disuntikkan ke dalam rahim, ke dalam air ketuban, sehingga
anaknya keracunan, kulitnya terbakar, lalu mati.
4. Di atas 28 minggu biasanya dilakukan dengan suntikan prostaglandin
sehingga terjadi proses kelahiran buatan dan anak itu dipaksakan untuk
keluar dari tempat pemeliharaan dan perlindungannya.
5. Juga dipakai cara operasi Sesaria seperti pada kehamilan yang biasa
(www.genetik2000.com).
1. ABORSI MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA
Dalam hukum positif di Indonesia, ketentuan yang mengatur masalah aborsi
terdapat di dalam KUHP dan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan. Ketentuan di dalam KUHP yang mengatur masalah tindak pidana
aborsi terdapat di dalam Pasal 299, 346, 347, 348, dan 349.
Pasal 299 KUHP menyatakan bahwa :
1. Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya
supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa
karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu
rupiah.
2. Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau
menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika
8
dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah
sepertiga.
3. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalankan
pencarian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.
Pasal 346 KUHP menyatakan bahwa :
“Seorang wanita yang dengan sengaja menggugurkan atau memat ikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu diancam dengan pidana penjara
paling lama empat tahun penjara”.
Pasal 347 KUHP menyatakan bahwa :
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
paling lama dua belas bulan.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348 KUHP menyatakan bahwa :
1. Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau memat ikan kandungan
seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun enam bulan.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan
pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349 KUHP menyatakan bahwa :
“Jika seorang tabib,bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang
tersebut Pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu
kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang
ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak
untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan itu dilakukan”.
Di dalam KUHP sendiri istilah “aborsi” lebih dikenal dengan sebutan
“pengguguran dan pembunuhan kandungan” yang merupakan perbuatan aborsi
yang bersifat kriminal (abortus provokatus criminalis). Istilah kandungan dalam
konteks tindak pidana ini menunjuk pada pengertian kandungan yang sudah
berbentuk manusia maupun kandungan yang belum berbentuk manusia. Karena
9
adanya dua kemungkinan bentuk kandungan tersebut maka tindak pidana yang
terjadi dapat berupa :
1. pengguguran yang berarti digugurkannya atau dibatalkannya kandungan
yang belum berbentuk manusia; atau
2. pembunuhan yang berarti dibunuhnya atau dimatikannya kandungan yang
sudah berbentuk manusia
Tindak pidana pengguguran dan pembunuhan kandungan sebagaimana yang
diatur dalam KUHP terdiri dari 4 (empat) macam tindak pidana, yaitu: 5
1. Tindak pidana pengguguran atau pembunuhan kandungan yang dilakukan
sendiri, yang diatur dalam Pasal 346 KUHP.
2. Tindak pidana pengguguran dan pembunuhan kandungan yang dilakukan
oleh orang lain tanpa persetujuan dari wanita itu sendiri, yang diatur dalam
Pasal 347 KUHP.
3. Tindak pidana pengguguran dan pembunuhan kandungan yang dilakukan
oleh orang lain dengan persetujuan wanita yang mengandung, yang diatur
dalam Pasal 348 KUHP.
4. Tindak pidana pengguguran dan pembunuhan kandungan yang dilakukan
oleh orang lain yang mempunyai kualitas tertentu, yaitu dokter, bidan, atau
juru obat baik yang dilakukan atas persetujuan dari wanita itu atau tidak
atas persetujuan dari wanita tersebut, yang diatur dalam Pasal 349 KUHP.
Berdasarkan aturan-aturan yang terdapat dalam KUHP terlihat jelas bahwa
tindakan aborsi disini merupakan suatu tindakan yang melanggar hukum karena
perbuatan aborsi yang dilakukan tanpa alasan kesehatan/alasan medis yang jelas.
Pelaku melakukan perbuatan aborsi karena memang sejak awal tidak
menginginkan keberadaan bayi yang akan dilahirkan, biasanya hal ini dilakukan
karena kehamilan yang terjadi di luar nikah atau karena takut akan kemiskinan
dan tidak mampu membiayai hidup anak tersebut kelak apabila telah lahir ke
dunia. Selain itu, jika melihat pada ketentuan yang terdapat dalam KUHP,
perbuatan aborsi (baik pengguguran maupun pembunuhan kandungan) harus
dapat dipertanggungjawabkan secara pidana oleh wanita hamil yang melakukan
aborsi maupun orang yang membantu proses aborsi tersebut. Dengan demikian,
10
baik pelaku maupun yang membantu perbuatan aborsi dapat dikenakan sanksi
pidana.
Sedangkan di dalam undang-undang kesehatan tidak dijelaskan apa yang
disebut aborsi tetapi menggunakan istilah “tindakan medis tertentu”.Dalam Pasal
15 ayat (1)Undang -Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
menyatakan bahwa dalam keadaan darurat upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu
hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Sedangkan apa
yang dimaksud dengan “tindakan medis tertentu” tidak dijelaskan dalam undang –
undang tersebut.
Apabila dicermati, ketentuan Pasal 15 undang-undang tersebut diatas
merupakan suatu rumusan yang “mendua hati” atau ambigu dan bertentangan
dengan prinsip pembuatan suatu undang-undang, yaitu clear, complete, and
coherent (jelas, lengkap dan terpadu). Dari ketentuan Pasal 15 ini terlihat tidak
adanya kejelasan, keserbatercakupan dan keterpaduan antara ketentuan yang satu
dengan yang lainnya.Penggunaan ist ilah “tindakan medis tertentu” dapat
dijadikan justifikasi bagi para dokter yang melakukan tindakan yang secara
materil merupakan tindakan aborsi sehingga ia dapat berlindung dibalik Pasal 15
Undang-Undang Kesehatan. Ketentuan ini sangat membuka peluang semakin
maraknya praktik aborsi yang terjadi akhir-akhir ini.
Karena ketentuan yang ambigu tadi, seorang dokter atau bidan bisa saja
membantu seorang wanita hamil untuk menggugurkan kandungannya dengan
alasan kesehatan, padahal alasan tersebut tidak masuk akal. Misalnya seorang
wanita yang hamil diluar nikah karena takut kehamilannya diketahui oleh orang
lain atau ia beranggapan bahwa kehamilannya merupakan suatu aib sehingga
harus digugurkan, bisa saja mendatangi klinik dokter terselubung yang mau
melakukan aborsi. Bila dilihat dari ketentuan Pasal 349 KUHP, perbuatan yang
demikian patut diduga dan sangat berindikasi kuat bahwa hal yang dilakukan
tersebut merupakan perbuatan pidana. Namun karena adanya ambiguitas undang-
undang kesehatan yang menghindari penyebutan aborsi dan hanya menggunakan
istilah “tindakan medis tertentu”, para tenaga medis lebih cenderung berlindung
dibalik undang-undang tersebut dengan mengedepankan azas “lex specialis
11
derogat lex generalis”(aturan hukum yang lebih khusus dapat mengenyampingkan
aturan hukum yang lebih bersifat umum) agar terbebas dari jerat hukum. Dengan
kata lain, apabila seorang tenaga medis membantu perbuatan aborsi dan
perbuatannya tersebut diduga sebagai tindak pidana, maka orang yang mempunyai
kualitas tertentu tadi (dalam hal ini tenaga medis tersebut) dapat saja berlindung
dibalik Undang-Undang Kesehatan dengan mengedepankan prinsip “lex
specialis”agar tidak dihukum.
Sejalan dengan hal diatas, tidak tegasnya pengaturan masalah aborsi dalam
hukum positif di Indonesia juga memberi peluang menjamurnya praktik-praktik
aborsi yang illegal. Seharusnya pemerintah tidak menutup mata menempatkan
persoalan aborsi pada kondisi yang tidak jelas, baik dari segi penegakan hukum
maupun dari segi pelayanan medis yang legal dalam memfasilitasi pasien yang
akan melakukan aborsi.
Melihat dari kondisi tingginya praktek aborsi illegal yang dilakukan oleh
klinik-klinik terselubung serta tingginya angka kematian akibat aborsi yang tidak
aman dan bahkan membahayakan si pasien serta dapat menyebabkan kematian,
dipandang perlu untuk mengeliminasi praktik-praktik terselubung yang nyata-
nyata merupakan kejahatan terhadap nyawa manusia. Namun sejauh ini razia atau
sweeping terhadap praktik-praktik terselubung aborsi hampir tidak pernah ada.
Beratus bahkan beribu nyawa janin melayang ditangan para medis dan di ujung
tajamnya jarum suntik yang dapat mempercepat proses aborsi. Dengan mudahnya
para pelaku aborsi bergelimang darah menghabisi hak hidup ciptaan Allah Yang
Maha Kuasa.
Tidaklah adil apabila pelanggaran berat terhadap Hak Asasi Manusia
hanya ditujukan kepada prajurit yang mengusung misi integritas demi bersatunya
Negara Kesatuan Republik Indonesia, sementara para pelaku aborsi tangannya
bergelimang darah menghabisi nyawa manusia yang tidak berdosa tanpa tersentuh
hukuman yang setimpal. Apabila hukum positif sudah tidak berdaya lagi untuk
mengeliminasi tingkat aborsi yang ada di Indonesia, sudah tentu kita perlu
membuka kembali hukum kodrat yang menegaskan bahwa hukum harus sejalan
dengan akal budi dan nurani setiap individu. Selain itu harus ditambah dengan
12
meningkatkan penanaman nilai-nilai moral dan agama, baik itu bagi para pelaku
maupun pembantu aborsi yang terpelajar (dalam hal ini dokter atau bidan)
maupun kepada dukun pijat atau dukun bayi.
Apabila hukum positif sudah tidak bisa sejalan lagi dengan akal budi dan
nurani setiap individu maka sudah seharusnyalah hukum positif tersebut
disandingkan dengan hukum agama agar para penegak hukum dapat bertindak
tegas terhadap pelaku aborsi, baik itu terhadap si wanita hamil itu sendiri yang
nyata-nyata mengizinkan kehamilannya dihentikan maupun terhadap pembantu
aborsi yang terpelajar. Dengan demikian, apabila kepastian hukum telah terwujud,
maka diharapkan tindakan aborsi maupun praktek-praktek aborsi illegal pada
klinik-klinik terselubung dapat dieliminasi sehingga nyawa-nyawa janin yang
tidak berdosa dapat terselamatkan dari perbuatan yang tidak bertanggung jawab.
2. ABORSI MENURUT SUSILA KEDOKTERANKode Inernasional susila kedokteran yang berkaitan dengan aborsi
menyatakan bahwa seorang dokter wajib memelihara kedua insan mulai dari
pembuahan sampai meninggalnya.
Sebelum itu ada sumpah dokter berdasarkan pernyataan Jenewa 1948 yang
ditetapkan dengan PP No.26 tahun 1960 yang berlaku bagi dokter-dokter
Indonesia yang isinya kurang lebih berbunyi : “Saya akan menghormati setiap
hidup insani mulai saat pembuahan.”
Dari penjelasan di atas kita lihat bahwa berdasarkan susila kedokteran,
perbuatan aborsi juga dilarang karena adanya suatu kewajiban dari seorang dokter
untuk memelihara hidup insani mulai dari pembuahan.
3. ABORSI MENURUT PANDANGAN ISLAMAborsi yang merupakan suatu pembunuhan terhadap hak hidup seorang
manusia, jelas merupakan suatu dosa besar. Merujuk pada ayat-ayat Al-Quran
yaitu pada Surat Al Maidah ayat 32, setiap muslim meyakini bahwa siapapun
membunuh manusia, hal ini merupakan membunuh semua umat manusia.
Selanjutnya Allah juga memperingatkan bahwa janganlah kamu membunuh
anakmu karena takut akan kemiskinan atau tidak mampu membesarkannya secara
13
layak. Dalam studi hukum Islam, terdapat perbedaan satu sama lain dari keempat
mazhab Hukum Islam yang ada dalam memandang
persoalan aborsi, yaitu: 4
1. Mazhab Hanafi merupakan paham yang paling fleksibel, dimana sebelum
masa empat bulan kehamilan, aborsi bisa dilakukan apabila mengancam
kehidupan si perempuan (pengandung).
2. Mazhab Maliki melarang aborsi setelah terjadinya pembuahan.
3. Menurut mazhab Syafii, apabila setelah terjadi fertilisasi zygote tidak
boleh diganggu, dan intervensi terhadapnya adalah sebagai kejahatan.
4. Mazhab Hambali menetapkan bahwa dengan adanya pendarahan yang
menyebabkan miskram menunjukkan bahwa aborsi adalah suatu dosa.
Membahas mengenai aborsi, ditinjau dari segi Syariah Islam akan
memperoleh kejelasan apabila kita menyinggung dahulu mengenai pandangan
Islam terhadap manusia menurut Al quran dan hadits-hadits Nabi Muhammad
SAW.
Pandangan Islam terhadap Manusia
Al quran menyatakan bahwa manusia adalah makhluk Allah yang
diciptakan sebagai badan yang berjiwa dan jiwa berbadan dalam susunan dan
bentuk yang sebaik-baiknya dan dibekali kemampuan untuk mengembangkan
kehidupan dengan perantara ilmu pengetahuan.
Dengan segala kemampuan, kelengkapan, beban amanat dan
pertanggungjawaban yang ada pada manusia itu, maka manusia di tempat Allah
sebagai makhluk-Nya yang utama, melebihi makhluk lainnya.
Proses Kejadian Manusia
Al quran menandaskan bahwa manusia diciptakan Allah berasal dari tanah
liat. Manusia diciptakan secara bertahap-tahap. Adapun proses kejadian manusia
menurut al quran adalah sebagai berikut :
Nuthfah, merupakan tahap pertama kejadian manusia sebagai hasil
pembuahan setelah terjadi pertemuan antara bibit laki-laki dan bibit
perempuan di dalam rahim.
Alaqah, merupakan tahap buah melekat pada dinding rahim.
14
Mudhghah, merupakan tahap dimana embrio berangsur-angsur
berkembang hingga berbentuk calon bayi yang lengkap anggotanya. Pada
saai inilah janin mulai diberi keistimewaan insaniah sebagai makhluklain
yang pertumbuhannya berbeda dengan pertumbuhan janin hayawani.
Menurut Al Bukhari yang meriwayatkan hadits Nabi Muhammad SAW
yang berasal dari Ibnu Mas’ud r.a menyatakan bahwa kejadian manusia pertama-
tama merupakan bibit yang dibuahi dalam rahim ibu selama 40 hari. Kemudian
menjadi alaqah dengan 40 hari, setelah ini Allah mengutus malaikat yang
diperintahkan menulis 4 hal yaitu amalnya, rezekinya, ajalnya, dan nasibnya.
Sedangkan menurut muslim yang meriwayatkan hadits Naba SAW yang
berasal dari Ibnu Mas’ud menyatakan bahwa nutfah telah mengalami
perkembangan selama 42 hari.
Menurut hasil penyelidikan ilmu embriologi, janin mulai membentuk diri
dan melengkapi anggota fisiknya hingga mulai tampak jelas bentuk manusianya
pada umur janin kira-kira 47 hari. Dengan demikian untuk menentukan waktu
perkembangan janin dalam rahim kita lebih mantab menggunakan hadits riwayat
Muslim.
Persoalan kita adalah tentang peniupan ruh yang disebutkan secara jelas
dalam al quran dan hadits bukhari. Peniupan ruh pada janin setelah berbentuk
manusia lengkap dapat diartikan dengan “ruh insaniah” yang berbeda dengan “ruh
hayawani”. Ruh insaniah adalah pemberian Allah setelah diriupkan ketika janin
masih dalam rahim ibu yang memberikan keistimewaan pada manusia yang
memungkinkan mampu memikul amanat dan tanggung jawab kepada Allah.
Sedangkan ruh hayawani sebenarnya telah dimiliki pada saat pembuahan trjadi,
sebab pembuahan secara biologis hanya mungkin apabila bibit laki-laki dan
perempuan merupakan bibit-bibit yang hidup pula.
Aborsi menurut para Fuqoha
Aborsi yang dapat terkena ketentuan hukum, hanya aborsi yang dilakukan
dengan sengaja (abortus provocantus) bukan aborsi yang terjadi dengan
sendirinya (abortusspontaneus).
Aborsi sebelum ditiupkan ruh
15
Abdurrahman Al Baghdadi (1998) dalam bukunya Emansipasi
Adakah Dalam Islam halaman 127-128 menyebutkan bahwa aborsi dapat
dilakukan sebelum atau sesudah ruh (nyawa) ditiupkan. Jika dilakukan
setelah setelah ditiupkannya ruh, yaitu setelah 4 (empat) bulan masa
kehamilan, maka semua ulama ahli fiqih (fuqoha) sepakat akan
keharamannya. Tetapi para ulama fiqih berbeda pendapat jika aborsi
dilakukan sebelum ditiupkannya ruh. Sebagian memperbolehkan dan
sebagiannya mengharamkannya.
Yang memperbolehkan aborsi sebelum peniupan ruh, antara lain
Muhammad Ramli (w. 1596 M) dalam kitabnya An Nihayah dengan alasan
karena belum ada makhluk yang bernyawa. Ada pula yang memandangnya
makruh, dengan alasan karena janin sedang mengalami pertumbuhan.
Yang mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara lain Ibnu
Hajar (w. 1567 M) dalam kitabnya At Tuhfah dan Al Ghazali dalam
kitabnya Ihya` Ulumiddin. Bahkan Mahmud Syaltut, mantan Rektor
Universitas Al Azhar Mesir berpendapat bahwa sejak bertemunya sel
sperma dengan ovum (sel telur) maka aborsi adalah haram, sebab sudah ada
kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan
persiapan untuk menjadi makhluk baru yang bernyawa yang bernama
manusia yang harus dihormati dan dilindungi eksistensinya. Akan makin
jahat dan besar dosanya, jika aborsi dilakukan setelah janin bernyawa, dan
akan lebih besar lagi dosanya kalau bayi yang baru lahir dari kandungan
sampai dibuang atau dibunuh (Masjfuk Zuhdi, 1993, Masail Fiqhiyah Kapita
Selekta Hukum Islam, halaman 81; M. Ali Hasan, 1995, Masail Fiqhiyah Al
Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam, halaman 57;
Cholil Uman, 1994, Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad
Modern, halaman 91-93; Mahjuddin, 1990, Masailul Fiqhiyah Berbagai
Kasus Yang Yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, halaman 77-79).
Kalangan madzab Hanafi berpendapat bahwa aborsi sebelum janin
bernyawa diperbolehkan, tapi ada segolongan ulama adzab ini yang
menyatakan makruh, bila tanpa uzur dan dapat dipandang sebagai uzur
16
apabila air susu ibu terputus setelah tampak ada kehamilan, padahal ayah
anak tidak mampu menyusukan anaknya kepada orang lain dan
dikhawatirkan anak akan mati. Riwayat yang memperbolehkan aborsi yang
diperoleh ulama madzab hanafi ditafsirkan oleh sebagian ulama madzab ini
bila dalam keadaan uzur.
Kalangan madzab maliki berpendapat bahwa mengeluarkan mani
yang telah berada dalam rahim meskipun belum melalui masa 40 hari adalah
haram. Namun, ada sebagian kecil ulama pada madxab ini yang menyatakan
makruh bila dikeluarkan sebelum melalui masa 40 hari setelah pembuahan.
Kalangan madzab syafi’i berselisih tentang hukum aborsi sebelum
berumur 120 hari. Ada ulama yang berpendapat boleh seperti Abu Ishaq Al-
wazi, Abu baker bin sa’id Al-Furati, Al-Qalyubi. Ulama yang berpendapat
makruh seperti Al-Ramli. Sedangkan yang berpendapat haram seperti Al-
ghazali, Ibnu Hajar, dan Syaikh Al-Kurdi.
Kalangan madxab hambali berpendapat bahwa perempuan yang
melakukan aborsi sebelum membentuk manusia tidak dikenai sanksi apa
pun, sebab tidak dipandang sebagai janin. Ibnu Qadamah hanya
membicarakan dari segi sanksi hukumnya, tidak jelas mengatakan boleh atau
tidaknya (haram/halal).
Kalangan madzab zhahiri berpendapat bahwa seorang wanita yang
melakukan aborsi sebelum ditiupkan ruh diwajibkan membayar diyat berupa
budak laki-laki/perempuan kepada suaminya. Jadi dari sanksinya yang
berupa membayar diyat, maka dapat disimpulkan bahwa aborsi sebelum
ditiupkan ruh hukumnya adalah haram.
Aborsi setelah ditiupkan ruh
Pendapat yang disepakati fuqoha, yaitu bahwa haram hukumnya
melakukan aborsi setelah ditiupkannya ruh (empat bulan), didasarkan pada
kenyataan bahwa peniupan ruh terjadi setelah 4 (empat) bulan masa
kehamilan. Abdullah bin Mas’ud berkata bahwa Rasulullah SAW telah
bersabda :
17
“Sesungguhnya setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu
selama 40 hari dalam bentuk ‘nuthfah’, kemudian dalam bentuk ‘alaqah’
selama itu pula, kemudian dalam bentuk ‘mudghah’ selama itu pula,
kemudian ditiupkan ruh kepadanya.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud,
Ahmad, dan Tirmidzi)
Maka dari itu, aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan adalah haram,
karena berarti membunuh makhluk yang sudah bernyawa. Hal ini termasuk
dalam kategori pembunuhan yang keharamannya antara lain didasarkan pada
dalil-dalil syar’i berikut. Firman Allah SWT :
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan.
Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.” (QS Al
An’aam : 151)
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin.
Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.” (QS Al Isra` :
31 )
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan (alasan) yang benar (menurut syara’).”
(QS Al Isra` : 33)
“Dan apabila bayi-bayi yang dikubur hidup-hidup itu ditanya karena dosa
apakah ia dibunuh.” (QS At Takwir : 8-9)
Berdasarkan dalil-dalil ini maka aborsi adalah haram pada kandungan yang
bernyawa atau telah berumur 4 bulan, sebab dalam keadaan demikian berarti
aborsi itu adalah suatu tindak kejahatan pembunuhan yang diharamkan
Islam.
Adapun aborsi sebelum kandungan berumur 4 bulan, seperti telah
diuraikan di atas, para fuqoha berbeda pendapat dalam masalah ini. Akan
18
tetapi menurut pendapat Abdul Qadim Zallum (1998) dan Abdurrahman Al
Baghdadi (1998), hukum syara’ yang lebih rajih (kuat) adalah sebagai
berikut. Jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat
puluh dua) hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan
janin, maka hukumnya haram. Dalam hal ini hukumnya sama dengan hukum
keharaman aborsi setelah peniupan ruh ke dalam janin.
Dalil syar’i yang menunjukkan bahwa aborsi haram bila usia janin 40 hari
atau 40 malam adalah hadits Nabi SAW berikut :
'Jika nutfah (gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam, maka
Allah mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah
tersebut; dia membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya,
dagingnya, dan tulang belulangnya. Lalu malaikat itu bertanya (kepada
Allah),'Ya Tuhanku, apakah dia (akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki
atau perempuan ?' Maka Allah kemudian memberi keputusan...' (HR.
Muslim dari Ibnu Mas’ud RA)
Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda :
'(jika nutfah telah lewat) empat puluh malam...'
Hadits di atas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan janin dan
penampakan anggota-anggota tubuhnya, adalah setelah melewati 40 atau 42
malam. Dengan demikian, penganiayaan terhadapnya adalah suatu
penganiayaan terhadap janin yang sudah mempunyai tanda-tanda sebagai
manusia yang terpelihara darahnya (ma'shumud dam). Tindakan
penganiayaan tersebut merupakan pembunuhan terhadapnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka pihak ibu si janin, bapaknya,
ataupun dokter, diharamkan menggugurkan kandungan ibu tersebut bila
kandungannya telah berumur 40 hari.
19
Siapa saja dari mereka yang melakukan pengguguran kandungan,
berarti telah berbuat dosa dan telah melakukan tindak kriminal yang
mewajibkan pembayaran diyat bagi janin yang gugur, yaitu seorang budak
laki-laki atau perempuan, atau sepersepuluh diyat manusia sempurna (10
ekor onta), sebagaimana telah diterangkan dalam hadits shahih dalam
masalah tersebut. Rasulullah SAW bersabda :
'Rasulullah SAW memberi keputusan dalam masalah janin dari seorang
perempuan Bani Lihyan yang gugur dalam keadaan mati, dengan satu
ghurrah, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan...' (HR. Bukhari dan
Muslim, dari Abu Hurairah RA) (Abdul Qadim Zallum, 1998).
Rasulullah SAW telah membolehkan 'azl kepada seorang laki-laki yang
bertanya kepada beliau mengenai tindakannya menggauli budak
perempuannya, sementara dia tidak menginginkan budak perempuannya
hamil. Rasulullah SAW bersabda kepadanya :
'Lakukanlah 'azl padanya jika kamu suka ! ' (HR. Ahmad, Muslim, dan Abu
Dawud)
Pendapat yang menyatakan bahwa aborsi diharamkan sejak pertemuan sel
telur dengan sel sperma dengan alasan karena sudah ada kehidupan pada
kandungan, adalah pendapat yang tidak kuat. Sebab kehidupan sebenarnya
tidak hanya wujud setelah pertemuan sel telur dengan sel sperma, tetapi
bahkan dalam sel sperma itu sendiri sudah ada kehidupan, begitu pula dalam
sel telur, meski kedua sel itu belum bertemu. Kehidupan (al hayah) menurut
Ghanim Abduh dalam kitabnya Naqdh Al Isytirakiyah Al Marksiyah (1963)
halaman 85 adalah “sesuatu yang ada pada organisme hidup.” (asy syai` al
qa`im fi al ka`in al hayyi). Ciri-ciri adanya kehidupan adalah adanya
pertumbuhan, gerak, iritabilita, membutuhkan nutrisi, perkembangbiakan,
dan sebagainya. Dengan pengertian kehidupan ini, maka dalam sel telur dan
sel sperma (yang masih baik, belum rusak) sebenarnya sudah terdapat
20
kehidupan, sebab jika dalam sel sperma dan sel telur tidak ada kehidupan,
niscaya tidak akan dapat terjadi pembuahan sel telur oleh sel sperma. Jadi,
kehidupan (al hayah) sebenarnya terdapat dalam sel telur dan sel sperma
sebelum terjadinya pembuahan, bukan hanya ada setelah pembuahan.
Berdasarkan penjelasan ini, maka pendapat yang mengharamkan aborsi
setelah pertemuan sel telur dan sel sperma dengan alasan sudah adanya
kehidupan, adalah pendapat yang lemah, sebab tidak didasarkan pada
pemahaman fakta yang tepat akan pengertian kehidupan (al hayah).
Pendapat tersebut secara implisit menyatakan bahwa sebelum terjadinya
pertemuan sel telur dan sel sperma, berarti tidak ada kehidupan pada sel
telur dan sel sperma. Padahal faktanya tidak demikian. Andaikata katakanlah
pendapat itu diterima, niscaya segala sesuatu aktivitas yang menghilangkan
kehidupan adalah haram, termasuk ‘azl. Sebab dalam aktivitas ‘azl terdapat
upaya untuk mencegah terjadinya kehidupan, yaitu maksudnya kehidupan
pada sel sperma dan sel telur (sebelum bertemu). Padahal ‘azl telah
dibolehkan oleh Rasulullah SAW. Dengan kata lain, pendapat yang
menyatakan haramnya aborsi setelah pertemuan sel telur dan sel sperma
dengan alasan sudah adanya kehidupan, akan bertentangan dengan hadits-
hadits yang membolehkan ‘azl.
Aborsi dalam keadaan darurat
Apabila terjadi suatu keadaan darurat yang benar-benar mendesak
dibolehkan melakukan aborsi baik pada tahap penciptaan janin, ataupun
setelah peniupan ruh padanya, jika dokter yang terpercaya menetapkan
bahwa keberadaan janin dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian ibu
dan janinnya sekaligus. Dalam kondisi seperti ini, dibolehkan melakukan
aborsi dan mengupayakan penyelamatan kehidupan jiwa ibu.
Menyelamatkan kehidupan adalah sesuatu yang diserukan oleh ajaran Islam,
sesuai firman Allah SWT :
21
“Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-
olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS Al Maidah :
32)
Di samping itu aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk pula upaya
pengobatan. Sedangkan Rasulullah SAW telah memerintahkan umatnya
untuk berobat. Rasulullah SAW bersabda :
'Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia
ciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian !' (HR. Ahmad)
Kaidah fiqih dalam masalah ini menyebutkan :
“Idza ta’aradha mafsadatani ru’iya a’zhamuha dhararan birtikabi
akhaffihima”
“Jika berkumpul dua madharat (bahaya) dalam satu hukum, maka dipilih
yang lebih ringan madharatnya.” (Abdul Hamid Hakim, 1927, Mabadi`
Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id Al Fiqhiyah, halaman 35).
Berdasarkan kaidah ini, seorang wanita dibolehkan menggugurkan
kandungannya jika keberadaan kandungan itu akan mengancam hidupnya,
meskipun ini berarti membunuh janinnya. Memang mengggugurkan
kandungan adalah suatu mafsadat. Begitu pula hilangnya nyawa sang ibu
jika tetap mempertahankan kandungannya juga suatu mafsadat. Namun tak
syak lagi bahwa menggugurkan kandungan janin itu lebih ringan
madharatnya daripada menghilangkan nyawa ibunya, atau membiarkan
kehidupan ibunya terancam dengan keberadaan janin tersebut (Abdurrahman
Al Baghdadi, 1998).
Aborsi karena faktor lain
22
Aborsi sering dilakukan karena didorong oleh rasa malu, factor
ekonomi, dan sosial. Al quran sangat mengancam tindakan aborsi yang
disebabkan oleh factor-faktor di atas.
Aborsi yang didorong oleh rasa malu karena hamil di luar nikah agar
tindakannya itu tidak diketahui oleh orang lain maka ibu melakukan aborsi.
Secara tegas tindakan aborsi semacam itu dilarang, karena yang
bersangkutan telah melakukan dua macam larangan yaitu larangan hubungan
di luar nikah dan larangan aborsi.
Aborsi atas dasar khawatir tidak mapu mencukupi kebutuhan anak,
dapat dilihat dari Q.S Al-Isro’ :31 yang melarang membunuh anak karena
takt miskin, padahal Allah yang menjamin sumber rezeki untuk si anak dan
orang tuanya. Q.S Hud:6 menyatakan secara jelas bahwa tidak ada makhluk
hidup di dunia yang tidak disediakan sumber rezeki oleh Allah.
4. ABORSI MENURUT PANDANGAN AGAMA KRISTIANI
Alkitab & Aborsi
Semua umat Kristiani bisa membaca kembali Kitab Sucinya untuk
mengerti dengan jelas, betapa Tuhan sangat tidak berkenan atas
pembunuhan seperti yang dilakukan dalam tindakan aborsi.
Pertama : Jangan pernah berpikir bahwa janin dalam kandungan itu
belum memiliki nyawa.
Kej 16:11 dan Kej 25:21-26 ~ Selanjutnya kata Malaikat Tuhan itu
kepadanya: “Engkau mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-
laki dan akan menamainya Ismael, sebab Tuhan telah mendengar tentang
penindasan atasmu itu. ~ Berdoalah Ishak kepada Tuhan untuk isterinya,
sebab isterinya itu mandul; Tuhan mengabulkan doanya, sehingga Ribka,
23
isterinya itu, mengandung. Tetapi anak-anaknya bertolak-tolakan di dalam
rahimnya dan ia berkata:
5. ABORSI MENURUT PANDAGAN AGAMA HINDU
Aborsi dalam Theology Hinduisme tergolong pada perbuatan yang
disebut “Himsa karma” yakni salah satu perbuatan dosa yang disejajarkan
dengan membunuh, meyakiti, dan menyiksa. Membunuh dalam pengertian
yang lebih dalam sebagai “menghilangkan nyawa” mendasari falsafah
“atma” atau roh yang sudah berada dan melekat pada jabang bayi
sekalipun masih berbentuk gumpalan yang belum sempurna seperti tubuh
manusia. Segera setelah terjadi pembuahan di sel telur maka atma sudah
ada atas kuasa Hyang Widhi. Dalam “Lontar Tutur Panus Karma”,
penciptaan manusia yang utuh kemudian dilanjutkan oleh Hyang Widhi
dalam manifestasi-Nya sebagai “Kanda-Pat” dan “Nyama Bajang”.
Selanjutnya Lontar itu menuturkan bahwa Kanda-Pat yang artinya “empat-
teman” adalah: I Karen, sebagai calon ari-ari; I Bra, sebagai calon lamas; I
Angdian, sebagai calon getih; dan I Lembana, sebagai calon Yeh-nyom.
Ketika cabang bayi sudah berusia 20 hari maka Kanda-Pat berubah nama
menjadi masing-masing : I Anta, I Preta, I Kala dan I Dengen. Selanjutnya
setelah berusia 40 minggu barulah dinamakan sebagai : Ari-ari, Lamas,
Getih dan Yeh-nyom. Nyama Bajang yang artinya “saudara yang selalu
membujang” adalah kekuatan-kekuatan Hyang Widhi yang tidak
berwujud. Jika Kanda-Pat bertugas memelihara dan membesarkan jabang
bayi secara phisik, maka Nyama Bajang yang jumlahnya 108 bertugas
mendudukkan serta menguatkan atma atau roh dalam tubuh bayi.
Oleh karena itulah perbuatan aborsi disetarakan dengan
menghilangkan nyawa. Kitab-kitab suci Hindu antara lain Rgveda 1.114.7
menyatakan : “Ma no mahantam uta ma no arbhakam” artinya : Janganlah
24
mengganggu dan mencelakakan bayi. Atharvaveda X.1.29 : “Anagohatya
vai bhima” artinya : Jangan membunuh bayi yang tiada berdosa. Dan
Atharvaveda X.1.29 : “Ma no gam asvam purusam vadhih” artinya :
Jangan membunuh manusia dan binatang. Dalam ephos Bharatayuda Sri
Krisna telah mengutuk Asvatama hidup 3000 tahun dalam penderitaan,
karena Asvatama telah membunuh semua bayi yang ada dalam kandungan
istri-istri keturunan Pandawa, serta membuat istri-istri itu mandul
selamanya.Aborsi dalam Agama Hindu tidak dikenal dan tidak
dibenarkan.
6. ABORSI MENURUT AGAMA BUDHA
Dalam pandangan agama Buddha aborsi adalah suatu tindakan
pengguguran kandungan atau membunuh makhluk hidup yang sudah ada
dalam rahim seorang ibu. Syarat yang harus dipenuhi terjadinya makhluk
hidup:
a. Mata utuni hoti : masa subur seorang wanita
b. Mata pitaro hoti : terjadinya pertemuan sel telur dan sperma
c. Gandhabo paccuppatthito : adanya gandarwa, kesadaran penerusan
dalam siklus kehidupan baru (pantisandhi-citta) kelanjutan dari
kesadaran ajal (cuti citta), yang memiliki energi karma
Dari penjelasan diatas agama Buddha menentang dan tidak
menyetujui adanya tindakan aborsi karena telah melanggar pancasila
Buddhis, menyangkut sila pertama yaitu panatipata. Suatu pembunuhan
telah terjadi bila terdapat lima faktor sebagai berikut :
a. Ada makhluk hidup (pano)
b. Mengetahui atau menyadari ada makhluk hidup (pannasanita)
c. Ada kehendak (cetana) untuk membunuh (vadhabacittam)
d. Melakukan pembunuhan ( upakkamo)
e. Makhluk itu mati karena tindakan pembunuhan ( tena maranam)
Apabila terdapat kelima faktor dalam suatu tindakan pembunuhan,
maka telah terjadi pelanggaran sila pertama. Oleh karena itu sila
25
berhubungan erat dengan karma maka pembunuhan ini akan berakibat
buruk yang berat atau ringannya tergantung pada kekuatan yang
mendorongnya dan sasaran pembunuhan itu. Bukan hanya pelaku saja
yang melakukan tindak pembunuhan, ibu sang bayi juga melakukan hal
yang sama. Bagaimanapun mereka telah melakukan tindak kejahatan dan
akan mendapatkan akibat di kemudian hari, baik dalam kehidupan
sekarang maupun yang akan datang.
Dalam Majjhima Nikaya 135 Buddha bersabda "Seorang pria dan
wanita yang membunuh makhluk hidup, kejam dan gemar memukul serta
membunuh tanpa belas kasihan kepada makhluk hidup, akibat perbuatan
yang telah dilakukannya itu ia akan dilahirkan kembali sebagai manusia di
mana saja ia akan bertumimbal lahir, umurnya tidaklah akan panjang".
Bagi mereka yang menyediakan jasa aborsi tidak resmi dan
ketahuan tentu akan mendapat ganjaran menurut hukum negara, setelah
melalui proses peradilan berdasarkan bukti-bukti yang ada. Ini juga
sebagai akibat dari perbuatan (karma) buruk yang dilakukan saat ini.
26
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Aborsi bukan sekedar masalah medis atau kesehatan masyarakat, namun
juga problem sosial yang muncul karena manusia mengekor pada peradaban
Barat. Maka pemecahannya haruslah dilakukan secara komprehensif-
fundamental-radikal, yang intinya adalah dengan mencabut sikap taqlid kepada
peradaban Barat dengan menghancurkan segala nilai dan institusi peradaban Barat
yang bertentangan dengan Islam, untuk kemudian digantikan dengan peradaban
Islam yang manusiawi dan adil.
Aborsi menurut Undang-undang dikategorikan sebagai suatu kejahatan,
sehingga hal itu dilarang dan orang yang melakukannya akan dikenakan sanksi
pidana.
Aborsi menurut susila kedokteran juga dilarang karena ada suatu
kewajiban dari dokter untuk memelihara hidup insani mulai dari pembuahan.
Hukum aborsi dalam pandangan Islam menegaskan keharaman aborsi jika
umur kehamilannya sudah 4 (empat) bulan, yakni sudah ditiupkan ruh pada janin.
Untuk janin yang berumur di bawah 4 bulan, para ulama telah berbeda pendapat.
Jadi ini memang masalah khilafiyah. Namun menurut pemahaman kami, pendapat
yang rajih (kuat) adalah jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau
42 (empat puluh dua) hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan
pembentukan janin, maka hukumnya haram. Sedangkan pengguguran kandungan
yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja'iz) dan tidak
apa-apa.
B. SARAN
1. Berpikir positif dalam segala hal
27
2. Kembangkan good beaviour dalam kehidupan sehari-hari
3. Janin yang sudah tertanam dalam rahim ibu seharusnya tidak perlu
dilenyapkan selama janin tersebut tidak membahayakan diri ibu
dan janin itu sendiri
4. Sebaiknya jangan melakukan tindakan aborsi karena menurut
pandangan Islam itu merupakan dosa besar dan jangan melakukan
freesex.
28
DAFTAR PUSTAKA
Al Baghdadi, Abdurrahman. 1998. Emansipasi Adakah Dalam Islam. Jakarta:
Gema Insani Press.
Azhar Bosyir, Ahmad. 1993. Refleksi atas Persoalan Keislaman. Bandung:
Mizan.
___________.1973. Aborsi Ditinjau dari Syari’ah Islamiyah. Yogyakarta : Mizan
Hakim, Abdul Hamid. 1927. Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id
Al Fiqhiyah. Jakarta: Sa’adiyah Putera.
Hasan, M. Ali. 1995. Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah
Kontemporer Hukum Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Mahjuddin. 1990. Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang Yang Dihadapi
Hukum Islam Masa Kini. Jakarta: Kalam Mulia.
Uman, Cholil. 1994. Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern.
Surabaya: Ampel Suci.
Zallum, Abdul Qadim. 1998. Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan
Islam : Kloning, Transplantasi Organ, Abortus, Bayi Tabung,
Penggunaan Organ Tubuh Buatan, Definisi Hidup dan Mati. Bangil:
Al-Izzah.
Zuhdi, Masjfuk. 1993. Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam. Jakarta:
Haji Masagung.
29