Upload
yuhadi-luph-yunita
View
462
Download
38
Embed Size (px)
DESCRIPTION
GANGREN
Citation preview
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGREN DIABETIK
DI SUSUN OLEH
NAMA : YUHADI EFFENDI
NIM : 13.31.
PROGRAM PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) CAHAYA BANGSA
BANJARMASIN
2015
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGREN DIABETIK
DI SUSUN OLEH :
NAMA : YUHADI EFFENDI, S.Kep
NIM : 13.31.
Banjarmasin, 16 Maret 2015
Mengetahui,
Pembimbing Akademik/Mentor Pembimbing Lahan/Perseptor
A. Definisi
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter,
dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya
gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam
tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai
juga gangguan metabolisme lemak dan protein. (Askandar, 2000).
Diabetes Mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Smeltzer,Suzzane, 2002).
Dari beberapa definisi diatas tentang DM dapat diambil kesimpulan bahwa DM adalah
suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan hormonal (dalam hal ini adalah hormon
insulin yang dihasilkan oleh pankreas) dan melibatkan metabolisme karbohidrat dimana
seseorang tidak dapat memproduksi cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin
yang diproduksi denga baik, karena proses autoimmune, dipengaruhi secara genetik
dengan gejala yang pada akhirnya menuju tahap perusakan imunologi sel-sel yang
memproduksi insulin.
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau
nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh
infeksi. (Askandar, 2001).
A. Klasifikasi
1. Diabetes Mellitus
a. Diabetes Tipe I (IDDM)
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel
beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal
dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).Jika
konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut
diekskresikan dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria)
dan rasa haus (polidipsi).
b. Diabetes Tipe II (NIDDM)
Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu:
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya
insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II
disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi
tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin
yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang
normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel-sel beta tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan
meningkat danterjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
diabtes tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu, ketoasidosis
diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikan, diabetes tipe II
yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi
glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II
dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang tidak
sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur.
c. Diabetes tipe lain
Tipe ini disebabkan oleh berbagai kelainan genetik spesifik (kerusakan
genetik sel β pankreas dan kerja insulin), penyakit pada pankreas, obat-obatan,
bahan kimia, infeksi, dan lain-lain.
d. Diabetes Gestasional
Terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum
kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi
hormone-hormon plasenta. Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada
wanita yang menderita diabetes gestasional akan kembali normal
(Baradero,M,dkk., 2009).
2. Gangren Kaki Diabetik
Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu :
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi dua
golongan :
1. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati
( arterosklerosis ) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah
betis.
Gambaran klinis KDI :
- Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
- Pada perabaan terasa dingin.
- Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
- Didapatkan ulkus sampai gangren.
2. Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari
sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa,
oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.
B. Etiologi
1. Diabetes Melitus
DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat
menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang
peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan
etiologi DM yaitu :
1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai
kegagalan sel beta melepas insulin.
2. Faktor-faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen
yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula
yang diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
3. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas
yang disertai pembentukan sel-sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan
kerusakan sel - sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta
oleh virus.
4. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan
terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran
sel yang responsir terhadap insulin.
2. Gangren Kaki Diabetik
Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik dibagi menjadi
endogen dan faktor eksogen.
Faktor endogen : a. Genetik, metabolik
b. Angiopati diabetik
c. Neuropati diabetik
Faktor eksogen : a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat
C. Patofisiologis
1. Diabetes Melitus
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan
salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan
naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.
2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang
menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan
endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah
makan. Pada hiperglikemia yng parah yang melebihi ambang ginjal normal
(konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml), akan timbul glikosuria
karena tubulus-tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa.
Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri
disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri
menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama
urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan
menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau
kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat lelah dan mengantuk yang
disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga
berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan
membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan
terjadinya gangren.
b. Gangren Kaki Diabetik
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat
hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
1. Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel
dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa
yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui
glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan
diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut
dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi.
2. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada
semua protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses
glikosilasi pada protein membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi
baik makro maupun mikro vaskular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor – faktor
disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah
angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk
terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya
gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan
hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami
trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan
motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah
titik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan
menyebabkan terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan darah
terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa
sakit tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan
pembuluh darah yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di
malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya
angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi,
oksigen ( zat asam ) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh
( Levin,1993). Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat
berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi
berpengaruh terhdap penyembuhan atau pengobatan dari KD.
Risiko tinggi cidera
Pe↓ berat badan
Gangguan
pemenuhan nutrisi
Pe↑ katabolisme
gliserol
Terbentuk benda
keton
KetoasidosisPe↓ tingkat
kesadaran
Kelainan sel B pankreas
Gangguan sistem imunitas (auto-imun)
Kelainan insulin (penurunan res-pon insulin)
Faktor lingkungan (infeksi, diet tinggi KH, obesitas dan kehamilan)
Defisiensi insulin
Pe↓ ambilan glukosa
Pe↑ metabolisme
protein
Pe↑ asam amino dan
glukoheogenesis
Pe↑ gliserol
HIPERGLIKEMI (DM)
Pe↑ lipolisis
Tubulus renalPe↓ resbsorbsi
gukosaGlukosuria
KelemahanDiuresis osmotik
Poliuri
Gangguan
pemenuhan ADL
Cairan keluar >>
Rangsang hausPolidipsi
Rangsang lapar Polifagi
Kehilangan kalori
Kehilangan Na,
Cl, K, P
Gangguan
keseimbangan cairan
dan elektrolit
Penumpukan
glukosa sel &
jaringan
Sorbitol
Glukosa
reduktase
Kerusakan & perubahan
fungsi sel & jaringan
Glikosilasi ProteinNeuropatiGangguan sensorik
Gangguan motorikSensasi nyeri pada
kaki me↓
Trauma tidak terasa
Ulkus
Atrofi otot kaki
Perubahan titik
tumpu
Ulserasi
Angiopati Gangguan aliran
darah ke kaki
Pe↓ nutrisi dan O2 sel
& jaringanLuka sulit sembuh
InfeksiKematian jaringan
GANGREN
Intestinal Pe↓ peristaltic intestin Pe↓ absorbsi cairan Feses cair
Diare
Risiko Tinggi
Penyebaran Infeksi
Kerusakan
Neurovaskuler
Gangguan Perfusi
Jaringan
Pe↑ viskositas darah
Retinopati
NefropatiRisti gangguan
eliminasi urine
Risti gangguan
Sensori persepsi
Katarak
D. Manifestasi Klinis
Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal sering ditemukan :
a. Poliuri
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui
daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana
gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak
kencing.
b. Polidipsi
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak
karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
c. Poliphagi
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi
(lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun
klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada
pembuluh darah.
d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka
tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu
lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya
akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di
jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan
tetap kurus
e. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang
disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari
lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak (Baradero,M, dkk., 2009).
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Diagnostik
Glukosa darah meningkat Asam lemak bebas meningkat Osmolalitas serum meningkat Gas darah arteri : PH menurun, HCO3 menurun Ureum/kreatinin meningkat/normal Urine : gula + aseton positip Elektrolit : Na, K, fosfor
2. Ktiteria Pengendalian DM
Baik Sedang Buruk
GD Puasa (mg/dL) 80-109 110-139 ≥140
GD 2 jam PP (mg/dL) 110-159 160-199 ≥200
Koleseterol Total (mg/dL) <200 200-239 >240
Kolesterol LDL (mg/dL) non PJK
Dengan PJK
<130
<100
130-159
100-129
>160
>130
Kolesterol HDL (mg/dL) >45 35-45 <35
Trigliserida (mg/dL) tanpa PJK
Dengan PJK
<200
<150
200-149
150-199
>250
>200
BMI: Wanita
Pria
18,5-22,9
20-24,9
23-25
25-27
>25/
<18,5
>27/<20
Tekanan Darah (mmHg) <140/90140-160/
90-95>160/95
F. Komplikasi
Komplikasi yang bias timbul oleh DM antara lain:
1. Gangren Kaki Diabetik
2. Neurophaty
3. Retinophaty
4. Nephrophaty
5. Chronic Heart Disease
Sedangkan komplikasi akibat gangrene yakni:
1. Osteomyelitis
2. Sepsis
3. kematian
G. Penatalaksanaan
1. Diet
Pada konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) telah ditetapkan
bahwa standar yang dianjurkan adalah santapan dengan komposisi seimbang berupa
karbohidrat (60-70%), protein (19-15%), dan lemak (29-25%). Apabila diperlukan,
santapan dengan komposisi karbohdrat sampai 70-75% juga memberikan hasil yang
baik, terutama untuk golongan ekonomi rendah. Jumlah kalori disesuaikan dengan
pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut, dan kegiatan jasmani untuk mencapai
berat badan ideal.
Cara menghitung kalori pada pasien DM:
a. Tentukan terlebih dahulu berat badan ideal untuk mengetahui jumlah kalori basal
pasien diabetes melitus. Cara perhitungan menurut Bocca:
BB Ideal = (TB dalam cm – 100) – 10% kg
Pada laki-laki yang tingginya < 160 cm atau perempuan yang tingginya < 150 cm
berlaku:
BB Ideal = (TB dalam cm – 100) x 1 kg
b. Kemudian hitung jumlah kalori yang dibutuhkan
Laki-laki = BB Ideal x 30
Perempuan = BB Ideal x 25
Kebutuhan kalori sebenarnya harus ditambah lagi sesuai dengan kegiatan sehari-
hari.
Suatu pegangan kasar dapat dibuat sebagai beriku:
Pasien kurus = 2.300-2.500 kkal
Pasien normal = 1.700-2.100 kkal
Pasien gemuk = 1.300-1.500 kkal
2. Oalahraga
Olahraga atau latihan fisik dilakukan sebagai berikut:
- 5 – 10’ pemanasan
- 20 – 30’ latihan aerobic (75 – 80% denyut jantung maksimal)
- 15 – 20’ pendinginan
Namun sebaiknya dalam berolahraga juga memperhatikan hal-hal sebagai berikut
- Jangan lakukan latihan fisik jika glukosa darah >250 mg/dL
- Jika glukosa darah <100 mg/dLsebelum latihan, maka sebaiknya makan
camilan dahulu
- Rekomendasi latihan bagi penderita dengan komplikasi disesuaikan dengan
kondisinya
- Latihan dilakukan 2 jam setelah makan
- Pada klien dengan gangrene kaki diabetic, tidak dianjurkan untuk melakukan
latihan fisik yang terlalu berat
3. Pengobatan untuk gangren
- Kering
o Istirahat di tempat tidur
o Kontrol gula darah dengan diet, insulin atau obat antidiabetik
o Tindakan amputasi untuk mencegah meluasnya gangrene, tapi dengan
indikasi yang sangat jelas
o Memperbaiki sirkulasi guna mengatasi angiopati dengan obat-obat anti
platelet agregasi (aspirin, diprydamol, atau pentoxyvilin)
- Basah
o Istirahat di tempat tidur
o Kontrol gula darah dengan diet, insulin atau obat antidiabetik
o Debridement
o Kompres dengan air hangat, jangan dengan air panas atau dingin
o Beri “topical antibiotic”
o Beri antibiotic yang sesuai kultur atau dengan antibiotic spectrum luas
o Untuk neuropati berikan pyridoxine (vit B6) atau neurotropik lain
o Memperbaiki sirkulasi guna mengatasi angiopati dengan obat-obat anti
platelet agregasi (aspirin, diprydamol, atau pentoxyvilin)
- Pembedahan
o Amputasi segera
o Debridement dan drainase, setelah tenang maka tindakan yang dapat diambil
adalah amputasi atau skin/arterial graft
4. Obat
a. Obat Hipoglikemik Oral (OHD)
b. Insulin, dengan indikasi:
- Ketoasidosis, koma hiperosmolar, dan asidosis laktat
- DM dengan berat badan menurun secara cepat
- DM yang mengalami stress berat (infeksi sistemik, operasi berat, dll)
- DM gestasional
- DM tipe I
- Kegagalan pemakaian OHD
H. Pengkajian
Fokus Pengkajian
Data bergantung pada berat dan lamanya ketidakseimbangan metabolik dan pengaruh
pada fungsi organ :
1. Aktifitas/Istirahat Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan. Kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur dan istirahat. Disorentasi, koma.
2. Sirkulasi Ada riwayat hipertensi, IMA. Kebas & kesemutan pada extrimitas. Kebas pada kaki. Takikardia/nadi yang menurun/tak ada. Kulit panas, kering & kemerahan, bola mata cekung.
3. Integritas ego Stress, tergantung orang lain. Peka terhadap rangsangan.
4. Eliminasi Poliuria, nokturia Rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi) Nyeri tekan abdomen Diare, bising usus lemah/menurun.
5. Makanan/cairan Hilang nafsu makan, mual/muntah. BB menurun, haus. Kulit kering/bersisik, turgor jelek. Distensi abdomen.
6. Neurosensori Pusing/pening, sakit kepala. Parestesia, kesemutan, kebas kelemahan pada otot. Gangguan penglihatan. Disorentasi : mengantuk, letargia, stupor/koma.
7. Nyeri/kenyamanan Abdomen tegang/nyeri Wajah meringis, palpitasi.
8. Pernapasan
Batuk, bernapas bau keton
9. Keamanan Kulit kering, gatal, ulkus kulit. Demam, diaforesis Menurunnya kekuatan/rentang gerak.
Pengkajian Luka :
a. Lokasi & Letak luka:
Pengkajian lokas & letak luka penting sebagai indikator terhadap kemungkinan
penyebab tejadinya luka dan memudahkan edukasi pada pasien, sehingga kejadian
luka dapat diminimalkan khususnya luka ganggren diabetik. Misalnya : pasien
dating ke RS dengan letak luka pada ibu jari kaki, kemungkinan penyebabnya
adalah pemakaian sepatu yang terlalu sempit sehingga terjadi penekanan oleh
sepatu. Kejadian luka dapat diminimalkan dengan tidak menggunakan sepatu yang
sempit.
b. Stadium Luka :
Secara umum stadium luka dibedakan sebagai berikut:
1) Berdasarkan anatomi kulit ( Pressure ulcers panel, 1990)
a) Partial thickness yaitu hilangnya lapisan epidermis hingga lapisan dermis
paling atas.
b) Pull thickness yaitu hilangnya lapisan dermis hingga lapisan subcutan.
Stadium I : kulit berwarna merah, belum tampak adanya lapisan epidermis
yang hilang
Stadium II: Hilangnya lapisan epidermis / lecet sampai batas dermis paling
atas.
Stadium III: Rusaknya lapisan dermis bagian bawah hingga lapisan subcutan.
Stadium Iv: Rusaknya lapisan subcutan hingga otot dan tulang.
2) Berdasarkan warna dasar luka ( Netherlands wounncare consultant
society,1984) :
LUKA GANGGREN
DIABETIK
Status infeksi
Lokasi & letak
luka
Stadium luka
Status neurologi
Status vaskuler
Bentuk & ukuran
luka
a) Red ( Merah) : merupakan jaringan sehat, granulasi / epitilisasi, vaskuler
baik mungkin luka akan berwarna pink, merah, merah tua.
b) Yellow ( kuning) : Luka berwarna kuning muda, kuning kehijauan, kuning
tua ataupun kuning kecoklatan, merupakan jaringan mati yang lunak,
fibrinolitik, dan avaskulerisasi.
c) Black ( Hitam): jaringan nekrotik dan avskularisasi.
3) Stadium wagner ( khusus luka ganggren diabetic) :
a) Superficial ulcers:
- Stadium 0: Tidak terdapat lesi, kulit dalam keadaan baik, tetapi
dengan bentuk tulang kaki yang menonjol / charcot arthropathies.
- Stadium I: Hilangnya lapisan kulit hingga dermis & kadang tampak
tulang menonjol.
b) Deep Ulcers :
- Stadium II : Lesi terbuka dengan penetrasi ke tulang atau tendo
disertai goa.
- Stadium III : Penetrasi dalam, osteomylitis, plantar abses
atau infeksi hingga tendon
c) Ganggren :
Stadium IV : Seluruh kaki dalam kondisi nekrotik ( ganggren ).
c. Bentuk & Ukuran Luka :
Pengkajian bentuk & ukuran luka dilakukan dengan pengukuran 3 dimensi atau
dengan photographer untuk mengevaluasi kemajuan proses penyembuhan luka.
Hal yang harus diperhatikan dalam pengkajian bentuk & ukuran luka adalah alat
ukur yang tepat, hindari infeksi nosokomial bila alat ukur tersebut digunakan
berulang kali.
Misalnya : Jika mengukur kedalam luka / goa pada luka, gunakan alat ukur kapas
lidi / pinset steril sekali pakai ( selanjutnya ukur dg meteran & dokumentasikan).
1) Pengukuran Luka dengan Tiga Demensi
Pengukuran ini mempergunakan arah jarum jam. Dilakukan dengan mengkaji
panjang, lebar dan kedalamam luka, hal ini wajib dilaksanakan oleh perawat
untuk menilai ada/ tidaknya goa ( sinus trackat atau undermining) yang
merupakan ciri khas luka ganggren diabetik. Ukur kedalaman luka dengan
mempergunakan lidi kapas / pinset steril dengan hati-hati dengan arah
pengukuran searah jarum jam.
12
11 1
10 2
9 3
8 4
2 cm di jam 6
7 5
6
Keterangan:
a). 2 cm : lokasi goa yang terdapat di jam 6 dengan kedalaman luka 2
cm
b). 3 x 2 cm : adalah panjang 3 cm x lebar luka 2 cm
c). 1 cm : adalah kedalaman luka.
d. Status Vaskuler.
1) Palpasi.
Status perfusi dinilai dengan melakukan palpasi pada daerah tibia dan dorsalis
pedis untuk menilai ada / tidaknya denyut nadi ( arteri dorsalis pedis ) Pada
pasien dengan lanjut usia ( lansia) terkadang sulit diraba, jalan keluarnya dapat
menggunakan alat stetoskope ultra sonic dopler
2) Capillery rRefill
Merupakan waktu pengisian kaviler dan di evaluasi dengan memberi tekanan
pada ujung jari atau ujung kuku kaki ( ektremitas bawa, setelah tampak
kemerahan atau putih bila dilakukan penekanan pada ujung kuku. Pada
beberapa kondisi menurunnya atau bahkan hilangnya deng nadi, pucat, kulit
dingin merupakan indikasi iskemia ( arteri insufgiciency ) dengan capillary
refill lebih dari 40 detik.
Capillery repill Tim ( dasar memperkirakan kecepatan aliran darah/
perfusi)
3) Edema
Merupakan penilaian ada/ tidaknya edema dengan melakukan penekanan
dengan jari tangan pada tulang yang menonjol umumnya pada tibia
malleolus.Kulit / jaringan yang mengalami edema tampak lebih coklat
kemerahan atau mengkilat, adanya edema menunjukkan gangguan aliran darh
balik vena.
Tingkat Edema
4) Temperatur Kulit
Temperatur pada kulit member informasi tentang kondisi perfusi jaringan dan
fase inflamasi serta merupakan variable penting dalam menilai adanya
peningkatan atau penurunan perfusi jaringan terhadap tekanan ( ransangan
tekanan ). Cara melakukan penilaian dengan melakukan palpasi /
menempelkan punggung tangan pada kulit sekitar luka & membandingkan
dengan kulit bagian lain yang sehat.
e. Status Neurologi
- Normal : 10-15 detik.
- Iskemia : 15- 25 detik
- Iskemia berat: 25- 40detik
- Iskemia sangat berat: lebih dari 40dtk
0 – 0,6 cm : + 1 ( medle)
0,6 – 1,2 cm: + 2 ( moderate)
1,2 – 2,5 cm: +3 ( severe )
Pengkajian status neurologi penting pada pasien diabetis melirus untuk menilai
fungsi motorik, sensorik, dan saraf otonom. Pada motorik lakukan inspeksi pada
bentuk kaki seperti jari2 telapak kaki yg menonjol, adanya kallus karena
penekanan secara terus menerus yang dapat menjadi luka. Penilaian sensorik
dapat berupa baal, kesemutan, dilakukan dengan cara melakukan palpasi /
sentuhan pada jari2 satu persatu , telapak kaki dan anjurkan pasien untuk
memejamkan mata, hal ini dilakukan untuk menilai sensitivitas pada ekstremitas
bawah, selanjutnya penilaian otonom dilakukan dg cara inspeksi pada kaki
secara seksama terhadap adanya kekeringan, luka/lecet kulit terkelupas akibat
berkurangnya pengeluaran keringat ( kekeringan)
f. Infeksi.
Psedomonas dan stapilococcus aureus merupakan mikroorganisme patogn yang
paling sering muncul pada luka ganggren & merupakan jenis luka kronis yang
terkontaminasi, adanya kolonisasi bakteri mengindikasikan luka tersebut telah
terinfeksi. Luka yang telah terinfeksi menunjukkan adanya infeksi secara:
1) Infeksi Sistemik: Pada pemeriksaan laboratorium , adanya peningkatan jumlah
leukosit (lekositosis) lebih dari batas normal, dan peningkatan / penurunan
suhu tubuh.
2) Lokal Infeksi
Tampak peningkatan jumlah eksudat, berbau tidak sedap, penurunan
vaskularisasi, adanya jaringan nekrotik/ slough, eritema/ kemerahan pada
kulit sekitar luka, terba hangat/ panas dan nyeri tekan setempat.Infeksi dapat
meluas dg cepat hingga tulang ( osteomylitis) dapat dilihat dg X-rays) atau
bahkan adanya krepitasi pada daerah luka mengindikasikan adanya gas
ganggren ( sangat berbahaya & menular) perawat wajib waspada
gunakan alat pelindung diri saat pengkajian luka. Pemerikasaan kultur pus /
darah merupakan rekomendasi untuk pemberian antibiotika oleh dokter.
Tehnik Pengambilan Kultur Pus
Zigzag tehnik
I. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya
aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas.
3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake makanan yang kurang.
6. Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis ) berhubungan dengan tingginya
kadar gula darah.
7. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
8. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
9. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu
anggota tubuh.
10. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Cuci luak dg Nacl0,9%& diamkan 5-10 mnt sampai cairan eksudat keluar
Lakukan teknik pengambilan pus dg zig-zag ( 10X swab) dg tehnik steril ( dg lidi kapas steril)
Simpan dlm tempat steril & segera kirim ke laboratorium
J. Intervensi
1. Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke
daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan: Mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil: - Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
- Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
- Sensorik dan motorik membaik
No. Tindakan Rasional
1. Ajarkan pasien untuk melakukan
mobilisasi
Mobilisasi meningkatkan sirkulasi
darah
2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang
dapat meningkatkan aliran darah:
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah
dari jantung ( posisi elevasi pada
waktu istirahat ), hindari penyilangkan
kaki, hindari balutan ketat, hindari
penggunaan bantal, di belakang lutut
dan sebagainya
Meningkatkan melancarkan aliran darah
balik sehingga tidak terjadi oedema.
3. Ajarkan tentang modifikasi faktor-
faktor resiko berupa: Hindari diet
tinggi kolestrol, teknik relaksasi,
menghentikan kebiasaan merokok, dan
penggunaan obat vasokontriksi
Kolestrol tinggi dapat mempercepat
terjadinya arterosklerosis, merokok
dapat menyebabkan terjadinya
vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi
untuk mengurangi efek dari stress.
4. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
dalam pemberian vasodilator,
pemeriksaan gula darah secara rutin
dan terapi oksigen ( HBO ).
Pemberian vasodilator akan
meningkatkan dilatasi pembuluh darah
sehingga perfusi jaringan dapat
diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula
darah secara rutin dapat mengetahui
perkembangan dan keadaan pasien,
HBO untuk memperbaiki oksigenasi
daerah ulkus/gangren
2. Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
Tujuan: Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil : 1.Berkurangnya oedema sekitar luka.
2. Pus dan jaringan nekrosis berkurang
3. Adanya jaringan granulasi.
4. Bau khas gangren berkurang.
No. Tindakan Rasional
1. Kaji luas dan keadaan luka serta
proses penyembuhan
Pengkajian yang tepat terhadap luka dan
proses penyembuhan akan membantu
dalam menentukan tindakan selanjutnya
2. Rawat luka dengan baik dan benar :
membersihkan luka secara abseptik
menggunakan larutan yang tidak
iritatif, angkat sisa balutan yang
menempel pada luka dan nekrotomi
jaringan yang mati
merawat luka dengan teknik aseptik,
dapat menjaga kontaminasi luka dan
larutan yang iritatif akan merusak
jaringan granulasi tyang timbul, sisa
balutan jaringan nekrosis dapat
menghambat proses granulasi
3. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian insulin, pemeriksaan kultur
pus pemeriksaan gula darah
pemberian anti biotic
Insulin akan menurunkan kadar gula
darah, pemeriksaan kultur pus untuk
mengetahui jenis kuman dan anti biotik
yang tepat untuk pengobatan,
pemeriksaan kadar gula darahuntuk
mengetahui perkembangan penyakit
3. Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
Tujuan: Rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil : 1.Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang .
2. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi
atau mengurangi nyeri .
3. Pergerakan penderita bertambah luas.
4. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.(S: 36 –
37,50 C, N: 60 – 80 x /menit, T : 100 – 130 mmHg, RR : 18 – 20 x
/menit).
No. Tindakan Rasional
1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi
nyeri yang dialami pasien
Untuk mengetahui berapa berat nyeri
yang dialami pasien
2. Jelaskan pada pasien tentang sebab-
sebab timbulnya nyeri
pemahaman pasien tentang penyebab
nyeri yang terjadi akan mengurangi
ketegangan pasien dan memudahkan
pasien untuk diajak bekerjasama dalam
melakukan tindakan
3. Ciptakan lingkungan yang tenang Rangasangan yang berlebihan dari
lingkungan akan memperberat rasa
nyeri
4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi Teknik distraksi dan relaksasi dapat
mengurangi rasa nyeri yang dirasakan
pasien
5. Atur posisi pasien senyaman mungkin
sesuai keinginan pasien
Posisi yang nyaman akan membantu
memberikan kesempatan pada otot
untuk relaksasi seoptimal mungkin
6. Lakukan massage dan kompres luka
dengan BWC saat rawat luka
Massage dapat meningkatkan
vaskulerisasi dan pengeluaran pus
sedangkan BWC sebagai desinfektan
yang dapat memberikan rasa nyaman
7. Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian analgesic
Obat –obat analgesik dapat membantu
mengurangi nyeri pasien
4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan: Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria Hasil: 1. Pergerakan paien bertambah luas
2. Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan
(duduk, berdiri, berjalan).
3. Rasa nyeri berkurang.
4. Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai
dengan kemampuan.
No. Tindakan Rasional
1. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan
otot pada kaki pasien
Untuk mengetahui derajat kekuatan
otot-otot kaki pasien
2. Beri penjelasan tentang pentingnya
melakukan aktivitas untuk menjaga
kadar gula darah dalam keadaan
normal
Pasien mengerti pentingnya aktivitas
sehingga dapat kooperatif dalam
tindakan keperawatan
3. Anjurkan pasien untuk
menggerakkan/mengangkat
ekstrimitas bawah sesui kemampuan
Untuk melatih otot – otot kaki sehingg
berfungsi dengan baik
4. Bantu pasien dalam memenuhi
kebutuhannya
Keterbatasan mobilitas fisik cenderung
membuat klien kesulitan dalam
memnuhi kebutuhannya sehingga harus
diberikan bantuan
5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain:
dokter ( pemberian analgesik ) dan
tenaga fisioterapi
Analgesik dapat membantu mengurangi
rasa nyeri, fisioterapi untuk melatih
pasien melakukan aktivitas secara
bertahap dan benar
K. Daftar Pustaka
Carpenito, L.J., 1999. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarta:
EGC
2000. Diagnosa Keperawatan. Ed. 8. Jakarta: EGC
Doengoes. 1999. Perencanaan Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Mansjoer, Arif., et all. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI: Media
Aescullapius.
Price, Anderson Sylvia. 1997. Patofisiologi. Ed. I. Jakarata: EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku ajar keperawatan medika-bedah Brunner dan
Suddarth. Edisi 8.. Jakarta: EGC.