34
LAPORAN PENDAHULUAN KEJANG DEMAM A. DEFENISI Kejang Demam adalah kejang yang berhubungan dengan demam (suhu di atas 38,4˚C per rectal) tanpa adanya infeksi susunan syaraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak berusia di atas 1 bulan, dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya. Kejang Demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal lebih dari 38˚C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Kapita selekta Kedokteran, 2000) Kejang Demam Sederhana adalah kejang yang bersifat umum, singkat, dan hanya terjadi sekali dalam 24 jam. Kejang Demam Komplek adalah adalah kejang yang bersifat fokal, lamanya lebih dari 10-15 menit atau berulang dalam 24 jam. (IDAI, 2004) B. FAKTOR RESIKO 1. Demam 2. Riwayat kejang demam orang tua atau audara kandung 3. Perkembangan terlambat 4. Problem pada neonatus

Lp Kejang Demam

Embed Size (px)

DESCRIPTION

lp

Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN KEJANG DEMAM

A. DEFENISI Kejang Demam adalah kejang yang berhubungan dengan demam (suhu di atas 38,4C per rectal) tanpa adanya infeksi susunan syaraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak berusia di atas 1 bulan, dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.Kejang Demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal lebih dari 38C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Kapita selekta Kedokteran, 2000)Kejang Demam Sederhana adalah kejang yang bersifat umum, singkat, dan hanya terjadi sekali dalam 24 jam.Kejang Demam Komplek adalah adalah kejang yang bersifat fokal, lamanya lebih dari 10-15 menit atau berulang dalam 24 jam. (IDAI, 2004)

B. FAKTOR RESIKO 1. Demam2. Riwayat kejang demam orang tua atau audara kandung3. Perkembangan terlambat4. Problem pada neonatus5. Anak dalam pertawatan khusus6. Kadar Natrium rendah

C. ETIOLOGI Hingga saat ini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan atas, otitis medis, pneumonia, gastroenteritis, ISK. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu terlalu tinggi dapat menyebabkan kejang.

D. FATOFISIOLOGI Sumber energi otak adalah glukosa yang melaluui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal, membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) da sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na++) dan elektrolit lainnya kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na++ rendah, sedang dluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawiatau aliran listrik dari sekitarnya3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 0 C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singlkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantua bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadi kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak akan menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 C sedang anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi bila suhu mencapai 40 C atau lebih. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu memperhatikan pada tingkat suhu berapa pasien m,enderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat pada ukumnya tidak berbahaya dan ridak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang ber;langsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme an aerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktivitas otot, dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otot meningkat.Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbuledema otak yang menyebabkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Karena itu kejang demam yang berlangsung lama daat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.

E. MANESFESTASI KLINIK Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik klonik bilateral. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi sperti mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.Sebagian kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8 % berlangsung lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenaj, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa deficit neurologist. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang bverlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama. (Kapita Selekta Kedokteran, 2000)

F. KOMPLIKASI 1. Kerusakan sel otak2. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15 menit dan bersifat unilateral3. Kelumpuhan

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. EEG2. Untuk membuktikan jenis kejang fokal / gangguan difusi otak akibat lesi organik, melalui pengukuran EEG ini dilakukan 1 minggu atau kurang setelah kejang.3. CT SCANUntuk mengidentifikasi lesi serebral, mis: infark, hematoma, edema serebral, dan Abses.4. Pungsi LumbalPungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis5. LaboratoriumDarah tepi, lengkap ( Hb, Ht, Leukosit, Trombosit ) mengetahui sejak dini apabila ada komplikasi dan penyakit kejang demam.

H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN 1. Keperawatan2. Memonitor demam3. Menurunkan demam : kompres hangat4. Segera memberikan oksigen bila terjadi kejang5. Mengelola antipiretik, antikonvulsan6. Suctioning

I. PENATALAKSANAAN MEDIS 1. Pengobatan Fase AkutSeringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigennisasi terjami. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh tinggi diturunkan dengan kompres air dan pemberian antipiretik.Obat yang paling cepat menghentikan kejangadalah diazepam yang diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit gunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB10kg). bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBb/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan Nacl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan -1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuscular. Empat jama kemudian diberikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi,penurunan kesadaran dan depresi pernapasan. Bila kejang berhenti dengan fenitoin,lanjutkna fenitoin dengan dosis 4-8mg/KgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.2. Mencari dan mengobati penyebabPemeriksaan cairan serebrospinalis dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitiss, misalnya bila ada gejala meningitis atau kejang demam berlangsung lama.3. Pengobatan profilaksisAda 2 cara profilaksis, yaitu (1) profilaksis intermiten saat demam atau (2) profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari. Untuk profilaksis intermiten diberian diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat diberikan pula secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5mg (BB10kg) setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5 0 C. efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia.Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsy dikemudian hari. Profilaksis terus menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5mg.kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulanProfilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 atau 2) yaitu :1. sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist atau perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal)2. Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologist sementara dan menetap.3. Ada riwayat kejang tanpa demma pada orang tua atau saudara kandung.4. bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multiple dalam satu episode demam.Bila hanya mmenuhi satu criteria saja dan ingin memberikan obat jangka panjang maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral atau rectal tuap 8 jam disamping antipiretik. ( Arif Mansyoer,2000)

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Hipertermi b.d viremia, peningkatan metabolic2. Potensial komplikasi : kejang3. Resiko aspirasi b.d aku-mulasi sekret, muntah, penurunan kesadaran4. Risiko injuri / cedera b.d. adanya kejang, hipoksia jaringan5. Perfusi jaringan serebral tak efektif b.d. hipovolemia, gangguan aliran vena dan arteri.6. Kecemasan (orang tua, anak) b.d. ancaman perubahan status kese-hatan, krisis situasionalK. RENCANA KEPERAWATAN NODiagnosa KeperawatanTujuanIntervensi

1.Hipertermi b.d, pening-katan metabolik, viremia

Batasan karakteristik :- Suhu tubuh > nor-mal- Kejang- Takikardi- Respirasi meningkat- Diraba hangat- Kulit memerah

Setelah dilakukan tindak-an perawatan selama X 24 jam suhu badan pasien normal, dengan kriteria :

Termoregulasi (0800)- Suhu kulit normal- Suhu badan 35,9C- 37,3C- Tidak ada sakit kepa-la / pusing- Tidak ada nyeri otot- Tidak ada perubahan warna kulit - Nadi, respirasi dalam batas normal- Hidrasi adequate- Pasien menyatakan nyaman- Tidak menggigil- Tidak iritabel / gra-gapan / kejang

Mengatur Demam (3900)1. Monitor suhu sesuai kebutuhan Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi3. Monitor suhu dan warna kulit4. Monitor dan laporkan tanda dan gejala hipertermi5. Anjurkan intake cairan dan nutrisi yang adekuat6. Ajarkan klien bagaimana mencegah panas yang tinggi7. Berikan antipiretik sesuai advis dokter

Mengobati Demam (3740)1. Monitor suhu sesuai kebutuhan2. Monitor IWL3. Monitor suhu dan warna kulit4. Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi5. Monitor derajat penurunan kesadaran6. Monitor kemampuan aktivitas7. Monitor leukosit, hematokrit, Hb8. Monitor intake dan output9. Monitor adanya aritmia jantung10. Dorong peningkatan intake cairan 11. Berikan cairan intravena12. Tingkatkan sirkulasi udara dengan kipas angin13. Dorong atau lakukan oral hygiene14. Berikan obat antipiretik untuk mencegah klien menggigil / kejang15. Berikan obat antibiotic untuk mengobati penyebab demam16. Berikan oksigen17. Kompres hangat diselangkangan, dahi dan aksila.18. Anjurkan klien untuk tidak memakai selimut 19. Anjurkan klien memakai baju berbahan dingin, tipis dan menyerap keringat

Manajemen Lingkungan (6480)1. Berikan ruangan sendiri sesuai indikasi2. Berikan tempat tidur dan kain / linen yang bersih dan nyaman3. Batasi pengunjung

Mengontrol Infeksi (6540)1. Anjurkan klien untuk mencuci tangan sebelum makan2. Gunakan sabun untuk mencuci tangan3. Cuci tangan sebelum dan sesudah me-lakukan kegiatan perawatan klien4. Ganti tempat infuse dan bersihkan sesuai dengan SOP5. Berikan perawatan kulit di area yang odem6. Dorong klien untuk cukup istirahat7. Lakukan pemasangan infus dengan teknik aseptik 8. Anjurkan klien minum antibiotik sesuai advis dokter

2.Potensial komplikasi : kejangSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam perawat akan mengatasi dan mengurangi episode kejang

1. Tentukan apa klien merasakan aura sebe-lum awitan aktivitas kejang. Jika ya, beri-tahu tindakan pengamanan untuk diambil jika aura tersebut dirasakan 2. Bila aktivitas kejang terjadi, observasi dan dokumentasikan hal berikut :a. Bila kejang mulaib. Jenis gerakan, bagian tubuh yang terlihatc. Perubahan ukuran pupil dan posisid. Inkontinensia urine atau fesese. Durasif. Ketidaksadaran (durasi) perilaku setelah kejang , kelemahan, paralisis setelah kejang, tidur setelah kejang (periode pasca-taktile) (progresi aktivitas kejang dapat membantu dalam mengidentifikasi fokus anatomik dari kejang)3. Berikan privasi selama dansesudah aktivitas kejang 4. Selama aktivitas kejang, lakukan tindakan untuk menjamin ventilasi adekuat (misal-nya dengan melepaskan pakaian). Jangan coba memaksa jalan napas atau spatel li-dah masuk pada gigi yang mengatup. (ge-rakan tonik / klonik kuat dapat menye-babkan sumbatan jalan napas. Pemasukan jalan napas paksa dapat menyebabkan cidera)5. Selama aktivitas kejang, bantu gerakan secara hati-hati untuk mencegah cidera. Jangan coba membatasi gerakan. (restrain fisik dapat mengakibatkan trauma pada muskuloskeletal)6. Bila kejang terjadi saat klien sedang du-duk, bantu turunkan klien ke lantai dan tempatkan sesuatu yang lunak dibawah kepalanya. (tindakan ini akan membantu mencegah trauma)7. Jika kejang telah teratasi letakkan klien pada posisi miring. (posisi ini membantu mencegah aspirasi sekret)8. Biarkan individu tidur setelah periode ke-jang, orientasi lagi setelah bangun. (indi-vidu ini akan mengalami amnesia, orient-tasi ulang akan membantu klien untuk memperoleh rasa kontrol dan dapat menu-runkan ansietas)9. Jika orang tersebut berlanjut mengalami kejang umum, lapor dokter dan awali tin-dakan :a. Pertahankan jalan napasb. Penghisapan jika diperlukanc. Berikan oksigen melalui kanul nasald. Awali untuk pemberian infus10. Pertahankan tempat tidur pada posisi rendah dengan pagar tempat tidur terpa-sang serta lapisi pagar tempat tidur de-ngan kain (sebagai tindakan hati-hati un-tuk mencegah bahaya jatuh atau trauma)11. Jika kondisi klien kronis, evaluasi kebu-tuhan penyuluhan tehnik penatalaksanaan diri sendiri

3.Resiko aspirasi b.d aku-mulasi sekret, muntah, penurunan kesadaran

Faktor Resiko :- Penurunan reflek ba-tuk dan gag reflek- Ngt- Penurunan kesadaran- Gangguan menelan- Produksi secret me-ningkat- DispneuSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam klien tidak mengalami aspirasi, dengan kriteria :

Respiratory status : ventilation (0403)- Respirasi dalam rentang normal- Ritme dalam batas normal- Ekspansi dada simetris- Tidak ada sputum - Tidak ada penggunaan otot-otot tambahan- Tidak ada retraksi dada- Tidak ditemukan dispneu- Dispneu saat aktivitas ti-dak ditemukan- Napas pendek-pendek ti-dak ditemukan- Tidak ditemukan taktil fremitus- Tidak ditemukan suara napas tambahan

Respiratory status : gas ekchange (0402)- Status mental dalam batas normal- Bernapas dengan mudah- Gelisah tidak ditemukan- Tida ada sianosis- Tidak ada somnolent

Memonitor Respirasi (3350)1. Monitor rata-rata, ritme, kedalaman, dan usaha napas2. Catat gerakan dada apakah simetris, ada penggunaan otot tambahan, dan retraksi3. Monitor crowing, suara ngorok4. Monitor pola napas : bradipneu, takipneu, kusmaull, apnoe5. Dengarkan suara napas : catat area yang ventilasinya menurun / tidak ada dan catat adanya suara tambahan6. K/p suction dengan mendengarkan suara ronkhi atau krakles7. Monitor peningkatan gelisah, cemas, air hunger8. Monitor kemampuan klien untuk batuk efektif9. Catat karakteristik dan durasi batuk10. Monitor secret di saluran napas11. Monitor adanya krepitasi12. Monitor hasil roentgen thorak13. Bebaskan jalan napas dengan chin lift atau jaw thrust bila perlu14. Resusitasi bila perlu15. Berikan terapi pengobatan sesuai advis (oral, injeksi, atau terapi inhalasi)

Membersihkan Jalan Nafas (3160)1 Pastikan kebutuhan suctioning2 Auskultasi suara napas sebelum dan sesudah suctioning3 Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning4 Meminta klien napas dalam sebelum suctioning5 Berikan oksigen dengan kanul nasal untuk memfasilitasi suctioning na-sotrakheal6 Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan7 Anjurkan klien napas dalam dan istirahat setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakheal8 Monitor status oksigen pasien9 Hentikan suction apabila klien me-nunjukkan bradikardi

Manajemen Jalan Nafas ( 3140)1 Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu2 Posisikan klien untuk memaksi-malkan ventilasi3 Identifikasi pasien perlunya pema-sangan jalan napas buatan4 Pasang mayo bila perlu5 Lakukan fisioterapi dada bila perlu6 Keluarkan secret dengan batuk atau suction7 Auskultasi suara napas , catat adanya suara nafas tambahan8 Kolaborasi pemberian bronkodilator bila perlu9 Monitor respirasi dan status oksigen

Mencegah Aspirasi (3200)1. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk, gag reflek dan kemampuan menelan.2. Monitor status paru-paru3. Pertahankan airway4. Alat suction siap pakai, tempatkan disamping bed, dan suction sebelum makan5. Beri makanan dalam jumlah kecil6. Pasang NGT bila perlu7. Cek posisi NGT sebelum membe-rikan makan8. Cek residu sebelum memberikan makan9. Hindari pemberian makanan jika residu banyak10. Libatkan keluarga selama pemberian makan11. Potong makanan menjadi kecil-kecil12. Mintakan obat dalam bentuk sirup13. Puyer pil sebelum diberikan14. Jaga posisi kepala klien elevasi 30-40 selama dan setelah pemberian makan15. Anjurkan / atur posisi klien semi fowler atau fowler ketika makan16. K/p per sonde atau drip feeding17. Cek apakah makanan mudah di telan

Mengatur posisi (0840) 1. Miringkan kepala bila kejang untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan.

4Risiko injuri / cedera b.d. adanya kejang, hipoksia jaringanSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama X 24 jam tidak terjadi cidera, dengan criteria :

Status neurologist- Fungsi neurologi: sadar, kontrol gerakan pusat, fungsi motorik atau sensorik otak dalam batas yang diharapkan.- Dapat berkomunikasi- Ukuran pupil dalam batas normal- Pupil reaktif- Pola gerakan mata- Tak ada kejang- Tak ada sakit kepala- Pola nafas dalam batas normal.- Pola istirahat tidur ter-cukupiKontrol Resiko- Mengakui adanya risiko- Monitor faktor risiko lingkungan.- Mengembangkan strategi kontrol risiko yang efektif.- Menghindari eksposur yang mengancam kese-hatan.- Mengenali perubahan sta-tus kesehatan

Manajemen Lingkungan1. Diskusikan tentang upaya-upaya mencegah cedera, seperti lingkungan yang aman untuk klien, menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)2. Memasang pengaman tempat tidur3. Memberikan penerangan yang cukup4. Menganjurkan keluarga untuk menemani klien5. Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan6. Bersama tim kesehatan lain, berikan penjelasan pada klien dan keluarga adanya perubahan status kesehatan

Manajemen kejang1. Tunjukkan gerakan yang dapat mencegah injury / cidera.2. Monitor hubungan antara kepala dan mata selama kejang.3. Longgarkan pakaian klien4. Temani klien selama kejang

Mengatur airway1. Berikan oksigen bila perlu2. Berikan terapi iv line bila perlu3. Monitor status neurology4. Monitor vital sign5. Orientasikan kembali klien setelah kejang6. Laporkan lamanya kejang7. Laporkan karakteristik kejang: bagian tubuh yang terlibat, aktivitas motorik, dan pening-katan kejang.8. Dokumentasikan informasi tentang kejang9. Kelola medikasi (kolaborasi)10. Kelola anti kejang (kolaborasi) bila diperlukan.11. Monitor tingkat obat antiepilepsi, bila perlu12. Monitor lama periode postictal dan karak-teristiknya

Pencegahan kejang1. Sediakan tempat tidur yang bisa diatur rendah-tinggi, bila perlu.2. Temani klien selama melakukan aktivitas diluar rumah sakit, bila perlu3. Monitor regimen terapi4. Monitor pemenuhan medikasi antiepilepsi.5. Instruksikan keluarga / orang terdekat untuk melaporkan medikasi dan aktivitas kejang yang terjadi.6. Ajarkan pada klien tentang medikasi dan efek sampingnya.7. Monitor tingkat obat antiepilepsi, bila perlu8. Sediakan suction, ambubag, nasopharyngeal airway disamping tempat tidur.9. Pasang side rail tempat tidur.10. Ajarkan orang tua untuk mengenali faktor pemicu.

5Perfusi jaringan serebral tak efektif b.d. hipovolemia, gangguan aliran vena dan arteri.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama X 24 jam perfusi jaringan serebral efektif, dengan criteria :Perfusi jaringan cerebral- Fungsi neurology- Tekanan intrakranial da-lam batas normal- Tak ada sakit kepala- Tak ada bunyi bruit carotis- Tak gelisah- Tak ada agitasi- Tak ada muntah- Tak ada sinkope

Status neurology : kesadaran- Membuka mata terhadap stimulasi eksternal- Orientasi cognitif - Komunikasi sesuai situasi- Mematuhi perintah- Berespon (gerak) terhadap stimulus yang berbahaya (nyeri).- Mengikuti terhadap stimulus dari lingkungan- Tak ada kejang

Peningkatan perfusi cerebral :1. Mengkonsultasikan dengan dokter untuk menentukan parameter hemodinamik (volume perfusi darah, nadi, respirasi, kesadaran, perdarahan), dan mengelola parameter tersebut dalam batas normal2. Kelola / kolaborasi obat vasoaktif, untuk mengatur hemodinamik3. Monitor prothrombin, partial thromboplastin.4. Atur serum glukosa dalam batas normal5. Jaga hematokrit pada rentang 33% untuk terapi hemodilusi hipervolemia.6. Monitor tanda perdarahan, status neurologi-kesadaran7. Monitor tanda overload cairan.8. Monitor intake dan out put

Monitoring Neurologik :1. Monitor ukuran pupil, bentuk, kesimetrisan, dan reaktivitas.2. Monitor tingkat kesadaran3. Monitor tingkat orientasi4. Monitor PCS5. Monitor memori saat ini, rentang perhatian, memori masa lalu, mood, perasaan/emosi, tingkah laku.6. Monitor vital sign suhu, tekanan darah, nadi, respirasi.7. Monitor status respirasi (kedalaman, pola, usaha untuk bernafas)8. Monitor refleks kornea9. Monitor refleks batuk dan refleks muntah10. Monitor tonus otot, gerakan motorik.11. Monitor adanya tremor12. Monitor gangguan visual: diplopia, nistagmus, pemendekan lapang pandang, aktivitas visual13. Monitor karakteristik bicara: lancar, aphasia, kesulitan menemukan kata-kata.14. Monitor respon terhadap stimulus: verbal, taktil, stimulus berbahaya.15. Monitor adanya parestesia16. Monitor refleks babinski, respon cushing

6.Kecemasan (orang tua, anak) b.d. ancaman perubahan status kese-hatan, krisis situasionalSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama X 24 jam kecemasan orang tua berkurang / hilang, dengan criteria :

Mengotrol cemas- Klien/keluarga mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas.- Mengidentifikasi, mengungkapkan, dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas- Vital sign (TD, nadi, respirasi) dalam batas normal- Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan.- Menunjukkan peningkatan konsentrasi dan akurasi dalam berpikir

Menurunkan Cemas1. Gunakan pendekatan dengan konsep atraumatik care 2. Jangan memberikan jaminan tentang prognosis penyakit3. Jelaskan semua prosedur dan dengarkan keluhan klien/keluarga4. Pahami harapan pasien/keluarga dalam situasi stres5. Temani pasien/keluarga untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut6. Bersama tim kesehatan, berikan informasi mengenai diagnosis, tindakan prognosis 7. Anjurkan keluarga untuk menemani anak dalam pelaksanaan tindakan keperawatan8. Lakukan massage pada leher dan punggung, bila lperlu9. Bantu pasien mengenal penyebab kecemasan10. Dorong pasien/keluarga untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi tentang penyakitInstruksikan pasien/keluarga menggunakan teknik relaksasi (sepert tarik napas dalam, distraksi, dll)Kolaborasi pemberian obat untuk mengurangi kecemasan

DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FKUI Jakarta, 2000Budi Santosa, Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006, Prima MedikaDina Kartika S, Pediatricia, Tosca Enterprise, Yogyakarta, 200 Hardiono D. Pusponegoro dkk, Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, IDAI, 2004-Helen Lewer, Learning to Care on the Paediatric Ward : terjemahan, EGCJakarta, 1996Joanne C. McCloskey, Nursing Intervention Classification (NIC), Mosby-Year Book, 1996Judith M. Wilkinson, Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook with NIC Intervention and NOC Outcomes, Upper Saddle River, New Jersey, 2005Marion Johnson, Nursing Outcomes Classification (NOC), Mosby-Year Book, 2000Tri Atmadja DS, Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, RSUD Wates, 2001