10
DIMENSI TEKNIK SIPIL Vol. 27, No. 1, Juli 1999 : 20 - 29 Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/ 20 LINGKUNGAN “PECINAN” DALAM TATA RUANG KOTA DI JAWA PADA MASA KOLONIAL. Handinoto Staf Pengajar Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Arsitektur - Universitas Kristen Petra ABSTRAK Lingkungan “Pecinan” selalu ada di hampir semua kota-kota di Jawa. Meskipun sekarang lingkungan ini sudah semakin kabur, tapi di beberapa kota kecil di Jawa bekas kehadirannya masih sangat terasa sekali. Atmosfir lingkungannya yang khas, diperkuat dengan kehadiran kelenteng sebagai pusat ibadah dan sosial, serta bentuk-bentuk bangunan yang khas pula sangat mudah untuk ditengarai. Di beberapa kota di dunia seperti San Fransisco, Manila dan sebagainya daerah Pecinan ini justru di perkuat kehadirannya. Bahkan daerah tersebut bisa dijadikan sebagai daerah tujuan wisata kota. Selama Orde baru, karena alasan sosial dan politik, kehadiran Pecinan di kota-kota Indonesia, mulai dihapuskan. Tulisan ini mencoba untuk menelusuri sejarah kehadiran daerah “Pecinan” pada kota-kota di Jawa pada masa lampau. Kata kunci : Kota di Jawa jaman kolonial, Pecinan. ABSTRACT Pecinan (Chinese Camp) area is never absent in the town of Java. Although the specific characteristics of this mileu is not so strong any more at the present as it was in the past, its presency in diverse smaller towns in Java is still felt as something different. The specific atmosphere of the area, centered on the klenteng as the place of workship, its social environment, included the specific style of house construction, are easy to be recognized. In some world cities like San Fransisco and Manila, the socalled China Towns are just stimulated for its existence. It is even so far, that theyare recomended as tourist destination objects. During the rule of the New Order (1965-1998), Pecinan in the towns in Indonesia are systimatically abolished, because of sicio political considerations. This paper tries to trace back the history of those Chinese Camps in the older towns of Java, to have a certain picture of its existence in the past. Keywords : Town in Java in colonial period, Pecinan PENDAHULUAN Pecinan atau yang sering disebut sebagai Chinezen Wijk” atau “China Town ”, tidak saja terdapat di Jawa tapi juga di hampir setiap kota pantai utama Asia Tengara. Di Jawa Pecinan terdapat di hampir semua kota, baik di kota pantai seperti Jakarta (Batavia), Semarang, Surabaya sampai kota pedalaman pusat Kebudayaan Jawa seperti Yogyakarta dan Surakarta. Di kota-kota yang relatif muda di Jawa seperti Jember (kota yang baru timbul di akhir abad ke 19 ,karena pembukaan daerah perkebunan di ujung Timur P. Jawa), Pecinan juga hadir disana. Di dalam tata ruang kota, daerah Pecinan sering menjadi “Pusat Perkembangan” karena daerah tersebut merupakan daerah perdagangan yang ramai. Daerah yang punya kepadatan tinggi dengan penampilan bangunan berbentuk ruko (rumah toko atau Shop houses ) sering menjadi ciri daerah pecinan. Meskipun perannya demikian penting dalam suatu perkembangan tata ruang kota, tapi anehnya daerah ini jarang sekali menjadi obyek studi. Pembahasan tulisan ini di titik beratkan pada peran pecinan terhadap perkembangan morpologi kota di Jawa pada umumnya. AWAL TIMBULNYA PEMUKIMAN CINA DI KOTA-KOTA PANTAI UTARA JAWA Emigrasi orang Cina ke Jawa mulai terjadi secara besar-besaran pada abad ke 14. Awal terjadinya pemukiman Cina di sepanjang pantai Utara Jawa tersebut sebagai akibat samping dari aktifitas perdagangan antara India dan Cina lewat laut. Perdagangan lewat laut tersebut memanfaatkan angin musim Utara antara bulan Januari-Pebruari untuk pergi ke Selatan dan pulang ke Utara dengan pertolongan angin musim Selatan antara bulan Juni-Agustus. Selama periode badai (Cylone ) atau per- ubahan musim, para pedagang tinggal di pelabuhan-pelabuhan Asia Tenggara, disamping mereka menunggu rekan dagang dari bagian

LINGKUNGAN “PECINAN” DALAM TATA RUANG KOTA · PDF fileLINGKUNGAN “PECINAN” DALAM TATA RUANG KOTA DI JAWA PADA MASA KOLONIAL (Handinoto) Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LINGKUNGAN “PECINAN” DALAM TATA RUANG KOTA · PDF fileLINGKUNGAN “PECINAN” DALAM TATA RUANG KOTA DI JAWA PADA MASA KOLONIAL (Handinoto) Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas

DIMENSI TEKNIK SIPIL Vol. 27, No. 1, Juli 1999 : 20 - 29

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petrahttp://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/

20

LINGKUNGAN “PECINAN” DALAM TATA RUANG KOTA DI JAWAPADA MASA KOLONIAL.

HandinotoStaf Pengajar Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Arsitektur − Universitas Kristen Petra

ABSTRAK

Lingkungan “Pecinan” selalu ada di hampir semua kota-kota di Jawa. Meskipun sekarang lingkungan inisudah semakin kabur, tapi di beberapa kota kecil di Jawa bekas kehadirannya masih sangat terasa sekali.Atmosfir lingkungannya yang khas, diperkuat dengan kehadiran kelenteng sebagai pusat ibadah dan sosial, sertabentuk-bentuk bangunan yang khas pula sangat mudah untuk ditengarai. Di beberapa kota di dunia seperti SanFransisco, Manila dan sebagainya daerah Pecinan ini justru di perkuat kehadirannya. Bahkan daerah tersebutbisa dijadikan sebagai daerah tujuan wisata kota. Selama Orde baru, karena alasan sosial dan politik, kehadiranPecinan di kota-kota Indonesia, mulai dihapuskan. Tulisan ini mencoba untuk menelusuri sejarah kehadirandaerah “Pecinan” pada kota-kota di Jawa pada masa lampau.

Kata kunci : Kota di Jawa jaman kolonial, Pecinan.

ABSTRACT

Pecinan (Chinese Camp) area is never absent in the town of Java. Although the specific characteristics ofthis mileu is not so strong any more at the present as it was in the past, its presency in diverse smaller towns inJava is still felt as something different. The specific atmosphere of the area, centered on the klenteng as the placeof workship, its social environment, included the specific style of house construction, are easy to be recognized.In some world cities like San Fransisco and Manila, the socalled China Towns are just stimulated for itsexistence. It is even so far, that theyare recomended as tourist destination objects. During the rule of the NewOrder (1965-1998), Pecinan in the towns in Indonesia are systimatically abolished, because of sicio politicalconsiderations. This paper tries to trace back the history of those Chinese Camps in the older towns of Java, tohave a certain picture of its existence in the past.

Keywords : Town in Java in colonial period, Pecinan

PENDAHULUAN

Pecinan atau yang sering disebut sebagai“Chinezen Wijk” atau “China Town”, tidak sajaterdapat di Jawa tapi juga di hampir setiap kotapantai utama Asia Tengara. Di Jawa Pecinanterdapat di hampir semua kota, baik di kotapantai seperti Jakarta (Batavia), Semarang,Surabaya sampai kota pedalaman pusatKebudayaan Jawa seperti Yogyakarta danSurakarta. Di kota-kota yang relatif muda diJawa seperti Jember (kota yang baru timbul diakhir abad ke 19 ,karena pembukaan daerahperkebunan di ujung Timur P. Jawa), Pecinanjuga hadir disana.

Di dalam tata ruang kota, daerah Pecinansering menjadi “Pusat Perkembangan” karenadaerah tersebut merupakan daerah perdaganganyang ramai. Daerah yang punya kepadatantinggi dengan penampilan bangunan berbentukruko (rumah toko atau Shop houses) seringmenjadi ciri daerah pecinan. Meskipun perannyademikian penting dalam suatu perkembangan

tata ruang kota, tapi anehnya daerah ini jarangsekali menjadi obyek studi. Pembahasan tulisanini di titik beratkan pada peran pecinan terhadapperkembangan morpologi kota di Jawa padaumumnya.

AWAL TIMBULNYA PEMUKIMAN CINADI KOTA-KOTA PANTAI UTARA JAWA

Emigrasi orang Cina ke Jawa mulai terjadisecara besar-besaran pada abad ke 14. Awalterjadinya pemukiman Cina di sepanjang pantaiUtara Jawa tersebut sebagai akibat samping dariaktifitas perdagangan antara India dan Cinalewat laut. Perdagangan lewat laut tersebutmemanfaatkan angin musim Utara antara bulanJanuari-Pebruari untuk pergi ke Selatan danpulang ke Utara dengan pertolongan anginmusim Selatan antara bulan Juni-Agustus.

Selama periode badai (Cylone) atau per-ubahan musim, para pedagang tinggal dipelabuhan-pelabuhan Asia Tenggara, disampingmereka menunggu rekan dagang dari bagian

Page 2: LINGKUNGAN “PECINAN” DALAM TATA RUANG KOTA · PDF fileLINGKUNGAN “PECINAN” DALAM TATA RUANG KOTA DI JAWA PADA MASA KOLONIAL (Handinoto) Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas

LINGKUNGAN “PECINAN” DALAM TATA RUANG KOTA DI JAWA PADA MASA KOLONIAL (Handinoto)

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petrahttp://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/

21

dunia luar lainnya. Selama mereka tinggal dipelabuhan-pelabuhan Asia Tenggara, anak buahkapal dan penumpang berdiam dibagian kotayang di singgahinya (Reid, 1993:65).

Cirebon (ARA-VEL 1250)1. Chineese Campon2. Passer3. Fort ‘de Beschermingh’ met des opperhoofts wooningh4. Compagnies Thuyn5. Haneveghterey6. Passebaan) van Sultan Anom7. ‘t Hof )8. Passebaan) van Sultan Soppo9. ‘t Hof )10. ‘t Vervallen hof Cranan

Gambar 1. Peta kuno (antara th. 1700 an) KotaCirebon. Terlihat di dalam petatersebut daerah pemukiman orangCina (no. 1). Daerah Pecinan hadirlebih dulu sebelum benteng “deBeschermingh” milik VOC didirikandi kota Cirebon

Beberapa kota yang ditempati pemukimCina di Asia Tenggara tersebut kemudianberkembang menjadi Entrepot (kota pelabuhansebagai pusat dari tukar menukar barang). DiJawa, kota-kota seperti itu bisa disebutmisalnya: Tuban, Gresik, Surabaya, Demak,Jepara, Lasem, Semarang, Cirebon, Banten danSunda Kelapa.

Perkembangan pemukiman Cina di AsiaTenggara tambah dipacu dengan adanya usahadari dinasti Ming (1368-1644) untuk memasuk-kan daerah Asia Tenggara sebagai daerahprotektoratnya pada abad ke 14. Admiral Zheng

He (Cheng Ho dalam dialek Fujian) dari dinastiMing dikirim untuk melakukan ekspedisipelayaran. Antara th. 1405-1433, Zheng Hemelakukan 7 kali ekspedsi pelayaran, sebelum iameninggal dalam usia 62 th di lautan Hindia,kemudian dikubur sesuai dengan agama yangdipeluknya secara muslim (Levathes, 1994:168-173). Pada jaman ekspedisi Zheng He inilahpemukiman Cina di berbagai kota-kota pantaiUtara Jawa mengalami pemantapan. Jadipemukiman Cina di Jawa sudah ada jauhsebelum orang-orang Belanda menguasai daerahpantai Utara Jawa pada th. 1743.

Plaan van de Forten en Bergh van Japara (ARA-VEL 1275)1. Bergh van Japara 5. Fort2. Fort 6. Passebaan3. Compagnies paardenstal 7. Chineesch quartier4. De werf 8. Compagnies thuyn

Gambar 2. Peta kuno (antara th. 1700 an) KotaJepara. Seperti kota-kota pantai utaraP. Jawa, sebelum didirikannya bent-eng Belanda, Pecinan sudah hadirlebih dulu di Jepara, yang waktu itumenjadi salah satu bandar terkemukadi pantai utara Jawa.

Edmund Scott pemimpin loji Inggris diBanten pada th. 1603-1604, melukiskankesannya pada daerah Pecinan di Jawa sbb(Lombard, 1996, jilid2:275) : “ Sejak tiba dipelabuhan-pelabuhan pesisir, kita dengan mudahmelihat ke khas an daerah Pecinan. Daerahpecinan seolah-olah merupakan sebuah kota didalam kota. Letaknya di sebelah barat kota dandipisahkan oleh sebuah sungai. Rumah-rumahnya dibangun dengan pola bujur sangkardan terbuat dari bata. Wilayah ini mempunyaipasar sendiri yang dicapai melalui sungai”.

Page 3: LINGKUNGAN “PECINAN” DALAM TATA RUANG KOTA · PDF fileLINGKUNGAN “PECINAN” DALAM TATA RUANG KOTA DI JAWA PADA MASA KOLONIAL (Handinoto) Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas

DIMENSI TEKNIK SIPIL Vol. 27, No. 1, Juli 1999 : 20 - 29

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petrahttp://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/

22

Plaan van het Fort en de omleggende Cituate van Tegal 1719(ARA-VEL 12531. Fort2. Compagnies thuyn3. Rijststamperij4. Chinees quartier

Gambar 3. Peta kota Tegal th. 1719. Terlihatdaerah pecinan (no.4). Pada umumnyapelaut-pelaut asing yang berdagang dikota-kota pantai utara Jawa mengata-kan bahwa mereka dengan mudahmelihat ke khas an daerah Pecinan.Daerah pecinan se olah-olah merupa-kan sebuah kota di dalam kota.

Semarang (1695)1. Fort 2. Javaanse negorij 3. Chineesche negorij

Gambar 4. Peta kota Semarang th. 1695. Terlihatdaerah Pecinan (no. 3) Semarangadalah salah satu kota kota di pantaiutara yang punya penduduk Cinaterbesar di Jawa.

Banyak kota-kota di Jawa di beri namadalam bahasa Cina. Nama tersebut tidakberkaitan dengan dengan kata asli setempat.Misalnya Xiagang untuk Banten, Wendenguntuk Tangerang, Yecheng untuk Jakarta/Batavia, Linmu untuk Demak, Cecun untukGresik, Sishui untuk Surabaya. Yanwang untukPasuruan (Lombard, 1996, jilid2:244).

Peta-peta kuno Belanda yang dibuat padaawal pendudukannya atas kota-kota pantai UtaraJawa menunjukkan bukti bahwa pemukimanCina sudah ada di kota-kota pantai tersebutsebelum mereka datang.(lihat gambar peta no:1,2, 3 dan 4)

Sebagian besar pemukim Cina yang ada diAsia Tenggara pada umumnya dan Jawa padakhususnya berasal dari dua propinsi di Cinaselatan, yaitu Fujian dan Guangdong (Salmon,1985: 14, Kohl, 1984:1-5)(Lihat gambar petano.5a,5b,5c). Fujian dan Guangdong punya garispantai yang panjang yang secara geografispunya banyak kemiripan dengan kota-kota dipantai utara Jawa. Itulah sebabnya bahwa padaawalnya, pemukim Cina tersebut memindahkanpola dasar tata ruang dari daerah pelabuhan diCina selatan, kedalam kota-kota pelabuhan dipantai utara Jawa.

Gambar 5a. Sebagian besar pemukiman Cina diJawa berasal dari dua propinsi diCina Selatan, yaitu Fujian (Fukien)dan Guangdong (Kwangtung). Petadi atas menunjukkan letak keduapropinsi tersebut.

Penyelidikan yang dilakukan oleh Widodo(1996:216-224) atas beberapa kota pantai dipropinsi Fujian, terutama di daerah kota bawahyang dekat dengan garis pantai dan sungaimenunjukkan adanya persamaan dengan polaawal pemukiman Cina di Asia Tenggara.

Pola seperti: klenteng, pasar, pelabuhandan aksis jalan utama yang tegak lurus garispantainya, merupakan elemen dasar dari intipemukiman Cina di daerah tersebut. Klenteng di

Page 4: LINGKUNGAN “PECINAN” DALAM TATA RUANG KOTA · PDF fileLINGKUNGAN “PECINAN” DALAM TATA RUANG KOTA DI JAWA PADA MASA KOLONIAL (Handinoto) Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas

LINGKUNGAN “PECINAN” DALAM TATA RUANG KOTA DI JAWA PADA MASA KOLONIAL (Handinoto)

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petrahttp://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/

23

persembahkan pada dewa pelindung untukpelaut, atau secara populer disebut sebagai MaZu (Mak Co), yang selalu terdapat danberhubungan langsung dengan pelabuhan(Widodo, 1996:223)(lihat gb. no.6).

Gambar 5b. Orang-orang Cina yang ada di Jawamenggunakan berbagai bahasadaerah dari tanah asal mereka. Petadi atas menunjukkan berbagaibahasa daerah dan tanah asalnya,yang banyak digunakan di Jawa.

Gambar 5c. Propinsi Fujian dan Guangdong(tanah asal para pemukiman Can diJawa), punya garis pantai yangpanjang, yang mirip dengan daerahpantai Utara Jawa. Pola pemukimanorang Cina (pecinan) di Jawa punyabanyak kesamaan dengan pola kota-kota pantai di propinsi Fujian danGuangdong.

Pola awal pemukiman Cina di kota-kotapantai utara Jawa seperti Jakarta, Semarang danSurabaya sekarang sulit sekali dicari, karenaperubahan morpologi kotanya yang sangatcepat, dan perubahan garis pantai yang terusmenjorok kelaut dari tahun ke tahun. Tapi dikota-kota pantai utara Jawa yang lebih kecilseperti Pasuruan dan Probolinggo, pola dasarawal pemukiman Cina seperti yang ada di kota-kota pelabuhan di Cina selatan tersebut masihbisa dilihat. Inti dari elemen dasar pemukimanCina seperti: Klenteng, pasar, pelabuhan danaksis jalan utama yang tegak lurus pantaidimana ujungnya terdapat klenteng, masihterlihat dengan jelas sekali. Hanya perubahangaris pantai yang makin menjorok ke laut darimasa ke masa menjadikan letak klentengsekarang makin menjauhi garis pantai.

Gambar 6. Pola umum dari kota bawah daerahpelabuhan dari propinsi Fujian danGuangdong di Cina

PERKEMBANGAN PEMUKIMAN CINAPADA JAMAN KOLONIAL DI KOTAPANTAI DAN KOTA PEDALAMAN

Pada jaman kolonial pemukiman Cina yangterdapat di berbagai kota di Jawa ada dibawahkekuasaan pemerintah kolonial Belanda. Jumlahpenduduk Cina di Jawa makin lama makinbanyak. Dibawah ini terdapat data jumlahpenduduk Cina di berbagai daerah di Jawath.1815:

Daerah JumlahSeluruh

Penduduk

Jumlah SeluruhPenduduk

Cina

Prosentase

Banten 231.604 628 0.27Batavia 332.015 52.394 15.78Bogor 76.312 2.633 3.45Cirebon 216.001 2.343 1.08Tegal 178.415 2.004 1.12

Page 5: LINGKUNGAN “PECINAN” DALAM TATA RUANG KOTA · PDF fileLINGKUNGAN “PECINAN” DALAM TATA RUANG KOTA DI JAWA PADA MASA KOLONIAL (Handinoto) Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas

DIMENSI TEKNIK SIPIL Vol. 27, No. 1, Juli 1999 : 20 - 29

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petrahttp://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/

24

Pekalongan 115.442 2.046 1.77Semarang 327.610 1.700 0.51Jepara &Juana

103.290 2.290 2.21

Rembang 158.530 3.891 2.45Gresik 115.442 364 0.31Surabaya 154.512 2.047 1.32Pasuruhan 108.812 1.070 0.98Prabalingga 104.359 1.430 1.37Surakarta 972.727 2.435 0.25Yogyakarta 685.207 2.202 0.32

Pada tahun 1800 an penduduk Cina diJawaberjumlah 100.000 orang dan menjadi 500.000orang menjelang akhir abad ke 19 (Lombard,1996,jilid 2:245).

Dari data-data diatas terlihat bahwapenduduk Cina di berbagai daerah di Jawamakin lama makin bertambah banyak. Sebagianbesar dari mereka bertempat tinggal di daerahPecinan. Untuk alasan pengontrolan, keamanandan persaingan dagang maka pemerintahkolonial Belanda pada th. 1816 mengeluarkanperaturan yang dinamakan Passenstelsel.Peraturan tersebut mengharuskan penduduk diberbagai daerah di Jawa kalau ingin bepergiankeluar daerahnya harus meminta surat pass(surat jalan) kepada penguasa setempat.Mengingat sarana komunikasi waktu itu yangsangat sederhana, maka tindakan pemerintahkolonial ini sangat membatasi ruang gerakorang-orang cina didaerah Pecinan. Sehinggatindakan ini malah membuat daerah Pecinan diberbagai kota di Jawa makin melakukankonsolidasi didaerahnya sendiri.

Pada th. 1826 pemerintah kolonial Belandamengeluarkan undang-undang yang disebutsebagai “wijkenstelsel”. Undang-undang inimengharuskan etnik-etnik yang ada di suatudaerah untuk tinggal didaerah/wilayah yangtelah ditentukan didalam kota. Misalnya orangCina harus tingal di Pecinan, yang tinggal diluarPecinan harus pindah kedalam wilayahnyasendiri yang telah ditentukan. Sehingga daerah-daerah etnik yang memang sudah ada diberbagai kota terutama di kota-kota pantai diJawa lebih diperkuat lagi kehadirannya. Olehsebab itu secara phisik kota–kota di Jawakemudian dipisahkan secara jelas menjadi tigawilayah besar. Pertama daerah orang Eropa(Europeesche Wijk), kedua daerah orang Cina(Chinezen Wijk) dan orang Timur asing lainnya(Vreemde Oosterlingen) serta yang ketiga adalahdaerah tempat tinggal orang pribumi setempat.Undang-undang wilayah (Wijkenstelsel) ini pada

hakekatnya malah memperkuat kehadirandaerah pecinan dalam tata ruang kota di Jawa.Meskipun Wijkenstelsel ini secara resmidihapuskan pada th. 1920-an tapi bekas-bekasdaerah Pecinan tersebut tidak secara otomatishilang.

Batas daerah pecinan dalam tata ruang kotamemang tidak selalu terlihat secara tegas.Terutama daerah pinggirannya kadang-kadangbatas-batasnya kelihatan kabur. Untuk memu-dahkan pengontrolan atas daerah ini pemerintahBelanda menunjuk pemuka-pemuka Cina untukmengepalai daerah ini. Pejabat yang ditunjuktersebut mendapat pangkat Kapten atau kalaudaerah kekuasaannya cukup luas seperti di kota-kota pantai yang besar seperti Batavia Semarangatau Surabaya, pejabatnya diberi pangkatmayor1. Di kota-kota tertentu misalnya sepertiSemarang, daerah pecinan nya pernah dipagarisendiri oleh penghuninya demi alasan ke-amanan2 .

Pada jaman kolonial kebanyakan orangCina berperan sebagai pedagang perantara danpedagang eceran. Kedudukan ini menempatkanorang Cina sebagai pedagang antara orangpribumi yang menghasilkan produk-produkpertanian kemudian menjualnya pada pedagang-pedagang besar Eropa. Disamping itu orangCina juga berperan sebagai pendistribusi barang-barang eceran. Itulah sebabnya daerah pecinansering terletak diantara daerah orang pribumidan daerah orang Eropa (Europeesche Wijk ).Daerah pecinan biasanya juga harus dekatdengan pasar tradisional, karena pasar adalahtempat jual-beli dan pertukaran barang-barangeceran kebutuhan sehari-hari. Secara strategisdaerah pecinan ini juga berfungsi sebagai daerahpenyangga bagi daerah orang Eropa, kalausewaktu-waktu mungkin terjadi keributan atauperlawanan orang-orang pribumi terhadap orangBelanda.

1 Misalnya seperti Kapten Cina pertama di Jawa adalah SoBing Kong dari Batavia (baca So Bing Kong het eerstehooft der Chineezen te Batavia (1619-1636), Bijd. Kon.Inst. 73, 1917, hal.344-415) Di Semarang ada Mayor TanTiang Tjhing, atau Bhe Biauw Tjwan (baca buku riwayatSemarang oleh Liem Thian Yoe(1933) . Di Surabaya adamayor The Goan Tjing dsb.nya.2 Pada th. 1740 terjadi pembunuhan secara besar-besar atasorang Cina di Batavia (baca buku Persekuatuan Aneh,Pemukiman Cina, Wanita Peranakan danBelanda diBatavia VOC, oleh Leonard Blusse(1987), untuk menjagahal-hal yang tidak diinginkan daerah Pecinan di Semarangdipagari dengan tembok (baca buku Riwayat Semarangoleh LiemThiam Yoe(1933).

Page 6: LINGKUNGAN “PECINAN” DALAM TATA RUANG KOTA · PDF fileLINGKUNGAN “PECINAN” DALAM TATA RUANG KOTA DI JAWA PADA MASA KOLONIAL (Handinoto) Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas

LINGKUNGAN “PECINAN” DALAM TATA RUANG KOTA DI JAWA PADA MASA KOLONIAL (Handinoto)

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petrahttp://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/

25

Kota-kota pantai seperti Batavia, Semarangdan Surabaya mengalami perkembangansepanjang jaman. Mulai dari pendirian posdagang sampai kota benteng dan akhirnyasebagai Kotamadya (Gemeente) dan ibukotapropinsi, daerah pecinan selalu mengambilperan sebagai daerah perdagangan eceran danpedagang perantara. Memang ada beberapapedagang Cina yang menjadi pedagang besardan meningkatkan perannya sebagai eksportirpada akhir abad 19 dan awal abad 20 tapijumlahnya dapat dihitung dengan jari3. Sebagianbesar dari mereka adalah pedagang eceran danperantara yang hidup didaerah pecinan.

Dari hasil penelitian Widodo (1996: 201-207) (lihat gb. No.7,8,9,10), terlihat bahwadaerah Pecinan dalam tata ruang kota-kotapantai sampai th. 1940 an masih mengambilperan yang cukup berarti.

Gambar 7. Pola morpologi kota pesisir pada awalmasuknya kekuasaan Eropa yangberupa sebuah bangunan pos dagang.Pemukiman Cina selalu menempatilokasi yang strategis.

Gambar 8. Pola morpologi perkembangan kotapesisir setelah orang Eropa keluardari bentengnya. Pemukiman Cinamulai berfungsi sebagai daerah per-dagangan perantara.

3 Beberapa dari pedagang besar tersebut misalnya adalahOei Tiong Ham dari Semarang, pemilik beberapa pabrikgula dan eksportir besar hasil bumi ke Eropa dan Amerika.

Gambar 9. Pola morpologi perkembangan kotapesisir, setelah orang Eropa memutus-kan untuk memagari kotanya demikeamanan. Daerah Pecinan ada diluarbenteng.

Gambar 10. Pola morpologi kota pesisir setelahorang Eropa menguasai kota sepe-nuhnya dengan memecah daerahhunian menurut etnis yang ada(Europeesche wijk, Vreemde Ooster-lingen dan orang pribumi setempat.

Gambar 10a. Pola morpologi kota pesisir modern.Dilengkapi dengan sarana dan pra-sarana modern, serta perluasan kotaakibat bertambahnya penduduk diperkotaan.

Di kota-kota pedalaman kehadiran Pecinansudah ada cukup lama. Tapi kapan mulai

Page 7: LINGKUNGAN “PECINAN” DALAM TATA RUANG KOTA · PDF fileLINGKUNGAN “PECINAN” DALAM TATA RUANG KOTA DI JAWA PADA MASA KOLONIAL (Handinoto) Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas

DIMENSI TEKNIK SIPIL Vol. 27, No. 1, Juli 1999 : 20 - 29

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petrahttp://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/

26

kehadirannya tidak tercatat secara pasti. Didugasetelah kedudukan Pecinan cukup kuat di kota-kota pantai, maka orang Cina mulai memasukidaerah pedalaman P. Jawa. Di kota pusatkebudayaan Jawa seperti Yogyakarta danSurakarta kehadiran Pecinan sudah ada jauhsebelum th 1750 an. Istana Kartasura misalnyapernah jatuh ketangan kaum Cina yangmemberontak pada bulan Juni 1742(Carey,1986:26). Ini membuktikan bahwa padawaktu itu orang Cina sudah mulai menyebar kedaerah pedalaman P. Jawa.

Letak daerah Pecinan di kota Yogyakartadekat dengan pasar Beringharjo. Dibandingkandengan Pecinan yang ada di kota-kota pantaiJawa, maka yang ada di Yogyakarta tersebutluasnya relatif kecil. Tapi secara ekonomidaerah Pecinan cukup punya arti dalamkehidupan kota secara keseluruhan.

Di kota pedalaman lain yang cukup besarseperti Malang (kota kedua terbesar di Jatim),daerah Pecinan punya peran yang sangat besar.Pasar Pecinan merupakan pasar yang terbesar dikotamadya Malang pada jaman kolonial dulu,bahkan sampai sekarang. Pecinan di Malangtermasuk daerah pusat kota yang tidak jauh darialun-alun. Perannya terhadap kehidupanperekonomian kota Malang tidak diragukan lagi.

Contoh kota pedalaman yang lain sepertiJember di ujung timur P. Jawa, juga terdapatdaerah Pecinan. Pada th. 1905 penduduk kotaJember hanya 800 orang (250 Eropa dan 190orang Cina). Tapi pada th. 1930, jumlahpenduduknya meningkat menjadi 23.000 orang(760 orang Eropa dan 1865 orang Cina). Jadikota Jember sebenarnya merupakan sebuah kotayang cukup muda umurnya. Kota Jemberdibentuk sebagai kota administratif perkebunanoleh pemerintah kolonial Belanda. Sebagai kotakolonial di pedalaman, maka alun-alun dipakaisebagai pusat kota. Akibat dari alun-aluntersebut kotanya terbagi menjadi dua bagian.Jember Lor (utara alun-alun) dan Jember Kidul(selatan alun-alun). Jember Lor merupakantempat tinggal orang Eropa, pegawai kereta api,societeit dan fasilitas umum lainnya. JemberKidul yang terdiri dari 6 blok, 2 blok ditempatioleh Pecinan disitu ditempatkan pasar besar,hotel orang Cina serta sekolah Cina. Blok lainditempati oleh rumah Patih, kamar bola yangdiperuntukkan bagi orang setempat. Jadi di kotapedalaman yang baru di P. Jawa pun Pecinanhadir disana (lihat gb.no.11).

Memang letak Pecinan di daerah kotapedalaman di Jawa tidak selalu memilih dekat

dengan sungai sebagai alat transportasi yangpenting pada masa lampau, karena keadaangeografis yang berbeda. Tapi Pecinan selalumenempati daerah yang strategis dalam tataruang kota di Jawa. Di daerah kota pedalamanmisalnya, daerah pusat kota dengan unsur-unsuralun-alun, pasar, (atau daerah yang dekat sungaikalau kota pedalaman tersebut dilalui olehsungai) merupakan daerah yang selalu menjadiincaran pemukim Cina (Pecinan).

Struktuurkaart van Jember, schaal 1:25.000A: Alun-Alun 6 : KontrolirC : Pecinan 7 : Wedana2 : Mesjid 8 : Societeit3 : Penjara 9 : Rumah Gadai5 : Asisten Residen

Gambar 11. Peta kota Jember sebagai kota yangrelatif muda umurnya di Jawa.Jember adalah kota yang didirikanoleh Belanda untuk kepentingandaerah perkebunan yang dibangundisekelilingnya. Pada th. 1905, pen-duduknya baru 800 orang, yangterdiri dari 250 orang Eropa dan 150orang Cina serta sisanya pendudukPribumi.

Lingkungan Pecinan merupakan ling-kungan yang paling urban didaerah perkotaan diJawa. Asas-asas geometris tampak diterapkandalam lingkungan Pecinan dan kehijauan hampirtidak ada. Keadaan ini seperti komentaralmarhum Prof. Denys Lombard (1996) dalamkarya akbarnya Nusa Jawa Silang Budaya 4,mirip dengan kota-kota di barat dan sangatkontras dengan tatanan wilayah tetangganya

4 Buku tentang sejarah Jawa yang sulit dicari tandingannya.Buku ini banyak mendapat pujian dari ahli-ahli tentangIndonesia dari berbagai bidang seperti: Prof. SartonoKartodirdjo, Prof. A Teuw dan sebagainya.

Page 8: LINGKUNGAN “PECINAN” DALAM TATA RUANG KOTA · PDF fileLINGKUNGAN “PECINAN” DALAM TATA RUANG KOTA DI JAWA PADA MASA KOLONIAL (Handinoto) Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas

LINGKUNGAN “PECINAN” DALAM TATA RUANG KOTA DI JAWA PADA MASA KOLONIAL (Handinoto)

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petrahttp://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/

27

yang seringkali tetap sangat mirip dengankampung.

Pola grid orthogonal yang diterapkan padalingkungan pemukimannya menunjukkanpemikiran yang sangat efisien. Hal inidisebabkan karena kepadatan penduduknyayang sangat tinggi. Pada masa lalu dimanamobil masih belum menjadi alat transportasiutama seperti sekarang, maka jalan-jalan didaerah Pecinan merupakan jalan perumahanyang hanya cukup dilalui lalu lintas kendaraansemacam pedati atau cikar dari 2 arah saja.Kelenteng sering diletakkan pada akhir jalanlingkungan dan dapat dilihat dengan mudah olehsiapa saja yang melalui jalan tersebut 5.

RUKO ( RUMAH TOKO - SHOP HOUSES),SEBAGAI SALAH SATU BANGUNAN

KHAS DAERAH PECINAN

Selain klenteng, ruko merupakan bangunanyang khas Pecinan. Khol (1984) yang banyakmengunjungi kota-kota pelabuhan (kota bawah)di propinsi Guangdong dan Fujian serta daerahPecinan di kota-kota pantai Asia Tenggara,mengatakan bahwa ruko merupakan “landmark”di kota-kota tersebut.

Salah satu ciri khas daerah Pecinan adalahkepadatannya yang sangat tinggi. Ruko (shophouses) merupakan ide pemecahan yang sangatcerdik untuk menanggulangi masalah tersebut.Ruko merupakan perpaduan antara daerah bisnisdilantai bawah dan daerah tempat tunggaldilantai atas. Bangunan tersebut membuat suatukemungkinan kombinasi dari kepadatan yangtinggi dan intensitas dari kegiatan ekonomi didaerah Pecinan. Bahkan ada suatu penelitian disatu daerah Pecinan yang terdiri dari deretanruko-ruko, bahwa 60% dari luas lantai diper-untukkan bagi tempat tinggal dan 40 % nyadipergunakan untuk bisnis.

Ilmu ruang Cina yang sering disebutsebagai Fengshui, sering diterapkan padabangunan ruko pada masa lampau. Fengshui didasari oleh gagasan kuno bahwa manusia harushidup selaras dengan kosmos dan menyejajarkanaturan-aturan yang menentukan terjaganyaharmoni-harmoni kosmis itu, khususnya aturan-aturan pembangunan rumah. Untuk menentukan

5 Kelenteng dalam lingkunganPecinan bukan hanya sebagaitempat kehidupan keagamaan saja, tapi juga merupakanungkapan lahiriah masayarakat yang mendukungnya. Olehsebab itu suatu penyelidikan mengenai kelenteng dalamsuatu lingkungan Pecinan sebenarnya dapat memberikansumbangan yang sangat berharga untuk memahamilingkungan sosial masyarakat yang bersangkutan.

arah para pakar menggunakan semacam kompaskhusus (luopan) yang berpenampilan rumit,sedang untuk menunjuk ukuran, merekamenggunakan penggaris khusus yang panjang-nya 43 cm. Teknik-teknik tersebut telahdiperkenalkan di Jawa sejak abad ke 17(Lombard, 1996, jilid 2: 227).

Bentuk dasar dari ruko di daerah Pecinandindingnya terbuat dari bata dan atapnyaberbentuk perisai dari genting. Setiap unit dasarmempunyai lebar 3 sampai 6 meter, danpanjangnya kurang lebih 5 sampai 8 kalilebarnya. Pada setiap unit ruko terdapat satuatau dua meter teras sebagai transisi antarabagian ruko dan jalan umum. Bentuk ruko yangsempit dan memanjang tersebut menyulitkanpencahayaan dan udara bersih yang sehat masukkebagian tengah dan belakang. Untuk mengatasihal itu maka dipecahkan dengan pembukaandibagian tengahnya, yang bisa langsungberhubungan dengan langit (berupa “cour-tyard”).

Sebelum adanya infrastruktur dasar kotaseperti suplai air bersih, listrik dan transportasipublik (baru ada di kota-kota besar di Jawasetelah th. 1920 an), maka perumahan rukotersebut air bersihnya di suplai dengan sumur(yang ditaruh didaerah courtyard) danpenerangannya dengan lampu minyak tanah.Sedangkan transportasi publik yang sederhanamengakibatkan jalan-jalan didaerah Pecinanyang sudah padat tersebut bertambah padatdengan kendaraan pedati cikar dan dokar(delman). Oleh sebab itu orang-orang Cina yangsudah kaya rumah tinggalnya kemudian pindahkedaerah yang lebih longgar, meskipun tempatkerjanya tetap didaerah Pecinan.

Satu deretan ruko bisa terdiri dari belasanunit yang digandeng menjadi satu. Dan orang-orang yang lebih kaya bisa memiliki lebih dari 1unit dalam deretan ruko tersebut. Pada awalperkembangannya detail-detail konstruksi danragam hiasnya sarat dengan gaya arsitekturCina. Tapi setelah akhir abad ke 19 dan awalabad ke 20 sudah terjadi percampuran dengansistim konstruksi( mulai memakai kuda-kudapada konstruksi atapnya) dan ragam hiascampuran dengan arsitektur Eropa. Bahkan padapertengahan abad 20 sampai akhir abad ke 20corak arsitektur Cinanya sudah hilang samasekali (lihat gb. no.12.).

Pada akhir abad ke 20 corak arsitektur rukosudah berkembang lebih pesat lagi. Meskipunbentuk dasarnya pada 1 unit ruko masih belumbanyak mengalamai perubahan, tapi tampak

Page 9: LINGKUNGAN “PECINAN” DALAM TATA RUANG KOTA · PDF fileLINGKUNGAN “PECINAN” DALAM TATA RUANG KOTA DI JAWA PADA MASA KOLONIAL (Handinoto) Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas

DIMENSI TEKNIK SIPIL Vol. 27, No. 1, Juli 1999 : 20 - 29

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petrahttp://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/

28

luarnya merupakan pencerminan arsitekturpasca modern yang sedang melanda duniaarsitektur di Indonesai dewasa ini, tidak adasedikitpun corak arsitektur Cinanya yangtertinggal.

Gambar 12a. Pemandangan daerah Pecinan (Jl.Karet & Bibis Surabaya dulu ber-nama Chineese Voorstraat) padasaat hari Minggu sore. Kelihatandaerah tersebut mati karena tempattinggalnya dilantai 2, sudah tidakberfungsi lagi, karena sudah di-tinggalkan oleh para penghuninya.Jadi daerah ini baru ramai saat harikerja saja.

Gambar 12b. Pemandangan daerah Pecinan (Jl.Panggung di Surabaya) pada saatjam kerja. Terlihat padatnyakesibukan lalu lintas yangmelewati jalan yang sempit, sertaruko 2 lantai, yang khas daerahPecinan.

Dengan makin kaburnya daerah Pecinansekarang, maka bangunan ruko pada akhir abadke 20 ini banyak yang terletak didaerah zoningperdagangan dalam tata ruang kota (keluar daridaerah Pecinan tradisional). Fasilitas bangunan-nya pun sudah di sesuaikan dengan jamansekarang, seperti adanya parkir mobil, danfasilitas umum lainnya. Arsitektur ruko yangpada awalnya berkembang di daerah Pecinansekarang berkembang subur di berbagai kota diJawa dengan mengikuti perkembangan jaman.

Dunia perdagangan selalu sarat denganperubahan dan penyesuaian jaman. Hal ini jugatercermin dalam masyarakat Cina di Jawa. Ujudphisiknya bisa tercermin pada banguan ruko.Ada hal-hal yang harus tetap dipertahankan danada hal-hal yang berubah. Fungsi dan efisiensimasih tetap tidak berubah. Hal ini tercermindengan adanya denah-denah per 1 unit ruko,bahkan sekarang lebih di efisienkan denganmenambah tingkat pada 1 unit ruko menjadi 3atau 4 lantai. Tapi tampak atau penampilannyaselalu di sesuaikan dengan keadaan jaman.Misalnya pada jaman kolonial Belanda, banyaksekali unsur-unsur atau elemen arsitektur dariEropa, seperti kolom-kolom gaya Yunani ataudetail-detail jendela serta lainnya coba untukditerapkan dalam arsitektur ruko. Sekaranggaya-gaya post- modern banyak dipakai untukpenampilan luar ruko. Tapi bentuk dasar denahruko masih tetap saja dari dulu sampai sekarang.

Arsitektur adalah cermin dari budaya.Apakah semuanya ini juga berlaku bagiarsitektur ruko ? Suatu hal yang rupanya perlu dikaji dengan lebih teliti.

KESIMPULAN SEBAGAI SUATU DISKUSI

Ada usaha untuk mengeliminer kehadiranPecinan sesudah kemerdekaan dan terutamaselama orde baru berkuasa. Hal ini lebihdisebabkan karena alasan sosial, ekonomi danpolitik. Tapi jejak phisik seperti identitasatmosfir lingkungannya yang khas sertabangunan seperti Klenteng, Ruko dan sebagai-nya, masih banyak kita jumpai diberbagai kotadi Jawa.

Kalau kita bisa meng-eliminer prasangkaburuk tentang hal-hal seperti eksklusivisme,hegemoni dalam bidang ekonomi, rasialismedan sebagainya, kemudian mempertinggipenghargaan kita terhadap keaneka ragamanbudaya, daerah Pecinan sesungguhnya cukuppunya potensi untuk dikembangkan. Makin lama

Page 10: LINGKUNGAN “PECINAN” DALAM TATA RUANG KOTA · PDF fileLINGKUNGAN “PECINAN” DALAM TATA RUANG KOTA DI JAWA PADA MASA KOLONIAL (Handinoto) Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas

LINGKUNGAN “PECINAN” DALAM TATA RUANG KOTA DI JAWA PADA MASA KOLONIAL (Handinoto)

Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan - Universitas Kristen Petrahttp://puslit.petra.ac.id/journals/architecture/

29

daerah Pecinan di berbagai kota di Jawasekarang makin pudar. Bangunan didaerah itusekarang banyak yang sengaja dirombak sendirioleh para penghuninya dari generasi sekarang,sekedar karena pemikiran dangkal yangdianggap sudah tidak sesuai lagi denganperkembangan jaman.

Mengingat riwayat dan peran masa lalunyadaerah Pecinan merupakan daerah yang unik didalam kota yang sekaligus bisa ditingkatkansebagai salah satu elemen identitas kota di Jawa.Tentu saya unsur-unsur penghambat sepertiyang telah disebutkan diatas harus dihilangkanlebih dulu, dan ini tidak mudah !

Sekali lagi masalah politik dan ekonomipunya peran besar sebagai dirigen dalamperkembangan suatu kota.

DAFTAR PUSTAKA

1. Blusse, Leonard, Persekutuan Aneh,Pemukiman Cina, Wanita Peranakan danBelanda di Batavia VOC, Pustakazet,Jakarta, 1987.

2. Carrey, Peter, Orang Jawa dan MasyarakatCina 1755-1825, Pustaka Azet, Jakarta,1986.

3. Gill., Ronald Gilbert, De Indische Stad opJava en Madura, een Morphologische Studievan haar Ontwikkeling, Disertasi Doktor,1995.

4. Khol, David G., Chinese Architecture in theStraits Settlements and Western Malaya:Temples, Kongsis and Houses, HeinemanAsia , Kuala Lumpur, 1984.

5. Levathes, Louise, When China Ruled TheSeas, Simon & Schuster, New York, 1994.

6. Liem Thian Yoe, Riwayat Semarang, tokobuku Ho Kiem Yoe, Semarang-Batavia,1933.

7. Lombard, Denys, Nusa Jawa: SilangBudaya, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta (3jilid), 1996.

8. Reid, Anthony, Asia Tenggara Dalam KurunNiaga 1450-1680, Jilid 1, Tanah DibawahAngin, Yayasan Obor IndonesiA, 1992.

9. Reid, Anthony, Southeast Asia in The Age ofCommerce 1450-1680, volume two: Expan-

sion and Crisis, Yale University Press,London, New Haven, 1993.

10.Salmon, Claudin & Denys Lombard,Klenteng-Klenteng masyarakat Tionghoa diJakarta, Yayasan Cipta Loka Caraka,Jakarta, 1985.

11.Tillema H.J., Kromoblanda; Over’t Vraag-struk van ‘het wonen’ in Kromo’s GrooteLand, Den Haag/ Wassenar, 1923.

12.Widodo, Yohannes, Chinese Settlement in AChanging City, An Architectural Study ofThe Urban Chinese Settlement in Semarang,Indonesia. Thesis Department of Architec-ture :Urban& Regional Planning Universityof Leuven, Belgium, 1988.

13.Widodo, Yohannes, The Urban History ofThe Southeast Asian Coastal Cities. PhD.Dissertation, University of Tokyo, 1996.