Upload
hartina-aida-alwie
View
194
Download
12
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Reklamasi Pantai Kota Makssar Harus merujuk pada Undang-undang yang berlaku
Citation preview
Literatur Reklamasi Pantai Kota Makassar
Hartina Alwi (D521 10 253)
Pengembangan Wilayah Kota, Universitas Hasanuddin
Reklamasi Harus Merujuk RTRW Mamminasata
Sabtu, 09 Maret 2013 08:57
Sumber: http://bahasa.makassarkota.go.id/index.php/pembangunan/1075-reklamasi-harus-merujuk-
rtrw-mamminasata
Makassar,- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel meminta kepada semua pihak termasuk Pemkot
Makassar untuk tunduk pada kesepakatan bersama agar kegiatan reklamasi pantai di wilayah pesisir
Kota Makassar segera dihentikan. Reklamasi sepanjang 33 kilometer itu diharapkan mengacu pada
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan
Perkotaan Makassar, Maros, Sungguminasa dan Takalar (Mamminasata).
"Sudah ada pertemuan yang diinisiasi oleh Kementrian Lingkungan Hidup yang dihadiri BLHD dan
Dinas Tata Ruang Pemkot Makassar. Dalam pertemuan itu keluar rekomendasi untuk menghentikan
seluruh reklamasi di sepanjang pantai Makassar, sampai kegiatan itu dilakukan sesuai proses dan
prosedur perundangundangan. Termasuk merujuk pada Perpres 55," tegas Kepala Badan
Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Provinsi Sulsel, Tamzil Tadjuddin, di depan ruang kerja Wakil
Gubernur Sulsel, Kamis (7/3). Apalagi kata Tamzil, kawasan pantai Makassar sangat luas dan
memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Reklamasi adalah tuntutan pembangunan dan bukan sesuatu
yang dilarang atau haram tetapi kegiatan reklamasi harus dilakukan secara hati-hati.
"Banyak aturan dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah, baik dari aspek tata ruang, tehnis, aspek
ekonomi dan sosial budaya dan lingkungan. Semuanya harus dilihat secara komprehensif. Apalagi
kegiatan rekmalasi pantai harus juga merujuk pada RTRW kabupaten/kota maupun provinsi,"
ujarnya.
Terkait aktifitas disepanjang lokasi proyek Central Point of Indonesia (CoI), Tamzil Tajuddin
menegaskan, untuk proyek CoI tidak ada masalah. Sebab proyek CoI sebelumnya telah ada
kesepakatan antara gubernur dan walikota. "Untuk CoI tidak masalah, sebab proyek tersebut telah
memiliki izin dan analisi dampak lingkungan (amdal)," ujarnya lagi.
Selain Pemprov, sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar juga
mendesak agar semua bentuk aktifitas reklamasi pantai di sepanjang Losari harus dihentikan.
Alasan dewan reklamasi tersebut harus merujuk pada Perda Ruang Terbuka dan Wilayah (RTRW)
Kota Makassar. "Raklamasi pantai harus merujuk pada Perda RTRW. Jangan seenaknya orang
mengklaim itu lahan mereka. Badan Pertanahan Nasional (BPN) juga harus membatasi izin
menimbung laut. Semuanya ada aturan dan prosedur yang diamanatkan undangundang," tegas
anggota DPRD Kota Makassar Stefanus Swardy Hiong.
Pendapat yang sama disampaikan anggota DPRD Kota Makassar Haris Yasin Limpo. Adik kandung
Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo ini menegaskan, aktifitas reklamasi partai tidak hanya
merujuk pada Perda RTRW tetapi harus sepengetahuan dewan. Kalau ada reklamasi tanpa
sepengetahuan dewan maka itu kegiatan ilegal.
"Reklamasi pantai harus membutuhkan kajian RTRW jangan asal menimbun saja. Kalau memang
reklamasi sudah berlangsung artinya Pemkot tidak menghargai fungsi dewan," tegasnya.
Sementara itu, Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin juga membantah jika terjadi penimbunan
di pantai Tanjung Bunga samping Trans Studio dan area Center Poin of Indonesia (CoI). Menurut
dia, aktivitas yang terjadi di pantai Tanjung Bunga masih sebatas pembuatan tanggul dengan
menggunakan batu-batu besar. “Tidak ada penimbunan tanah disana, coba tunjukkan saya
penimbunan laut. Itu batu yang disusun untuk membuat kolam. Tidak ada penimbunan tanah,”
ucapnya.(war)
"Semua Penimbunan di Losari Berpotensi Ilegal"
Berita Kota Makassar
Jl. Urip Sumohardjo No 20 Makassar (Gedung Graha Pena Makassar, Lantai 3) Telp. (0411)
451313, Fax. (0411) 452280
di Update oleh ronalyw
Kamis, 07 Maret 2013 00:00
Sumber: http://m.beritakotamakassar.com/index.php/topik-utama-hari-ini/3518-qsemua-
penimbunan-di-losari-berpotensi-ilegalq.html
PAKAR agraria dan kelautan Universitas Hasanuddin, Farida Patittingi, mengatakan, Peraturan
Presiden (Perpres) Nomor 122 Tahun 2012 merupakan perintah dari ketentuan pasal 34 ayat 3
Undang Undang No 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Perpres ini memberi pedoman pada proses reklamasi pantai di wilayah pesisir.
"Ketika keluar dari aturan Perpres berarti melanggar UU. Karena itu reklamasi harus berpedoman
pada payung hukum yang jelas," tegas Farida.
Dijelaskannya, reklamasi yang selama ini dilakukan hanya reklamasi sektoral dan parsial. Dimana
reklamasi dilakukan tergantung dari sektor-sektor yang membutuhkannya.
Tapi intinya reklamasi itu harus sesuai dengan tata ruang wilayah, katanya.
Jika reklamasi akan dilakukan di dalam sebuah kabupaten maupun kota, lanjutnya, tentunya
pemerintah setempat harus membuat peraturan daerah tentang zonasi wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil serta rencana tata ruang wilayah pada daerah tersebut.
Perda ini penting sebagai pedoman. Artinya, sebelum ada perda, tidak dibenarkan adanya proses
reklamasi, karena bisa memengaruhi pada banyak segi.
"Dalam wilayah zonasi itulah ada arahan pemanfaatan. Dimana reklamasi ini hanya bisa dilakukan
pada zona pemanfaatan umum dan dilarang untuk melakukan reklamasi pada zona konservasi
sesuai dalam Perpres Nomor 122 Tahun 2012 ini," terang Farida
Wilayah konservasi dikatakan Farida yakni wilayah hutan manggrove dan hutan baku. Sebab ini
adalah wilayah-wilayah penyangga yang harus dijaga untuk keberlanjutan sumber daya.
Selain itu ada wilayah-wilayah tertentu yang ada kepentingan perikanan untuk pelarangan
reklamasi. "Itu dilarang karena mengganggu habitat, ekosistem dan parahnya bisa menghancurkan
sumber daya dan ujung-ujungnya bisa berdampak pada masyarakat khususnya masyarakat nelayan
atau pesisir sehingga mereka tidak bisa lagi memperoleh akses sumber daya," paparnya.
Melihat persoalan reklamasi yang terjadi di Jalan Ujung Pandang tepatnya di belakang Zona Cafe,
Farida, belum berani menyatakan ilegal. Tetapi jika mengacu pada ketentuan yang mensyaratkan
harus ada perda, maka reklamasi di pesisir Losari, bisa saja melanggar.
Ia mengatakan semuanya tergantung dari rencana zonasi atau rencana tata ruang wilayah.
"Kita harus lihat dulu apakah reklamasi tersebut menyalahi atau tidak sesuai dengan rencana zonasi
atau tata ruang di mana acuannya disitu. Intinya aturan mainnya ada pada wilayah zonasi dan tata
ruang wilayah jika reklamasi itu sesuai, kita harus lihat lagi mengenai ijinnya karena reklamasi ini
instrumen hukumnya adalah perijinan di mana perijinan ini untuk memberi kontrol by goverment
bidang pemerintahan dan sumber daya ,"tandasnya.
Terpisah Sudirman Saad, Dirjen Kelautan dan Pulau-Pulau Kecil, menyatakan di Sulsel belum ada
kabupaten/kota yang memiliki perda terkait zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
"Di Sulawesi baru satu kota yang punya perda yakni Buton ,"bebernya.
Kepala BPN Sulsel El Fachri, mengatakan reklamasi harus punya amdal. Tidak mengganggu hutan
manggrove, tidak mengganggu nelayan yang mencari ikan, tidak mengganggu sistem pelayaran
kapal (navigasi).
"Dan izin lokasi tidak mengganggu RT/RW dan punya izin reklamasi sesuai dengan keterangan
walikota," katanya.
Ini adalah syarat dan ketentuan dalam reklamasi.
Kepala Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Makassar A Oddang Wawo, membantah reklamasi
pantai adalah bagian dari wewenangnya.
"Kalau soal reklamasi pantai itu bukan kewenangan saya. Nanti ada bangunan baru jadi urusan
saya. Sampai saat ini belum ada permohonan IMB dari kegiatan penimbunan tersebut," kata
Oddang, Rabu (6/3).
Oddang mengatakan, semua permasalahan reklamasi pantai yang ada di Jalan Ujungpandang,
reklamasi di jalan Metro tanjung Bunga dan di pesisir Losari, bukanlah kewenangan pihaknya.
"Nanti ada kegiatan pembangunan atau bangunan, baru menjadi tanggung jawab dinas tata ruang.
Kalau ada bangunan yang sudah direklamasi tidak memiliki IMB I akan ditindaki," katanya.
Pada bangunan yang berdiri di atas lahan reklamasi, pihaknya sangat selektif memberi izin.
'Kita juga tidak serta merta memberikan izin tanpa memenuhi persyaratan teknis dan secara
yuridis," terang Oddang.
Walikota: Amdal Reklamasi Belum Terbit
Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin mengemukakan, Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (Amdal) untuk reklamasi pengembangan kota baru di sepanjang garis Pantai Makassar
belum terbit.
Menurut dia, rencana pembangunan 10 kota baru di sepanjang pantai Makassar menggunakan
konsep reklamasi dengan mitigasi sudah memenuhi syarat-syarat yang lain. Syarat yang dimaksud
Ilham yakni penelitian bawah laut atau oceanografi.
"Mereka baru bisa menimbun setelah memenuhi semua persyaratan. Persyaratan itu meliputi
feasibility study, Amdal, oceanografi. Itu rata-rata sudah ada. Amdalnya yang belum selesai,”
katanya kepada wartawan di Makassar, kemarin.
Ilham juga membantah jika dikatakan sudah terjadi penimbunan di pantai Tanjung Bunga samping
Trans Studio dan area Center Poin of Indonesia (CPI). Menurut dia, aktivitas yang terjadi di pantai
Tanjung Bungan baru pembuatan tanggul dengan menggunakan batu-batu besar.
"Tidak ada penimbunan tanah disana, coba tunjukkan saya dipantai yang sudah ada penimbunan
tanah melalui pantai. Itu batu yang disusun untuk membuat kolam. Tidak ada, penimbunan tanah
yang ada sekarang itu adalah yang ada disepanjang jalan. Yang ada penimbunan batas-batas
lahannya. Tidak ada sekarang yang menimbun disekitar CPI,” ucapnya.
Bahkan, lanjut dia, CPI yang nota bene adalah proyek Pemprov Sulsel juga belum melakukan
penimbunan. Menurut Ilham, permintaan Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Sulsel
menghentikan pembangunan tanggul di Tanjung Bunga tidak memiliki dasar yang kuat.
Apalagi kata dia, disampinya juga terdapat proyek CPI yang dimulai sejak 2009.
"Saya kira kalau BLHD provinsi tidak ada alasan untuk menghentikan itu. Apalagi CPI jalan
sendiri. Sebenarnya belum pernah konfirmasi tapi kita menghargai ide dan gagasannya untuk
melahirkan suatu ruang publik bagi masyarakat, sehingga kita support saja,” ungkapnya.
Menurut Ilham, pengusaha yang akan menjadi pengembang kota pantai Makassar sudah memegang
izin untuk reklamasi. “Tetapi, izin reklamasi baru bisa setelah memenuhi semua syarat baru mereka
bisa melakukan action dilapangan,” ucapnya.
Belum terbitnya Amdal reklamasi pantai Makassar dibenarkan Kepala BLHD Makassar Andi
Mappalalo Gau. “Betul itu. Ada Amdal pun belum bisa menimbun. Harus ada izin reklamasi.
Kecuali fungsi memperbaiki bibir pantai, misalnya pembuatan Ruang Terbuka Hijau (RTH),”
jelasnya.
Sementara, Ketua Asosiasis Perencanaan Indonesia Sulawesi Selatan Syatria Madjid
mengemukakan, dasar hukum utama sebuah reklamasi izin Amdal. Dia juga meminta agar seluruh
aktivitas dipantai dihentikan sebelum terbit Amdal.(eka-ucu-ril/sya/B)
Dampak reklamasi, Pulau Lae-Lae menyusut
Herni Amir
Rabu, 27 Maret 2013 − 18:23 WIB
Dampak reklamasi, Pulau Lae-Lae menyusut
Ilustrasi (sindonews)
Sumber: http://daerah.sindonews.com/read/2013/03/27/25/731820/dampak-reklamasi-pulau-lae-lae-
menyusut
Sindonews.com - Pulau Lae-Lae yang terletak di kepulaun Makassar semakin tergerus oleh abrasi
yang diduga kuat akibat reklamasi pantai. Akibatnya, luasan pulau berpenduduk 2.000 jiwa tersebut
terus berkurang.
Menurut anggota DPRD Makassar, Stefanus Swardi Hiong, dengan adanya reklamasi di pantai
Makassar menyebabkan adanya arus pantul antara gelombang laut yang bertemu arus air dari darat
sehingga menghasilkan pusaran sangat kuat.
Hal inilah kata dia, yang menyebabkan terjadinya abrasi. Padahal sejatinya, pulau Lae-Lae
merupakan bentukan natural dari proses ekologi alam yang berfungsi sebagai pemecah ombak.
Karena itu, pulau ini berfungsi melindungi kawasan pesisir Makassar dari abrasi dan dampak
sedimentasi yang dibawa dari bendungan bili-bili.
"Adanya pusaran kuat terus menerus terutama jika curah hujan tinggi maka kerusakan besar di
pulau ini tak dapat terhindarkan. Makanya proses reklamasi untuk kepentingan mitigasi ini urgen
dikaji ulang oleh pemerintah,” tegasnya Rabu (27/3/2013).
Sementara itu, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulsel Zulkarnain juga
mengakui jika reklamasi turut memberi andil terhadap proses abrasi yang terjadi di pulau-pulau
pesisir seperti Lae-lae, Kayangan, dan Kodingareng.
Hanya saja, kontribusinya tidak sesignifikan dampak iklim global. Karena itu, sudah seharusnya
pemerintah melakukan antisipasi bukan dengan reklamasi tapi justru melakukan perlindungan dan
pengembangan hutan-hutan mangrove.
“Karena ini yang akan berfungsi sebagai penahan ombak. Kalau ini tidak dilakukan, maka yakin
saja, dalam 10 tahun kedepan akan banyak pulau-pulau kecil yang hilang,” katanya.
Foto: Dampak Reklamasi Pantai Losari
Sumber: http://www.kabarmakassar.com/more/berita-foto/item/2037-foto-dampak-reklamasi-pantai-losari.html
Makassar, KM-- Eskavator menimbun di kawasan proyek reklamasi pesisir Pantai Losari,
Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (27/03/2013). Proyek reklamsi di perairan pesisir akan
berdampak terhadap kehidupan nelayan sekitar. Hal ini membuat nelayan kesulitan untuk melaut
akibat terjadinya pendangkalan air laut sehingga mata pencaharian mereka semakin berkurang.