Author
yudi-wijaya
View
102
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
maxillofacial surgery
Lesi Praganas Rongga Mulut
BAB I
PENDAHULUAN
Lesi pra-ganas adalah kondisi penyakit yang secara klinis belum menunjukkan
tanda-tanda yang mengarah pada lesi ganas, namun di dalamnya sudah terjadi
perubahan-perubahan patologis yang merupakan pertanda akan terjadinya
keganasan. Hal ini perlu diperhatikan mengingat pada umumnya kelainan yang
terjadi di dalam rongga mulut, terutama pada mukosa rongga mulut, kurang
mendapat perhatian karena lesi tersebut sama sekali tidak memberikan keluhan.
Di Asia Tenggara, frekuensi tumor ganas rongga mulut lebih tinggi bila
dibandingkan dengan negara lainnya di seluruh dunia. Keadaan yang demikian
diduga ada hubungannya dengan kebiasaan mengunyah tembakau yang dilakukan
sebagian masyarakat di kawasan Asia.
Mukosa rongga mulut merupakan bagian yang paling mudah mengalami
perubahan, karena lokasinya yang sering berhubungan dengan pengunyahan,
sehingga sering pula mengalami iritasi mekanis. Di samping itu, banyak
perubahan yang sering terjadi akibat adanya kelainan sistemik. Perlu diingat
bahwa kelainan yang terjadi pada umumnya memberikan gambaran yang mirip
antara yang satu dengan yang lainnya, sehingga dapat menimbulkan kesukaran
dalam menentukan diagnosis yang tepat. Untuk itu, diperlukan diagnosis banding,
karena di antara kelainan yang terjadi ada yang berpotensial menjadi maligna
(keganasan). Pemahaman mengenai pentingnya pendekatan patologik akan
meningkatkan kemampuan para dokter gigi pada era globalisasi. Ada beberapa
macam lesi pra-ganas rongga mulut, antara lain erithroplakia, carsinoma in situ,
dan lai-lain. Tetapi, lesi yang paling sering ditemukan pada rongga mulut adalah
leukoplakia.
1.1 Rumusan Masalah
1. bagaimanakah syarat suatu lesi dikatakan sebagai praganas ?
2. Apa saja macam-macam lesi praganas (etiologi, patogenesis, HPA dan
gambaran klinis) ?
1.2 Tujuan
1. mengetahui syarat suatu lesi dikatakan sebagai lesi praganas
2. mengetahui Macam-macam lesi praganas (etiologi, patogenesis, HPA dan
gambaran klinis)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
LESI RONGGA MULUT
Masalah kedokteran gigi tidak hanya membahas gigi geligi tetapi meluas ke
rongga mulut yang terdiri dari jaringan keras maupun jaringan lunak. Penyakit
jaringan lunak pada rongga mulut dewasa ini, menjadi perhatian serius para ahli
terutama dengan meningkatnya kasus kematian yang disebabkan kanker yang ada
di rongga mulut khususnya pada negara-negara berkembang di Asia (Saranath
dkk,1991).
Salah satu penyakit jaringan lunak pada rongga mulut adalah lesi putih yang
merupakan lesi jaringan lunak yang relatif sering terjadi dan dapat berubah
menjadi lesi ganas khususnya jika keadaan ini persisten di dalam mulut
(Holmstrup dkk, 1992).
Lesi atau kelainan pada jaringan lunak rongga mulut sering kali didiagnosis
berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan klinis yang singkat, tetapi sering
kali cara tersebut tidak tepat dan mengarah ke diagnosis yang tidak tepat sehingga
penatalaksanaannya pun tidak tepat. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena
lesi pada jaringan lunak rongga mulut mempunyai kemiripan manifestasi klinis
antara satu kelainan dengan kelainan lainnya. Ketepatan pemeriksaan klinis
memerlukan proses pendeskripsian lesi yang akurat untuk mengidentifikasikan
penyakit pada jaringan lunak rongga mulut maupun kulit, karena kebanyakan
kelainan yang menyerang jaringan lunak rongga mulut juga menyerang kulit.
Identifikasi lesi secara tepat membutuhkan pemahaman tentang anatomi jaringan
lunak rongga mulut dan lesi-lesi dasar.
EPITEL MUKOSA RONGGA MULUT
Berdasarkan struktur histologisnya, epitel/mukosa rongga mulut terbagi menjadi
2, yaitu Epitel Rongga Mulut dan LaminaP ropia
1. Struktur histologi
A. Epitel rongga mulut
Fungsi:
a. Sekresi,
b. Pertukaran gas dan absorpsi nutrisi dengan lingkungan,
c. Proteksi terhadap sinar UV, perlindungan fisik terhadap infeksi, dan
pigmentasi,
d. Ekskresi → mengeluarkan nitrogen,
e. Reseptor stimulus → sensasi kemotatik: penciuman & pengecapan
B. Struktur epitel rongga mulut adalah Stratified Squamous Epithelium
Stratified Squamous Epithelium
a.Terletak diatas membrana basalis,
b. Biasanya terdiri dari sel-sel squamous, seringkali terdiri dari sel-sel polimorfik.
C. Sel-sel epitel rongga mulut
a. Keratinocyte, sel epitel mukosa rongga mulut (stratified epithelial cells) yang
mengalamidiferensiasi.
b. Non-keratinocyte, sel pigmen dendritik atau sel tipe lain dalam epitel secara
kolektif.
D. Stratifikasi epitel rongga mulut (dari arah luar ke dalam)
a. Stratum Korneum = Keratinized Layer:
Sel terletak di permukaan,
Sel pipih, heksagonal & takberinti
b. Stratum Lusidum
Tidakada
Kalau ada, tidak berkembang dengan baik
c. Stratum Granulosum = Granular Layer
Sel paling besar & pipih
Sel berinti
Sitoplasma Ú granula keratohialin basofilik
d. Stratum Spinosum = Prickle Cells Layer
Di atas sel basal,
Bentuk sel Polihidral,
Berduri (Spiny) Ú perlekatan antar sel,
Sel berinti,
Masih terjadi mitosis, dan
Bersama-sama dengan stratum basale disebut Stratum Malpighi.
e. Stratum Basalis = Basal Cells Layer
Melekat pada membrana basalis,
Bentuk sel silindris → Stratum Silindrikum,
Sel berinti, dan
Pembelahan (mitosis) & penggantian sel rusak atau mati → Stratum
Germinativum.
Catatan: makin ke permukaan → sitoplasma lebih eosinofil.
E. Stratifikasi epitel rongga mulut
a. Lamina propia
b. Komponen lamina propia terdiri dari:
Serabut kolagen (collagenfibres), struktur tersusun tiga dimensi yang
menentukan:
- Stabilitas mekanik
- Mempertahankan bentuk dan ekstensibilitas jaringan
Serabut elastik (elastic fibres)
- jumlah sedikit
- bantu mempertahankan bentuk jaringan
Serabut retikulin (reticulin fibres)
- mengikat serabut kolagen
- dominan pada membrana basalis
Sistem serabut tersebut berada dalam substansi dasar (matriks), yang terdiri dari:
a. Kompleks karbohidrat-protein
b. Fibroblas:
- sel yang bertanggung jawab pada sekresi
- serabut dan matriks
2. Saraf, pembuluh darah, dan pembuluh limfe
3. Papillary layer
a. serabut kolagen halus (Ø 0,3 - 3 μm) Ú tersusun sebagai jaringan ikat kendor.
b. bagian atas: melekat pada membran basalis.
c. bagian lebih dalam: melekat pada reticuler layer
4. Retikuler layer
→Serabut kolagen lebih kasar dan padat (Ø 10 - 40 μm).
EFEK MEROKOK TERHADAP MUKOSA MULUT
Bahan-bahan kimia dan gas dalam asap rokok, seperti: amonia, hidrogen Sianida,
nikotin, dan sebagainya, merangsang infeksi mukosa. Merokok dapat
memperlambat penyembuhan luka. Dry Socket terjadi empat kali lebih banyak
pada perokok daripada bukan perokok Merokok menyebabkan perubahan panas
pada jaringan mukosa mulut. Initasi kronis dan panas menyebabkan perubahan
vaskularisasi dan sekresi kelenjar liur. Rangsangan asap rokok yang lama dapat
menyebabkan perubahan-perubahan yang bersifat merusak bagian mukosa mulut
yang terkena, yang bervariasi dan penebalan menyeluruh bagian epitel mulut
(smoker's keratosis) sampai bercak putih keratotik yang menandai leukoplakia dan
kanker mulut. Leukoplakia bervariasi dan lesi putih yang rata/halus sampai lesi
yang tebal dan keras. Kira-kira 3% ¬ 5% kasus yang didiagnosis leukoplakia akan
berkembang menjadi kanker. Oral leukoplakia merupakan lesi prekanker.
Tembakau merupakan penyebab keratosis yang paling sering dalam mulut. Pasien
sering kali mempunyai kebersihan mulut yang buruk dan berada pada dekade
kehidupan ke lima atau enam. Lebih sering menyerang pria daripada wanita dan
ada hubungan antara jumlah rokok dan jumlah serta keparahan lesi. Jumlah rokok
yang dihisap lebih penting daripada lamanya merokok. Kerentanan individu
tampaknya menjadi faktor yang penting dalam menentukan derajat dan sifat dan
hyperkeratosis.
Pada perokok yang menggunakan pipa, sering dijumpai adanya stomatitis
nikotina. Gejalanya antara lain adanya kemerahan di daerah palatum, yang
akhirnya menjadi keabuabuan dan kemungkinan mengkerut. Pada waktunya,
terlihat pertumbuhan bercak putih yang kecil pada palatum molle dekat duktus
kelenjar liur. Stomatitis seperti in janang berkembang menjadi kanker.
Menghentikan kebiasaan merokok dengan pipa, biasanya akan menyelesaikan
masalah ini.
Pada perokok sigaret, perubahan mulut biasanya lebih luas. Mukosa bukal pipi
tampak berwanna putih susu, terutama pada daerah cominisura, dan menghilang
ke daerah gigi geraham besar. Pasien yang sering membiarkan sigaret tetap
tergantung di bibir sering mengalami pembentukan groove yang dapat
terkeratinisasi. Karsinoma mukosa mulut terutama disebabkan oleh karsinogen
bahan kimia di samping fisik dan virus. Berkembangnya neoplasma pada individu
akibat stimulus karsinogenik ini
dipengaruhi oleh banyak faktor seperti keturunan/genetik, diet, hormonal, jenis
kelamin, dan sebagainya. Merokok mempunyai efek karsinogenik pada mukosa
mulut. Tembakau mengeluarkan efek karsinogenik yang tampaknya bersifat kimia
Terdapat hubungan yang bermakna antara merokok dengan kanker di berbagai
bagian mulut. Keller (1967) mengungkapkan adanya asosiasi yang bermakna
antara merokok dengan kanker mulut (tidak termasuk bibir) , juga melaporkan
adanya asosiasi yang bermakna secara statistik antara merokok dengan kanker
bibir Merokokdiperkirakandapatmeningkatkan terjadinyakanker mulut sebanyak
dua sampai empat kali. Sementara itu, penelitiän prospektif di Universitas
California, San Fransisco mengungkapkan bahwarisiko terkena kanken mulut bagi
perokok kira-kira lima kali daripada bukan perokok.
BAB III
PEMBAHASAN
1. SYARAT SUATU LESI DIKATAKAN SEBAGAI PRAGANAS
a. Ganas jika mengandung karsinoma: kemampuan metastasis yaitu kemampuan
untuk menyebar,
b. Inti sel lebih gelap,
c. Sitoplasma lebih kecil,
d. Sel basal tidak teratur,
e. Inti membelah tp sitoplasma tidak, dan
f. Displasia sel.
2. MACAM-MACAM, ETIOLOGI, PATOGENESIS, HPA & GAMBARAN
KLINIS LESI PRAGANAS
a. Eritroplakia
Eritroplakia didefinisikan sebagai bercak merah seperti beludru, menetap, yang
tidak dapat digolongkan secara klinis sebagai keadaan lain manapun. Istilah ini
seperti “leukoplakia” tidak mempunyai arti histologist ; tapi sebagian besar adri
eritoplakia didiagnosis secara histologis sebagai dysplasia epitel atau lebih jelek
lagi karena mempunyai kecenderungan lebih tinggi untuk menjadi karsinoma.
Eritroplakia dapat terjadi si setiap tempat di rongga mulut, orofaring, dan dasar
mulut. Merahnya lesi adalah akibat dari atrofi mukosa yang menutupi submukosa
yang banyak vaskularisasinya. Tepi lesi biasanya berbatas jelas. Tidak ada
predileksi jenis kelamin dan paling sering mengenai pasien-pasien yang berusia di
atas 60 tahun.
Telah dikenal 3 varian klinis dari eritroplakia :
- Bentuk homogen, yang merahnya tampak rata
- Eritroleukoplakia, yang mempunyai bercak-bercak merah yang bercampur
dengan beberapa daerah leukoplakia
- Bercak leukoplakia, yang mengandung bintik-bintik atau granula-granula putih
yang menyebar di seluruh lesinya.
Biopsy adalah keharusan untuk semua tipe eritroplakia, karena 91% dari
eritroplakia menunjukkan dysplasia yang parah, karsinoma in situ, karsinoma sel
skuamosa yang invasive.
Frekuansi tertinggi berkenaan dengan lokasi terjadinya eritroplasia sama dengan
kanker mulut, yang paling umum adalah dasar mulut, pilar tonsil, palatum lunak,
dan permukaan latera; dan ventral lidah. Eritroplasia paling umum dijumpai pada
pasien-pasien perokok berat dan alkoholik.
b. Leukoplakia,
Merupakan salah satu kelainan yang terjadi di mukosa rongga mulut. Meskipun
leukoplakia tidak termasuk dalam jenis tumor, lesi ini sering meluas sehingga
menjadi suatu lesi pre-cancer. Leukoplakia merupakan suatu istilah lama yang
digunakan untuk menunjukkan adanya suatu bercak putih atau plak yang tidak
normal yang terdapat pada membran mukosa. Pendapat lain mengatakan bahwa
leukoplakia hanya merupakan suatu bercak putih yang terdapat pada membran
mukosa dan sukar untuk dihilangkan atau terkelupas. Tidak dapat dihilangkan
dengan dikerok. Untuk menentukan diagnosis yang tepat, perlu dilakukan
pemeriksaan yang teliti baik secara klinis maupun histopatologis, karena lesi ini
secara klinis mempunyai gambaran yang serupa dengan “lichen plannus” dan
“white sponge naevus”.
Etiologi
Devisiensi Vitamin A,B,&C
Candidiasis,
Iritasi kronis,
Malnutrisi,
Tembakau,
Alcohol,
Iritasi mekanis&kemis,
Defisiensi asam folat,
Xerostomia
Faktor lokal
Biasanya merupakan segala macam bentuk iritasi kronis, antara lain:
a. Trauma
Trauma dapat berupa gigitan tepi atau akar gigi yang tajam
Iritasi dari gigi yang malposisi
Pemakaian protesa yang kurang baik sehingga menyebabkan iritasi
Adanya kebiasaan jelek, antara lain kebiasaan jelek menggigit-gigit jaringan
mulut, pipi, maupun lidah.
b. Kemikal atau termal
Pada penggunaan bahan-bahan yang kaustik mungkin diikuti oleh terjadinya
leukoplakia dan perubahan keganasan.
Faktor-faktor kaustik tersebut antara lain:
Tembakau
Terjadinya iritasi pada jaringan mukosa mulut tidak hanya disebabkan oleh asap
rokok dan panas yang terjadi pada waktu merokok, tetapi dapat juga disebabkan
oleh zat-zat yang terdapat di dalam tembakau yang ikut terkunyah. Banyak
peneliti yang berpendapat bahwa pipa rokok juga merupakan benda yang
berbahaya, sebab dapat menyebabkan lesi yang spesifik pada palatum yang
disebut “stomatitis Nicotine”. Pada lesi ini, dijumpai adanya warna kemerahan
dan timbul pembengkakan pada palatum. Selanjutnya, palatum akan berwarna
putih kepucatan, serta terjadi penebalan yang sifatnya merata. Ditemukan pula
adanya “multinodulair” dengan bintik-bintik kemerahan pada pusat noduli.
Kelenjar ludah akan membengkak dan terjadi perubahan di daerah sekitarnya.
Banyak peneliti yang kemudian berpendapat bahwa lesi ini merupakan salah satu
bentuk dari leukoplakia.
Alkohol
Telah banyak diketahui bahwa alkohol merupakan salah satu faktor yang
memudahkan terjadinya leukoplakia, karena pemakaian alkohol dapat
menimbulkan iritasi pada mukosa.
Bakterial
Leukoplakia dapat terjadi karena adanya infeksi bakteri, penyakit periodontal
yang disertai higiene mulut yang jelek.
c. Faktor sistemik
Adanya kemungkinan konstitutional karakteristik, karena ada yang berpendapat
bahwa penyakit ini lebih mudah berkembang pada individu yang berkulit putih
dan bermata biru. Pendapat ini dikemukakan oleh Shaffer dan Burket.
Kemungkinan lain adalah adanya penyakit sistemik, misalnya sipilis. Pada
penderita dengan penyakit sipilis pada umumnya ditemukan adanya “syphilis
glositis”. Candidiasis yang kronik dapat menyebabkan terjadinya leukoplakia. Hal
ini telah dibuktikan oleh peneliti yang melakukan biopsi di klinik. Ternyata, dari
171 penderita candidiasis kronik, 50 di antaranya ditemukan gambaran yang
menyerupai leukoplakia.
Untuk mengetahui diagnosis yang pasti dari leukokplakia, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan klinik, histopatologi, serta latar belakang etiologi terjadinya lesi ini.
Defisiensi vitamin A diperkirakan dapat mengakibatkan metaplasia dan
keratinisasi dari susunan epitel, terutama epitel kelenjar dan epitel mukosa
respiratorius. Beberapa ahli menyatakan bahwa leukoplakia di uvula merupakan
manifestasi dari intake vitamin A yang tidak cukup. Apabila kelainan tersebut
parah, gambarannya mirip dengan leukoplakia. Selain itu, pada percobaan dengan
menggunakan binatang tikus, dapat diketahui bahwa kekurangan vitamin B
kompleks akan menimbulkan perubahan hiperkeratotik.
Gambaran Klinik
Dari pemeriksaan klinik, ternyata oral leukoplakia mempunyai bermacam-macam
bentuk. Secara klinis lesi ini sukar dibedakan dan dikenal pasti karena banyak lesi
lain yang memberikan gambaran yang serupa serta tanda-tanda yang hampir sama.
Pada umumnya, lesi ini lebih banyak ditemukan pada penderita dengan usia di
atas 40 tahun dan lebih banyak pria daripada wanita. Hal ini terjadi karena
sebagian besar pria merupakan perokok berat. Lesi ini sering ditemukan pada
daerah alveolar, mukosa lidah, bibir, palatum lunak dan keras, daerah dasar mulut,
gingival, mukosa lipatan bukal, serta mandibular alveolar ridge. Bermacam-
macam bentuk lesi dan daerah terjadinya lesi tergantung dari awal terjadinya lesi
tersebut, dan setiap individu akan berbeda.
Secara klinis, lesi tampak kecil, berwarna putih, terlokalisir, barbatas jelas, dan
permukaannya tampak melipat. Bila dilakukan palpasi akan terasa keras, tebal,
berfisure, halus, datar atau agak menonjol. Kadang-kadang lesi ini dapat berwarna
seperti mutiara putih atau kekuningan. Pada perokok berat, warna jaringan yang
terkena berwarna putih kecoklatan. Ketiga gambaran tersebut di atas lebih dikenal
dengan esbutan “speckled leukoplakia”.
Mempunyai 3 bentuk klinis yang utama
1. Homogenous leukoplakia: mengacu pada suatu lesi setempat atau bercak putih
yang luas, yang memperlihatkan suatu pola yang relatif konsisten, sekalipun
permukaan lesi tersebut mungkin digambarkan secara bermacam-macam seperti
misalnya, berombak-ombak dengan pola garis-garis halus, keriput atau
papilomatous.
2. Nodular (bintik-bintik) leukoplakia mengcu pada suatu lesi campuran merah
dan putih, dimana nodul-nodul keratotik ynag kecil tersebar pada bercak-bercak
atrofik dari mukosa. Varian klinis ini sangat penting karena sangat tingginya
angka transformasi keganasan yang ditimbulkannya,.
3. verrucous leukoplakia sebagai suatu istilah kurang popular dalam literatur,
sekalipun banyak peneliti yang telah menggunakannya untuk menggambarkan lesi
putih di mulut dimana permukaannya terpecah oleh banyak tonjolan seperti papila
yang mungkin juga berkeratinisasi tebal, serta menghasilkan suatu lesi yang agak
mirip pada dorsum lidah.
Stadium Leukoplakia
Leukoplakia dapat dibagi menjadi 3 stadium, yaitu:
• Homogenous leukoplakia
Merupakan bercak putih yang kadang-kadang berwarna kebiruan, permukaannya
licin, rata, dan berbatas jelas. Pada tahap ini, tidak dijumpai adanya indurasi.
• Erosif leukoplakia
Erosif leukoplakia berwarna putih dan mengkilat seperti perak dan pada umumnya
sudah disertai dengan indurasi. Pada palpasi, permukaan lesi mulai terasa kasar
dan dijumpai juga permukaan lesi yang erosive.
• Speckled atau Verocuos leukoplakia
Permukaan lesi tampak sudah menonjol, berwarna putih, tetapi tidak mengkilat.
Timbulnya indurasi menyebabkan permukaan menjadi kasar dan berlekuk-lekuk.
Saat ini, lesi telah dianggap berubah menjadi ganas. Karena biasanya dalam waktu
yang relatif singkat akan berubah menjadi tumor ganas seperti squamus sel
karsinoma, terutama bila lesi ini terdapat di lidah dan dasar mulut.
Oral leukoplakia tanpa EBV candida oral leukoplakia non-homogenous
leukoplakia
Gambaran Histopatologik
Pemeriksaan mikroskopis akan membantu menentukan penegakan diagnosis
leukoplakia. Bila diikuti dengan pemeriksaan histopatologi dan sitologi, akan
tampak adanya perubahan keratinisasi sel epitelium, terutama pada bagian
superfisial. Gambaran HPA-nya anytara lain: keratin tebal, hyperkeratosis,
hiperpara keratosis, jarang ditemukan displasia, pembelahan inti tapi tidak diikuti
pelbelahan sitoplasma.
Secara mikroskopis, perubahan ini dapat dibedakan menjadi 5 bagian, yaitu:
• Hiperkeratosis
Proses ini ditandai dengan adanya suatu peningkatan yang abnormal dari lapisan
ortokeratin atau stratum corneum, dan pada tempat-tempat tertentu terlihat dengan
jelas. Dengan adanya sejumlah ortokeratin pada daerah permukaan yang normal
maka akan menyebabkan permukaan epitel rongga mulut menjadi tidak rata, serta
memudahkan terjadinya iritasi.
• Hiperparakeratosis
Parakeratosis dapat dibedakan dengan ortokeratin dengan melihat timbulnya
pengerasan pada lapisan keratinnya. Parakeratin dalam keadaan normal dapat
dijumpai di tempat-tempat tertentu di dalam rongga mulut. Apabila timbul
parakeratosis di daerah yang biasanya tidak terdapat penebalan lapisan parakeratin
maka penebalan parakeratin disebut sebagai parakeratosis. Dalam pemeriksaan
histopatologis, adanya ortokeratin dan parakeratin, hiperparakeratosis kurang
dapat dibedakan antara satu dengan yang lainnya. Meskipun demikian, pada
pemeriksaan yang lebih teliti lagi akan ditemukan hiperortokeratosis, yaitu
keadaan di mana lapisan granularnya terlihat menebal dan sangat dominan.
Sedangkan hiperparakeratosis sendiri jarang ditemukan, meskipun pada kasus-
kasus yang parah.
• Akantosis
Akantosis adalah suatu penebalan dan perubahan yang abnormal dari lapisan
spinosum pada suatu tempat tertentu yang kemudian dapat menjadi parah disertai
pemanjangan, penebalan, penumpukan dan penggabungan dari retepeg atau hanya
kel
c. oral submukous fibrosis
oral submukous fibrosis merupakan suatu penyakit progresif yang lambat dimana
terbentuk pita fibrosis di dalam mukosa mulut, yang pada akirnya akan
menyebabkan suatu hambatan yang hebat terhadap pergerakan mulut, termasuk
lidah.
penyakit ini disertai dengan reaksi radang juksta epithelial yang disusul denagn
suatu perubahan fibroelastik dari lamina propria dan kemudian atropi epitel
sebagai akibatnya. Perubahan-perubahan ini disertai dengan rasa panas terbakar di
mulut dan kadang-kadang dengan vesikel pada mukosa. Dalam bentuk yang sudah
berkembang semurna, gambaran klinis yang mencolok adalah epitel atropik yang
tampak pucat
klinis
pada tahap akir : lamina propria digantikan jaringan fibrous
etiologi
etiologi dari keadaan ini tidak diketahui; hipersensitivitas terhadap rempah-
rempah dan buah pinaang pernah dicurigai tetapi tidak terbukti.
d. Dyskeratosis kongengital
Genodermatosis yang diwariskan secara resesif ini, tidak lazim dijumpai dalam
insiden yang tinggi dari kanker mulut yang terjadi pada anak-anak muda. Ini
merupakan suatu penyakit yang jarang terjadi, hampir selalu dijumpai pada kaum
pria, dan ditandai dengan serentetan perubahan mulut yang pada akhirnya
menyebabkan suatu atrofik, leukoplakik dari mukosa mulut dan yang paling
sering terkena adalah daerah lidah dan pipi. Perubahan mulut terjadi disertai
dengan kuku yang distrofik yang hebat dan hiperpigmentasi retukulasi yang
mencolok dari kulit muka, leher, dan dada.
Lesi mulut mulai terjadi sebelum usia 10 tahun sebagai kumpulan vesikel dengan
bercak-bercak putih dari mukosa nekrotik yang terinfeksi dengan kandida; ulserasi
dan perubahan erythroplakik, serta distrofi kuku menyusul kemudian, disertai
dengan lesi leukoplakik dan karsinoma yang menyerang lesi mulut ini pada
individu menjelang masa dewasa.
e. pipe smoker keratosis
Etiologi : tembakau
Klinis : awalnya eritema, lama-kelamaan meluas dan berlipat-lipat
Lesi tampak spt plak putih atau luka dengan bagian tepi mukosa eritematus
HPA : penebalan epitel, displasia, subepitelial fibrosis, rete peg tumpul/datar
f. snuff-dippers keratosis
Suatu daerah kuning berkerut pada lipatan mukosa gusi dan mukosa pipi atau
bibir dari rahang bawah adalah indicator penggunaan intraoral dari tembakau
tanpa dibakar. Tembakau yang tidak dibakar dapat digunakan dalam berbagai
bentuk (dihisap baunya, dicelup, disumbatkan atau dikunyah) dan meninggalkan
tanda-tanda khasnya di daerah yang biasa disisipi tembakau tersebut. Daerah-
daerah posterior umum dipakai untuk mencelup, menyumbat, atau mengunyah,
sedangkan daerah-daerah anterior lebih disukai untuk mencium. Orang yang
meletakkan tembakau di tempat yang berbeda-beda akan mempunyai lesi yang
banyak dan kurang mencolok. Pria-pria belasan tahun paling sering terkena
keadaan ini, terutama karena iklan-iklan pemasaran yang intensif dari perusahaan-
perusahaan tembakau.
Bercak-bercak snaff-dippers yang dini berwarna merah muda pucat, dengan
permukaan tampak berkerut-kerut dan berlipat-lipat. Perubahan menjadi putih,
putih-kuning dan coklat-kuning dapat terjadi sebagai hyperkeratosis dan terjadi
perwarnaan eksogen.
Penggunaan tembakau tanpa dihisap yang kronis dikaitkan dengan perubahan-
perubahan periodontal, karies, perubahan-perubahan displastik epidermal dan
karsinoma veroukosa. Untuk mendapat kesimpulan, dianjurkan menghentikan
pemakaiannya. Jika penampilan normalnya tidak kembali dalam 14 hari setelah
pemakaian tembakau dihentikan, maka perlu dibiobsi.
g. Liken planus
Liken planus merupakan suatu dermatosis yang relative sering terjadi pada kulit
dan membrane mukosa mulut. Lesi ini mungkin hanya terbatas pada salah satu
tempat atau mungkin juga terjadi pada kedua lokasi tersebut dalam satu pasien.
Kurang lebih 50% dari pasien yang memiliki liken planus di mulut juga memuliki
lesi di kulit. Lesi di kulit ini, relative konstan, dalam bentuk papula yang rata dan
berwarna keunguan dengan sisik yang halus pada permukaannya. Lesi bias
bermanifestasi dalam enam bentuk yang berlainan, seringkali disertai dengan
lebih dari satu bentuk lesi yang terlihat dalam satu pasien. Karena beberapa lesi
dari liken planus di mulut sifatnya erosir dan yang lainnya bolusa pada bentuk
nonerosif, nonbolusa dari liken planus, sekalipun proses patologik dasar yang
sama mungkin telibat dalam semua bentuknya.
Nama liken planus mengacu pada kemiripan superficial dari lesi liken planus
retikuler dengan pola seperti kisi-kisi yang ditimbulkan oleh simbiosis koloni
algae dan jamur pada permukaan batu-batuan di alam (lichens). Nama ini kurang
tepat karena tidak ada hubungan antara liken planus dan mikroorganisme
safrofitik, dan nama tersebut hanya menyebabkan menambah kecemasan pasien
tentang penyakit itu.
Etiologi
Etiologi liken planus mungkin melibatkan suatu degenerasi yang ditimbulkan
oleh system imunologi dari lapisan sel basal epitel. Liken planus mungkin hanya
merupakan satu varietas dari suatu rentang yang lebih luas dari penyakit tersebut,
dimana lesi likenoid yang diinduksi oleh system imunologik ini merupakan suatu
denominator yang lazim. Jadi ada banyak kemiripan klinis dan histologis antara
liken planus dan dermatosis likenoid dan stomatitides yang diakibatkan oleh obat,
beberapa penyakit imunologik, reaksi penjamu versus tandur alihnya, dan
beberapa bentuk limfoma. Sementara liken planus bisa bermanifestasi sebagai
suatu lesi yang karakteristik jelas sekali, namun diagnosa banding dari lesi ini
cukup luas.
inveksi jamur/virus, dan beberapa penyakit imunologi ternyata juga dapat
menimbulkan liken planus
Gambaran Klinik
Terlepasnya dari bentuk erosive dan bulous dari penyakitnya, liken planus cukup
sering bermanifestasi sebagai suatu lesi yang tidak sakit dan indolent, kekuningan,
lesi striae putih, tidak sakit, serta papula pink yang sering sekali sudah terdapat di
dalam mulut pasien sejak lama sebelum disadari sebelum pemeriksaan rutin atau
oleh pasien itu ssendiri yang menemukan mukosa pipi dan bibirnya lebih kasar
dari biasanya. Gambaran klinis dari lesi ini pada pasien tertentu seringkali
beragam seiring waktu, baik dalam hal morfologi dari lesi klinis dan perluasannya
maupun dengan daerah erosi dari mukosa yang atrofik.
Bentuk reticular terdiri dari garis putih halus yang sedikit lebih tinggi dari
sekitarnya (Wickham’s striae), yang menimbulkan lesi seperti kisi-kisi (bentuk
renda), suatu pola garis halus yang menyebar atau lesi anular. Ini merupakan
bentuk yang paling lazim dan paling mudah dikenali dari liken planus ini kadang
memperlihatkan beberapa daerah dengan bentuk reticular. Pipi dan lidah
merupakan tempat yang terutama sering terserang pada banyak pasien penderita
liken planus ini, bibir, gingival, dasar mulut dan palatum agak jarang terkena.
Karena lesi reticular merupakan bentuk yang paling lazim, maka bentuk tersebut
paling sering ditemukan di pipi dan lidah dan dalam banyak kasus sebagai lesi
bilateral. Lesi papula yang berwarna keputihan dan lebih tinggi dari sekitarnya
(0,5 mm sampai 1 mm), biasanya terlihat pada daerah berkeratinisasi dengan baik
pada mukosa mulut, akan tetapi lesi yang besar seperti plak (plaquelike lesion)
yang sering kali sulit untuk dibedakan dari leukoplakia dapat terjadi pada pipi,
lidah dan gingiva.
Liken planus yang atrofik menggambarkan daerah yang meradang dari mukosa
mulut, yang ditutupi oleh epitel berwarna merah dan lebih tipis. Lesi erosive
mungkin timbul sebagai komplikasi dari proses atrofik ketika epitel yang tipis
tersebut mengalami abrasi atau ulserasi. Lesi popular, lesi seperti plak, dan lesi
erosive seringkali disertai dengan lesi reticular. Suatu pemeriksaan yang teliti
untuk menemukan lesi ini merupakan bagian yang penting dari evaluasi klinis
terhadap seorang pasien yang dicurigai menderita liken planus, dan bila dibiopsi
hanya memberikan suatu diagnosa yang tidak spesifik (seperti, peradangan akut
dan kronis), maka diagnosa likem planus sering dapat dikonfirmasi dengan
mengidentifikasi suatu daerah dengan pola reticular, sekalipun kadang hanya satu
bercah kecil seperti “flame” dari striae atau garis-garis putih yang tersusun secara
radial. Daerah yang terserang dari mukosa mulut ini khas sekali dan tidak menjadi
kaku atau menjadi tidak elastic oleh liken planus, dan garis-garis putih keratotik
tidak dapat dihilangkan dengan menarik mukosa mulut atau menggosok
permukaannya.
Literature tentang liken planus di mulut, sering menunjukkan kepribadian dari
pasien dengan penyakit ini sebagai seorang neurotic dan terlalu cemas dengan
kesehatannya, pekerjaan dan masalah lainnya dan terhadap lesi yang berasal dari
psikosomatik, yang berkembang atau memburuk sehubungan dengan masa-masa
penuh tekanan emosi yang berat, konflik yang tidak terpecahkan, dan bahkan
tekanan fisik. Sementara itu banyak dari karakteristik ini yang mungkin dapat
ditemukan pada pasien yang datang berkonsultasi sehubungan dengan liken
planus, kepribadian seperti ini lazim dijumpai di antara pasien dengan lesi mulut
yang kronis lainnya.
Sehubungan dengan pernah dikemukakan antara liken planus di mulut, diabetes
militus, dan hipertensi. Triad ii disebut sebagai syndrome Grin span dan telah
dicurigai sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya karsinoma sel skuamosa.
Penyelidikan berikutnya terhadap sekumpulan pasien lain yang menderita liken
planus tidak mempertegas penemuan Grinspin ini, selain dari satu proporsi dari
pasien yang mengalami gangguan mulut kronis yang mungkin terbukti menderita
diabetes dan hipertensi.
Gambaran Histopatologik
Biasanya ada tiga gambaran yang dianggap sangat penting untuk diagnosa
histopatologik dari liken planus yaitu; daerah hiperparakeratosis atau
hiperortokeratosis, sering disertai dengan penebalan lapisan lapisan sel glanular
dan gambaran gigi gergaji pada rete peg; degenerasi liquefaction atau nekrosis
pada lapisan sel basal yang sering digantikan dengan pita eosinofilik dan suatu
pita subepithelial yang padat dan limfosit. Terlihat kerusakan membrane basalis,
infiltrasi sel limfosit disertai membentuk untaian, eosinofilik material pd daerah
lamina propria, dan bentuk rete peg seperti gergaji
Gambaran diagnostic yang utama dari liken planus yang mirip dengan reaksi
likenoid lainnya adalah kerusakan pada lapisan sel basal, termasuk perubahan
vacuolar dan kematian sel. Perubahan vacuolar (degenerasi liquefaction) ditandai
dengan vakuola intraseluler, edema, separasi sel basal, dan terlepasnya lamuna
propria dari sel-sel basal. Perubahan vacuolar intraselular, edema, separasi sel
basal, dan terlepasnya lamina propria dari sel-sel basal. Serpihan-serpihan
artifactual di daerak ini sering dijumpai pada specimen yang dikirim untuk
pemeriksaan dengan mikroskop cahaya, dan menimbulkan kecurigaan tentang
kemungkinannya sebagai suatu lesi vesikobulosa, dan bila memang timbul pada
daerah ini dalam liken planus bolusa. Kematian sel-sel epidermal yang terlihat
dalam penyakit ini biasanya melibatkan satu sel-sel basal yang akan mengkerut
dengan sitoplasma eosinofilik dan satu atau lebih fragmen nuclear piknotik. Sel-
sel yang mati ini disebut sebagai Civatte bodies, dan terdapat bukti ultrastruktural
bahwa keadaan tersebut terjadi melalui suatu proses yang unik disebut sebagai
apoptosis, dimana sel-sel dikonversi menjadi badan filamentous yang difagosit
oleh makrofag atau sel basal di dekatnya. Apoptosis ini menimbulkan reaksi
peradangan kecil bila dibandingkan dengan sel-sel yang mati akibat nekrosis, dan
sel-sel yang mengalami apoptosis dalam lapisan basal dari sel epitel likenoid di
tempat lain sering disebut sel-sel diskeratotik. Sebagian dari sel-sel basal yang
mati tidak dapat difagositosis dan menonjol keluar, masuk ke dalam dermis di
bawahnya dimana kemudian akan diselubungi oleh immunoglobulin terutama
IgM dan disebut sebagai badan koloid.
h. lupus erythematous
Lupus eritematosus (LE) ada dalam 3 bentuk :
• Lupus eritematosus discoid kronis (CDLE) ,yang hanya mengenai kulit.
CDLE ,bentuk jinak dari penyakit tersebut adalah murni kelainan mukokutan.
Dapat timbul pada setiap usia ,tetapi terutama pada wanita diatas 40 tahun.
CDLE secara klasik ditandai oleh suatu bercak seperti kupu-kupu ,merah ,simetris
yang terjadi melintang batang hidung. Daerah daerah wajah yang sangat
fotosensitif lainnya ,termasuk pipi, daerah malar ,dahi ,kulit kepala ,dan kulit
telinga juga terkena .
Kadang-kadang CDLE timbul sebagai plak-plak putih yang terpisah. Mukosa pipi
adalah daerah intraoral yang paling sering terkena ,diikuti oleh lidah ,palatum ,dan
gusi. Garis merah dan putih sejajar yang bergantian dalam susunan radial adalah
tanda diagnostic yang penting ,bersama dengan gambaran lesi multiple pada
beberapa permukaan. Lesi lesi ini dapat berupa lichen planus tetapi lesi pada
telinga membantu menyingkirkan diagnose lichen planus .
• Lupus eritematosus sistemik (SLE) ,yang mengenai banyak system organ.
SLE adalah penyakit kolagen autoimun yang ditandai oleh pembentukan antibody
anti nuclear dan anti DNA yang ikut berperan dalam cedera jaringan yang terjadi
secara imunologik. Pasien seringkali mengeluh lelah ,demam ,dan sakit sendi.
Seringkali ada limfadenopati umum tanpa nyeri. Juga dapat dijumpai
hepatomegali ,splenomegali ,neuropati perifer dan kelainan kelaian hematologic .
• Lupus eritematosus kutan subakut ,yaitu suatu varian kutan dengan gejala-gejala
sistematis ringan
Lesi lesi LE bersifat kronis dengan periode kekambuhan dan remisi. Lesi yang
masak menunjukkan 3 daerah ; suatu pusat atrofik yang dibatasi oleh daerah
tengah hiperkeratotik yang dikelilingi oleh suati eritematosus di perifernya.
Seringkali ada hipopigmentasi dari lesi akibat kerusakan melanositik di pertemuan
epidermal-dermal. Lesi lesi tersebut biasanya terbatas pada bagian atas dari
tubuh ,terutama kepala dan leher .
Duapuluh sampai empatpuluh persen dari penderita LE mempunyai lesi oral. Lesi
ini dapat timbul sebelum atau sesudah lesi kulit timbul. Lesi kulit umumnya
merah dengan tepi bersisik yang putih sampai keperak-perakan. Bibir bawah yang
terpajan matahari di tepi vermilion adalah daerah yang umum ,sedangkan bibir
atas biasanya terkena sebagai akibat dari perluasan langsung dari lesi lesi kulit.
Lesi intraoral seringkali difus dan eritematosus dengan komponen ulseratif dan
putih .
i. karsinoma in situ
Karsinoma in situ arti katanya adalah kanker yang masih berada pada tempatnya,
merupakan kanker dini yang belum menyebar atau menyusup keluar dari tempat
asalnya. Meskipun istilah karsinoma in-situ tidak digunakan luas pada lesi rongga
mulut, deskripsi ini menunjukan bahwa secara histologis karsinoma masih
terlokalisir dalam epitel skuamus berlapis dan belum ada invasi kedalam jaringan
ikat dibawahnya. Karsinoma in situ bukan merupakan kanker, dan terjadi
gangguan seluruh lapisan epitel. Biasa ditemukan 5 th sebelum karsinoma
invasive.
Etiologi :
Tidak diketahui. Umumnya terjadi 5 tahun sebelum karsinoma invasif. Banyak
ditemukan pada usia di bawah 30 tahun.
Karakteristik :
Epitel yang menunjukkan perubahan keganasan tetapi tidak menunjukkan invasi
ke bawah jaringan ikat.
Klinis :
Bervariasi, banyak lesi yang hanya menunjukkan perubahan minimal. Daerah
yang terkena sedikit cembung atau rata atau cekung, kemerah-merahan.
Permukaan cenderung bergranula atau seperti beledu, ada yang memberi
gambaran atrofi berkilat, lebih merah dari mukosa sekitarnya. Ada yang
menamakannya dengan eritroplasia untuk menekankan reaksi ini. Daerah
karsinoma in situ mungkin berbaur dengan leukoplakia (secara klinis) atau dapat
juga mirip leukoplakia.
Mikroskopis :
Kriteria yang paling penting untuk mendiagnosis karsinoma in situ adalah
disorganisasi yang sempurna dari sel-sel semua lapisan epidermis atau mukosa.
Sel-sel bervariasi dalam ukuran, bentuk, hiperkromatik dengan inti yang besar.
Aktivitas mitosis banyak dijumpai, juga mitosis abnormal. Lapisan basal sudah
terkena dan membentuk batas yang jelas, namun membran basalis masih utuh.
Lapisan jaringan ikat di bawahnya meunjukkan reaksi peradangan kronis, dapat
juga normal. Peralihan dari epitel normal ke karsinoma in situ dapat sangat tiba-
tiba atau perlahan-lahan tanpa daerah batas yang jelas. Mukosa sekitar bervariasi
dari hiperplasia, displasia sampai karsinoma in situ.
Prognosis :
Banyak karsinoma in situ yang tidak diobati berubah menjadi karsinoma invasif
meskipun kecepatan progresivitasnya bervariasi. Biasanya karsinoma in situ
dalam mulut lebih cepat invasinya dibandingkan dengan leher mulut rahim.
Dengan pengobatan adekuat, prognosis karsinoma in situ mulut seharusnya baik.
Tak bermetastasis, dapat tumbuh ke dalam atau menyebar ke lateral ke mukosa
sekitar. Meskipun prognosis karsinoma in situ yang terlokalisasi relatif baik, tetapi
harus dipertimbangkan adanya resiko keganasan yang tinggi dan karenanya
perkembangannya harus terus dipantau.
j. sipilis leukoplakia
Etiologi
Etiologi dari sifilis tersier ini ialah bakteri Treponema pallidum. Resiko lesi yang
disebabkan oleh bakteri ini untuk menjadi ganas sangat tinggi. Biasanya sifilis
leukoplakia ini terletak pada bagian dorsum lidah. Lesi ini memiliki bentuk yang
tidak teratur dan outline yang tidak berbatas jelas. Terdapat invasif carcinoma dan
erosi. Carcinoma terletak dibagian tengah dari dorsum lidah. Seringkali disertai
dengan dysplasia, hyperkeratosis dan akantosis. Sel-sel radang yang terdapat ialah
sel plasma, giant sel, dan granuloma.
k. sublingual keratosis
Istilah ini digunakan untuk lesi putih yang terdapat di dasar mulut dan ventral dari
lidah. Lesi ini mempunyai kemampuan yang tinggi untuk menjadi ganas (30%).
Gejala klinis yang ditunjukkan ialah berwarna putih, terdapat plak yang halus,
tidak teratur namun berbatas jelas. Biasanya lesi ini tidak diikuti dengan infiltrasi
sel-sel radang.
Gambaran histologi untuk sublingual keratosis sama dengan gambaran histologi
pada leukoplakia lainnya, yakni adanya parakeratosis atau orthokeratosis atau
keduanya dalam area yang berbeda. Keratin tersebut menimbulkan warna putih
pada lesi tersebut. Epiteliumnya tampak atrofi (mengecil) dan biasanya disertai
dengan akantosis. Kebanyakan leukoplakia tidak menunjukkan adanya dysplasia,
walaupun sebagian kecil menunjukkan adanya perubahan dysplasia dari mild
dysplasia menuju severe dysplasia. Untuk sel-sel yang mengalami dysplasia
biasanya diikuti dengan reaksi radang dari limfosit dan sel plasma.
l. diskeratosis kongengital
Etiologi dari diskeratosis kongenital ialah genetik, yaitu bawaan dari orang tua.
Resiko lesi ini untuk berubah menjadi ganas tinggi.
m. displasia
Merupakan keadaan dimana sel-sel neolpastik terdapat pada seluruh lapisan epitel.
Perubahan pra kanker lain yang tidak sampai meligatkan seluruh lapisan epitel
serviks disebut displasia yang dibagi menjadi ringan, sedang dan berat. Displasia
adalah neoplasia servikal intraepitelial (CIN), tingkatannya adalah CIN 1
(displasia ringan ) CIN 2 (displasia sedang) dan CIN 3 (displasia berat dan
karsinoma in situ).
WHO mengklasifikasikan epithel dysplasia menurut tingkat keparahannya
menjadi:
a. Mild dysplasia
Yaitu gangguan pertumbuhan sel dengan tingkat ringan dengan pembentukan 1
atau 2 lapisan basaloid sel di atas membrana basalis tanpa ditandai adanya atipia
sel.
b. Moderate dysplasia
Yaitu gangguan pertumbuhan sel dengan tingkat sedang dengan pembentukan
lapisan basaloid sel hingga lapisan prikel ditandai dengan atipia sel.
c. Severe dysplasia
Yaitu gangguan pertumbuhan sel dengan tingkat sedang dengan pembantukan
lapisan basaloid sel hingga menggantikan seluruh epithelium sel ditandai adanya
atipia sel yang jelas, dan sering disebut karsinoma in situ.
Etiologi
Secara pasti belum diketahui penyebabnya, tetapi umumnya diderita oleh wanita
dengan usia lanjut, kadang-kadang juga pada wanita yang lebih muda, juga sering
terjadi pada multi gravida dengan pernah melahirkan 4 kali atau lebih, insidensi
lebih tinggi pada wanita yang telah kawin aripada yang tidak kawin, terutama
pada gadis yang koitus pertama pada usia amat muda (< 16 tahun ), jarang
ditemukan pada perawan (virgo), insiden meningkat dengan tingginya paritas,
apalagi jika jarak persalinannya terlalu dekat, mereka dari golongan sosial
ekonomi rendah (higiene seksual yang jelek,aktifitas seksual yang berganti-ganti
pasangan), jarang dijumpai pada masyarakat yang suaminya mendapatkan
sirkumsisi, sering dijumpai pada wanita yang mengalai Human Papiloma Virus
(HPV) tipe 16 atau 18, wanita perokok juga mempunyai resiko yang besar.
Tanda dan gejala
Pada awal perkembangannnya kanker serviks tidak memberikan tanda-tanda dan
keluhan, pada pemeriksaan dengan spekulum tampak sebagai porsio yang erosif
(metaplasia skuamosa) yang fisiologik atau patologik.Keputihan merupakan
gejala yang sering ditemukan, makin lama makin berbau busuk akibat dari infeksi
dan nekrosis jaringan. Perdarahah yang dialami segera setelah sehabis senggama
(perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma serviks (75 – 80 %). Perdarahan
spontah juga dapat terjadi, umumnya pada tingkat klinik yang lebih lanjut (II atau
III) terutama pada tumor yang eksofitik.Anemia akan menyertai sebagai akibat
perdarahan pervaginam yang berulang. Rasa nyeri juga timbul sebagai akibat
infiltrasi sel tumor ke serabut saraf.
Patofisiologi
Tidak ada tanda dan gejala yang spesifik dari penyakit ini, perdarahan merupakan
satu-satunya gejala yang nyata, tetapi sering tidak terjadi pada awal penyakit
sehingga kanker sudah lamjut pada saat ditemukan.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Syarat suatu lesi dikatakan sebagai lesi praganas
a. Ganas jika mengandung karsinomaInti sel lebih gelap,
b. Sitoplasma lebih kecil,
c. Sel basal tidak teratur,
d. Inti membelah tapi sitoplasma tidak, dan
e. Displasia sel.
2. Leukoplakia, merupakan suatu istilah lama yang digunakan untuk menunjukkan
adanya suatu bercak putih atau plak yang tidak normal yang terdapat pada
membran mukosa.
3. oral submukous fibrosis merupakan suatu penyakit progresif yang lambat
dimana terbentuk pita fibrosis di dalam mukosa mulut, disertai dengan reaksi
radang juksta epithelial yang disusul denagn suatu perubahan fibroelastik dari
lamina propria dan kemudian atropi epitel sebagai akibatnya.
4. Dyskeratosis kongengital diwariskan secara resesif dan ditandai dengan
serentetan perubahan mulut yang pada akhirnya menyebabkan suatu atrofik,
leukoplakik dari mukosa mulut
5. snuff-dippers keratosis ; Suatu daerah kuning berkerut pada lipatan mukosa
gusi dan mukosa pipi atau bibir dari rahang bawah adalah indicator penggunaan
intraoral dari tembakau tanpa dibakar.
6. Liken planus merupakan suatu dermatosis yang relative sering terjadi pada kulit
dan membrane mukosa mulut
7. lupus erythematous ada dalam 3 bentuk :
Lupus eritematosus discoid kronis (CDLE) ,yang hanya mengenai kulit.
Lupus eritematosus sistemik (SLE) ,yang mengenai banyak system organ.
Lupus eritematosus kutan subakut ,yaitu suatu varian kutan dengan gejala-
gejala sistematis ringan
8. displasia, Merupakan keadaan dimana sel-sel neolpastik terdapat pada seluruh
lapisan epitel.
9. diskeratosis kongengital Etiologi dari diskeratosis kongenital ialah genetik.
10. sublingual keratosis digunakan untuk lesi putih yang terdapat di dasar mulut
dan ventral dari lidah.
11. sipilis leukoplakia. Seringkali disertai dengan dysplasia, hyperkeratosis dan
akantosis. Sel-sel radang yang terdapat ialah sel plasma, giant sel, dan granuloma.
12. Karsinoma in situ arti katanya adalah kanker yang masih berada pada
tempatnya, merupakan kanker dini yang belum menyebar atau menyusup keluar
dari tempat asalnya.
13. Eritroplakia didefinisikan sebagai bercak merah seperti beludru, menetap,
yang tidak dapat digolongkan secara klinis sebagai keadaan lain manapun.
DAFTAR PUSTAKA
Robert P. Langhais dan Craig S. Miller. 1998. Atlas Berwarna Kelainan Rongga
Mulut Yang Lazim.Jakarta:Hipokrates
Lynch, MA, Brightman VJ, Greenberg M.2000.Burket’s Oral Medicine,
ed.9.Lippincott-Raven.Philadelphia
Cawson RA, Odell EW.1997.Essential of Oral Pathology and Oral Medicine,
ed.6.Churchill Livingstone.Edinsburg
Kerr, Donald and Major M. Ash, Jr., Oral Pathology, Lea & Febiger Co.,
Philadelphia, 1960.
dr. I.M.S. Murah Manoe ,dkk. 1999.Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan
Ginekologi. Makassar.