89
 EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM MENEKAN ANGKA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA DEPOK Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh: LUKMANUL HAKIM NIM: 106044101415 K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1431 H./2010 M.

Lukmanul Hakim.fsh

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 1/89

 

EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM MENEKAN ANGKA

PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA DEPOK 

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

LUKMANUL HAKIM

NIM: 106044101415

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1431 H./2010 M.

Page 2: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 2/89

Page 3: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 3/89

Page 4: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 4/89

Page 5: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 5/89

i

KATA PENGANTAR

 Assalamu’alaikum Wr. Wb

Segala puji dan Syukur bagi Allah swt atas berkat rahmat, nikmat, hidayah

serta ridha-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Shalawat serta salam dihaturkan pada Nabiyullah Muhammad saw, beserta

keluarga dan sahabatnya yang setia mengorbankan jiwa dan raga demi tegaknya

syari’at Islam, yang pengaruh dan manfaatnya dapat kita rasakan sampai saat ini.

Tanpa penulis lupakan bahwa keberhasilan penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini adalah atas berkat bimbingan, bantuan, dorongan, dan saran-saran dari

 berbagai pihak. Tanpa partisipasi mereka, upaya penulis dalam menyelesaikan studi

di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta  terutama dalam

menyelesaikan skripsi ini tentu akan terasa lebih sulit terwujud. Oleh karena itu

tidaklah berlebihan jika dalam kesempatan ini penulis mengucapakan banyak-banyak

terima kasih yang kepada yang terhormat Bapak:

1.  Prof. Dr. Komarudin Hidayat, Selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2.  Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH. MA. MM, Selaku Dekan Fakultas

Syariah dan Hukum.

3.  Drs. H. A. Basiq Djalil, SH. MA, Selaku Ketua Program Studi Ahwal Al-

Syakhshiyah dan Bapak Kamarusdiana, S.Ag, MH, Selaku Sekretaris Program

Page 6: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 6/89

ii

Studi Ahwal Al-Syakhshiyah yang telah banyak membatu penulis selama penulis

studi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4.  Pembimbing Bapak Drs. H. A. Basiq Djalil, SH. MA., yang begitu peduli dan

senantiasa meluangkan waktu serta telah banyak memberikan berbagai saran,

nasehat, semangat dan bimbingan kepada penulis serta memberikan sumbangan

 besar dengan kejernihan pemikiran keagamaannya dalam penyusunan skripsi ini.

5.  Seluruh staf pengajar Bapak dan Ibu dosen di lingkungan Fakultas Syariah dan

Hukum yang telah mentransfer sebagian ilmu pengetahuannya kepada penulis

sebagai landasan dasar dalam penyusunan skripsi ini.

6.  Segenap pengelola perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta dan perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan

fasilitas kepada penulis dalam mencari data-data yang penulis butuhkan dalam

menyelesaikan skripsi ini.

7.  Para Hakim dan Para Pegawai di Pengadilan Agama Depok sebagai nara sumber

yang telah meluangkan waktu dan memberi informasi kepada penulis seputar

 permasalahan yang penulis angkat.

8.  Teristimewa ucapan terima kasih penulis yang sedalam-dalamnya kepada

Ayahanda Moh. Idris dan Ibunda Siti Rodiah tercinta yang telah memberikan

 banyak bantuan terutama dari segi keuangan dan dukungan, terima kasih juga atas

do’a dan pengorbanan kalian yang tak terhingga serta senantiasa memberi

semangat tanpa jemu hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Universitas

Page 7: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 7/89

iii

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan baik, terutama motivasi untuk

menyelesaikan skripsi ini. “hanya Allah yang Mampu membalas jasa kalian,

semoga kalian berada dalam rahmat Allah swt.” Amin

9.  Kakak-kakak dan adik-adikku tercinta yang juga ikut andil memberikan motivasi

kepada penulis, sehingga penulis lebih semangat lagi dalam menyelesaikan

skripsi ini.

10. Hamba Allah yang telah banyak mewarnai kehidupan penulis, terima kasih

 banyak atas motivasi dan dukungannya sehingga penulis bersemangat dalam

menyelesaikan skripsi ini.

11. Teman-teman seperjuanganku keluarga besar mahasiswa Peradilan Agama B

Angkatan 2006 yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu, terima kasih

 banyak teman-teman atas bantuan dan inspirasinya. Kalian banyak membantu

 penulis selama penulis studi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta. Semoga persaudaraan kita tidak akan pernah terputus.

12. Teman-teman seperjuanganku keluarga besar alumni Pon-Pes Darul Salam

Parung-Bogor Angkatan 2000 yang tidak mungkin juga penulis sebutkan satu

 persatu, terima kasih banyak teman-teman atas segala-galanya. Kalian banyak

membantu penulis dalam kehidupan ini, terutama dalam menyelesaikan studi dan

menyelesaikan skripsi ini. Semoga persaudaraan kita tidak akan pernah terputus.

13. 

Seluruh pihak/instansi terkait, yang tidak penulis sebutkan yang ikut andil dalam

 penyelesaian skripsi ini.

Page 8: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 8/89

iv

Semoga segala kebaikan dan sumbangsih kalian semua dicatat oleh Allah

SWT sebagai amal untuk bekal di akhirat nanti. Amin Ya Rabbal Alamin.

Wassalamu’alaikum Wr Wb

Jakarta, 30 Juni 2010

Lukmanul Hakim

Page 9: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 9/89

v

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN i

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI iv

BAB I PENDAHULUAN

A. 

Latar Belakang Masalah 1

B. 

Pembatasan dan Perumusan Masalah 4 

C. 

Tujuan dan Manfaat Penelitian 5 

D.  Metode penelitian 6 

E. 

Tinjauan Kajian Terdahulu 8

F. 

Sistematika Penulisan 10 

BAB II PROSEDUR MEDIASI

A. 

Pengertian Mediasi 12

B. 

Sejarah Singkat dan Legalitas Mediasi 14

C. 

Prosedur Mediasi di Pengadilan 21

D. 

Tahap Pelaksanaan Mediasi 28

BAB III MEDIASI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

A. 

Dasar Hukum Mediasi 32 

B. 

Konsep Perdamaian (as-shulhu) Dalam Penyelesaian Perselisihan

Suami Istri 34 

C.  Konsep Perdamaian (as-shulhu) Dalam Sistem Perjanjian Hukum

Islam 44

BAB IV IMPLEMENTASI MEDIASI DALAM PENYELESAIAN

PERCERAIAN A.  Profil Pengadilan Agama Depok 50 

B. 

Praktek Mediasi di Pengadilan Agama Depok 55

C. 

Faktor-faktor Yang Menghambat Mediasi 57

D.  Analisa Penulis 58

Page 10: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 10/89

vi

BAB V PENUTUP

A. 

Kesimpulan 65 

B. 

Saran-saran 65 

DAFTAR PUSTAKA 66

LAMPIRAN 

A. 

Surat Keterangan Penelitian

B. 

Surat Pernyataan wawancara Hakim 

C. 

Wawancara pribadi

D. 

Rekap Mediasi Bulan Mei 2010

E.  Rekap Mediasi Bulan Juni 2010

F. 

Struktur Organisasi Pengadilan Agama Depok

G. 

Laporan Keadaan Perkara Diterima dan Diputus Bulan Mei 2010

H. 

Laporan Keadaan Perkara Yang Diputus Pada Pengadilan

Agama Depok Bulan Mei 2010

Page 11: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 11/89

 

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah

Menurut hukum Islam pernikahan merupakan suatu perjanjian suci antara

seorang laki-laki dan perempuan untuk membentuk keluarga yang bahagia. Pernikahan

dalam islam tidaklah hanya semata-mata sebagai hubungan atau kontrak keperdataan

 biasa, akan tetapi ia mempunyai nilai ibadah. Maka, amat tepat jika kompilasi

menegaskan sebagai akad yang sangat kuat untuk mentaati perintah Allah, dan

melaksanakannya merupakan nilai ibadah.

Perkawinan merupakan salah satu ketentuan dari berbagai macam ketentuan

Allah SWT. Dalam menjadikan dan menciptakan alam ini. perkawinan bersifat umum,

menyeluruh berlaku tanpa terkecuali baik bagi manusia, hewan, dan tumbuh-

tumbuhan. Sedangkan arti perkawinan itu sendiri adalah ikatan lahir batin antara

seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk

keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa.

Salah satu asas perkawinan yang disyariatkan ialah perkawinan untuk selama-

lamanya yang diliputi oleh rasa kasih sayang dan saling mencintai. Karena itu islam

mengharamkan perkawianan yang tujuannya untuk sementara, dalam waktu yang

tertentu sekedar untuk melepas hawa nafsu saja, seperti nikah mut’ah, nikah muhallil,

dan sebagainya.

Pernikahan merupakan salah satu perintah agama kepada yang mampu untuk

segera melaksanakannya. Karena dengan pernikahan, dapat mengurangi maksiat

Page 12: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 12/89

 

2

 penglihatan, memelihara diri dari perbuatan zina. Oleh karena itu, bagi mereka yang

 berkeinginan untuk menikah, sementara pembekalan untuk memasuki pernikahan

 belum siap, dianjurkan berpuasa. Dengan berpuasa diharapkan dapat membentengi diri

dari perbuatan keji, yaitu perzinahan.

Melakukan perkawinan bukan pula semata-mata untuk kesenangan lahiriah

melainkan juga membentuk suatu lembaga yang denganya kaum pria dan wanita dapat

memelihara diri dari kesesatan dan perbuatan yang tidak senonoh, melahirkan dan

merawat anak untuk melanjutkan keturunan manusia serta memenuhi kebutuhan

seksual yang wajar dan diperlukan untuk menciptakan kenyamanan dan kebahagiaan.

Corak dan perkembangan Peradilan Islam sejalan dengan struktur, pola

 budaya, dan perkembangan masyarakat Islam di Negara-negara yang bersangkutan.

Demikian halnya di Indonesia, peradilan mengalami perkembangan sejalan dengan

 perkembangan umat Islam, komunitas terbesar dalam dalam kehidupan masyarakat

Indonesia. Hal ini didasarkan atas aspek variasi dari berbagai unsure Peradilan Islam.

Tetapi di balik itu, terdapat persamaan yang esensial yakni teralokasinya hukum Islam

untuk ditegakkan dalam proses penerimaan sampai penyelesaian perkara di

 pengadilan. Khususnya di kalangan umat Islam terutama dalam bidang  Ahwalus

Syakhsiyyah.1 

Salah satu cara penyelesaian perkara perselisihan atau persengketaan dalam

 perkawinan adalah proses mediasi sebagai upaya perdamaian antara pihak yang

 berselisih agar mendapat kesepakatan bersama tanpa ada pihak yang merasa

1  Cik Hasan Bisri, Peradilan Islam dalam Tatanan Masyarakat Indonesia, PT.

RemajaRosdakarya, Bandung, 1997, hlm. 97.

Page 13: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 13/89

 

3

“terkalahkan” (win-win solution). Keuntungan ini tidak hanya diperoleh para pihak

yang menyelesaikan sengketa melalui mediasi saja, namun juga bagi dunia peradilan

yakni dapat mengatasi masalah penumpukan perkara yang ada guna meningkatkan

mutu putusan.

Hal ini bertujuan agar manusia selalu menghadapi permasalahan dengan kepala

dingin dan bukan dengan kekerasan sehingga akan terciptanya ketentraman dalam

kehidupan manusia, khususnya permasalahanyang terjadi dalam rumah tangga2.

Pemerintah menyediakan lembaga khusus menyelesaikan permasalahan dalam rumah

tangga, yakni dengan konseling BP4 dan Pengadilan Agama sebagai alternatif

terakhir.

 Namun sayangnya, tidak seperti Negara-negara yang sukses menerapkan

mediasi di pengadilan, seperti Hongkong3, USA, Thailand, Jepang, Singapura, dll.

Upaya yang dikehendaki Perma di Indonesia tidak efektif. Hal ini disebabkan oleh

kurangnya fasilitas dan distribusi yang sangat minim.

Seorang advokat yang juga aktif di pusat Mediasi Nasional, David Tobing

menyatakan bahwa faktor penyebab ketidakefektifan mediasi di Indonesia juga

disebabkan oleh minimnya tenaga mediator yang disediakan oleh Mahkamah Agung

hingga berpengruh pada ketidakefektifan pelaksanaan mediasi, khususnya di dunia

 peradilan. Hal ini tidak hanya terjadi di Pengadilan Negeri saja, tetapi juga di

Pengadilan Agama. Keberhasilan mediasi dalam menekan perkara yang masuk hanya

2  (Q.S.An-Nissa (4):35) : “Artinya : “Dan jika kamu khwatirkan ada persengketaan antara

keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakim dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allahmemberi

taufik kepada suami istri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.

3  Peter d’Ambrumenil,  Mediation And Arbitration, (London: Cavendish Publishing,)1988),

hal.86

Page 14: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 14/89

 

4

mencapai 10%. Fakta ini ketinggalan jauh dengan peradilan keluarga (family court)

yang berada di California dan Sidney yang telah berhasil menyelesaikan perkara

melalui mediasi hingga 80%. Padahal mediasi itu sendiri sangat sejalan dengan budaya

masyarakat Indonesia yang selalu menyelsaikan masalah dengan bermusyawarah.

Pengadilan Agama Depok adalah tercatat sebagai salah satu pengadilan yang

menerima kasus terbanyak dibanding kota lainya. Untuk itu penyusun merasa perlu

mengkaji dan meneliti sejauhmana upaya mediasi di pengadilan agama Depok,

 bagaimana pula efektifiasnya dalam menekan angka perceraian, bagaimana

mekanisme hakim dalam mendamaikan pasangan yang ingin bercerai dipengadilan

agama.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut, penyusun merasa perlu meneliti dan

membahasnya dalam suatu karya ilmiah yang dituangkan dalam skripsi yang berjudul  

“EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM MENEKAN ANGKA PERCERAIAN DI

PENGADILAN AGAMA DEPOK”. 

B. 

Pembatasan dan Rumusan Masalah

1.  Pembatasan Masalah

Dalam penulisan skripsi ini, penulis hanya membatasi masalah yang berkisar

 pada Mediasi di Pengadilan Agama Depok dalam menerapkan PERMA NO.1

TAHUN 2008 pada putusannya. Pengadilan Agama depok sebagai salah satu

 pelaksana mediasi yang merupakan alternatif penyelesaian sengketa (alternative

dispute resolution)  dan pelaksana kekuasaan kehakiman tingkat pertama yang

Page 15: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 15/89

 

5

mewajibkan para pihak yang berperkara agar terlebih dahulu menempuh jalur mediasi

sebelum melanjutkan proses pemeriksaan perkara.4 

2.  Rumusan Masalah

Masalah dalam skripsi ini dapat penulis rumuskan sebagai berikut:

“Peraturan Mahkamah Agung No. 01 Tahun 2008 yakni adalah untuk

memperkecil angka perceraian, akan tetapi kenyataannya di lapangan dengan adanya

Peraturan Mahkamah Agung tersebut angka perceraian tidak menurun sebagaimana

yang diinginkan. Hal ini yang ingin penulis telusuri dalam penulisan skripsi ini”.

Dari rumusan di atas penulis merinci dalam bentuk beberapa pertanyaan

sebagai berikut:

1.  Apakah mediasi berpengaruh signifikan terhadap angka perceraian di Pengadilan

Agama Depok?

2.  Apakah Peradilan Agama Depok telah melaksanakan mediasi sesuai dengan prosedur

Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 2008?

3. 

Faktor apa saja yang menyebabkan Peraturan Mahkamah Agung No.01 Tahun 2008

tidak berjalan efektif?

C.  Tujuan dan Manfaat

Tujuan utama yang ingin dicapai dalam pelaksanaan penelitian adalah

diharapkan dapat digunakan sebagai barometer oleh hakim khususnya hakim

Pengadilan Agama Depok dalam menegakan keadilan.

Adapun tujuan ilmiah adalah:

4 Bab I Pasal (2) ayat (1) Perma No.2 tahun 2003, dinyatakan bahwa semua perkara perdata

yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib untuk terlebih dahulu diselesaikan melalui

 perdamaian dengan bantuan mediator. Dan pada bab V Pasal 16 dinyatakan bahwa ketentuan-ketentuandalam Peraturan Mahkamah Agung ini, selain di pergunakan dalam lingkungan peradilan umum dapat

 juga diterapkan untuk lingkungan badan peradilan lainnya.

Page 16: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 16/89

 

6

1.  Mengembangkan dan menguji kebenaran ilmu pengetahuan tentang konsep

 perdamaian di muka persidangan yang diperoleh selama kuliah.

2.  Untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan mediasi Pengadilan Agama Depok

dengan prosedur Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 2008

3.  Mengetahui berhasil atau tidaknya peran mediasi dalam menekan angka

 perceraian

4.  Mengetahui faktor apa saja yang mendukung dan menghambat pelaksanaan

mediasi di Pengadilan Agama Depok.

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1.  Penelitian ini selain bermanfaat sebagai sumbangan informasi terhadap

 perbendaharaan ilmu pengetahuan, juga diharafkan bermanfaat untuk memberikan

informasi kepada masyarakat bahwasanya penyelesaian sengketa tidak harus ditempuh

lewat jalur litigasi (Pengadilan) semata tetapi melalui mediasi dengan tujuan

 perdamain.

2. 

Agar dapat dijadikan bahan kajian bagi mahasiswa akademisi dalam

mengembangkan teori-teori mediasi sebagai alternative penyelesaian sengketa.

D.  Metode penelitian

Dalam pengumpulan bahan/data penyusunan skripsi ini agar mengandung

suatu kebenaran yang objektif, penyusunan menggunakan metode ilmiah sebagai

 berikut:

1.  Jenis penelitian dan pendekatanya.

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang berlokasi pada kantor

Pengadilan Agama Depok. Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-

Page 17: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 17/89

 

7

undangan (statute approach) yang mana dikaji dalam interpresentasi menurut kata-kata

yang tertuang didalam undang-undang tersebut. Undang-undang yang dimaksud disini

adalah peraturan mengenai mediasi yaitu Peraturan Mahkamah Agung No.2 tahun

2003, Surat Edaran Mahkamah Agung No.1 tahun 2002,dan Peraturan Mahkamah

Agung No.1 tahun 2008 serta Undang-undang lainnya yang terkait dengan upaya

damai di dalam maupun diluar persidangan.

2.  Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah terdiri dari data primer

dan data sekunder, yakni :

a.  Data Primer

Data primer adalah data-data yang didapat langsung dari lapangan yakni

 berupa laporan buku tahunan Pengadilan Agama Depok, surat putusan hakim, maupun

informasi-informasi yang di dapat dari hasil wawancara penyusun dengan penelitian

yang dituju.

 b. 

Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapat secara langsung dari bahan-bahan

 pustaka. Data sekunder dapat di kelompokan pada tiga bahan hukum yakin;

1.  Bahan Hukum Primer

Dalam penelitian hukum, bahan hukum primer adalah yang bersifat autoritatif

yang bersifat otoritas. Sebagai suber hukum primer diantaranya adalah Undang-

undang Perkawinan No.1 tahun 1974 tentang perkawinan, Undang-undang No.7 tahun

1989 tentang Peradilan Agama, Peraturan Mahakamah Agung No.1 tahun 2008

tentang prosedur mediasi di Pengadilan selain perundang-undangan yang terkait

Page 18: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 18/89

 

8

dengan subjek yang akan di bahas, bahan hukum primer lainya adalah Al-Qur’an dan

Hadits yang dapat dijadikan penguat bahwa upaya perdamaian adalah wajib dilakukan.

2.  Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum

 primer, yakni berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan

dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, artikel-

artikel, jurnal-jurnal hukum,dll.

3.  Bahan Hukum Tertier

Bahan hukum tertier adalah bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum

 primer dan sekunder. Bahan hukum primer dapat berupa kamus-kamus, ensiklopedia,

dsb. Sumber bahan hukum tertier sementara adalah berupa kamus politik dan kamus

 bahasa Indonesia, dan kamus bahasa Arab.

E.  Kajian Tinjauan Terdahulu

Penulis menemukan beberapa judul skripsi yang pernah ditulis oleh

mahasiswa-mahasiswa sebelumnya yang berkaitan erat dengan judul skripsi yang akan

diteliti oleh penulis. Akan tetapi, setelah penulis membaca beberapa skripsi tersebut

ada perbedaan pembahasan yang cukup signifikan, sehingga dalam penulisan skripsi

ini nantinya tidak ada timbul kecurigaan plagiasi. Untuk itu di bawah ini akan penulis

kemukakan 3 buah skripsi yang pernah ditulis oleh mereka, diantaranya sebagai

 berikut :

O JADWAL DAN

ENULIS

FOKUS PERSAMAAN PERBEDAAN

1. “Orang Yang berhak Hanya ●Mengangkat Tidak ada kajian

Page 19: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 19/89

 

9

 Menjadi Hakim

 Dalam Perselisihan

Suami Istri Menurut

 Hukum Islam” tahun

2002 oleh Syarif

Rahman Hakim. Di

 bawah bimbingan Ibu

Hj. Halimah Ismail

membahas

tentang siapa

saja yang

 berhak untuk

diajukan

menjadi juru

damai dalam

 perselisihan

suami istri

masalah juru

damai

tentang data

 perceraian

Tidak membahas

teori mediasi

Judul yang penulis

angkat membahas

tentang mediasi

 berdasrkan Perma

 No.1 Tahun 2008

Tentang Prosedur

Mediasi di

Pengadilan

2. “kedudukan Hakim

dan Hakamain Dalam

Perkara Syiqaq Di

Penagdilan Jakarta

Timur”  tahun 2004

oleh Sofi

Rahmawat,di bawah

 bimbingan Ibu Hj.

Halimah Ismail

Membahas

 bagaimana

seharusnya

hakim dan

hakamain

hanya dalam

masalah

 percekcokan

suami istri

●peran juru

damai dalam

 proses

 perdamaian

tidak membahas

teori mediasi

tidak menganalisa

faktor penghambat

mediasi.

Judul yang penulis

angkat menganalisa

faktor-faktor

 penghambat mediasi

Page 20: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 20/89

 

10

3. “ Upaya Hakim

 Dalam Mendamaikan

Perceraian (cerai

Gugat di Pengadilan

 Agama Bogor), tahun

2004. Oleh Ahmad

fauzan. Pembimbing

Bapak H. Odjo

Kusnara N.

Upaya

mendamaikan

 perselisihan

suami istri

(khusus kasus-

kasus cerai

gugat)

●pembahasan

 proses tentang

 pendamaian

tidak membahas

teori mediasi

tidak menganalisa

faktor penghambat

mediasi

Judul yang penulis

angkat membahas

 prosedur mediasi

dan faktor-faktor

 penghambat mediasi

Karena dapat ditarik kesimpulan tentang perbedaan pembahasan skripsi ini

dengan skripsi-skripsi diatas yakni, selain dari lokasi penelitiannya itu sendiri, penulis

 juga mencoba mengkaji secara mendalam mengenai sejarah legalisasi mediasi di

Indonesia di Pengadilan Agama Depok, dan meneliti kefektifan mediasi –

sebagaimana seharusnya – dalam menekan angka perceraian, serta faktor yang

mendukung dan menghambat pelaksanaan mediasi.

F.  Sistematika penulisan

Adapun sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut:

Bab pertama berisikan latar belakang masalah, Pembatasan dan Perumusan

Masalah, Metode Penelitian, Tujuan dan Kegunaan serta Sistematika Penulisan.

Bab kedua berisikan pengertian mediasi, sejarah singkat dan legalitas mediasi,

dan prosedur mediasi di pengadilan.

Page 21: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 21/89

 

11

Bab ketiga berisikan mediasi dalam perspektif hukum islam, bab ini mengulas

konsep perdamaian (as-shulhu)  dalam penyelesaian perselisihan suami istri serta

konsep perdamaian (as-shulhu) dalam perjanjian hukum Islam.

Bab keempat berisikan tentang profil Pengadilan Agama Depok, faktor-faktor

yang menghambat perkembangan mediasi, serta analisa penulis tentang hasil

 penelitian skripsi ini.

Bab kelima, penutup. Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan

dan saran-saran.

Page 22: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 22/89

 

12

BAB II

PROSEDUR MEDIASI

A.  Pengertian Mediasi

Secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa latin, mediare yang berarti

 berada di tengah. Makna ini menunjuk pada peran yang ditampilkan pihak ketiga

sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan

sengketa antara para pihak.5 

Dalam kamus besar Indonesia mediasi diartikan sebagai suatu proses pengikut

sertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai penasihat. Sedang

kata mediator itu sendiri adalah berarti penengah, perantara (penghubung atau

 penengah).6 

Mediasi dalam bahasa Inggris di sebut “mediation”, yang berarti penyelesaian

sengketa dengan menengahi permasalahan untuk di damaikan, dan mediator adalah

orang yang jadi penengah.

Mediasi dalam literature hukum Islam bisa disamakan dengan konsep

“Tahkim”. Kata Tahkim berasal dari bahasa Arab yang artinya ialah menyerahkan

 putusan pada seseorang dan menerima putusan itu, yang secara etimologis berarti

menjadikan seseorang atau pihak ketiga atau yang disebut “ Hakam” sebagai penengah

suatu sengketa.

Tahkim digunakan sebagai istilah bagi orang atau kelompok yang ditunjuk

untuk mendamaikan sengketa yang terjadi diantara kedua belah pihak tahkim

5 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum

Nasional, (Jakarta: kencana Prenada Media Group, 2009, h. 1-2.

6  Jhon Echol dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, cet. XXV Pustaka Utama, 2003), h.

377

Page 23: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 23/89

 

13

dimaksud sebagai upaya untuk menyelesaikan sengketa dimana para pihak yang

terlibat dalam sengketa diberi kebebasan untuk memilih seorang Hakam (mediator)

sebagai penengah atau orang yang dianggap netral yang mampu mendamaikan kedua

 belah pihak yang bersengketa.7 

Banyak pihak mengakui bahwa mediasi adalah proses untuk menyelesaikan

sengketa dengan bantuan pihak ketiga. peranan pihak ketiga tersebut adalah dengan

mengedintifikasi masalah-masalah yang disengketakan dan mengembangkan sebuah

 proposal. Proposal tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk

menyelesaikan sengketa tersebut.

Dalam Perma No. 01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan,

 pengertian mediasi disebutkan pada pasal 1 butir 7, yaitu: “Mediasi adalah cara

 penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan

 para pihak dengan dibantu oleh mediator.”8  Disini disebutkan kata mediator, yang

harus mencari “berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa” yang di terima para

 pihak, sedang pengertian mediator disebutkan dalam pasal 1 butir 6, yaitu: mediator

adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna

mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara

memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian”.

Dalam praktik, sebagai bagian dati proses mediasi, mediator berbicara secara

rahasia dengan masing-masing pihak di sini mediator perlu membangun kepercayaan

 para pihak yang bersengketa lebih dahulu. Banyak cara yang dapat dilakukan mediator

7 Siti Juwairiyah, “Potret Mediasi Dalam Islam”, artikel di akses pada 26 juli 2010 dari

http://badilag.net/2009/02/ Potret-mediasi-dalam-islam.html.

8  Peraturan Mahkamah Agung No. 01 Tahun 2008 Tentang pelaksanaa Mediasi di Pengadilan

 pada Pasal 1 ayat (7). 

Page 24: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 24/89

 

14

untuk menanamkan kepercayaan, misalnya dengan memperkenalkan diri dan

melakukan penelusuran kesamaan dengan para pihak. Kesamaan tersebut mungkin

dari segi hubungan kekeluargaan, pendidikan, agama, propesi, hobi, dan apasaja yang

dirasa dapat memperdekat jarak dengan para pihak yang bersangkutan.

Cara praktik itu tampaknya kemudian dituangkan dalam Perma No. 01 Tahun

2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan pasal 15 ayat (3): Apabila di anggap

 perlu, mediator dapat melakukan kaukus.” Pengertian kaukus di sebutkan dalam pasal

1 ayat 4: “…pertemuan antara mediator dengan dengan salah satu pihak tanpa dihadiri

 pihak lainnya.” Pembicaraan atau diskusi-diskusi tersebut dilakukan tanpa adanya

 prasangka. Berdasarkan uraian di atas, mediasi merupakan suatu proses informal yang

ditujukan untuk memungkinkan para pihak yang bersengketa mendiskusikan

 perbedaan-perbedaan mereka secara pribadi dengan bantuan pihak ketiga yang netral.

Pihak netral tersebut tugas pertamanya adalah menolong para pihak memahami

 pandangan pihak lainnya sehubungan dengan masalah-masalah yang disengketakan,

dan selanjutnya membantu mereka melakukan penilaian yang objektif dari

keseluruhan situasi.

B.  Sejarah Singkat dan Legalitas Mediasi

Penyelesaian konflik (sengketa) telah di praktikan dalam kehidupan

masyarakat Indonesia berabad-abad yang lalu. Masyarakat Indonesia merasakan

 penyelesaian sengketa secara damai telah mengantarkan mereka pada kehidupan yang

harmonis, adil, seimbang, dan terpeliharanya nilai-nilai kebersamaan (komunikasi)

dalam masyarakat.

Page 25: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 25/89

 

15

Penyelesaian konflik atau sengketa dalam masyarakat mengacu pada prinsip

kebebasan yang menguntungkan kedua belah pihak. Para pihak dapat menawarkan

opsi penyelesaian sengketa dengan perantara tokoh masyarakat. Penyelesaian yang

dapat memuaskan para pihak (walaupun tidak 100%) dapat ditempuh melalui

mekanisme musyawarah dan mufakat.

Musyawarah mufakat merupakan falsafah masyarakat Indonesia dalam setiap

 pengambilan keputusan, termasuk penyelesaian sengketa. Musyawarah mufakat

sebagai nilai filosofi bangsa dijelmakan dalam dasar Negara, yaitu Pancasila. Dalam

sila keempat Pancasila disebutkan, kerakyatan yang yang dipimpin oleh hikmat

kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan. Nilai tertinggi ini, kemudian

dijabarkan lebih lanjut dalam UUD 1945 dalam sejumlah peraturan perundang-

undangan dibawahnya.9 

Dalam sejarah perundang-undangan Indonesia prinsip musayawarah mufakat

yang berujung damai juga di gunakan di lingkungan peradilan, terutama dalam

 penyelesaian sengketa perdata. Hal ini terlihat dari sejumlah peraturan perundang-

undangan sejak masa Kolonial Belanda sampai sekarang masih memuat asas

musyawarah damai sebagai salah satu asas peradilan di Indonesia bahkan akhir-akhir

ini muncul dorongan kuat dari berbagai pihak untuk memperteguh prinsip damai

melalui mediasi dan arbitrase dalam penyelesaian sengketa.10  Dorongan-dorongan ini

didasarkan pada sejumlah pertimbangan antara lain; penyelesaian sengketa melalui

 pengadilan memerlukan waktu yang cukup lama, melahirkan pihak menag kalah,

9 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum

 Nasional, Jakarta: kencana, 2009, hal284

10 Stephen B. Green, Arbitration: A viable Alternative for Solving Commercial Dispute in

Indonesia, dalam Timothy Lindsey (ed.), hal 291. 

Page 26: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 26/89

 

16

cenderung mempersulit hubungan para pihak pasca lahirnya putusan hakim, dan para

 pihak tidak leluasa mengupayaka opsi penyelesaian sengketa mereka.

Berikut akan dikemukakan sejumlah peraturan perundang-undangan yang

menjadi dasar yuridis bagi penerapan mediasi dipengadilan maupun diluar pengadilan.

Mediasi dengan landasan musyawarah menuju kesepakatan damai, mendapat

 pengaturan tersendiri dalam sejumlah produk hukum Hindia-Belanda maupun dalam

 produk hukum setelah Indonesia merdeka sampai hari ini.

a.  Masa Kolonial Belanda

Pada masa kolonial Belanda pengaturan penyelesaian sengketa melalui upaya

damai lebih banyak ditujukan pada proses damai dilingkungan peradilan, sedangkan

 penyelesaian sengketa di luar pengadilan, kolonial Belanda cenderung memberikan

kesempatan pada hukum adat. Belanda meyakini bahwa hokum adat mampu

menyelesaikan sengketa kaum pribumi secara damai, tanpa memerlukan intervensi

 pihak kolonial Belanda. Hukum adat adalah hukum yang hidup (living law) dan

keberadaannya menyatu dengan masyarakat pribumi. Masyarakat Indonesia (pribumi)

tidak dapat dilepaskan dari kehidupan adat mereka termasuk dalam penyelesaian kasus

hukum.11

 

Pada masa kolonial Belanda lembaga pengadilan diberikan kesempatan untuk

mendamaikan para pihak yang bersengketa. Kewenangan mendamaikan kasus-kasus

keluarga dan perdata pada umumnya seperti perjanjian, jual beli, sewa menyewa, dan

 berbagai aktivitas bisnis lainnya.12

 

11 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum

 Nasional, Jakarta: kencana, 2009, hlm, 286.

12 R. Tresna, Komentar HIR, (Jakarta: Pradnya Paramita,1979), hlm.298 

Page 27: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 27/89

 

17

Dalam pasal 130 HIR (Het Herziene Indonesich Reglement, Staatsblad

1941:44), atau pasal 154 R.Bg (Rechts reglement Buitingwesten, Staatsblad, 1927:

227), atau Pasal 31 Rv (Reglement op de Rechtsvonrdering, Staatsblad 1874: 52),

disebutkan bahwa hakim atau majlis hakim akan mengusahakan perdamaian sebelum

 perkara mereka diputuskan. Secara lebiih lengkap ketentuan pasal ini adalah: (1) Jika

 pada hari yang ditentukan, kedua pihak datang, maka pengadilan negeri dengan

 pertolongan ketua mencoba akan mendamaikan mereka; (2) Jika perdamaian yang

demikian itu dapat dicapai, maka pada waktu bersidang, diperbuat surat akta tentang

itu, dalam mana kedua belah pihak dihukum akan menempati perjanjian yang perbuat

itu, surat mana akan berkekuatan dan akan dijalankan sebagai keputusan biasa; (3)

Keputusan yang demikian itu tidak dapat diijinkan banding; dan (4) Jika pada waktu

mencoba akan mendamaikan kedua belah pihak, perlu dipakai juru bahasa, maka

 peraturan pasal yang berikut dituruti untuk itu.13

 

Ketentuan dalam Pasal 30 HIR/154 R.Bg/31 Rv menggambarkan bahwa

 penyelesaian sengketa melalui damai merupakan bagian dari proses penyelesaian

sengketa sengketa di pengadilan. Upaya damai menjadi kewajiban hakim, dan ia tidak

 boleh memutuskan perkara sebelum upaya mediasi dilakukan terlebih dahulu. Bila

kedua belah pihak bersetuju menempuh jalur damai, maka hakim harus segera

melakukan mediasi terhadap kedua belah pihak, sehingga mereka sendiri menemukan

 bentuk-bentuk kesepakatan yang dapat menyelesaikan sengketa mereka. Kesepakatan

tersebut harus dituangkan dalam sebuah akta perdamaian, sehingga memudahkan para

 pihak melaksanakan isi kesepakatan itu. Akta damai memiliki kekuatan hukum sama

13 Reno Soeharjo, Reglement Indonesia yang Dibaharui s. 1941 No. 44 HIR, (Bogor:

Politeia,1955), hlm.43

Page 28: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 28/89

 

18

dengan vonnis hakim, sehingga ia dapat dipaksakan kepada para pihak jika salah satu

dari mereka enggan melaksanakan isi kesepakatan tersebut. Para pihak tidak

dibenarkan melakukan banding terhadap akta perdamaian yang dibuat dari hasil

mediasi. Dalam sejarah hukum, penyelesaian sengketa melalui proses damai dikenal

dengan “dading”.14

 

Menurut ketentuan HIR penyelesaian sengketa melalui arbitrase hanya dapat

dilakukan bila memenuhi persyaratan;

1.  Para pihak ketika membuat perjanjian menyebutkan bahwa bila terjadi

 perselisihan di kemudian hari, maka penyelesaian diserahkan kepada arbitrase

(compromisioir beding);

2.  Para pihak bersepakat ketika terjadi perselisihan untuk menyerahkan

 perkaranya kepada wasit (arbiter), dan tidak mengajukan perkara tersebut kepada

hakim pengadilan.15

 

b. Masa Kemerdekaan Sampai Sekarang

Dalam pasal 24 UUD 1945 ditegaskan bahwa kekuatan kehakiman dilakukan

oleh sebuah Mahkamah Agung dan peradilan yang berada di bawahnya dalam

lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan

militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah

Konstitusi. Ketentuan Pasal 24 mengisyaratkan bahwa penyelesaian sengketa yang

terjadi di kalangan masyarakat dilakukan melalui jalur pengadilan (litigasi). Badan

 peradilan adalah pemegang kekuasaan kehakiman yang mewujudkan hukum dan

14 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum

 Nasional, Jakarta: kencana, 2009, hlm. 288.

15  R. Tresna, Komentar HIR, (Jakarta: Pradnya Paramita,1979), hlm.297. 

Page 29: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 29/89

 

19

keadilan. Meskipun demikian, sistem hukum Indonesia juga membuka peluang

menyelesaikan sengketa di luar jalur pengadilan (nonlitigasi).

Penerapan asas sederhana, cepat dan biaya ringan mengalami kendala dalam

 praktik peradilan, karena banyaknya perkara yang masuk, terbatasnya tenaga hakim,

dan minimnya dukungan fasilitas bagi lembaga peradilan terutama peradilan tingkat

 pertama yang wilayah hukumnya meliputi kabupaten/kota. Penumpukan perkara tidak

hanya terjadi pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Hal ini disebabkan sistem

hukum Indonesia memberikan peluang setiap perkara dapat dimintakan upaya

hukumnya, baik upaya hukum banding, kasasi dan bahkan peninjauan kembali. Akibat

tersendatnya perwujudan asas ini telah mengakibatkan pencari keadilan kesulitan

mengakses (acces to justice)  guna mendapatkan hak-hak secara cepat. Keadaan ini

tentu tidak dapat dibiarkan, karena berdampak buruk pada penegakan hukum di

Indonesia.

Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa membawa perubahan penting bagi pola penyelesaian sengketa

(perkara) dalam kehidupan masyarakat Indonesia. ketentuan mediasi baru di temukan

dalam pasal ini yaitu tentang Arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa, yang juga

di atur oleh Peraturan Agung No. 02 tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di

 pengadilan. Masyarakat cenderung berpikir bahwa ketika terjadi konflik atau sengketa,

maka yang terbayangkan adalah pengadilan. Pandangan ini tidak salah, karena

 pengadilan memang memberi otoritas oleh Negara untuk menyelesaikan sengketa.

 Namun, ketika berhadapan dengan pengadilan, para pihak yang bersengketa

menghadapi persoalan waktu, biaya dan mungkin persoalan mereka diketahui publik.

Page 30: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 30/89

 

20

Dalam kontek ini, masyarakat berada dalam kondisi  ambivalen. Pada satu sisi,

masyarakat ingin perkaranya selesai, namun pada sisi lain mereka tidak bersedia

 berhadapan dengan pengadilan.

Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa membawa angin baru bagi para pihak yang ingin

menyelesaikan sengketa diluar pengadilan. Prinsip win-win solution dan penyelesaian

secara cepat telah menjadi pilihan dan memberikan dorongan kepada para pihak

 bersengketa agar menunjukan itikad baik, karena tanpa itikad baik apa pun yang

diputuskan diluar pengadilan tidak dapat dilaksanakan. Penyelesaian sengketa diluar

 pengadilan menganut prinsip sama-sama menguntungkan, berbeda dengan

 penyelesaian sengketa di pengadilan di mana prinsip yang dianut adalah menang atau

kalah.

Peraturan Mahkamah Agung RI NO. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi

di Pengadilan adalah penyempurnaan terhadap Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2

Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Penyempurnaan tersebut

dilakukan Mahkamah Agung karena dalam Perma No. 2 Tahun 2003 tentang Prosedur

Mediasi di Pengadilan ditemukan beberapa masalah, sehingga tidak efektif

 penerapannya di pengadilan. Mahkamah Agung mengeluarkan Perma No. 1 Tahun

2008 sebagai upaya mempercepat, mempermurah, dan mempermudah penyelesaian

sengketa serta memberikan akses yang lebih besar kepada pencari keadilan.

Kehadiran Perma No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

dimaksudkan untuk memberikan kepastian, ketertiban, kelancaran dalam proses

mendamaika para pihak untuk menyelesaikan suatu sengketa perdata. Dalam Perma

Page 31: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 31/89

 

21

 No. 1 Tahun 2008 mendapat kedudukan penting, karena proses mediasi merupakan

 bagian yang tak terpisahkan dari proses berperkara di pengadilan. Hakim wajib

mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi. Bila hakim melanggar

atau enggan menerapkan prosedur mediasi, maka putusan hakim tersebut batal demi

hukum (pasal 2 ayat (3) Perma). Oleh karenanya, hakim dalam pertimbangan

 putusannya wajib menyebutkan bahwa perkara yang bersangkutan telah diupayakan

 perdamaian melalui mediasi dengan menyebutkan nama mediator untuk perkara yang

 bersangkutan.

C. 

Dasar Hukum Mediasi dalam Litigasi

Yang menjadi dasar hukum diberlakunya mediasi dalam proses litigasi:

1.  Pancasila.

Dasar hukum dari mediasi yang merupakan salah satu sistem ADR di

Indonesia adalah dasar Negara Indonesia yaitu Pancasila, dimana dalam filosofinya

tersiratkan bahwa penyelesaian sengketa adalah musyawarah mufakat, hal tersebut

 juga dalam Undang-undang Dasar 1945. Hukum tertulis lainnya yang mengatur

tentang mediasi adalah Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan

Kehakiman. Pasal 3 ayat 2 menyatakan “ Peradilan Negara menerapkan dan

menegakkan hukum dan keadilan beradasarkan Pancasila”. Penjelasan Pasal 3 ayat (1)

menyatakan: ketentuan ini tidak menutup kemungkinan untuk menyelesaikan perkara

dilakukan diluar pengadilan Negara melalui perdamaian atau Arbitrase.16

 

Kini telah jelas diakui secara hukum tentang adanya suatu lembaga alternatif di

dalam pengadilan yang dapat membantu para pihak yang bersengketa untuk

16  Susanti Adi Nugroho, Naskah Akademis: MEDIASI (Jakarta: Peslitbang Hukum Dan

Peradilan MA-RI, 2007), h.36.

Page 32: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 32/89

 

22

menyelesaikan sengketanya. Karena selama ini yang dikenal dan diatur dengan

 peraturan perundang-undangan adalah Arbitrase saja. Yang tertuang dalam Undang-

undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa.

2.  Pasal 130 HIR/154 Rbg

Sebenarnya sejak semula Pasal 130 HIR maupun Pasal 154 Rbg mengenal dan

menghendaki penyelesaian sengketa melalui cara damai. Pasal 130 ayat (1) HIR

 berbunyi:

 Jika pada hari sidang yang di tentukan itu kedua belah pihak datang, maka

 pengadilan negeri dengan pertolongan ketua mencoba akan mendamaikan mereka.17 

 

Selanjutnya ayat (2) menyatakan:

 Jika perdamaian yang demikian itu dapat dicapai, maka pada waktu

bersidang, diperbuat suatu surat (akta) tentang itu, dalam mana kedua belah pihak

dihukum akan menanti perjanjian yang diperbuat itu, surat mana akan berkekuatan

dan akan dijalankan sebagai putusan yang biasa.

Tidak dapat dipungkiri bahwa hukum acara yang berlaku baik pasal 130

 Heirzein Indonesis Reglement   (HIR) maupun pasal 154  Rechtsreglement

 Buitengewesten  (Rbg), mendorong para pihak untuk menempuh proses perdamaian

yang dapat di intensifkan dengan cara mengintegrasikan proses ini.

3. 

Pasal 82 UU No.7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama jo UU No.3 Tahun

2006 Tentang Peradilan Agama

Pasal 82 berbunyi:

17 R. Soesilo, RIB/HIR Dengan Penjelasan (Bogor: Politea, 1985), h.88.

Page 33: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 33/89

 

23

(1)  Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, Hakim

berusaha mendamaikan kedua belah pihak.

(2) 

 Dalam sidang perdamaian tersebut, suami istri harus datang secara

 pribadi kecuali apabila salah satu pihak bertempat kediaman di luar

negeri, dan tidak ada yang mengahadap secara pribadi dapat

diwakilkan oleh kuasanya yang secara khusus dikuasakan untuk itu.

(3) 

 Apabila kedua belah pihak bertempat kediaman di luar negeri, maka

 pengugat pada sidang perdamaian tersebut menghadap secara pribadi.

(4) 

Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat

dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan.

Karena perceraian adalah suatu perbuatan yang dibenci Allah, walaupun

 perbuatan itu halal. Maka, peraturan ini menetapkan bahwa seorang hakim dalam

menangani kasus (pasal ini menyebutkan gugat cerai) berkewajiban untuk berusaha

mendamaikan kedua belah pihak.

Usaha mendamaikan (mediasi tidak hanya dilakukan pada peradilan tingkat

 pertama saja tapi juga pada tingkat banding maupun tingkat kasasi. Oleh karena itu,

hakim berusaha semaksimal mungkin untuk mendamaikan pihak yang berperkara.

4. 

Penjelasan pasal 31 ayat (2) PP No,9 Tahun 1975

Pasal 31 ayat (2) PP No.9 Tahun 1975 berbunyi:

(2) Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan

 pada setiap sidang pemeriksaan.

Dimana penjelasan pasal tersebut adalah:

“Usaha untuk mendamaikan suami-istri yang sedang dalam pemeriksaan

 perkara gugatan untuk mengadakan perceraian tidak terbatas pada siding pertama

sebagaimana lazimnya dalam perkara perdata, melainkan pada setiap saat sepanjang

Page 34: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 34/89

 

24

 perkara itu belum diputus oleh hakim. Dalam mendamaikan kedua belah pihak dapat

meminta bantuan kepada orang atau badan lain yang dianggap perlu.18

 

5.  PERMA No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

Sebagaimana dalam Pasal 4 PERMA No.1 Tahun 2008 yang menyatakan

 bahwa semua perkara yang diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama wajib lebih

dahulu diupayakan penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan mediator.

Maka, pada sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak, sebelum

 pembacaan gugatan dari penggugat. Hakim wajib memerintahkan para pihak untuk

lebih dahulu menempuh mediasi yang dibarengi dengan penundaan pemeriksaan

 perkara.

6.  Al Qur’an: Al Nisa’ (4) ayat: 128 “ wal shulhu khair”

Dalam hukum Islam secara terminologis perdamaian disebut dengan istilah

Islah yang menurut bahasa adalah memutuskan suatu persengketaan. Dan menurut

Syara’ adalah suatu akad dengan untuk maksud mengakhiri suatu persengketaan antara

dua pihak yang saling bersengketa.19 

Dasar hukum dalam Al-qur’an, termaktub dalam surat An-Nisa’ ayat 128:

                                                                                                                                          

   

  

 

     

    

   

    

       

   

ا سن ل ل )٢٨( 

Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh darisuaminya, Maka tidak Mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang

18  Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, Himpunan Perundang-undangan

Dalam Lingkungan Peradilan Agama (Jakarta: Depag RI, 2001), h. 178.

19  As Sayyid Sabiq, fiqh As Sunnah, juz III (Beirut: Dar AL Fikr, 1977, h.305.

Page 35: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 35/89

 

25

sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itumenurut tabiatnya kikir. dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan

memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allahadalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. An-Nisa : 128)

Makna “wal shulhu khair” yakni “dan perdamaian itu lebih baik”. Ali bin Abi

Thalhah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas ra, ia berkata: “yaitu memeberikan pilihan”.

Maksudnya apabila suami memberikan pilihan kepada istri antara bertahan atau

 bercerai, itu lebih baik daripada si suami terus menerus mengutamakan istri yang lain

dari pada dirinya.20 

Dzahir ayat ini bahwa perdamaian di antara keduanya dengan cara istri

merelakan sebagian haknya bagi suami dan suami menerima hal tersebut, lebih baik

daripada terjadi perceraian secara total.

Sebagaimana mana yang di lakukan Nabi Muhammad SAW, beliau tetap

mempertahankan Saudah binti Zam’ah dengan memberikan memberikan malam

gilirannya kepada ‘Aisyah RA. Beliau tidak menceraikannya dan tetap[

menjadikannya sebagai istri.21

 

Beliau melakukan itu agar diteladani oleh umatnya, bahwasanya hal tersebut

disyariatkan dan di bolehkan. Hal itu lebih utama pada hak Nabi Muhammad SAW.

Kesepakatan itu lebih dicintai oleh Allah daripada perceraian. Firman Allah “wal

shulhu khair” dan perdamaian itu lebih baik’, bahkan perceraian sangat dibenci oleh

Allah SWT.22

 Ayat ini berkaitan dengan perdamaian masalah perkawinan.

20 Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Tafsir Ibnu Katsir, jilid 2,cet.2 (Bogor: Pustaka Ibnu

Katsir,2008). H.683

21 Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Tafsir Ibnu Katsir , jilid 2,cet.2 (Bogor: Pustaka Ibnu

Katsir,2008). H.684

22  Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Tafsir Ibnu Katsir , jilid 2,cet.2 (Bogor: Pustaka

Ibnu Katsir,2008). H.470

Page 36: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 36/89

 

26

Selain ayat tersebut, ada ayat lain yang secara langsung menganjurkan agar

diadakan perdamaian yakni surat Al-Hujurat ayat 9:

    

        

    

      

 

    

     

     

    

     

    

   

  

   

    

    

     

     

                                                                                                             : اث ر ج ح ل ا )(

Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperanghendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar perjanjian

terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampaisurut kembali pada perintah Allah. kalau dia Telah surut, damaikanlah antara

keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah

mencintai orang-orang yang berlaku adil. (Q.S. Al-Hujurat: 9)

Allah berfirman seraya memerintahkan untuk mendamaikan dua kubu kaum

mukmin yang saling bertikai. Mereka tetap disebut sebagai orang-orang beriman

meski saling menyerang satu sama lain.23

 

Bila Al-Qur’an membolehkan perdamaian dalam masalah-masalah seperti

diatas, maka perdamaian dalam masalah keperdataan yang menyangkut dengan harta

 bendapun dibolehkan pula. Bahkan bila di telaah dengan seksama kajian sulh dalam

kitab-kitab fiqh klasik, objek kajiannya tertuju pada bidang perjanjian atau perikatan

yang menyangkut harta benda.

7. 

Al Sunnah

Dalam penelesaian sengketa, langkah pertama yang Rasulullah tempuh adalah

 jalan damai. Seperti sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Dari Abu

Hurairah berkata: bahwa Rasulullah SAW bersabda: “ Perdamaian antara orang-orang

23  Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Tafsir Ibnu Katsir, jilid 2,cet.2 (Bogor: Pustaka

Ibnu Katsir,2008). H.470. 

Page 37: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 37/89

 

27

muslim itu dibolehkan, kecuali perdamaian yang menghalalkanyang haram dan

mengharamkan yang halal’ (HR. Abu Daud)24

 

Tirmidzi menambahkan:

Artinya: dan orang-orang islam itu menurut perjanjian mereka, kecuali

 perjanjianyang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram” (Tirmidzi

 berkata, hadits ini Hasan Shohih).25

 

Perdamaian yang dikandung oleh Sabda ini bersifat umum, baik mengenai

hubungan istri, transaksi maupun politik. Selama tidak melanggar hak-hak Allah dan

Rasul-Nya, perdamaian hukumnya boleh.

26

 

8.  Doktrin Umar ibn Khattab

Umar dalam suatu peristiwa pernah berkata:

“Tolaklah permusuhan hingga mereka berdamai, karena pemutusan perkara

melalui pengadilan akan mengembangkan kedengkian diantara mereka”.27

 

D.  Tahap Pelaksanaan Mediasi 

Sama halnya dengan penyelesaian konflik yang lain mediasi juga mempunyai

 beberapa tahapan yang harus dilalui agar dapat menempuh tujuan yang di tuju dapat

tercapai. Secara global tahapan mediasi bisa dibagi kedalam 3 (tiga) tahap, yaitu:

1.  Tahap persiapan

24 Abu Daud, Kitab sunan Abu Daud (Beirut: karoban Hazm, 1974), h.553. dapat juga di lihat

Li ‘Ala Addin Samarqandi, Tuhfah al-fuqaha Juz 3 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1993), h.249.

25  Muhammad ibn ‘Ali ibn Muhammad al-Syaukani, Nailul al-Authar Juz5 (Kairo: Al-Babi al-

Holbi, t.th), h.378.

26  “Sulh”, dalam Abdul Azis Dahlan, dkk, ed., Ensiklopedi HUkum Islam, jilid 5 (Jakarta:

Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000), h.1653.

27 Sayyid Sabiq, Terjemahan Fiqh Sunnah, jilid 13 (Bandung: Al-Ma’arif, 2000), h.212.

Page 38: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 38/89

 

28

Dalam sebuah proses mediasi dibutuhkan bagi seorang mediator untuk terlebih

dahulu mendalami terhadap apa yang menjadi pokok sengketa para pihak yang

dibicarakan dalam mediasi tersebut. Dan tahap ini juga biasanya mengkonsultasikan

dengan para pihak tentang tempat dan waktu mediasi, identitas pihak yang akan hadir,

durasi waktu dan sebagainya. 

2.  Tahapan Pelaksanaan

Dalam tahap pelaksanaan yang pertama dilakukan adalah pembentukan forum

yaitu dimana sebelum dimulai antara mediator dan para pihak menciptakan atau

membentuk forum. Setelah forum terbentuk diadakan rapat bersama dan mediator

mengeluarkan pernyataan pendahuluan.28

 Yang harus dilakukan mediator pada tahap

ini adalah:

a.  Melakukan perkenalan diri dan dilanjutkan perkenalan para pihak.

 b.  Menjelaskan kedudukan peran dan wewenangnya sbagai mediator.

c. 

Menjelaskan aturan dasr tentang proses aturan kerahasiaan

(confidentiality) dan ketentuan rapat.

d.  Menjawab pertanyaan-pertanyaan para pihak.

e.  Bila pihak sepakat untuk melanjutkan mediator harus meminta

komitmen para pihak untuk mengikuti semua aturan yang berlaku.29

 

Setelah itu tahap kedua dilanjutkan dengan pengumpulan dan pembagian

imformasi, dimana mediator memberikan kesempatan kepada pihak untuk berbicara

28  Yasardin. Mediasi di Pengadilan Agama. Upaya Pelaksaan SEMA no. 1 Tahun 2002. Mimbar

Hukum. No. 63, h. 21.

29  Ahmad Syarhuddin. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Mediasi Menurut Peraturan Mahkamah

Agung RI No. 1 Tahun 2008, h. 4.

Page 39: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 39/89

 

29

tentan fakta dan posisi menurut versinya masing-masing. Mediator sebagai pendengar

yang aktif dan dapat mengemukakan pertanyaan-pertanyaan dan harus juga

menerapkan aturan keputusan dan sebaliknya mengontrol interaksi para pihak. Dalam

tahap ini mediator harus memperhatikan semua informasi yang disampaikan masing-

masing pihak, karena masing-masing informasi tentulah merupakan kepentingan-

kepentingan yang selalu dipertahankan oleh masing-masing pihak agar pihak lain

menyetujuinya.30

  Dalam menyampaikan para pihak juga mempunyai gaya yang

 berbeda-beda, hal-hal seperti itulah yang harus diperhatikan oleh mediator. Setelah

 pengumpulan dan pembagian data maka langkah ketiga dilanjutkan negosiasi pemecah

masalah. Yaitu diskusi dan tanggapan terhadap informasi yang disampaikan oleh

masing-masing pihak. Para pihak mengadakan tawar-menawar (negosiasi diantara

mereka).

Terdapat 12 faktor yang menyebabkan proses mediasi menjadi efektif, yaitu:

1) 

Para pihak memiliki sejarah pernah bekerja sama dan berhasil

menyelesaikan beberapa masalah mengenai beberapa hal.

2)  Para pihak yangbersengketa (terlibat dalam proses mediasi) tidak

memiliki sejarah panjang saling menggugat di pengadilan sebelum

melakukan proses mediasi.

3)  Jumlah piahk yang terlibat dalam sengketa tidak meluas sampai pada

 pihak yang berada diluar masalah.

30  Ahmad Syarhuddin. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Mediasi Menurut Peraturan Mahkamah

Agung RI No. 1 Tahun 2008, h. 5

Page 40: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 40/89

 

30

4)  Pihak-pihak yang terlibat sengketa telah sepakat untuk membatasi

 permasalahan yang akan di bahas.

5)  Para pihak mempunyai keinginan besar untuk menyelesaikan masalah

mereka.

6)  Para pihak telah mempunyai atau akan mempunyai hubungan lebih

lanjut dimasa yang akan datang.

7)  Tingkat kemarahan dari para pihak masih dalam batas normal.

8)  Para pihak bersedia menerima bantuan pihak ketiga.

9) 

Terdapat alasan-alasan yang kuat untuk menyelsaikan sengketa.

10)  Para pihak tidak memiliki persoalan psikologis yang benar-benar

menggangu hubungan mereka.

11)  Terdapat sumber daya untuk tercapainya sebuah kompromi.

12)  Para pihak memiliki kemauan untuk saling menghargai31

.

Alokasi yang terbear dalam mediasi biasanya terjadi pada tahap negosiasi,

karena dalam negosiasi ini membicarakan masala krusial yang diperselisihkan32

. Pada

tahap ini terbuka kemungkinan terjadi perdebatan bahkan dapat terjadi keributan

antara para pihak yang bersengketa. Seorang mediator harus bisa menjalin kerja sama

dengan para pihak secara bersama-sama dan terpisah untuk mengidentifikasikan isu-

 31

  Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Bandung: PT Aditya

bakti, 2003), h.102-103. 

32  Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, h. 104.

Page 41: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 41/89

 

31

isu, memberikan pengarahan para pihak dari posisi masing-masing menjadi

kepentingan bersama33

. Yang bisa dilakukan mediator pada tahap ini, ialah:

1)  Membantu para pihak menaksir, menilai dan memprioritaskan

kepentingan masing-masing.

2)  Memperluas atau mempersempit sengketa bilaman perlu.

3)  Membuat agenda negosiasi.

4)  Memberikan penyelesaian alternatif. 

3.  Tahap Pengambilan Keputusan

Pada tahap ini para pihak saling berkerja sama denga bentuan mediator untuk

mengevaluasi pilihan, mendapatkan trade off dan menawarkan paket, memperkecil

 perdebatan-perdebatan dan mencari basis yang adil bagi alokasi bersama. Dalam tahap

 penentuan keputusan mediator dapat juga menekan para pihak, mencarikan rumusan-

rumusan untuk menghindari rasa malu, membantu para pihak dalam menghadapi para

 pemberi kuasa (kalau dikuasakan)34.

33  Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, h. 105.

34  Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, h. 106.

Page 42: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 42/89

 

32

BAB III

MEDIASI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

A.  Dasar Hukum Mediasi

Dasar hukum mediasi terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadis Nabi Saw. Prinsip- prinsip untuk menyelesaikan perselisihan dengan cara damai termaktub dalam

 beberapa ayat al-Qur’an, diantaranya:

                                                                                                                               : اسن ل ا )(

Artinya: Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya,

Maka kirimlah seorang hakamdari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscayaAllah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui

lagi Maha Mengenal. (Q.S. An-Nisa Ayat 35)

                                                                              

                                                                                    

                                                                      

                                 ا ر ج حل ا ): -(

Artinya: Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang

hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar perjanjianterhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai

surut kembali pada perintah Allah. kalau dia Telah surut, damaikanlah antarakeduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah

mencintai orang-orang yang berlaku adil.

Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah,supaya kamu mendapat rahmat. (Q.S. Al-Hujurat: 9-10)

Page 43: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 43/89

 

33

                                                                                                                                          

                                : اسن ل ا )٢ 

Artinya: Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh

dari suaminya, Maka tidak Mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yangsebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu

menurut tabiatnya kikir. dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik danmemelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah

adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. ( Q.S. An-Nisa: 128)

B.  Konsep Peradamaian (As-Sulhu) Dalam Penyelesaian Perselisihan Suami Isteri

 As-Sulhu  berasal dari kata Sholuha, yang berarti perdamaian.35

  Wahbah

Zuhaily mengartikan secara bahasa berarti memutus pertikaian atau persengketaan.36

 

Sedangkan secara syara’,  as-Sulhu  adalah akad yang bertujuan untuk mengakhiri

 persengketaan yang terjadi antara dua belah pihak yang berselisih.37

  Sedangkan

musholih berarti juru damai atau pendamai.38

 

Rukun-rukun as-sulhu  adalah adanya orang atau pihak yang berakad untuk

melakukan perdamaian disebut mushalih, adanya objek yang disengketakan disebut

mushalih ‘anhu. Adanya tindakan yang dilakukan salah satu pihak untuk memutuskan

35 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, (Yogyakarta:

Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak, 1996), hal 1186. Lihat juga Ahmad Warson

Munawwir, Al-Munawwir, Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif,1997). Hal.788.

36 Wahbah zuhaily, al-Fiqh al-islami wa aadilatuhu, (Syiria: Dar-alfikr, 1985), juz V, Cet.II.

h.293

37 Wahbah zuhaily, al-Fiqh al-islami wa aadilatuhu, (Syiria: Dar-alfikr, 1985), juz V, Cet.II.

h.293

38 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, (Yogyakarta:

Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak, 1996), hal 1186 

Page 44: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 44/89

 

34

 perselisihan dengan jalan damai yang disebut dengan  Masalih ‘alaihi  atau  Badalush

sulh, dan adanya ijab dan qabul dari kedua pihak yang melakukan perdamaian.

Adapun syarat-syarat  Mashalih bih  atau barang-barang yang disengketakan

adalah berbentuk harta yang dapat dinilai, dapat diserah terimkan dan bermanfaat, dan

 barang haruslah diketahui secara jelas agar memperkecil kemungkinan timbulnya

 perselisihan kembali. Selain itu barang yang disengketakan tidak terdapat hak orang

lain didalamnya. Dalam hal ini para ulama sepakat bahwa tidak sah untuk bentuk

kesepakatan, jika terdapat hak orang lain dalam benda/harta yang disengketakan.39

 

 Mushalih ‘anhu tidak sah jika terkait dengan hak Allah seperti perbuatan zina,

mencuri atau minum khamar kemudian berdamai dengan orang yang menangkapnya

atau berdamai dengan memberikan sejumlah uang kepada hakim agar melepasnya, dan

lain-lain. karena syarat utama dari sulhu adalah bukan menghalalkan yang haram dan

 bukan mengharamkan yang halal.40

 

Syarat ini di dukung dengan sabda Rasulullah SAW :

Artinya: dari Abi Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda: Perdamaian itu boleh

(diadakan/dilakukan) diantara sesama muslim, kecuali perdamaian yang

mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram.” (Hadis Riwayat Ibnu

HIbban).41

 

39  Tenngku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqy, Hukum-hukum Fiqh Islam: Tinjauan Antar

Mazhab, (Semarang: PT. Pustaka Rizky Putra,2001), h.55.

40 Tenngku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqy, Hukum-hukum Fiqh Islam: Tinjauan Antar

Mazhab, (Semarang: PT. Pustaka Rizky Putra,2001), h.56.

41 Seperti yang dikutip oleh Wahbah Zuhaily bahwa menurut At-Tirmidzi hadist ini derajatnya

adalah shahih. Lihat Wahbah Zuhaily, al-fiqh al-Islam wa adilatuhu, juz yang ke V, Syira. Dar-al-fikr.

Cet.II. 1985.h.294.

Page 45: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 45/89

 

35

Sedangkan Sayyid sabiq 42

  dan Wahbah Zuhaily43

 mengkatagorikan tiga jenis

 perdamaian, yakni;

1.  Perdamaian ikrar, yakni perdamaian yang terjadi jika pihak tergugat

membenarkan gugatan penggugat dan kemudian mereka berdamai.

2.  Perdamaian ingkar, yakni gugatan yang diajukan penggugat

kepengadilan dengan alasan tergugat telah ingkar terhadap suatu perjanjian yag dulu

telah mereka sepakati. Apabila mereka berdamai maka disebut perdamaian ingkar

3.  Perdamaina  sukut   yakni jika seorang menggugat orang lain tentang

suatu hal, kemudian ia hanya berdiam diri tanpa membenarkan maupun menyangkal.

Apabila kedua belah pihak berdamai maka telah terjadi perdamaian sukut.

Perdamaian sangat dianjurkan dalam ajaran Islam. Dalam Firman Allah

dikatakan bahwa;

                                                                              

                                                                                                                                                          

                                 :تا ر ج ح ل ا )- ( 

Artinya: Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperanghendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar perjanjian

terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampaisurut kembali pada perintah Allah. kalau dia Telah surut, damaikanlah antara

keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allahmencintai orang-orang yang berlaku adil. Orang-orang beriman itu Sesungguhnya

42  Sayyid sabiq, Fiqh Sunnah, (Bandung: PT.Al-Ma’arif, 1987), juz 13, H. 213.

43  Wahbah Zuhaily, al-fiqh al-Islam wa adilatuhu, (Syiria: Dar-al-Fikr, 1985) Juz yang ke V,

Cet.II, h. 295-297

Page 46: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 46/89

 

36

 bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itudan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (Q.S. Al-Hujurat: 9-10)

Berdasarkan ayat diatas , kata ح ال ص ا   disebutkan sebanyak dua kali. Menurut

Quraish Shihab ayat kedua dikaitkan dengan kata عد ل ا ب  (dengan adil). Menurut beliau,

upaya islah pertama banyak kemungkinan menyinggung perasaan yang mengganggu

 jalannya proses perdamaian. Untuk itu perlu mengupayakan perdamaian lagidengan

hati-hati hingga lahirlah keadilan bagi kedua belah pihak.44

 

Kata ص   لحوا   berasal dari kata , ح ال ص ا   yang asalanya adalah ح صل  yang berarti

mufakat.45

 Lawan kata ح ال ص ا   adalah فس yang berarti rusak. Sedangkan ح ال ص ا  adalah

upaya menghentikan kerusakan atau meningkatkan kualitas sehingga manfaatnya lebih

 banyak lagi. Menurut Quraish Shihab, dalam konteks hubungan sosial, nilai-nilai

tersebut tercermin dalam keharmonisan hubungan antara manusia, dan jika hubungan

ini terganggu maka terjadilah kerusakan atau paling tidak berkurang manfaat tersebut.

Hal ini menuntut adanya صال ا yakni perbaikan agar keharmonisan hingga menjadi

 pulih kembali. Dengan demikian terpenuhilah nilai-nilai manfaat dalam hubungan

tersebut hingga lahirlah manfaat dan kemaslahatan bagi keduanya.46

 

Terdapat dua kunci pada ayat ini, yakni kata عدل (Al-‘adl) dan kata س ق (Al-

Qisth). Kata دل  ع (Al-‘Adl) itu, bermakna lurus atau tidak condong kearah manapun.

Jika dikaitkan dengan salah satu Asma Allah, kata عدل ( Al-a‘dl) bermakna bahwa Dia

tidak condong kepada nafsu atau keinginan-keinginan yang dapat membuat dia

44 Quraish Shihab, Tafsir Misbah, (Jakarta: Lentera Hati,2002), Volume 13, h.245-246.

45 Munawwir A.W., Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, (Surabaya:Pustaka

Progresif,1997),Cet,XIII h.788

46 Quraish Shihab, Tafsir Misbah, (Jakarta: Lentera Hati,2002), Volume 13, h.245-246.

Page 47: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 47/89

 

37

condong kearah lain yang mempengaruhi penetapan-penetapan-Nya.47

 Adil dapat juga

dikatakan menepatkan sesuatu pada tempatnya.48

  Sebab kata سط  ق (Al-Qisth), banyak

disamakan artinya dengan Al-adl.49

  Namun sebenarnya terdapat perbedaan antara

keduanya. Mengenai hal ini Quraish Shihab berpendapat bahwa kata قس (Al-Qist)

dan kata دل ع (‘Adl) memiliki perbedaan. Kata سط ق  berarti keadilan yang diterapkan

di atas dua pihak atau lebih atau keadilan yang menjadikan mereka semua senang.

Sedangkan ل عد   adalah menempatkan segala sesuatu pada tempatnya walau tidak

menyenangkan salah satu pihak.50

  Dengan demikian konsep win-win solution  dapat

merupakan salah satu bentuk dari kataسط ق

Ini berarti konsep yang ditawarkan proses

mediasi lebih disukai Allah, karena banyak manfaat bagi kedua belah pihak yang

 bersengketa.

Lebih lanjut Quraish Shihab menambahkan, bahwa Allah lebih menyukai jika

ditegakkannya keadilan walaupun hal tersebut mengakibatkan kerenggangan

hubungan diantara kedua belah pihak yang berselisih, tetapi ia lebih menyukai lagi

 jika keadilan tersebut dirasakan oleh kedua belah pihak sehingga perselisihan tidak

akan menjadi berlarut-larut.51 Dalam hal penyelesaian perselisihan rumah tangga, Al-

 47

 Munawwir A.W., Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, (Surabaya:Pustaka

Progresif,1997),Cet,XIII h.904

48 Ibnu Mandzur, Lisan al- ‘Arab, (Beirut:Darul As-Shodir,2000), Juz ke 10, h.60.

49 Munawwir A.W., Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, (Surabaya:Pustaka

Progresif,1997),Cet,XIII h.1118

50  Quraish Shihab. Tafsir Misbah. Volume 13, h.246. 

51 Quraish Shihab. Tafsir Misbah. Volume 13, h.246. 

Page 48: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 48/89

 

38

Quran telah mengatur beberapa metode dalam penyelesaian konflik yang terjadi di

antara kedua pasangan (suami-istri).

1.  Musyawarah

Musyawarah merupakan salah satu pokok ajaran yang sangat penting dalam

islam. Dalam peribahasa orang Arab dikatakan: “Orang beristikharah tidak akan gagal,

orang yang bermusyawarah tidak akan menyesal”. Maka dari itu, al-Qur’an sangat

mengapresiasi musyawarah sebagai jalan untuk mencapai kesepakatan atau

kemaslahatan. Musyawarah yang dimaksud adalah musyawarah yang dilakukan oleh

kedua pasangan suami istri secara langsung. Terdapat tiga ayat yang berbicara dan

menyebutkan dalam al-Qur’an, yaitu:

                                                                                       

                                                                                           

   

    

   

       

          

 

    

 

  

    

 

          

     

   

       

                                                                                                                                                                   )  قرة: ب ل

  ( 

Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun

 penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayahmemberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak

dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderitakesengsaraan Karena anaknya dan seorang ayah Karena anaknya, dan warispun

 berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun)dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya.

dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimuapabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada

Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al-Baqarah (2) ayat 233)

Page 49: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 49/89

 

39

                                                                                                                                                            

                       :نا ر م ع ل ا )٥٩( 

Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembutterhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka

menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlahampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.

Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepadaAllah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

(Q.S. Ali “imran (3) ayat 159)

                                                                            :را ؤ س ل ا )٨( 

Artinya: Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannyadan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara

mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepadamereka. (Q.S. As-Syura’ (42) ayat 38)

Ketiga ayat diatas mengindikasikan bahwa dengan cara musayawarah, baik itu

kesepakatan ataupun kemaslahatan, dapat tercapai. Musyawarah memang bukan hanya

di peruntukan bagi yang sedang bertikai tetapi juga dalam satu kelompok yang

menghendaki adanya kemaslahatan bagi mereka. Dalam hal ini, penulis

mengkhususkan musyawarah dalam kaitannya dengan pertikaian diantara suami istri.

Memang sebaiknya segala persoalan dalam rumah tangga, baik itu hal yang

sepele sifatnya ataupun besar, diselesaikan lewat musyawara. Hal ini akan membuat

suami atau istri dihargai haknya. Di dalam musyawarah ada penghargaan atas

 pendapat-pendapat pasangan yang juga memiliki hak untuk menentukan arah ataupun

Page 50: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 50/89

 

40

hal yang ingin di capai. Misalnya saja pada ayat yang pertama di atas, ayat tersebut

mengisyaratkan bahwa dalam hal sekecil apapun

Menentukan arah ataupun hal yang ingin dicapai. Misalnya saja pada ayat yang

 pertama diatas, ayat tersebut mengisyaratkan bahwa dalam hal sekecil apapun

dianjurkan untuk melakukan musyawarah terutama dalam menyelesaikan konflik

rumah tangga. Dalam permusyarawaratan ini, kedua belah pihak dapat mengeksplor

lebih jauh keinginan mereka sehingga keduanya dapat meraih kesepakatan bersama

(win-win solution).

2. 

Hakamain

Pada ayat diatas penyelesaiannya yang dianjurkan adalah penyelesaian dengan

 jalan bermusyawarah yang dilakukan oleh kedua belah pihak secara langsung. Namun

 jika masih menemukan jalan buntu, dapat ditempuh dengan mengutus pihak ketiga

yang disebut  hakamain, yakni hakam dari pihak suami dan hakam dari pihak istri.

Adapun hakam yang di maksud disyaratkan haruslah mengetahui permasalahan yang

mereka hadapi. Seperti dalam Firman Allah SWT;

                                                                                                                               : اسن ل ل ا )٥( 

Artinya: Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya,Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari

keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan,

niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Mahamengetahui lagi Maha Mengenal. (An-Nisa’: 33)

Pada ayat sebelumnya (An-Nisa ayat 34), dijelaskan bahwa terdapat tiga

langkah penyelesaian dalam perselisihan rumah tangga yang disebabkan oleh

 pembangkang (nusyuz) yang dilakukan oleh istri, yakni: pertama, memberi nasihat

Page 51: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 51/89

 

41

atau pendapat yang bisa membuat istri menyadari dan menginsyafi kesalahan-

kesalahan yang dilakukannya. Jika tidak dihiraukan oleh istri, maka untuk tidak tidur

dalam satu ranjang. Apabila istri tidak berubah juga maka dianjurkan untuk memukul

istri akan tetapi tidak mukanya.

Ayat ini diartikan secara literal oleh para ulama, and dijadikan dasar

hukum/hujjah untuk menggunakan kekerasan terhadap perempuan jika tidak mematuhi

suaminya. Padahal Rasulullah sendiri tidak pernah memukul istri-istrinya. Lebih

spesipik Fatima Mernisi menjelaskan bahwa, para mufassir banyak yang menjelaskan

 bahwa nusyuz adalah suatu bentuk penolakan untuk mematuhi suami dalam masalah

hubungan badan, termasuk Al-Thabari. Dimana dijelaskan bahwa nusyuz itu adalah

istri yang memperlakukan suaminya dengan kesombongan, menolak untuk

 berhubungan ditempat tidur yang dianggap telah melakukan penolakan yang nyata

untuk melakukan kepatuhan yang diinginkan oleh suami.52

 

Pada ayat selanjutnya dikemukakan terdapat strategi lain dalam menyelesaikan

 permasalahan rumah tangga. Apalagi jika keduanya telah pisah rumah dan tidak

memungkinkan untuk berkomunikasi lagi karena diselimuti amarah. Srategi tersebut

adalah mengutus dua hakam untuk menengahi keduanya, yakni satu hakam dari pihak

suami dan satu hakam dari pihak isteri untuk bermusyawarah. Upaya ini diharapkan

agar dapat sebagai penyambung pesan atau tuntutan dari kedua belah pihak yang

 bertikai dan mencapai kata sepakat.53

 

52  Fatima Mernisi, Menengok Kontroversi Peran Kaum Wanita Dalam Politik (Surabaya,

Dunia Ilmu Offset),1997), h. 217.

Page 52: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 52/89

 

42

Sejalan dengan teori ini, terdapat suatu peristiwa menurut riwayat Imam As-

Syafi’I dalam kitab Al-Umm dan al-Baihaqi di dalam As-Sunan dan beberapa riwayat

lain (Ubaidah Al-Sulaimani)54

  diceritakan bahwa suatu hari datanglah seorang laki-

laki dan seorang perempuan kepada Ali bin Abi Thalib r.a. mereka mengadukan

 perselisihan /syiqaq yang terjadi dalam rumah tangga mereka. Kemudian Ali

memerintahkan agar mengutus dua orang hakam yakni dari pihak suami dan dari pihak

suami dan dari pihak isteri. Kemudian Ali berkata pada dua orang hakam tersebut

tentang tugasnya agar menyelidiki tentang duduknya perkaranya. Namun Ali

menambahkan bahwa jika menurut hakam tersebut keduanya tidak dapat diceraikan

maka hakam tersebut diperintahkan untuk menceraikannya. Ibnu Abbas juga sepakat

ayat ini diperuntukan bagi mereka (suami-isteri) yang telah rusak hubungan rumah

tangganya.55

 Menurut Ali dan Ibnu Abbas, kewenangan yang dimiliki seorang hakam

adalah memiliki hak penuh dalam menyatukan kembali hubungan suami isteri dan

 bahkan menceraikannya. Berbeda dengan Hasan Bishri yang berpendapat bahwa

kewenangan hakam hanya sebatas pada hak untuk menyatukan kembali dan tidak

menceraikan.

Upaya ini banyak diterapkan Negara-negara muslim lain dalam hukum

 beracara di pengadilan. Itu sebabnya metode mediasi secara utuh dikalangan Negara

muslim belum dikenal.

C.  Konsep Perdamaian ( As-Sulhu) Dalam Sistem Perjanjian Hukum Islam

53 Fatima Mernisi, Menengok Kontroversi Peran Kaum Wanita Dalam Politik (Surabaya,

Dunia Ilmu Offset),1997), h. 217. 

54 Lihat Hamka. Tafsir Al-Azhar . Juz V-VI (Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1983)h. 54

55 Lihat Hamka. Tafsir Al-Azhar . Juz V-VI (Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1983) h. 54.

Page 53: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 53/89

 

43

Perjanjian adalah persetujuan (tertulis atau dengan lisan) yang dibuat oleh dua

 pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan menaati apa yang ada di dalam

 persetujuan tersebut.56

 Kesepakatan atau persetujuan yang diraih oleh para pihak yang

 berperkara adalah merupakan tanda bahwa mediasi telah berhasil. Kesepakatan itu

timbul karena para pihak bersengketa telah melakukan al’aqdu (akad) dan al’ahdu

(janji). Kata  عقد adalah mengikat sesuatu dengan sesuatu sehingga tidak menjadi

 baginya dan tidak berpisah dengannya.57

  Abdoerraoef menjelaskan bahwa terdapat

tiga tahap yang terjadi dalam suatu perikatan (al-‘aqdu), yakni:58

 

● Al-ahdu (perjanjian), yaitu pernyataan dari seseorang untuk melakukan

sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dan tidak ada kaitannya dengan orang lain yang

sifatnya mengikat mengikat kedua belah pihak.

● persetujuan, yakni pernyataan setuju dari pihak kedua untuk melakukan

sesuatu atau tidak melakukan sesuatu sebagai reaksi terhadap janji yang dinyatakan

oleh pihak pertama.

● Apabila janji tersebut dilaksanakan oleh para pihak, maka terjadilah yang

dinamakan ‘aqdu (perikatan).

Proses perikatan ini tidak jauh berbeda dengan konsep perikatan milik Subekti,

yakni satu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana

56 Departemen Penddidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,

2005), cet. Ke-3, h.778.

57 Quraish Shihab, Tafsir Misbah: Peran, Kesan dan KeserasianAl-Qur’an, (Jakarta: Lentera

Hati,2002), Volume 3, Cet ,IX, h.7.

58 Munawwir A.W., Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, (Surabaya:Pustaka

Progresif,1997),Cet,XIII h.953

Page 54: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 54/89

 

44

 pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain

 berkewajiban untuk mematuhi tuntutan itu. Dari pejanjian ini, maka terciptalah

hubungan hukum diantara keduanya.59

 

Hasil akhir dari proses mediasi adalah kesepakatan atau perjanjian yang

tertuang dalam bentuk akta perdamaian. Konsep kesepaktan yang dibuat oleh kedua

 belah pihak yang harus memenuhi asas-asas dalam hukum Islam. Syamsul Anwar

mengelompokan 8 (delapan) asas perjanjian dalam Islam ke dalam 8 kelompok 60

,

yakni;

1.  Asas Ibahah (Mabda’ al-Ibahah)

2.  Setiap perjanjian atau perikatan adalah dibolehkan, sampai adanya suatu

aturan yang mengharamkannya. Asas ini adalah asas umum hukum

mu’amalah dalam Islam. Rasulullah bersabda; “Perjanjian diantara orang-

orang muslim itu boleh, kecuali perjanjian yang menghalalkan yang haram

atau mengharamkan yang halal”. Dari Abu Daud, at-Tirmizi, Ibnu Majah,

al-Hakim dan Ibnu Hibban meriwayatkan dari ‘Amir bin Auf.

1.  Asas kebebasan Berakad (Mabda’ Hurriyyah at-Ta’aqud)

Para pihak bebas melakukan transaksi apapun, bebas menentukan objek dari

transaksi, bebas menentukan dengan siapapun. Asas kebebasan berkontrak di dalam

hukum Islam dibatasi oleh ketentuan syari’at Islam. Dalam membuat perjanjian, tidak

dibolehkan ada paksaan, kekhilapan dan penipuan. Adapun kebebasan dalam berakad

59 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1992), Cet.14, h.1.

60 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta: PT.Rajawali Pres, 2007), h.83.

Page 55: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 55/89

 

45

dalam hukum Islam didasarkan pada Firman Allah, yakni: “wahai orang-orang yang

 beriman penuhilah akad-akad (perjanjian-perjajian).” (Q.S. Al-Ma’idah (5):1)61

 

1.  Asas konsensualisme (Mabda’ ar-Radha’iyyah)

Asas ini menghendaki terciptanya suatu perjanjian yang dicukupkan dengan

hanya kata sepakat antara kedua belah pihak tanpa harus dipenuhinya formalitas-

formalitas tertentu. Misalnya terjadi pada transaksi tukar-menukar barang. Pada

transaksi jenis ini para pihak cukup menggunakan kata sepakat saja. Dalil dari asas ini

adalah sabda Nabi SAW, “Sesungguhnya jual beli itu berdasarkan kata sepakat”.62

 

2.  Asas Janji itu Mengikat

Dari kesepakatan akan melahirkan janji. Janji tersebut punya kekuatan untuk

mengikat dalam hubungan hukum yang sudah terjalin dari adnya kesepakatan. Dalam

Al-Qur’an terdapat banyak ayat yang memerintahkan manusia agar memenuhi janji,

diantaranya ”…dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu akan dimintakan

 pertanggung jawabannya”. (Q.S. Al-Isra’ (17):34). Dalam ayat ini jelas dikatakan

 bahwa Allah memerintahkan umat manusia untuk memenuhi janji terhadap siapapun

orang yang kita janjikan. Karena janji yang kamu janjikan akan diminta pertanggung

 jawabannya oleh Allah kelak di hari kemudian.63

 

3.  Asas keseimbangan (Mabda’ at-Tawaazun fi al-Mu’awahah)

  Dalam perjanjian atau perikatan, kedua belah pihak menanggung resiko dan

61 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta: PT.Rajawali Pres, 2007), h.83

62 Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, (Beirut: Dar al-Fikr,t.t), Hadis no.2185, Juz II, h.737.

63 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta: PT.Rajawali Pres, 2007), h.83

Page 56: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 56/89

 

46

keuntungan yang adil, hingga masiing-masing pihak tidak aka nada yang merasa

dirugikan.64

 

4.  Asas Kemaslahatan (Tidak Memberatkan)

Asas kemaslahatan yang dimaksud disini adalah akad yang dibuat oleh para

 pihak memiliki tujuan untuk kemasalahatandan tidak menimbulkan kesulitan bagi

salah satu pihak untuk memenuhi isi dari kesepakatan tersebut.65

 

5.  Asas Amanah

Perjanjian yang dibuat dan disepakati kedua belah adalah bentk dari amanah

yang harus dilaksanakan. Kedua belah pihak harus beritikad baik untuk memenuhi isis

 perjanjian dan terbuka dalam informasi apapun terkait dengan kesepakatan yang di

 buat.66

 

6.  Asas keadilan

Tujuan akhir yang hendak diwujudkan oleh hukum adalah keadilan. Dalam

Alqur’an dikatakan bahwa, “Berlaku adilah, karena itu lebih dekat kepada takwa”.

(Q.S. al-Ma’idah (5): 3). Sedangkan asas hukum perikatan menjadi 6 asas67

, yakni;

AsasIllahiyyah, asas kebebasan (al-Hurriyah), Asas kerelaan (al-Ridha), Asas

kejujuran dan kebenaran (al-Shidq), dan Asas Tertulis (al-Kitabah).

64 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta: PT.Rajawali Pres, 2007), h.83.

65 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta: PT.Rajawali Pres, 2007), h.83.

66 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta: PT.Rajawali Pres, 2007), h.83.

67 Faturrahman Djamil, Hukum Perjanjian Syari’ah, dalam Kompilasi Hukum Perikatan oleh

Mariam Darus Badrulzaman, (Jakarta: Citra aditya Bakti: 2001), Cet.1, h. 249-251. Lihat juga Gemala

Dewi, dkk. Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Kencana, 2006), h. 30

Page 57: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 57/89

 

47

Pada asas ini di jelaskan bahwa setiap upaya perdamaian haruslah memenuhi

unsur Ilahiyyah, kebebasan (asal tidak menghalalkan yang haram dan mengharamkan

yang halal), unsur kerelaan dari kedua belah pihak, unsur kebenaran dan kejujuran dari

keduanya dan dituangkan dalam bentuk tertulis. Dalam mediasi, asas tertulis dalam

sebuah kesepakatan dituangkan dalam bentuk akta perdamaian yang dibuat di depan

 Notaris atau bawah tangan dan dapat pula dikukuhkan dalam bentuk putusan

 perdamaian oleh hakim yang memaksa perkaranya.

Page 58: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 58/89

 

48

BAB IV

IMPLEMENTASI MEDIASI DALAM PENYELESAIAN PERCERAIAN

A.  Profil Pengadilan Agama Depok

1.  Dasar Pembentukan

Seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan kota Depok yang berawal dari

satu wilayah Kecamatan Depok berkembang menjadi kota Adminstratif sebgai bagian

dari Kabupaten Bogor kemudian menjadi Kota Depok, dibentuk pula

PengadilanAgama Depok berlaqndaskan Keputusan Presiden Republik Indonesia

 Nomor 62 Tahun 2002 tanggal 28 Agustus 2002. Pengadilan Agama Depok

diresmikan pada tanggal 25 juni 2003 oleh Walikota Depok di Balai Kota Depok dan

mulai menjalankan fungsinya sejak tanggal 1 Juli 2003. Selain itu yang menjadi dasar

 pertimbangan perlunya dibentuk Pengadilan Agama Depok adalah antara lain:

a.  Depok telah menjadi sebuah Pemerintahan Kota, yang berdiri sendiri

lepas Pemkab. Bogor yang perlu dibentuk/adanya sebuah Pengadilan Agama sesuai

Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989.

 b.  Perkara-perkara yang harus diselesaikan oleh PA Cibinong, 55%nya

 berasal dari penduduk yang berdomisili di Depok, sesuai hasil studi kelayakan.

c.  Untuk melaksanakan asas cepat dalam penyelesaian perkara, karena

Pemerintah Kota Depok harus menempuh jarak yang jauh ke PA Cibinong.

d.  Jumlah penduduk yang beragama Islam di Depok telah

mencapai…(…%) dari jumlah penduduk Kota Depok.  68 

2.  Yurisdiksi

68  Selayang Pandang Pengadilan Agama Depok, 2005.

Page 59: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 59/89

 

49

Wilayah hukum (yurisdiksi) Pengadilan Agama Depok semula tunduk dan

menjadi kewenangan relatif Pengadilan Agama Cibinong. Namun setelah berdiri

sendiri berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2002

Tentang Pembentukan Pengadilan Agama Depok dan diresmikan operasionalnya oleh

Bapak Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelengaraan Haji

Departemen Agama Republik Indonesia pada tanggal 25 Juni 2003 M, bertepatan

dengan tanggal 24 Rabiul Awal 1424 H, maka wilayah Pemerintah Kota Depok juga

merupakan wilayah hukum di Pengadilan Agama Depok 69

.

Selama tiga tahun beroperasi, Pengadilan Agama Depok berkantor di Jl.

Bahagia Raya No. 11 dengan mengontrak rumah penduduk, kemudian pada tangal 20

Februari 2007, Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Bagir Manan,

meresmikan kantor Pengadilan Agama Depok yang baru di Bandung bersamaan

dengan peresmian kantor Pengadilan Agama Bandung. Kantor Pengadilan Agama

Depok yang baru tersebut, berdiri di atas tanah hibah Pemrintah Kota Depok seluas

1.417 m2 dengan luas bangunan 600 m2 yang beralamat di Jl. Boulevard Sektor

Anggrek Grand Depok City (d.h. Kota Kembang), Depok, dan sejak tanggal 1 Maret

2007 seluruh aktivitas pelayanan dipindahkan dari kantor Pengadila Agama yang lama

ke kantor Pengadilan Agama yang baru tersebut.70

 

Berdasarkan Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung Republik Indonesia,

nomor 039/SEK/SK/IX/2008, tentang Peningkatan Kelas Pada 19 (Sembilan belas)

69  Jejen Nursalim,” Sejarah Pengadilan Agama Depok”. Artikel diakses pada 2 Agustus 2010

dari http://padepok.pta-bandung.net.

70 Jejen Nursalim,” Sejarah Pengadilan Agama Depok”. Artikel diakses pada 2 Agustus 2010

dari http://padepok.pta-bandung.net. 

Page 60: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 60/89

 

50

Pengadilan Agama Kelas II Menjadi Kelas IB, tertanggal 17 September 2008,

Pengadilan Agama Depok yang semula kelas II kemudian menjadi Kelas IB.

a.  Letak Geografis dan luas wilayah Pengadilan Agama Depok

Secara geografis Kota Depok terletak pada koordinat 6o 19’ 00”- 6o 28’ 00”

Lintang Selatan dan 106o 43’ 00” – 106o 55’ 30” Bujur Timur. Secara geografis, Kota

Depok berbatasan langsung dengan Kota Jakarta atau berada dalam lingkungan

wilayah Jabotabek.71

 

Bentang alam Kota Depok dari Selatan ke Utara merupakan daerah dataran

rendah perbukitan bergelombang lemah, dengan elevasi antara 50 – 140 meter diatas

 permukaan laut dan kemiringan lerengnya kurang dari 15%. Kota Depok sebagai

wilayah termuda di Jawa Barat, mempunyai luas wilayah sekitar sekitar 200,29 km2.72

 

Kondisi geografinya dialiri sungai-sungai besar yaitu Sungai Ciliwung dan

Cisadane serta 13 sub Satuan Wilayah Aliran Sungai. Disamping itu pula terdapat pula

25 situ. Data luas pada Tahun 2005 sebesar 169,68 Ha, dengan kualitas air rata-rata

 buruk akibat tercemar.

Kondisi tofografinya berupa dataran rendah bergelombang dengan kemiringan

lereng yang landai menyebabkan banjir di beberapa wilayah, terutama kawasan

71 Selayang Pandang Pengadilan Agama Depok,2005, h.4

72 Selayang Pandang Pengadilan Agama Depok, 2005. h,5

Page 61: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 61/89

 

51

cekungan antara beberapa sungai yang mengalir dari selatan menuju utara: Kali

Angke, Sungai Ciliwung, Sungai Pesanggrahan dan Kali Cikeas.73 

b. 

Kompetensi Absolut dan Relatif Pengadilan Agama Depok

Kompetensi absolut yaitu kekuasaan Pengadilan yang berhubungan dengan

 jenis perkara yang ditangani oleh Pengadilan Agama Depok. Adapun kompetensi

absolut Pengadilan Agama mengacu pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Pasal

49, yaitu:

1)  Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan

menyelesaikan perkara-perkara di tiingkat pertama antara orang-orang

yang beragama Islam di bidang:

a)  Perkawinan

 b)  Kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam

c)  Wakaf dan shadaqah

2)  Bidang perkawinan yang dimaksud dalam ayat (1) huruf (a) ialah hal-

hal yang diatur dalam dalam atau berdasarkan Undang-undang

mengenai perkawinan yang berlaku.

3)  Bidang kewarisan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf (a)

ialah penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penetuan

mengenai harta peniggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris

dan melaksanakan pembagian harta peniggalan tersebut.

4)  Bidang Ekonomi Syari’ah

73 Selayang Pandang Pengadilan Agama Depok, 2005.h.5

Page 62: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 62/89

 

52

Sedangkan yang dimaksud dengan kompetensi relatif yaitu kekuasaan

Pengadilan Agama Depok dalam mengadili berdasarkan wilayah atau daerah

yurisdiksinya. Adapun kompetensi relatif Pengadilan Agama Depok adalah seluruh

wilayah yang secara administratif di naungi oleh Kotamadya Depok,

Kompetensi relatif ini memiliki arti sangat penting sehubungan dengan

 pengadilan manakah seseorang akan mengajukan perkara dan sehubungan hak eksepsi

tergugat.

3. 

Struktur Organisasi Pengadilan

Struktur organisasi Pengadila Agama Depok adalah Sebagai berikut:

1.  Pimpinan:

Ketua : Dra. Nia Nurhamidah R, M.H.

Wakil Ketua : Drs. H. Toha Mansyur, S.H.,M.H.

Panitera sekretaris : Drs. H. Asop Ridwan, M.H

2. 

Tenaga Fungsional:

Para Hakim yaitu:

1.  Drs. Azid Izuddin. M.H.

2.  Dra. Taslimah. M.H

3.  Drs. Sarnoto. M.H.

4.  Dra. Sulkha Harmiyanti. S.H.

5.  Drs. Agus Abdullah. M.H.

6.  Dra. Hj.Siti Nadirah

7.  Drs. H.A. Baidowi. M.H

Page 63: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 63/89

 

53

8.  Dra. Nurmiwati

3.  Kepaniteraan/Kesekretariatan:

a.  Panitia Sektretaris dibantu oleh:

Wakil Panitera : Endang Ridwan, S.ag.

Panitera Muda Pemohon : Mumu, S.H., M.H.

Panitera Muda Gugatan : M. Ali Apriddy, S.H.

Panitera Muda Hukum : Drs. E. Arifudin

Serta beberapa orang Panitera Pengganti dan Jurusita Pengganti, sesuai dengan

Pasal 26 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989.

74

 

 b.  Sekretaris dibantu oleh:

Wakil Sekretaris : H. Supjadin, S.ag.

Kepala Urusan Kepegawaian : Indra Ari Setiawan, S.H.

Kepala Urusan Keuangan : Siti Aisah, S.H.

Kepala Urusan Umum : Mataris, S.H.

B. 

Praktek Mediasi Di Pengadilan Agama Depok

Dengan ditetapkannya Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia

(Perma) Nomor 01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, telah terjadi

 perubahan fundamental dalam praktek peradilan di Indonesia. pengadilan tidak hanya

 bertugas dan berwenang memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara yang

diterimanya, tetapi juga berjkewajiban mengupayakan perdamaian antara pihak-pihak

yang berperkara. Pengadilan yang selama ini berkesan sebagai lembaga penegakan

74 Siddiki, Drs., Mediasi Di Pengadilan dan Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya

 Ringan, www.badilag.net, 2009, h.2

Page 64: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 64/89

 

54

hukum dan keadilan, tetapi sekarang pengadilan juga menampakan diri sebagai

lembaga yang mencarikan solusi damai antara pihak-pihak yang bertikai.75

 

Pemberlakuan Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di

Pengadilan diharapkan menjadi tonggak awal keefektifan mediasi, bukan hanya dalam

tataran teoritis melaikan juga praktis, karena Perma tersebut adalah hasil

 penyempurnaan dari pembacaan pengalaman dari Perma sebelumnya, yakni Perma No

2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang dianggap kurang begitu

efektif dalam penyelesaian perkara di pengadilan.

Secara prinsipnya, hukum mediasi tercantum dalam pasal 2 ayat (2) Perma

 Nomor 01 Tahun 2008 yang mewajibkan setiap hakim, mediator dan para pihak untuk

mengikuti prosedur mediasi menurut Perma ini merupakan pelanggaran terhadap Pasal

130 HIR dan atu pasal 154 Rbg. Yang mmengakibat kan putusan batal demi hukum.

Artinya, semua perkara yang masuk ke Pengadilan tingkat pertama tidak mungkin

melewatkan acara mediasi. Karena apabila hal ini terjadi resikonya akan fatal.76 

Pemberlakuan Perma mediasi yang terbilang masih baru ini juga di praktikan

di Pengadilan Agam Depok sebagai salah satu institusi yang memperaktikan mediasi,

karenanya Pengadilan Agama Depok butuh waktu penyesuaian untuk bisa

memaksimalkan tingkat keefektifan Perma No 1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi

di Pengadilan.77 

75 Siddiki, Drs., Mediasi Di Pengadilan dan Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya

 Ringan, www.badilag.net, 2009, h.2

76 Siddiki, Drs., Mediasi Di Pengadilan dan Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya

 Ringan, www.badilag.net, 2009, h.2

77 Sarnoto, Drs., MH., Hakim Mediator Pengadilan Agama Depok, Wawancara Pribadi,

Depok, tgl 7 Agustus 2010

Page 65: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 65/89

 

55

Dalam pemberlakuannya Perma tersebut, Pengadilan Agama Depok yang

 berasakan sederhana, cepat dan biaya ringan mengambil langkah/pola fleksibel, yakni

setelah hakim menentukan mediator yang di tunjuk, maka para pihak dipanggil untuk

menghadap mediator pada hari itu juga, menentukan waktu mediasi secara bersama

dan hakimpun langsung menunda persidangan. Selain memudahkan para pihak yang

 berperkara, hal tersebut juga dimaksudkan agar meringankan biaya dan penghematan

waktu. Meskipun demikian, Pengadilan Agama Depok tetap perpedoman pada Perma

no. 1 tahun 2008.

C. 

Faktor-Faktor Penghambat Dalam Proses Mediasi di Pengadilan Agama Depok

Hampir segala hal yang berkenaan dengan mediasi sebagai salah satu bentuk

 penyelesaian sengketa alternative atau ADR (alternative Dispute Resolution) telah

diatur dalam Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

sebagai revisi dari Perma sebelumnya. Hanya saja dalam prakteknya di pengadilan

Agama Depok, kefektifan yang maksimal dari peraturan tersebut belumlah dapat

dirasakan nyata bila dilihat dari tingkat keberhasilannya dalam mendamaikan

 pasangan suami istri yang ingin bercerai tidak mencapai angka di atas 10%

(setidaknya pada kurun waktu 2007-2008).

Memang ada beberapa kendala teknis, dalam mengaplikasikan Perma 2008,

diantaranya:

1.  Fasilitas

Ruangan mediasi yang kurang memadai, menjadi kendala utama dalam

ketidakefektifan acara mediasi. Tentunya dengan ruangan yang nyaman akan tercipta

suasana yang mendukung. Drs. Sarnoto, M.H. seorang hakim mediator di Pengadilan

Page 66: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 66/89

 

56

Agama Depok mempunyai impian Pengadilan Agama Depok memiliki ruang mediasi

yang nyaman, bahkan kalau bisa di lengkapi tape yang akan mengiringi acara mediasi

dengan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an atau nasyid agar sejuk.78

 

2. 

Durasi waktu mediasi, yakni 40 hari yang bisa di tambah 14 hari.

Kurang adanya inisiatif dari pegadilan Agama Depok untuk memaksimalkan

waktu dari proses mediasi. Karena dengan pemaksimalan waktu maka akan semakin

menumpuk jumlah perkara yang tersisa dan akan memakan biaya yang lebih banyak.

3.  Biaya.

Dalam pasal 10 ayat 1 Perma No.1 tahun 2008 tentang prosdur Mediasi di

Pengadilan mengenai Honorarium Mediator disebutkan bahwa Penggunaan jasa

Mediator sendiri tidak dipungut biaya, justru bisa menjadi kendala dan penyebab

kurang pedulinya hakim hakim mediator, sehinga ia kurang memaksimalkan upaya

 perdamaian.

4.  Kurang keseragaman format acara mediator

Tidak adanya keseragaman dalam format acara kadang menjadi tidak

 berimbang antara perkara yang satu dengan yang lainnya, bahkan kadang para pihak

yang berperkara tidak dipanggil/diundang untuk acara mediasi.

5.  Hakim yang bersertifikat mediator.

Kurangnya jumlah hakim yang bersertifikat sedikit banyak mempengaruhi

hasil dari keberhasilan mediasi, Karena bila seorang hakim telah memiliki sertifikat

tersebut, maka ia dianggap layak serta menguasai trik dan strategi dalam proses

78  Sarnoto, Drs., MH., Hakim Mediator Pengadilan Agama Depok, Wawancara Pribadi,

Depok, tgl 7 Agustus 2010.

Page 67: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 67/89

 

57

 perdamaian. Dalam hal ini Pengadilan Agama Depok baru memiliki dua hakim yang

 bersertifikat mediator. 

D.  Analisa Penulis

Secara umum, pihak yang bersengketa menggunakan jalur mediasi sebagai

 penyelesaian sengketa dapat menemukan beberapakeuntungan, diantaranya:

1.  Proses cepat

Persengketaan yang banyak ditangani oleh pusat –pusat mediasi public dapat

dituntaskan dengan pemeriksaan yang hanya berlangsungdua hingga tingga minggu

dan rata-rata waktu yang digunakan setiap pemeriksaan atau setiap kali pertemuan

hanya berkisar satu sampai satu setengah jam saja. Hal ini sangat berbeda jauh dengan

 jangka waktu yang digunakan dalam proses arbitrase dan proses litigasi.

2.  Bersifat rahasia.

Segala sesuatu yang diucapkan selama pemeriksaan mediasi bersifat sangat

rahasia. Hal ini dikarenakan dalam proses mediasi pemeriksaannya tidak dihadiri oleh

 publik. Hal tersebut sangat berbeda dengan pemeriksaan lewat proses litigasi. Untuk

 perkara-perkara yang pemeriksaannya atau persidangannya terbuka untuk umum dapat

dihadiri oleh public atau diliputi oleh pers sehingga sebelumpengambilan keputusan

dan dapat bermunculan berbagai opini public yang ada gilirannya dapat berpengaruh

 pada sikap para pihak yang bersengketa dalam menyikapi putusan majlis hakim.

3.  Murah.

Sebagian besar pusat-pusat mediasi publik menyediakan pelayanan biaya

sangat murah dan juga tidak perlu membayar biaya pengacara karena dalam proses

mediasi kehadiran seorang pengacara kurang dibutuhkan.

Page 68: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 68/89

 

58

4.  Adil.

Solusi bagi suatu persengketaan dapat diserasikan dengan kebutuhan-

kebutuhan atau keinginan-keinginan para pihak yang bersengketa dan oleh sebab itu

 pulalah keputusan yang diambil atau dihasilkan dapat memenuhi rasa keadilan para

 pihak.

5.  Pemberdayaan individu.

Orang yang mengalokasikan sendiri masalah sering kali merasa mempunyai

lebih banyak kuasa dari pada mereka yang melakukan advokasi melalui wakil seperti

 pengacara.

Keuntungan-keuntungan tersebut tentu saja dapat terjadi jika mediasi

dilaksanakan sesuai dengan prosedur aturan yang ada, bukan seperti yang acap kali

terjadi yang berakibat pada ketidak maksimalan bahkan kegagalan proses perdamaian

itu sendiri.

Pengadilan Agama Depok sendiri sebagai sebuah institusi yang

mengaplikasikan mediasi tersebut, meskipun secara prinsip mengacu pada Perma No.

1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, acap kali kurang

memaksimalkan waktu pelaksanaan mediasi sehingga berakibat juga pada kurang

maksimalnya hasil pencapaian dan kesuksesan dalam upaya perdamaian.

Menilai kekurang efektifan hasil mediasi ( setidaknya tahun 2009-2010) dan

melihat faktor-faktor yang selama ini kerap menghambat keberhasilan mediasi,

 penyusun berasumsi bahwa perlu penegasan terhadap masalah penguasaan materi dan

strategi dalam mediasi, dengan mengikuti pendidikan bagi para mediator (khususnya

hakim), serta dengan benar-benar memaksimalkan waktu mediasi, karena substansi

Page 69: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 69/89

 

59

mediasi adalah proses yang harus dijalani secara sungguh-sungguh untuk mencapai

 perdamaian.

Barangkali untuk langkah kedapan ada beberapa hal masukan dari penulis

untuk menjadikan mediasi sebagai sarana upaya perdamaian yang lebih berdaya guna

dan berhasil-guna. Juga untuk menigkatkan profesionalisme mediator sebagai

komponen penting dalam mediasi. Pertama, menurut Pasal 7 ayat (1) Perma Nomor 01

Tahun 2008, pada hari siding yang telah ditentukan yang dihadiri kedua belah pihak,

hakim mewajibakan para pihak untuk menempuh mediasi. Dari ketentuan ini bahwa

 proses mediasi merupakan kewajiban pihak-pihak yang berperkara yang mana kalau

tahapan mediasi ini tidak dilalui oleh pihak-pihak, maka majelis hakim juga wajib

untuk menolak/tidak menerima gugatannya. Apabila majelis hakim terus memperoses

 perkara tersebut maka putusannya batal demi hukum.

Persoalannya jika pada sidang hanya dihadiri oleh penggugat tetapi tidak

dihadiri oleh tergugat, maka terhadap perkara tersebut tidak wajib melalui proses

mediasi. Padahal menurut Pasal 4 Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur

Mediasi di Pengadilan, menyatakan bahwa semua sengketa perdata yang ajukan

kepengadilan Tingkat Pertama wajib lebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui

 perdamaian dengan bantuan mediator. Menurut Pasal 4 ini semestinya semua perkara

tanpa terkecuali harus melalui proses mediasi, apakah dihadiri oleh kedua belah pihak,

atau hanya dihadiri oleh satu pihak saja. Jalan keluar dari persoalan ini menurut

 penulis, seharusnya bukan hakim pemeriksa perkara mediator yang menunjuk

mediator. Tetapi sejak perkara telah terdaftar di Pengadilan, maka Ketua Pengadilan

yang harus menunjuk mediator guna memediasi pihak-pihak yang berperkara supaya

Page 70: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 70/89

 

60

 berdamai. Apabila pihak-pihak belum melakukan proses mediasi secara formal sesuai

dengan penetapan Ketua Pengadilan, maka Ketua Pengadilan belum boleh menetapkan

Majlis Hakim untuk memeriksa perkaranya. Dengan ini mediasi akan lebih berdaya

guna karena sejak awal mediator secara proaktif akan menghubungi pihak-pihak yang

 berperkara supaya berdamai. Resikonya biaya memang akan membengkak. Tetapi

 biaya ini murni untuk proses mediasi. Masyarakat akan mendapatkan pelajaran bahwa

setiap mengajukan perkara ke pengadilan, perkaranya baru akan diperiksa majelis

hakim apabila sudah melalui proses mediasi secara formal. Secara proses alamiyah

nantinya masyarakat akan menjadi mandiri dengan mencari solusi sendiri secar damai

terhadap perkara yang dihadapinya. Setelah mediator bekerja dan member laporan

secara tertulis bahwa pihak-pihak yang berperkara tidak bisa didamaikan, maka baru

Ketua Pengadilan membuat penetapan tentang penunjukan majlis hakim pemeriksa

 perkara. Apabila berhasil damai, perdamaian itu bisa dengan penetapan Ketua

Pengadilan, bisa juga cukup dengan tanda tangan mediator dan pihak-pihak yang

 berperkara. Dengan demikian majelis hakim pemeriksa perkara tidak akan direpotkan

dengan proses mediasi, jadi murni sendirinya sudah melalui proses mediasi. Apabila

tidak, maka majelis hakim tersebut berwenang untuk menolak/tidak menerima

gugatannya.

Gagasan penulis tentang proses mediasi tidak akan menunggu asas peradilan

yang harus dilaksanakan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan. Bahkan justru

memperkuat asas tersebut karena membantu pihak-pihak yang berperkara untuk

menyelesaikan perkaranya sendiri.

Page 71: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 71/89

 

61

Kedua, mengenai biaya. Dalam pasal 10 ayat (1) Perma Nomor 1 Tahun 2008

tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan disebutkan bahwa penggunaan jasa mediator

hakim tidak dipungut biaya. Dalam ayat (2)nya disebutkan bahwa uang jasa mediator

 bukan hakim ditanggung bersama oleh pihak atau berdasarkan kesepakata para pihak.

Ketentuan ini kurang adil. Menurut penulis semestinya semua mediator mendapatkan

uang jasa. Kalau non hakim uang jasanya dari para pihak-pihak, maka kalau unsure

hakim uang jasanya ditanggung oleh Negara. Pasal 25 ayat (1) Perma Nomor 01 Tahu

2008 M.A. menyediakan insentif bagi hakim yang berhasil menjalankan fungsi

mediator, tetapi ketentuan ini tidak bergigi karena Perma sebagaimana yang

dimaksudkan oleh ayat (2) nya sampai sekarang belum ada. Menurut penulis

semestinya semua hakim atau orang yang menjalankan fungsi mediator mendapatkan

uang jasa dari Negara berdasarkan Perma yang sudah ada, begitu juga dengan

mediator bukan hakim, ia dapat mengambil haknya, jika ia berhasil melaksanakan

tugasnya dengan baik, dan ini,merupakan suatu tantangan bagi para mediator untuk

 bisa memaksimalkan mungkin menjalankan tugas sebagai juru damai dengan baik.

Dengan ketentuan yang ada sekarang, maka bisa jadi hakim atau siapapun yang

menjadi mediator akan bekerja secara asal-asalan atau hanya sekedar untuk memenuhi

standar legalitas formal bahkan ajang bisnis (bagi mediator non hakim). Kalau cara

kerja seperti ini terus berlanjut, maka mediasi sebagai alternative penyelesaian perkara

di pengadilan hanyabakan berwujud sebagai hayalan belaka.

Tapi seandainya uang jasa bagi mediator hakim benar terwujud, jangan sampai

 para hakim menjadi salah niat. Drs. Sarnoto, M.H mengatakan bahwasanya ketentuan

ini sudah adil, mediasi adalah bagian dari tugas dan pekerjaan kami sebagai hakim,

Page 72: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 72/89

 

62

kami hanya berniat membantu para pihak yang berpekara untuk menemukan jalan

keluar, titik temu dan kesepakatan.79

  Tapi menurut saya alangkah lebih baiknya

seandainya Negara memberikan uang jasa dan sejenisnya kepada mediator hakim,

demi kesejahteraan hakim juga demi terselenggaranya mediasi yang baik.

Ketiga, perlunya pendidikan mediator bagi para hakim. Mengingat jumlah

hakim yang bersertifikat mediator sekarang jumlahnya masih sangat sedikit, padahal

dalam perdamaian sengketa (khususnya perceraian) perlu keahlian khusus, yang

mencakup berbagai disiplin ilmu, seperti ilmu jiwa, psikologi, dan memahami tentang

 berbagai watak karakter.

Sejatinya, mediasi bukan hanya sekedar untuk memenuhi syarat legalitas

formal, tetapi merupakan upaya sungguh-sungguh yang harus dilakukan oleh pihak-

 pihak terkait untuk mencapai perdamaian. Mediasi adalah merupakan upaya pihak-

 pihak yang berperkara untuk berdamai demi kepentingan pihak-pihak itu sendiri.

79 Sarnoto, Drs., MH., Hakim Mediator Pengadilan Agama Depok, Wawancara Pribadi,

Depok, tgl 7 Agustus 2010.

Page 73: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 73/89

 

63

BAB V

PENUTUP

A. 

Kesimpulan

Setelah penulis mengkaji dan memaparkan pembahasan skripsi ini, maka dari

hasil penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan:

1.  Pengadilan Agama Depok secara prinsipnya telah menlaksanakan mediasi

sesuai dengan Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan,

menjadikan Perma tersebut sebgai acuan dalam mengaplikasikan Mediasi.

2.  Tingkat kefektifan mediasi di Pengadilan Agama Depok masih kurang

maksimal, mengingat prosentase keberhasilan pada tahun 2009 tidak mencapai lebih

dari 10%.

3.  Faktor-faktor yang menjadi penghambat keberhasilan mediasi di Pengadilan

Agama Depok diantaranya adalah kurang pemaksimalan waktu, biaya, tidak adanya

keseragaman dalam acara mediasi serta kurangnya hakim mediator bersertifikat yang

 bisa berakibat pada mutu dan kualitas proses perdamaian itu sendiri. 

B.  Saran-saran

Diakhir penulisan skipsi ini, penulis mengajukan saran-saran, baik yang

 berkaitan langsung maupun tidak berkaitan langsung dengan pokok pembahasan

dalam skripsi ini, sebagai sumbang saran yang sekiranya bermanfaat bagi segenap

civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pengadilan Agama Depok,

masyarakat pencari keadilan dan umat Islam pada umumnya.

1.  Kepada pemerintah, sesuai dengan konsideran PERMA huruf (d), penulis berharap

 proses mediasi tidak hanya sekedar PERMA namun dibuat peraturan-peraturan

Page 74: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 74/89

 

64

 perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya agar kekuatan hukumnya lebih

kuat.

2.  Kepada para hakim yang menangani perkara perdata supaya berusaha semaksimal

mungkinuntuk memberikan pencerahan perdamaian kepada para pihak. Karena

mediasi merupakan produk Islami dalam rangka penyelesaian sengketa di pengadilan.

Oleh sebab itu, mediasi melalui mediator harus dilaksanakan secara optimal sebagai

 bagian dari sebuah proses ijthad demi mendapatkan keputusan yang dapat memenuhi

rasa keadilan bagi kedua belah pihak.

3. 

Kepada para pihak yang berperkara di pengadilan agar mematuhi aturan yang telah di

tetapkan, sehingga tidak menghambat prosedur peradilan. Karena selain bermanfaat

untuk masa sekarang mediasi juga bermanfaat untuk kehidupan para pihak di masa

mendatang. Karena penyelesaian sengketa melalui mediasi mengutamakan prinsip-

 prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat yang selaras dengan budaya bangsa

Indonesia, maka sudah selayaknya mediasi diterapkan secara meksimal dalam proses

 penyelesaian sengketa dipengadilan.

4.  Bagi peneliti selanjutnya yang hendak membahas tema yang sama, kami menyarankan

agar dapat membahas mengenai mediasi dalam masalah waris untuk lebih melengkapi

dan menyempurnakan data mengenai mediasi seperti pembahsan skripsi ini.

Page 75: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 75/89

 

65

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Karim dan Terjemahannya, Departemen Agama RI.

Abbas, Syahrizal, Prof. Dr.,  Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat,dan Hukum Nasional. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.

Abdurahman. Kompilasi Hukum Islam. Jakarta: Akademika Pressindo, 1997.

Al Albani, Muhammad Nashiruddin. Ringkasan Shohih Muslim Buku I . Cet. I. Jakarta:Pustaka Azzam, 2003.

Al kahlani, Sayyid Al Imam Muhammad bid Ismail dan As San’ani, Subulus As

Salam, Bandung: Maktabah Dahlan, tth, Jilid 3

Anshori, Abdul Ghofur. Peradilan Agama di Indonesia Pasca UU No. 3 Tahun 2006(sejarah, kedudukan dan kewenangan). cet. I. Yogyakarta: UII Press, 2007.

Bakri, A Rahman dan Ahmad Sukarja SH.  Hukum Peerkawinan Menurut Undang-

undang Perkawinan dan Hukum Perdata BW . Jakarta: Hidakarya Ag Mg,1981.

Bambang Sunggono.  Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, cet. Ke.-6, 2003.

Budiardjo, Ali dkk. Reformasi Hukum di Indonesia. Jakarta Cyber Cunsult, 2000.

Buku Komentar Peraturan Mahkamah Agung RI No. 01 Tahun 2008 TentangPelaksanaan Mediasi di Pengadilan.

Daud Ali, Muhammad.  Hukum Islam dan Peradilan Agama. Cet. Ke-2, Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada, 2002.

Effendi, M Zein, Satria.  Analisis Yurisprudensi Tentang Pembatalan Nikah (Mimbar

 Hukum). Jakarta: PT Intermasa, 1997.

Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtisar Baru Van Hoeve, 1997.

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta.  Buku Pedoman Penulisan Skripsi. Jakarta:

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2007.

Harahap, M. Yahya.  Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan

Penyelasaian Sengketa. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1997.

Hasan Ayub, Syaikh. Fikih Keluarga. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2004.

Page 76: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 76/89

 

66

Manan, Abdul, H, DR., S.H., S.ip., M. Hum., Penerapan Hukum Acara Perdata di

 Linkungan Peradila Agama. Jakarta: Al-Hikmah, 2000.

Manaf, Abdul.  Refleksi Beberapa Materi Cara Beracara di Lingkungan Peradilan

 Agama. Bandung: Mandar Maju, 2008.

Mubarok, Dr Jaih. Peradilan Agama di Indonesia. Bandung: Pustaka Bani Quraisy,

2004.

Muhammad, Abd Kodir.  Hukum Acara Perdata Indonesia. Cet VIII, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2002.

Rafiq, Ahmad. Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998.

Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah Jilid 3. Penerjemah Nor Hasanuddin, dkk. Jakarta: Pena

Pundi Askara, 2006.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, Cet. Ke-3. Bandung:Alfabeta, 2007.

Soeroso, R., Praktek Hukum Acara Perdata. Cet ke-5, Jakarta: Sinar Grafika, 2003.

Suma, Muhammad Amin.  Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam. Jakarta: PT.

Grafindo Persada, 2004

Tri Wahyudi, Abdullah. Peradilan Agama di Indonesia. Yogykarta: Pusaka Pelajar,2004.

Yanggo, Chuzaimah Tahido dan Anshari, Hafiz. Problematika Hukum Islam

Kontemporer , Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002.

Waluyo, Bambang. Penelitian Hukum Dalam Praktek . Jakarta: Sinar Grafika, Cet. Ke-2, 2006

Page 77: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 77/89

Page 78: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 78/89

Page 79: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 79/89

Page 80: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 80/89

Page 81: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 81/89

Page 82: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 82/89

Page 83: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 83/89

Page 84: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 84/89

Page 85: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 85/89

Page 86: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 86/89

Page 87: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 87/89

Page 88: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 88/89

Page 89: Lukmanul Hakim.fsh

7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh

http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 89/89