Lp Anak Thypus

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN DAN PROSES

LAPORAN PENDAHULUAN DAN PROSES

KEPERAWATAN

Thypus Abdominalis

A. MASALAH KESEHATAN

I. DEFINISI

1. Thypus Abdominalis adalah penyakit akut yng biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran.

(Perawatan Anak Sakit, Ngasihyati, 1997)

2. Thypus Abdomnalis merupakan infeksi akut pada usus dengan gejala demam 1 minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan gangguan kesadaran.

(Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, Rampengan, 1993)

3. Thypus Andominalis (demam tipoid, enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluan cerna, dan gangguan kesadaran.

(Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 Jilid 2, Arif Mansjoer, 2000)

II. ETIOLOGI

1. Penyebab thypus abdominalis adalah karena infeksi kuman Salmonella thyposa, basil gram negative yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora.

2. Salmonella thyposa mempunyai 4 macam antigen :

a. Antigen O (samotik antigen, tidak menyebar).

b. Antigen H (menyebar, terdapat pada hurgella dan bersifat termolabil).

c. Antigen VI merupakan antigen yang melputi tubuh dan melindungi O antigen terhadap fagositosis.

d. Protein membran hialin.

III. GEJALA KLINIS

Gambaran klinis thypus abdominalis pada anak lebih ringan daripada orang dewasa. Masa tunas 10 20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan sedangkan jika melalui makanan umumnya 30 hari.

Gejala prodormal pada masa inkubuasi :

1. Perasaan tidak enak badaan.

2. Lesu, nyeri kepala, pusing.

3. Tidak bersemangat.

4. Nafsu makan berkurang.

Gambaran klinik yang bisa ditemukan adalah :

1. Demam

Demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris remitten dan suhu tidak tinggi sekali.

Minggu I: Suhu tubuh berangsur agsur baik setiap hari, menurunpada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari.

Minggu II: Pasien berda dalam keadaan demam.

Minggu III: Suhu berangsur angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu.

2. gangguan pada system pencernaan

a. Pada mulut didapatkan nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah pecah (ragaden).

b. Lidah tertutup selaput kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor.

c. Pada abdomen ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus).

d. Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perubahan.

e. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi dapat juga diare atau normal.

3. Gangguan kesadaran

Umunya kesadaran pasien menurun walaupun tidak seberapa dalam yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma, atau gelisah (kecuali penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan).

Gejala lain yang mungkin timbul :

1. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam.

2. Bradikardi.

3. Epistaksis pada anak besar.

Keluhan dan gejala pada tiap minggu :

1. Minggu I:

a. Gejala menyerupai infeksi akut, pada umunya seperti : demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi.

b. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan yang meninggi.

2. Minggu II:

Gajala atau tanda kimia menjadi maki jelas berupa demam remitten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung disertai gangguan kesadaran ringan sampai berat.

IV. KOMPLIKASI

Komplikasi thypus abdominalis dapat dibagi menjadi :

1. Perdarahan

Gajala : Penurunan tekanan darah, nadi cepat dan kecil, kulit pucat, penurunan suhu tubuh, peningkatan leukosit dalam waktu singkat, nyeri tubuh, iritabel.

2. Perforasi usus

a. Biasanya terjadi pada minggu ketiga dengan lokasi di ileum terminalis.

b. Terjadi peningkatan leukosit.

c. Diagnosa ditegakkan berdasarkan tanda tanda dan gejala klinis serta pemeriksaan radiologis.

3. Peritonitis

Gejala : Kesakitan di daerah perut yang mendadak, perut kembung, tekanan darah menurun, suara bising usus melemah, pekak hati berkurang.

4. Bronchitis

5. Bronchopneumonia

6. Encephalopathy

7. Kolesistis

8. Meningitis

9. Myokarditis

10. Kronik karier

11. Hepatitis

V. PATOFISIOLOGIS

Patofisiologis Thypus Abdominalis

VI. PENATALAKSANAAN

1. PENCEGAHAN

a. Usaha terhadap lingkungan yang hidup

Penyediaan air minum yang memenuhi syarat.

Pembuangan kotoran manusia yang hygienis.

Pemberantasan lalat.

Pengawasan terhadap penjualan makanan.

b. Usaha terhadap manusia ImunisasiVaksin yang digunakan :

Dibuat dari Salmonella typhosa yang dimatikan. Diberikan secara oral, tidak memberikan perlindungan secara baik.

Dibuat dari strai Salmonella yang dilemahkan (Ty 21 A). diberikan secara oral, dapat memberikan perlindungan selama 36 bulan.

2. RELAPS / KEKAMBUHAN

Relaps ialah berulangnya gejala penyakit typhus abdominalis, akan tetapi berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu ke 2 setelah badan normal. Relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ yang tidak dapat dimusnahkan oleh obat maupun zat anti atau pada waktu penyembuhan tukak terjadi invasi basil bersamaan dengan pembentukan jaringan fibrosis.

3. TERAPI MEDISPenderita typhus abdominalis harus dirawat secara 3 garis besaar, yaitu :

a. Perawatan

Pasien perlu dirawat di RS untuk isolasi, observasi dan pengobatan.

Pasien istirahat selama demam sampai 5 7 hari bebas panas (istirahat total), kemudian dduduk, jika tidak panas boleh berdiri kemudian berjalan di ruangan.

Mobilisasi dilakukan sewajarnya sesuai dengan situasi dan kondisi pasien.

Pasien dengan kesadaran yang menurun harus ddiobservasi agar tidak terjadi aspirasi serta tanda tanda komplikasi.

Perawatan untuk menghindari komplikasi.

b. Diet

Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein, tidak boleh banyak mengandung serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas dan makanan harus lunak.

Susu 2 gelas sehari.

Pasien dengan kesadaran menurun diberikan makanan cair melalui sonde lambung.

c. Obat obatan Kloramfenikol

Dosis tinggi : 50 100 mg/kg BB/hari (maksimal 29 hari) diberikan 4 sehari atau IV.

Efek positif dapat mempersingkat waktu perawatan dan mencegah relaps.

Efek negatif pembentukan zat anti kurang karena hasil selalu cepat dimusnahkan.

Dosis yang dianjurkan untuk neonatus 5 mg/kg BB/hari.

Tiamfenikol

Demam turun setelah 5- 6 hari.

Dosis oral : 50 100 mg/kg BB/hari.

Kotrimoxazole

Digunakan untuk kassus yang resisten terhadap kloramfenikol.

Penetapan di usus cukup baik.

Timbulnya kekambuhan lebih kecil daripada kloramfenikol.

Kerugian :

Skin rash.

Steven Jonson Syndrome.

Agranulositosis.

Nemositopenia.

Megaloblastik.

Anemia.

Hemolisis eritrosit.

Dosis oral :

30 40 mg.kg BB/hari dari Sulfa Meta Zole.

6 8 mg/kg BB/hari untuk Trimetropin dalam 2 x pemberian.

Ampisilia dan amokssisilin

Dosis :

Ampisilin : 100 200 mg/kg BB/hari.

Amoksisilin : 100 mg/kg BB/hari.

KortikosterroidDapat menyebabkan perdarahan usus dan relaps.

B. MASALAH KEPERAWATAN

1. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi.

2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.

3. gangguan eliminasi.

4. Gangguan rasa nyaman.

5. Gangguan peningkatan suhu tubuh.

6. Gangguan mobilitas fisik.

7. Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL.

8. Resiko terjadinya komplikasi.

C. PROSES KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN

1. PEMERIKSAAN FISIK

a. Kepala

Ditemukan rambut kusam, kotor, berbau, tau mudah ronotk, yang dapat terjadi akibat pengaruh suhu tubuh.

b. Mata

Normal atau anemis.c. Hidung

Terjadi epistaksis dikarenakan oleh suhu yang tinggi sehingga pembuluh darah vasodilatasi.

d. Mulut

Nafas berbau tidak sedap.

e. Bibir

Kering dan pecah pecah (regaden).

Lidah tipoid yaitu lidah nampak kering, dilapisi selaput tebal di bagian belakang nampak lebih pucat dibagian ujung dan tepi kemerahan dan mungkin ditemukan tremor.

Lidah kotor dan pecah pecah :

Suhu inti pada saluran pencernaan

Suhu pireksia

Mulut : Terdapat enzim Ptyalin yang pada suhu panas pecah sehingga lidah berwarna putih.

f. TTV

Pengaruh suhu tubuh (38,5 40 0C)

Tekanan Darah normal atau turun

Respiratori Rate umumnya nomal atau tachipnea

Berat badan turun karena anoreksia

g. Cardiovaskuler

Pada nadi dapat terjadi bradichardi relative (Purnawarman J, dkk, 1982).

h. Thorax

Adanya atanda kesulitan bernafas, ada batuk atau tidak, pada auskultasi ditemukan adanya ronchi.

i. Abdomen

Ditemukan adanya ameteorismus karena konstipasi yang cenderung terjadi, nyeri tekan abdomen, hepatosplenomegali.

j. Ekstrimitas

Ditemukan adanya kelemahan otot, tonus otot menurun dan nyeri otot akibat bedrest yang lama, kulit umunya kering, tampak pucat pada ujung jari, adanya roseola pada daerah aksila, dada, abdomen dan punggung.

2. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Laboratorium

Darah

Terdapat gambaran :

Anemia yang ringan sampai sedang.

Peningkatan laju endap darah.

Gambaran eritrosit normokrom karena efek toksin sumsum tulang atau perdarahan usus.

Leukosit dalam batas normal, kadang leukopenia atau leukositosis bila disertai komplikasi.

Trombosit jumlahnya menurun.

Ganbaran hitung jenis didapatkan limfositosis relative, aneosinophilia dapat shifto the left maupun the right tergantung dari perjalanan penyakit.

Gambaran sumsum tulang telah menunjukkan normoseluler, eritroid dan myeloid system normal, jumlah megakariosit dalam batas normal.

b. Pemeriksaan Serologis (kultur darah) dan Widal

Pemeriksaan Widal merupakan pemeriksaan yang dapat menunjukkan diagnosa thypus abdominalis secara pasti, dilakukan setiap minggu (diperlukan darah vena 5 cc untuk kultur/Widal).

Nilai titer zat anti terhadap antigen O, normalnya 1/200.

c. Pemeriksaan biakan empedu (pemeriksaan bakteriologis)

Melakukan biakan darah, tetes urine, sumsum maupun cairan untuk menemukan kuman Salmonella thyposa.

Biakan darah biasanya positif pada minggu pertama.

Biakan sumsum tulang paling baik karena tidak dipengaruhi waktu pengambilan maupun pemberian AB.

Biakan feses dan urine positif pda minggu kedua dan ketiga.II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Kebutuhan nutrisi, cairan dan elektrolit

2. Gangguan suhu tubuh

3. Gangguan rasa nyaman dan nyeri

4. Resiko terjadinya komplikasi

5. Kurang pengetahuan orang tua terhadap proses penyakit

6. Gangguan rasa nyaman (nyeri abdomen) berhubungan dengan proses inflamasi

7. Gangguan psikologis (cemas sedang) berhubungan dengan kurangnya pengetahuan orang tua tentang program perawatan

8. Potensial terjadi penularan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang cara penularan dan pencegahan penyakit

9. Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL berhubungan dengan kelemahan fisik

III. RENCANA KEPERAWATAN

NO.DX. KEPERAWATANINTERVENSIRASIONAL

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.Gengguaan rasa nyaman berhubungan dengan peninzzgkatan suhu

Pemenuhan kebutuhan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan anoreksia

Gangguan pemenuhan kebutuhan cairan berhubungan dengan adanya peningkatan suhu tubuh dibuktikan dengan adanya lidah typoid.

Gangguan eliminasi BAB (konstipasi) berhubungan dengan intake yang kurang, kekurangan cairan, motilitas usus.

Resiko terjadinya komplikasi berhubungan dengan hyperaktivitas. Tanpa mengetahui resiko hyperaktivitas dapat membahayakan diri sendiri.

Gangguan rasa nyaman (nyeri abdomen) berhubungan dengan proses inflamasi.

Gangguan psikologis (cemas sedang) berhubungan dengan kurangnya pengetahuan orang tua tentang progran perawatan.

Potensial terjaddinya penularran berhubungan dengan pengetahuan keluarga tentang cara penularan dan pencegahan penyakit.

Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL berhubungan dengan kelemahan fisik.1. Menambah sirkulasi udara dan meningkatkan suhu lingkungan.

2. Anjurkan anak memakai pakaian yang ringan / tipis.

3. Berikan kompres dingin pada dahi pasien.

4. Hindarkan suhu dingin. Berikan tambahan pakaian / selimut.

5. Observasi TTV.

1. Berikan penjelasan tentang pentingnya nutrisi yang adekuat bagi proses penyembuhan.

2. Berikan makanan sesuai dengan diit dan sajikan dengan menarik.

3. Hindari makanan yang dapat mengiritasi mukosa lambung dan usus.

4. Jaga kebersihan mulut dan gigi.

5. Observasi intake dan output.

6. Timbang berat badan tiap hari.

7. Kolaborasi dengan ahli gizi dan pemberian vitamin.

1. Pertahankan masukan caairan intravena.

2. Awaasi intake dan output.

3. Awasi TTV dan berat badan tiap hari.

4. Kaji hygienis kulit daan membran mukosa.

1. Jelaskan kepada anak penyebab konstipasi.

2. Anjurkan untuk meningkatkan pemasukan (makanan dan cairan).

3. Lakukan bowel training bila keadaan memungkinkan.

4. Ambulassi dini setelah 7 hari bebas panas.

1. Berikan penjelasan kepada anak dan orang tua tentang resiko hyperaktivitas.

2. Fasilitas pemenuhan ADL.

3. Pantau aktivitas anak.

1. Kaji tingkat nyeri dan penyebab nyeri.

2. Libatkan orang tua dalam pemilihan pengobatan.

3. Ajarkan anak untuk tindakan relaksasi, mengatur pernafasan (nafas dalam).

4. Mengajarkan klien untuk teknik relaksasi.

5. Kolaborasi untuk pemberian analgesik.

1. Jelaskan padda orang tua tentang proses penyakit dan prosedur pengobatan.

2. Jelaskan setiap prosedur tindakan keperawatan pada orang tua.

3. Libatkan keluaarga saat melakukan tindakan.

4. Berikan pendiddikan kesehatan pada keluarga tentang penyakit.

1. Berikan penjelasan tentang cara penularan dan pencegahan typhus abdominalis.

2. Libatkan orang tua dalam perawatan di rumah sakit.

3. Anjurkan anak untuk menerapkan pola aatau kebiasaan hidup sehat dalam kehidupan sehari hari.

4. Monitor kebiasaan keluarga yang kurang sehat.

5. Evaluassi kembali tentang pengetahuan dan ketrampilan orang tua dan anak.

1. Kaji kekuatan otot.

2. Observassi TTV.

3. Bantu anak penuhi aktivitas.

4. Jauhkan benda benda yang berbahaya dari anak.

5. Anjurkan keluarga untuk selalu menjaga anak,1. Suhu ekterrnal yang lebih rendah daripada suhu tubuh akan membantu menurunkan suhu tubuh.

2. Paakaian yang ringan / tipis memungkinkaan sirkulasi udara yang cukup.

3. Kompres akan berpengaruh terhadap hypothalamus sebagai pengatur suhu tubuh.

4. Perasaan menggigil dapat menambah tekanan metabolisme tubuh.

5. Untuk menentukan keefektifan intervensi keperawatan.

1. Anak dapat kooperatif.

2. Meningkatkan nafsu makan.

3. Mencegah terjadinya komplikasi.

4. Mencegah nafas berbau dan mulut kering.

5. Memasstikan keseimbangan intakee output sebagai dasar intervensi.

6. Mencegah peningkatan berat badan dan keberhasilan intervensi.

7. Menentukan intervensi yang tepat.

1. Untuk meningkatkan dan mencegah dehidrasi.

2. Untuk menentukan status dehidrasi.

3. Untuk memperhatikan statuss dehidrasi.

4. Sebagai petunjuk terrjadinya dehidrasi.

1. Meningkatkan kooperatif anak.

2. Mengurangi resiko konstipasi.

3. Bowel training akan menutup kemungkinan klien untuk menahan BAB.

4. Aambulasi akan mempengaruhi resiko hyperaktivitas usus.

1. Tanpa mengetahui resiko hyperaktivitas, anak dapat membahayakan diri sendiri.

2. Untuk mengurangi aktivitas anak.

3. Untuk memastikan anak tidak beraktivitas yang dapat memicu terjadinya komplikasi.

1. Menentukan intervensi yang tepat.

2. Orang tua tahu yang terbaik untuk anaknya.

3. Mengurangi rasa nyeri.

4. Anak terpusat pada kegiatan barunya dan mengurangi rasa nyeri.

5. Mengurangi rasa nyeri.

1. Mengurangi tingkat kecemasan.

2. Mengurangi tingkat kecemasan dan menambah kekooperatifan anak.

3. Orang tua mampu memberikan dukungan psikologis untuk anak.

4. Agar orang tua mengerti tentang program pengobatan pada abaak, setelah orang tua faham mengenai penyakit anak diharapkan orang tua dapat membantu palaksanaan program pengobatan.

1. Orang tua dapat mengantisipasi penularan penyakit.

2. Orang tua dapat mengurangi kecemasan yang dihadapi anak.

3. Mencegah terjaddinya penularaan penyakit.

4. Memberikan bimbingan untuk meluruskan kebiasaan anak yang tidak sehat.

5. Mengadakan pembenaran apabila terdapat ketrampilan orang tua yang salah terhadap perawatan anak.

1. Mengetahui seberapa besar gangguan aktivitas anak.

2. Sebagai dasar tindakan keperawatan yang jauh lebih baik.

3. Dapat membantu aktivitas anak.

4. Mengurangi resiko terjadinya kecelakaan pada anak.

5. Mengurangi resiko terjadinya kecelakaan pada anak.

DAFTAR PUSTAKA

Dongoes, E. Marilyn. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Lynda Juall Carpenito. 2001. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta : Media Ausculspius FKUI

Ngastiyah. 1997. Perawaatan Anak Sakit. Jakarta : EGC

Sjaifoellah Noer. 1996. Ilmu Penyakit Dalam Jiwa I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Kuman Salmonella thyposa

Masuk bersama makanan /minuman

Masuk ke lambung

Mati karena asam lambung

Tidak mati karena asam lambung

Menuju usus halus

Mengadakan invasi usus halus (terutama pada lapisan submukosa usus halus/Plaks Peyer)

Masuk jaringan limfoid mesentrika

Menyebabkan peradangan setempat

Kuman leawat pembuluh limfe masuk ke darah

Bakteri Primer

Menuju organ Retikul Endotelial System (RES) terutama hati dan limfe

Tidak difagosit

Difagosit oleh RES

Berkembang biak di hati dan limfe

Kuman masuk ke pembuluh darah

Masa inkubasi 5 9 hari

Menyebar ke seluruh tubuh

Kuman mengeluarkan endotoksin

Bakteriaemia

Sehingga merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit

Zat porigen beredar di darah

Mempengaruhi pusat termoregulator di hipotalamus

Menimbulkan demam intermitten

Menimbulkan lidah tipoid

Menyebabkan anoreksia

G3 pemenuhan nutrisi

G3 cairan dan elektrolit

Kuman masuk organ tubuh terutama limfe

G3 peningkatan suhu tubuh

G3 rasa nyaman

Pembesaran limfe (lien)

Kuman dikeluarkan melalui kandung empedu

Menuju rongga usus bagian proksimal

G3 peningkatan suhu

G3 rasa nyaman

Menimbulkan demam intermitten

Kuman masuk organ tubuh terutama limfe

Pembesaran limfe (lien)

G3 nyeri abdomen

Kuman dikeluarkan melalui kandung empedu

Menuju rongga usus bagian proksimal

Menyebabkan infeksi di usus halus terutama dalam kelenjar limfoid usus halus

Sehingga mukosa jaringaan limfe usus meradang

Tukak semakin lama semakin matang

Mengalami nekrose/perubahan

Mukosa usus mengalami ulserasi

Mengalami penyembuhan tanpa meninggalkan jaringan parut

Anak tidak merasakan dan tidak boleh beraktivitas selama 7 hari

Tidak beraktivitas

Kesembuhan

G3 metabolisme fisik

G3 pemenuhaan ADL

Resiko tinggi terjadinya komplikasi

Beraktivitas

Resiko tinggi terjadinya komplikasi

Menimbulkan komplikasi

Perdarahan

Perforasi usus

Terjadi lesi radang yang menembus lapisan muskularis dan lapisan serosa usus