Author
dangliem
View
241
Download
0
Embed Size (px)
i
GAYA KELEKATAN REMAJA DAN ORANG TUA PADA SISWA
SMP NEGERI 1 NGUTER KABUPATEN SUKOHARJO
Skripsi disajikan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
oleh
Latih Buran Tedra
1301410059
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
ii
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Jurusan
Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang
pada:
Hari :
Tanggal :
Panitia Ujian
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd. Dr. Awalya, M.Pd., Kons.
NIP. 19560427 198603 100 1 NIP. 19601101 198710 2 001
Penguji I Penguji II
Prof. Dr. Sugiyo, M.Si. Dr. Catharina Tri Anni, M.Pd.
NIP. 19520411 197802 1 00 1 NIP. 19610724 198603 2 003
Penguji III/Pembimbing
Prof. Dr. Dwi Yuwono Puji Sugiharto, M.Pd.,Kons
NIP. 19611201 198601 1 001
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya,
Nama : LATIH BURAN TEDRA
NIM : 1301410059
Jurusan : Bimbingan dan Konseling
Fakultas : Ilmu Pendidikan
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul Gaya Kelekatan
Remaja dan Orang Tua pada Siswa SMP Negeri 1 Nguter Kabupaten Sukoharjo,
saya tulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan
jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau
temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan
kode etik ilmiah.
Semarang, Januari 2015
Penulis
Latih Buran Tedra
NIM. 1301410059
iv
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi yang berjudul Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua pada Siswa SMP
Negeri 1 Nguter Kabupaten Sukoharjo ini telah disetujui oleh pembimbing untuk
diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Bimbingan dan Konselng,
Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang.
Semarang, Januari 2015
Pembimbing,
Prof. Dr. Dwi Yuwono Puji Sugiharto, M.Pd., Kons.
NIP. 19611201 198601 1 001
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Bukan seberapa lama hidup didunia, namun seberapa berarti kita bagi orang
lain terlebih orang terdekat kita
PERSEMBAHAN
1) Almamaterku BK FIP UNNES.
2) Untuk Bapak Tejo Sudrajat dan Ibu Purwanti
tercinta untuk segala kasih sayang, doa, dukungan,
perjuangan dan motivasinya.
3) Untuk saudaraku tersayang, Mbak Wida, Dek Azis,
Dek Risqi, Mas Wildan, Dedek El dan Dedek Baim.
4) Untuk keluarga besarku, keluarga Alm.Kakung
Sugeng dan Kakung Wiji.
5) Untuk sahabat BK Unnes 10 yang senangtiasa
berjuang bersama.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas
segala rahmat, hidayah, serta rencana terbaik-Nya, sehingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi dengan judul Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua
pada Siswa SMP Negeri 1 Nguter Kabupaten Sukoharjo . Penelitian dilakukan
kerena melihat pentingnya kelekatan remaja dan orang tua yang dapat menjadi
tameng remaja terhindar dari kenakalan remaja, dengan gaya kelekatan yang
aman dengan orang tua siswa dapat membantu kompetensi sosial dan
kesejahteraan sosial remaja. Namun banyak yang belum mengetahui gaya
kelekatan antara remaja dan orang tua dan seringkali melupakan pentingnya gaya
kelekatan. Sehingga ini bertujuan untuk memperoleh data empiris tentang gaya
kelekatan remaja dan orang tua, gambaran gaya kelekatan remaja dan orang tua
dilihat dari jenis kelamin dan pendidikan terakhir orang tua pada siswa SMP
Negeri 1 Nguter Kabupaten Sukoharjo. Penulisan skripsi ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh studi di
Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan.
2. Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Semarang yang telah memberikan ijin penelitian untuk skripsi ini.
vii
3. Drs. Eko Nusantoro, M.Pd., Ketua Jurusan Bimbingan dan Konseling, yang
telah memberikan ijin penelitian dan pengarahan penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini
4. Mulawarman, M.Pd., Dosen Wali yang telah memberikan arahan, motivasi
dan bimbingan kepada penulis.
5. Prof. Dr. Dwi Yuwono Puji Sugiharto, M.Pd., Kons sebagai pembimbing
skripsi dan dosen penguji tiga, yang telah memberikan bimbingan, arahan,
perhatian, masukan dan dukungan selama penyusunan skripsi.
6. Prof. Dr. Sugiyo, M.Si., sebagai dosen penguji satu, yang telah memberikan
bimbingan dan masukan selama sidang skripsi hingga perbaikan skripsi.
7. Dr. Catharina Tri Anni, M.Pd., sebagai dosen penguji dua, yang telah
memberikan bimbingan dan masukan selama sidang skripsi hingga perbaikan
skripsi.
8. Kepala SMP Negeri 1 Nguter Kabupaten Sukoharjo, yang telah memberikan
izin penelitian.
9. Guru BK SMP Negeri 1 Nguter, yang telah bersedia membantu selama proses
penelitian.
10. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang
khususnya Dosen Jurusan Bimbingan dan Konseling atas bekal ilmu,
wawasan, inspirasi, dan motivasi kepada penulis.
11. Seluruh Staf Karyawan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Semarang, khusunya Staf Jurusan Bimbingan dan Konseling, beserta petugas
viii
perpustakaan Jurusan Bimbingan dan Konseling yang telah membantu
kelancaran penulisan skripsi.
12. Keluarga Mahasiswa BK Angkatan 10, teman DPMJ BK, teman-teman kos
dan sahabat saya, Endah Yuli Astuti, Ulfa Masruroh, Zumika Elvina, Rifki
Nurazmi, Mb Endah, Anissa Arum Sari, Eka Suci Wulandari, Zakki Nurul
Amin, Hani Rosyidah dan Maulida Fakhrina A., teman satu dosen
pembimbing, Anik Mahtun Fajar Rini dan Shinta Nurul Mentari yang telah
memberikan banyak bantuan, inspirasi dan motivasi kepada penulis.
13. Serta seluruh pihak yang telah ikut membantu dalam penyusunan skripsi ini
yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Demikian skripsi ini disusun, semoga kita senangtiasa diberi yang terbaik
oleh Allah SWT dan selalu berada dalam Ridho-Nya. Akhir kata, semoga karya
ini bermanfaat.
Semarang, Januari 2015
Penulis
ix
ABSTRAK
Tedra, Latih Buran. 2015. Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua pada Siswa
SMP Negeri 1 Nguter Kabupaten Sukoharjo. Skripsi. Jurusan Bimbingan dan
Konseling. Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Pembimbing
Prof. Dr. Dwi Yuwono Puji Sugiharto, M.Pd., Kons.
Kata Kunci: gaya kelekatan, remaja dan orang tua.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data empiris tentang gaya
kelekatan remaja dan orang tua, yang dilihat menurut jenis kelamin dan
pendidikan terakhir orang tuanya pada siswa SMP Negeri 1 Nguter Kabupaten
Sukoharjo. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survai
deskriptif. Penelitian ini dilakukan kepada 227 orang siswa SMP Negeri 1 Nguter,
dengan perbandingan untuk kelas VII berjumlah 76 siswa, VIII berjumlah 84
siswa dan 67 siswa kelas IX. Teknik pengambilan sampel menggunakan
proportionate stratified random sampling. Metode pengumpulan data
menggunakan metode skala psikologis dan metode wawancara. Sedangkan teknik
analisis data menggunakan analisis kuantitatif yang mencakup deskriptif
prosentase serta analisis kualitatif wawancara sebagai data pendukung. Keabsahan
data menggunakan trianggulasi teknik.
Hasil penelitian menunjukkan secara umum gambaran gaya kelekatan
remaja dan orang tua terlihat banyak siswa yang memiliki kelekatan aman dengan
persentase 67%, gaya kelekatan menolak 2% dan 31% kelekatan terpreokupasi.
Gaya kelekatan takut menghindar tidak muncul pada populasi SMP Negeri 1
Nguter Kebupaten Sukoharjo. Menurut jenis kelamin siswa siswa laki-laki lebih
banyak terlihat pada kelekatan aman dan kelekatan menolak, sedangkan
perempuan lebih banyak terlihat pada kelekatan terpreukupasi. Menurut latar
belakang pendidikan orang tua, ayah dengan tingkat pendidikan terakhir sarjana
lebih menonjol pada kelekatan aman, sedangkan SMA pada kelekatan menolak
dan SD/tidak sekolah pada kelekatan terpreokupasi. Tingkat pendidikan terakhir
ibu terlihat SMP/tidak sekolah dengan persentase tertinggi pada kelekatan aman,
kelekatan menolak dengan tingkat pendidikan SMA tertinggi dan tingkat
pendidikan terakhir sarjana dengan persentase tertinggi.
Simpulan dari penelitian ini bahwa secara umum gaya kelekatan remaja
dan orang tua pada gaya kelekatan aman. Sebagian besar dari siswa perempuan
pada gaya kelekatan terpreokupasi dan tetap mengupayakan pendidikan dalam
keluarga dengan tidak mengesampingkan pendidikan formal. Sebagai implikasi
penerapan layanan bimbingan dan konseling sebagai upaya pencegahan dan
pemecahan masalah, guru bimbingan dan konseling dapat melakuan kolaborasi
dengan orang tua dengan berdiskusi dan konsultasi. Layanan bimbingan dan
konseling dengan tema diskusi dan perhatian seperti layanan konseling individual,
bimbingan dan konseling kelompok dan format klasikal dapat diberikan untuk
membantu siswa mencapai gaya kelekatan aman.
x
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR...................................................................................... vi
ABSTRAK ..................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiii
DAFTAR DIAGRAM .................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 8
2.1 Penelitian Terdahulu .......................................................................... 8
2.2 Kelekatan ...................................................................................... 10
2.2.1 Pengertian Kelekatan .............................................................. 10
2.2.2 Gaya Kelekatan .......................................................................... 12
2.3 Remaja dan Orang Tua .......................................................................... 15
2.3.1 Remaja ..................................................................................... 15
2.3.2 Remaja dan Orang Tua ............................................................. 17
2.4 Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua ................................................. 19
2.5 Kelekatan Remaja dan Orang Tua Ditinjau dari Perbedaan Jenis
Kelamin ................................................................................................... 25
2.6 Kelekatan Remaja dan Orang Tua Ditinjau dari Latar Belakang
Pendidikan Orang Tua ......................................................................... 26
2.7 Perlunya Konselor Mengetahui Gaya Kelekatan Siswa dan Orang
Tua ........................................................................................................ 28
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 29
xi
3.1 Jenis Penelitian ...................................................................................... 29
3.2 Variebel Penelitian ................................................................................. 30
3.2.1 Identifikasi Variabel ..................................................................... 31
3.2.2 Defenisi Operasional Variabel ...................................................... 31
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian .............................................................. 32
3.3.1 Populasi ...................................................................................... 32
3.3.2 Sampel ...................................................................................... 32
3.4 Metode dan Alat Pengumpul Data ......................................................... 34
3.4.1 Metode Pengumpulan Data .......................................................... 34
3.4.2 Alat Pengumpulan Data .............................................................. 37
3.5 Validitas dan Reliabilitas .......................................................................... 39
3.5.1 Validitas ...................................................................................... 41
3.5.2 Reliabilitas ...................................................................................... 42
3.6 Hasil Uji Coba Instrumen ...................................................................... 44
3.6.1 Uji Validitas Skala Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua......... 44
3.6.2 Uji Reliabilitas................................................................................. 44
3.7 Teknik Analisis Data .......................................................................... 45
3.7.1 Analisis Data Kuantitatif .............................................................. 45
3.7.2 Analisis Data Kualitatif .............................................................. 47
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................... 49
4.1 Hasil Penelitian ...................................................................................... 49
4.1.1 Hasil Analisis Kuantitatif .............................................................. 50
4.1.2 Hasil Analisis Kualitatif .............................................................. 74
4.2 Pembahasan ............................................................................................ 79
4.2.1 Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua pada Siswa di SMP Negeri 1 Nguter Kabupaten Sukoharjo.......................................................... 80
4.2.2 Gambaran Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua Berdasarkan Jenis Kelamin Siswa Negeri 1 Kabupaten Sukoharjo .......................... 90
4.2.3 Gambaran Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua Berdasarkan Tingkat Pendidikan Oranng Tua Siswa SMP Negeri 1 Nguter
Kabupaten Sukoharjo .................................................................... 93
4.3 Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 95
xii
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 97
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 97
5.2 Saran ....................................................................................................... 98
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 101
LAMPIRAN .................................................................................................. 104
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Jumlah Populasi Penelitian ................................................................... 32
3.2 Jumlah Sampel Penelitian ..................................................................... 33
3.3 Kategori Jawaban Skala Psikologi ........................................................ 36
3.4 Kisi-kisi Instrumen Skala Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua ....... 38
3.5 Kriteria Reliabilitas Instrumen ................................................................ 43
3.6 Kategori Deskripsi Presentase ................................................................ 47
xiv
DAFTAR DIAGRAM
Diagram Halaman
4.1 Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua pada Siswa SMP Negeri 1
Nguter Secara Keseluruhan ................................................................... 50
4.2 Hasil Analisis Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua per-Indikator
Secara Keseluruhan ........................................................................... 51
4.3 Gambaran Indikator Gaya Kelekatan Aman ............................................ 55
4.4 Gambaran Aspek Gaya Kelekatan Menolak per-Komponen .................. 58
4.5 Gambaran Komponen Gaya Kelekatan Terpreokupasi ......................... 61
4.6 Perbandingan Laki-laki dan Perempuan pada Sampel di SMP Negeri 1
Nguter Kabupaten Sukoharjo ................................................................ 63
4.7 Perbandingan Siswa Laki-laki dan Perempuan pada Gaya Kelekatan
Aman ................................................................................................... 64
4.8 Perbandingan Siswa Laki-laki dan Perempuan pada Gaya Kelekatan
Menolak .................................................................................................. 65
4.9 Perbandingan Siswa Laki-laki dan Perempuan pada Gaya Kelekatan
Terpreokupasi ...................................................................................... 66
4.10 Gambaran Tingkat Pendidikan Orang Tua Siswa SMP Negeri 1 Nguter
Kabupaten Sukoharjo .............................................................................. 67
4.11 Tingkat Pendidikan Orang Tua pada Gaya Kelekatan Aman ................ 70
4.12 Tingkat Pendidikan Orang Tua pada Gaya Kelekatan Menolak ........... 72
4.13 Tingkat Pendidikan Orang Tua pada Gaya Kelekatan Terpreokupasi .. 73
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Kisi-kisi Try Out Skala Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua........ 104
2. Skala Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua (Try Out).................... 112
3. Lembar Bimbingan Instrumen Penelitian dengan................................ 117 Ekspert Jungmen
4. Tabulasi Data Try Out Skala Kelekatan Remaja dan Orang Tua......... 120
5. Perhitungan Validitas Skala Kelekatan Remaja dan Orang Tua ......... 124
6. Perhitungan Reliabilitas Skala Kelekatan Remaja dan Orang Tua...... 125
7. Kisi-kisi Intrumen Penelitian Skala Kelekatan Remaja dan Orang Tua 126
8. Instrumen Penelitian:.............................................................................. 134 Skala Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua dan Pedoman Wawancara
9. Hasil Analisis Deskriptif ....................................................................... 140 Tabulasi Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua
10. Analisis Deskriptif per Indikator Komponen Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua Keseluruhan ................................................................. 152
11. Hasil Analisis Deskriptif ....................................................................... 153 Tabulasi Gaya Kelekatan Aman Remaja dan Orang Tua
12. Analisis Deskriptif per Indikator Gaya Kelekatan Aman.................... 163
13. Hasil Analisis Deskriptif ...................................................................... 164 Tabulasi Gaya Kelekatan Menolak Remaja dan Orang Tua
14. Analisis Deskriptif per Indikator Gaya Kelekatan Menolak.................. 167
15. Hasil Analisis Deskriptif ..................................................................... 168 Tabulasi Gaya Kelekatan Terpreokupasi Remaja dan Orang Tua
16. Analisis Deskriptif per Indikator Gaya Kelekatan Terpreokupasi........ 173
17. Hasil Wawancara Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua.................. 174
18. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian..................................... 201
19. Foto Dokumentasi ............................................................................... 202
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bimbingan dan konseling merupakan jantung hati dari pendidikan di
indonesia, dengan tujuan untuk perkembangan individu. Sejalan dengan
pengertian bimbingan dan konseling yang disampaikan oleh Sugiyo (2011:15)
yaitu serangkaian kegiatan atau aktivitas yang dirancang oleh konselor untuk
membantu klien mengembangkan dirinya seoptimal mungkin. Bantuan yang
ditujukan antar jenjang sekolah memiliki perbedaan yang membuat bantuan antar
jenjang pendidikan memiliki kekhasan tersendiri walaupun pada dasarnya
bantuan atau helping berarti menyediakan kondisi menyediakan kondisi untuk
individu agar dapat memenuhi kebutuhan untuk cinta (love) dan respek, harga
diri, dapat membuat keputusan dan aktualisasi diri (Komalasari, 2011:8). Bantuan
untuk individu tersebut dilakukan dengan meyesuaikan tugas perkembangan
perseta didik di sekolah sehingga berbeda antara pendidikan dasar menengah dan
pendidikan tinggi.
Pendidikan menengah yang merupakan sekolah lanjutan dari jenjang
pendidikan dasar memiliki kemiripan dengan pendidikan dasar namun peran dari
konselor disesuaikan dengan ciri sekolah menengah sebagai berikut: berkaitan
dengan orientasi terhadap kebutuhan teransisi usia perkembangan anak, serta
kebutuhan pendidikan, perkembangan dan sosial populasi anak itu sendiri
2
(Gibson, 2011:92). Peran konselor dalam usia transisi antara anak dengan dewasa
ini menjadi fokus untuk konselor sekolah menengah. Usia transisi antara sekolah
dasar menuju sekolah menengah atas berarti perubahan antara usia anak-anak
menuju usia dewasa. Menurut Konopka dalam Yusuf (2011:184) masa remaja
meliputi, remaja awal : 12-15 tahun; remaja madya: 15-18 tahun; dan remaja
akhir: 19-22 tahun. Siswa sekolah mengah berkisar antara usia 12 tahun hingga
15 tahun merupakan usia remaja awal. Willis (2010:43) mengungkapkan bahwa
masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak-anak ke
masa dewasa. Remaja bukan anak-anak lagi akan tetapi belum mampu memegang
tugas sebagai orang dewasa. Masa anak-anak adalah masa kebergantungan
(dependency), sedangkan masa dewasa adalah masa ketidak bergantunngan
(independency). Tingkah laku remaja labil dan tidak mampu menyesuaikan diri
secara baik dengan lingkungannya. Pada masa peralihan antara masa
kebergantung dan ketidak bergantunngan remaja termasuk dengan orang tua akan
menimbulkan berbagai gaya relasi yang berbeda dari sebelumnya antara orang tua
dan remaja. Menurut Santrock (2002:7) remaja mengalami beribu-ribu jam
interaksi dengan orang tua, teman sebaya, dan guru-guru dalam 10 hingga 13
tahun akhir dari perkembangan. Namun relasi orang tua dan remaja memiliki
bentuk yang berbeda, hubungan dengan teman-teman sebaya semakin intim
(Santrock, 2002:7).
Perbedaan interaksi antara orang tua dan remaja mulai memiliki perbadaan
dan itu membuat hubungan psikologis ataupun fisik yang berbeda pula antara
remaja dan orang tua. Perbedaan ini membuat pola yang unik antara remaja dan
3
orang tua. Diketahui bahwa hubungan psikologis antara satu individu dengn
individu lain merupakan kelekatan. Secara utuh pengertian kelekatan menurut
Santrok (2002: 196) Attachment mengacu pada suatu relasi antara dua orang
yang memiliki perasaan yang kuat satu sama lain dan melakukan banyak hal
bersama untuk melanjutkan relasi itu. Kelekatan ini memiliki berbagai berbedaan
karekteristik antar gaya satu dengan gaya yang lain. Gaya kelekatan ini timbul
karena karekteristik yang berbeda antara individu, diketahui jenis gaya kelekatan
ada empat jenis yaitu gaya kelekatan aman, gaya kelekatan menolak, gaya
kelekatan terpeokupasi dan gaya kelekatan takut menghindar.
Teori kelekatan yang dikembangkan oleh Bartholomew dan rekan-rekan
mengajukan suatu pendekatan yang berbeda. Penekanan Bowlby pada dua sikap
dasar (mengenai self dan orang lain), diasumsikan bahwa berbagai aspek dari
perilaku interpersonal dipengaruhi sejauh mana self-evaluation seseorang adalah
positif atau negatif dan sejauh mana orang lain dipersepsikan positif (terpercaya)
atau negatif (tidak dapat dipercaya) (Baron, 2005:12). Kombinasi antara self
esteem dan interpersonal trust ini tergambar dalam empat gaya kelekatan,
kombinasi antara self esteem yang tinggi dan interpersonal trust yang tinggi
adalah gaya kelekatan aman, kombinasi antar self esteem yang tinggi dan
interpersonal rendah yaitu kelekatan menolak, kombinasi antara self esteem yang
rendah dan interpersonal trust yang tingi yaitu gaya kelekatan. Model kelekatan
Bartholomew adalah suatu gaya yang memiliki karakteristik self esteem yang
tinggi dan kepercayaan interpersonal yang tinggi; biasanya digambarkan sebagai
kelekatan yang paling berhasil. Santrock (2003:194) memaparkan bahwa
4
keterikatan pada orang tua pada masa remaja bisa memfasilitasi kecakapan dan
kesejahteraan sosial, seperti yang dicerminkan beberapa ciri seperti harga diri,
penyesuaian emosi dan kesejahteraan fisik. Baik kiranya jika kelekatan antara
anak dan orang tua memiliki kelekatan yang aman.
Penelitian Prastiwi Yunita Dewi (2009) tentang Hubungan Antara
Kelekatan Terhadap Orang tua dengan Identitas Diri Pada Remaja Pria
Delinquent di Lembaga Permasyarakatan Anak Kutoharjo menunjukkan semakin
positif kelekatan terhadap orang tua, maka semakin tinggi tingkat pencapaian
identitas dirinya. Sebaliknya, semakin negatif kelekatan terhadap orang tua, maka
tingkat pencapaian identitas dirinya semakin rendah.
Namun pada kenyataannya masih ada orang tua yang mengabaikan hal
tersebut, seperti yang di tuturkan oleh Adhim (2010:45) bahwa:
... Sebagiaan orang tua melupakan kualitas dalam pertemuan antara
orang tua dan anak. Segagai contoh nyata dalam kehidupan
berkeluarga. Orang tua mempunyai waktu yang banyak di rumah,
tetapi anak-anak tak mersakan kehadirannya. Mereka (orang tua dan
anak) benyak melakuakan kegiatan bersama-sama, tetapi tanpa
kebersamaan. Mereka bersama-sama melihat TV, di tempat yang
sama, tetapi pikirannya sibuk sendiri-sendiri. Mereka saling
berdekatan, tetapi tidak menjalin kedekatan
Pada usia remaja awal pada siswa SMP Negeri 1 Nguter ditemukan berbagai
interaksi antara orang tua dan siswa. Wawancara yang dilakukan oleh peneliti
kepada guru bimbingan dan konseling SMP Negeri 1 Nguter ditemukan, siswa
yang mengalami kekerasan fisik oleh orang tuanya di depan guru bimbingan
konseling saat melakukan home visit. Masalah yang berbada adalah ada orang tua
5
yang terlihat begitu dekat dengan anaknya namun anak tersebut tidak menghargai
kerja keras orang tuanya. Terlihat tidak sedikit orang tua siswa yang merantau,
sehingga komunikasi antara orang tua dan guru bimbingan konseling sangat
diperlukan untuk membantu perkembangan siswa didik.
Berdasarkan fenomena tersebut maka peneliti ingin melakukan penelitian
dengan judul Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua hasil dari penelitian ini
diharapkan dapat dijadikan bahan pengayaan teori dan menambah wawasan dalam
bidang ilmu bimbingan dan konseling, khususnya terkait gaya kelekatan remaja
dan orang tua. Selanjutnya dengan gambaran gaya kelekatan remaja dan orang tua
tindak lanjut pengembangan diri secara optimal pada siswa SMP Negeri 1 Nguter.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah seperti di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana gaya kelekatan remaja dan orang tua di SMP Negeri 1 Nguter
Kabupaten Sukoharjo?
2. Bagaimana gambaran gaya kelekatan remaja dan orang tua berdasarkan jenis
kelamin siswa SMP Negeri 1 Nguter Kabupaten Sukoharjo?
3. Bagaimana gambaran gaya kelekatan remaja dan orang tua berdasarkan
tingkat pendidikan orang tua siswa SMP Negeri 1 Nguter Kabupaten
Sukoharjo?
6
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah diajukan maka tujuan yang
hendak dicapai dalam penelian ini ialah mendeskripsikan dan menganalisis gaya
kelekatan remaja dan orang tua pada siswa di SMP Negeri 1 Nguter.
1. Mendeskripsikan dan menganalisis gaya kelekatan remaja dan orang tua di
SMP Negeri 1 Nguter Kabupaten Sukoharjo.
2. Mendeskripsikan dan menganalisis gambaran gaya kelekatan remaja dan
orang tua berdasarkan jenis kelamin siswa SMP Negeri 1 Nguter Kabupaten
Sukoharjo.
3. Mendeskripsikan dan menganalisis gambaran gaya kelekatan remaja dan
orang tua berdasarkan tingkat pendidikan orang tua siswa SMP Negeri 1
Nguter Kabupaten Sukoharjo.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pengayaan teori dalam
bidang bimbingan dan konseling dan dapat memberikan wawasan kepada
mahasiswa maupun civitas akademika dan praktisi lapangan bimbingan dan
konseling di sekolah khususnya terkait dengan gaya kelekatan remaja dan orang
tua, serta implikasinya bagi pelayanan bimbingan dan konseling berdasarkan latar
belakang gaya kelekatan remaja dan orang tua.
7
1.4.2 Praktis
1. Bagi civitas akademika ataupun orang yang berminat mambaca harapannya
dapat menambah data empiris mengenai gaya kelekatan remaja dan orang tua
dan menambah referensi tentang implikasinya bagi pelaksanaan layanan
bimbingan konseling di sekolah .
2. Bagi konselor, harapannya dapat memberikan implikasi dalam penerapan
layanan bimbingan konseling kepada siswa berdasarkan gaya kelekatan
remaja dan orang tua. Hal ini sangat penting dalam upaya meningkatkan
kualitas pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah.
3. Sedangkan bagi peneliti selanjutnya, harapannya dapat mengembangkan
penelitian yang lebih mendalam tentang gaya kelekatan remaja, baik dalam
subjek penelitian, pendalaman tentang faktor penyebab dan dampaknya untuk
perkembangan pada masa remaja, maupun metode penelitian dengan menguji
program bimbingan dan konseling yang dihasilkan untuk meningkatkan gaya
kelekatan remaja.
8
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
Suatu penelitian ilmiah membutuhkann adanya landasan teoris yang kuat.
Hal ini bertujuan agar hasil yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan dengan
baik, khususnya dalam menjawab permasalahan yang diajukan. Teori-teori yang
digunakan sebagai landasan akan dapat menunjukkan alur berpikir dari proses
penelitian yang dilakukan. Terkait dengan hal itu, pada bab dua ini secara
berturut-turut akan diuraikan mengenai tinjauan pustaka yang melandasi
penelitian, yang mencakup: penelitian terdahulu, gaya kelekatan remaja dan orang
tua, gaya kelekatan remaja dan orang tua, dan perlunya konselor mengetahui gaya
kelekatan siswa dan orang tua.
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu digunakan sebagai rujukan dalam melakukan penelitian
mengenai gaya kelekatan remaja dan orang tua di SMP Negeri 1 Nguter
Kabupaten Sukoharjo. Berikut dikutip beberapa hasil penelitian yang terkait
dengan gaya kelekatan antara orang tua dan anak.
2.1.1 Prastiwi Yunita Dewi (2009) tentang Hubungan Antara Kelekatan
Terhadap Orang tua dengan Identitas Diri Pada Remaja Pria
Delinquent di Lembaga Permasyarakatan Anak Kutoharjo.
Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara Kelekatan pada
Orang tua dengan Identitas Diri pada Remaja di Lembaga Pemasyarakatan Anak
9
Kutoarjo. Semakin positif kelekatan terhadap orang tua, maka semakin tinggi
tingkat pencapaian identitas dirinya. Sebaliknya, semakin negatif kelekatan
terhadap orang tua, maka tingkat pencapaian identitas dirinya semakin rendah.
Sumbangan efektif variabel kelekatan pada orang tua dengan variabel identitas
diri yaitu sebesar 0,273, yang memiliki arti bahwa variabel kelekatan pada orang
tua menyumbang sebesar 27,3% terhadap variabel identitas diri. Sisanya sebesar
72,7% dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak diungkap dalam penelitian ini,
misalnya kelekatan pada peer group.
2.1.2 Emel Arslan dan Ramazan Ar (2010) tentang Analisis Proses Identitas
Ego pada Remaja Berdasarkan Gaya Kelekatan dan Jenis Kelamin
(Analysis Of Ego Identity Process Of Adolescents In Terms Of
Attachment styles and gender)
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan apakah proses
identitas ego remaja secara signifikan bervariasi sesuai dengangaya kelekatan dan
jenis kelamin. Variabel bebas dari penelitian ini adalah gaya gender dan
kelekatan. Populasi penelitian terdiri dari 1.525 remaja (848 677 laki-laki
perempuan dan). Dalam studi, komitmen dan eksplorasi nilai dari rata-rata remaja
bervariasi secara signifikan sesuai dengan gaya kelekatan. Ketika skor komitmen
dianggap dalam hal gaya kelekatan; ditemukan bahwa ada perbedaan yang
signifikan menurut jenis kelamin dan bahwa perempuan memiliki lebih tinggi
skor komitmen dibandingkan dengan anak laki-laki. Nilai rata-rata eksplorasi
tidak ditemukan bervariasi secara signifikan.
10
2.1.3 Astrid Wiwik Listiyana (2009) tentang Gambaran Kelekatan
(attachment) Remaja Akhir Putri dengan Ibu (Studi Kasus).
Subjek penelitian ini adalah satu orang remaja putri pada usia remaja putri
akhir yang berusia 22 tahun dengan pendekatan studi kasus. Berdasarkan hasil
penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa secara umum kelekatan
(attachment) pada subjek dengan ibu cenderung cukup baik. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kelekatan antara subjek dengan ibu adalah bahwa subjek memiliki
kepuasan terhadap ibunya dalam kasih sayang, perhatian yang ditunjukkan ibu
kepada subjek. Adanya reaksi atau merespon setiap tingkah laku yang
menunjukkan perhatian disaat subjek sedang membutuhkann dekapan hangat dari
ibu, membutuhkann perhatian yang lebih dari ibu, maka ibu merespon positif
setiap tingkah laku yang ditunjukkan subjek kepada ibunya. Seringnya bertemu
dengan subjek, maka subjek akan memberikan kelekatannya.
2.2 Kelekatan
2.2.1 Pengertian Kelekatan
Secara etimologinya kelekatan berasal dari bahasa inggris yaitu attachment.
Menurut Santrok (2002: 196) Attachment mengacu pada suatu relasi antara dua
orang yang memiliki perasaan yang kuat satu sama lain dan melakukan banyak
hal bersama untuk melanjutkan relasi itu. Dalam Desmita (2009: 120)
menuliskan beberapa definisi attachement dari beberapa ahli diantaranya menurut
Kuper dan Kuper attachment mengacu pada ikatan antara dua orang atau lebih;
sifatnya adalah hubungan psikologis yang didiskriminatif dan spesifik, serta
mengikat seseorang dengan orang lain dalam rentang waktu dan ruang tertentu.
11
Menurut Feldman mendefinisikan attachment is the positif emotional bond that
develops between a child and particular individual.
Kelekatan pada orang lain dapat dipandang sebagai kebutuhan untuk
berdekatan dan mencari kontak dengan orang lain (Haditono, 2000;52). Dari
beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kelekatan adalah hubungan
psikologis berupa ikatan emosional positif antara individu dengan individu
tertentu untuk melajutkan relasi dalam waktu dan ruang tertentu. Teori kelekatan
ini merupakan teori dari Bowlby yang meneliti tentang relasi antara ibu dan anak
pada usia kanak-kanak. Seperti yang diungkapakan oleh Feist (2009;180) Teori
kedekatan (attachment theory) Bowlby juga berangkat dari pemikiran
psikoanalisis dengan masa kanak-kanak sebagai titik awalnya lalu meramalkan
kemungkinan masa dewasanya.
Bowlby banyak memberikan terori bahwa kelekatan terjadi di masa kanak-
kanak namun dewasa ini terori kelekatan mulai dikembangkan untuk sepanjang
hayat. Menurut Davila, Burge dan Hammen pada Baron (2005;16) ada bukti
bahwa orang-orang berbeda mengenai sejauh mana gaya kelekatan mereka tetap
konstan atau berubah-ubah sepanjang waktu. Karena hubungan antara individu
satu dengan individu lain tidak dapat diramalkan intensitasnya sehingga tidak
dapat meramalkan hubungan saat bayi sehingga hubungan tersebut akan
berlangsung hingga dewasa. Termasuk pada masa remaja terdapat gaya kelekatan
antara remaja dan orang tua.
12
2.2.2 Gaya Kelekatan
Teori kelekatan Bowlby yang berasal dari pengamatan Bowlby antara bayi
dan pengasuh (biasanya ibu) memberikan kesimpulan tentang gaya kelekatan.
Gaya kelekatan (attachement style) merupakan suatu hubungan antara dua orang
bukan sebuah karakter yang diberikan pada bayi oleh pengasuhnya. Hubungan ini
merupakan hubungan dua arah baik bayi maupun pengasuhnya harus responsif
terhadap satu sama lain dan mempengaruhi perilaku satu sama lainya (Feist,
2009; 181). Pertama Bowlby membuat tiga tahap kecemasan dalam perpisahan
antara bayi dan pengasuhnya yaitu tahap pertama protes, tahap kedua tahap putus
asa yang ketiga yaitu tahap melepaskan.
Teori tersebut dikembangkan oleh Maria Ainsworth dan rekan-rekannya
yang masih dipengaruhi Bowlby menemukan tiga skala gaya kedekatan. Dalam
Feist (2009:181) menjelaskan tiga skala gaya kelekatan yaitu rasa aman, cemas-
menolak dan cemas menghindar sebagai berikut:
a. Pada kedekatan rasa aman (secure attachment), bayi merasa gembira dan antusias ketika ibu mereka kembali dan mau
memulai kontak. Contohnya, mereka akan mendatangi ibu
mereka dan igin dipegang oleh ibunya. Bayi yang
mengembangkan kedekatan dengan rasa aman mereka yakin
bahwa pengasuhnya mudah didatangi dan bertanggung jawab
atas dirinya.
b. Pada kedekatan cemas-menolak (anxious-resistant), bayi bersifat ambivalen. Ketika ibu mereka meninggalkan ruangaan,
mereka menjadi kesal dengan cara yang tidak biasa. Namun,
ketika ibu mereka kembali, mereka berupaya membina kontak
sekaligus juga menolak kedekatan dengan ibunya. Pada
kedekatan cemas-menolak, bayi-bayi memberi pesan yang
sangat bertolak-belakang. Di satu sisi mereka mencari kontak
dengan ibu mereka namun di sisi lain mereka menggeliat untuk
diturunkan dan bisa melemparkan mainan yang disodorkan
ibunya.
13
c. Gaya kelekatan ketiga yaitu cemas menghindar (anxious-avoidant). Pada gaya kelekatan ini, bayi tetap merasa tenang
ketika sang ibu meninggalkan mereka juga menerima kehadiran
orang asing. Ketika ibu mereka kembali, mereka cenderung
mengabaikan dan menghindarinya. Bayi yang tergolong dalam
kedua jenis gaya kelekatan yang diikuti perasaan tidak aman
(cemas menghindar dan cemas menolak) cenderung kurang
memiliki kemempuan untuk terlibat dalam permainan eksplorasi
efektif.
Gaya kelekatan di atas didasarkan pada hubungan bayi dan anak. Namun
Bartholomew dan rekan-rekan mengajukan suatu pendekatan yang berbeda.
Adanya penekanan Bowlby pada dua sikap dasar (mengenai self dan orang lain),
diasumsikan bahwa berbagai aspek dari perilaku interpersonal dipengaruhi sejauh
mana self-evaluation seseorang adalah positif atau negatif dan sejauh mana orang
lain dipersepsikan positif (terpercaya) atau negatif (tidak dapat dipercaya) (Baron,
2005:12). Konseptualisasi Bertholomew lebih maju selangkah dan mengusulkan
bahwa kedua dimensi tersebut (self esstem dan interpersonal trust) harus
dipertimbangkan secara bersamaan. Seperti gambar di bawah ini:
Gambar 1. Model Kerja Tentang Orang Lain (Baron. Robert A. dan Baron Byrne
2005. Psikolagi Sosial Jilid 2. Jakarta:Erlangga)
Gaya kelekatan
aman
Gaya kelekatan
terpreokupasi
Gaya kelekatan
takut-menghindar
Gaya kelekatan
menolak
Harga diri
Kepercayaan
Interpersonal
positif
positif
negatif
14
Kombinasi tersebut dapat dijelaskan mengenai gaya kelekatan. Ada empat
gaya kelekatan yaitu gaya kelekatan aman, gaya kelekatan yang terpreokupasi,
gaya kelekatan yang menolak dan gaya kelekatan yang takut menghindar. Baron
(2005:13) menggambarkan karakteristik keempat gaya tersebut sebagai berikut:
a) Gaya kelekatan aman. Model Bartholomew adalah suatu gaya yang memiliki karakteristik self esteem yang tinggi dan
kepercayaan interpersonal yang tinggi; biasanya digambarkan
sebagai kelekatan yang paling berhasil.
b) Gaya kelekatan takut mengindar. Model Bertholomew, adalah suatu gaya yang memiliki karakteristik self esteem yang rendah
dan kepercayaan interpersonal yang rendah. Gaya ini adalah
gaya keekatan yang paling tidak aman dan paling tidak adaptif.
c) Gaya kelekatan terpreokupasi. Model Bartholomew, adalah suatu gaya yang memiliki karakteristik self esteem yang rendah
dan kepercayaan interpersonal yang tinggi. Biasanya
dijelaskan sebagai gaya yang mengandung pertentangan dan
tidak aman di mana individu benar-benar mengaharap sebuah
hubungan dekat tapi merasa tidak layak untuk pasangan dan
juga rentan akan penolakan.
d) Gaya kelekatan menolak. Model Bartholomew, adalah suatu gaya yang memiliki karakteristik self esteem yang tinggi dan
kepercayaan interpersonal yang rendah. Gaya ini biasanya
digambarkan sebagai gaya yang berisi konflik dan agak tidak
aman di mana individu merasa dia layak memperoleh
hubungan akrab namun tidak mempercayai calon pasangan
yang potensial. Akibatnya adalah kecenderungan untuk
menolak dengan orang lain pada suatu titik di dalam hubungan
guna menghindari supaya tidak menjadi seseorang yang
ditolak.
Gaya kelekatan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa gaya kelekatan
aman adalah gaya kelekatan yang paling baik dari ketiga atau keempat gaya
tersebut gaya kelekatan yang lain. Gaya kelekatan yang aman yang tercipta dari
semasa bayi dapat membentuk pribadi remaja yang memiliki pribadi secara
psikologis yang baik.
15
2.3 Remaja dan Orang Tua
2.2.1 Remaja
Negera-negara barat mengistilahkan remaja dengan adolescere yang berasal
dari bahasa Latin adolesce (kata bendanya adolescentia = remaja), yang berarti
tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa (Desmita,
2009:189). Menurut Hurlock dalam Ali dan Muhmmad Asrori (2005:9) masa
remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita
dan 13 tahun samapi dengan 22 tahun bagi pria. Rentan usia remaja ini dapat
dibagi menjadi dua bahagia, yaitu usia 12/13 tahun samapai dengan 17/18 tahun
adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah
remaja akhir.
Menurut Konopka dalam Yusuf (2011:184) masa remaja meliputi (a)
remaja awal : 12-15 tahun; (b) remaja madya: 15-18 tahun; (c) remaja akhir: 19-
22 tahun. Menurut Salzman dalam Syamsu (2011:184) mengemukkan bahwa
remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap
orang tua ke arah kemandirian (indipenden), minat seksual, perenungan diri, dn
perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.
Dalam Ali dan Mohammad Asrori (2005:9) Piaget menyatakan bahwa
secara psikologis, remaja adalah suatu usia di mana individu menjadi terintegrasi
ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia di mana individu menjadi terintegrasi ke
dalam masyarakat dewasa, suatu usia di mana anak itu merasa sama, atau paling
tidak sejajar. Memasuki masyarakat dewasa ini mengandung banyak aspek afektif
lebih atau kurang dari usia puberitas. Puberitas menurut Desmita (2009:192)
16
ialah suatu periode dimana kematangan kerangka dan seksual terjadi dengan
pusat terutama pada awal masa remaja. Dalam Mappiare (1982:27) bahwa Kata
puberitas berasal dari kata Latin, yang berarti usia menjadi orang; suatu periode
dalam mana anak dipersiapkan untuk mampu menjadi individu yang dapat
melaksanakan tugas biologis berupa melanjutkan keturunnnya atau berkembang
biak. Dari beberapa aspek di atas dapat diambil kesimpulan bahwa remaja
merupakan tahap yang dimalai dari masa puber, dimana dari anak-anak menuju
kedewasaan terjadi pada rentang umur 12 tahun hingga 22 tahun, yang
didalamnya terdapat perkembangan sikap tergantung menjadi kemandirian, minat
seksual, perenungan diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu
moral menuju individu yang terintegrasi kedalam masyarakat dewasa.
Saat remaja merupakan saat peralihan antara anak-anak kemasa dewasa.
Sangatlah beragam gejolak yang ditimbulkan di masa tersebut. Kenakalan remaja
salah satu fenomena yang sering dijumpai. Menurut Sudarsono (2004:14)
kenakalan remaja atau yang di sebut dengan Juvenile Deliquency apabila
seseorang berada dalam fase-fase usia remaja kemudian melakukan pelanggaran
terhadap norma-norma hukum, sosial, susila dan agama. Anwar (2010:386)
menyebutkan berbagai problema remaja yaitu:
a. Problema penyesuaian diri
b. Problema beragama
c. Problem perkewinan dan hidup berumah tangga
d. Problem ingin berperan dalam masyarakat
e. Problem pendidikan dan problem mengisi waktu luang
17
2.2.2 Remaja dan Orang tua
Keluarga merupakan suatu kelompok yang terbentuk dari suatu hubungan
seks yang tetap, untuk menyelenggarakan hal-hal yang berkenaan dengan keorang
tuaan dan pemeliharaan anak (Latiana, 2010:2). Menurut Pujosuwarno (1994:11)
keluarga adalah suatu ikatan persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara
orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seseorang laki-laki
atau seorang perempuan sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri
atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga. Sehingga keluarga
merupakan hal yang tidak asing untuk semua orang, kerana hakikat manusia
adalah untuk berkeluarga. Keluarga umumnya terjadi interaksi antara anak dan
orang tua. Anak dan orang tua merupakan unsur utama dalam keluarga secara
umum. Definisi keluarga di atas terdapat aspek keluarga yang berkenaan antara
orang tua dan anak.
Keluarga bukan hanya sebatas hubungan atau hasil dari perkawinan antara
laki-laki dan perempuan namun lebih dari itu. Jika keluarga tersebut mempunya
buah hati orang tua mempunyai peranan yang lebih. Keluarga dituntut menjadi
lingkungan yang baik bagi anak. Menurut Sunaryo dan Agung (2002:193)
keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama bagi anak-
anak dan remaja. Pendidikan lebih menekankan pada aspek moral atau
pembentukan kepribadian daripada pendidikan untuk menguasai ilmu
pendidikan. Jika pendidikan keluarga itu tidak berjalan dengan baik maka bisa
menjadi salah satu faktor kenakalan remaja. Faktor keluarga yang mempengaruhi
18
kenakalan remaja antara lain, anak yang kurang mendapat kasih sayang dan
perhatian orang tua, lemahnya keadaan ekonomi orang tua, kehidupan keluarga
yang tidak harmonis menurut Willis (2010:99).
Beberapa faktor di atas dapat disimpulkan bahwa anak sangat
membutuhkann kasih sayang orang tua baik materiil dan non materiil. Hubungan
antara anak dan orang tua yang berkualitas tentunya ditandai dengan timbulnya
kedekatan emosi yang aman (secure attachment). Menurut Santrock (2002:196)
mengartikan Attachment atau keterikatan mengacu kepada suatu relasi antara dua
orang yang memiliki perasaan yang kuat satu sama lain dan malakukan banyak
hal bersama untuk melanjutkan relasi itu. Menurut Santrock (2002:41)
Attachment dengan orang tua pada masa remaja dapat membantu kompetensi
sosial dan kesejahteraan sosial remaja, sebagaimana tercermin dalam ciri-ciri:
harga diri, penyesuaian emosional, dan kesejahteraan secara fisik. Attachment
dengan orang tua dapat menjadi fungsi adaktif yang menyediakan landasan yang
kokoh di mana remaja dapat menjelajahi dan menguasai lingkungan-lingkungan
baru dan suatu dunia sosial yang luas dalam suatu cara yang secara psikologis
sehat.
Menurut Salzman dalam Syamsu (2011:184) mengemukkan bahwa Remaja
merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orang
tua ke arah kemandirian (indipenden), minat seksual, perenungan diri, dan
perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral. Dari pengertian di atas
menggambarkan hubungan orang tua dan anak pada masa remaja ini terdapat
proses menjadi pribadi yang mandiri dari yang dahulunya pada tingkat anak-anak
19
masih memiliki tingkat ketergantuann yang tinggi pada orang tua. Sehinga
hubungan yang baik antara remaja dan orang tua dapat membentengi remaja
untuk dalam dunia sosial yang diharapkan dan mempunyai psikologis yang sehat
dengan demikian anak dapat berkembang secara optimal.
2.4 Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua
Menurut Santrok (2002:41) Attachment dengan orang tua pada masa
remaja dapat membantu kompetensi sosial dan kesejahteraan sosial remaja,
sebagaimana tercermin dalam ciri-ciri: harga diri, penyesuaian emosional, dan
kesejahteraan secara fisik. Attachment dengan orang tua dapat menjadi fungsi
adaktif yang menyediakan landasan yang kokoh di mana remaja dapat menjelajahi
dan menguasai lingkungan-lingkungan baru dan suatu dunia sosial yang luas
dalam suatu cara yang secara psikologis sehat. Bowlby pada Baron (2005:11)
menuturkan saat berlangsungnya interaksi tersebut (kelekatan ibu dan bayi), anak
akan membentuk kognisi yang berpusat pada dua sikap yang sangat penting
(istilah Bowlby terhadap sikap-sikap ini adalah model kerja atau working model).
Salah satu sikap dasar, evaluasi terhadap diri sendiri, disebut self esteem Dengan
working model tersebut dapat diketahui beberapa gaya kelekatan. Dan yang kedua
adalah aspek social self yang terdiri dari belief dan harapan mengenai orang lain
atau yang disebut dengan kepercayaan interpersonal (interpersonal trust).
Indikator kelekatan ini mengunakan self esteem (harga diri) dan
interpersonal trust (kepercayaan interpersonal). Self esteem menurut Baron
(2004:173) adalah evaluasi diri yang dibuat oleh setiap individu; sikap seseorang
terhadap dirinya sendiri dalam rentang dimensi positif-negatif. Sejalan dengan
20
Teori Holisme dan Humanisme dari Abraham Maslow salah satu kebutuhan dasar
yaitu kebutuhan akan harga diri. Harga diri dibagi menjadi dua jenis (Alwisol,
2012:206) yaitu
...(1) Menghargai diri sendiri (self respect): kebutuhan kekuatan,
penguasaan kompetensi, prestasi, kepercayaan diri, kemandirian, dan
kebebasan. Orang membutuhkann pengetahuan tentang dirinya
sendiri, bahwa dirinya berharga, mampu mengusai tugas dan
tantangan hidup. (2) Mendapat penghargaan dari orang lain (respect
from other): kebutuhan prestise, penghargaan dari orang lain, status,
ketenaran, dominasi, menjadi orang penting, kehormatan, diterima dan
apresiasi. Orang membutuhkann pengetahuan bahwa dirinya dikenal
baik dan dinilai baik oleh orang lain.
Menurut Feist (2011:335) Maslow mengidentifikasi dua tingkatan
kebutuhan akan penghargaan (reputasi dan harga diri). Reputasi adalah persepsi
akan gengsi, pengakuan, atau ketenaran yang dimiliki oleh seseorang dilihat dari
sudut pandang orang lain. Sementara harga diri adalah perasaan pribadi seseorang
bahwa dirinya bernilai atau bermanfaat dan percaya diri. Harga diri yang
terpenuhi dari dua aspek tersebut dapat dikatagorikan seseorang memiliki harga
diri yang baik pula, walau sejatinya harga diri yang utama adalah dari dirnya
sendiri. Mendapatkan penghargaan dari orang lain hanyalah hadiah dari seseorang
menghargai dirinya sendiri, sehingga dapat harmonis dengan lingkungan. Dapat
disimpulkan bahwa self esteem terdiri dari dua jenis yaitu Menghargai diri sendiri
dan mendapat penghargaan dari orang lain. Aspek menghargai diri sendiri terdiri
atas kebutuhan kekuatan, penguasaan kompetensi, prestasi, kepercayaan diri,
kemandirian, dan kebebasan. Mendapat penghargaan dari orang lain adalah
kebutuhan prestise, penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dominasi,
kehormatan, diterima dan apresiasi. Karena pengertian dari dominasi sendiri
21
adalah menjadi orang penting di lingkungan. Indikator yang selanjutnya adalah
Interpersonal trust.
Intrpersonal trust menurut bahasa berasal dari dua kata yaitu
interpersonal dan trust. Interpersonal menurut arti adalah connected with
relationships between people (hubungan yang terhubung dengan orang lian dan
orang-orang) dan trust adalah the belife that sb/tsh is good, sincere, honest, etc.
and will not try to harm or trick you (percaya bahwa seseorang tersebut baik,
tulus, jujur dll, dan tidak akan mencoba melukai atau menipu mu) (Oxford 8th
edition, 2010). Interpersonal trust menurut Baron (2005:12) adalah suatu dimensi
yang mendasari gaya kelekatan yang melibatkan keyakinan bahwa orang lain
dapat dipercaya, dapat diharapkan, dan dapat diandalkan atau lawannya, yaitu
bahwa orang lain tidak dapat dipercaya, tidak dapat diharapkan, dan tidak dapat
daiandalkan. Menurut Geller (tanpa tahun: 36) ada enam kunci dari interpersonal
trust yaitu:
a. Communication -- exchange of information or opinion by speech, writing, or signal.
b. Caring -- showing concern or interest about what happens. c. Candor -- straightforwardness and frankness of expression,
freedom for prejudice.
d. Consistency -- agreement among successive acts, ideas, or events.
e. Commitment -- being bound emotionally or intellectually to a course of action.
f. Consensus -- agreement in opinion testimony, or belief g. Character -- the combined moral or ethical structure of a
person or group, integrity, fortitude.
Kesimpulan dari enam kata kunci untuk interpersonal trust sebagai berikut
komunikasi, perhatian, keterusterangan, konsistensi, komitmen, konsensus,
karakter. Penelitian ini adalah hubungan remaja dan orang tua sehingga self
22
esteem yang diukur adalah self esteem remaja dan interpersonal trust remaja
terhadap orang tua.
Dengan mengukur keduanya akan didapatkan empat gaya kelekatan yaitu
sebagai berikut:
a. Gaya kelekatan aman. Model Bartholomew adalah suatu gaya yang
memiliki karakteristik self esteem yang tinggi dan kepercayaan
interpersonal yang tinggi; biasanya digambarkan sebagai kelekatan
yang paling berhasil. Pelekatan aman juga sering disebut dengan secure
attachment. Remaja dengan hubungan yang aman dengan orang tua
mempunyai harga diri yang lebih tinggi dan kesejahteraan emosi yang
lebih baik menurut Armsden dan Greenberg (Santrok, 2003:194).
Keterikatan yang kuat ini ditandai dengan remaja lebih menunjukkan
kepuasan terhadap bantuan yang diterima dari orang tua.
b. Gaya kelekatan takut mengindar. Model Bertholomew, adalah suatu
gaya yang memiliki karakteristik self esteem yang rendah dan
kepercayaan interpersonal yang rendah. Gaya ini adalah gaya keekatan
yang paling tidak aman dan paling tidak adaptif. Dengan
meminimalkan kedekatan interpersonal dan menghindari hubungan
akrab, mereka berharap dapat melindungi diri mereka dari rasa sakit
karena ditolak (Baron, 2005:14). Menurut Levi dkk dalam Baron
(2005:14) individu yang takut menghindar menggambarkan orang tua
mereka secara negatif.
23
c. Gaya kelekatan terpreokupasi. Model Bartholomew, adalah suatu gaya
yang memiliki karakteristik self esteem yang rendah dan kepercayaan
interpersonal yang tinggi. Biasanya dijelaskan sebagai gaya yang
mengandung pertentangan dan tidak aman di mana individu benar-
benar
mengharap sebuah hubungan dekat tapi merasa tidak layak untuk pasangan
dan juga rentan akan penolakan. Pada jenis insecurely attached remaja lebih
memperlihatkan rasa takut kepada orang tuanya, namun remaja tersebut
mempunyai perasaan berpisah dengan orang tuanya dan tidak melakukan
perlawanan (diam) . Pada perlekatan ini remaja masih bisa interaksi fisik
namun tidak ada interaksi emosional. Menurut Fisher dalam Santrok
(2003:195) remaja dengan perlekatan cemas ini menampilkan
kecemburuan, konflik, dan ketergantuangn, bersamaan dengan kepuasan yang
kurang, dalam hubungan mereka dengan sahabat karibnya dibandingkan
dengan teman-teman yang terikat aman.
d. Gaya kelekatan menolak. Di dalam model Bartholomew, adalah suatu gaya
yang memiliki karakteristik self esteem yang tinggi dan kepercayaan
interpersonal yang rendah. Gaya ini biasanya digambarkan sebagai gaya yang
berisi konflik dan agak tidak aman di mana individu merasa dia layak
memperoleh hubungan akrab namun tidak mempercayai calon pasangan
yang potensial. Akibatnya adalah kecenderungan untuk menolak dengan
orang lain pada suatu titik di dalam hubungan guna menghindari supaya tidak
menjadi seseorang yang ditolak. Hubungan remaja dengan orang tuanya lebih
24
kepada sering melakukan perlawanan karena ketidak senangannya kepada
orang tua. Pada pelekatan ini anak tidak dapat merasakan interaksi fisik
maupun emosional.
Empat gaya di atas remaja yang sehat akan membangun kelekatan yang
aman dengan orang tua mereka karena gaya kelekatan yang aman membawa
remaja pada individu yang mampu dengan individu yang lain. Dan memiliki
tingkat kecemasan sosial yang rendah. Menurut Santrock (2003:194) keterikatan
pada orang tua selama masa remaja dapat mengeksplorasi dan menguasai
lingkungan baru serta dunia sosial yang semakin luas dalam kondisi yang sehat
secara psikologis. Sehingga keterikataan yang aman antara remaja dan orang tua
dapat menjadi tameng yang baik dalam pengaruh negatif lingkungan remaja dan
menjadikan remaja tumbuh secara optimal dengan tugas perkembangannya.
Gaya kelekatan remaja dan orang tua merupakan gaya interaksi fisik dan
emosional yang terjadi antara remaja dan orang tua. Gaya kelekatan remaja dan
orang tua tersebut mencakup atas empat gaya yaitu: aman, takut mengindar,
terpreokupasi dan menolak. Keempat gaya tersebut dapat diukur dengan harga diri
remaja (siswa) dan kepercayaan remaja kepada orang tua mereka. Kelekatan yang
aman merupakan gaya kelekatan yang paling baik dari gaya kelekatan yang lain
karena terdiri dari harga diri yang tinggi dan kepercayaan kepada orang lain yang
tinggi.
2.5 Kelekatan Remaja dan Orang Tua Ditinjau dari Perbedaan Jenis Kelamin
25
Jenis kelamin di dunia ini pada dasarnya ada dua jenis yaitu laki-laki dan
perempuan. Perbedaan jenis kelamin tersebut juga membawa berbagai perbedaan
karekteristik antara keduanya. Menurut Baron (2004: 203) jenis kelamin merujuk
pada perbedaan anatomi dan fisik antara laki-laki dan perempuan yang secara
jenis kelamin sering disebut-sebut dengan gender walupun sedikit berbeda antara
keduanya. Perbedaan antara keduanya terletak pada jenis kelamin merupakan
kodrat sedangkan gender merupakan yang tidak dapat atau permanen. Konsep
gender tersebutlah yang membuat pandangan bahwa laki-laki dan perempuan
memang merupakan dua unsur yang berbeda.
Dalam masyarakat perempuan digambarkan sering digambarkan sebagai
sosok yang feminim dan laki-laki sebagai sosok yang maskulin. Sifat-sifat
tersebut sudah mengakar di dalam masyarakat dan membuat barbagai jenjang
perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Sehingga mempengaruhi sisi
psikologis dari laki-laki maupun perempuan. Perempuan terlihat banyak
tergantung dan lebih dilindungi dari pada laki-laki. Sifat tergantung tersebut
membuat perempuan lebih lekat dengan orang tuanya.
2.6 Kelekatan Remaja dan Orang Tua Ditinjau Dari Latar Belakang Pendidikan Orang Tua
Menurut UU No.20 Tahun 2003 Pasal 14 jenjang pendidikan adalah
tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta
didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang dikembangan. Jenjang
pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan
pendidikan tinggi (Munib, 2011:147). Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang
26
sistempendidikan nasional, bunyi Pasal 17 (1) jenjang pendidikan dasar
merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah,
pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah atau
bentuk lain yang sederajat dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan
Madrasah Tsanawiyah (MTs). Jenjang pendidikan menengah diatur dalam pasal
(1,2,3 dan 4), dalam pasal 3 dijelaskan bahwa pendidikan menengah berbentuk
Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau berbentuk lain yang
sederajat. Selanjutnya untuk jenjang pendidikan tinggi diatur dalam pasal 19, 20,
dan 21, 22, 23, 24 dan 25. Penjelasan pasal 19 ayat (1) pendikan tinggi merupakan
jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup pendidikan
diploma, sarjana, magester, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh
perguruan tinggi.
Dari penjelasan di atas pendidikan indonesia dibagi menjadi tiga jenjang
namun umumnya dimasyarakat ada Sekolah Dasar (SD) atau sederajat, Sekolah
Menengah Pertama (SMP) atau sederajat, Sekolah Menengah Atas (SMA) atau
sederajat dan Perguruan Tinggi. Tujuan dari penidikan di indonesia menrut UU
No.20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 adalah mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembnganya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dari tujuan tersebut
27
diharapkan orang tua memilikin pengetahuan yang lebih baik sejalan dengan
tingginya pendidikan yang didapat. Dengan berbagai jenjang pendidikan yang
didapat menjadikan beberapa pola yang berbeda dalam berbagai keluarga.
Dalam Sayekti (1994:20) mengatakan bahwa keluarga merupakan
lingkungan pendidikan yang pertama dan utama anak-anak mengenal pendidikan
pertama kali di dalam lingkungan keluarga. Dengan demikian pendidikan awal
juga berasal dari keluarga bagaimana pembentukan karekter anak. Sayekti
(1994:20) menambahkan bahwa pendidikan keluarga adalah pendidikan kodrati.
Apalagi setalah lahir, pergaulan diantara orang tua dan anak-anaknya yang
meliputi rasa cinta kasih, ketentraman dan kedamaiaan, anak-anak akan
berkembang kearah kedewasaan yang wajar. Didalam keluarga segala sikap dan
tingkah laku kedua orang tuanya sangat berpengaruh terhadap perkembangan.
2.7 Perlunya Konselor Mengetahui Gaya Kelekatan Siswa dan Orang Tua
Menurut Konopka dalam Yusuf (2011:184) masa remaja meliputi (a) remaja
awal : 12-15 tahun; (b) remaja madya: 15-18 tahun; (c) remaja akhir: 19-22
tahun. Pada umur tersebut remaja mulai dengan pendidikan menengah yaitu
Sekolah Menengah pertama. Tugas konselor di sekolah menegah dijelaskan dalam
Kartadinata dkk (2007:31) adalah sebagai berikut:
... konselor dapat berperan secara maksimal dalam memfasilitasi
konseli mengaktualisasi potensi yang dimilikinya secara optimal.
Konselor berperan membantu peserta didik dalam menumbuhkan
potensinya. Salah satu potensi yang seyogyanya berkembang pada
diri konseli adalah kemandirian, seperti kemampuan mengambil
keputusan penting dalam perjalanan hidupnya yang berkaitan dengan
pendidikan maupun persiapan karier. Dalam melakanakan program
bimbingan dan konseling seyogyanya melakukan kerjasama
28
(kolaborasi) dengan berbagai pihak yang terkait, seperti kepala
sekolah/madrasah, guru mata pelajaran, orang tua konseli.
Kolaborasi dengan orang tua yang merupakan salah satu bentuk tugas
konselor di sekolah. Karena orang tua dapat berinteraksi secara penuh dengan
anak. Menurut Gibson (2011:542) konselor mesti mengkomunikasikan dan
bekerjasama dengan orang tua kerena merekalah yang memiliki banyak
kesempatan untuk mengasuh dan membentuk gaya hidup yang sehat bagi emosi
dan pengmbangan hubungan antar-pribadi anak-anak mereka sejak bayi. Dengan
memiliki kelekatan yang aman antara anak dan orang tua dapat menjadi fungsi
adaktif yang menyediakan landasan yang kokoh di mana remaja dapat menjelajahi
dan menguasai lingkungan-lingkungan baru dan suatu dunia sosial yang luas
dalam suatu cara yang secara psikologis sehat (Santrock, 2002:41).
29
BAB 3
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan suatu cara sebagai usaha menemukan,
mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan dalam upaya
memecahkan suatu permasalahan (Sugiyono, 2015:5). Suatu kegiatan penelitian
harus menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan, hal ini menjadi
penting agar mencapai harapan dan tujuan penelitian tersebut. Menggunakan
metode penelitian pekerjaan penelitian akan lebih terarah, sebab metode penelitian
bermaksud memberikan kemudahan dan kejelasan tentang apa dan bagaimana
peneliti melakukan penelitian.
Berkaitan dengan pernyataan tersebut, dalam rangka mencari jawaban atas
permasalahan penelitian ini, diperlukan suatu metode penelitian ilmiah untuk
memuat gambaran gaya kelekatan remaja dan orang tua. Oleh karena itu dalam
bab tiga ini secara berturut-turut akan diuraikan mengenai berbagai hal yang
termasuk dalam metode penelitian yakni jenis penelitian, desaian penelitian,
variabel penelitian, populasi dan sampel, metode pengumpulan data, validitas dan
reliabilitas instrumen, hasil uji coba instrumen serta analisis data penelitian.
3.1 Jenis Penelitian
Peneliti menggunakan jenis penelitian jenis penelitian survei deskriptif
dengan pendeketan kuantitatif. Mengacu pada tujuan penelitian dimana peneliti
30
ingin mengetahui bagaimana gaya kelekatan remaja dan orang tua di SMP Negeri
1 Nguter Kabupaten Sukoharjo.
Metode penelitian survei deskriptif yaitu metode yang digunakan untuk
mengetahui secara lebih mendalam dan menyeluruh tentang gaya kelekatan
remaja dan orang tua di SMP Negeri 1 Nguter Kabupaten Sukoharjo. Arikunto
(2006: 12) mendefinisikan penelitian kuantitatif merupakan suatu penelitian yang
menggunakan angka dalam mengumpulkan data dan dalam memberikan
penafsiran terhadap hasilnya. Penelitian deskriptif ini diperlukan untuk
mendeskripsikan hasil dari data yang telah diperoleh yang mengacu pada fakta
secara sistematis. Azwar (2004:6) menjelaskan bahwa penelitian deskriptif
melakukan analisis hanya sampel pada taraf deskripsi, yaitu menganalisis dan
menyajikan fakta secara sistematis sehingga dapat lebih mudah menganalisis
untuk difahami dan disimpulkan. Menggunakan survei deskriptif diharapkan
peneliti mendapatkan berbagai data yang diperlukan dengan lebih efisien tanpa
mengurangi hasil dari penelitian. Sedangkan pendekatan kuantitatif merupakan
pendekatan yang memungkinkan dilakukan pengumpulan dan pengukuran data
berbentuk angka-angka.
3.2 Variabel Penelitian
Menurut Sugiyono (2007:4) mengemukakan bahwa variabel penelitian adalah
suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai
variasi tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan ditarik
kesimpulan. Sugiyono juga mengemukakan bahwa variabel dibedakan menjadi
31
empat yaitu variabel indipenden, variebel dependen, variabel moderator, variabel
intervening dan variabel control.
Namun dalam penelitian ini tidak menggunakan salah satu dari variabel
tersebut karena peneliti menggunakan variabel tunggal. Selain itu penelitian ini
sebagai penelitian deskriptif yang coba menggambarkan secara jelas suatu objek,
bukan meneliti tentang ada tidaknya hubungan atau pengaruh.
3.2.1. Identifikasi Variabel
Variebel dalam penelitian ini adalah adalah gaya kelekatan remaja dan
orang tua.
3.2.2. Defenisi Operasional Variabel
Defenisi operasional variabel adalah batasan yang jelas, nyata, konkrit,
sehingga variebel dapat diukur. Definisi operasional variable dari gaya kelekatan
remaja dan orang tua adalah gaya interaksi fisik dan emosional yang terjadi antara
remaja dan orang tua. Gaya kelekatan remaja dan orang tua tersebut mencakup
atas empat gaya yaitu: aman, takut menghindar, terpreokupasi dan menolak.
Keempat gaya tersebut dapat diukur dengan harga diri remaja (siswa) dan
kepercayaan remaja kepada orang tua mereka. Kelekatan yang aman merupakan
gaya kelekatan yang paling baik dari gaya kelekatan yang lain karena terdiri dari
harga diri yang tinggi dan kepercayaan kepada orang tua yang tinggi.
32
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi
Menurut Arikunto (2006:108) populasi adalah keseluruhan subjek
penelitian. Dengan mendasarkan pada judul, maka populasi dalam penelitian ini
adalah semua siswa SMP Negeri 1 Nguter. Jumlah seluruh siswa di SMP Negeri 1
Nguter adalah 667 siswa. Rincian untuk semua kelas dipaparkan dalam tabel
berikut.
Tabel 3.1
Populasi SMP Negeri 1 Nguter
KELAS LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
VII 133 93 226
VIII 143 106 249
IX 109 93 202
Total Populasi 385 292 677
3.3.2 Sampel
Sedangkan Sugiyono (2007:62) menjelaskan bahwa sampel adalah bagian
dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Teknik sampling
merupakan teknik pengambilan sampel. Teknik sampling dikelompokkan menjadi
dua yaitu Problability Sampling dan Nonprobabiliti Sampling. Peneliti
menggunakan proportionate stratified random sampling dalam kelompok
probability sampling. Berdasarkan tabel Nemogram Herry King dengan jumlah
populasi berkisar antara 677 dengan taraf kesalahan 5% maka ditentukan jumlah
sampel 227 sebagai ukuran sampel.
Sampel 227 tersebut terdiri dari beberapa kelas, dari kelas VII, kelas VIII
dan kelas IX (Sugiyono, 2010:128). Menurut Sugiyono (2010:120) proportionate
33
stratified random sampling teknik ini digunakan bila populasi mempunyai
anggota/unsur yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional. Populasi di
SMP Negeri 1 Nguter terdiri dari tiga kelas yaitu kelas VII, kelas VIII dan kelas
IX kerena itu disebut populasi yang berstata.
Tabel 3.2
Jumlah Sampel Penelitian
TINGKAT KELAS JUMLAH SAMPEL
VII
A 28
76
B 28
C 28
D 28
E 25
F 26
G 26
H 24
Jumlah 226
VIII
A 27
84
B 27
C 24
D 25
E 28
F 28
G 27
H 31
Jumlah 249
IX
A 32
67
B 29
C 32
D 32
E 29
F 30
G 28
H 32
Jumlah 202
Total 677 227
34
3.4 Metode Dan Alat Pengumpul Data
3.4.1 Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode skala psikologis
dan metode wawancara. Metode utama penelitian ini adalah skala psikolagis,
metode tersebut digunakan untuk mengukur bagaimana gaya kelekatan remaja
dan orang tua yang terjadi. Metode yang kedua yaitu metode wawancara, metode
wawancara digunakan untuk memperkuat data yang diperoleh.
3.4.1.1 Skala Psikologis
Gaya kelekatan remaja dan orang tua diukur dengan skala psikolagis.
Pengukuran dengan skala psikologis dikarenakan variabel dalam gaya kelakatan
remaja dan orang tua adalah atribut yang sifatnya tidak nampak (inner behavior).
Menurut Sutoyo (2009: 170) skala psikologi digunakan untuk mengungkap
konstrak atau konsep psikologi yang menggambarkan aspek kepribadian
individu. Hal tersebut sejalah dengan pendapat Azwar (2005:3) bahwa istilah
skala psikologi selalu mengacu kepada alat ukur atau atribut efektif. Azwar
(2005:5) juga mengungkapkan bahwa dalam skala psikologis dapat mengungkap
tentang:
a. Data yang diungkap berupa konsep psikologis yang menggambarkan kepribadian individu.
b. Pertanyaan sebagai stimulus tertuju pada indikator perilaku guna memancing jawaban yang berupa refleksi dari keadaan subyek
yang biasanya tidak disadari oleh responden yang bersangkutan,
pertanyaan yang diajukan memang dirancang untuk
mengumpulkan sebanyak mungkin indikasi dari aspek
kepribadian yang lebih abstrak.
c. Responden tidak menyadari arah jawaban yang dikehendaki dan kesimpulan dari pertanyaan.
35
d. Responden terhadap skala psikologis diberi skor lewat penskalaan.
e. Skala psikologi hanya diperuntukan untuk mengungkap atribut tunggal.
Dijelaskan lebih rinci oleh Azwar (2005:3-4) bahwa karakteristik alat ukur
psikologi antara lain:
a. Stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur melainkan
mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan.
b. Atribut psikologis diungkap secara tidak langsung melalui indikator-indikator perilaku, sedangkan indikator perilaku
diterjemahkan dalam bentuk item-item.
c. Respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban benar atau salah. Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan
secara jujur dan sungguh-sungguh. Hanya saja, jawaban yang
berbeda akan diintrerpretasikan berbeda pula.
Dengan demikian, skala psikologi dapat digunakan sebagai alat ukur yang
dapat mengungkap indikator perilaku yang berupa pertanyaan maupun pernyataan
sebagai stimulus. Responden tidak mengetahui arah jawaban dari pertanyaan
maupun pernyataan rersebut.
Untuk mengukur gaya kelekatan remaja dan orang tua yaitu dengan
menggunakan skala likert. Sugiyono (2010:134) menyatakan bahwa skala likert
adalah skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi
seseorang tentang fenomena sosial. Data yang diperoleh dari skala tersebut
berupa data interval. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sugiyono (2011:25)
yang mengungkapkan bahwa dalam penelitian sosial yang instrumennya
menggunakan skala likert, gutman, semantic diferential, thurstone, data yang
diperoleh adalah data interval. Data interval adalah data yang jaraknya sama,
tetapi tidak mempunyai nilai nol absolut (mutlak). Skala psikologis gaya
36
kelekatan remaja dan orang tua berbentuk checklist, dengan 4 pilihan jawaban
yaitu SS (Sangat sesuai), S (Sesuai), KS (Kurang sesuai), TS (Tidak sesuai),
dengan penskoran 4, 3, 2, dan 1.
Tabel 3.3
Kategori Jawaban Skala Psikologi
Pernyataan Positif (+) Nilai Pernyataan Negatif (-) Nilai
Sangat Sesuai (SS) 4 Sangat Sesuai (SS) 1
Sesuai (S) 3 Sesuai (S) 2
Kurang Sesuai (KS) 2 Kurang Sesuai (KS) 3
Tidak Sesuai (TS) 1 Tidak Sesuai (TS) 4
3.4.1.2 Wawancara
Sugiyono (2010:317) menyatakan bahwa wawancara adalah pertemuan dua
orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat
dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Menurut Moleong (2006:189)
wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan ini dilakukan
oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan
dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
Terdapat dua jenis wawancara, yaitu wawancara terstruktur dan wawancara
tidak terstruktur. Penelitian ini hanya digunakan wawancara terstruktur.
Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila
peneliti telah mengetahui dengan pasti tentang infomasi apa yang akan diperoleh.
Oleh karena itu dalam wawancara terstukutur menggunakan pedoman wawancara
yang disusun berdasarkan kisi-kisi pengembangan pedoman wawancara.
Sedangkan penggunaan metode wawancara dalam penelitian ini dimaksudkan
37
untuk menggali data yang lebih mendalam dari responden dengan maksud
mendapatkan data pendukung hasil penelitian. Pemilihan responden ditentukan
berdasarkan tabulasi skor tertinggi pada masing- masing jenis kelekatan pada
siswa SMP Negeri 1 Nguter. Pada penelitian ini dipilih masing masing jenis
kelekatan 3 anak sehingga totalnya adalah 12 siswa.
3.4.2 Alat Pengumpul Data
Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standard untuk
memperoleh data yang diperlukan. Selalu ada hubungan antara metode
pengumpulan data dengan masalah penelitian yang ingin dipecahkan.
Penyelenggaraan pengumpulan data bermaksud mengumpulkan seluruh data dan
keterangan yang relevan dengan keperluan pengembangan siswa dalam berbagai
aspeknya. Alat yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini
adalah skala gaya kelekatan remaja dan orang tua dan pedoman wawancara untuk
mengetahui gaya kelekatan remaja dan orang tua.
3.4.2.1. Skala Gaya Kelekatan Remaja dan Orang tua
Skala gaya kelekatan remaja dan orang tua terdapat beberapa pernyataan
yang akan di jawab oleh siswa berkaitan dengan gaya kelekatan remaja dan orang
tua yang mengungkap indikator gaya kelekatan remaja dan orang tua. Indikator
gaya kelekatan remaja dan orang tua terdiri dari dua komponen yaitu self esstem
dan interpersonal trust.
Adapun kisi-kisi instrumen skala gaya kelekatan remaja dan orang tua
adalah sebagai berikut:
38
Tabel 3.4 Kisi-kisi Intrumen Skala Gaya Kelekatan Remaja dan Orang Tua
VARIABEL KOMPONEN INDIKATOR DESKRIPTOR NO ITEM
+ -
Gaya
kelekatan
anak dan
orang tua
A. Self esstem 1. menghargai diri sendiri (self
respect). Orang
membutuhkann
pengetahuan
tentang dirinya
sendiri, bahwa
dirinya
berharga,
mampu
mengusai tugas
dan tantangan
hidup
2. Mendapat penghargaan
1.1. Memiliki kemampuan untuk
mengontrol/memerintah
seseorang atau sesuatu.
1.2. Memiliki kemampuan untuk mengatasi persoalan
kehidupan apa pun, dan
yakin bahwa masa
depannya akan gemilang.
1.3. Memiliki prestasi akademik (rapor yang baik atau
memiliki peringkat di kelas)
ataupun non akademik
(menjuarai berbagai
kejuaraan).
1.4. Memiliki keyakinan atas kemampuan dirinya sendiri
dalam melaksanakan tugas
atau sesuatu dan yakin akan
berhasil.
1.5. Memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tugas
dengan mandiri dan tidak
selalu bergantung dengan
orang lain.
1.6. Memiliki kemampuan untuk menikmati dirinya
secara utuh dalam berbagai
kegiatan yang meliputi
pekerjaan, permainan,
ungkapan diri yang kreatif,
persahabatan, atau sekedar
mengisi waktu luang.
2.1. Memiliki keyakinan bahwa dirinya sama dengan orang
1,2, 5
6, 7, 8
9, 10,
11,
12, 13
15,
17, 18
20, 21
22, 24
26,
27, 28
3, 4
14, 16
19
23
25, 29
39
dari orang lain
(respect from
other). Orang
membutuhkann
pengetahuan
bahwa dirinya
dikenal baik
dan dinilai baik
oleh orang lain
lain, sebagai manusia tidak
tinggi ataupun rendah,
walaupun terdapat
perbedaan dalam
kemampuan tertentu, latar
belakang keluarga, atau
sikap orang lain
terhadapnya.
2.2. Merasa di hargai oleh orang lain atas segala jerih
payahnya dan selalu
diterima dalam lingkungan.
2.3. Mendapatkan jabatan dalam lingkungan sekolah atau
lingkungan masyarakat
seperti ketua kelas, ketua
osis, sekertaris atau jabatan
lain dalam organisasi
sekolah atau luar sekolah.
2.4. Memiliki pengaruh dan kontrol atas lingkungan
sekolah atau lingkungan
masyarakat.
2.5. Memiliki peran penting di dalam lingkungan, selalu
dibutuhkan (dalam
berpendapat atau yang lain)
oleh lingkungan sehingga
banyak orang yang
bergantung kepada dirinya.
2.6. Dihormati dan dikagumi oleh orang lain, dan dapat
menerimahnya tanpa
bersalah
2.7. Merasa diterima di dalam keluarga, sekolah atupun
masyarakat.Tidak dibenci
ataupun memiliki musuh
dalam lingkungannya
(sekolah ataupun rumah).
2.8. Mendapatkan pujian atau beberapa hadiah yang
diberikan oleh orang lain
untuk dirinya sebagai tanda
terimakasih atau apresiasi
atas apa yang diperbuatnya.
30, 31
34,
35, 38
39,
40,
41, 42
43,
44,
45, 46
47, 48
50
54, 55
56
32,33
36, 37
49,
51, 52
53
40
B. Interpersonal trust
1. Komunikasi
2. Perhatian
3. Berterusterang
4. Konsisten
5. Komitmen
6. Diskusi
7. Karakter
Orang tua dan anak saling
memberi informasi, pendapat
dengan berbicara, menulis
atau isyarat tertentu dan
dalam intensitas yang
memadai.
Orang tua ataupun anak
saling memberikan perhatian
satu sama lain dalam besar
ataupun kecil dalam
berbagai hal.
Anak dan orang tua selalu
berterusterangan dan jujur
dalam berekspresi dan tidak
ada keraguan atas apa yang
diungkapkan atara satu dan
yang lainnya.
Tidak terjadi perbedaan
pendapat yang mencolok
antara orang tua dan anak,
dalam melakuan tindakan,
ataupun menungkan ide,
sehingga keduanya tidak
terjadi pertentangan.
Terjalinnya komitmen yang
terikat secara emosional
maupun intelektual untuk tidakan yang dilakukan antara
anak dan orang tua.
Orang tua dan anak selalu
berdiskusi untuk mendapatkan
kesepakatan, kesaksian ataupun
keyakinan antara keduanya.
Anak mempersepsikan orang
tua sebagi orang tua yang baik
atau buruk atau begitu
sebaliknya. Apakah orang tua
yang dimilikinya adalah
sosok yang diidamkannya
atau bahkan adalah sosok
yang dibencinya karena
57,
59,
60, 61
63,
64, 66
67, 68
75, 77
80
84,
85,
86, 87
58, 62
65,
69,
70,
71,
72,
73, 74
76,
78, 79
81,
82, 83
88
41
karekter yang dimilikinya.
Jumlah Item 57 31
3.4.2.2. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara berisi pokok-pokok pertanyaan yang berkaitan
dengan masalah peneliti sehingga informasi yang diberikan responden lebih
fokus pada tujuan penelitian. Penggunaan metode interview atau wawacara dalam
penelitian ini ditujukan untuk menggali data pendukung yang terkait dengan latar
belakang terbentuknya berbagai gaya kelekatan.
3.5 Validitas dan Realibilitas
Salah satu masalah penting dalam penelitian adalah cara atau instrumen
yang dipergunakan untuk memperoleh data yang akurat dan objektif. Masalah ini
dipendang penting sebab simpulan hasil pnenelitian akan dapat dipercaya
manakala didasarkan pada atau diperoleh melalui alat ukur yang baik (valid dan
reliabel). Berikut akan dipaparkan validitas dan reliabilitas dalam penelitian ini.
3.5.1 Validitas
Validitas menurut Saifuddin dalam Sutoyo (2009:61) mengemukakan
bahwa sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan
fungsi ukurnya. Sehingga perlu adanya uji validitas untuk mengetahui sejauh
mana ketepatan dan kecermatan alat yang akan digunakan untuk meengukur dan
42
fungsi ukurannya. Sugiyono (2007: 352) menyebutkan bahwa ada 3 jenis
pengujian validitas instrument (1) Pengujian Validit