30
Leukemia Granulositik Kronik Definisi Leukemia granulositik kronik ( LGK ) atau disebut juga leukemia mielositik kronik adalah suatu penyakit klonal sel induk pluripoten yang digolongkan sebagai salah satu penyakit mieloproliferatif. 1 Penyakit ini timbul pada tingkat sel induk pluripoten dan secara terus-menerus terkait dengan gen gabungan BCR-ABL. 2 Penyakit mieloproliferatif adalah penyakit yang ditandai oleh proliferasi dari seri granulosit tanpa gangguan diferensiasi, sehingga pada apusan darah tepi dapat terlihat tingkatan diferensiasi seri granulosit, mulai dari promielosit, meta mielosit, mielosit sampai granulosit. 3 Epidemiologi Leukemia granulositik kronis merupakan 15 % dari seluruh kasus leukemia dan merupakan leukemia kronis yang paling sering dijumpai di Indonesia. Sedangkan di negara barat leukemia kronis lebih banyak dijumpai dalam bentuk leukemia limfositik kronis. Insiden LGK di Negara barat: 1- 1,4/100.000/ tahun. Umumnya LGK mengenai usia pertengahan dengan puncak umur 40- 45 tahun. 4,5 Etiologi 1

leukemia granulositik kronis dengan AIHA

Embed Size (px)

DESCRIPTION

case

Citation preview

Leukemia Granulositik Kronik

Definisi

Leukemia granulositik kronik ( LGK ) atau disebut juga leukemia mielositik

kronik adalah suatu penyakit klonal sel induk pluripoten yang digolongkan sebagai

salah satu penyakit mieloproliferatif.1 Penyakit ini timbul pada tingkat sel induk

pluripoten dan secara terus-menerus terkait dengan gen gabungan BCR-ABL.2

Penyakit mieloproliferatif adalah penyakit yang ditandai oleh proliferasi dari seri

granulosit tanpa gangguan diferensiasi, sehingga pada apusan darah tepi dapat terlihat

tingkatan diferensiasi seri granulosit, mulai dari promielosit, meta mielosit, mielosit

sampai granulosit.3

Epidemiologi

Leukemia granulositik kronis merupakan 15 % dari seluruh kasus leukemia

dan merupakan leukemia kronis yang paling sering dijumpai di Indonesia. Sedangkan

di negara barat leukemia kronis lebih banyak dijumpai dalam bentuk leukemia

limfositik kronis. Insiden LGK di Negara barat: 1- 1,4/100.000/ tahun. Umumnya

LGK mengenai usia pertengahan dengan puncak umur 40- 45 tahun.4,5

Etiologi

Menurut Markman (2009), leukemia mielositik kronik adalah salah satu

kanker yang diketahui disebabkan oleh sebuah mutasi spesifik tunggal di lebih dari

90% kasus. Transformasi leukemia mielositik kronik disebabkan oleh sebuah

translokasi respirokal dari gen BCR pada kromosom 22 dan gen ABL pada

kromosom 9, menghasilkan gabungan gen BCR-ABL yang dijuluki kromosom

Philadelphia. Protein yang dihasilkan dari gabungan gen tersebut, meningkatkan

proliferasi dan menurunkan apoptosis dari sel ganas.6

Klasifikasi

1

Leukemia granulositik kronis terdiri atas enam jenis leukemia, yaitu :4,7,8

1. Leukemia myeloid kronis, Ph positif.

2. Leukemia myeloid kronis, Ph negatif.

3. Juvenile chronic myeloid leukemia

4. Chronic netrofilik leukemia.

5. Eosinophilic leukemia

6. Chronic myelomonocytic leukemia.

Patogenesis

Pada leukemia mielositik kronik terjadi hilangnya sebagian lengan panjang

dari kromosom 22, yaitu kromosom Philadelphia (Ph). Kromosom ini dihasilkan dari

translokasi t(9;22)(q23;q11) antara kromosom 9 dan 22, akibatnya bagian dari

protoonkogen Abelson ABL dipindahkan pada gen BCR di kromosom 22 dan bagian

kromosom 22 pindah ke kromosom 9. Pada translokasi Ph, ekson 5’ BCR berfusi

dengan ekson 3’ ABL menghasilkan gen khimerik untuk mengkode suatu protein fusi

berukuran 210kDa (p210) yang memiliki aktivitas tirosin kinase melebihi produk

ABL 145 kDa yang normal. Dengan kemajuan teknologi dibidang biologi molekular,

didapatkan adanya gabungan antara gen yang ada dilengan panjang kromosom 9

(9q34), yakni ABL (Abelson) dengan gen BCR (break cluster region). Yang terletak

di lengan panjang kromosom 22 (22q11). Gabungan kedua gen ini sering ditulis

sebagai BCR-ABL.3

Gen BCR-ABL menyebabkan proliferasi yang berlebihan sel pluripoten pada

sistem hematopoiesis.  Disamping itu, BCR-ABL juga bersifat anti-apoptosis

sehingga menyebabkan gen ini dapat bertahan hidup lebih lama dibanding sel normal.

Dampaknya adalah terbentuknya klon-klon abnormal yang mendesak sistem

hematopoiesis.3

Tanda dan Gejala Klinik

2

Perjalanan penyakit leukemia mielositik kronik dibagi menjadi 3 fase yaitu

fase kronik, fase akselerasi dan fase krisis blas.

Pada fase kronis, pasien sering mengeluh pembesaran limpa, atau merasa

cepat kenyang akibat desakan limpa terhadap lambung. Kadang timbul nyeri seperti

diremas diperut kanan atas akibat peregangan kapsul limpa. Keluhan lain sering tidak

spesifik, misalnya rasa cepat lelah, lemah badan, demam yang tidak terlalu tinggi,

keringat malam. Penurunan berat badan terjadi setelah penyakit berlangsung lama.

Semua keluhan tersebut merupakan gambaran hipermetabolisme akibat proliferasi

sel-sel leukemia. Apabila dibuat urutan berdasarkan keluhan yang diutarakan oleh

pasien, maka seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Urutan Keluhan Pasien Berdasarkan Frekuensi

Keluhan Frekuensi (%)

Splenomegali 95

Lemah badan 80

Penurunan berat badan 80

Hepatomegali 50

Keringat malam 45

Cepat kenyang 40

Perdarahan/purpura 35

Nyeri perut 30

Demam 10

Setelah 2-3 tahun, beberapa pasien penyakitnya menjadi progresif atau

mengalami akselerasi. Bila saat diagnosa ditegakkan pasien berada pada fase kronis,

maka kelangsungan hidup berkisar antara 1 sampai 1,5 tahun. Ciri khas fase

3

akselerasi adalah leukositosis yang sulit di kontrol oleh obat-obat mielosupresif,

mieloblas di perifer mencapai 15-30%, promielosit >30%, dan

trombosit<100.000/mm3. Secara klinis , fase ini dapat diduga bila limpa yang tadinya

sudah mengecil dengan terapi kembali membesar, keluhan anemia bertambah berat,

timbul petekie, ekimosis. Bila disertai demam, biasanya ada infeksi.3

Pemeriksaan Penunjang

1. Hematologi Rutin

Pada fase kronis, kadar Hb umumnya normal atau menurun, lekosit antara 20-

60.000/mm3. Eosinofil dan basofil jmlahnya meningkat dalam darah. Jumlah

trombosit biasanya meningkat 500-600.000/mm3, tetapi dalam beberapa kasus dapat

normal atau menurun.3

2. Apus Darah Tepi

Biasanya ditemukan eritrosit normositik normokrom, sering ditemukan adanya

polikromasi eritroblas asidofil atau polikromatofil. Seluruh tingkatan diferensiasi dan

maturasi seri granulosit terlihat, presentasi sel mielosit dan metamielosit meningkat,

demikian juga presentasi eosinofil dan basofil.3

3. Apus Sum-sum Tulang

Selularitas meningkat (hiperselular) akibat proliferasi dari sel-sel leukemia, sehingga

rasio mieloid : eritroid meningkat. Megakariosit juga meningkat. Dengan pewarnaan

retikulin, tampak bahwa stroma sum-sum tulang mengalami fibrosis.3

4. Kariotipik

4

Menggunakan metode FISH (Flourescen Insitu Hybridization), beberapa aberasi

kromosom yang sering ditemukan pada leukemia mieloid kronik antara lain : +8, +9,

+19, +21, i(17).3

Pengobatan

Terapi LGK tergantung dari fase penyakit, yaitu :3,4

1. Fase kronis :

a. Busulfan

b. Hydroxyurea

c. Interferon alfa

2. Fase akselerasi : sama dengan leukemia akut, tetapi respon sangat rendah.

3. Transplantasi sumsum tulang.

4. Terapi memakai prinsip biologi molekuler dengan menggunakan obat baru

Imatinib mesylate.

A. Hydroxyurea ( Hydrea ) 3,8

Hydroxyurea adalah suatu analog urea yang bekerja menghambat enzim

ribonukleotida reduktase sehingga menyebabkan hambatan sintesis ribonukleotida

trifosfat dengan akibat terhentinya sintesis DNA. Obat ini diberikan per oral dan

menunjukan bioavailabilitas yang mendekati 100%. Merupakan terapi terpilih untuk

induksi remisi pada leukemia mielositik kronik.

Dosisnya adalah 30mg/kgBB/hari diberikan sebagai dosis tunggal maupun

dibagi 2-3 dosis. Apabila leukosit > 300.000/mm3, dosis boleh ditinggikan sampai

maksimal 2,5gram/hari. Penggunaan dihentikan bila leukosit <8000/mm3 atau

trombosit <100.000/mm3.

Efek sampingnya adalah mielosupresi, mual, muntah, diare, mukositis, sakit

kepala, letargi, dan kadang-kadang terjadi rash makulo popular dan pruritus.

B. Busulfan 8

5

Busulfan merupakan obat paliatif pilihan pada leukemia mielositik kronik.

Pada dosis rendah, depresi selektif telihat granulopoiesis dan trombopoiesis, pada

dosis yang lebih tinggi terlihat depresi eritropoiesis. Obat ini sering menyebabkan

depresi sumsum tulang sehingga pemeriksaan darah harus sering dilakukan.

Untuk pengobatan jangka panjang pada leukemia mielositik kronik dosisnya

sebanyak 2-6mg/hari secara oral dan dapat dinaikan sampai 12 mg/hari. Obat ini

diberikan sampai hitung leukosit mencapai <10.000/mm3, kemudian pemberian obat

dihentikan dan dimulai kembali setelah hitung leukosit mencapai >50.000/mm3.

Efek samping yang dapat ditimbulkan oleh busulfan antara lain adalah

asthenia, hipotensi, mual, muntah, dan penurunan berat badan. Selain itu juga dapat

menyebabkan katarak, fibrosis, amenore, atrofi testis dll. Busulfan juga dapat

menyebabkan fibrosis paru yang jarang terjadi tetapi bersifat fatal.

C. Imatinib mesylate 8,9

Imatinib mesylate merupakan penghambat tirosin kinase pada onkoprotein

BCR-ABL dan mencegah fosforilasi substrat kinase oleh ATP. Obat ini diindikasikan

untuk leukemia mielositik kronik yaitu suatu kelainan sel hematopoietik yang

ditandai dengan adanya kromosom Philadelphia dengan translokasi t(9;22) yang

menyebabkan fusi protein BCR-ABL. Imatinib diberikan per oral dan diabsorpsi

dengan baik oleh lambung. Obat ini terikat kuat pada protein plasma, dimetabolisme

oleh hati, dan dieliminasi melalui empedu dan feses.

Dalam beberapa kasus leukemia mielositik kronik, dapat terjadi resistensi

penyakit terhadap penggunaan imatinib untuk fase kronik. Apabila hal ini terjadi

maka dapat diberikan dasatinib 140mg atau meningkatkan dosis imatinib menjadi

800mg.

Dosis untuk fase kronik adalah 400mg/hari setelah makan dan dapat

ditingkatkan sampai 600mg/hari bila tidak mencapai respon hematologik setelah 3

6

bulan pemberian, atau pernah membaik tetapi kemudian memburuk dengan Hb

menjadi rendah dan atau leukosit meningkat dengan tanpa perubahan jumlah

trombosit. Dosis harus diturunkan bila terjadi neutropeni (<500/mm3) atau

trombositopeni (<50.000/mm3) atau peningkatan sGOT/sGPT dan bilirubin. Untuk

fase krisis blas dapat diberikan langsung 800mg/hari.

D. Interferon alfa-2a atau Interferon alfa-2b 3

Perlu premedikasi dengan analgetik dan antipiretik sebelum pemberian obat

ini untuk mencegah/mengurangi efek samping interferon berupa flu like syndrome.

Dosis 5 juta IU/m2/hari subkutan sampai tercapai remisi sitogenetik, biasanya setelah

12 bulan terapi. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, dosis yang

dapat ditoleransi adalah 3 juta IU/m2/hari.

E. Cangkok sumsum tulang belakang 3

Data menunjukan bahwa cangkok sumsum tulang dapat memperpanjang masa

remisi sampai >9 tahun, terutama pada cangkok sumsum tulang alogenik. Cangkok

sumsum tulang tidak dilakukan pada kromosom Ph negatif atau BCR-ABL negatif.

Prognosis

Dahulu median kelangsungan hidup pasien berkisar antara 3- 5 tahun setelah

diagnosis ditegakkan. Saat ini dengan ditemukannya obat- obat baru, median

kelangsungan pasien dapat diperpanjang secara signifikan.

Faktor-faktor yang dapat memperburuk prognosis pasien LGK, antara lain :

Pasien : usia lanjut, keadaan umum buruk, disertai gejala sistemik seperti

penurunan berat badan, demam, keringat malam.

Laboratorium: anemia berat, trombositopenia, trombositosis, basofilia,

eosinofilia, kromosom Ph negatif, BCR-ABL negatif

Terapi : memerlukan waktu lama ( >3 bulan) untuk mencapai remisi, memerlukan

terapi dengan dosis tinggi, waktu remisi yang singkat.5

7

ILUSTRASI KASUS

Telah dirawat seorang pasien laki-laki berumur 15 tahun di bangsal penyakit

dalam RSUP dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 5 Desember 2012 dengan :

Keluhan Utama:

Perut sebelah kiri makin membengkak sejak 5 hari sebelum masuk rumah

sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Perut sebelah kiri makin membengkak sejak 5 hari sebelum masuk rumah

sakit. Bengkak tersebut sudah dirasakan pasien sejak 3 bulan yang lalu. Perut

dirasakan cepat penuh dan meningkat dalam 2 minggu ini.

Badan letih dan lesu sejak 1 tahun yang lalu.

Berat badan menurun dalam 6 bulan ini tapi pasien tidak tahu pasti berapa

turunnya.

Nafsu makan menurun sejak 2 bulan yang lalu

Riwayat sering demam sejak 1 bulan yang lalu, demam hilang timbul, tidak

tinggi, tidak menggigil dan tidak berkeringat. Saat ini pasien tidak demam.

Pucat disadari pasien sejak 1 bulan yang lalu.

Riwayat lebam-lebam di kulit tidak ada.

Riwayat perdarahan tidak ada.

Riwayat keringat malam disangkal.

Nyeri perut (-), nyeri tulang (-)

Buang air kecil dan buang air besar biasa.

Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya.

8

Riwayat Penyakit Keluarga

Tak ada anggota keluarga yang menderita sakit kanker.

Tak ada keluarga yang menderita sakit seperti ini.

Riwayat Pekerjaan, sosial, ekonomi, kebiasaan

Pasien adalah seorang pelajar.

Riwayat radiasi disangkal.

Riwayat pemakaian obat-obat atau bahan kimia disangkal.

Pemeriksaan Umum

Kesadaran : CMC

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 88x/ menit, reguler, pengisian cukup

Napas : 20x/menit

Suhu : 36,5 °C

Keadaan umum : sedang

Keadaan gizi : kurang

Berat badan : 35 Kg

Tinggi badan : 155 cm

BMI : 14,5 (underweight)

Edema : (-)

Ikterus : (-)

Anemis : (+)

Sianosis : (-)

Kulit : tak ada kelainan

Kelenjar getah bening : tidak membesar

Kepala : tak ada kelainan

Rambut : hitam, tidak mudah dicabut

Mata : konjunctiva anemis, sklera tidak ikterik

Telinga : tak ada kelainan

9

Hidung : tak ada kelainan

Tenggorokan : tak ada kelainan

Gigi dan mulut : caries (+)

Leher : JVP 5 - 2 cmH2O

kelenjar tiroid tak teraba

Dada :

Paru Depan

Inspeksi : Statis : simetris, kiri = kanan.

Dinamis : pergerakan kiri = kanan.

Palpasi : Fremitus kiri = kanan

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Vesikuler, ronchi -/- , wheezing -/-

Paru Belakang

Inspeksi : Statis : simetris, kiri = kanan

Dinamis : pergerakan kiri = kanan.

Palpasi : Fremitus kiri = kanan

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-

Jantung :

Inspeksi : iktus tidak terlihat

Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : batas jantung atas RIC II, kanan Linea Sternalis Dextra, kiri 1

jari medial LMCS RIC V, pinggang jantung (+)

Auskultasi : bunyi jantung murni, irama reguler, M1 > M2, P2 <A2,bising(-)

Abdomen :

Inspeksi : tampak membuncit

Palpasi : hepar teraba 4 jari bac, 2 jari bpx, pinggir tajam, permukaan

rata, konsistensi kenyal, nyeri tekan (-). Lien teraba S5

10

Perkusi : timpani, shifting dullness (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Punggung : nyeri tekan, nyeri ketok sudut CVA (-)

Alat kelamin : tak ada kelainan

Anus : tak ada kelainan

Anggota gerak : reflek fisiologis +/+, reflek patologis -/-, edema -/-

Hasil laboratorium dan pemeriksaan penunjang :

Darah :

Hemoglobin : 7,7 gr/dl

Hematokrit : 24 %

Trombosit : 341.000/mm3

Leukosit : 487.000/mm3

Hitung jenis : 0/3/14/32/4/0

LED : 1 mm/jam

Sel blast : 47 %

Gambaran darah tepi: normokrom, anisositosis, polikromasi (+), eritrosit

berinti 3/100 leukosit, fragmentosit (+).

Urinalisis :

Leukosit : 0-1 /LPB Eritrosit : 1-2/LPB

Epitel : (+) gepeng Silinder/kristal : (-)

Protein : (-) Urobilinogen : (+)

Bilirubin : (-) Glukosa : (-)

Feses :

Makroskopik : warna kuning, konsistensi keras, darah (-), lendir (-)

11

Mikroskopik : eritrosit 0-1/LPB, leukosit 1-2/LPB , amuba (-), cacing (-)

Daftar Masalah :

Leukemia granulositik kronik fase kronik

Anemia sedang normositik normokrom ec hemolitik

Underweight

Diagnosis Kerja :

Leukemia granulositik kronik fase kronik

Anemia sedang normositik normokrom ec hemolitik

Diagnosis Banding :

Leukemia limfositik kronik

Anemia sedang normositik normokrom ec penyakit kronik

Terapi :

Istirahat / Diet TKTP 1900 kkal

( karbohidrat 250 gr / protein 50 gr / lemak 75 gr )

NTR 3 x 1 tablet

Pemeriksaan Anjuran :

Darah perifer lengkap : jumlah eritrosit, MCV, MCH, MCHC, retikulosit

Bilirubin total/Bilirubin I/ Bilirubin II, Albumin, globulin, SGOT, SGPT.

Bone Marrow Puncture (BMP)

Coomb’ test

Follow Up

6 Desember 2012

S/ Perut membengkak (+), nyeri perut (-), makan habis

O/ KU : sedang Kesadaran: CMC TD: 110/70mmHg

HR : 78x /1’ reguler Napas : 20 x/1’ Suhu : 36,9oC

12

Laboratorium :

- Bilirubin total : 0,43 mg/ dL

- Bilirubin I : -

- Bilirubin II : -

- Albumin : 4,6 g/dL

- Globulin : 3,3 g/dL

- SGOT : 49 u/l

- SGPT : 29 u/l

- Blast : 2 %

- Promielosit : 10 %

- Mielosit : 28 %

- Metamielosit : 7 %

- Eritrosit berinti : 3/100 leukosit

- Eritrosit : 2,59 juta/uL

- MCV/MCH/MCHC : 86,9 fL/ 30,1 pg/ 34,7 %

- Retikulosit : 4,21%

-Gambaran darah tepi:normokrom, anisositosis, polikromasi (+), eritrosit berinti

3/100 leukosit, fragmentasi (+)

Kesan : Anemia sedang normositik normokrom ec hemolitik ec autoimun

DD/Anemia sedang normositik normokrom ec hemolitik ec non autoimun

Rencana : Coomb’ test

7 Desember 2012

S/ Perut membengkak (+), nyeri perut (-), makan habis

O/ KU : sedang Kesadaran: CMC TD: 110/70 mmHg

HR : 80 x /1’ reguler Napas : 20 x/1’ Suhu : 36,5oC

13

Keluar Hasil Laboratorium :

Coomb’ test : (+) : DCT (+), ICT (-)

Kesan : Anemia hemolitik autoimun

Rencana : Screening antibodi

Sikap : metilprednisolon tablet 12 mg – 8 mg – 8 mg

8 Desember 2012

S/ Perut membengkak (+), nyeri perut (-), makan habis

O/ KU : sedang Kesadaran: CMC TD: 110/70 mmHg

HR : 78 x /1’ reguler Napas : 20 x/1’ Suhu : 36,5oC

Berat Badan : 35 Kg

Keluar Hasil BMP :

-Partikel ada, kepadatan sel meningkat, sel lemak sedikit.

-Trombopoiesis : jumlah megakariosit mudah ditemukan, pembentukan trombosit

cukup.

-Hitung jenis : Mieloblas 4%, progranulosit 10%, mielosit 20%, metamielosit 15,5%,

batang 12%, segmen 31%, basofil 0%, eosinofil 1,5%, promonosit 0%, monosit

0,5%, megakariosit 0,3%, limfosit 3%, rubriblas 0%, prorubrisit 0,5%, rubrisit 1,5%,

metarubrisit 0,5%, M : E rasio 38 : 1.

Kesimpulan : Hiperseluler, peningkatan aktivitas sistem granulopoetik, ditemukan

semua tingkat pematangan seri granulopoitek dengan dominasi mielosit, metamielosit

dan netrofil segmen. Aktivitas seri eritropoetik menurun, aktivitas seri trombopoetik

dalam batas normal.

Kesan : Gambaran sum-sum tulang sesuai dengan Leukemia Granulositik Kronik

( LGK )

14

Rencana : Cek kromosom Philadelpia

Sikap : Hydroxyiurea 3 x 500 mg

17 Desember 2012

Keluar Hasil Screening Antibodi :

Kesan : Cold Antibodi

DISKUSI

15

Telah dirawat seorang pasien laki-laki, berumur 15 tahun di Bangsal Penyakit

Dalam RSUP dr.M.Djamil Padang dengan diagnosa akhir :

Leukemia granulositik kronik fase kronik

Anemia sedang normositik normokrom ec cold autoimmune hemolitik

anemia

Diagnosa leukemia granulositik kronik pada pasien ini ditegakkan

berdasarkan adanya keluhan perut sebelah kiri yang semakin membengkak,

penurunan berat badan, badan letih lesu, perut cepat penuh dan ditemukannya

hepatosplenomegali. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan leukositosis dengan

47% sel blas dan hasil BMP gambaran hiperseluler dengan perbandingan mieloid dan

eritroid meningkat ( M : E = 38 : 1 ) dengan kesan leukemia granulositik kronik.

Pemeriksaan kromosom Philadelphia pada pasien ini bertujuan untuk

mengetahui terapi dan prognosis, dimana Fadjari, 2006 mengatakan bahwa pasien

LGK dengan kromosom Philadelphia (+) pada fase kronik dapat diberikan Imatinib

mesylate dengan dosis 400mg/hari, sedangkan pada fase krisis blas dapat langsung

diberikan dosis 800mg/hari. Pasien LGK dengan anemia berat, trombositopenia,

trombositosis, basofilia, eosinofilia, kromosom Ph negatif, BCR-ABL negatif akan

memperburuk prognosis.

Anemia hemolitik autoimun pada pasien ini ditegakkan berdasarkan adanya

keluhan badan letih-letih, pucat dan ditemukannya konjunctiva anemis dengan

hepatosplenomegali. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan nilai hemoglobin 7,7

g/dL, terdapatnya polikromasi, fragmentosit, retikulositosis dan Coomb’ test Direct

yang positif.

Pemeriksaan screening antibodi pada pasien ini adalah cold antibodi yang

menunjukkan anemia hemolitik autoimun tipe dingin. Penatalaksanaan AIHA pada

pasien ini adalah dengan menghindari udara dingin yang dapat memicu hemolisis.

Disamping itu pada pasien ini dapat diberikan metil prednisolon dengan dosis 0,8 – 1

mg/Kg/BB/hari. Namun Fadjari, 2006 menyebutkan bahwa pemberian prednison dan

splenektomi tidak banyak membantu.

16

Pada jurnal-jurnal epidemiologi disebutkan bahwa AIHA biasanya sebagai

prediktor untuk terjadinya Leukemia Granulositik Kronik. Namun hubungan secara

langsung antara AIHA dengan LGK sampai saat ini masih belum bisa dijelaskan.

Askling,dkk 2005 dan Zheng,dkk 1993 menyebutkan bahwa penyakit-penyakit

autoimun berhubungan dengan peningkatan resiko keganasan mieloid termasuk

leukemia mielositik akut & leukemia mielositik kronik.10,11 Laporan terakhir oleh

Anderson,dkk 2009 menyebutkan bahwa terjadi peningkatan resiko LGK pada pasien

dengan penyakit-penyakit autoimun seperti pada AIHA ( OR 5,23 ), coeliac disease

(OR 4,19), dermatomyositis/polymyositis ( OR 3,97 ), dan polymyalgia rheumatika

(OR 1,7).12, 13

Masalah pada pasien ini adalah terdapatnya underweight yang diduga sebagai

akibat dari penyakit keganasan yang dideritanya. Menghadapi masalah ini, maka

pada pasien ini diberikan asupan nutrisi yang adekuat baik jumlah, komposisi,

maupun cara pemberian yang tepat agar dapat memberikan manfaat yang baik

terhadap pasien yang menjalani terapi kanker. Menurut literatur, malnutrisi atau

kakesia kanker merupakan keadaan yang paling sering ditemui sebagai gambaran

hipermetabolisme akibat proliferasi sel-sel leukemia dan memberikan dampak yang

negatif terhadap perjalanan penyakit, terapi dan prognosis.14

Daftar Pustaka

1. Price S.A, Wilson L.M. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit

(6th ed), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.2006

2. Vardiman J.W, 2009. Chronic myelogenous leukemia, BCR-ABL1+,

American Journal Clinical Pathology, 132, 248-9.

17

3. Fadjari H. Leukemia granulositik kronis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Editor. Sudoyo A.W dkk. Ed 4. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2006.698-7001

4. Bakta IM. Leukemia dan penyakit mieloproliperatif. Dalam: Hematologi

ringkas. Editor. Khastifah dan Purba DL. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

2007.p.137-44

5. Lichtman M.A, Liesveld JL. Chronic myelogenous leukemia and related

disorder.In : Wiliams Hematology. Ed. Lichtman MA et all, 7 th edition. Mc

Graw- hill medical publishing division. New York.p.1237- 68

6. Markman, M. Chronic myeloid leukemia and BCR-ABL, Emedicine.2009

7. Robinowitz I, Larson R.S. Chronic myeloid leukemia in wintrobe clinical

haematology. Ed. Greer JP et al, 7 th edition. Lippincontt Williams and

Wilkins, Philadelpia. 2004.p.2235-53

8. Nafrialdi, Gan S.R,. Farmakologi dan terapi. 5th ed,Balai Penerbit FKUI,

Jakarta. 2007

9. Kantarjian H, Pasquini R,Hamerschlak N,Rousselot P et all. Dasatinib or

high-dose imatinib for chronic-phase chronic myeloid leukemia after failure

of first-line imatinib: a randomized phase 2 trial, Journal of The American

Society of Hematology 2007;12: 5143-5150

10. Askling J, Brandt L, Lapidus A, Karlen P et all. Risk of haematopoietic cancer

in patients with inflammatory bowel disease. Gut 2005a;54: 617-622.

11. Zheng W,Linet M.S, Shu Xo, Pan R.P et all. Prior medical conditions and the

risk of adult leukemia in Shanghai, People’s Republic of China. Cancer

Causes Control 1993; 361-8.

12. Anderson L.A,Pfeiffer R.M, Landgren O.G.S, Engels E.A. Risk of myeloid

malignancies in patients with autoimmune conditions. Br J Cancer. 2009;

100(5):822-8.

13. Ramadan S.M, Fauad T.M, Summa V, Hasan, S.KH. Acute myeloid leukemia

developing in patients with autoimmune disease. Haematologica 2012 ; 97 (6)

: 805-17

18

14. Sutandyo N, Terapi nutrisi pada pasien kanker. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Universitas Indonesia Jilid I. Balai Penerbit FK-UI. Jakarta. 2006:

342-6

Daftar Pustaka

15. Besa, E., C., 2010. Chronic Myelogenous Leukemia, Emedicine.16. Dugdale, D., C., 2010. Chronic Myelogenous Leukemia, MedLine.17. Fadjari, H., 2006. Ilmu Penyakit Dalam (4th ed), Pusat Penerbitan Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.18. Hoffbrand, A. V., Pettit, J. E., Moss, P.A.H., 2005. Kapita Selekta

Hematologi, (4th ed), EGC, Jakarta.

19

19. Kantarjian H., Pasquini R.,Hamerschlak N.,Rousselot P.,Holowiecki J., Jootar S., et al. Dasatinib or high-dose imatinib for chronic-phase chronic myeloid leukemia after failure of first-line imatinib: a randomized phase 2 trial, Journal of The American Society of Hematology 2007;12: 5143-5150

20. Markman, M., 2009. Chronic Myeloid Leukemia and BCR-ABL, Emedicine.21. Nafrialdi, Gan, S., R., 2007. Farmakologi dan Terapi (5th ed),Balai Penerbit

FKUI, Jakarta.22. Price, S., A., Wilson, L., M., 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit (6th ed), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.23. Vardiman, J., W., 2009. Chronic Myelogenous Leukemia, BCR-ABL1+,

American Journal Clinical Pathology, 132, 248-249.24.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bakta IM. Leukemia dan penyakit mieloprolipreratif. Dalam: Hematologi

ringkas. Editor. Khastifah dan Purba DL. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

2007.p.137-44

2. Robinowitz I, Larson RS. Chronic myeloid leukemia in Wintrobe Clinical

Haematology. Ed. Greer JP et al, 7 th edition. Lippincontt Williams and

Wilkins, Philadelpia. 2004.p.2235-53

3. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Leukemia myeloid chronic dan

mielodisplasia. Dalam : Kapita selekta hematologi, ed 4. Penerbit buku

kedokteran EGC, 2002 .p.167- 76

Anderson LA,Pfeiffer RM,Landgren O Gadalla SI,Engels EA. Risks ofmyelod

malignancies in patients with outoimmune conditions. Br J Cancer. 2009;

100(5):822-8.

Askling J, Brandt I, Lapidus A, Karlen P, Bjorkholm M, Lofberrg R, Ekbom A

(2005a) Risk of haematopoietic eancer in patients with inflammatory bowel

disease. Gut 54: 617-622.

Zheng W,Linet MS, Shu Xo, Pan RP, Gao YT,Fraumeni Jr JF(1993) Priormedical

conditions and the risk of adult leukemia in Shanghai, People s Republic of

China.Cancer Causes Control 4: 361-368.

4. Lichtman MA, Liesveld JL. Chronic Myelogenous Leukemia and related

disorder.In : Wiiliams Hematology. Ed. Lichtman MA et al, 7 th edition. Mc

Graw- hill medical publishing division. New York.p.1237- 68

20

5. Fadjari H. leukekia granulositik kronis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Editor. Sudoyo AW dkk. Ed 4. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2006.698-7001

6. Ince AT et al. Rapid resolution of portal vein thrombosis and non cirrhotic

portal hypertension following cyto- reductive therapy in a patient with chronic

myeloid leukemia. Turk J Gastroenterol. 2003.14; 141-44

7. Voros D et al. splenomegaly and left sided portal hypertension.annals of

Gastroenterology. 2005.18:341-5

21