46
Asuhan Keperawatan Pasien Dengan HIV-AIDS Pada Ruang Anggrek RSUD Kebumen Disusun oleh : KURNIAWAN SETYO HADI A21000322 PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH GOMBONG 2011

Lp Dan Askep Hiv Aids

Embed Size (px)

DESCRIPTION

-

Citation preview

Page 1: Lp Dan Askep Hiv Aids

Asuhan Keperawatan Pasien Dengan

HIV-AIDS Pada Ruang Anggrek

RSUD Kebumen

Disusun oleh :

KURNIAWAN SETYO HADIA21000322

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATANSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH

GOMBONG2011

Page 2: Lp Dan Askep Hiv Aids

Asuhan Keperawatan Pasien Dengan HIV-AIDS

Konsep Dasar

I. Pengertian

AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang

tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan tejadinya defisiensi,

tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah

dikenal dan sebagainya.

II. Sejarah Aids di Indonesia :

1. 1926

Beberapa ilmuwan menganggap HIV menyebar dari monyet ke manusia sekitar

tahun 1926-1946.

2. 1982

Para ilmuwan menemukan sindrom yang dikenal sebagai GayRelated Immune

Deficiency (GRID), yakni penurunan kekebalan tubuh yang dihubungkan dengan

kaum gay.

3. 1983

Dokter di Institut Pasteur Prancis memisahkan virus baru penyebab AIDS. Virus

itu terkait dengan limfadenopati (Lymphadenopathy-Associated Virus-LAV).

4. 1984

Pemerintah AS mengumumkan, Dr Robert Gallo dari National Cancer Institute

(NCI) memisahkan retrovirus penyebab AIDS dan diberi nama HTLV 111.

1986: Suatu panitia internasional menyatakan bahwa virus LAV dan HTLV-III

adalah sama sehingga nama virus itu diganti menjadi HIV.

5. 15 April 1987

Kasus AIDS di Indonesia pertama kali ditemukan. Seorang wisatawan berusia 44

tahun asal Belanda, Edward Hop, meninggal di Rumah Sakit Sanglah, Bali.

Kematian lelaki asing itu disebabkan AIDS. Hingga akhir 1987, ada enam orang

yang didiagnosis HIV positif, dua di antara mereka mengidap AIDS.

6. 1987-Desember 2001

Dari 671 pengidap AIDS, 280 orang diantaranya meninggal dunia.

7. Februari 1999

Peneliti dari University of Alabama di Amerika Serikat (AS) meneliti jaringan

yang dibekukan dari seekor simpanse dan menemukan jenis virus SIV yang

hampir sama dengan HIV-1. Simpanse itu berasal dari subkelompok simpanse

yang disebut pan troglodyte yang terdapat di Afrika Tengah Barat.

2

Page 3: Lp Dan Askep Hiv Aids

8. 2001

UNAIDS (United Nations Joint Program on HIV/AIDS) memperkirakan jumlah

Orang Hidup Dengan HIV/AIDS (ODHA) 40 juta. Sampai sekarang, di subsahara

Afrika paling banyak terdapat ODHA, yakni 70 persen dari ODHA yang ada di

dunia. Sedikitnya 12 juta anak menjadi yatim piatu karena HIV/AIDS.

9. November 2001

Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menyatakan obat untuk AIDS dan

penyakit lainnya dalam kasus tertentu boleh tidak dipatenkan.

10. 2002

3,1 juta orang meninggal karena penyakit AIDS.

11. 9 Januari 200

Penderita HIV/AIDS di Bali bertambah 18 orang lagi. Total kumulatif penderita,

dari 233 orang menjadi 251 orang. Sampai saat ini belum bisa dipastikan posisi

Bali dalam hal urutan jumlah penderita HIV/AIDS dalam skala nasional.

12. Juli 2003

Salah satu kasus baru yang belum banyak diketahui orang lain adalah merebaknya

HIV/AIDS dikalangan para petugas kesehatan akibat secara tidak sengaja

tersuntik jarum suntik yang biasa digunakan oleh para penderita penyakit yang

diidentikkan dengan penyakit seksual ini. Kebanyakan yang terkena adalah para

suster yang bertugas untuk menyuntikkan zat anti viral (anti virus) kepada para

pasien penderita AIDS. Tetapi entah kenapa, secara tidak sengaja jarum suntik

yang biasa digunakan untuk para penderita HIV/AIDS, berbalik menyuntik bagian

tubuh mereka. Keadaan dikhawatirkan akan menyebabkan ketakutan di kalangan

para petugas kesehatan, terutama bagi mereka yang ditugaskan untuk merawat

ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS). Salah satu cara yang telah dilakukan untuk

mengatasi hal ini adalah dengan pemberian obat jenis post exposure prophylaxis

atau pencegahan pasca pajanan. Tujuannya, agar dapat dideteksi apakah mereka

positif terkena HIV/AIDS atau tidak. Mereka meminumnya selama satu hingga

satu setengah bulan, kemudian pemakaian obat dihentikan. Tiga hingga enam

bulan setelahnya, mereka kembali diberikan obat anti viral untuk melumpuhkan

virus HIV. ‘Kecelakaan’ yang tidak disengaja itu akan semakin memperparah

kondisi para pasien HIV/AIDS karena akan semakin banyak orang yang tidak

peduli kepada mereka. Sementara untuk petugas kesehatan diharapkan mereka

bersikap hati-hati dalam bertugas karena pihak rumah sakit tidak menyediakan

dana khusus untuk perawatan dan pengobatan mereka.

13. 20 Agustus 2003

Generasi muda Papua lama-kelamaan dirasa akan habis karena kurangnya

penanganan masalah HIV/AIDS bagi warga Papua oleh petugas kesehatan. Hal ini

3

Page 4: Lp Dan Askep Hiv Aids

dikarenakan penanganan pemerintah terhadap kasus HIV/AIDS di Papua sangat

minim, sedangkan penderitanya semakin hari jumlahnya semakin bertambah.

14. 22 Agustus 2003

Sebanyak 27 orang warga Kabupaten Banyuwangi dinyatakan positif terserang

AIDS dan 10 orang lainnya masih diduga terkena penyakit yang sama. Ini

merupakan Angka terbesar di Jatim setelah Surabaya, Malang, dan Sidoarjo. Data

ini berdasarkan survei Dinas Kesehatan pada 45 unit puskesmas dan 12 lokalisasi

di Kota Gandrung itu, sejak awal bulan Agustus lalu. Kesimpulan didapat setelah

dilakukan pemeriksaan contoh darah yang diuji di laboratorium kesehatan pada

Dinas Kesehatan Propinsi Jatim di Surabaya. Penderita adalah para pekerja seks

komersial (PSK), mahasiswa, ibu rumah tangga, PNS, TKI, dan waria. Dari 27

orang yang dinyatakan positif mengidap virus itu, lima di antaranya meninggal

dunia. Sementara sisanya masih dalam pengawasan dan penanganan pihak Diskes

Banyuwangi.

15. 30 November 2003

Deki (22 Tahun), positif mengidap HIV/AIDS karena jarum suntik narkoba. Deki

tidak tinggal diam menunggu nasib, bahkan ia tidak takut kematian dan menyerah

begitu saja ditengah jepitan ancaman ganda yang harus dihadapinya. Kini, Deki

mengisi hari-harinya dengan bergabung pada Yayasan Pelita Ilmu, Jakarta yaitu

sebuah LSM yang mendedikasikan diri mendampingi penderita ODHA (Orang

Dengan HIV/AIDS).

16. 24 Januari 2003

Setelah lima hari dinyatakan positif mengidap AIDS, Koko (27 Tahun) meninggal

dengan keadaan mengenaskan, dikucilkan dan sempat ditolak berobat oleh

sejumlah rumah sakit.

Berdasarkan data yang masuk, terdapat 306 penderita HIV/AIDS yang tersebar di

Indonesia hingga Desember 2002. Jumlah ini belum termasuk jumlah korban lain

yang tidak terdeteksi.

17. 26 Januari 2004

Dalam kegiatan Penyuluhan Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba di Balai

Kota Bogor, Dr Subagyo Partodiharjo selaku Ketua Yayasan Karya Bhakti

mengatakan, selama 2003, Rumah Sakit Karya Bhakti, Bogor menemukan 14

orang pasien pecandu narkoba yang dinyatakan positif terinfeksi virus HIV/AIDS.

Rumah Sakit Karya Bhakti merupakan salah satu tempat di Bogor untuk

melakukan rapid detoxivikasi (cara medis membuang ketergantungan narkotika).

Pasien narkotika dapat melakukan pencekan untuk mengetahui dirinya terinfeksi

virus HIV atau tidak. Tapi, rumah sakit tidak menerima rehabilitasi bagi pasien

4

Page 5: Lp Dan Askep Hiv Aids

yang terinfeksi virus HIV/AIDS. Kebanyakan pasien narkotika yang dilakukan

rapid detoxivikasi adalah narapidana dalam kasus narkoba yang ditahan di penjara

Paledang,Bogor. Kegiatan Komite ini melakukan penyuluhan dibeberapa daerah.

Hal ini dimaksudkan agar dapat membantu menanggulangi dan memberantas

peredaran serta penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Berdasarkan data perkiraan

jumlah penduduk Indonesia 0.009 % dari tercatat sebagai korban narkoba.

Sedangkan 0,001 % tercatat sebagai sindikat pengedar (bandar, pengedar dan

sebagainya). Dalam peredarannya, narkoba diistilahkan sebagai food suplemen

yang berguna untuk pengembali kesegaran tubuh. Sebagai pengenalan, biasanya

pengedar memberikan narkoba secara cuma-cuma kepada pemakai pemula, yang

nantinya akan ketagihan, namun setelah itu, Pengedar menjualnya dengan harga

tinggi.

18. 14 Februari 2004

I Gusti Dodi, penderita berusia 21 tahun, meninggal di Rumah Sakit Umum

Mataram.

19. 11 Maret 2004

Dua orang bekas TKW asal Malang di Singapura, yaitu Syt dan Syn diketahui

terserang HIV/AIDS setelah menjalani pemeriksaan di Rumah Sakit Kepanjen.

Kedua wanita ini terdeteksi mengidap penyakit ini pada Februari 2004. Dengan

ini, jumlah pengidap HIV/AIDS di Kabupaten Malang menjadi 30 orang, empat

diantaranya meninggal dunia. Penderita yang masih hidup terus dipantau

kegiatannya. Para penderita HIV/AIDS berasal dari berbagai kalangan, seperti

PSK (Pekerja Seks Komersial), Waria, Gay, Sopir, dan Pecandu Narkoba.

20. 18 Maret 2004

Penderita AIDS di Mataram bertambah lagi dengan terindikasikannya Irw (28

tahun) yang saat ini dirawat di Rumah Sakit Umum (RSU) Mataram, Nusa

Tenggara Barat lewat instalasi rawat darurat (IRD).

21. 23 Maret 2004

Irw (28 tahun) seorang sopr taksi yang diindikasikan terkena AIDS, kini hanya

terbaring lemah. Kondisi badannya hampir tanpa kekebalan tubuh. Bahkan

keadaannya semakin memburuk. AIDS tertular padanya melalui suntikan narkoba

yang digunakannya. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya beberapa bekas

suntikan.

DKI tercatat pada urutan pertama untuk kasus AIDS di Indonesia, dibandingkan

dengan Papua, Bali, Riau, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Ke enam daerah ini

memasuki concentrated level epidemic AIDS. Penyebab tingginya kasus AIDS di

enam provinsi itu adalah tidak sehatnya perilaku seksual. Untuk itu diperlukan

penanganan serius penularan AIDS, seperti program abstinensi -puasa seks, be

5

Page 6: Lp Dan Askep Hiv Aids

faithful -setia pada pasangan dan penggunaan kondom. Kasus AIDS juga banyak

ditemukan pada pengguna NAZA, khusunya di DKI Jakarta. Penanganannya,

lewat peer group education.

Semula kasus AIDS di Indonesia berada pada low level epidemic. Sejak 2000,

kasus AIDS di Indonesia meningkat menjadi concentrated level epidemic (data

statistik hingga 2003: http://www. mx2.tempo.co.id/pdat/prs/kliping/aids.htm/ dan

http://www. mx2 .tempo.co.id/pdat/prs/kliping/aids1.htm/ ). Tapi, belum masuk

tahap epidemi meluas yang diindikasikan dengan tingkat persentase kasus AIDS

pada Ibu hamil mencapai di atas satu persen.

Sumber : http://forum.dudung.net/index.php?topic=2108.0 acessed 07/10/2011

pukul 07.00 WIB

III. Etiologi

Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency

virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan

disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi

nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan

HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.

Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :

1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada

gejala.

2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes

illness.

3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.

4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam

hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.

5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali

ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system

tubuh, dan manifestasi neurologist.

AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun

wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :

1. Lelaki homoseksual atau biseks.

2. Orang yang ketagian obat intravena

3. Partner seks dari penderita AIDS

4. Penerima darah atau produk darah (transfusi).

5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.

6

Page 7: Lp Dan Askep Hiv Aids

IV. Patofisiologi :

Virus HIV Immunocompromise

Menyerang T Limfosit, sel saraf, makrofag, monosit, limfosit BMerusak seluler

Flora normal patogen

Organ target

Manifestasi oral Respiratori

Invasi kuman patogen

Manifestasi saraf Gastrointestinal

Lesi mulut

Dermatologi

Nut

risi

inad

ekua

t

Sensori

Penyakit anorektal

HepatitisEnsepalopati akut Gangguan penglihatan

dan pendengaran

Disfungsi biliari

Diare Gatal, sepsis, nyeri

Infeksi

Kompleks demensia

Cai

ran

berk

uran

g

Gan

ggua

n m

obil

isas

i

Akt

ivit

as in

tole

rans

Gan

ggua

n ra

sa n

yam

an :

nyer

i

hipe

rter

mi

Cai

ran

berk

uran

g

Nut

risi

inad

ekua

t

Gan

ggua

n ra

sa n

yam

an :

nyer

i

Gan

ggua

n po

la B

AB

Tid

ak e

fekt

fi b

ersi

han

jala

n na

pas

Tid

ak e

fekt

if p

ol n

apas

Gan

ggua

n bo

dy im

agea

pas

Gan

ggua

n se

nsor

i

HIV- positif ?

Reaksi psikologis

7

Page 8: Lp Dan Askep Hiv Aids

V. Pemeriksaan Diagnostik

1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :

- ELISA

- Western blot

- P24 antigen test

- Kultur HIV

2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.

- Hematokrit.

- LED

- CD4 limfosit

- Rasio CD4/CD limfosit

- Serum mikroglobulin B2

- Hemoglobulin

VI. Penatalaksanaan HIV/AIDS

Secara umum penatalaksanaan HIV/AIDS terdiri atas beberapa jenis

yaitu pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat

antiretroviral (ARV), pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi

opportunistik menyertai infeksi HIV/AIDS dan pengobatan suportif (Bertozzi

et al., 2006).

1. Terapi antiretroviral (ARV)

Terapi anti-HIV yang dianjurkan saat ini adalah HAART (Highly

Active Antiretroviral Therapy), yang menggunakan kombinasi minimal

tiga obat antiretroviral. Terapi ini terbukti efektif dalam menekan replikasi

virus (viral load) sampai dengan kadar di bawah ambang deteksi. Waktu

memulai terapi ARV harus dipertimbangkan dengan seksama karena obat

ARV akan diberikan dalam jangka panjang.  ARV dapat diberikan apabila

infeksi HIV telah ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan

dibuktikan secara laboratories (Hammer et al., 2008).

Obat ARV direkomendasikan pada semua pasien yang telah

menunjukkan gejala yang termasuk dalam kriteria diagnosis AIDS atau

menunjukkan gejala yang sangat berat tanpa melihat jumlah CD4+. Obat

ini juga direkomendasikan pada pasien asimptomatik dengan jumlah

limfosit CD4 kurang dari 200 sel/mm3. Pasien asimptomatik dengan

8

Page 9: Lp Dan Askep Hiv Aids

limfosit CD4+ 200-350 sel/mm3 dapatditawarkan untuk memulai terapi.

Pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm3

dan viral load lebih dari 100.000 kopi/ml terapi ARV dapat dimulai,

namun dapat pula ditunda. Terapi ARV tidak dianjurkan dimulai pada

pasien dengan jumlah limfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm3 dan viral

load kurang dari 100.000 kopi/ml (Dolin, 2008).

Terapi HIV/AIDS saat ini adalah terapi kimia yang menggunakan

obat ARV yang berfungsi menekan perkembangbiakan virus HIV. Obat

ini adalah inhibitor dari enzim yang diperlukan untuk replikasi virus

seperti reverse transcriptase (RT) dan protease. Inhibitor RT ini terdiri

dari inhibitor dengan senyawa dasar nukleosid (nucleoside-based

inhibitor) dan nonnukleosid (nonnucleoside-based inhibitor). Obat ARV

terdiri dari beberapa golongan seperti nucleoside reverse transcriptase

inhibitor (NRTI), non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor

(NNRTI), protease inhibitor (PI) (Gatell, 2010).

Nucleoside Reverse Transcriptase Iinhibitor atau NRTI

merupakan analog nukleosida. Obat golongan ini bekerja dengan

menghambat enzim reverse transkriptase selama proses transkripsi RNA

virus pada DNA host.  Analog NRTI akan mengalami fosforilasi menjadi

bentuk trifosfat, yang kemudian secara kompetitif mengganggu transkripsi

nukleotida. Akibatnya rantai DNA virus akan mengalami terminasi

sedangkan analog NNRTI akan berikatan langsung dengan enzim reverse

transkriptase dan menginaktifkannya. Obat yang termasuk dalam

golongan NRTI antara lain Abacavir (ABC), Zidovudine (AZT),

Emtricitabine (FTC), Didanosine (ddI), Lamivudine (3TC) dan Stavudine

(d4T), Tenofovir. Obat yang termasuk NNRTI antara lain Efavirenz

(EFV) Nevirapine (NVP), Delavirdine (Elzi et al., 2010).

Protese Inhibitor (PI) bekerja dengan cara menghambat protease

HIV. Setelah sintesis mRNA dan poliprotein HIV terjadi, tahap

selanjutnya protease HIV akan memecah poliprotein HIV menjadi

sejumlah protein fungsional. Dengan pemberian PI, produksi virion dan

perlekatan dengan sel pejamu masih terjadi, namun virus gagal berfungsi

dan tidak infeksius terhadap sel. Yang termasuk golongan PI antara lain

9

Page 10: Lp Dan Askep Hiv Aids

Ritonavir (RTV), Atazanavir (ATV), Fos-Amprenavir (FPV), Indinavir

(IDV), Lopinavir (LPV) and Saquinavir (SQV) (Maggiolo, 2009).

Terapi lini pertama yang direkomendasikan WHO adalah

kombinasi dua obat golongan NRTI dengan satu obat golongan NNRTI.

Kombinasi ini mempunyai efek yang lebih baik dibandingkan kombinasi

obat yang lain dan membutuhkan biaya yang lebih sedikit karena terdapat

generiknya. Analog thiacytadine (3 TC atau FTC) merupakan obat pilihan

dalam terapi lini pertama. 3 TC atau FTC dapat dikombinasi dengan

analog nukleosida atau nukleotida seperti AZT, TDF, ABC atau d4T.

Didanosine (ddI) merupakan analog adenosine direkomendasikan untuk

terapi lini kedua. Obat golongan NNRTI, baik EFV atau NVP dapat

dipilih untuk dikombanasikan dengan obat NRTI sebagai terapi lini

pertama. Terapi lini pertama dapat juga dengan mengkombinasikan 3 obat

golongan NRTI apabila obat golongan NNRTI sulit untuk diperoleh.

Pemilihan regimen obat ARV sebagai lini pertama dapat dilihat pada

gambar 2.7.2. (Kitahata et al. 2009).

Evaluasi pengobatan dapat dilihat dari jumlah CD4+ di dalam

darah dan dapat digunakan untuk memantau beratnya kerusakan

kekebalan tubuh akibat HIV. Kegagalan terapi dapat dilihat secara klinis

dengan menilai perkembangan penyakit secara imunologis dengan

penghitungan CD4+ dan atau secara virologi dengan mengukur viral-load.

Kegagalan terapi terjadi apabila terjadi penurunan jumlah CD4+.  Selain

itu terjadinya toksisitas terkait dengan ketidakmampuan untuk menahan

efek samping dari obat, sehingga terjadi disfungsi organ yang cukup berat.

Hal tersebut dapat dipantau secara klinis, baik dari keluhan atau dari hasil

pemeriksaan fisik pasien, atau dari hasil pemeriksaan laboratorium,

tergantung dari macam kombinasi obat yang dipakai (Maggiolo, 2009).

Penilaian klinis toksisitas harus dibedakan dengan sindrom

pemulihan kekebalan (immuno reconstitution inflammatory syndrome /

IRIS), yaitu keadaan yang dapat muncul pada awal pengobatan ARV.

Sindrom ini ditandai oleh timbulnya infeksi oportunistik beberapa minggu

setelah ART dimulai sebagai suatu respon inflamasi terhadap infeksi

oportunistik yang semula subklinik. Keadaan tersebut terjadi terutama

pada pasien dengan gangguan kebalan tubuh yang telah lanjut.

10

Page 11: Lp Dan Askep Hiv Aids

Kembalinya fungsi imunologi dapat pula menimbulkan gejala atipik dari

infeksi oportunistik. Apabila terjadi penurunan jumlah CD4+ dalam masa

pengobatan terapi lini pertama dan didapat tanda terjadinya toksisitas

dapat dipertimbangkan untuk mengganti terapi (Maggiolo, 2009)

2. Terapi Infeksi Opportunistik

Infeksi oportunistik adalah penyebab utama morbiditas dan 

mortalitas AIDS, dengan angka sekitar 90%. Terapi antibiotik atau

kemoterapeutik disesuaikan dengan infeksi-infeksi yang sebetulnya

berasal dari mikroorganisme dengan virulensi rendah yang ada di sekitar

kita, sehingga jenis infeksi sangat tergantung dari lingkungan dan cara

hidup penderita (Paterson et al., 2000).

Hampir 65% penderita HIV/AIDS mengalami komplikasi

pulmonologis dimana pneumonia karena P.carinii merupakan infeksi

oportunistik tersering, diikuti oleh infeksi M tuberculosis, pneumonia

bakterial dan jamur, sedangkan pneumonia viral lebih jarang

terjadi.Alasan terpenting mengapa sering terjadi komplikasi pulmonologis

pada infeksi HIV adalah konsekuensi anatomis paru sehingga terpapar

secara kronis terhadap bahan-bahan infeksius maupun noninfeksius dari

luar (eksogen), di sisi lain juga terjadi paparan secara hematogen terhadap

virus HIV (endogen) yang melemahkan sistem imun. Komplikasi

pulmonologis, terutama akibat infeksi oportunistik merupakan penyebab

morbiditas dan mortalitas utama serta bisa terjadi pada semua stadium

dengan berbagai manifestasi (Paterson et al., 2000).

Manajemen PCP tergantung dari derajat berat-ringannya

pneumonia yang terjadi. Pada pneumonia yang sedang-berat atau berat,

penderita harus di rawat di rumah sakit karena mungkin memerlukan

bantuan ventilator (sekitar 40% kasus). Obat pilihan adalah kotrimoksazol

intravena dosis tinggi. Terapi antibiotika ini diberikan selama 21 hari.

Penderita yang berespon baik dengan antibiotika intravena, dapat

melanjutkan terapi dengan antibiotika per oral untuk jika sudah

memungkinkan. Hipoksemia yang signifikan (PaO2 < 70 mmHg atau

gradien arterial-alveoler > 35), memerlukan kortikosteroid dan diberikan

sesegera mungkin (dalam 72 jam) belum terapi antibiotika untuk menekan

risiko komplikasi dan memperbaiki prognosis.16,18 Pada kasus-kasus

11

Page 12: Lp Dan Askep Hiv Aids

ringan-sedang dapat diberikan kotrimoksazol oral dengan dosis 2 x 960

mg selama 21 hari. Alternatif terapi lainnya untuk PCP berat adalah

pentamidin intravena (pilihan kedua) dan klindamisin plus primakuin

(pilihan ketiga), sedangkan PCP ringan-sedang dapat diberikan dapsone

plus trimetoprim, klindamisin plus primakuin, atovaquone atau

trimetrexate plus leucovorin (Harris dan Bolus, 2008).

Tuberkulosis paru (TB paru) masih merupakan problem penting

pada infeksi HIV/AIDS dan menjadi penyebab kematian pada sekitar 11%

penderita. Berdasarkan data World Health Organization (WHO), pada

akhir tahun 2000 kira-kira 11,5 juta orang penderita infeksi HIV di dunia

mengalami ko-infeksi M. tuberculosis dan meningkatkan risiko kematian

sebesar 2 kali lipat dibandingkan tanpa tuberkulosis, dan seiring dengan

derajat beratnya imunosupresi yang terjadi (Gatell, 2010).

Penatalaksanaan TB paru dengan infeksi HIV pada dasarnya sama

dengan tanpa infeksi HIV. Saat pemberian obat pada koinfeksi TBC-HIV

harus memperhatikan jumlah CD4 dan sesuai dengan rekomendasi yang

ada. Namun pada beberapa atudi mendapatkan tingginya angka

kekambuhan pada penderita yang menerima Obat Anti Tuberkulosis

(OAT) selama 6 bulan dibandingkan dengan 9-12 bulan (Harris dan

Bolus, 2008).

Terdapat interaksi antara obat ARV dengan OAT, terutama

rifampicin karena rangsangannya terhadap aktivitas sistem enzim liver

sitokrom P450 yang memetabolisme PI dan NNRTI, sehingga terjadi

penurunan kadar PI dan NNRTI dalam darah sampai kadar sub-terapeutik

yang berakibat incomplete viral suppresion dan timbulnya resistensi obat.

Protease inhibitor dan NNRTI dapat pula mempertinggi atau menghambat

sistem enzim ini dan berakibat terganggunya kadar rifampicin dalam

darah. Interaksi obat-obat ini akhirnya berakibat tidak efektifnya sehingga

terjadi penurunan kadar PI dan NNRTI dalam darah sampai kadar sub-

terapeutik yang berakibat incomplete viral suppresion dan timbulnya

resistensi obat. Protease inhibitor dan NNRTI dapat pula mempertinggi

atau menghambat sistem enzim ini dan berakibat terganggunya kadar

rifampicin dalam darah. Interaksi obat-obat ini akhirnya berakibat tidak

efektifnya obat ARV dan terapi tuberkulosis serta meningkatnya risiko

12

Page 13: Lp Dan Askep Hiv Aids

toksisitas obat, sehingga pemakaian bersama obat-obat tersebut tidak

direkomendasikan (Gatell, 2010).

Sarkoma Kaposi jenis endemik, merupakan manifestasi  keganasan

yang paling sering dijumpai pada penderita HIV/AIDS.  Penyakit yang

disebabkan oleh Cytomegalovirus ini ditandai dengan lesi-lesi tersebar di

daerah mukokutan, batang tubuh, tungkai atas dan bawah, muka dan

rongga mulut. Bentuk lesi berupa makula eritematosa agak menimbul,

berwarna hijau kekuningan sampai violet. Cara penularannya melalui

kontak seksual. Karsinoma sel skuamosa tipe in situ maupun invasif di

daerah anogenital; limfoma terutama neoplasma sel limfosit B; keganasan

kulit non melanoma serta nevus displastik dan melanoma, merupakan

neoplasma lainnya yang sering dijumpai pada penderita HIV/AIDS.

Seperti halnya keganasan lain, tetapi sarkoma Kaposi akan lebih efektif

bila dalam keadaan baru dan besarnya terbatas. Radiasi, kemoterapi dan

imunomodulator interferon telah dicoba, yang sebenarnya lebih ditujukan

untuk memperpanjang masa hidup, sehingga lama terapi sulit ditentukan

(Sheng Wu et al., 2008).

Dalam keadaan tidak dapat mengurus dirinya sendiri atau

dikhawatirkan sangat menular, sebaiknya penderita dirawat di Rumah

Sakit tipe A atau B yang mempunyai berbagai disiplin keahlian dan

fasilitas ICU. Perawatan dilakukan di Unit sesuai dengan gejala klinis

yang menonjol pada penderita. Harapan untuk sembuh memang sulit,

sehingga perlu perawatan dan perhatian penuh, termasuk memberikan

dukungan moral sehingga rasa takut dan frustrasi penderita dapat

dikurangi. Guna mencegah penularan di rumah sakit terhadap penderita

lain yang dirawat maupun terhadap tenaga kesehatan dan keluarga

penderita, perlu diberikan penjelasan-penjelasan khusus. Perawatan

khusus diperuntukkan dalam hal perlakuan spesimen yang potensial

sebagai sumber penularan. Petugas yang merawat perlu mempergunakan

alat-alat pelindung seperti masker, sarung tangan, yang jasa pelindung,

pelindung mata, melindungi kulit terluka dari kemungkinan kontak

dengan cairan tubuh penderita dan mencegah supaya tidak terkena

bahan/sampah penderita (Martin-Carbonero and Soriano, 2010).

13

Page 14: Lp Dan Askep Hiv Aids

Asuhan Keperawatan

I. Pengkajian.

1. Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi,

menggunakan obat-obat.

2. Penampilan umum : pucat, kelaparan.

3. Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil,

keringat malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun,

nyeri, sulit tidur.

4. Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola

hidup, ungkapkan perasaan takut, cemas, meringis.

5. Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati,

withdrawl, hilang interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses piker,

hilang memori, gangguan atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi.

6. HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka,

tinitus, ulser pada bibir atau mulut, mulut kering, suara berubah, disfagia,

epsitaksis.

7. Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo,

ketidakseimbangan , kaku kuduk, kejang, paraplegia.

8. Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan

ADL.

9. Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.

10. Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot

Bantu pernapasan, batuk produktif atau non produktif.

11. GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun,

diare, inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.

12. Gu : lesi atau eksudat pada genital,

13. Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.

II. Diagnosa keperawatan

1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi

dan pola hidup yang beresiko.

2. Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi

HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.

14

Page 15: Lp Dan Askep Hiv Aids

3. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran

oksigen, malnutrisi, kelelahan.

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya

absorbsi zat gizi.

5. Diare berhubungan dengan infeksi GI

6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang

keadaan yang orang dicintai.

15

Page 16: Lp Dan Askep Hiv Aids

III. Perencanaan keperawatan.

Diagnosa Keperawatan

Perencanaan KeperawatanTujuan dan criteria hasil Intervensi Rasional

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko.

Pasien akan bebas infeksi oportunistik dan komplikasinya dengan kriteria tak ada tanda-tanda infeksi baru, lab tidak ada infeksi oportunis, tanda vital dalam batas normal, tidak ada luka atau eksudat.

1. Monitor tanda-tanda infeksi baru.2. gunakan teknik aseptik pada setiap tindakan

invasif. Cuci tangan sebelum meberikan tindakan.3. Anjurkan pasien metoda mencegah terpapar

terhadap lingkungan yang patogen.4. Kumpulkan spesimen untuk tes lab sesuai order.5. Atur pemberian antiinfeksi sesuai order

Untuk pengobatan diniMencegah pasien terpapar oleh kuman patogen yang diperoleh di rumah sakit.

Mencegah bertambahnya infeksi

Meyakinkan diagnosis akurat dan pengobatan

Mempertahankan kadar darah yang terapeutik Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan.

Infeksi HIV tidak ditransmisikan, tim kesehatan memperhatikan universal precautions dengan kriteriaa kontak pasien dan tim kesehatan tidak terpapar HIV, tidak terinfeksi patogen lain seperti TBC.

1. Anjurkan pasien atau orang penting lainnya metode mencegah transmisi HIV dan kuman patogen lainnya.

2. Gunakan darah dan cairan tubuh precaution bial merawat pasien. Gunakan masker bila perlu.

Pasien dan keluarga mau dan memerlukan informasikan ini

Mencegah transimisi infeksi HIV ke orang lain

Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan.

Pasien berpartisipasi dalam kegiatan, dengan kriteria bebas dyspnea dan takikardi selama aktivitas.

1. Monitor respon fisiologis terhadap aktivitas2. Berikan bantuan perawatan yang pasien sendiri

tidak mampu3. Jadwalkan perawatan pasien sehingga tidak

mengganggu isitirahat.

Respon bervariasi dari hari ke hari

Mengurangi kebutuhan energi

Ekstra istirahat perlu jika karena meningkatkan kebutuhan metabolik

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, meningkatnya

Pasien mempunyai intake kalori dan protein yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan metaboliknya dengan kriteria mual dan muntah dikontrol, pasien

1. Monitor kemampuan mengunyah dan menelan.2. Monitor BB, intake dan ouput3. Atur antiemetik sesuai order4. Rencanakan diet dengan pasien dan orang

penting lainnya.

Intake menurun dihubungkan dengan nyeri tenggorokan dan mulutMenentukan data dasarMengurangi muntahMeyakinkan bahwa makanan sesuai dengan keinginan pasien

16

Page 17: Lp Dan Askep Hiv Aids

kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.

makan TKTP, serum albumin dan protein dalam batas n ormal, BB mendekati seperti sebelum sakit.

Diare berhubungan dengan infeksi GI

Pasien merasa nyaman dan mengnontrol diare, komplikasi minimal dengan kriteria perut lunak, tidak tegang, feses lunak dan warna normal, kram perut hilang,

1. Kaji konsistensi dan frekuensi feses dan adanya darah.

2. Auskultasi bunyi usus3. Atur agen antimotilitas dan psilium (Metamucil)

sesuai order4. Berikan ointment A dan D, vaselin atau zinc

oside

Mendeteksi adanya darah dalam feses

Hipermotiliti mumnya dengan diareMengurangi motilitas usus, yang pelan, emperburuk perforasi pada intestinalUntuk menghilangkan distensi

Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang dicintai.

Keluarga atau orang penting lain mempertahankan suport sistem dan adaptasi terhadap perubahan akan kebutuhannya dengan kriteria pasien dan keluarga berinteraksi dengan cara yang konstruktif

1. Kaji koping keluarga terhadap sakit pasein dan perawatannya

2. Biarkan keluarga mengungkapkana perasaan secara verbal

3. Ajarkan kepada keluaraga tentang penyakit dan transmisinya.

Memulai suatu hubungan dalam bekerja secara konstruktif dengan keluarga.Mereka tak menyadari bahwa mereka berbicara secara bebasMenghilangkan kecemasan tentang transmisi melalui kontak sederhana.

17

Page 18: Lp Dan Askep Hiv Aids

Daftar Pustaka

Grimes, E.D, Grimes, R.M, and Hamelik, M, 1991, Infectious Diseases, Mosby Year Book, Toronto.

Christine L. Mudge-Grout, 1992, Immunologic Disorders, Mosby Year Book, St. Louis.

Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua, EGC, Jakarta.

Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs Approach,J.B. Lippincott Company, London.

Phipps, Wilma. et al, 1991, Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice, 4th edition, Mosby Year Book, Toronto

Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta

18

Page 19: Lp Dan Askep Hiv Aids

Laporan Kasus

ASUHAN KEPERAWATAN TN. M.Y. DENGAN HIV – AIDS Di Ruang Anggrek RSUD Kebumen

Pengkajian

Tanggal pengkajian : 05-09-2011

Tempat : Ruang Anggrek

I. Biodata.

A. Identitas pasien.

1. Nama : Tn. M.Y. (Laki-laki, 34 tahun).

2. Suku/bangsa : Jawa/Indonesia.

3. Agama : Islam

4. Status perkawinan : Kawin

5. Pendidikan/pekerjaan : Wiraswasta

6. Bahasa yang digunakan : Indonesia

7. Alamat : Kebumen

8. Kiriman dari : UGD

B. Penanggung jawab pasien : Keluarga.

II. Alasan masuk rumah sakit

A. Keluhan utama : nyeri perut..

B. Alasan dirawat : mencret sejak 5 bulan yang lalu, malam keringat

dingin dan kadang demam.

III. Riwayat kesehatan

A. Riwayat kesehatan sebelum sakit ini : pasien pernah menderita lever

dan pernah dirawat di RSUD Kebumen 3 tahun yang lalu. Penyebab tidak

diketahui, riwayat alergi seperti obat dan makanan tidak ada.

B. Riwayat kesehatan sekarang :

a. Sejak 2 tahun yang lalu pasien mengkonsumsi obat putaw dengan cara

suntik.

b. Mengeluh nyeri perut. Penyebab tidak diketahui, dengan faktor yang

memperberat adalah bila bergerak dan usaha yang dilakukan adalah diam.

19

Page 20: Lp Dan Askep Hiv Aids

Nyeri dirasakan tertusuk-tusuk, pasien meringis, memegang pada kuadran

kanan dan kiri tetapi tidak menyebar. Skala nyeri adalah 5 dari skala nyeri

5. Kapan timbulnya tidak tentu dan tiba-tiba sering terjadi nyeri. Akhir-

akhir ini sering mengalami keringat dingin malam hari, tidak ada napsu

makan dan mencret berbusa. Karena kondisi tambah parah dan oleh

keluarganya dibawa ke RSUD Kebumen dan dianjurkan untuk opname.

C. Riwayat kesehatan keluarga : orang tua, saudara kandung ayah/ibu,

saudara kandung pasien tidak ada yang menderita penyakit keturunan.

IV. Informasi khusus

A. Masa balita : tidak dikaji

B. Klien wanita : tidak dikaji

V. Aktivitas hidup sehari – hari : di tempat kerja

Aktivitas sehari-hari Pre-masuk rumah sakit Di rumah sakitA. Makan dan

minum1. Nutrisi

2. Minum

Pola makan 3 kali/hari, tetapi tidak ada napsu makan, tidak menghabiskan porsi yang disiapkan.Minum air putih dengan jumlah tidak tentu.

Pola makan 3 kali/hari, namun tidak ada napsu makan, nyeri saat menelan, makan hanya 2 sendok.Minum air putih 2-3 gelas.

B. Eliminasi Mencret 5 X/hari,, seperti busa, tidak bercampur darah dan berbau. BAK 2 X/hari dan tidak ada kelainan.

Mencret dengan frekuensi 5-7 X/hari, encer atau tidak ada isi dan BAK 2 X/hari serta tidak ada kelainan. Keringat dingin pada malam hari

C. Istirahat dan tidur Pasien bisa istirahat dan tidur di rumah

Pasien istirahat di tempat tidur saja. Tidur kalau merasa mengantuk. Kesulitan tidur karena nyeri, keringat dingin.

D. Aktivitas Pasien tidak melakukan apa-apa karena tinggal di rumah dan keadaan yang lemah.

Pasien mengatakan tidak bisa melakukan aktivitasnya karena lemah, merasa tidak berdaya dan cepat lelah.

E. Kebersihan diri Jarang dilakukan. Mandi dan gosok gigi dilakukan di tempat tidur. Hambatan dalam melakukan kebersihan diri adalah lemah dan nyeri.

F. Rekreasi Tidak ada. Hanya bercerita dengan isteri

20

Page 21: Lp Dan Askep Hiv Aids

VI. Psikososial.

A. Psikologis : pasien dan keluarga mengatakan penyakit ini karena

perilakunya yaitu konsumsi obat putaw dengan suntik. Keluarga dan pasien

mengatakan belum mengerti proses penyebaran. Konsep diri : dirasakan peran

sebagai kepala keluarga tidak bertanggung jawab. Keadaan emosi : pasien

pasrah pada keadaannya sekarang. Mekanisme koping adalah diam saja.

B. Sosial : sejak 2 tahun yang lalu pisah ranjang dengan isterinya. Kontak

mata ada, kegemaran adalah ke tempat hiburan.

C. Spiritual : di rumah jarang melakukan sholat 5 waktu, sedangkan di

rumah sakit pasien tidak melakukan, hanya berdoa dalam hati.

VII. Pemeriksaan fisik

A. Keadaan umum : pasien nampak sakit berat, lemah kurus dan pucat.

Kesadaran kompos mentis, GCS : 4-5-6, T 140/90 mmHg, N 120 x/menit, S

39 0C, RR 22 X/menit.

B. Head to toe :

1. Kepala. Bentuk bulat, dan ukuran normal, kulit kepala

nampak kotor dan berbau.

2. Rambut. Rambut lurus, nampak kurang bersih.

3. Mata (penglihatan). Ketajaman penglihatan dapat melihat,

konjungtiva anemis, refleks cahaya mata kanan negative, tidak

menggunakan alat bantu kacamata.

4. Hidung (penciuman). Bentuk dan posisi normal, tidak ada

deviasi septum, epistaksis, rhinoroe, peradangan mukosa dan polip. Fungsi

penciuman normal.

5. Telinga (pendengaran). Serumen dan cairan, perdarahan dan

otorhoe, peradangan, pemakaian alat bantu, semuanya tidak ditemukan

pada pasien. Ketajaman pendengaran dan fungsi pendengaran normal.

6. Mulut dan gigi. Ada bau mulut, perdarahan dan peradangan

tidak ada, ada karang gigi/karies. Lidah bercak-bercak putih dan tidak

hiperemik serta tidak ada peradangan pada faring.

7. Leher. Kelenjar getah bening tidak membesar, dapat diraba,

tekanan vena jugularis tidak meningkat, dan tidak ada kaku

kuduk/tengkuk.

21

Page 22: Lp Dan Askep Hiv Aids

8. Thoraks. Pada inspeksi dada simetris, bentuk dada normal.

Auskultasi bunyi paru normal. Bunyi jantung S1 dan S2 tunggal. Tidak

ada murmur.

9. Abdomen. Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati dan limpa

tidak membesar, ada nyeri tekan, perkusi bunyi redup, bising usus 12

X/menit.

10. Repoduksi

Tidak dikaji.

11. Ekstremitas

Tidak mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan otot ekstremitas atas

2-2 dan ekstremitas bawah 2-2.

12. Integumen.

Kulit keriput, pucat, akral hangat.

VIII. Pemeriksaan penunjang

A. Laboratorium :

Tanggal 04 – 09 – 2011 : metode imunokromatografi positif dan ELISA I dan

ELISA II positif.

Tanggal 03 – 09 - 2011 : Hb 10,5 gr/dl, Leukosit 4,4 x 10 9/L, trombosit 543

X 10 9L, PV 0,32 GDA 69 mg/dl, SGOT 54 4/L, BUN 32 mg/dl dan kreatinin

serum 1,95 mg/dl.

Terapi : tanggal 05 – 12 – 2001 : Metronidazol 3 X 1 tablet, Cotrimoxasol 2 X

2 tablet dan infuse RL 20 tetes/menit.

22

Page 23: Lp Dan Askep Hiv Aids

Analisa data

Data pendukung Masalah Etiologi1. DS :

Pasien mengatakan lemah, cepat lelah, tidak bisa melaukan aktivitas.DO :Keadaan umum lemah, pucat, ADL dibantu, pasien totaly care, terpasang infus

2. DS:Pasien mengatakan tidak ada napsu makan, saat menelan sakit, mengatakan tidak bisa menghabiskan porsi yang disiapkan.

DO :Lemah, menghabiskan 2 sendok makan, dari porsi yang disiapkan, lemah, holitosis, lidah ada bercak-bercak keputihan, Hb 10,5 g/dl, pucat, konjungtiva anemis.

3. DS :

Pasien mengatakan diare sejak 5 bulan yang lalu, mengatakan menceret 5-7 kali/hari, kadang demam dan keringat pada malam hari, minum 2-3 gelas/hari.DO :Perut kembung, turgor menurun, inkontinensia urin, BAB encer, membran mukosa kering, bising usus meningkat 40 X/menit

4. DS :Pasien mengatakan perutnya sakit, angka 5 pada skala nyeri 5, nyeri seperti ditusuk-tusuk.DO :Meringis, memegang-megang perut yang sakit, perut kembung, nadi 120 X/menit, RR 22 X/menit, TD 140/90 mmHg, suhu 390C.

5. DS :Pasien mengatakan kadang demam.DO :Nadi 120 X/menit, RR 22 X/menit, TD 140/90 mmHg, suhu 390C, anti HIV positif.

6. DS :Keluarga mengatakan bagaimana dengan anak-anaknya bila mengetahui ayahnya menderita sakit, mengatakan cemas suaminya tersinggung karena tidak

Aktivitas

Nutrisi

Cairan tubuh

Gangguan rasa nyaman : nyeri

Infeksi

Koping keluarga

Kelemahan

Intake yang tidak adekuat

Diare

Pembesaran limfe nodes pada daerah

abdomen

Infeksi HIV

Cemas dan takut terhadap infeksi

23

Page 24: Lp Dan Askep Hiv Aids

bersentuhan secara langsung.DO :Mengungkapkan perasaan tentang hubungan yang retak dengan suami, cemas.

Diagnosa Keperawatan (berdasarkan prioritas)

1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan pembesaran limfanode

pada daerah GI.

2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

yang inadekuat.

3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan dengan diare.

4. Aktivitas intolerans berhubungan dengan kelemahan secara umum

5. Resiko tinggi infeksi : pasien kontak berhubungan dengan adanya infeksi HIV.

6. Koping keluarga inefektif berhubungan dengan cemas dan takut terhadap

infeksi yang dialami pasien.

24

Page 25: Lp Dan Askep Hiv Aids

Perencanaan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan

Perencanaan KeperawatanTujuan dan criteria hasil Intervensi Rasional

Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan pembesaran limfanode pada daerah GI.

Pasien mengatakan nyeri berkurang dengan kriteriaskala nyeri 1-2, tidak meringis, perut tidak kembung/tendernes setelah 2 hari perawatan

1. Kaji nyeri pasien dan anjurkan untuk menjelaskan nyerinya.

2. Jelaskan kepada pasien tentang nyeri yang dialaminya.

3. Anjurkan untuk menggunakan relaksasi, imagery

4. Kolaborasi pemberian analgesik.

Menentukan tngkat nyeri dan toleransi pasien terhadap nyeri yang dialamiNyeri pasien HIV umumnya merupakan nyeri kronik.

Meningkatkan relaksasi dan perasaan untuk mengontrol nyeri.Mengurangi nyeri

Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat.

Setelah satu minggu perawatan pasien mempunyai intake kalori dan protein yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan metaboliknya dengan kriteria pasien makan TKTP, serum albumin dan protein dalam batas normal, menghabiskan porsi yang disiapkan, tidak nyeri saat menelan

1. Monitor kemampuan mengunyah dan menelan.

2. Monitor intake dan ouput3. Rencanakan diet dengan pasien dan orang

penting lainnya.4. Anjurkan oral hygiene sebelum makan.5. Anjurkan untuk beri makanan ringan

sedikit tapi sering.

Intake menurun dihubungkan dengan nyeri tenggorokan dan mulutMenentukan data dasarMeyakinkan bahwa makanan sesuai dengan keinginan pasienMengurangi anoreksiaMemeunhi kebutuhan nutrisi yang kurang

Kekurangan cairan tubuh berhubungan dengan diare.

Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan dengan kriteria intake seimbang output, turgor normal, membran mukosa lembab, kadar urine normal, tidak diare setealh 5 hari perawatan.

1. Monitor tanda-tanda dehidrasi.2. Monitor intake dan ouput3. Anjurkan untuk minum peroral 4. Atur pemberian infus dan eletrolit : RL 20

tetes/menit.5. Kolaborasi pemberian antidiare.

Bolume cairan deplesi merupakan komplikasi dan dapat dikoreksi.Melihat kebutuhan cairan yang masuk dan keluar.Sebagai kompensasi akibat peningkatan output.Memenuhi kebutuhan intake yang peroral yang tidak terpenuhi.Mencegah kehilangan cairan tubuh lewat diare (BAB).

Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan.

Pada saat akan pulang pasien sudah mampu berpartisipasi dalam kegiatan, dengan kriteria bebas dyspnea dan takikardi selama aktivitas.

1. Monitor respon fisiologis terhadap aktivitas

2. Berikan bantuan perawatan yang pasien sendiri tidak mampu

3. Jadwalkan perawatan pasien sehingga tidak mengganggu istirahat.

Respon bervariasi dari hari ke hariMengurangi kebutuhan energi

Ekstra istirahat perlu jika karena meningkatkan kebutuhan metabolik

25

Page 26: Lp Dan Askep Hiv Aids

Resiko tinggi infeksi : pasien kontak berhubungan dengan adanya infeksi HIV.

Infeksi HIV tidak ditransmisikan, tim kesehatan memperhatikan universal precautions dengan kriteria kontak pasien dan tim kesehatan tidak terpapar HIV, tidak terinfeksi patogen lain seperti TBC selama perawatan.

1. Anjurkan pasien atau orang penting lainnya metode mencegah transmisi HIV dan kuman patogen lainnya.

2. Gunakan darah dan cairan tubuh precaution (universal precaution) bila merawat pasien. Gunakan masker bila perlu.

Pasien mau dan memerlukan informasikan ini

Mencegah transmisi infeksi ke orang lain

Koping keluarga inefektif berhubungan dengan cemas dan takut terhadap infeksi yang dialami pasien.

Setelah 3 kali pertemuan keluarga atau orang penting lain mempertahankan suport sistem dengan kriteria pasien dan keluarga berinteraksi dengan cara yang konstruktif, mengungkapkan perasaan

1. Kaji koping keluarga terhadap sakit pasein dan perawatannya

2. Biarkan keluarga mengungkapkana perasaan secara verbal

3. Ajarkan kepada keluaraga tentang penyakit dan transmisinya.

Memulai suatu hubungan dalam bekerja secara konstruktif dengan keluarga.Mereka tak menyadari bahwa mereka berbicara secara bebasMenghilangkan kecemasan tentang transmisi melalui kontak sederhana.

26

Page 27: Lp Dan Askep Hiv Aids

Pelaksanaan dan Evaluasi Keperawatan

Diagnosa kep.

Hari/tanggal(jam)

Tindakan keperawatan Evaluasi keperawatan

1.Senin, 05 – 09- 2011

10.301. Mengkaji nyeri pasien dan menganjurkan untuk

menjelaskan nyerinya : nyeri skala 5, merasa tertusuk-tusuk

2. Menjelaskan kepada pasien tentang nyeri yang dialaminya.

3. Mengajarkan pada pasien teknik relaksasi 4. Menganjurkan untuk menggunakan relaksasi

Jam 13.30S : mengatakan nyeri, skala 5.O: meringis, T 130/80 mmHg, N 100 X/menit, RR 12 X/menit,

meringisA : nyeri tidak berkurang.P: tindakan keperawatan dipertahankan

2. 10,30

1. Memonitor kemampuan mengunyah dan menelan : menelan terasa sakit

2. Menganjurkan oral hygiene sebelum makan yaitu menggosok gigi atau kumur-kumur.

Jam 13.30S : mengatakan makan hanya 2 sendok, tidak ada napsu makan,

menelan sakitO: lemah, lidah bercak keputuihanA : masalah belum teratasiP: tindakan keperawatan dipertahankan

3 10.301. Mengkaji tanda-tanda dehidrasi : turgor menurun,

membran mkosa kering, urine output menurun.2. Menganjurkan untuk minum peroral sesuai

kemampuan pasien : 4-5 gelas hari 3. Mengatur pemberian infus RL 20 tetes/menit.4. Mengecek pemberian Cotrimoksasol dan

Metronidazole

Jam 13.30S : mengatakan minum hanya 6 sendok, tidak merasa sedang

menceret.O: perut kembung, diare, encer, turgor menurun, membran

mukosa kering.A : masalah belum teratasiP: tindakan keperawatan dipertahankan

4.11.00

1. Memonitor respon terhadap aktivitas : tidak mampu bangun, terpasang infus, nyeri, meringis

Jam 13.30S : mengatakan lemah.O: perut kembung, terpasang infus, bed rest, lemah, pucat.A : masalah belum teratasiP: tindakan keperawatan dipertahankan

5. 10.302. Menganjurkan isteri pasien menggunakan metode

mencegah transmisi HIV dan kuman patogen lainnya : mencuci tangan setelah menyentuh pasien, hindari kontak langsung dengan darah pasien atau cairan dari selaput lendir, gunakan sarung tangan

Jam 13.30S : keluarga mengatakan mngerti universal precautionO: T 130/80 mmHg, N 100 X/menit, RR 12 X/menit, perawat

menggunakan masker A : keluarga pasien dan perawat memperhatikan universal

27

Page 28: Lp Dan Askep Hiv Aids

3. Menggunakan darah dan cairan tubuh precaution (universal precaution) bila merawat pasien dengan menggunakan masker.

precautionP: tindakan keperawatan dipertahankan

6. 12.00 1. Mengkaji koping keluarga terhadap sakit pasein dan

perawatannya : sedih melihat kondisi pasien, keluarga mengatakan menyesal mengapa tidak mengetahui bahwa suami mengkonsumsi putaw yang akhirnya seperti sekarang ini.

2. Mendengarkan keluarga mengungkapkana perasaan secara verbal

3. Menjelas kepada keluarga tentang penyakit dan transmisinya.

Jam 13.00S : keluarga mengatakan tidak tahu bagaimana menjelaskan

kepada anak-anaknya, O: mengungkapkan perasaan, berusaha tegarA : keluarga mulai membentuk koping untuk penyesuaian.P: tindakan keperawatan dipertahankan

1.Selasa, 6 – 09 -2011

17.001. Mengkaji nyeri pasien dan menganjurkan untuk

menjelaskan nyerinya.2. Menganjurkan untuk menggunakan relaksasi seperti

yang dijelaskan

Jam 20.00S : mengatakan nyeri, skala 3.O: meringis, T 110/80 mmHg, N 80 X/menit, RR 18 X/menit,

meringisA : nyeri berkurang.P: tindakan keperawatan dipertahankan bila nyeri menignkat

2. 17.001. Mengkaji kemampuan mengunyah dan menelan.2. Menganjurkan untuk gosok gigi sebelum makan.3. Menganjurkan untuk makan makanan ringan seperti

biskuit atau roti4. Menganjurkan untuk menggunakan kumur betadin

Jam 20.00S : mengatakan makan hanya 3 sendok, tidak ada napsu makan,

menelan sakitO: lemah, lidah bercak keputihan, anoreksia, pucat, konjungitva

anemisA : masalah belum teratasiP: tindakan keperawatan dipertahankan

3. 17.001. Mengkaji tanda-tanda dehidrasi.2. Memonitor intake dan ouput3. Mengannjurkan untuk minum peroral sesuai

kemampuan pasien. 4. Mengatur pemberian infus RL 20 tetes/menit.5. Menyiapkan obat Cotrimoksasol dan Metronidazole

untuk diminum

Jam 20.00S : mengatakan minum hanya 4 sendok, mencret 3 kaliO: perut kembung, diare, encer, turogor menurun, membran

mukosa keirng.A : masalah belum teratasiP: tindakan keperawatan dipertahankan

1. Menganjurkan isteri pasien untuk mempertahankan Jam 20.00

28

Page 29: Lp Dan Askep Hiv Aids

4. 17.00 metode mencegah transmisi HIV.2. Menggunakan darah dan cairan tubuh precaution

(universal precaution) bila merawat pasien dengan menggunakan masker.

S : --O: T 130/80 mmHg, N 100 X/menit, RR 12 X/menit, perawat

menggunakan masker, menggukan tisue.A : keluarga pasien dan perawat memperhatikan universal

precautionP: tindakan keperawatan dipertahankan

5. 19.00 1. Mendengarkan keluarga mengungkapkana perasaan secara verbal

2. Menjelas kepada keluarga tentang penyakit dan transmisinya.

Jam 19.00S : keluarga mengatakan mampu menerima keadaan suaminya,

mengatakan kecewa mengapa saat pisah tidak mengetahui kalau suaminya konsumsi putaw.

O: mengungkapkan perasaan, tenangA : keluarga mulai membentuk koping untuk penyesuaian.P: tindakan keperawatan dipertahankan

1.Rabu, 07 –09 - 2011

10.00

Mengkaji nyeri pasien dan menganjurkan untuk menjelaskan nyerinya.

Jam 16.00S : mengatakan nyeri, skala 3.O: meringis, T 100/70 mmHg, N 88 X/menit, RR 12 X/menit,

meringisA : nyeri berkurang.P: tindakan keperawatan dipertahankan bila nyeri meningkat

2. 10.30 Menganjurkan oral hygiene sebelum makan yaitu menggosok gigi atau kumur-kumur.

Jam 16.00S : mengatakan makan hanya 3 sendok, tidak ada napsu makan,

menelan sakitO: lemah, bercak keputihan berkurangA : masalah belum teratasiP: tindakan keperawatan dipertahankan

3. 14.00 1. Menganjurkan untuk minum peroral sesuai kemampuan pasien : 4-5 gelas hari

2. Mengatur pemberian infus RL 20 tetes/menit.

Jam 16.00S : mengatakan minum hanya 4 sendok, tidak merasa sedang

menceret.O: diare, encer, turgor menurun, membran mukosa kering.A : masalah belum teratasiP: tindakan keperawatan dipertahankan

4. 14.00 Memonitor respon terhadap aktivitas : tidak mampu bangun, terpasang infus, nyeri, meringis

Jam 16.00S : mengatakan lemah.O: terpasang infus, bed rest, lemah, pucat, ADL dibantuA : masalah belum teratasi

29

Page 30: Lp Dan Askep Hiv Aids

P: tindakan keperawatan dipertahankan5. 14.30 Menganjurkan isteri pasien menggunakan metode mencegah

transmisi HIV dan kuman patogen lainnya : mencuci tangan setelah menyentuh pasien, hindari kontak langsung dengan darah pasien atau cairan dari selaput lendir, gunakan sarung tangan

Jam 16.00S : keluarga mengatakan mngerti universal precautionO: T 100/70 mmHg, N 90 X/menit, RR 16 X/menit, perawat

menggunakan masker A : keluarga pasien dan perawat memperhatikan universal

precautionP: tindakan keperawatan dipertahankan

6. 15.00 1. Mendengarkan keluarga mengungkapkan perasaan secara verbal

2. Menjelas kepada keluarga tentang penyakit dan transmisinya.

Jam 16.30S : keluarga mengatakan sudah bisa menerima keadaan pasien.O: mengungkapkan perasaan, berusaha tegarA : keluarga sudah membentuk koping untuk penyesuaian.P: tindakan keperawatan dihentikan

30

Page 31: Lp Dan Askep Hiv Aids

31